ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL PRODUKSI DODOL COKLAT
ABSTRAK
ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL PRODUKSI DODOL COKLAT
Oleh
Merry Monika Sitanggang
Dodol coklat merupakan salah satu bentuk produk olahan dari biji kakao untuk meningkatkan nilai tambah dari biji kakao. Teknologi pembuatan dodol coklat cukup sederhana sehingga dapat diusahakan dalam skala kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan antara tepung beras ketan dan bubuk coklat yang menghasilkan karakteristik fisik, kimia dan sensori dodol coklat formulasi terbaik serta mengetahui aspek finansial indsutri rumah tangga dodol coklat. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah perbandingan bubuk coklat dan tepung beras ketan sebanyak 6 taraf, yaitu L1 (5%:95%); L2 (10%:90%); L3 (15%:85%); L4 (20%:80%); L5 (25%:75%); L6 (30%:70%%). Kesamaan ragam antar perlakuan diuji dengan uji Bartleet dan kenambahan data diuji dengan uji dengan uji Tuckey. Data yang diperoleh dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur ( BNJ) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dodol coklat terbaik dihasilkan dari proporsi
(2)
plastis, rasa dan aroma khas coklat, warna coklat tua, kadar air 3,49%-3,86%, kadar lemak 2,61%-3,00%, kadar abu 0,69%, kadar protein 0,27% dan kadar karbohidrat by different 92,16%. Hasil kelayakan investasi usaha rumah tangga dodol coklat layak untuk dilanjutkan (NPV>0, Net B/C >1,IRR> 22% suku bunga dan PP< 5 tahun umur ekonomis).
Kata Kunci : Analisis finansial, Bubuk coklat, Dodol coklat, Tepung ketan.
ABSTRACT
TECHNICAL AND FINANCIAL ASPECTS OF CHOCOLATE DODOL PRODUCTION
By
Merry Monika Sitanggang
“Chocolate dodol” is one of food product from cocoa beans processing to increase the economic value. “Chocolate dodol” processing technology is simple enough to be made in smale scale industry (home industry). This research was purposed to obtain a formulation of glutinous rice flour and cocoa powder to get the best physical, chemical and sensory characteristics “chocolate dodol” and to determine financial aspects of chocolate dodol home industry. This research was designed in a Completely Randomized Block Design with 4 replication. The treatments had 6 levels comparison of cocoa powder and glutinous rice flour, that were L1
(3)
(5%:95%); L2 (10%:90%); L3 (15%:85%); L4 (20%:80%); L5 (25%:75%); L6 (30%:70%%). Data were analiyzed with analysis of varians to find out the treatment effects, then the data were further analyzed with Honestly Significant Difference (HSD) test on level of 5% to find the best comparison. This research showed that the best of “chocolate dodol” was made of 25%-30% cocoa powder and 70%-75% glutinous rice flour. “Chocolate dodol” has a plastic texture, taste and flavor of chocolate, dark brown color, water content of 3,49%-3,86%, fat content of 2,61% -3,00%, protein content of 0,27%, ash content of 0,69% and carbohydrate content of 92,16%. The result of investment feasibility of “chocolate dodol” home industri are reasonable to continue (NPV>0, Net B/C >1,IRR> 22% discount rate and PP< 5 years of economical’s age.
(4)
(5)
ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL PRODUKSI DODOL COKLAT
Oleh
MERRY MONIKA SITANGGANG Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(6)
(7)
(8)
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia dengan persentase 13,6% (BPS, 2011). Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2010) kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung yang tersebar hampir di seluruh Kabupten di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung telah mengembangkan tanaman kakao sebagai komoditas unggulan dalam menghasilkan devisa negara melalui kegiatan ekspor komoditi perkebunan kakao. Luas areal tanaman kakao pada tahun 2010 yaitu 48.343 ha dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 51.064 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Produksi kakao pada tahun 2011 yaitu 26.562 ton dan sedikit meningkat pada tahun 2012 yaitu 26.719 ton (BPS, 2012).
Biji kakao di Indonesia sekitar 60% diekspor dan selebihnya digunakan untuk kebutuhan industri pengolahan biji kakao dalam negeri. Ekspor kakao yang dilakukan selama ini sebagian besar masih dalam bentuk produk biji kakao, sedangkan dalam bentuk olahan baru mencapai 20% (setengah jadi) berupa lemak coklat (cooca butter), pasta coklat (cocoa paste) dan bubuk coklat (cocoa powder)
(9)
2
(Wahyudi et al., 2008). Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja (Nuraeni, 1995). Biji kakao mengandung 35-50% lemak, 15% pati, 15% ptotein, 1-4% theobromin, dan 0,07-0,36% kafein (Rizza et al., 2000). Kakao dan produknya merupakan sumber komponen fenolik (12-18%) yang berpotensi sebagai antioksidan (Kim dan Keeny, 1984 dalam Othman et. al., 2007).
Proses pengolahan kakao di tingkat petani masih dapat dikatakan minim. Hal ini dikarenakan usaha pengolahan biji kakao masih berpegang dari segi kuantitas dan kecepatan dalam menghasilkan uang sehingga selama ini petani kakao menjualnya masih dalam bentuk biji. Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh petani masih dalam tahap pemecahan buah, pengeringan biji dengan sinar matahari dan proses fermentasi. Permasalahan yang dihadapi petani adalah ketidakstabilan harga kakao, sehingga pada saat harga kakao turun, penghasilan petani menjadi menurun dan merugi. Selain itu dengan hanya menjual berupa biji kakao saja, nilai tambah yang diperoleh petani tidak ada.
Dodol coklat pada umumnya sudah ada di pasaran, namun pembuatan dodol coklat tersebut kebanyakan menggunakan bubuk coklat yang sudah ada di pasaran sehingga kurang memanfaatkan ketersediaan biji kakao. Oleh karena itu perlu adanya alternatif pengolahan biji kakao menjadi suatu produk yang dapat menambah nilai jual dari kakao dengan teknologi yang sederhana, mudah dan dapat terjangkau oleh petani kakao di Lampung. Salah satu bentuk pengolahan
(10)
kakao untuk meningkatkan nilai tambahnya yaitu dengan mengolahnya menjadi dodol coklat.
Dodol merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan baku tepung ketan, gula merah dan santan kelapa yang didihkan sampai kental. Dodol merupakan makanan semi basah dan memiliki rasa manis, gurih, berwarna coklat, bertekstur lunak (Hartati et al., 1996). Dodol coklat dapat dibuat/diproduksi oleh petani dengan teknologi pengolahan yang cukup sederhana. Proses pembuatan dodol coklat tidak menggunakan alat-alat canggih dan mahal, hanya berupa wajan, kompor serta alat-alat dapur yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang ada yaitu belum ditemukannya formulasi yang tepat antara tepung beras ketan dan bubuk coklat yang tepat untuk menghasilkan dodol coklat yang disukai masyarakat. Oleh karena itu perlu diketahui lebih lanjut perbandingan bubuk coklat dan tepung beras ketan yang tepat dalam pembuatan dodol coklat.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mendapatkan perbandingan antara tepung beras ketan dan bubuk coklat yang tepat sehingga diperoleh dodol coklat dengan karakteristik sensori terbaik. 2. Mengetahui karakteristik fisik dan kimia dodol coklat formulasi terbaik. 3. Mengetahui aspek finansial pembuatan dodol coklat.
(11)
4
1.3. Kerangka Pemikiran
Menurut SNI 01-2986-1992, dodol merupakan makanan semi basah yang pembuatannya berasal dari tepung beras ketan, santan kelapa, dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan, yang hasilnya merupakan adonan berbentuk padatan yang cukup elastis berwarna coklat muda sampai dengan coklat tua. Jenis dodol bervariasi, tergantung dari bahan dasar yang digunakan. Dodol yang paling umum dan banyak ditemui di pasaran adalah dodol dari tepung ketan (Astawan, 1991). Seiring berkembangnya teknologi, dodol dapat dibuat dari buah-buahan seperti apel, pepaya, pisang, nangka dan lain sebagainya untuk memperkaya cita rasa dan nilai gizi dodol.
Dalam pembuatan dodol, faktor penambahan tepung beras ketan sangat mempengaruhi sifat fisik dodol. Tepung beras ketan mengandung pati sebesar 87% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kadar amilopektin pada beras ketan cukup besar yaitu 99% dan amilosa sebesar 1% (Winarno, 1997). Tepung beras ketan mempunyai sifat yang kental dan dapat membuat tekstur dodol menjadi elastis. Semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin tinggi pula reaksi kekentalan yang terjadi. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan terjadinya gelatinisasi ketika ditambahkan air dan diberi perlakuan panas.
Kandungan amilopektin yang tinggi dapat mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat dan mengakibatkan suhu gelatinisasi lebih tinggi (Winarno, 2004). Amilopektin dapat menyebabkan gel lebih tahan terhadap
(12)
kerusakan mekanik. Sifat amilopektin dapat memperkuat pengikatan air sehingga kadar air cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi penambahan tepung beras ketan. Hal ini terjadi karena adanya proses pengikatan air oleh gugus hidroksil amilopektin dari tepung beras ketan (Naroki dan Kanomi, 1992). Kadar amilopektin yang tinggi akan membentuk tekstur dodol yang lengket dan elastis (Hartati et al., 1996).
Substitusi bahan lain pada adonan dodol akan mempengaruhi mutu dodol yang dihasilkan. Beberapa penelitian yang melibatkan bahan lain dalam pembuatan dodol telah dilakukan. Tangketasik (2013), melakukan substitusi tepung ketan dengan tepung tapioka 30%-100% menghasilkan dodol terbaik pada formulasi yang disukai adalah subtitusi tepung ketan 10% dan tepung tapioka 90%, sedangkan Seknun (2012), melakukan substitusi tepung ketan dengan tepung buah lindur 40%-60% menghasilkan dodol dengan sifat sensori dan kimia terbaik pada formulasi tepung buah lindur 50% dan tepung ketan 50%.
Bubuk coklat merupakan hasil dari proses sortasi biji kakao yang bagus dan dipisahkan dari kontaminannya, biji kakao hasil sortasi selanjutnya dilakukan penyangraian yang bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas coklat. Biji kakao mengandung senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas coklat. Senyawa pembentuk aroma khas coklat, seperti pirazin, karbonil, dan ester meningkat selama penyangraian dari waktu 35 menit sampai 65 menit pada suhu 140 °C (Misnawi, 2005). Biji kakao yang telah disangrai kemudian dipecah untuk memisahkan kulit dengan inti biji. Bungkil inti biji hasil pengempaan dihaluskan
(13)
6
dengan alat penghalus. Setelah penghalusan dilakukan pengayakan untuk memperoleh ukuran fraksi yang seragam. Biji kakao cukup sulit dihaluskan dibandingkan biji-bijian dari produk pertanian lainnya karena pengaruh kadar lemaknya (Tarigan, 2013).
Pada penelitian ini dodol dibuat dengan menggunakan bubuk coklat yang diperoleh dari hasil penyangraian biji coklat yang dihaluskan dan diayak sehingga diperoleh bubuk coklat yang halus dan seragam. Formulasi dodol dengan menggunakan bubuk coklat yang tepat masih belum diteliti. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formulasi tepung beras ketan dan bubuk coklat yang dapat menghasilkan dodol coklat dengan sifat sensori dan kimia terbaik. Selain itu dodol coklat diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani kakao dengan menambah nilai jual biji kakao.
Teknologi pembuatan dodol coklat cukup mudah sehingga dapat diusahakan dalam skala kecil. Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha perlu dilakukan analisis terhadap aspek ekonomi yang meliputi modal investasi dan dilakukan perhitungan harga jual, Net Present Value, B/C ratio, Payback Period, Internal Rate of Return dan Break Event Point (titik impas). Aspek finansial bertujuan untuk mengetahui dana dan aliran kas suatu usaha sehingga dapat diketahui kelayakan usaha tersebut (Sutojo, 2000).
(14)
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbandingan antara tepung beras ketan dan bubuk coklat yang menghasilkan dodol coklat dengan sifat sensori dan kimia terbaik.
2. Dodol dengan perbandingan bubuk coklat dan tepung beras ketan terbaik secara finansial meningkatkan nilai tambah dari biji kakao dan layak untuk dijadikan usaha.
(15)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biji kakao
Kakao merupakan tumbuhan dengan ketinggian 10 m, namun dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m dengan tajuk menyamping yang meluas. Buah kakao tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah kakao jauh lebih besar dari bunganya dan berbentuk bulat hingga memanjang. Warna buah akan berubah seiring tingkat kematangan buah. Sewaktu muda buah berwarna hijau hingga ungu. Kulit luar buah ketika sudah masak biasanya berwarna kuning. Di Indonesia, kakao dikenal dengan dua jenis, yaitu kakao mulia yang berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao lindak berasal dari varietas forastero dan trinitario dengan warna buah hijau.
Sistematika tanaman kakao (Gambar 1) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Class : dicotyledoneae Sub class : dialypetalae Ordo : malvales Family : sterculiaceae
(16)
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Gambar 1. Tanaman dan buah kakao
Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao yaitu berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar. Secara umum, biji kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi, et al. 2008).
Jenis kakao dibagi atas 3 jenis, yaitu kakao criolo (kakao mulia), kakao forestero (kakao lindak) dan kakao trinitario. Kakao jenis criolo menghasilkan mutu biji yang memiliki mutu yang baik, buahnya berwarna merah/hijau, kulitnya tipis berbintik-bintik kasar dan lunak, bijinya berbintik bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jenis forestero menghasilkan biji kakao yang mutunya sedang, buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji
(17)
10
buahnya tipis dan gepeng. Kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. Jenis trinitario bentuknya heterogen, buahnya berwarna hijau merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Hatta, 1992).
Biji kakao (Gambar 2) didefinisikan sebagai biji tanaman kakao (Theobroma cacao Linn.) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji. Berdasarkan jenis tanaman dibedakan atas dua klasifikasi, yaitu jenis mulia (fine cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga golongan, yaitu Mutu I, Mutu II dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan dalam jumlah biji/100 gram. Spesifikasi persyaratan mutu biji kakao disajikan pada Tabel 1.
(18)
Tabel 1. Standar Mutu Biji Kakao (SNI 2323:2008) Persyaratan
Jenis mutu Kakao mulia (Fine
Cocoa)
Kakao Lindak (Bulk cocoa)
Kadar biji berjamur (biji/biji)
Maks. 2 Maks. 4
Kadar biji slaty (biji/biji) Maks. 3 Maks. 8 Kadar biji berserangga
(biji/biji)
Maks. 1 Maks. 2
Kadar kotoran waste (biji/biji)
Maks. 1,5 Maks. 2
Kadar biji berkecambah (biji/biji)
Maks. 2 Maks. 3
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2008)
B. Bubuk Coklat
Bubuk coklat (gambar 3) terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah dipisahkan lemak coklatnya. Bungkil dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk tepung coklat. Coklat bubuk ada 2 jenis, yang pertama melalui proses natural dan yang kedua melalui proses dutch. Cocoa natural sedikit asam, sedangkan cocoa dutch warnanya lebih gelap dan coklatnya lebih lembut. Cocoa proses dutch lebih disukai dalam pembuatan coklat panas karena aromanya lebih lembut. Coklat bubuk yang paling banyak dijual dipasaran adalah jenis cocoa natural. Coklat bubuk natural dibuat dari bubur coklat atau balok coklat pahit, dengan menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga tinggal 18-23%. Coklat jenis ini berbentuk tepung, mengandung sedikit lemak, dan rasanya pahit. coklat bubuk jenis ini biasanya digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat kue.
(19)
12
Gambar 3. Bubuk coklat (Suwandi, 2011)
Biji kakao dalam proses penghalusan lebih sulit dibandingkan biji-biji dari produk pertanian lain karena pengaruh kadar lemak. Suhu penghalusan dibawah 34°C, fraksi gliserida di dalam lemak kakao menjadi tidak stabil dan menyebabkan bubuk menggumpal kembali membentuk bongkahan. Selama proses penghalusan, suhu penghalusan harus dikontrol agar diperoleh bentuk bubuk yang stabil, baik warna maupun sifat-sifatnya.
C. Tepung Beras ketan
Tepung beras ketan adalah salah satu jenis tepung yang berasal dari beras ketan (Oryza sativa glutinous) yang termasuk dalam biji-bijian (serealia) yang ditumbuk atau digiling dengan menggunakan mesin penggiling (Damayanti, 2000). Tepung beras ketan mengandung zat gizi yang cukup tinggi yaittu karbohidrat 80%, lemak 4%, protein 6% dan air 10%. Beras ketan mengandung pati sebesar 87% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kadar amilopektin pada beras ketan cukup besar yaitu 99% dan amilosa sebesar 1% (Winarno, 1997).
(20)
Tepung beras ketan mempunyai sifat yang kental dan dapat membuat tekstur dodol menjadi elastis. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan terjadinya gelatinisasi ketika ditambahkan air dan diberi perlakuan panas. Hal ini terjadi karena pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras ketan (gel) yang bersifat kental. Kadar amilopektin yang tinggi akan membentuk tekstur dodol yang lengket dan elastis (Hartati, 1996).
Tepung beras ketan dapat dihasilkan dengan cara perendaman beras ketan selama 2-3 jam. Setelah itu beras ketan digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 80 mesh sampai diperoleh tepung yang halus. Semakin halus tepung semakin baik karena mempercepat proses pengentalan dodol. Tepung beras memberi sifat kental sehingga membentuk tekstur dodol menjadi elastic. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan sangat mudah terjadi gelatinisasi bila ditambahkan dengan air dan memperoleh perlakuan pemanasan. Hal ini terjadi karena adanya pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras ketan (gel) yang bersifat kental (Hartati, 1996).
(21)
14
Tabel 2. Syarat Mutu Bubuk Coklat SNI 3747:2009
No. Parameter Uji Satuan Syarat Mutu
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. . Keadaan : Bau Rasa Warna
Kehalusan (lolos ayakan mesh 200) (b/b)
Kulit (shell)
dihitungdari alkali free nib (b/b)
Kadar air (b/b) Kadar lemak (b/b) Cemaran Logam : Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Timah (Sn)
Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba : Angka lempeng total Bakteri bentuk coli E. coli Salmonella Kapang Khamir - - - % % % % mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g Per g Per 25g Koloni/g Koloni/g
Khas kakao, bebas dari bau asing Khas kakao, bebas dari bau asing Coklat atau warna lain akibat dari
alkalisasi Minimal 99,5 Maksimal 1,75 Maks. 5,0 Min. 10 Maks. 2,0 Maks. 1,0 Maks 40 Maks 1,0
Maks. 5x103 <3
negatif negatif Maks. 50 Maks. 50
(22)
D. Dodol
Dodol merupakan makanan tradisional yang cukup banyak digemari di Indonesia. Dodol dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dodol yang diolah dari campuran buah atau bahan lain dan dodol yang dibuat dari tepung ketan. Pada umumnya dodol dibuat dari beras ketan, santan dan gula aren. Dodol merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang termasuk dalam jenis makanan yang mempunyai sifat agak basah sehingga dapat langsung dimakan tanpa dibasahi terlebih dahulu (rehidrasi) dan cukup kering sehingga dapat stabil dalam penyimpanan (Adriyani, 2006). Keawetan pangan semi basah sangat tergantung oleh kadar airnya. Daya simpan makanan semi basah seperti dodol dipengaruhi oleh komponen penyusunnya, aktivitas mikroba, teknologi pengolahan dan sanitasinya, sistem pengemasan serta penggunaan bahan pengawet. Dodol termasuk jenis makanan setengah basah (Intermediate Moisture Food) yang memiliki sifat plastis, padat dan mempunyai kadar air 10-40 %; Aw 0,60-0,90; (Haliza, 1992).
Dodol terbuat dari bahan utama yaitu tepung ketan. Dodol dibuat dengan cara mendidihkan gula, melarutkan santan dan tepung beras ketan secara bersamaan dengan pengadukan yang konstan sampai matang dan berwarna coklat mengkilap dan tidak lengket saat disentuh (Anonim, 2010). Syarat mutu dodol (SNI No. 01-2986-2013) disajikan pada Tabel 3.
(23)
16
Tabel 3. Syarat Mutu Dodol Menurut SNI No. 01-2986-2013
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Bau - Normal/khas dodol
Rasa - Normal/khas dodol
Kadar air (b/b) % Maks.20%
Gula dihitung sebagai sukrosa % Min.30
Asam lemak bebas (sebagai asam laurat)
% Maks.l 0,5
Cemaran logam
Kadmium(Cd) mg/kg Maks. 0,1
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
Timah (Sn) mg/kg Maks 40
Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,05
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,5
Cemaran Mikroba
- Angka Lempeng Total - Bakteri Coliform - E. Coli
- Salmonella sp
- Staphylococcus aureus - Bacillus cereus
- Kapang dan khamir
koloni/g APM/g APM/g - koloni/g koloni/g koloni/g Maks.1x104 Maks. 20 < 3 Negatif/25g Maks. 10 Maks. 1x102 Maks. 2x102
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2013)
E. Gula
Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang dapat larut dalam air dan diserap oleh tubuh menjadi energi. Secara umum, gula dibedakan menjadi dua, yaitu monosakarida yaitu terbentuk dari satu molekul gula. Monosakarida terdiri dari glukosa, fruktosa, galaktosa. Disakarida terbentuk dari dua molekul gula. Disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua glukosa). Gula merupakan salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasa digunakan sebagai pemanis dalam makanan maupun minuman, dalam makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai
(24)
stabilizer dan pengawet. Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti air bunga kelapa,aren, palem, kelapa atau lontar. Gula mengandung sukrosa yang merupakan anggota dari disakarida.
Gula dapat digunakan sebagai pengawet dan pembuatan produk makanan. Gula yang ditambahkan ke dalam makanan dengan konsentrasi tinggi menyebabkan sebagian dari air yang ada tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula mengurangi kemampuan keseimbangan relatif dan mengikat air yang menyebabkan gula dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Gula juga digunakan sebagai penambah cita rasa dan pemanis, sumber kalori dan dapat memperbaiki tekstur makanan. Fungsi gula dalam pembuatan dodol yaitu memberikan aroma, rasa manis, sebagai pengawet dan membantu pembentukan tekstur pada dodol (Gautara dan Wijandi, 1980).
Tabel 4. Komposisi Zat Gizi Gula pasir
Komposisi Zat Gizi Gula Pasir ( per 100 gram berat bahan )
Zat Gizi Gula pasir
Energi (kkal) 364
Protein (g) 0
Lemak (g) 0
Karbohidrat (g) 94,0
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 1
(25)
18
F. Santan Kelapa
Santan kelapa merupakan cairan berwarna putih susu yang diperoleh dengan pemerasan daging buah kelapa yang telah diparut dengan penambahan air dalam jumlah tertentu. Dalam pembuatan dodol santan merupakan faktor penting karena mengandung minyak sehingga menghasilkan dodol yang lezat dan membentuk tekstur kalis. Santan dari buah kelapa (Cocos nucifera) diperoleh dengan cara pemarutan dan memerasnya dengan air. Santan berperan sebagai pemberi flavor dan mengurangi sifat melekatnya bahan penyusun dodol lainnya pada wadah pengolahan dodol. Santan adalah minyak dari buah kelapa yang diperoleh dengan cara pengepresan daging buah bersama air atau tanpa penambahan air. Kelapa yang digunakan adalah buah yang sudah tua dan tidak busuk agar diperoleh santan yang baik dan jumlah banyak.
Satuhu (1994) menyatakan bahwa santan yang digunakan dalam pembuatan dodol terdiri dari 2 macam yaitu santan kental dan santan encer. Santan kental dalam pembuatan dodol sangat penting karena mengandung banyak lemak sehingga dapat meningkatkan cita rasa dan membentuk tekstur dodol menjadi kalis. Santan encer berfungsi untuk mencairkan tepung, sehingga terbentuk adonan dan untuk melarutkan gula. Santan dalam pengolahan pangan dapat berfungsi sebagai media penghantar panas pada waktu pemasakan, menaikkan kelezatan (polabilitas) makanan dengan meningkatkan flavor, membuat makanan berminyak serta peralatan sehingga adonan tidak lengket pada alat, dan meningkatkan keempukan pada dodol. Penambahan ini akan memperbaiki kenampakan dodol dan lebih mengkilap (Sundari, 1984).
(26)
G. Analisis Finansial
Menurut Sofyan (2004) analisis finansial merupakan suatu studi yang bertujuan untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi layak atau tidak layak dijalankan dilihat dari aspek keuangan. Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha baik dari segi teknik, ekonomi maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui apakah usaha tersebut memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan pada aspek keuntungan dan aliran kas uang (cash flow) selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan, laba atau rugi dan analisis kelayakan usaha.
1. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan baik biaya tetap dan tidak tetap (Sutanto, 1994).
2. Harga Pokok Penjualan (HPP)
Harga Pokok Penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian. Harga Pokok Penjualan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Harga Pokok Penjualan (HPP) = Total Biaya Produksi/bulan Jumlah produksi/bulan 3. Kriteria Kelayakan Usaha
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan yaitu Break Event Point (BEP), Net Benefit Cost (B/C), Payback Periode (PP)
(27)
20
Break Event Point (BEP) digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan dimana suatu perusahaan dapat menutup semua biaya tanpa mengalami kerugian atau keuntungan.
Perhitungan rumus BEP atas dasar unit produksi adalah sebgai berikut: BEP (unit) = Biaya Tetap (FC)
Harga jual – (Biaya tidak tetap/kapasitas produksi/bulan) Perhitungan rumus BEP atas dasar unit rupiah adalah sebgai berikut: BEP (Rp) = Biaya Tetap (FC)
1- (Biaya tidak tetap/(harga jualx jumlah produksi) b. Net Benefit Cost (B/C)
Net Benefit Cost (B/C) digunakan untuk mengkaji kelayakan suatu usaha dalam mengevalusai proyek untuk kepentingan umum (Sutanto, 1994)
Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nila B/C lebih dari 1 maka usaha tersebut dapat dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka usaha tersebut tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C= 1 maka usaha tersebut berada dalm keadaan impas.
B/C Ratio = Keuntungan Biaya Produksi c. Payback Periode (PP)
Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas yang bertujuan untuk mengetahui seberapa lama modal yang telah ditanamkan bias kembali dalam satuan waktu.
Payback Periode (PP) = investasi x 12 bulan laba bersih
(28)
(29)
(30)
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Februari sampai dengan April 2014.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao fermentasi yang diperoleh dari Katibung Lampung Selatan, tepung beras ketan merk Rose Brand, santan kelapa, gula pasir, dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain aquades, heksana, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, HCl 0,02 N,
NaOH 50%, H2BO2, Na2S2O3, K2SO4, HgO, dan alkohol.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan dodol yaitu baskom, neraca digital, pisau, grinder, pengaduk kayu, talenan, kompor, sendok, ayakan tepung, dan wajan, sedangkan peralatan untuk analisis yaitu neraca analitik, gelas ukur, erlenmeyer, pipet, kertas saring, cawan porselin, oven, desikator, labu Kjeldahl, alat ekstraksi Soxhlet, tanur listrik, buret dan tabung reaksi.
(31)
22
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu pembuatan dodol coklat dan analisis finansial. Perlakuan disusun secara tunggal dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 4 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah perbandingan bubuk coklat dan tepung beras ketan sebanyak 6 taraf, yaitu L1 (5%:95%); L2 (10%:90%); L3 (15%:85%); L4 (20%:80%); L5 (25%:75%); L6 (30%:70%%). Perbandingan bubuk coklat dan tepung beras ketan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan bubuk coklat dan tepung beras ketan dalam pembuatan dodol coklat
Perlakuan Bubuk coklat(%) Tepung beras ketan (%)
L1 5 95
L2 10 90
L3 15 85
L4 20 80
L5 25 75
L6 30 70
Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh yang nyata, data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%
(32)
3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembuatan Dodol 1. Pembuatan bubuk coklat
Penelitian diawali dengan pembuatan bubuk coklat. Biji kakao disortasi yang bertujuan untuk memisahkan biji kakao yang tidak baik, busuk dan lainnya, ditimbang, disangrai. Penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas coklat. Selanjutnya biji kakao dihaluskan. Setelah penghalusan dilakukan pengayakan. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Digram alir proses pembuatan bubuk coklat ( Mulyono, 2007) yang dimodifikasi
2. Pembuatan Santan Kelapa
Pembuatan santan kelapa yaitu pertama kelapa yang sudah tua dikupas, lalu dikupas kulit ari dari buah kelapa agar dapat menghasilkan parutan kelapa yang
Biji kakao kering
Sortasi dan penimbangan Penyangraian Pengupasan kulit ari
Penghalusan (grinder)
Pengayakan (80 mesh)
Bubuk coklat
Analisis Kimia: - Kadar lemak - Kadar air - Kadar protein - Kadar Abu
(33)
24
putih dan bersih. Selanjutnya buah kelapa diparut dengan menggunakan alat parutan manual atau mesin parut. Setelah itu, hasil parutan kelapa dicampur dengan air bersih atau air hangat dengan perbandingan 1:1, lalu dipres secara manual. Kemudian disaring dan diperoleh santan kelapa kental.
3. Pembuatan Dodol Coklat
Setiap satuan percobaan dibuat perbandingan bahan baku dengan total berat 100g. Sebagai contoh untuk taraf 1 (5% bubuk coklat : 95% tepung beras ketan), sebanyak 5 g bubuk coklat dicampur dengan 95 g tepung beras ketan. Santan kelapa sebanyak 100 ml dipanaskan sampai keluar minyak, selanjutnya ditambahkan bubuk coklat dan tepung beras ketan yang sudah diaduk terlebih dahulu dalam 150 ml air, selanjutnya dimasak dan diaduk selama 10 menit dan ditambahkan gula pasir 100 g dan diaduk sampai dodol kalis (30 menit). Setelah matang dodol didinginkan selama kurang lebih 12 jam agar tekstur dodol mengeras. Komposisi bahan dodol coklat pada penelitian disajikan pada (Tabel 6) Proses selanjutnya yaitu pemotongan dan pengemasan dodol coklat. Diagram alir proses pembuatan dodol coklat disajikan pada Gambar 5.
Tabel 6. Komposisi bahan penyusun pembuatan dodol coklat
Bahan Kode perlakuan
L1 L2 L3 L4 L5 L6 Tepung beras ketan (g)
Bubuk coklat (g) Gula pasir (g) Santan kelapa (ml)
Air (ml)
95 90 85 80 75 70 5 10 15 20 25 30 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 150 150 150 150 150 150
(34)
Gambar 5. Diagram alir pembuatan dodol coklat Sumber: Hatta (2012) yang dimodifikasi 3.4.2 Analisis Finansial
Setelah diketahui formulasi dodol coklat yang paling disukai, kemudian dilakukan perhitungan analisis finansial (ekonomi) dodol coklat untuk mengetahui harga pokok, harga jual dan keuntungan produk. Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui analisis kelayakan ekonomi yang meliputi biaya produksi (biaya tetap dan biaya tidak tetap), Break Evet Point, Payback Period (PP) (Sjahrial, 2008),
Uji Sensori - Rasa - Aroma - Tekstur - Warna
- Penerimaan keseluruhan
Analisis Kimia -- uji kadar lemak - uji kadar air
Hasil uji sensori terbaik diuji Analisis Kimia:
- Kadar protein - Kadar abu - Kadar karbohidrat
-Uji kesukaan(preference test)
Pemanasan sampai keluar minyak T :600C, t: 20 menit
Pencampuran
Pemasakan dan pengadukan t: 10 menit
Dodol coklat
Pengemasan Tepung beras ketan :
bubuk coklat (95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25, dan 70:30)
Air 150 ml
Gula pasir 100 g
Pemasakan dan pengadukan sampai kalis
Pendinginan 250C, t: 12 jam
(35)
26
Net Present Value (NPV) (Kadariah et all. 2009), Net B/C ratio dan analisis sensitivitas.
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap dodol coklat meliputi kadar air, kadar lemak, uji sensori terhadap tekstur, rasa, warna dan aroma dengan metode skoring dan uji penerimaan keseluruhan dengan metode hedonik. Dodol coklat dengan karakteristik sensori terbaik dilakukan uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat) dan uji pilihan kesukaan (preference test) dibandingkan dengan dodol di pasaran.
3.5.1. Pengujian Proksimat
Pengujian proksimat terhadap dodol coklat meliputi kadar lemak, kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat.
1. Kadar Lemak
Pengujian kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet (AOAC, 1990) dalam Sudarmadji, et al. (1997). Sebanyak 5 g sampel yang telah dihaluskan, dibungkus dengan kertas saring, dimasukkan dalam tabung ekstraksi soxhlet. Kemudian dipasang cawan lemak yang telah diketahui beratnya dan dipasang tabung ekstraksi pada alat distilasi Soxhlet yng telah diisi dengan pelarut hingga turun ke cawan lemak, kemudian dialirkan air pendingin dan alat dinyalakan. Ekstraksi dilakukan selama 4-5 jam. Setelah itu, dipisahkan pelarut dengan lemak dan dikeringkan cawan yang berisi lemak pada oven dengan suhu 100-105C selama
(36)
30 menit. Berat residu dalam cawan lemak dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak
Keterangan : A = Berat Contoh
B = Berat cawan + lemak C = Berat cawan kosong
2. Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (AOAC, 1990) dalam Sudarmadji et al. (1997). Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang lalu dimasukan kedalam cawan porselen dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105-110o C selama 3 -5 jam tergantung bahan yang digunakan. Setelah didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Setelah diperoleh hasil penimbangan pertama, lalu cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan kembali selama 30 menit setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 g dari penimbangan pertama maka dianggap konstan. Kemudian cawan dan sampel kering ditimbang.
Kadar Lemak (%) = B - C x 100% A
(37)
28
Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) = Berat awal sampel (g) – Berat akhir sampel (g) x 100% Berat awal sampel (g)
3. Kadar Abu
Pengujian kadar abu dilakukan dengan metode pengeringan (AOAC, 1990) dalam Sudarmaji et al. (1997). Cawan porselin yang bersih terbebas dari kotoran dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC lalu dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian timbang (A). Sebanyak ± 2 g sampel, dimasukan kedalam cawan kemudian timbang (B). Cawan yang berisi sampel dibakar diatas kompor hingga tidak berasap (bisa ditambah alkohol 95%). Pengabuan dengan tanur pada suhu 600oC selama 3 jam. Setelah pengabuan cawan didinginkan dalam desikator, detelah didinginkan cawan di timbang (C). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan : A : Cawan kosong B : Cawan dan sampel
C : Cawan dan abu 4. Kadar Protein
Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara makro Kjeldahl (AOAC, 1990) dalam Sudarmadji et al. (1997). Ditimbang sebanyak 0,5 – 1,0 g bahan yang telah dihaluskan dan masukkan dalam labu kjeldahl, tambahkan 10 g K2S atau
Kadar Abu (%) = C – A x 100% B – A
(38)
Na2SO4 anhidrat, dan 10 – 15 ml H2SO4 pekat. Kalau distruksi sukar dilakukan
perlu ditambah 0,1 – 0,3 g CuSO4 dan gojok. Kemudian dilakukan distruksi diatas
pemanas listrik dalam lemari asam, mula mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna lagi. Dibuat perlakuan blangko, yaitu seperti perlakuan diatas tanpa contoh. Setelah dingin tambahkan kedalam labu kjeldahl aquades 100 ml, serta larutan NaOH 45 % sampai cairan bersifat basis, pasanglah labu kjeldahl dengan segera pada alat Distilasi. Panaskan labu Kjeldahl sampai ammonia menguap semua, distilat ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCL 0,1N yang sudang diberi indikator PhenolPtalein 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah distilat tertampug sebanyak 150 ml atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis. Kelebihan HCl 0,1 N dalam distilat dititrasi dengan larutan basa standar (larutan NaOH 0,1 N)
Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :
% Protein = % N X Faktor Konversi
5. Kadar Karbohidrat
Penentuan kadar karbohidrat dengan cara perhitungan kasar disebut juga Carbohydrate by difference yaitu penentuan karbohidrat dengan menggunakan perhitungan dan bukan analisis (AOAC, 1990).
( ml NaOH blanko – ml NaOH contoh ) X N NaOH X 14,008 % N
g.contoh X 10
(39)
30
Karbohidrat (%) = 100% - (air + abu + lemak + serat + protein)
3.5.2. Uji Sensori
Sifat sensori yang diamati adalah warna, rasa, aroma dan tekstur dengan metode skoring, sedangkan untuk penerimaan keseluruhan diuji dengan metode hedonik (Meilgard, 1999). Panel yang digunakan untuk uji skoring adalah 20 panelis semi terlatih (mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah uji sensori). Panel yang digunakan untuk uji hedonik adalah 50 panelis tidak terlatih. Dodol coklat dengan sifat sensori terbaik dilakukan uji pilihan kesukaan (preference test) dibandingkan dengan dodol coklat yang ada di pasaran. Panel yang digunakan untuk uji pilihan kesukaan (preference test) adalah 50 panelis tidak terlatih. Skor penilaian sensori disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Skor penilaian pada pengujian sensori dodol coklat 1. Uji Skoring
Uji Angka (skor)
1 3 5
Tekstur Tidak plastis Agak plastis Plastis
Warna Coklat muda Coklat Coklat tua
Aroma dan Rasa
(40)
2. Uji Hedonik
Uji Angka (skor)
1 2 3 4 5
Penerimaan Keseluruhan
Sangat tidak suka
Tidak suka Agak suka Suka Sangat suka
3. Uji Pilihan Kesukaan (Preference Test) (Meilgaard, 1999)
Dihadapan anda disajikan 2 sampel dodol coklat. Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap dodol yang paling anda suka dengan memberikan tanda ceklis. Berikan penilaian anda pada kolom berikut
(41)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dodol coklat yang terbaik dihasilkan dari proporsi bubuk coklat 25%-30% dan 70%-75% tepung ketan. Dodol ini memiliki tekstur plastis, rasa khas coklat, warna coklat tua, aroma khas coklat, kadar air 3,49%-3,86%, kadar lemak 2,61%-3,00%, kadar abu 0,691%, kadar protein 0,279% dan kadar karbohidrat by different 92,160% 2. Hasil kriteria kelayakan usaha dodol coklat skala rumah tangga pada
tingkat suku bunga 22 persen menunjukan usaha dodol coklat menghasilkan nilai-nilai NPV >0, IRR> tingkat bunga yakni 22%, Net B/C >1 dan PP< umur proyek. Hal ini berarti usaha dodol coklat layak untuk dilaksanakan.
3. Hasil sensitivitas kenaikan harga bahan baku kakao 10% -50% dan harga bahan bakar 15%-90% terhadap perubahan nilai kriteria kelayakan investasi terhadap usaha dodol coklat yakni tetap layak untuk dilanjutkan.
(42)
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut :
1. Mengetahui lama masa simpan dodol coklat.
2. Upaya peningkatan kehalusan bubuk coklat sehingga tekstur dodol tidak terasa berbutir/kasar.
3. Diversifikasi produk olahan kakao yang prospektif untuk dikembangkan teknologinya.
(43)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 4
1.3. Kerangka Pemikiran ... 4
1.4. Hipotesis ... . 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Biji Kakao ... 8
2.2. Bubuk Coklat ... 11
2.3. Dodol ... 14
2.4. Tepung Beras Ketan ... 15
2.5. Gula ... 16
2.6. Santan kelapa ... 18
2.7. Analisis Finansial ... 19
III. BAHAN DAN METODE ... 21
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
3.2. Bahan dan Alat ... 21
3.3. Metode Penelitian ... 22
3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 23
3.4.1. Pembuatan Bubuk Coklat ... 23
3.4.2. Pembuatan Dodol Coklat ... 24
3.5. Pengamatan ... 26
3.5.1. Pengujian Kimia ... 26
3.5.2. Uji Sensori ... 30
(44)
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1. Uji Kimia ... 32
4.1.1. Kadar Air ... 32
4.1.2. Kadar Lemak ... 34
4.2. Uji Sensori ... 35
4.2.1. Tekstur ... 35
4.2.2. Warna ... 37
4.2.3. Rasa dan Aroma ... 39
4.2.4. Penerimaan Keseluruhan ... 40
4.3. Perlakuan Terbaik ... 42
4.4. Uji Proksimat ... 43
4.5. Uji Preference Test ... 44
4.6 Analisis Finansial ... 44
4.4.1. Neraca Massa ... 46
4.4.2. Analisis Biaya ... 48
4.4.3. Penerimaan Usaha ... 49
4.4.4. Analisis Titik Impas ... 50
4.4.5. Laba Rugi usaha ... 50
4.4.6. Aliran Kas Usaha ... 50
4.4.7. Analisis kelayakan Investasi ... 50
4.4.8. Analisis Sensitivitas ... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52
5.1. Simpulan ... 52
5.2. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA
(45)
(46)
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, C.T. 2006. Pembuatan Dodol Tape Pisang. Universitas Negeri Semarang (Skipsi Fakultas Teknik).
AOAC. 1990. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. North Ninetenth Street Suite 210. Virginia.pp 1497.
Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Kakao Provinsi Lampung. http://Lampung.Bps.Go.Id/ R=Brs /Index&Brs=163. Diakses Pada 15 Desember 2013.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Mutu Biji Kakao (SNI 01-2323-2008). BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Mutu Dodol (SNI 01-2986-2013). BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Bubuk coklat. SNI 3747-2009. BSN. Jakarta. Damayanti, E. 2000. Pengaruh Pengolahan Terhadap Zat Gizi Bahan Pangan.
IPB. Bogor.
Dinas Perkebunan Propinsi Lampung. 2010. Pengembangan Agribisnis Kakao di Lampung. Makalah dalam Pembinaan dan Pendampingan Asosiasi Petani Kakao Lingkup Propinsi, Anggota MPU. Bandar Lampung September 2010.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao. http://ditjenbun.deptan.go.id. Data Diakses 26 Juni 2013.
Dzulqarnain, F. 2013. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Asetat Pada Biokonversi keping Biji Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Pasta Kakao. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
(47)
56
Fisher, NDL; Hughes, M., Gerhard-Herman,. M and Hollenberg, NK. 2003. “Flavanol-rich cocoa induces nitric oxides dependent in healthy humans”. J. Hypertens. 21 : 2.281– 2.286.
Gautara dan S. Wijandi. 1980. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan Teknologi Industri. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Haliza. 1992. Rancang Proses pembuatan Dodol Kweni (Mangifera adorata Griff). Penebar Swadaya. Jakarta.
Handoyo. 2014. Perubahan Kandungan Antioksidan, Polifenol dan Profil Protein Selama Pra-perkecambaha Pada Biji Kakao. Volume 1, Nomor 3, Februari Tahun 2014. hlm 43-46.
Hartati, E. 1996. Pengembangan Teknologi Proses Pembuatan Dodol MakananTradisional Sulawesi Tengah. Palu: Departemen Perindustrian BPPI.
Hatta, S. 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonomisnya. Kanisius. Yogyakarta.
Hatta, R. 2012. Studi pembuatan dodol dari umput laut (eucheuma cottonii) dengan penambahan kacang hijau (phaseolus eureus). (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kadariah, K. dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. PT. Dian Rakyat. Jakarta. Lopez, A.S., 1986. The Cocoa Pulps Soft Drink Industry In Brazil and Its Effercts
On Head Fermentation. International Cocoa Research Conference.
Meilgaard, M., E. V. Civile, dan B. T. Cart. 1999. Sensory techniques evaluation. CRC Press. Florida. 387 hlm.
Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21 (3). Oktober 2005. Jember.
Mulato, S, S. Widyotomo, dan Handaka. 2002. Disain Teknologi Pengolahan Pasta, Lemak, dan Bubuk Cokelat untuk Kelompok Tani. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. http://pustaka.bogor.net.
(48)
Murtiningrum dan I. Silamba. 2005. Pemanfaatan Pasta Buah Merah (Pandanus conoideus L) . Jurnal Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua Manokwari.
Naroki, S., dan Kanomi. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil Hewani. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Nuraeni, 1995. Coklat Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Othman, A., A.Ismail, N.A. Ghani. 2007. Antioxidant Capacity and Phenolic Content of Cocoa Beans. Faculty of Medicine and Health Sciences. University Putra Malaysia, 43400 UPM, Serdang, Selangor. Malaysia.Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rizki. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah di Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Skripsi.Universitas Lampung. Lampung
Rizza, RA; Liang, V., Mc.Mohan, M. and Harrison, G. 2000. Encyclopedia of Foods : A Guide to Healthy Nutrition. Academic Press. London Nutr. 73 : 36 – 40: 403 – 406.
Satuhu, S., dan Sunarmani 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Seknun. 2012. Pemanfaatan Tepung Buah Lindur (bruguiera gymnorrhiza) Dalam Pembuatan Dodol Sebagai Upaya Peningkatan Nilai Tambah. (Skripsi). Institut pertanian Bogor.
Siswoputranto L.D. 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Liberty. Yogyakarta. Siwindratama, E. 2011. Pembuatan Dodol Rosela Kaya Antioksidan dan Vitamin
C. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sjahrial, D. 2008. Manajemen Keuangan . Edisi 2 . Penerbit Mitra Wacana Media. Jakarta.
Sofyan, I. 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sukarsih. 2011. Pembuatan Dodol Labu Kuning. Jurnal Teknologi Kerumahtanggan Jurusan PKK Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar Vol. 4 No. 1 November, Tahun 2011. 103 halaman.
(49)
58
Sundari. 1984. Teknologi Pangan Perusahaan Jenang Ny. Nira. Ponorogo. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Sutojo. 2000. Studi Kelayakan Proyek (Konsep dan Teknik). Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Suwasono, S. 2013. Pemanfaatan Biji Kakao Inferior Campuran Sebagai Sumber Antioksidan dan Antibakteri. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Vol.1,Nomor 2, November 2013. hlm 33-37.
Tangketasik. 2013. Subtitusi Tepung Tapioka ( manihot esculenta ) Dalam
Pembuatan Dodol. Jurnal. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Pangabean, W. dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widayat. 2013. Perbaikan Mutu Bubuk Kakao Melalui Proses Ekstraksi Lemak Dan Alkalisasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No.2, Tahun 2013. 13 halaman.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-XI. Gramedia Pustaka
(1)
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1. Uji Kimia ... 32
4.1.1. Kadar Air ... 32
4.1.2. Kadar Lemak ... 34
4.2. Uji Sensori ... 35
4.2.1. Tekstur ... 35
4.2.2. Warna ... 37
4.2.3. Rasa dan Aroma ... 39
4.2.4. Penerimaan Keseluruhan ... 40
4.3. Perlakuan Terbaik ... 42
4.4. Uji Proksimat ... 43
4.5. Uji Preference Test ... 44
4.6 Analisis Finansial ... 44
4.4.1. Neraca Massa ... 46
4.4.2. Analisis Biaya ... 48
4.4.3. Penerimaan Usaha ... 49
4.4.4. Analisis Titik Impas ... 50
4.4.5. Laba Rugi usaha ... 50
4.4.6. Aliran Kas Usaha ... 50
4.4.7. Analisis kelayakan Investasi ... 50
4.4.8. Analisis Sensitivitas ... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52
5.1. Simpulan ... 52
5.2. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA
(2)
(3)
55
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, C.T. 2006. Pembuatan Dodol Tape Pisang. Universitas Negeri Semarang (Skipsi Fakultas Teknik).
AOAC. 1990. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. North Ninetenth Street Suite 210. Virginia.pp 1497.
Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Kakao Provinsi Lampung. http://Lampung.Bps.Go.Id/ R=Brs /Index&Brs=163. Diakses Pada 15 Desember 2013.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Mutu Biji Kakao (SNI 01-2323-2008). BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Mutu Dodol (SNI 01-2986-2013). BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Bubuk coklat. SNI 3747-2009. BSN. Jakarta. Damayanti, E. 2000. Pengaruh Pengolahan Terhadap Zat Gizi Bahan Pangan.
IPB. Bogor.
Dinas Perkebunan Propinsi Lampung. 2010. Pengembangan Agribisnis Kakao di Lampung. Makalah dalam Pembinaan dan Pendampingan Asosiasi Petani Kakao Lingkup Propinsi, Anggota MPU. Bandar Lampung September 2010.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao. http://ditjenbun.deptan.go.id. Data Diakses 26 Juni 2013.
Dzulqarnain, F. 2013. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Asetat Pada Biokonversi keping Biji Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Pasta Kakao. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
(4)
Fisher, NDL; Hughes, M., Gerhard-Herman,. M and Hollenberg, NK. 2003. “Flavanol-rich cocoa induces nitric oxides dependent in healthy humans”. J. Hypertens. 21 : 2.281– 2.286.
Gautara dan S. Wijandi. 1980. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan Teknologi Industri. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Haliza. 1992. Rancang Proses pembuatan Dodol Kweni (Mangifera adorata Griff). Penebar Swadaya. Jakarta.
Handoyo. 2014. Perubahan Kandungan Antioksidan, Polifenol dan Profil Protein Selama Pra-perkecambaha Pada Biji Kakao. Volume 1, Nomor 3, Februari Tahun 2014. hlm 43-46.
Hartati, E. 1996. Pengembangan Teknologi Proses Pembuatan Dodol MakananTradisional Sulawesi Tengah. Palu: Departemen Perindustrian BPPI.
Hatta, S. 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonomisnya. Kanisius. Yogyakarta.
Hatta, R. 2012. Studi pembuatan dodol dari umput laut (eucheuma cottonii) dengan penambahan kacang hijau (phaseolus eureus). (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kadariah, K. dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. PT. Dian Rakyat. Jakarta. Lopez, A.S., 1986. The Cocoa Pulps Soft Drink Industry In Brazil and Its Effercts
On Head Fermentation. International Cocoa Research Conference.
Meilgaard, M., E. V. Civile, dan B. T. Cart. 1999. Sensory techniques evaluation. CRC Press. Florida. 387 hlm.
Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21 (3). Oktober 2005. Jember.
Mulato, S, S. Widyotomo, dan Handaka. 2002. Disain Teknologi Pengolahan Pasta, Lemak, dan Bubuk Cokelat untuk Kelompok Tani. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. http://pustaka.bogor.net.
(5)
57
Murtiningrum dan I. Silamba. 2005. Pemanfaatan Pasta Buah Merah (Pandanus conoideus L) . Jurnal Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua Manokwari.
Naroki, S., dan Kanomi. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil Hewani. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Nuraeni, 1995. Coklat Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Othman, A., A.Ismail, N.A. Ghani. 2007. Antioxidant Capacity and Phenolic Content of Cocoa Beans. Faculty of Medicine and Health Sciences. University Putra Malaysia, 43400 UPM, Serdang, Selangor. Malaysia.Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rizki. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah di Desa Purwosari Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Skripsi.Universitas Lampung. Lampung
Rizza, RA; Liang, V., Mc.Mohan, M. and Harrison, G. 2000. Encyclopedia of Foods : A Guide to Healthy Nutrition. Academic Press. London Nutr. 73 : 36 – 40: 403 – 406.
Satuhu, S., dan Sunarmani 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Seknun. 2012. Pemanfaatan Tepung Buah Lindur (bruguiera gymnorrhiza) Dalam Pembuatan Dodol Sebagai Upaya Peningkatan Nilai Tambah. (Skripsi). Institut pertanian Bogor.
Siswoputranto L.D. 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Liberty. Yogyakarta. Siwindratama, E. 2011. Pembuatan Dodol Rosela Kaya Antioksidan dan Vitamin
C. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sjahrial, D. 2008. Manajemen Keuangan . Edisi 2 . Penerbit Mitra Wacana Media. Jakarta.
Sofyan, I. 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sukarsih. 2011. Pembuatan Dodol Labu Kuning. Jurnal Teknologi Kerumahtanggan Jurusan PKK Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar Vol. 4 No. 1 November, Tahun 2011. 103 halaman.
(6)
Sundari. 1984. Teknologi Pangan Perusahaan Jenang Ny. Nira. Ponorogo. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Sutojo. 2000. Studi Kelayakan Proyek (Konsep dan Teknik). Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Suwasono, S. 2013. Pemanfaatan Biji Kakao Inferior Campuran Sebagai Sumber Antioksidan dan Antibakteri. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Vol.1,Nomor 2, November 2013. hlm 33-37.
Tangketasik. 2013. Subtitusi Tepung Tapioka ( manihot esculenta ) Dalam
Pembuatan Dodol. Jurnal. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Pangabean, W. dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widayat. 2013. Perbaikan Mutu Bubuk Kakao Melalui Proses Ekstraksi Lemak Dan Alkalisasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No.2, Tahun 2013. 13 halaman.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-XI. Gramedia Pustaka