ISI SKRIPSI STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI KEDELAISKALA RUMAH TANGGA (ASPEK TEKNIS, FINANSIAL DAN NILAI TAMBAH)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein yang penting bagi manusia. Perkembangan komoditas kedelai di Indonesia selama 5 tahun terakhir yang meliputi laju perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai menunjukkan tren menurun. Sementara itu, perkembangan komoditas kedelai dimasa mendatang dirasakan akan semakin sulit karena terjadi persaingan antar komoditas yang menjadi pilihan petani. Hal ini juga ditunjang dengan semakin mahalnya upah tenaga kerja dan minimnya lahan pertanian yang produktif akibat konversi perubahan penggunaan lahan kesektor nonpertanian seperti industri dan properti (Adisarwanto, 2008).
Menurut Adisarwanto (2008), pentingnya kedelai sebagai salah satu komoditas pangan di Indonesia diindikasikan dari tingginya gejolak yang timbul akibat kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi beberapa waktu yang lalu. Padahal dari aspek permintaan, kebutuhan kedelai semakin meningkat setiap tahunnya, yakni seiring dengan semakin meningkatnya jumlah dan tingkat pendapatan penduduk.
Selain itu, pengembangan agroindustri pengolahan kedelai sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Pengembangan agroindustri sangat tepat karena mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) yang panjang. Melalui agroindustri, produk pertanian dan hasil sampingannya dapat diolah menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi.
(2)
Berbagai alternatif potensi untuk meningkatkan nilai tambah kedelai termasuk produk sampingannya dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi pasca panen yang dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk yang sangat dibutuhkan baik sebagai bahan pangan, farmasi, aplikasi dalam bidang industri dan sebagai pakan (Cahyadi, 2007).
1.2. Perumusan Masalah
Kebutuhan kedelai Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Akan tetapi, tingginya kebutuhan kedelai ini tidak diikuti dengan meningkatnya jumlah produksi kedelai petani. Hal ini menyebabkan harga kedelai di pasaran dalam negeri menjadi tinggi sehingga kegiatan import kedelai meningkat. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau (2009), harga kedelai pada Januari 2007 adalah 3.450/Kg, namun pada Januari 2009 terjadi kenaikan harga kedelai menjadi 8.200/Kg dimana kenaikan yang terjadi mencapai 110%. Hal ini berakibat dengan semakin banyaknya agroindustri berbahan dasar kedelai yang terpaksa harus gulung tikar karena kenaikan harga kedelai.
Untuk mengantisipasi kenaikan harga kedelai, perlu dikembangkan diversifikasi produk olahan dengan penggunaan kedelai yang lebih sedikit. Selain itu, beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan menurut Tarigans (2005) adalah pemilihan produk olahan dalam diversifikasi usahatani harus mempertimbangkan : (1) peluang pasar dari produk olahan, (2) teknik pengolahan sederhana dan mudah diadopsi, dan (3) biaya pengolahan terjangkau oleh petani. Salah satu peluang diversifikasi produk olahan yang memenuhi kriteria ini adalah produk kecap manis dari bahan baku kedelai dan air kelapa sehingga dapat
(3)
menurunkan jumlah pemakaian kedelai pada kecap manis yang biasa dibuat dari sari kedelai.
Maka ketika harga kedelai impor melonjak sementara pasokan kedelai lokal masih terbatas, kecap dari air kelapa dengan menggunakan sedikit kedelai sangat potensial untuk dikembangkan. Teknologi pengolahan kecap manis dari air kelapa sebenarnya sudah dikembangkan cukup lama, dan terdapat sejumlah formula pembuatan yang menggunakan kedelai atau tempe dan tanpa kedelai. Melalui diversifikasi produk seperti kecap air kelapa dengan penggunaan kedelai yang sedikit, diharapkan mampu meningkatkan keuntungan pelaku agroindustri kedelai.
Berdasarkan penelitian Fajar (2009) telah didapatkan formulasi kecap manis dari air kelapa dan kedelai yang paling disukai dari analisis tingkat kesukaan terhadap suatu komoditi. Selanjutnya untuk melihat prospek pengembangan agroindustri kecap manis skala rumah tangga di Daerah Riau, dibutuhkan kajian tentang kelayakan usaha ini khususnya aspek teknis, aspek finansial dan nilai tambah. Karena di Riau belum berkembang industri kecil kecap air kelapa, maka studi kelayakan dilakukan berdasarkan kondisi pada industri kedelai skala rumah tangga. Industri tahu ”Sri Rezeki” adalah industri kedelai skala rumah tangga di Kabupaten Siak yang bertahan sejak kenaikan harga kedelai import. Penelitian ini diharapkan mampu membuka peluang diversifikasi produk pertanian dari kedelai berupa kecap manis air kelapa sehingga dapat mengurangi penggunaan kedelai dan dapat meningkatkan penghasilan masyarakat.
(4)
1. Bagaimana kelayakan teknis dan finansial agroindustri kedelai skala rumah tangga (produk tahu dan kecap manis air kelapa).
2. Berapa besar nilai tambah kedelai setelah diolah menjadi produk tahu dan kecap manis air kelapa.
3. Bagaimana prospek usaha agroindustri kecap manis dibandingkan produk tahu yang saat ini diproduksi.
1.3. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis kelayakan teknis dan finansial agroindustri kedelai (untuk
produk tahu dan kecap manis air kelapa).
2. Menghitung besarnya nilai tambah kedelai setelah diolah menjadi tahu dan kecap manis air kelapa.
3. Mengetahui prospek usaha agroindustri produk tahu dan produk kecap manis air kelapa.
1.4. Kontribusi Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah pemecahan masalah pembangunan terutama dalam pengembangan agroindustri pedesaan sebagai berikut :
1. Mengetahui kelayakan teknis, finansial dan nilai tambah agroindustri tahu. 2. Mengetahui kelayakan teknis, finansial dan nilai tambah agroindustri
kecap manis dari air kelapa dan kedelai skala rumah tangga.
3. Mendukung pengembangan usaha kecap manis dari air kelapa dan kedelai sebagai pemanfaatan limbah air kelapa sekaligus diversifikasi produk agroindustri kedelai di Provinsi Riau.
(5)
4. Merumuskan saran terkait pengembangan agroindustri skala rumah tangga menuju perbaikan kesejahteraan petani kedelai dan pelaku agroindustri.
(6)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroindustri Pangan
Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat, karena seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali merupakan konsumen pangan. Pertimbangan tentang daya terima atau akseptabilitas pangan harus digunakan dalam membuat perencanaan untuk penyediaan bahan pangan. Faktor-faktor yang menentukan kualitas pangan dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya aspek kelezatan, kandungan zat gizi dalam pangan, dan aspek kesehatan mayarakat. Terutama aspek kualitas yang bersifat alami dan yang secara efektif membimbing kita dalam mencapai kondisi sehat (Cahyadi, 2007)
Agroindustri pangan berperan penting dalam mendukung pembangunan dan memiliki nilai strategis karena: (1) terkait kebutuhan utama manusia, (2) terkait pengembangan industri rumah tangga (home industry) lokal pedesaan dan penyerapan tenaga kerja. Dalam jangka waktu 1990 – 2000, industri pangan skala kecil dan rumah tangga meningkat 4,6 persen dari 602.168 menjadi 877.650 industri (Mangunwidjaja dan Sailah, 2005). Hanya saja berdasarkan penelitian GAPMMI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman), industri pangan skala UKM menghadapi kendala diantaranya tidak adanya kemajuan produk karena tidak ada riset, dan keterbatasan pendidikan (Darmawan dan Masroh, 2004).
Agroindustri pangan sebagai bagian agroindustri skala kecil memiliki ciri: (1) berbasis pada sumberdaya lokal, (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal, (3) menerapkan teknologi lokal sehingga dapat dilaksanakan
(7)
oleh tenaga lokal, dan (4) tersebar dalam jumlah banyak sehingga merupakan sarana pemerataan (Sandra, 2005). Maka untuk melibatkan petani kecil dalam agroindustri harus memanfaatkan produk pertanian petani secara maksimal, dan langsung dilakukan petani atau kelompok tani.
2.2. Agroindustri Kedelai
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang perannya sangat penting didalam kehidupan. Kedelai dapat diolah menjadi berbagai makanan yang mengandung protein tinggi. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai macam jenis makanan umumnya merupakan proses yang sederhana dan menggunakan peralatan yang biasa dipakai didalam rumah tangga (Cahyadi, 2007).
Untuk pembuatan produk olahan kedelai yang bermutu diperlukan beberapa bahan pokok dan bahan pendukung yang berkualitas. Banyak produk makanan yang dibuat dari bahan baku kedelai, diantaranya adalah susu kedelai, kecap, dan tahu.
Untuk pemenuhan ekonomi, agroindustri berbahan dasar kedelai banyak berkembang didalam masyarakat Indonesia. Kegiatan ini sangat membantu kesejahteraan masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan protein dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya pelaku agroindustri kedelai. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Siak (2008), di Kabupaten Siak terdapat 58 agroindustri kedelai, dimana 20 diantaranya terdapat di Kecamatan Dayun. Sementara di Desa Pangkalan Makmur sendiri, terdapat 4 agroindustri kedelai.
(8)
Agar agroindustri kedelai ini terus berjalan, perlu keseriusan pelaku agroindustri untuk melaksanakan aktivitas produksinya selain peran pemerintah untuk menjamin pasokan bahan baku berupa kedelai dengan harga terjangkau, tidak mahal serta pemanfaatan kedelai komoditi lokal (Adisarwanto, 2008).
2.3. Kecap Air Kelapa
Salah satu agroindustri yang penting di Provinsi Riau adalah agroindustri kelapa, agroindustri kelapa telah menghasilkan berbagai produk olahan kelapa seperti kopra, minyak kelapa, dan tepung kelapa. Hanya saja nilai tambah hanya diperoleh perusahaan skala besar karena petani cenderung menjual kelapa dalam bentuk butiran daripada produk kopra akibat tekanan pasar (pabrik). Penjualan kelapa dalam bentuk butiran menyebabkan kerugian bagi masyarakat dalam bentuk hilangnya kesempatan kerja dan nilai tambah dari hasil samping kelapa seperti tempurung, sabut dan air kelapa (Yasin, 2003).
Contoh terbatasnya pengolahan hasil samping kelapa dapat dilihat di sentra kelapa Riau, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir. Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Indragiri Hilir (2007), dari 259 jenis agroindustri kecil menengah terdapat 23 jenis agroindustri kelapa. Agroindustri kelapa ini terdiri dari agroindustri minyak goreng (8 industri), arang tempurung (8 industri), gula kelapa (3 industri), nata de coco (2 industri) dan kopra serta tepung kelapa masing-masing satu industri. Maka hasil samping yang banyak dikembangkan adalah tempurung kelapa, sedangkan air kelapa baru diolah menjadi nata de coco dalam jumlah terbatas sehingga masih memerlukan diversifikasi.
(9)
Tingginya potensi pemanfaatan air kelapa dapat dilihat dari komposisi buah kelapa, dimana satu buah kelapa mengandung rata-rata 200 – 250 ml air kelapa. Air kelapa dalam jumlah besar masih merupakan hasil samping agroindustri kelapa, seperti industri kopra di sentra pertanaman kelapa atau kelapa parut di perkotaan. Selain mudah didapat, air kelapa memiliki kandungan zat gizi yang kaya dan relatif lengkap. Diantaranya adalah protein, lemak, gula, vitamin, asam amino dan hormon pertumbuhan (Mutaqien, 2007).
Keuntungan pembuatan kecap dari air kelapa antara lain prosesnya lebih cepat dan mudah daripada pembuatan kecap kedelai. Menurut Suprapti (2005), kecap adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari perebusan kedelai dan diragikan, dibubuhi gula, garam dan bumbu, berwarna coklat kehitaman yang memiliki aroma dan rasa yang khas. Komposisi utama kecap adalah protein, karbohidrat, air, vitamin dan mineral. Maka kecap tidak merupakan sumber protein mutlak tetapi hanya sebagai protein pelengkap.
Menurut Suprapti (2005), proses pembuatan kecap air kelapa dengan menggunakan kedelai dilakukan diawali dengan pembuatan tempe kedelai. Tempe kedelai bisa menggunakan kedelai putih atau hitam. Tempe kedelai dikeringkan kemudian dibuat tepung tempe kedelai. Bumbu-bumbu seperti bunga lawang, wijen, kemiri dan bawang putih dihaluskan. Sementara itu lengkuas, sere dan jahe dimamerkan. Air kelapa yang telah disiapkan, disaring dan ditambahkan gula dan garam kemudian masukkan bubuk tepung tempe, bumbu-bumbu halus dan kasar yang telah disiapkan. Larutan diaduk terus hingga mendidih dan mengental, masukkan sisa bumbu yang masih ada kemudian aduk kembali hingga kental dan
(10)
homogen, kemudian ditambahkan Natrium Benzoat sebanyak 0,05% dari volume kecap. Untuk proses akhir, kecap disaring dan dikemas untuk dipasarkan.
Secara lengkap, komposisi kecap manis dari air kelapa tertera pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kecap Manis Air Kelapa
No. Komposisi Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Air Kelapa Gula Kelapa Gula Aren Gula Pasir Tepung Tempe Garam Batang Sereh Lengkuas Bunga Lawang Kemiri Wijen Bawang Putih Kluwek 1 liter 250 gram 375 gram 100 gram 150 gram 1 sendok teh
½ batang 1.25 gram ¼ gram 7.5gram 5 gram 7.5 gram 12.5 gram Sumber: Fajar (2009).
Berdasarkan penelitian Fajar (2009), proses pembuatan kecap diawali dengan pembuatan karamel dari gula pasir. Karamel tersebut dimasukkan kedalam panci yang telah diisi air kelapa yang telah disaring dan dipanaskan hingga mendidih. Air kelapa yang telah mendidih, dicampurkan dengan tepung tempe, bumbu-bumbu, dan gula kelapa yang telah diiris tipis. Pemanasan tetap dilanjutkan sambil terus diaduk hingga mendidih kembali. Dalam keadaan panas, larutan disaring secara bertahap dengan menggunakan saringan yang terbuat dari besi. Selanjutnya, hasil penyaringan kasar tersebut disaring kembali menggunakan kain belacu. Bumbu-bumbu yang utuh dapat dicampur kembali dalam larutan hasil penyaringan. Dan bumbu-bumbu yang halus, dapat lebih dihaluskan lagi dengan menggunakan blender dan dicampurkan lagi kedalam larutan hasil penyaringan. Selanjutnya cairan disaring kembali, begitu seterusnya, hingga
(11)
ampas yang tersisa diusahakan sedikit mungkin. Seluruh cairan hasil penyaringan direbus kembali sampai volumenya 75% dari volume semula sambil sesekali diaduk. Kemudian campurkan bahan pengental berupa agar sebelum alat perebus dimatikan.
2.4. Analisis Usaha
Usaha menghasilkan produk didasarkan pada keinginan mencapai tujuan ekonomi yaitu mencapai keuntungan maksimal dengan menciptakan produk berkualitas. Untuk mencapai produktivitas melalui agroindustri, perusahaan harus benar-benar memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan. Perusahaan harus menjual hasil pengolahannya di pasar dengan harga lebih tinggi dari hasil produksinya. Maka untuk menilai kelayakan suatu usaha diperlukan kajian dari aspek teknis dan finansial (Hidayat et al, 2008 dan Asmaul et al, 2008).
Kelayakan teknis ditentukan oleh pemilihan teknologi proses dan kapasitas produksi, yang ditentukan berdasarkan kapasitas alat, ketersediaan modal dan potensi pasar (Asmaul et al, 2008). Selain itu kelayakan teknis dipengaruhi ketersediaan bahan baku, bahan penunjang dan bahan kemasan serta ketersediaan tenaga kerja (Hidayat et al, 2008).
Sedangkan kelayakan finansial suatu usaha, baik yang telah berjalan maupun masih dalam tahap perencanaan dapat dilihat dengan analisis Break Event Point (BEP) atau titik impas (Wijayanti et al (2007), Hidayat et al (2008) dan Asmaul et al (2008). Menurut Warisno (2008), BEP adalah suatu keadaan ketika hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam keadaan tersebut, usaha yang dijalankan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak
(12)
mendapatkan keuntungan, alias impas. Untuk menentukan tingkat BEP, perhitungan dilakukan pada tiap satuan unit produksi atau dalam rupiah. BEP dapat dihitung jika diketahui biaya tetap, biaya produksi dan hasil penjualannya.
Selain aspek teknis dan finansial, hal yang dianggap penting dalam pengolahan agroindustri adalah analisis nilai tambah (value added). Agroindustri merupakan kegiatan utuh dimana proses produksi, pengolahan dan pemasaran tidak dapat dipisahkan. Pengolahan suatu produk dengan menjadikan produk pertanian primer maupun produk setengah jadi sebagai input diharapkan mengakibatkan terjadinya pertambahan nilai produk. Penambahan nilai dapat terjadi karena adanya perlakuan input fungsional berupa penyimpanan, pemindahan tempat maupun pengubahan bentuk (Malik dan Nainggolan, 2007).
Menurut Soeharjo (1991), analisis nilai tambah mengindikasikan bagaimana kekayaan perusahaan diciptakan melalui proses produksi dan bagaimana distribusi kekayaan dilakukan. Analisis nilai tambah berguna untuk menentukan faktor yang paling berjasa dalam meningkatkan nilai tambah proses produksi. Analisis nilai tambah juga dapat dijadikan acuan dalam mengalokasikan sumberdaya, perbaikan metode kerja serta efisiensi penggunaan input.
Selain itu, karena adanya pengembangan produk baru yaitu kecap manis air kelapa, perlu dilakukan uji organoleptik atau tingkat kesukaan konsumen terhadap produk ini. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah produk kecap manis air kelapa dapat diterima oleh masyarakat sebagai sumber olahan kedelai baru yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain uji organoleptik, juga dilakukan aspek pemasaran untuk mengetahui tingkat kemampuan konsumen untuk membeli produk kecap manis air kelapa.
(13)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini merupakan studi kasus pada agroindustri tahu skala rumah tangga "Sri Rezeki" di Desa Pangkalan Makmur Kecamatan Dayun Kabupaten Siak. Pemilihan tempat ini dilakukan karena agroindustri tahu skala rumah tangga "Sri Rezeki" adalah agroindustri yang telah bertahan hingga sekarang semenjak kenaikan harga kedelai dan agroindustri ini telah memiliki konsumen tetap produk tahu yang diproduksi memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan agroindustri lain yang sejenis. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan November 2009 sampai bulan April 2010, meliputi pengumpulan data, analisa data serta penyusunan laporan akhir.
3.2. Metode Pengambilan Data
Kajian aspek teknis, finansial dan nilai tambah dilakukan terhadap produk yang telah ada (tahu) dan produk baru (kecap air kelapa dan kedelai). Pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1) Observasi terhadap proses pembuatan tahu dan wawancara pada pelaku industri, 2) Uji coba pembuatan kecap manis dengan peralatan dan kondisi yang ada pada industri "Sri Rezeki", 3) uji penerimaan konsumen dengan uji kesukaan (hedonik) yang merupakan bagian dari uji organoleptik, 4) Aspek pasar berupa observasi terhadap konsumen di pasar untuk menentukan kemampuan daya beli masyarakat, dan 5) Pengumpulan data sekunder dari literatur dan instansi terkait.
Data yang dikumpulkan berupa: 1) data proses produksi (bahan baku, pengolahan, peralatan, 2) data harga bahan baku, bahan penunjang, peralatan dan
(14)
bahan kemasan, 3) data aspek teknis (kapasitas produksi, ketersediaan bahan dan alat, sarana produksi dan tenaga kerja), 4) data finansial (biaya, jumlah produksi, harga jual per unit), 5) data nilai tambah (hasil produksi, jumlah bahan baku, tenaga kerja, harga produk dan upah rerata), yang terdiri dari data primer hasil observasi, dan. 6) data uji kesukaan konsumen dengan skala likert dengan penggunaan skala 1 – 5 dengan kriteria sangat tidak suka – sangat suka.
3.3. Analisis Data
Data primer ditabulasi dan dikelompokkan sesuai tujuan penelitian dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menggambarkan garis besar proses produksi tahu dan kecap manis air kelapa (bahan baku, proses dan peralatan) serta aspek kelayakan teknis (penentuan kapasitas produksi berdasarkan kapasitas alat, potensi bahan baku, dan kebutuhan modal).
Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk menghitung aspek finansial usaha dan nilai tambah. Analisis finansial dan nilai tambah dihitung berdasarkan metode yang digunakan Wijayanti et. al (2007) sebagai berikut :
3.3.1. Analisis Finansial Usaha
a. Analisis biaya dan pendapatan Biaya Produksi : TC = TFC + TVC Keterangan :
TC = Total Cost (biaya total)
TFC = Total Fixed Cost (biaya tetap total)
TVC = Total Variable Cost (biaya tidak tetap total) TR = P.Q
(15)
Keterangan :
TR = Total Revenue (penerimaan total) P = Price per Unit (harga jual per unit) Q = Quantity (jumlah produksi)
Keuntungan : Π = TR – TC Keterangan :
Π = Pendapatan bersih atau keuntungan TR = Total Revenue (penerimaan total) TC = Total Cost (biaya total)
b. Analisis Titik Impas (BEP)
Perhitungan BEP atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
TFC BEP (Q) = P/unit – VC/unit Keterangan :
BEP (Q) = titik impas dalam unit produksi TFC = biaya tetap
P = harga jual per unit VC = biaya tidak tetap per unit
Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
TFC BEP (Rp) =
(16)
Keterangan :
BEP (Rp) = titik impas dalam rupiah TFC = biaya tetap
VC = biaya tidak tetap TR = penerimaan total
Kriteria penilaian BEP : Apabila produksi agroindustri melebihi produksi pada saat titik impas, maka agroindustri tersebut mendatangkan keuntungan. 3.3.2. Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami (1990) dalam Sudiyono (2002), berupa nilai tambah untuk pengolahan (Tabel 2).
Tabel 2. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan Tahu dan Kecap Air Kelapa
Output, Input, Harga Formula
1 Hasil Produksi (kg/bulan) A
2 Bahan Baku (kg/bulan) B
3 Tenaga Kerja (HOK) C
4 Faktor Konversi (1/2) A/B = M
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) C/B = N
6 Harga Produk (Rp/kg) D
7 Upah rerata ( Rp/HOK) E
Pendapatan
8 Harga Bahan Baku (Rp/kg) F
9 Sumbangan input lain (Rp/kg) G
10 Nilai Produk (4x6) (Rp/kg) M x D = K
11 a. Nilai tambah (10-8-9) (Rp/kg) K- F- G = L b. Rasio nilai tambah (11.a./ 10) (%) (L/K) % = H% 12 a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp/kg) N x E = P
b. Bagian tenaga kerja (12.a / 11.a) (%) (P/L) % = Q%
13 a. Keuntungan (11.a -12.a) L-P = R
b. Tingkat keuntungan (13.a /11.a) (%) (R/L) % = O% Balas jasa untuk faktor produksi
14 Margin (Rp/kg) K-F = S
* Pendapatan tenaga kerja langsung 12/a/ (14 x 100) P / (S x 100) = T * Sumbangan input lain 9 / (14 x 100) G / (S x 100) = U * Keuntungan perusahaan 13.a / (14 x 100) R / (S x 100) = V Sumber : Sudiyono (2002)
(17)
3.3.3. Analisis Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan panca indra untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk. Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik yang merupakan bagian dari uji organoleptik dengan memberikan skala terhadap kriteria penilaian yang dikonversikan dalam bentuk skor sebanyak 5 tingkatan, yaitu 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 agak suka, 4 suka, dan 5 sangat suka.
Jumlah panelis untuk mengetahui tingkat uji organoleptik yaitu sebanyak 30 panelis. Pengolahan data skornya, dilakukan dengan mencari hasil rata-rata dari setiap kriteria yang diuji.
3.4. Konsep Operasional
1. Agroindustri skala rumah tangga adalah kegiatan usaha dimana pembagian tugas antara bidang administrasi dan operasi tidak jelas dan dikelola secara perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola dengan memanfaatkan tenaga kerja keluarga dan kerabat.
2. Agroindustri kedelai adalah proses kegiatan mengolah kedelai hingga memiliki nilai tambah.
3. Kecap adalah cairan kental yang mengandung protein yang berwarna cokelat kehitaman yang memiliki aroma dan rasa yang khas.
4. Aspek teknis yaitu untuk mengungkapkan kebutuhan yang diperlukan dan bagaimana teknik proses produksi yang dilakukan yang mencakup kapasitas produksi, ketersediaan alat dan bahan, serta kebutuhan modal. 5. Aspek finansial mencakup biaya, jumlah produksi dan harga jual per unit.
(18)
6. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya selalu tetap dan jumlah tersebut tidak tergantung pada tinggi rendahnya tingkat produksi agroindustri yang bersangkutan.
7. Biaya tidak tetap adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi.
8. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang digunakan selama proses produksi.
9. Tenaga kerja adalah pekerja manusia yang terlibat dalam proses produksi untuk menghasilkan produk.
10. Upah rerata adalah upah rata-rata yang diberikan kepada pekerja (Rp) 11. Hari Orang Kerja (HOK) yaitu jumlah orang yang bekerja pada
agroindustri Sri Rezeki yang berjumlah 4 orang yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga.
12. Harga produk adalah nilai pada produk jadi (Rp/Kg).
13. Produksi adalah jumlah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu dan kecap manis air kelapa.
14. Sumbangan input lain adalah pengeluaran biaya-biaya yang terlibat dalam proses produksi.
15. Nilai tambah adalah tambahan penerimaan yang diperoleh dengan mengubah bahan baku kedelai serta bahan penunjang lainnya menjadi produk lanjutan berupa tahu dan kecap manis air kelapa.
16. Keuntungan adalah jumlah laba yang diperoleh pengusaha dari hasil pengurangan nilai tambah terhadap imbalan tenaga kerja.
(19)
17. Margin produksi adalah selisih dari nilai produk terhadap harga bahan baku (Rp/Kg).
18. Titik impas (Break Even Point) adalah keadaan dimana pendapatan yang diperoleh sama dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
19. Uji organoleptik adalah pengujian untuk memberikan penilaian dengan menggunakan panca indra melalui uji hedonik dengan menggunakan skor untuk produk kecap manis air kelapa.
20. Aspek lingkungan adalah dampak yang ditimbulkan oleh agroindustri kedelai Sri Rezeki pada setiap proses produksi tahu dan kecap manis air kelapa terhadap lingkungan sekitarnya.
(20)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Daerah Penelitian 4.1.1. Keadaan Geografi
Kecamatan Dayun adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kecamatan Dayun terletak antara 00 33’- 00 44’ Lintang Utara dan 1010 51’- 1020 21’ Bujur Timur. Kecamatan Dayun terletak 0-30 meter dari permukaan laut dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari tanah pabsolik merah kuning, tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa atau tanah basah. Kecamatan Dayun secara umum berada pada daerah datar dan sedikit berbukit dengan mayoritas sektor petanian yang didominasi oleh perkebunan kelapa sawit, daerah ini juga terkenal sebagai salah satu penghasil minyak dengan lapangan minyak zamrudnya dan juga objek wisata Danau Pulau Besar (Afriyantika, 2009).
Penelitian ini dilakukan di Desa Pangkalan Makmur Kecamatan Dayun. Secara geografis, Desa Pangkalan Makmur sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Raya Caltex, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Mulya, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Buana Makmur, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Dayun. Adapun jarak Desa Pangkalan Makmur dengan Ibukota Kecamatan Dayun adalah 5 Km. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh, maka hal ini memberikan kemudahan kepada pengusaha agroindustri untuk memperoleh bahan baku yang diperoleh dari pasar Kecamatan dan mempermudah pemasaran produk. Sementara jarak menuju Ibukota Kabupaten Siak adalah 29 Km, sedangkan jarak dengan Ibukota Provinsi adalah 120 Km.
(21)
4.1.2. Kependudukan 4.1.2.1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk pada suatu daerah merupakan hal yang penting yang akan mempengaruhi pembangunan suatu wilayah khususnya pembangunan bidang pertanian yang memerlukan banyak tenaga kerja produktif untuk mengelola sumber-sumber daya alam yang tersedia. Jumlah penduduk Desa Pangkalan Makmur pada tahun 2009 berjumlah 2.338 jiwa yang terdiri dari 535 kepala keluarga dengan komposisi penduduk terdiri dari laki-laki 1.239 jiwa dan perempuan 1.099 jiwa. Untuk lebih jelasnya tentang jumlah penduduk menurut golongan usia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Pangkalan Makmur
No.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah
Jiwa Persentase (%)
1 0 – 14 795 34
2 15 – 54 1.503 64,2
3 > 55 40 1,8
Jumlah 2.338 100
Sumber: Data Monografi Desa Pangkalan Makmur, 2009
Menurut Simanjuntak dalam Yasin (2003), bahwa penduduk yang berada pada kisaran umur 15-54 tahun tergolong pada tenaga kerja produktif, sedangkan pada umur 0-14 tahun dan > 54 tahun tergolong pada tenaga kerja tidak produktif. Berdasarkan pada tabel di atas, bahwa penduduk yang berusia produktif sebanyak 1.503 jiwa atau 64,2% lebih besar jika dibandingkan dengan usia yang tidak produktif yaitu sebanyak 835 jiwa atau 35,8%. Hal ini berarti bahwa penduduk yang berusia produktif lebih dominan dibandingkan dengan usia yang tidak produktif, dengan demikian jelaslah bahwa usia produktif merupakan sumberdaya
(22)
manusia yang dapat dimanfaatkan untuk sumber tenaga kerja dalam pembangunan dan pengembangan kegiatan usaha di Desa Pangkalan Makmur.
4.1.2.2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu syarat pelancar dalam pembangunan pertanian. Tingkat pendidikan sangat penting bagi kemajuan suatu daerah, dengan tingginya tingkat pendidikan penduduk suatu daerah maka tingkat produktivitas penduduk juga semakin tinggi, dimana tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir dalam menerima dan mengadopsi teknologi baru dan pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas dan pendapatan suatu daerah. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pangkalan Makmur
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 1.019 43.58
2 Taman Kanak – Kanak (TK) 120 5.13
3 Sekolah Dasar (SD) 237 10.13
4 SMP / SLTP 504 21.55
5 SMU / SLTA 402 17.19
6 Akademi ( D1 – D3 ) 25 1.06
7 Sarjana 31 1.36
Jumlah 2.338 100
Sumber: Data Monografi Desa Pangkalan Makmur, 2009
Tingkat pendidikan penduduk yang terbanyak yaitu SMP / SLTP sebanyak 504 jiwa (21,55%) dan paling sedikit yaitu tingkat pendidikan Akademi ( D1 – D3) yang hanya 25 jiwa atau hanya sekitar 1,06% dari semua jumlah penduduk. Pada tabel 4, dapat pula dilihat bahwa penduduk yang memiliki pendidikan formal yaitu 1.319 jiwa atau 56,42%, lebih besar daripada jumlah penduduk yang belum atau tidak tamat sekolah yaitu 1.019 jiwa atau 43,58%. Ini berarti hampir sebagian
(23)
besar penduduk Desa Pangkalan Makmur telah memiliki pendidikan formal yang merupakan modal untuk melakukan usaha dan pekerjaan.
4.2. Potensi Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku merupakan faktor penentu kelancaran suatu usaha bagi agroindustri. Tanpa adanya kelancaran ketersediaan bahan baku, maka proses produksi untuk menciptakan produk akan terganggu dan tidak berjalan optimal. Dalam proses produksi tahu dan kecap manis air kelapa, dibutuhkan dua bahan baku utama yang ketersediannya harus senantiasa ada dan tidak boleh terputus karena akan mengganggu proses produksi. Bahan baku utama tersebut adalah kedelai untuk pembuatan tahu dan tepung tempe, dan bahan baku berikutnya adalah air kelapa untuk proses produksi kecap manis.
4.2.1. Kedelai
Ketersediaan bahan baku berupa kedelai untuk proses pembuatan tahu dan kecap manis air kelapa pada agroindustri kedelai Sri Rezeki selama ini terbilang lancar. Hal ini dikarenakan cara memperoleh bahan baku tidak menyulitkan. Cukup dengan membeli di Pasar Kecamatan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat usaha agroindustri Sri Rezeki. Kedelai yang digunakan adalah kedelai impor yang berasal dari Malaysia.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2008), mutu kedelai varietas unggul nasional lebih baik daripada kedelai import. Hal ini dikarenakan kedelai lokal memiliki kandungan protein yang bahkan lebih tinggi daripada kedelai import. Namun dalam perkembangannya, adopsi petani terhadap varietas-varietas unggul tersebut masih relatif lambat. Selain itu pengrajin juga lebih cenderung memilih kedelai impor karena pasokan bahan bakunya terjamin, harga yang lebih murah
(24)
dan ukuran bijinya yang lebih besar daripada kedelai lokal. Dan kenyataan di lapangan, menurut pengrajin agroindustri kedelai Sri rezeki, penggunaan kedelai lokal tidak dilakukan karena kedelai lokal memiliki rasa yang kurang enak jika dibandingkan dengan kedelai impor. Selain itu, jumlah produksi kedelai lokal tidak terlalu baik dan tidak terlalu banyak di Kabupaten Siak dan hanya didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu menjadi bahan pemikiran dari berbagai pihak untuk meningkatkan produksi kedelai sehingga mampu mengurangi ketergantungan impor kedelai dan dapat meningkatkan jumlah petani kedelai lokal.
Berdasarkan pengrajin agroindustri, harga kedelai impor ditingkat konsumen pada saat penelitian yaitu Rp 6.900/kg. Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Siak (2008), hal ini mengalami penurunan dari tahun 2008 yang pernah mencapai harga Rp 8.000/kg. Sehingga dengan adanya penurunan harga ini, diharapkan dapat lebih memperlancar kegiatan produksi karena tidak ada lagi kendala dalam memperoleh bahan baku dan hambatan dari segi harga bahan baku.
4.2.2. Air Kelapa
Meskipun air kelapa merupakan bahan sisa atau buangan (limbah), namun dalam proses pembuatan kecap manis, air kelapa menduduki posisi yang sangat vital sebagai bahan baku utama. Air kelapa yang digunakan harus dalam keadaan segar dan belum terdapat rasa asam akibat reaksi spontan yang terjadi setelah dikeluarkan dari kelapanya. Air kelapa ini hanya dapat bertahan selama 1 hari setelah dikeluarkan, setelah itu akan berubah rasa menjadi asam.
(25)
Dalam pengembangan diversifikasi produk olahan kedelai berupa kecap manis air kelapa, bahan baku air kelapa diperoleh dari Pasar Kecamatan. Pengusaha agroindustri bekerjasama dengan penjual kelapa di Pasar Kecamatan dalam ketersediaan air kelapa. Air kelapa ini dibeli dari penjual kelapa dengan harga Rp 200/l.
Tabel 5. Luas Areal, Produktivitas dan Produksi Kelapa di Kabupaten Siak Tahun 2008
No Kecamatan Luas Areal Produktivitas(Ton/Ha) Produksi(Ton)
TBM TM TTR Jumlah
1 Siak 21 107 - 128 1,50 160,50
2 Mempura 13 21 9 43 1,40 29,40
3 Bunga Raya 20 - - 20 1,60
-4 Sungai Apit 259 806 240 1.305 2,00 1.612,00
5 Sabak Auh 760 42 350 1.152 1,80 75,60
6 Dayun 3 39 40 82 1,60 62,40
7 Tualang 20 8 - 28 1,50 12,00
8 Sungai Mandau 45 75 6 126 1,40 105,00
9 Kerinci Kanan - 31 - 31 1,30 40,30
10 Kandis 71 114 - 185 1,40 159,60
11 Minas - - - - 1,40
-12 Koto Gasib - - - - 1,50
-13 Lubuk Dalam 4 38 - 42 1,20 45,60
Total Kabupaten 1.216 1.281 645 3.142 19,60 2.304,40
Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan TM = Tanaman Menghasilkan
TTR = Tanaman Tua Rusak
Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Siak, 2009.
Dari Tabel 5, dapat dilihat total luas areal perkebunan kelapa di Kecamatan Dayun yaitu 82 Ha yang terdiri dari 3 Ha tanaman belum menghasilkan, 39 Ha tanaman menghasilkan dan 40 Ha tanaman kelapa yang tua dan rusak. Perkebunan kelapa di Kecamatan Dayun tidak begitu luas dibandingkan dengan Kecamatan lain di Kabupaten Siak. Hal ini disebabkan karena konsentrasi masyarakat lebih terarah pada perkebunan kelapa sawit. Namun, bahan baku air kelapa tetap diperoleh dari Kecamatan Dayun.
(26)
4.3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada memiliki fungsi sebagai pelancar kegiatan di suatu tempat atau wilayah. Sarana perhubungan yang paling terpenting untuk melakukan interaksi dengan daerah lain adalah ketersediaan jalan penghubung antara desa dengan daerah lainnya. Jalan yang ada di Desa Pangkalan Makmur sudah dikatakan baik sehingga hal ini tidak menjadi permasalahan bagi pengusaha agroindustri untuk memasarkan hasil produksi mereka dan pasokan bahan baku akan selalu lancar. Selain itu, di Desa Pangkalan Makmur, sarana dan prasarana yang ada yang juga dapat memperlancar setiap kegiatan warganya meliputi bidang keagamaan seperti jumlah mesjid, mushalla dan gereja yang ada. Bidang kesehatan seperti jumlah poliklinik yang ada, bidang pendidikan yang terdiri dari sekolah-sekolah yang ada seperti TK, SD, MDA. Bidang olahraga seperti lapangan sepak bola, lapangan bola volly, dan lapangan-lapangan lainnya.
4.4. Profil Agroindustri Kedelai "Sri Rezeki"
4.4.1. Riwayat Usaha Agroindustri Kedelai "Sri Rezeki"
Awalnya pada tahun 2000, Bapak Sunyoto (pemilik Agroindustri Kedelai Sri Rezeki) adalah peserta program transmigrasi dari Pulau Jawa yang berasal dari Blitar. Beliau ikut program transmigrasi selain karena ingin memperbaiki kesejahteraan juga karena di daerah asalnya terjadi bencana alam berupa meletusnya Gunung Kelud.
Keluarga Bapak Sunyoto dan keluarganya tinggal di Desa Pangkalan Makmur Kecamatan Dayun Kabupaten Siak. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Bapak Sunyoto mengembangkan agroindustri berbahan dasar kedelai
(27)
"Sri Rezeki" berupa tahu dan tempe. Namun semenjak tahun 2007, istri Bapak Sunyoto meninggal dunia, agroindustri Sri Rezeki tidak lagi memproduksi tempe karena istri Bapak Sunyoto yang biasanya memproduksi produk tersebut, sehingga produksi hanya dilakukan untuk produk tahu saja. Akan tetapi dengan keadaan seperti itu, diharapkan agroindustri ini juga dapat melakukan diversifikasi produk kedelai yaitu berupa produk kecap manis dari air kelapa yang memiliki tingkat keuntungan lebih besar.
Untuk meningkatkan volume produksinya, Bapak Sunyoto juga rajin mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintah. Dari pelatihan-pelatihan itu beliau mendapatkan bantuan mesin dari pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Siak pada tahun 2008. Mesin tersebut berupa mesin penggiling kedelai dengan kapasitas penggilingan 5 kg untuk menunjang kegiatan produksinya. Dengan produksi yang meningkat, diharapkan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
4.4.2. Profil Pengusaha dan Tenaga Kerja Agroindustri Kedelai Sri Rezeki Keberhasilan mengelola suatu usaha dipengaruhi oleh kondisi yang baik antara pengusaha / pemilik dan tenaga kerja. Pengusaha agroindustri kedelai Sri Rezeki adalah dari golongan umur yang produktif yaitu antara 22 – 54 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikannya termasuk ketingkat pendidikan sedang karena pernah sekolah sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
(28)
Tabel 6. Identitas Anggota Keluarga Pengusaha Agroindustri Kedelai Sri Rezeki. No. Hubungan
Keluarga (Tahun)Umur KelaminJenis (P/W) Tingkat Pendidikan Pekerjaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Suami Anak Anak Anak Anak Cucu 54 27 24 25 22 1 P P W W P W SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA -Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta
-Berdasarkan tabel 6, yang menjadi tenaga kerja adalah anak kedua, ketiga dan keempat. Pada anggota keluarga pengusaha agroindustri kedelai Sri Rezeki tidak terdapat istri pengusaha karena istri pengusaha telah meninggal dunia, sehingga yang menjadi tenaga kerja hanya seorang suami dan tiga orang anak.
Dari segi umur, pengusaha dan tenaga kerja termasuk dalam angkatan kerja produktif. Karena menurut Simanjuntak dalam Yasin (2003), bahwa penduduk yang berada pada kisaran umur 15-54 tahun tergolong pada tenaga kerja produktif. Umur pengusaha dan tenaga kerja yang ada di agroindustri Sri Rezeki berkisar antara 15 - 54 tahun.
4.5. Kelayakan Usaha 4.5.1. Aspek Teknis 4.5.1.1. Faktor Produksi
Faktor produksi yang dimaksud adalah semua faktor produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi agroindustri kedelai Sri Rezeki berupa tahu dan produk yang akan dikembangkan yaitu kecap manis air kelapa, yang meliputi tenaga kerja, dan sarana-sarana produksi (peralatan, bahan baku, bahan penunjang). Kelayakan usaha produk kecap manis air kelapa selain didasarkan
(29)
dari keadaan agroindustri kedelai Sri Rezeki, juga menggunakan referensi dari literatur.
a. Tenaga Kerja
Setiap kegiatan produksi tidak terlepas dari faktor tenaga kerja yang digunakan. Jumlah dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan berpengaruh besar terhadap majunya suatu usaha yang dikelola.
Tenaga kerja yang bekerja pada agroindustri kedelai Sri Rezeki adalah tenaga kerja dalam keluarga yang berjumlah 4 orang ( Bapak Sunyoto dan tiga orang anak). Proses produksi dilakukan sebanyak 25 hari kerja dalam sebulan, karena dipotong dengan waktu libur atau istirahat. Kegiatan produksi dilakukan pada pukul 05.00 WIB dengan kegiatan perendaman kedelai, yang kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 11.00 – 16.00 WIB dengan proses kegiatan produksi menghasilkan produk tahu dan kecap air kelapa. Adapun biaya tenaga kerja per hari adalah Rp 15.000 dan biaya makan tenaga kerja telah ditanggung oleh agroindustri Sri Rezeki karena menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. b. Sarana produksi
Peralatan yang digunakan oleh agroindustri Sri Rezeki untuk memproduksi tahu yaitu mesin penggiling kedelai, ember, drum, tungku, cetakan tahu. Alat-alat ini digunakan secara bersamaan selama proses produksi (Lampiran 6). Sementara untuk produksi kecap air kelapa yang diuji cobakan pada agroindustri kedelai Sri Rezeki untuk penelitian, peralatan yang digunakan juga tidak berbeda jauh, diantaranya tungku, ember, blender, panci (Lampiran 6).
Untuk mendapatkan peralatan guna mendukung kelancaran proses produksi berupa ember, timbangan, saringan dan blender dapat diperoleh dari pasar
(30)
kecamatan. Sementara untuk mesin penggiling, pelaku agroindustri Sri Rezeki memperolehnya dari bantuan pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Siak. Selain peralatan tersebut, juga dibutuhkan peralatan lain seperti tungku, drum dan cetakan tahu. Alat ini diperoleh dengan cara memesan kepada tetangga yang mempunyai usaha pembuatan alat-alat tersebut.
Setiap peralatan mempunyai nilai penyusutan dan umur ekonomis. Untuk mesin-mesin, umur ekonomis yang dipakai yaitu 4 tahun atau 48 bulan, sementara untuk peralatan lain non mesin, umur ekonomisnya dipakai 3 tahun atau 36 bulan. Sementara untuk peralatan yang dipakai bersama pada proses produksi tahu dan kecap manis air kelapa, umur ekonomis yang digunakan adalah 18 bulan. Hal ini dikarenakan alat-alat yang dipakai bersama untuk proses produksi dua produk, akan lebih cepat habis bila dibandingkan dengan produksi satu jenis produk saja. Selain itu, peralatan yang kecil-kecil yang habis jika dipakai, maka dianggap tidak memiliki nilai penyusutan peralatan.
Nilai penyusutan peralatan diperoleh dari selisih nilai beli peralatan dengan nilai sisa yang kemudian dibagi dengan umur ekonomis peralatan tersebut. Sementara nilai sisa diperoleh dari 20% dari nilai beli peralatan. Nilai penyusutan peralatan untuk proses pembuatan tahu dan kecap manis air kelapa dapat dilihat pada lampiran 6.
Selain faktor produksi tenaga kerja, faktor produksi yang digunakan yang juga sangat menentukan kelancaran proses produksi adalah faktor sarana produksi. Dalam suatu proses produksi, perlu diperhatikan ketersediaan bahan baku, bahan baku penunjang maupun bahan penunjang produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Kekurangan persediaan bahan baku, bahan baku penunjang maupun
(31)
bahan penunjang produksi dapat berakibat terhentinya proses produksi karena habisnya bahan untuk diproduksi.
Menurut Kaprina (2010), bahan baku adalah bahan yang identitasnya dapat dilacak pada produk jadi dengan kata lain suatu produk tidak akan jadi jika tanpa bahan ini (elemen utama), dan penggunaan bahan ini lebih dominan dibandingkan bahan lain. Bahan baku penunjang adalah bahan bahan diluar bahan baku utama yang identitasnya masih dapat dilacak pada produk jadi, dan sangat diperlukan agar proses produksi tetap berlangsung. Sedangkan bahan penunjang adalah bahan yang indentitasnya tidak dapat dilacak pada produk jadi. Tanpa bahan ini, produk akan tetap bisa diselesaikan, hanya saja hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan, atau fungsinya tidak sempurna. Dan penggunaan bahan ini lebih kecil dari keseluruhan bahan yang digunakan.
Berdasarkan keterangan Bapak Sunyoto, pemilik agroindustri kedelai Sri Rezeki, pada proses pembuatan tahu, kedelai yang digunakan merupakan kedelai import. Hal ini dikarenakan rasa dari kedelai import lebih enak daripada kedelai lokal. Sementara pada proses pembuatan kecap manis air kelapa, penggunaan kedelai bukan kedelai murni tetapi diolah terlebih dahulu menjadi tepung tempe yang dibuat dari proses pengeringan tempe dan kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender hingga berbentuk tepung. Ketersediaan bahan baku, bahan baku penunjang dan bahan penunjang pada pembuatan tahu dan kecap manis air kelapa dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 5.
Semua sarana produksi tersebut selain bahan baku termasuk kedalam sumbangan input lain. Perhitungan sumbangan input lain yaitu dari penjumlahan biaya bahan baku penunjang, biaya penunjang dan biaya penyusutan peralatan.
(32)
Tabel 7. Perhitungan Sumbangan Input Lain Produk Tahu dan Kecap Manis Air Kelapa Agroindustri Sri Rezeki pada Bulan Penelitian.
No Input Lain Tahu Kecap manis
1 Bahan baku penunjang (Rp) 90.000 8.570.500
2 Bahan penunjang (Rp) 337.500 930.000
3 Penyusutan peralatan (Rp) 253.150 29.490
Jumlah input lain (Rp) 680.650 9.529.990
Bahan Baku satu bulan (Kg) 500 832,5
Sumbangan input lain/kg bahan baku (Rp/Kg) 1.361,3 11.447,4 Sumber: Data Olahan, 2010
Dari tabel 7, biaya penyusutan peralatan untuk proses produksi tahu adalah Rp. 253.150 (Lampiran 6) dan untuk kecap manis air kelapa adalah sebesar Rp. 29.490 (Lampiran 6). Sehingga dapat dilihat sumbangan input untuk produk tahu yaitu Rp 1.361,3 untuk per kilogram bahan baku. Sementara untuk produk kecap diperoleh hasil Rp 11.447,4 per kilogram bahan baku. Sumbangan input lain ini diperoleh dari penjumlahan semua biaya kemudian dibagi dengan total bahan baku selama satu bulan.
c. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi yaitu kemampuan agroindustri menghasilkan produk untuk setiap proses produksi. Agroindustri kedelai Sri Rezeki mampu memproduksi 728 buah tahu (36,4 kg) dari 20 kg kedelai per harinya. Sementara kapasitas produksi kecap manis air kelapa yang diuji cobakan untuk penelitian, perharinya mampu berproduksi sebanyak 33,3 l air kelapa dengan menggunakan 5 kg tepung tempe yang dibuat dari 20 kg kedelai menghasilkan 39,5 l kecap manis perharinya.
4.5.2. Aspek Produksi
Produksi merupakan proses perubahan input menjadi output dalam usaha agroindustri Sri Rezeki. Input berupa bahan baku kedelai dan air kelapa diolah
(33)
menjadi output atau barang jadi berupa tahu dan kecap manis air kelapa. Dalam memproduksi suatu barang, diperlukan suatu teknologi atau metode untuk pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Manfaat yang diperoleh dari penggunaan teknologi atau metode tersebut, terutama pada peningkatan efisiensi kerja, penekanan biaya produksi, dan peningkatan mutu produk. Jenis teknologi yang dipakai pada agroindustri kedelai Sri Rezeki adalah jenis teknologi yang bersifat semi tradisional.
Adapun tahapan proses pembuatan tahu pada agroindustri Sri Rezeki dapat dilihat pada gambar 1.
G
ambar. 1: Proses Pembuatan Tahu Perendaman Kedelai (5 jam)
Pencucian dan Pengeringan Kedelai (30 menit)
Penggilingan Kedelai (10 menit)
Perebusan Bubur Kedelai (20 menit)
Penyaringan (5 menit)
Pendinginan dan Pengendapan Bubur Tahu dengan Menggunakan batu tahu (10 menit)
Pencetakan Tahu (20 menit)
(34)
Dari gambar 1, diperoleh penjelasan bahwa pada tahap awal proses produksi yang dilakukan pada jam 05.00 WIB, kedelai ditimbang sebanyak 20 kg yang dibagi kedalam 4 wadah. Kedelai yang telah dibagi tersebut direndam selama kurang lebih 5 jam. Hal ini bertujuan untuk melunakkan kedelai agar mudah digiling dan untuk melepaskan kulit kedelai, sehingga tinggal bijinya saja. Kedelai yang direndam ini akan mengembang sehingga biji kedelai akan tampak lebih besar jika dibandingkan dengan keadaan sebelum kedelai direndam.
Setelah proses perendaman dilakukan, maka tahap selanjutnya yaitu tahap pembersihan. Pembersihan dan pengeringan dilakukan dengan tujuan agar kulit ari kedelai tidak ikut pada tahap selanjutnya dan membersihkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel pada biji kedelai. Apabila kedelai dicuci dengan tidak bersih, maka akan menyebabkan tahu yang dihasilkan akan cepat asam sehingga tidak laku untuk dijual. Hal ini tentu saja akan mengurangi tingkat pendapatan pengusaha agroindustri Sri Rezeki. Lama proses pengeringan ini sekitar ±30 menit.
Tahap berikutnya yang dilakukan setelah kedelai dibersihkan dan dikeringkan adalah tahap penggilingan. Penggilingan dilakukan dengan bantuan mesin penggiling. Caranya dengan memasukkan kedelai yang telah ditiriskan ke dalam mesin penggiling sedikit demi sedikit sambil diberi air supaya proses penggilingan berjalan lancar hingga kedelai tersebut hancur berupa bubur. Dalam setiap kali proses penggilingan, kedelai yang digiling sebanyak 5 kg. Proses penggilingan ini dilakukan secara bertahap dan memakan waktu selama 10 menit untuk satu kali penggilingan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kedelai yang telah digiling tidak menumpuk terlalu lama menunggu proses selanjutnya yaitu
(35)
tahap perebusan. Karena kalau kedelai yang telah digiling dibiarkan terlalu lama menunggu perebusan, maka hasil tahu yang diperoleh tidak baik.
Perebusan bubur kedelai adalah tahap berikutnya yang dilakukan. Bubur kedelai yang telah digiling direbus menggunakan tungku dengan memberi uap panas dari tungku drum. Perebusan ini dilakukan dengan pemberian uap bertujuan agar tahu yang dihasilkan tidak berbau kerak dan tidak mengurangi rasa dari tahu itu sendiri. Karena kalau menggunakan api biasa, maka hasil yang diperoleh tidak terlalu baik dan bagus, baik dari aspek rasa maupun aroma. Lama proses perebusan bubur kedelai hingga bubur kedelai mendidih membutuhkan waktu kurang lebih 15 – 20 menit yang ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil dan proses perebusan ini dijaga supaya tidak mengental.
Adapun tujuan perebusan atau pemasakan bubur kedelai ini adalah untuk menghilangkan bau kedelai dan proses penyaringannya dapat berjalan dengan baik. Pemanasan pada tahap proses perebusan juga sangat berpengaruh pada kandungan proteinnya. Pengaruh panas dapat menyebabkan kerusakan protein sehingga proses perebusan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Setelah bubur kedelai masak, maka bubur kedelai yang biasanya disebut dengan aji kemudian disaring untuk memisahkan antara sari tahu (aji) yang akan dicetak dengan ampas kedelai. Penyaringan ini juga bertujuan untuk memindahkan bubur kedelai (aji) yang telah masak dari tempat atau wadah perebusan. Penyaringan tahu ini dilakukan dengan menggunakan kain saringan.
Proses berikutnya yaitu tahap pendinginan. Proses ini ini dilakukan dengan bantuan batu tahu atau air pancingan. Batu tahu yaitu larutan yang bersifat asam yang berfungsi untuk memisahkan antara aji dan air. Batu tahu dari hasil produksi
(36)
sebelumnya dicampurkan kedalam wadah penyimpanan bubur tahu (aji) yang telah dimasak. Hal ini bertujuan untuk mengendapkan sari tahu dibagian bawah wadah dan memisahkan antara aji dan air. Proses ini memakan waktu sekitar 10 menit.
Tahap pencetakan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan tahu. Tahap ini diawali dengan penyiapan cetakan yang terbuat dari kayu yang berukuran 80 x 70 cm. Kemudian bagian dasarnya dialas dengan kain saringan. Setelah itu bubur tahu yang telah terpisah dari ampasnya tadi dipindahkan kedalam cetakan. Setelah semua bubur tahu (aji) berada didalam cetakan, bagian atas dari cetakan ditutup kembali dengan menggunakan kain saringan. Setelah permukaan cetakan tahu tertutup seluruhnya, cetakan ditutup dengan penutup cetakan dan ditindih dengan menggunakan batu besar. Hal ini bertujuan untuk mengepress tahu tersebut agar semua kandungan airnya keluar dan bubur tahu menjadi padat. Tahap pencetakan ini dilakukan selama 15 – 20 menit, atau hingga kandungan airnya habis dan tahu bisa dipotong.
Rangkaian paling akhir adalah tahap pemotongan tahu. Setelah tahu dipress kurang lebih selama 15 - 20 menit, maka dilakukan proses pemotongan tahu. Pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan pisau. Untuk satu kali proses pencetakan yang merupakan satu kali proses produksi, tahu yang dihasilkan adalah sebanyak 182 tahu, dimana rata-rata berat satu buah tahu adalah 50 gram. Sementara produksi perhari terdiri dari 4 kali proses produksi. Sehingga jumlah total tahu yang dihasilkan setiap hari produksi yaitu berjumlah 728 buah tahu dengan 4 kali proses produksi per hari. Tahu hasil produksi ini diletakkan di dalam wadah ember dan untuk selanjutnya siap untuk dipasarkan.
(37)
Sementara tahapan proses pembuatan kecap manis air kedelai dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar.2 : Proses Pembuatan Kecap Manis Air Kelapa Sumber: Fajar (2009)
Pencampuran karamel kedalam air kelapa yang telah dipanaskan
Pencampuran tepung tempe, gula kelapa atau gula aren dan bumbu-bumbu setelah air kelapa mendidih
Pengadukan (dilakukan selama proses perebusan)
Penyaringan dengan menggunakan penyaring kawat (dalam keadaan panas)
Penghancuran hasil saringan
Pencampuran hasil saringan dengan cairan hasil saringan
Perebusan cairan hasil penyaringan sampai mendapatkan 75% dari volume semula
Penambahan bubuk agar-agar pada cairan sebelum perebusan Penyaringan kembali sampai ampas yang tersisa sedikit Penyaringan kembali dengan menggunakan kain belacu
Kecap air kelapa Pembuatan karamel
(38)
Dari gambar 2 tersebut, dapat dilihat bahwa tahap paling awal yang dilakukan untuk memproduksi kecap manis air kelapa yaitu persiapan bumbu. Tahap persiapan bumbu diawali dengan pembuatan tepung tempe yang dibuat dari tempe yang telah dikeringkan. Pengeringan tempe dilakukan dengan menjemur tempe yang telah diiris tipis-tipis dibawah sinar matahari. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu 2 hari jika keadaan cuaca bagus. Tempe yang telah kering kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender. Tempe yang telah hancur dipisahkan dengan menggunakan saringan atau ayakan hingga terpisah dan berupa tepung. Tempe kering yang masih kasar kemudian diblender kembali supaya lebih halus dan bisa dijadikan tepung hingga tempe habis. 1 kg kedelai dapat dibuat menjadi 1 kg tempe yang menghasilkan 250 gram tepung tempe. Kemudian bumbu-bumbu lain seperti pekak, wijen, kemiri, dan bawang putih dihaluskan. Sementara itu lengkuas, sereh dan jahe dimamerkan.
Tahap selanjutnya adalah tahap pembuatan karamel. Tahap ini diawali dengan memasukkan gula pasir ke dalam panci dan disangrai sambil terus diaduk hingga menjadi karamel dan berwarna kecoklat-coklatan. Kemudian gula pasir yang telah menjadi karamel dimasukkan kedalam panci yang telah diisi air kelapa yang telah disaring dan terpisah dari kotoran.
Setelah pembuatan karamel selesai, maka proses perebusan air kelapa pun dimulai. Air kelapa yang telah disaring, dipanaskan hingga mendidih. Air kelapa yang telah mendidih tersebut dicampurkan dengan tepung tempe dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan serta gula aren dan gula kelapa. Pemanasan tetap
(39)
dilanjutkan hingga cairan kental atau volumenya tinggal 75% dari keadaan semula.
Tahap penyaringan adalah tahap berikutnya yang dilakukan setelah proses perebusan dilakukan. Setelah cairan kental dan mendidih, cairan kecap selanjutnya disaring. Pada tahap pertama, cairan kecap disaring dengan menggunakan saringan kawat. Hal ini bertujuan untuk memisahkan bumbu-bumbu kasar yang tercampur dengan cairan kecap. Kemudian pada tahap kedua, proses penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain saringan. Hal ini bertujuan untuk memisahkan cairan kecap yang murni dengan ampas dan sisa-sisa bumbu halus yang telah digunakan.
Tahap akhir dari proses produksi kecap manis air kelapa yaitu tahap pengemasan. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses pembuatan kecap manis air kelapa. Cairan kecap dimasukkan ke dalam plastik kemasan. Setiap plastik memiliki berat 250 ml atau setara dengan 250 gram. Setelah proses ini selesai, maka kecap manis air kelapa siap untuk dipasarkan. Adapun survei harga jual produk dilakukan penulis untuk mengetahui tingkat kemampuan daya beli konsumen terhadap produk kecap manis air kelapa. Dari survei untuk menentukan tingkat kemampuan daya beli masyarakat, sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga jual produk yang dilakukan di beberapa pasar yang ada di Kecamatan Dayun diperoleh harga jual produk kecap manis air kelapa Rp 3.500 per kemasan 250 ml atau sama dengan Rp 14.000 per liter. Harga ini lebih murah dibandingkan dengan kecap manis lain yang berbahan baku kedelai yang mencapai harga Rp. 20.000 per liter. Sementara dari biaya produksi yang
(40)
dikeluarkan, dengan harga Rp 3.500 per kemasan 250 ml, produk kecap manis air kelapa telah mampu mendatangkan keuntungan bagi produsen.
4. 5.3. Aspek Finansial Usaha
4. 5.3.1. Analisis Biaya dan Pendapatan
Untuk analisis biaya dan pendapatan pada agroindustri kedelai Sri Rezeki ini menggunakan data perbulan dimana dalam satu bulan jumlah hari kerjanya sebanyak 25 hari. Analisis ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang berapa produksi dalam satu bulan dan berapa perkiraan keuntungan yang dapat diperoleh serta memberikan gambaran tentang prospek kecap manis air kelapa sebagai salah satu bentuk diversifikasi produk pertanian yang diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pelaku agroindustri.
Proses kegiatan produksi tahu dan kecap manis air kelapa memerlukan input-input yang menunjang kegiatan produksi. Input-input tersebut berupa bahan baku, bahan baku penunjang, bahan penunjang, dan biaya tenaga kerja. Selain itu perlu juga bantuan peralatan yang menunjang optimalisasi hasil produksi agar menciptakan output yang baik dan berkualitas. Analisis biaya dan finansial agroindustri dapat dilihat secara lengkap pada tabel 8.
Tabel 8. Analisis perhitungan biaya, penerimaan, dan pendapatan bersih per bulan Uraian
Nilai
Tahu Kecap manis
Biaya Tidak Tetap (Rp) 3.877.500 9.667.000
- Bahan baku (Rp)
- Bahan baku penunjang (Rp) - Bahan penunjang (Rp)
3.450.000 90.000 337.500
166.500 8.570.500 930.000
Biaya Tetap (Rp) 1.750.150 1.529.490
- Penyusutan (Rp) 250.150 29.490
- Biaya Tenaga Kerja (Rp) 1.500.000 1.500.000
(41)
Jumlah Produksi (Kg) 910 987,5
Harga Jual (Rp) 8.000 14.000
Penerimaan (Rp) 7.280.000 13.825.000
Pendapatan bersih (Rp) 1.649.350 2.628.510
Sumber: Data Olahan, 2010.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biaya tidak tetap untuk produk tahu yaitu senilai Rp 3.877.500 dan untuk kecap manis air kelapa yaitu senilai Rp 9.667.000 yang diperoleh dari penjumlahan bahan baku, bahan baku penunjang dan bahan penunjang (Lampiran 4 dan 5). Sementara itu biaya tetap berupa jumlah penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja untuk produk tahu diperoleh sebesar Rp 1.753.150 dan untuk produk kecap manis air kelapa sebesar Rp 1.529.490.
Perhitungan nilai penyusutan disajikan pada lampiran 6 dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 1.500.000 per bulan diperoleh dari hasil kali jumlah tenaga kerja yang diperlukan selama 1 bulan produksi (25 hari) dimana usaha agroindustri Sri Rezeki menggunakan 4 orang tenaga kerja dengan upah perhari Rp 15.000.
Maka dari hasil tersebut, diperoleh biaya total untuk produksi tahu yaitu Rp 5.630.650 dan untuk kecap manis air kelapa senilai Rp 11.196.490. Dengan produksi tahu sebesar 910 kg, maka penerimaan yang diterima sebesar Rp 7.280.000 dan untuk kecap manis air kelapa dengan produksi perbulan sebesar 987,5 kg diperoleh penerimaan sebesar Rp 13.825.000. Sehingga dari semua penerimaan kotor dikurangi dengan biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi, maka didapatkan keuntungan bersih untuk produk tahu sebesar Rp 1.649.350 dan untuk produk kecap manis air kelapa sebesar Rp 2.628.510.
4. 5.3.2. Analisis Titik Impas (BEP)
Analisis titik impas atau Break Even Point adalah suatu keadaan dimana suatu kegiatan penjualan suatu produk tidak memberikan keuntungan, tetapi juga
(42)
tidak memberikan kerugian kepada podusen. Break Event Point adalah suatu alat análisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilakukan, biaya-biaya yang dikeluarkan serta pendapatan yang diperoleh oleh pelaku agroindustri dari setiap kegiatan produksinya. Berdasarkan tabel 9, untuk produk tahu diperoleh BEP untuk unit produksi sebesar 468,9 kg. Artinya agroindustri ini baru dikatakan memberikan keuntungan jika telah memproduksi tahu sebesar 468,9 kg. Sementara BEP berdasarkan unit rupiah untuk produk tahu diperoleh ketika penerimaan didapat sebesar Rp 3.730.106.
Tabel 9. Analisis Titik Impas Agroindustri Kedelai Sri Rezeki
No Uraian Nilai
Tahu Kecap manis
1 Biaya Tetap (Rp) 1.753.150 1.529.490
2 Biaya Tidak Tetap (Rp) 3.877.500 9.667.000
3 Harga Jual (Rp) 8.000 14.000
4 Jumlah Produksi (Kg) 910 987,5
5 Penerimaan (Rp) 7.280.000 13.825.000
6 BEP unit produksi (Kg) 468,9 363,2
7 BEP rupiah (Rp) 3.730.106 4.634.818
Sumber: Data Olahan, 2010.
Dari tabel 9 juga diperoleh BEP unit produksi untuk produk kecap manis air kelapa yaitu sebesar 363,2 yang maksudnya bahwa usaha agroindustri kecap manis air kelapa akan mendatangkan keuntungan ketika telah berproduksi minimal 363,2 kg. Dari BEP berdasarkan unit rupiah yang memperoleh Rp 4.634.818 mengandung makna bahwa usaha tersebut akan mangalami titik impas ketika penerimaan yang diperoleh minimal Rp 4.634.818.
(43)
Nilai tambah adalah selisih antara total nilai produk jadi dengan total nilai bahan baku dan total nilai bahan penunjang lainnya. Perhitungan nilai tambah tersebut akan berhubungan dengan penentuan harga jual produk yang dihasilkan.
Untuk menghasilkan 910 kg tahu, diperlukan bahan baku berupa kacang kedelai sebanyak 500 kg. Hal ini diliat dari faktor konversi yang menunjukkan 1,82 yang berarti bahwa dengan penambahan 1 kg kedelai maka akan menghasilkan 1,82 kg tahu. Berbeda dengan kecap manis air kelapa dimana dengan penambahan 1 kg kedelai maka akan menghasilkan 1,18 kg kecap manis air kelapa.
Penggunaan tenaga kerja untuk melakukan aktivitas produksi yaitu selama satu bulan. Hal ini dilakukan karena kegiatan produksi terus berjalan setiap hari karena adanya permintaan pasar akan produk tahu. Koefisien tenaga kerja diperoleh dari hasil pembagian tenaga kerja dengan bahan baku yang tersedia. Dimana untuk tahu diperoleh koefisiennya 20% (0,2 HOK/Kg), sementara untuk kecap manis air kelapa yaitu 12% (0,12 HOK/Kg). Upah rerata tenaga kerja untuk produksi tahu sama dengan untuk produksi kecap manis air kelapa sebesar Rp 15.000. Hal ini dilakukan karena ingin melihat kelayakan kecap manis air kelapa dengan keadaan yang ada pada agroindustri tahu.
Nilai produk diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga produk tahu yaitu Rp 14.560, sementara untuk kecap air kelapa diperoleh harga Rp 16.520. Sementara nilai tambah tahu yaitu 6.298,7 diperoleh dari pengurangan nilai produk, harga bahan baku dan nilai input lain. Sementara untuk kecap manis air kelapa yaitu senilai 4.872,6.
(44)
Rasio nilai tambah yaitu persentase perbandingan nilai tambah dengan nilai produk. Dari analisis diperoleh rasio nilai tambah tahu yaitu 43,26% dan untuk kecap manis air kelapa yaitu 29,5% dari setiap nilai produknya.
Tabel 10. Analisis Nilai Tambah Agroindustri kedelai Sri Rezeki
No Variabel (symbol)Nilai Tahu manis airKecap
kelapa
I OUTPUT, INPUT DAN HARGA
1. Produk (kg/bulan) A 910 987,5
2. Bahan baku (kg/bulan) B 500 832,5
3. Tenaga kerja (HOK/ bulan) C 100 100
4. Faktor konversi (1/2) A / B = M 1,82 1,18
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) C / B = N 0,2 0,12
6. Harga produk (Rp/ kg produk) D 8.000 14.000
7. Upah rata-rata (Rp/ HOK) E 15.000 15.000
II PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN
(Rp/Bulan/ Bahan Baku)
8. Harga bahan baku (Rp/ kg) F 6.900 200
9. Nilai input lain (Rp/kg/ bahan baku) G 1.361,3 11.447,4
10 Nilai produk (4 x 6) (Rp/kg) M X D = K 14.560 16.520
11. a. Nilai tambah (10-8-9) (Rp/kg) K – F – G = L 6.298,7 4.872,6
b. Rasio nilai tambah (11a/10) (%) (L / K)% = H (%) 43,26% 29,5%
12. a. imbalan tenaga kerja(5x7)(Rp/kg) N X E = P 3.000 1.800
b. bagian tenaga kerja (12a/11a)(%) (P / L)% = Q% 47,63% 36,94%
13. a. keuntungan (11a – 12a) L – P = R 3.298 3.072,6
b. tingkat keuntungan (13a/11a)(%) (R / L)% = O% 52,37% 63,05%
III BALAS JASA FAKTOR PRODUKSI
14 Marjin (Rp/kg)
a. pendapatan tenaga kerja (12a/14)(%) K – F = S(P / S)% = T% 39,16%7.660 11,02%16.320
b. sumbangan input lain (9/14)(%) (G / S)% = U% 17,77% 70,14%
c. keuntungan pengolah (13a/14)( %) (R /S)% = V% 43,05% 18,82%
Sumber : Data Olahan 2010
4.6. Mutu Organoleptik
Data hasil organoleptik rata-rata produk kecap manis air kelapa disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Organoleptik Kecap Manis Air Kelapa
No. Kriteria Rata-rata
1. 2. Warna Rasa 3,10 3,96
(45)
3. 4.
Aroma Kekentalan
3,73 3,10 Sumber : Data Olahan 2010.
Hasil penilaian uji organoleptik oleh 30 orang panelis yang merupakan ibu-ibu PKK Desa Pangkalan Makmur menunjukkan bahwa warna dari kecap manis air kelapa mendapatkan nilai rata-rata 3,10 yang berarti panelis memberikan penilaian agak suka terhadap karakteristik warna kecap manis air kelapa. Warna kecap yang dihasilkan adalah coklat kehitaman. Warna tersebut dikarenakan penggunaan gula aren dan gula kelapa yang berwarna cokelat. Untuk memberikan warna yang lebih hitam, maka ditambahkan kluwek yang berfungsi sebagai pemberi warna hitam pada makanan.
Karakteristik rasa mendapatkan nilai rata-rata yaitu 3,96 yang menunjukkan panelis menyukai rasa kecap manis air kelapa yang dihasilkan. Rasa kecap yang kaya akan bumbu-bumbu membuat panelis tertarik dan menyukai rasa dari produk kecap manis ini. Hal yang sama ditunjukkan terhadap penilaian aroma. Panelis rata-rata memberikan penilaian 3,73 yang berarti panelis memberikan penilaian suka terhadap aroma kecap manis air kelapa.
Aroma kecap yang dihasilkan adalah aroma kecap yang dicampur dengan bumbu-bumbu seperti pekak (bunga lawang), lengkuas, sereh. Pada karakteristik tekstur, kecap manis air kelapa mendapatkan penilaian rata-rata adalah 3,10 dimana panelis memberikan nilai agak suka terhadap karakteristik tekstur kecap manis air kelapa. Hal ini dikarenakan tekstur kecap yang sedikit encer dan tidak sekental kecap manis kedelai yang ada di pasaran. Secara keseluruhan penilaian panelis terhadap kecap manis air kelapa yaitu panelis menyukai karakteristik rasa
(46)
dan aroma kecap manis air kelapa yang diujikan dan agak suka terhadap kriteria warna dan tekstur.
4.7. Analisis Prospek Usaha Agroindustri Kedelai
Kedelai merupakan salah satu komoditas prioritas dalam program revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2005. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai. Hanya saja, saat ini masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa kedelai merupakan tanaman tropis yang sulit dikembangkan. Selain itu, melihat berbagai manfaat dan khasiatnya, sangat disayangkan bahwa sampai saat ini Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan akan kedelai. Jumlah impor kedelai seharusnya bisa ditekan dengan adanya pemberdayaan pangan kedelai dengan meningkatkan jumlah produksi dan penggunaan bibit unggul.
Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan yang mengandung proteín tinggi. Diantaranya adalah tahu dan kecap manis air kelapa yang menggunakan sedikit kedelai yang juga merupakan bentuk diversifikasi produk olahan kedelai. Tahu yang diproduksi oleh agroindustri kedelai Sri Rezeki telah dilakukan sejak tahun 2000. Produk tahu ini dipasarkan mulai dari sekitar tempat tinggal, pasar hingga dibawa oleh tamu-tamu pemilik agroindustri sebagai oleh-oleh hingga ke Kabupaten lain di luar Kabupaten Siak.
Selain produk tahu, sedang dikembangkan juga produk olahan kedelai lain berupa kecap manis air kelapa. Karena kecap manis air kelapa ini merupakan produk baru, maka perlu dilakukan pengenalan terhadap masyarakat dan pelaku agroindustri. Pengenalan ini dilakukan dengan praktek langsung di agroindustri
(47)
kedelai Sri Rezeki dan mengawasi setiap proses yang dilakukan. Dengan adanya pengenalan ini, diharapkan pengusaha dapat mengembangkan produk ini sebagai produk baru yang dapat bersaing dengan produk sejenis yang telah ada dipasaran. Dari pengenalan di agroindustri kedelai Sri Rezeki, diperoleh beberapa masukan dari pengrajin yaitu untuk masa kadaluarsa sebaiknya segera dilakukan penelitian lebih lanjut agar diketahui jangka waktu yang pasti produk kecap manis ini dapat bertahan baik. Selain itu juga ketersediaan gula kelapa yang agak sulit diperoleh di pasar Kecamatan agar ketersediaannya dapat selalu lancar sehingga produksi dapat berjalan lancar. Selain itu adanya alat pengering untuk mempercepat proses pengeringan tempe untuk diolah menjadi tepung tempe sehingga proses pengeringan tidak tergantung lagi kepada sinar matahari.
Dari pihak agroindustri kedelai Sri Rezeki berminat untuk terus mengembangkan produk ini, namun masih perlu bimbingan-bimbingan dan pengawasan serta kelancaran sarana produksi sehingga dapat memperlancar proses produksi. Selain itu untuk tahap awal produksi, perlu diberikan bantuan modal kepada pelaku agroindustri Sri Rezeki karena biaya produksi yang digunakan cukup besar. Sehingga dengan adanya bantuan modal ini, diharapkan kegiatan produksi dapat terus berjalan dan usaha kecap manis air kelapa dapat lebih dikembangkan.
Untuk makin mengenalkan produk kecap manis air kelapa ini, juga dilakukan demo atau uji coba pembuatan kecap manis air kelapa kepada ibu-ibu yang ada di Desa Pangkalan Makmur yang tergabung dalam kelompok PKK Desa Pangkalan Makmur. Tujuannya agar kecap manis air kelapa ini semakin dikenal dan bisa dijadikan usaha untuk meningkatkan pandapatan masyarakat.
(48)
Setelah pengenalan dan memberikan informasi tentang tata cara pembuatan kecap manis air kelapa, untuk menentukan apakah produk tersebut dapat diterima, maka dilakukan juga uji tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Dari uji tingkat kesukaan tersebut, diperoleh bahwa kecap manis yang dipraktekkan bisa diterima oleh ibu-ibu peserta kegiatan (Lampiran 2). Dari rata-rata mutu organoleptik yang diperoleh pada sub-bab sebelumnya, diketahui ibu-ibu peserta kegiatan menyukai warna, rasa, aroma dan tekstur dari kecap manis air kelapa ini. Namun beberapa masukan dari peserta kegiatan yang merupakan ibu-ibu PKK yang perlu diperhatikan yaitu perlu adanya kajian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat ketahanan produk (masa kadaluarsa) produk, dan apakah penggunaan bunga lawang sebagai bumbu dapat diminimalkan atau diganti dengan bumbu lain yang berfungsi sama sebagai pemberi aroma agar semakin disukai.
Selain pengenalan di tempat agroindustri dan masyarakat melalui ibu-ibu PKK, maka untuk mengetahui aspek pasarnya, dilakukan survei pasar untuk mengetahui tingkat harga jual produk kecap manis air kelapa. Survei ini dilakukan terhadap 15 orang konsumen yang merupakan ibu rumah tangga. Survei ini dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada setiap panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan mereka terhadap kecap manis air kelapa sebagai salah satu produk baru olahan kedelai dan untuk mengetahui berapa kesanggupan mereka membeli produk kecap manis air kelapa. Kesanggupan ini sebagai pertimbangan untuk menentukan harga jual produk.
Dari survei itu, harga jual produk kecap manis air kelapa yaitu Rp 3.500/kemasan 250 ml yang diperoleh dari rata-rata kesanggupan harga beli
(49)
konsumen dari 15 orang panelis terhadap kecap manis air kelapa. Pemilihan 15 orang panelis ini untuk mendapatkan gambaran harga produk jika telah dikembangkan. Harga ini berada diatas biaya produksi dan telah mendatangkan keuntungan. Biaya produksi untuk 250 ml yaitu Rp 2.450 sehingga dari tingkat kemampuan daya beli dan biaya produksi, produk kecap manis air kelapa ini layak dikembangkan karena masyarakat mampu membeli dengan harga yang relatif terjangkau dan juga mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha agroindustri.
Namun yang perlu diperhatikan, perbaikan-perbaikan proses produksi, serta perlunya kajian lebih dalam untuk menentukan masa daya tahan (expired) produk. Selain itu ketersediaan bahan baku penunjang lain seperti gula aren dan gula kelapa hendaknya pasokannya terus ada. Ketersediaan gula aren dan gula kelapa diperoleh dari pasar Kecamatan Dayun yang terlebih dahulu dipasok dari Pekanbaru. Namun berdasarkan survei di lapangan (pasar), diperoleh informasi bahwa untuk gula kelapa, tidak jarang ketersediaannya masih kurang. Hal ini diakibatkan karena kurang lancarnya pasokan dari Pekanbaru karena selama ini pasokan gula kelapa masih didatangkan dari Pekanbaru. Hal ini harus diperhatikan agar tidak menjadi penghalang bagi kelancaran proses produksi kecap manis air kelapa.
4.8. Aspek Lingkungan dan Daya Tahan
Dalam hal ini, aspek lingkungan yang perlu diperhatikan yaitu tentang limbah sisa hasil produksi. Pada agroindustri kedelai Sri Rezeki, limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu berupa ampas tahu dan limbah air produksi. Adapun ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak itik oleh keluarga Pak
(50)
Sunyoto, dan dalam jumlah kecil juga diberikan kepada tetangga yang digunakan juga sebagai pakan ternak. Sementara limbah air produksi, ditampung pada suatu tempat khusus dan digunakan sebagai pupuk cair untuk perkebunan kelapa sawit.
Sementara itu, limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan kecap manis air kelapa berupa ampas dari sisa hasil penyaringan kecap. Limbah ini juga digunakan sebagai bahan tambahan pada pakan ternak itik.
Ketahanan suatu produk biasanya ditentukan dengan expired (masa kadaluarsa produk). Hal ini dapat ditentukan dengan melakukan uji laboratorium terhadap produk tersebut ataupun dapat dilakukan dengan pengamatan berapa lama produk tersebut dapat bertahan dan tidak mengalami perubahan, baik rasa, aroma, warna, tekstur, maupun kandungan gizi.
Untuk produk tahu, daya tahannya yaitu sekitar 2 hari, artinya tahu akan tetap berada dalam keadaan baik dan tidak terkontaminasi dalam waktu 2 hari. Sementara untuk produk kecap, waktu pastinya masih belum diperoleh, namun dari penelitian yang telah dilakukan, kecap akan berada dalam kondisi baik selama 3 – 4 minggu. Namun, masih perlu dilakukan uji laboratorium untuk menentukan jangka waktu yang lebih pasti.
(51)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Agroindustri kedelai Sri Rezeki adalah agroindustri yang mampu bertahan ditengah kenaikan harga dasar kedelai dan mampu memenuhi permintaan pasar, khususnya di daerah sekitarnya. Pendapatan bersih yang diperoleh dari produk tahu adalah Rp. 1.649.350 dan untuk produk baru yaitu kecap manis air kelapa mampu memberikan keuntungan lebih besar yaitu sebesar Rp. 2.628.510 setiap bulannya. BEP dalam unit jumlah produksi terjadi pada 468,9 kg untuk produk tahu dan 363,2 kg untuk produk baru kecap manis air kelapa. Sementara BEP dalam penerimaan untuk produk tahu yaitu Rp 3.730.106 dan Rp 4.634.818 untuk kecap manis air kelapa.
2. Agroindustri kedelai Sri Rezeki memiliki nilai tambah untuk setiap produk. Nilai tambah untuk produk tahu adalah sebesar Rp 6.298,7 per kilogram bahan baku dan untuk produk kecap manis air kelapa adalah Rp 4.872,6 per kilogram bahan baku. Walaupun nilai tambah kecap lebih kecil dibandingkan dengan nilai tambah tahu, namun produk ini tetap layak dikembangkan karena dari keuntungan yang diperoleh lebih besar dan daya tahan produk lebih lama dibandingkan dengan produk tahu sehingga resiko kerugian dapat diperkecil.
3. Prospek pengembangan produk tahu dan kecap manis air kelapa di Desa Pangkalan Makmur sangat baik karena dapat memberikan tambahan keuntungan ekonomis bagi pelaku usaha agroindustri dan memberikan
(52)
alternatif produk baru bagi masyarakat sebagai salah satu usaha diversifikasi produk.
4. Dari hasil perhitungan yang telah dijelaskan, maka produk kecap manis air kelapa layak untuk dikembangkan karena dapat memberikan keuntungan yang lebih besar daripada produk tahu.
5.2. Saran
1. Perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah dan sektor swasta untuk sama-sama membantu petani (pengrajin) dengan memberikan bantuan modal sehingga usaha agroindustri dapat lebih dikembangkan.
2. Bagi pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbanyak pembekalan-pembekalan bagi pengusaha agroindustri berupa pelatihan-pelatihan sehingga pengusaha agroindustri dapat menerima informasi dan teknologi-teknologi baru yang dapat mendukung kegiatan produksi usaha mereka. 3. Pengusaha agroindustri Sri Rezeki khususnya dan masyarakat Desa
Pangkalan Makmur pada umumnya diharapkan untuk mulai mengembangkan produk kecap manis air kelapa sebagai bentuk diversifikasi produk olahan kedelai sehingga dapat menaikkan tingkat pendapatan.
4. Perlu adanya sosialisasi yang lebih mendalam agar produk baru yaitu kecap manis air kelapa dapat lebih dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbanyak diversifikasi
(53)
produk olahan kedelai yang tetap mendahulukan mutu, nilai gizi dan kualitas.
5. Perlu adanya kerjasama antar distributor gula yang ada di Pekanbaru dan di Kecamatan Dayun untuk selalu menjaga ketersediaan gula aren dan gula kelapa untuk menunjang kelancaran proses produksi kecap manis air kelapa.
(1)
Sunyoto, dan dalam jumlah kecil juga diberikan kepada tetangga yang digunakan juga sebagai pakan ternak. Sementara limbah air produksi, ditampung pada suatu tempat khusus dan digunakan sebagai pupuk cair untuk perkebunan kelapa sawit.
Sementara itu, limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan kecap manis air kelapa berupa ampas dari sisa hasil penyaringan kecap. Limbah ini juga digunakan sebagai bahan tambahan pada pakan ternak itik.
Ketahanan suatu produk biasanya ditentukan dengan expired (masa kadaluarsa produk). Hal ini dapat ditentukan dengan melakukan uji laboratorium terhadap produk tersebut ataupun dapat dilakukan dengan pengamatan berapa lama produk tersebut dapat bertahan dan tidak mengalami perubahan, baik rasa, aroma, warna, tekstur, maupun kandungan gizi.
Untuk produk tahu, daya tahannya yaitu sekitar 2 hari, artinya tahu akan tetap berada dalam keadaan baik dan tidak terkontaminasi dalam waktu 2 hari. Sementara untuk produk kecap, waktu pastinya masih belum diperoleh, namun dari penelitian yang telah dilakukan, kecap akan berada dalam kondisi baik selama 3 – 4 minggu. Namun, masih perlu dilakukan uji laboratorium untuk menentukan jangka waktu yang lebih pasti.
(2)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Agroindustri kedelai Sri Rezeki adalah agroindustri yang mampu bertahan ditengah kenaikan harga dasar kedelai dan mampu memenuhi permintaan pasar, khususnya di daerah sekitarnya. Pendapatan bersih yang diperoleh dari produk tahu adalah Rp. 1.649.350 dan untuk produk baru yaitu kecap manis air kelapa mampu memberikan keuntungan lebih besar yaitu sebesar Rp. 2.628.510 setiap bulannya. BEP dalam unit jumlah produksi terjadi pada 468,9 kg untuk produk tahu dan 363,2 kg untuk produk baru kecap manis air kelapa. Sementara BEP dalam penerimaan untuk produk tahu yaitu Rp 3.730.106 dan Rp 4.634.818 untuk kecap manis air kelapa.
2. Agroindustri kedelai Sri Rezeki memiliki nilai tambah untuk setiap produk. Nilai tambah untuk produk tahu adalah sebesar Rp 6.298,7 per kilogram bahan baku dan untuk produk kecap manis air kelapa adalah Rp 4.872,6 per kilogram bahan baku. Walaupun nilai tambah kecap lebih kecil dibandingkan dengan nilai tambah tahu, namun produk ini tetap layak dikembangkan karena dari keuntungan yang diperoleh lebih besar dan daya tahan produk lebih lama dibandingkan dengan produk tahu sehingga resiko kerugian dapat diperkecil.
3. Prospek pengembangan produk tahu dan kecap manis air kelapa di Desa Pangkalan Makmur sangat baik karena dapat memberikan tambahan keuntungan ekonomis bagi pelaku usaha agroindustri dan memberikan
(3)
alternatif produk baru bagi masyarakat sebagai salah satu usaha diversifikasi produk.
4. Dari hasil perhitungan yang telah dijelaskan, maka produk kecap manis air kelapa layak untuk dikembangkan karena dapat memberikan keuntungan yang lebih besar daripada produk tahu.
5.2. Saran
1. Perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah dan sektor swasta untuk sama-sama membantu petani (pengrajin) dengan memberikan bantuan modal sehingga usaha agroindustri dapat lebih dikembangkan.
2. Bagi pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbanyak pembekalan-pembekalan bagi pengusaha agroindustri berupa pelatihan-pelatihan sehingga pengusaha agroindustri dapat menerima informasi dan teknologi-teknologi baru yang dapat mendukung kegiatan produksi usaha mereka. 3. Pengusaha agroindustri Sri Rezeki khususnya dan masyarakat Desa
Pangkalan Makmur pada umumnya diharapkan untuk mulai mengembangkan produk kecap manis air kelapa sebagai bentuk diversifikasi produk olahan kedelai sehingga dapat menaikkan tingkat pendapatan.
4. Perlu adanya sosialisasi yang lebih mendalam agar produk baru yaitu kecap manis air kelapa dapat lebih dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbanyak diversifikasi
(4)
produk olahan kedelai yang tetap mendahulukan mutu, nilai gizi dan kualitas.
5. Perlu adanya kerjasama antar distributor gula yang ada di Pekanbaru dan di Kecamatan Dayun untuk selalu menjaga ketersediaan gula aren dan gula kelapa untuk menunjang kelancaran proses produksi kecap manis air kelapa.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya. Jakarta. Afriyantika, R. 2009. Peranan Industri Rumah Tangga Terhadap Pendapatan
Masyarakat di Desa Dayun Kecamatan Dayun Kabupaten Siak. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Asmaul, S., Pulungan, M.H. dan Abduh, M. 2008. Studi Kelayakan Unit Usaha Cookies GFCF Berbasis Ubi Jalar Ungu Skala Kecil. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Agroindustri Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Mendukung Ketahanan Nasional. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Hal. 697-706.
Babas. 2009. Agroindustri Kedelai. http://ba2s-breeder.blogspot.com/2009/06/ agroindustri-kedelai.html Diakses 4 Nopember 2009
Balai Industri Ujung Pandang. 2008. Pembuatan Kecap dari Air Kelapa. http://www.kadinsulsel.or.id/teknologikecap.htm Diakses tanggal 4 Mei 2008.
BPS. 2006. Riau dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Cahyadi W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Darmawan, T., dan Masroh, A.H. 2004. Pentingnya Nilai Tambah Produk Pangan. Di dalam : Pertanian Mandiri. Pandangan Strategis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia. Penebar Swadaya Jakarta.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. 2009. Daftar Harga Sembilan Bahan Pokok.
Dinas Peirndustrian dan Perdagangan Kabupaten Siak. 2008. Daftar Industri Kecil di Kabupaten Siak.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Siak. 2009. Luas Areal, Produktivitas dan Produksi Kelapa di Kabupaten Siak.
Djamhari, C. 2004. Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil dan Menengah. Rangkuman Pemikiran. www.smeeda.com. Diakses tanggal 5 Nopember 2007.
Fajar, I. 2009. Pemanfaatan Gula Aren dan Gula Kelapa Dalam Pembuatan Kecap Manis Air Kelapa. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
(6)
Hidayat, N., Atifah, N. Dan Puspita, F.Y. 2008. Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Pendirian Industri Kecil Emping Singkong (Kajian Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Lama Perendaman). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Agroindustri Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Mendukung Ketahanan Nasional. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Hal. 656-669.
Kaprina, E. 2010. Analisis Finansial dan Nilai Tambah Agroindustri Mie Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Skripsi Program Studi Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Malik, A. dan Nainggolan, S. 2007. Analisis Nilai Tambah Berbagai Jenis Ikan pada Agroindustri Kerupuk Ikan Alamiah di Kecamatan Pelayangan Kota Jambi. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen BKS-PTN Barat Bidang Ilmu Pertanian, Pekanbaru, Juli 2007.
Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya Jakarta.
Mutaqien, A. 2007. Memanfaatkan Limbah air Kelapa. Agri Focus No. 3 September 2007. hal. 64-65.
Pramiyanti, A.2008. Studi Kelayakan Bisnis untuk UKM. Med Press. Yogyakarta.
Sandra. 2005. Memberdayakan Industri Kecil Berbasis Agroindustri di Pedesaan. Makalah Pengantar Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press, Malang
Supadi dan Nurmanaf, A.R. 2006. Pemberdayaan Petani Kelapa dalam Upaya Peningkatan Pendapatan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25 (1) :31-36.
Suprapti, L. 2005. Kecap Air Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.
Tarigans, D.D. 2005. Diversifikasi Usahatani Kelapa Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani. Jurnal Perspektif 4(2):71-78.
Wijayanti E, K, I., Ethika D. dan Widyarini I. 2006. Prospek Pengembangan Agroindustri Minuman Lidah Buaya di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Jurnal SOCA 7(3):298-303
Yasin, A. Z. F. 2003. Agribisnis Riau. Pembangunan Perkebunan Berbasis Kerakyatan. Unri Press. Riau.