APA ITU ISLAM PROTESTAN

Page 1 of 4

Back to Home | :: Artikel Maret 2007 |
»

Artikel Selasa 27 Maret 2007 |

APA ITU ISLAM
PROTESTAN
Oleh: Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad | Alumni S2 Universitas
Malaya (UM) Kuala Lumpur, Malaysia. Sekarag sedang
melanjutkan studi di La Trobe University Victoria, Australia

Saya sendiri sebelumnya membiarkan istilah ini
berkembang di kalangan kawan-kawan di milis, namun
belakangan tertarik untuk menarik diskusi ini pada kutub
yang netral dan tidak taken for granted. Semangat
Protestan memang ingin mendobrak, tetapi pemikiran ini
sendiri masih menjadi perdebatan dikalangan sosiolog.

AYA bertemu dengan istilah ini sejak berkawan karya-karya Barat,

terutama ketika membaca bagaimana pengaruh Weber dalam tradisi
gerakan Islam, khususnya pada 'Ali Syari'ati, seorang ideolog gerakan
Revolusi Iran. Setelah itu, Sukidi juga sudah mulai membawa istilah ini
ke dalam kajian ketika dia menganalisa tokoh-tokoh gerakan reformis Islam,
mulai dari Intellektual Iran, Sayyid Jamal al-Din al-Afghani, Ali Shari'ati dan 
Hashem Aghajari. Sayang, debat ini terhenti sebab Sukidi sendiri tidak tahu
apa sebenarnya yang dimaksud dengan Islam Protestan. Dua artikelnya
memang hanya mencari benang merah apa yang terjadi dalam tradisi Kristen
kemudian mencoba mengaitkan apa yang terjadi di dalam tradisi gerakan
Islam. Namun Sukidi mengingatkan bahwa "as with 'traveling theory
reconsidered', however, there is also the possibility that the idea of Islamic
Protestantism will be reinterpreted and reinvigorated by a newer
generation." (Sukidi, 2005).
 
Diskusi ini kemudian saya temui dalam milis Aceh Institute,
yang dipaparkan oleh Fuad Mardhatillah. Kemudian orang
mulai mendiskusikan apa sesungguhnya Islam Protestan?
Diskusi yang menarik, tapi bukan berarti Fuad yang pertama
sekali mencetuskan istilah Islam Protestan ini dalam debat
studi Islam. Namun yang menarik bagi saya setidaknya adalah

bagaimana pola pengadopsian istilah ini yang serta merta
dipakai dalam konteks sekarang. Karena artikel tidak bisa
menjelaskan bagaimana perkembangan dan transformasi
istilah ini, saya hanya ingin mengajak pembaca untuk lebih 'berhati-hati'
dalam menggunakan istilah yang tidak jelas latar belakang sejarahnya. 
 
Saya agak tertarik untuk mengupas bagaimana memposisikan diskusi ini dalam
diskursus pemikiran Islam. Sebab dalam tradisi pemikiran Islam di Indonesia,
ada banyak versi Islam yang dapat ditemui, seperti Islam Sontoeloeyo versi
Soekarno, Islam Rasional versi Harun Nasution, Islam Peradaban versi
Nurcholish Madjid, Islam Jalan Tengah versi Amien Rais, Islam Kiri versi Hasan
Hanafi, Islam Transormatif versi Imanuddin, Islam Post-Tradisionalisme versi
kawan-kawan dari NU di Yogyakarta. Selain Islam dikaitkan dengan konsep,
juga sering dikaitkan dengan istilah kawasan seperti Islam Jawa, Islam Sasak,
Islam Lombok, Islam Banten, dan Islam Padang.
 
Apa sebenarnya yang berkembang di Indonesia mengenai
proses pelabelan. Dalam tradisi pemikiran Islam, setiap ada

http://www.acehinstitute.org/opini_agama_kamaruzzaman_280307_apa_itu_islam_pr... 28/03/2007


Page 2 of 4

upaya untuk menembus tradisi kejumudan selalu membawa semangat liberal.
Sebagai contoh, Charles Kurzman sendiri ketika mengupas Islam Liberal
masih mengaitkannya dengan Syari'at Islam. Diskusi Islam liberal sendiri masih
belum menemui satu jalan yang jelas, sebab apa yang dipahami oleh Charles
Kurzman berbeda dengan apa yang ditulis oleh Greg Barton dan yang
dipahami oleh kawan-kawan muda NU. Diskusi Islam Liberal ini juga berbeda
dengan apa yang dikupas oleh Leonard Binder.
 
Sekarang ada pula istilah baru yang
dipopulerkan oleh Farish Noor dan Omid Safi
tentang Islam Progressif. Istilah yang kurang
lebih ingin menembus tradisi umat Islam agar
kembali pada tauhid dan akal. Namun tetap
membuka mata pada modernisme. Hingga
sekarang debat ini masih berjalan dalam
beberapa milis, hingga kawan-kawan yang
terlibat dalam diskusi ini ingin menjadikan

Islam Progresif sebagai gerakan yang bisa dirasakan oleh umat Islam. Ramai
kalangan yang menyebutkan tokoh Islam Progresif dapat dilihat dari apa yang
dilakukan Chandra Muzaffar melalui NGO-nya di Malaysia, yaitu JUST.
 
Demikian pula, di kalangan Islam Kanan muncul sekian istilah seperti Islam
Salafi, Islam Wahabi, Islam Kanan, Islam Fundamentalis, Islam Tektualis dan
lain sebagainya. Intinya kelompok dengan model Islam seperti ini ingin
mengembalikan tradisi pemikiran Islam pada al-Qur'an dan Sunnah Rasul
dengan model yang cukup rigid.
 
Terkadang dua kutub pola pemahaman ini saling
berseberangan jika tidak bermusuhan. Dalam kontek inilah
kehadiran Islam Protestan juga mengundang sejumlah
tanda tanya, setidaknya jika istilah ini ingin mengadopsi
apa yang terjadi dalam Kristen. Saya mencoba mengutip
pandangan Max Weber ketika dia menulis: Normally,
Protestantism …absolutely legitimated the state as a divine
institution and hence violence as a means. Protestantism,
especially, legitimated the authoritarian state. Luther relieved
the individual of the ethical responsibility for war and transferred it to the

authoritarian. (H.H. Gerth and C. Wright Mills (ed.), 1974:124).

 
Jika ini yang dimaksudkan oleh Islam Protestan maka sejatinya, sang pencetus
harus berhati-hati dalam menelurkan satu istilah baru. Saya sendiri
sebelumnya membiarkan istilah ini berkembang di kalangan kawan-kawan di
milis, namun belakangan tertarik untuk menarik diskusi ini pada kutub yang
netral dan tidak taken for granted. Semangat Protestan memang ingin
mendobrak, tetapi pemikiran ini sendiri masih menjadi perdebatan
dikalangan sosiolog.
 
Sebenarnya saya dapat memahami mengapa Islam Protestan ini muncul.
Paling tidak dalam bayangan saya sang pencetus ingin mengatakan bahwa
orang Islam harus meniru semangat orang Protestan, walau Luther sendiri
hanya ingin mendobrak tradisi gereja dan meminta agar Injil bisa
diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Inilah upaya yang ingin dilakukan
oleh Protestan.
 
Demikian pula semangat Islam Protestan yang ditulis Sukidi juga ingin
mengupas bagaimana peran tokoh Islam dalam Revolusi Iran, khususnya ketika


http://www.acehinstitute.org/opini_agama_kamaruzzaman_280307_apa_itu_islam_pr... 28/03/2007

Page 3 of 4

mereka ingin mengadopsi sifat Lutheran. Pada era 2000-an, gerakan Islam ini
kemudian sering dikatakan sebagai embrio gerakan Islam di seluruh dunia.
Hampir puluhan buku yang mengupas mengatakan gejala Islam Radikal juga
dipengaruhi oleh Revolusi Iran. Jika kita sepakat apa yang digunakan sebagai
basis gerakan sosial saat itu adalah 'Islam Protestant,' maka secara otomatik,
gejala pemikiran ini melahirkan sikap radikalisme, suatu sikap yang semakna
dengan jiwa Protestan itu sendiri. Pada ujungnya pengaruh gejala Islam
Protestant ternyata memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap
munculnya kekerasan dalam agama.
 
Demikian pula, ketika Fuad dan kawan-kawan lain, ingin membumikan istilah
di Aceh, maka hal tersebut juga perlu dipikir ulang. Sebab kalau tidak, gejala
memunculkan istilah yang 'membingunkan' dari sisi epistemologis dan
kerangka histories, akan menjebak kalangan yang tidak mengerti duduk
perkara bagaimaan perkembangan istilah tersebut dan bagaimana kancah

pemikiran Islam di dunia saat ini.
 
Sebenarnya munculnya beragama istilah Islam saat ini lebih pada upaya untuk
mendobrak tiga hal. Pertama, ingin mendobrak tradisi yang mengkungkung
umat Islam dari bangkit kembali. Dalam arti, tidak sedikit tradisi-tradisi yang
diguna pakai, sering dikaitkan dengan Islam, ternyata menyebabkan
kemunduran bagi umat Islam sendiri. Kedua, ingin membuka wacana yang
seolah baru dalam studi Islam, manakala dengan cara memunculkan istilah
yang kurang akrab di telinga kita. Fenomena ini memang sering terjangkiti
dikalangan kelompok studi Islam yang hanya membuka satu mata rantai
pemikiran Islam saja. Akibatnya, banyak hal kadang salah kaprah ketika
ditelurkan sebagai wacana pemikiran. Dalam hal ini, upaya ini tidak keliru,
namun untuk ditimbang dari disi sosiologi dan sejarah, maka sekali lagi,
konsep ini tidak akan memberikan makna yang cukup signifikan bagi rakyat
Aceh saat ini. Ketiga, ingin memunculkan paradigma baru dalam pemikiran
Islam, tanpa memahami bagaimana kerangka munculnya istilah tersebut.
Pemikir Islam kontemporer, seperti Souroush, Khaled Aboe al-Fadl, Farid
Essad, Hassan Hanafi, Ali Harb, Al-Jabiri, menulis segunung karya dalam
menelurkan pemikiran mereka. Sedangkan tradisi kita di Indonesia, dan sudah
mulai terjangkiti di Aceh, sering dengan memunculkan istilah atau gagasan

yang terputus-putus, kemudian dikutip dan dipandang cukup komprehensif.
Kawan saya, Nurcholik Ridwan, seorang penulis muda di Yogyakarta, penulis
buku Islam Borjois,  sudah pernah mengkritik tradisi ini di Indonesia ketika
mengomentari pemikiran Islam Liberal oleh Ulil.  
 
Kritikan saya ini memang tidak beralasan, sebab secara akademik, istilah
Islam Protestant sendiri masih menjadi wacana, tidak hanya di timur, tetapi
juga di Barat. Namun pola penyebaran istilah ini di Aceh saat ini sama
nasibnya dengan kemunculan Islam Liberal oleh kawan-kawan di Jakarta.
Yaitu, orang meributkan istilah tersebut sambil saling kafir mengkafirkan,
kemudian membuat kotak-kotak dalam komunitas umat Islam sendiri. Dalam
konteks ini, energi ini memang belum begitu tampak di Aceh, tetapi saya
ingin mengajak untuk merubah tradisi, supaya kalau ada istilah yang baru,
kita harus 'bertanggungjawab' untuk menjelaskan, setidaknya tahu bagaimana
latar belakang istilah tersebut. Sekali lagi, ulasan saya ini memang sikap
'sayang' saya terhadap dunia akademik, khususnya dalam bidang studi Islam di
Aceh. (KBA)
 :: Artikel Syariat Islam Lainya|

http://www.acehinstitute.org/opini_agama_kamaruzzaman_280307_apa_itu_islam_pr... 28/03/2007


Page 4 of 4

http://www.acehinstitute.org/opini_agama_kamaruzzaman_280307_apa_itu_islam_pr... 28/03/2007