Shade Tolerance of 20 Genotypes of Tomato

PERANAN PENYEBARAN PADI TEKNOLOGI NUKLIR
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI PULAU JAWA
STUDI KASUS DI KABUPATEN MALANG DAN BOGOR

HARINI WAHYUNINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peranan Penyebaran Padi
Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di
Kabupaten Malang dan Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Harini Wahyuningrum
NIM A156120224

RINGKASAN
HARINI WAHYUNINGRUM. Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir
terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang
dan Bogor. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan DJUARA P. LUBIS.
Pengembangan wilayah Pulau Jawa dapat dilakukan melalui pengembangan
komoditas padi dengan spesifikasi yang menguntungkan. Pulau Jawa sebagai basis
penghasil padi memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang memungkinkan
untuk dikembangkannya sektor pertanian. Hasil penelitian iptek nuklir di bidang
pertanian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan
produktivitas padi nasional. Varietas padi hasil penelitian teknologi nuklir telah
disebarkan pada 18 kabupaten di Pulau Jawa. Namun belum pernah ada penelitan
mengenai peta sebaran spasialnya maupun respons dari petani terhadap padi
teknologi nuklir.
Untuk menentukan peranan penyebaran padi teknologi nuklir terhadap
pengembangan wilayah di Pulau Jawa, ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:

(1) mengetahui peta sebaran wilayah di Pulau Jawa yang telah melakukan
penanaman padi hasil penelitian teknologi nuklir. (2) mengetahui peran stakeholder
dalam penyebaran varietas padi hasil penelitian teknologi nuklir. (3) mengetahui
tingkat adopsi petani terhadap padi hasil penelitian teknologi nuklir. (4) mengetahui
peranan padi teknologi nuklir terhadap pengembangan wilayah. (5) memberikan
arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir. Analisis dilakukan
dengan menggunakan metode analisis SIG, analisis stakeholder, analisis respons,
analisis skalogram, dan analisis SWOT.
Persebaran padi hasil teknologi nuklir di Pulau Jawa telah mencakup 18
Kabupaten dengan total luas tanam mulai tahun 2007 adalah 6.800 Ha. Kabupaten
tersebut adalah Bandung, Bogor, Karawang, Lebak, Pandeglang, Serang,
Banjarnegara, Brebes, Sleman, Bantul, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Purbalingga,
Rembang, Jember, dan Malang. Padi hasil teknologi nuklir yang ditanam meliputi
varietas Yuwono, Mayang, Diah Suci, Mira-1, Bestari, dan Inpari Sidenuk. Wilayah
penyebaran paling luas adalah Kabupaten Malang yaitu 1060 Ha, sedangkan
wilayah penyebaran paling kecil adalah Kabupaten Bogor yaitu 100 Ha.
Hasil pemetaan stakeholder menunjukkan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Malang memiliki kepentingan besar dan pengaruhnya kecil,
keterlibatannya hanya dalam hal pelaksanaan program penyebaran dan
kewenangannya dalam hal melaksanakan aturan dan kebijakan. BATAN dan

Distanhut Kabupaten Bogor memiliki kepentingan dan pengaruh besar, namun
demikian pengaruh dan kepentingan BATAN lebih tinggi dibanding Distanhut.
Keterlibatan BATAN mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan/evaluasi. Keterlibatan Distanhut dalam penyebaran padi adalah dalam
hal pengorganisasian dan pelaksanaan. Petani di Malang dan Bogor serta penyedia
benih/penangkar memiliki kepentingan dan pengaruh yang kecil. Petani dan
penyedia benih sangat tergantung dengan stok benih dari BATAN, stakeholder ini
melakukan penangkaran maupun penyebaran apabila benih tersedia, apabila
keberadaan benih tidak tersedia maka mereka akan menanam varietas yang lain.
Hasil analisis repons menunjukkan petani penyebar di wilayah kabupaten
Malang menilai penyebaran varietas Yuwono, Diah Suci, Mira-1, Bestari, dan

Inpari Sidenuk lebih baik dibandingkan varietas lokal. Hal ini dapat dilihat dari
keberlanjutan petani dalam menanam varietas teknologi nuklir meskipun
pelaksanaan kerjasama telah berakhir. Petani penyebar di Kabupaten Malang
menilai padi teknologi nuklir lebih memberikan keuntungan relatif, lebih sesuai,
dan dapat dengan mudah dilihat hasilnya dibandingkan varietas lokal. Demikian
pula petani penyebar wilayah Bogor menilai varietas Mira-1 dan Pandanputri lebih
baik dibandingkan varietas lokal.
Kebijakan pengembangan padi teknologi nuklir di Pulau Jawa didasarkan

pada hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan. Hasil analisis
merekomendasikan untuk membangun kemitraan dengan pemerintah daerah
maupun swasta, membangun sistem ketersediaan benih, memperbaiki varietas yang
telah dihasilkan, dan melakukan pembinaan terhadap petani.
Kata Kunci: padi teknologi nuklir, petani , wilayah penyebaranfraksi
2

SUMMARY
HARINI WAHYUNINGRUM. The Role of The Spread of Nuclear Technology
Rice to The Regional Development in Java a Case Study in Malang Districts and
Bogor. Supervised by ATANG SUTANDI and DJUARA P. LUBIS.
Development in Java Island can be done through the development of paddy
with favorable specifications. Java as a base of rice producers have the capability
and suitability of land that allows for the development of the agricultural sector.
The results of the study of nuclear science and technology in agriculture is expected
to contribute to increasing the productivity of the national rice. Rice varieties
nuclear technology research results have been deployed in 18 districts in Java. But
there has never been research on spatial distribution maps as well as the response
of farmers to rice nuclear technology.
To determine the role of rice spread of nuclear technology to developing

areas in Java, set the following research objectives: (1) determine the distribution
map of the area in the island of Java which has been planting rice nuclear
technology research results. (2) determine the role of stakeholders in the
dissemination of rice varieties nuclear technology research results. (3) determine
the level of adoption of rice farmers to the research of nuclear technology. (4)
determine the role of rice nuclear technology to the development of the region. (5)
provides policy direction rice seed dispersal of nuclear technology. The analysis
was performed by using GIS analysis, stakeholder analysis, response analysis,
schallogram analysis, and SWOT analysis.
Distribution of rice nuclear technology results in Java has covered 18
districts with a total area of planting began in 2007 was 6,800 ha. The district is
Bandung, Bogor, Karawang, Lebak, Pandeglang, Serang, Banjarnegara, Brebes,
Sleman, Bantul, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Purbalingga, Rembang, Jember, and
Malang. Rice grown nuclear technology results include varieties Yuwono, Mayang,
Diah suci, Mira-1, Bestari, and Inpari Sidenuk. The area is most widely spread of
Malang is 1060 ha, while the area is the smallest spread of Bogor district is 100
hectares.
Stakeholder mapping results showed Faculty of Agricultural Technology,
Brawijaya University, Malang has a great interest and a small influence,
involvement only in terms of the implementation of the program in terms of

deployment and authority to implement rules and policies. BATAN and Distanhut
Bogor Regency has a great importance and influence, however, influence and
interests BATAN higher than Distanhut. BATAN involvement from planning,
organizing, implementing, monitoring / evaluation. Distanhut involvement in the
spread of rice is in terms of organization and execution. Farmers in Malang and
Bogor and seed providers / breeder has little importance and influence. Farmers and
seed providers depend on the seed stocks of BATAN, these stakeholders do the
breeding and spread of seed if available, if not available, the presence of seeds they
will plant other varieties.
The results of the analysis showed farmers repons spreaders in Malang
district judge deployment Yuwono varieties, Diah Suci, Mira-1, Bestari, and Inpari
Sidenuk better than local varieties. It can be seen from the farmer to plant
sustainability of nuclear technology despite the implementation of co-operation has

ended. Farmers in Malang district judge spreader rice nuclear technology over the
relative benefits, more appropriate, and can easily see the results compared to local
varieties. Similarly, farmers spreader Bogor assess varieties Mira-1 and
Pandanputri better than local varieties.
Rice development policy of nuclear technology in Java based on the results
of the analysis of strengths, weaknesses, opportunities, and Threats. The results of

the analysis recommends to build partnerships with local government and private,
to build a system availability of seeds, improving varieties that have been produced,
and to provide guidance to farmers.
Keywords: rice nuclear technology, the farmer, the deployment region

fraksi aktif menghambat -amilase, dengan fraksi air menunjukkan aktivitas
tertinggi sebesar 22.52%. Fraksinasi lanjutan frak
si air menggunakan kromatografi kolom

silika gel dengan elusi gradien menghasilkan 4 fraksi. Semua fraksi menunjukkan
aktivitas hambat -amilase;

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penel
itian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan
suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


PERANAN PENYEBARAN PADI TEKNOLOGI NUKLIR
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI PULAU JAWA
STUDI KASUS DI KABUPATEN MALANG DAN BOGOR

HARINI WAHYUNINGRUM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji luar komisi pada ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS


Judul Tesis : Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan
Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang dan Bogor
Nama
: Harini Wahyuningrum
NIM
: A156120224

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Atang Sutandi, MSi
Ketua

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 14 Februari 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan
Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang dan Bogor
Harini Wahyuningrum
Nama
A156120224
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Atang Sutandi, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr lr Santun R.P. Sitorus

Tanggal Ujian: 14 Februari 2014

Tanggal Lulus:

1 lJ APR 2014

PRAKATA
Alhamdulillah syukur kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia Nya tesis
ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul: “Peranan Penyebaran Padi
Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di
Kabupaten Malang dan Bogor”, dipilih atas dasar rasa ingin tahu penulis tentang
sebaran spasial wilayah penanaman varietas hasil penelitian teknologi nuklir serta
respons petani yang terkait dengan program penyebaran tersebut.
Penulis menyadari, penulisan tesis ini, tidak lepas dari arahan komisi
pembimbing. Untuk itu ucapan terima kasih dan penuh hormat penulis haturkan
kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Anggota yang telah memberikan
masukan-masukan yang berharga bagi karya ini. Pada kesempatan ini pula, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya juga
kepada :
1. Ketua Program Studi PWL sekaligus dosen saya, Prof. Dr. Ir. Santun R. P.
Sitorus dan dosen PWL lainnya atas ilmu dan pengetahuan yang telah mereka
tularkan selama ini berserta seluruh staf Departemen ITSL yang tidak bisa saya
sebut satu per satu atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh
pendidikan pascasarjana.
2. Teman-teman PWL kelas khusus Bappenas angkatan 2012 atas kerjasamanya
selama ini.
3. Keluarga tercinta atas motivasi dan dukungannya.
Akhirnya, dengan memandang karya ilmiah ini adalah proses perbaikan yang
terus menerus maka perjalanan pencarian wawasan tidak akan pernah ada kata
selesai. Semoga karya ini mampu menambah khasanah keilmuan dan pengetahuan.

Bogor, Maret 2014

Harini Wahyuningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

xiv
xv
xv
1
1
3
3
4
4

2

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Spasial dan Pengembangan Wilayah
Analisis Stakeholder
Respons Petani terhadap Hasil Inovasi
Produk Rekayasa Genetik
Padi Hasil Penelitian Teknologi Nuklir

4
5
5
6
7
9

3

METODOLOGI PENELITIAN
Gambaran Umum Pulau Jawa
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Data dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Bahan dan Alat
Metode Analisis Data
SIG
Analisis Stakeholder
Analisis Respons
Analisis Skalogram
Analisis SWOT

12
12
13
14
14
15
16
16
17
18
21
21
23

4

GAMBARAN UMUM
Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Pertanian di Pulau Jawa
Penyebaran Padi di Kabupaten Malang
Penyebaran Padi di Kabupaten Bogor

24
24
27
31

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Wilayah Penanaman Padi Teknologi Nuklir
Analisis Stakeholder Penyebaran Padi Teknologi Nuklir
Identifikasi Stakeholder
Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder
Analisis Respons Petani Penyebar terhadap Padi Teknologi
Nuklir
Norma dan Pelaksanaan Penyebaran Benih Padi Teknologi
Nuklir
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Padi
Teknologi Nuklir

33
33
37
38
39
47
59
61

Peranan Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan
Wilayah
Arahan Penyebaran Benih Padi Teknologi Nuklir di Pulau Jawa
Analisis SWOT
Arahan Penyebaran Benih Padi
6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

63
65
65
69
70
70
70

DAFTAR PUSTAKA

71

LAMPIRAN

74

RIWAYAT HIDUP

89

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Jenis data dan sumber data dalam penelitian
Metode analisis data
Penilaian tingkat kepentingan dan pengaruh
Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder
Matriks analisis SWOT
Varietas padi teknologi nuklir
Wilayah penyebaran dan varietas padi teknologi nuklir di Jawa
Timur
Lokasi dan varietas di Kabupaten Bogor
Luas tanam dan varietas padi teknologi nuklir di Pulau Jawa
Pelaksana penyebaran di Kabupaten Malang
Identifikasi stakeholder dan perannya
Nilai pengaruh dan kepentingan stakeholder
Pertambahan luas tanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang
Perbandingan luasan penyebaran di Kabupaten Malang dan Bogor
berdasarkan program kerjasama
Penilaian petani penyebar terhadap ciri-ciri inovasi di Kabupaten
Malang
Penilaian petani penyebar terhadap ciri-ciri inovasi di Kabupaten
Bogor
Perbandingan produktivitas varietas teknologi nuklir dan varietas
lokal di Kabupaten Malang
Keunggulan dan kekurangan varietas teknologi nuklir di Kabupaten
Malang
Keunggulan dan kekurangan varietas teknologi nuklir di Kabupaten
Bogor
Norma dan pelaksanaan penyebaran benih di Indonesia

15
17
19
20
24
25
28
32
33
36
38
39
49
51
52
52
53
55
57
60

21
22
23

Indeks perkembangan kecamatan di Kabupaten Malang
Indeks perkembangan kecamatan di Kabupaten Bogor
Hasil analisis SWOT

64
65
67

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Padi varietas Mira-1
Padi varietas Inpari Sidenuk
Diagram alir kerangka pemikiran
Matrik hasil analisis SWOT
Peta administrasi Kabupaten Malang
Peta administrasi Kabupaten Bogor
Peta penyebaran padi teknologi nuklir di Pulau Jawa
Peta penyebaran padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang
Peta penyebaran padi teknologi nuklir di Kabupaten Bogor
Pemetaan stakeholder penyebaran padi teknologi nuklir
Benih padi Mira-1 kelas ES
Model proses keputusan inovasi
Padi Mira-1 yang ditanam di Kecamatan Pamijahan Kabupaten
Bogor
Sub-sub wilayah inti dengan berbagai tingkat hirarki

11
12
14
21
27
32
34
35
36
40
45
48
50
61

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Surat Keputusan Pelepasan Padi Pandanputri
Spesifikasi Teknis Padi Varietas Mira-1
Kuesioner Penelitian
Responden Penelitian Analisis Respons
Responden Penelitian Analisis Stakeholder
Panduan Skoring Analisis Stakeholder
Nilai Skor Analisis Stakeholder
Perhitungan akhir skalogram tahun 2000 kecamatan yang menanam
padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang
Perhitungan akhir skalogram tahun 2012 kecamatan yang menanam
padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang
Perhitungan akhir skalogram tahun 2009 kecamatan yang menanam
padi teknologi nuklir di Kabupaten Bogor
Perhitungan akhir skalogram tahun 2012 kecamatan yang menanam
padi teknologi nuklir di Kabupaten Bogor

74
75
76
80
81
82
84
85
86
87
88

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan masalah utama semua manusia
untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan padi (beras)
semakin lama semakin sulit seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, karena
peningkatan produksi padi tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk.
Berdasarkan data BPS pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,29 persen.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237.556.363 jiwa dan pada
tahun 2012 adalah 244.775.796 jiwa (BPS 2012).
Saat ini padi masih berperan sebagai pangan utama dan bahkan sebagai
sumber perekonomian sebagian besar penduduk di perdesaan. Dibandingkan
dengan bahan pangan lainnya, padi merupakan sumber energi dan sumber protein
yang relatif murah. Oleh karena itu, peranan padi sebagai pangan utama sulit
tergantikan oleh komoditas pangan lainnya. Namun tantangan yang dihadapi adalah
semakin berkurangnya lahan sawah produktif. Upaya yang dilakukan untuk
membatasi konversi lahan pertanian salah satunya melalui UU No 41 Tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Kementan 2009).
Berdasarkan data BPS (2012), produksi padi pada tahun 2012 sebesar 68,96
juta ton GKG atau meningkat sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) dibandingkan
2011. Peningkatan produksi padi 2012 tersebut terjadi di Jawa sebesar 2,08 juta ton
dan di luar Jawa sebesar 1,11 juta ton. Peningkatan produksi terjadi karena luas
panen seluas 268,01 ribu hektar (2,03 persen) dan produktivitas sebesar 1,39
kuintal/hektar.
Wilayah pulau Jawa menjadi basis pertanian di Indonesia. Kondisi tanah di
Jawa relatif lebih subur dibandingkan wilayah Indonesia yang lain, sehingga paling
memenuhi kriteria kelas kemampuan lahan dan kelas kesesuaian lahan
(Hardjowigeno 2007). Faktor lainnya adalah budaya masyarakat Pulau Jawa yaitu
bercocok tanam dengan cara bersawah sedangkan wilayah luar pulau Jawa budaya
aslinya adalah bercocok tanam dengan cara berkebun.
Penggunaan padi varietas unggul merupakan salah satu metode perbaikan
teknis budidaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan produksi padi
sawah. Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang besar bagi
perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya pertumbuhan tanaman seragam,
panen serempak, rendemen dan mutu hasil lebih tinggi, memiliki ketahanan yang
tinggi terhadap gangguan hama penyakit, memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap lingkungan dan sesuai dengan preferensi konsumen. Prasyarat yang perlu
diperhatikan dalam mengintroduksi varietas unggul adalah kemampuannya
beradaptasi dengan kondisi setempat. Secara total pemanfaatan benih unggul akan
memberikan nilai tambah berupa peningkatan produksi dan penerimaan usaha tani.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai Lembaga Pemerintah
Non Kementerian dan sesuai dengan UU No 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, memiliki tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan
serta pemanfaatan tenaga nuklir untuk kesejahteraan masyarakat (BATAN, 1997).
Hal tersebut merupakan tugas penelitian dan pengembangan yang menggunakan
teknologi nuklir untuk meningkatkan taraf hidup dan menyelesaikan berbagai

2
permasalahan yang timbul di masyarakat, misalnya di bidang pertanian, peternakan,
sumber daya alam dan lingkungan, kesehatan, energi dan bidang-bidang lain.
Pemanfaatan teknologi nuklir untuk pertanian ialah dengan melakukan iradiasi
sinar gamma pada dosis tertentu sehingga mampu memutasi secara genetis dan
menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan. Teknik nuklir yang digunakan
dalam pemuliaan padi adalah iradiasi sinar gamma, dengan cara menyilangkan
varietas nasional dengan varietas yang mempunyai aspek bagus. Radiasi mampu
menembus biji tanaman hingga ke lapisan kromosom. Struktur dan jumlah
pasangan kromosom pada biji tanaman dapat dipengaruhi dengan sinar radiasi.
Perubahan struktur akibat radiasi dapat berakibat pada perubahan sifat tanaman dan
keturunannya. Fenomena ini digunakan untuk memperbaiki sifat tanaman agar
diperoleh biji tanaman dengan keunggulan tertentu misalnya tahan hama, tahan
kering dan cepat panen, padi yang diradiasi bersifat aman sepenuhnya, tidak ada
unsur radioaktif yang tertinggal.
Teknologi iradiasi dapat meminimalkan hambatan pada varietas yang
diinginkan di antaranya adalah mengantisipasi permasalahan lingkungan tumbuh
seperti tahan kekeringan, tahan naungan, tahan suhu rendah, tahan hama wereng
coklat, tahan penyakit blas dan tahan hama lainnya. Setelah melalui serangkaian
prosedur pelepasan varietas maka varietas tersebut berhak mendapatkan Surat
Keputusan Pelepasan (SK Pelepasan) dari Kementerian Pertanian.
Mulai tahun 1982 sampai dengan tahun 2012, BATAN telah menghasilkan
19 varietas padi sawah, 1 varietas padi gogo, 6 varietas kedelai, 1 varietas kacang
hijau, dan 1 varietas kapas, melalui teknik mutasi dengan teknologi nuklir di mana
varietas tersebut telah menjadi populasi varietas nasional. Pemanfaatan hasil
penelitian teknologi nuklir dibidang pertanian telah dikenalkan kepada masyarakat
sejak tahun 1999 (BATAN 2012). Varietas yang dikenalkan diantaranya adalah
Atomita, Cilosari, Kahayan, Woyla, Diah Suci, Mira-1, Bestari, dan Inpari Sidenuk.
Contoh keunggulan padi hasil penelitan teknologi nuklir pada varietas Mira1 adalah mutu dan kualitas beras bagus, beras panjang dan kristal tanpa butir
mengapur. Bila dibandingkan dengan IR-64 dan Cisantana nilai rendemen giling
Mira-1 tinggi yaitu 73,75% dan persentase beras kepala tinggi yaitu 87,67%,
sedangkan IR-64 hanya memiliki rendemen giling 72,89%, persentase beras kepala
tinggi yaitu 80,84% dan Cisantana hanya memiliki rendemen giling 65,19%,
persentase beras kepala tinggi yaitu 77,97%.
Varietas padi teknologi nuklir belum banyak dikenal oleh masyarakat luas.
Melalui program iptekda (Ilmu Pengetahuan Teknologi di Daerah), BATAN
mencoba mengenalkan hasil penelitiannya kepada masyarakat. Program tersebut
telah dilaksanakan sejak tahun 1999. Sampai dengan saat ini wilayah
penyebarannya telah mencakup 23 provinsi. Wilayah penyebaran di Jawa meliputi
propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur.
Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi nasional memiliki potensi yang
besar untuk dikembangkan sektor pertaniannya melalui implementasi benih padi
dengan spesifikasi unggul. Varietas padi yang dihasilkan BATAN memiliki
beberapa spesifikasi yang lebih menguntungkan dibanding dengan varietas non
nuklir. Sejak tahun 2007 varietas hasil teknologi nuklir telah ditanam pada beberapa
kabupaten di Pulau Jawa.
Pada kenyataannya tidaklah mudah mengenalkan suatu produk hasil
penelitian dibidang iptek nuklir kepada masyarakat. Sebagian besar masyarakat

3
masih mempunyai persepsi yang negatif terkait dengan istilah “nuklir”, karena
opini yang berkembang adalah teknologi nuklir identik dengan teknologi yang
berkaitan dengan reaksi fusi yang eksplosif dan radiasinya dapat mengakibatkan
dampak yang serius bagi kesehatan. Teknologi nuklir apabila dimanfaatkan dengan
baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui
penelitian dan pengembangan di bidang pertanian, sehingga memerlukan peran
pengambil kebijakan dalam meluruskan opini dan melakukan edukasi publik.
Demikian pula kelembagaan lokal dapat berperan menjembatani masuknya suatu
teknologi tanpa mengabaikan kearifan lokal.

Perumusan Masalah
Pengembangan wilayah Pulau Jawa dapat dilakukan melalui pengembangan
sektor pertanian. Penyebaran benih dengan spesifikasi yang menguntungkan
diharapkan dapat meningkatkan produksi dan memiliki daya tarik lebih tinggi bagi
petani dibanding harus berpindah ke sektor lain. Pulau Jawa sebagai basis penghasil
padi memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang memungkinkan untuk
dikembangkannya sektor pertanian. Hasil penelitian iptek nuklir di bidang
pertanian dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan produktivitas padi
nasional. Varietas padi hasil penelitian teknologi nuklir telah disebarkan di Pulau
Jawa belum pernah ada penelitan mengenai peta sebaran spasialnya maupun
respons dari petani terhadap teknologi nuklir di bidang pertanian. Respons petani
pada wilayah kabupaten yang telah melakukan penyebaran padi teknologi nuklir
berbeda-beda, demikian pula dengan luasan penyebarannya. Secara rinci
pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Dimana saja wilayah di Pulau Jawa yang telah melakukan penyebaran padi
teknologi nuklir?
2. Siapa saja stakeholder dalam penyebaran varietas padi teknologi nuklir?
3. Bagaimana respons petani pengguna terhadap padi teknologi nuklir?
4. Bagaimana peranan padi teknologi nuklir terhadap perkembangan wilayah?
5. Bagaimana arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir di
Pulau Jawa?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk dapat menghasilkan rencana arahan kebijakan
penyebaran benih padi teknologi nuklir di Pulau Jawa. Untuk membuat arahan
kebijakan penyebaran benih maka perlu diketahui beberapa hal yang menjadi tujuan
penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui peta sebaran wilayah di Pulau Jawa yang telah melakukan
penanaman padi teknologi nuklir.
2. Mengetahui peran stakeholder dalam penyebaran varietas padi
teknologi nuklir.
3. Mengetahui tingkat adopsi petani terhadap padi teknologi nuklir.

4
4. Mengetahui peranan padi teknologi nuklir terhadap perkembangan
wilayah.
5. Memberikan arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir
di Pulau Jawa.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah pusat (BATAN, Kementerian
Riset dan teknologi, Kementerian Pertanian) dalam menyusun kebijakan
dan perencanaan penyebaran benih padi teknologi nuklir.
2. Sebagai salah satu landasan ilmiah dalam mengembangkan hasil penelitian
pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan pengolahan data primer, sekunder, dan
pengamatan di lapangan mengenai penyebaran padi teknologi nuklir. Komoditas
yang diambil sebagai kasus dalam penelitian ini adalah padi karena ketergantungan
masyarakat masih cukup besar terhadap sumber pangan tersebut. Penelitian ini
hanya berfokus pada varietas hasil penelitian teknologi nuklir yang telah ditanam
pada beberapa wilayah kabupaten di Pulau Jawa. Lokasi penelitian adalah wilayah
penyebaran padi di Pulau Jawa, untuk lebih memperdalam pengamatan maka
dilakukan pengamatan lapang pada wilayah terpilih secara purposive sampling
dengan pertimbangan wilayah-wilayah tersebut dianggap mewakili pengamatan.
Pertimbangan wilayah yang diambil sebagai contoh adalah wilayah yang mewakili
luasan tanam paling tinggi dan wilayah yang mewakili luasan tanam paling rendah.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Spasial dan Pengembangan Wilayah
Sumberdaya alam seringkali memiliki lokasi yang melekat pada posisi
geografisnya sehingga, hampir tidak mungkin untuk memindahkan sumberdaya
seperti sungai, gunung, danau, dan sebagainya, kalaupun bisa memerlukan biaya
yang mahal. Oleh karena itu, dalam perencanaan dan pengembangan wilayah perlu
mempertimbangkan aspek lokasi. Dengan kata lain, pengembangan wilayah perlu
memperhatikan aspek tata ruang. Hukum geografi Tobler yang pertama
menyebutkan bahwa setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun
yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari lainnya. Aspek spasial adalah
fenomena yang alami. Sangat wajar apabila perkembangan suatu wilayah lebih
dipengaruhi oleh wilayah di sebelahnya atau lebih dekat dibandingkan wilayah lain
yang lebih berjauhan akibat adanya interaksi sosial-ekonomi antar penduduk
(Rustiadi et al. 2011)..

5
Dalam konteks spasial, jarak bukanlah satu-satunya unsur namun aspekaspek spasial yang lain juga penting mencakup arah dan konfigurasi spasial yang
lebih luas secara alami “kedekatan psikologis” hubungan antar manusia tidak hanya
ditentukan oleh jarak yang memisahkannya, namun “posisi relatif” antar keduanya,
akan menentukan pada interaksi dan komunikasi antar keduanya. Dalam konteks
wilayah dikenal istilah daerah belakang (hinterland), daerah pelayanan, pusat
pelayanan, desa, kota, dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut adalah istilah yang
berimplikasi posisi spasial namun lebih menekankan pengertian fungsionalnya
dibanding pengertian posisi fisiknya. Dengan demikian, aspek spasial dan lokasi
dalam ilmu wilayah tidak selalu bernuansa fisik saja tetapi juga bernuansa sosialekonomi (Rustiadi et al. 2011).
Pengembangan konsep wilayah dan penerapannya pada dunia nyata akan
menghasilkan suatu perwilayahan yang tidak lain merupakan cara atau metode
klasifikasi. Klasifikasi adalah alat untuk mendeskripsikan fenomena dunia nyata
dan sebagai alat pendeskripsian. Klasifikasi spasial (pewilayahan) tidak lain
merupaan alat (tools) untuk mempermudah menjelaskan keragaman dan berbagai
karakteristik fenomena yang ada. Pewilayahan digunakan sebagai alat untuk
mengelola dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan pewilayahan
digunakan untuk penerapan pengelolaan (manajemen) sumberdaya yang
memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik secara
spasial (Rustiadi et al. 2011).
Pusat pelayanan merupakan pusat tersedianya sarana dan prasarana wilayah
yang merupakan sistem saling berkaitan dengan wilayah administrasi yang terdapat
dalam wilayah itu sendiri (Wibowo 2012). Pemusatan pembangunan dapat
mengakibatkan kurang optimalnya pendayagunaan potensi fisik maupun ekonomi
di masing-masing wilayah. Daerah inti memiliki laju kegiatan ekonomi yang tinggi.
Daerah pinggiran memiliki laju kegiatan ekonomi yang rendah (Candra et al. 2010)

Analisis Stakeholder
Identifikasi dan analisis stakeholder merupakan langkah awal untuk
mengetahui stakeholder mana saja yang terkait dalam suatu program atau
kebijakan. Terkait upaya penyebaran varietas padi teknologi nuklir, maka perlu
dilakukan identifikasi dan analisis stakeholder untuk mengetahui siapa saja yang
terkait dalam upaya penyebaran tersebut. Stakeholder tersebut dapat sebagai
pemerintah daerah yang wilayahnya menyebarkan padi hasil penelitian teknologi
nuklir, maupun stakeholder lainnya yang terkait dalam program penyebaran padi
teknologi nuklir. Identifikasi dan analisis stakeholder ini dapat memberikan
pemahaman terkait konteks sosial dan institusional dalam proses pembuatan
rencana sebuah program atau kebijakan (Renard 2004).
Dengan luasnya peran, kontribusi dan kinerja setiap stakeholder, maka
keberhasilan aktivitas perencanaan program atau kebijakan menjadi lebih baik dan
mendapat dukungan banyak pihak. Analisis stakeholder diharapkan mampu
memberikan peta peran dan masukan dari stakeholder potensial (Freeman 1984).

6
Respons Petani Terhadap Hasil Inovasi
Respons (response) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
menggantikan kata “tanggapan” yang dalam Kamus Ilmu-Ilmu Sosial diartikan
sebagai reaksi atau sambutan terhadap masalah atau berita yang datang; atau reaksi
tingkah laku yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya (Reading 1986).
Menurut Anwar (1988), sikap dapat dikatakan sebagai respons. Respons
hanya timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki
timbulnya reaksi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk respons yang
dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang
memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk,
positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka,
yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap.
Menurut Rogers (2003) inovasi merupakan ide-ide baru, praktek-praktek
baru, atau obyek-obyek baru yang dapat dirasakan sebagai suatu yang baru oleh
masyarakat atau individu yang menjadikan sasaran penyuluhan. Mardikanto (2009)
menjelaskan bahwa inovasi adalah suatu ide, perilaku, produk, informasi, dan
praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan atau
diterapkan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu,
yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala
aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap
individu dan seluruh masyarakat yang bersangkutan.
Kaitan dengan teknologi pertanian, Sugarda et al. (2001) menjelaskan
bahwa inovasi adalah teknologi yang dianggap masih baru oleh penggunanya.
Teknologi sendiri diartikan sebagai sebuah rancangan tindakan instrumenal atau
sebagai penolong untuk mengurangi ketidakpastian dalam pengaruh sebab akibat
yang terdapat dalam upaya meraih hasil yang diinginkan. Dorongan petani dari
dalam atau yang disebut Motivasi intrinsik dalam mengadopsi hal baru berkaitan
dengan motivasi ekonomi/finansial (Greiner et al. 2009). Perbedaan efisiensi
produksi padi berkaitan erat dengan faktor irigasi, aksesibilitas, tenaga kerja
pertanian, dan kelerengan. Hasil analisis wilayah menunjukkan bahwa peran
individu dalam menjelaskan efisiensi produksi bervariasi (Neumann 2010)
Untuk dapat memperkirakan sejauh mana inovasi teknologi dapat dipahami
oleh penggunanya, perlu diperhatikan karakteristik inovasi tersebut. Rogers (2003)
menyebutkan lima ciri inovasi yaitu sebagai berikut: (1) Keuntungan relatif.
Keuntungan relatif merupakan tingkatan suatu ide baru dianggap lebih baik dari
ide-ide atau cara-cara sebelumnya. Apabila memang benar inovasi baru tersebut
memberikan keuntungan yang relatif besar dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi
lama, maka kecepatan proses adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat. (2)
Keselarasan Inovasi. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai sosial budaya dan
kepercayaan, dengan inovasi yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan
keperluan yang dirasakan penggunan. Inovasi yang tidak sesuai dengan ciri-ciri
sistem sosial yang menonjol tidak akan diadopsi secepat dengan yang kompetibel.
Kompatibilitas memberikan jaminan lebih besar dan resiko lebih kecil bagi
penerima, membuat ide baru itu lebih berarti bagi penerima. Suatu inovasi mungkin
lebih kompetibel dengan: (a) nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultural, (b) ide-ide
diperkenalkan terlebih dahulu, dan (c) sesuai dengan kebutuhan klien terhadap
inovasi. (3) Tingkat Kerumitan. Tingkat Kerumitan untuk mempelajari dan

7
menggunakan inovasi adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap sulit untuk
dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin dapat digolongkan kedalam
continuum “rumit-sederhana”. Inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh
penerima tertentu, sedangkan bagi yang lainnya tidak. Kerumitan inovasi menurut
pengamatan anggota sistem sosial, berpengaruh negatif dengan kecepatan adopsi.
Artinya, makin mudah inovasi teknologi baru tersebut dapat dipraktekkan, maka
makin cepat pula proses adopsi inovasi dapat berjalan. (4) Dapat dicoba. Dapat
dicoba adalah suatu tingkat suatu inovasi baru dapat dicoba dalam skala kecil.
Kemudahan inovasi untuk dapat dicoba oleh pengguna berkaitan dengan
keterbatasan sumberdaya yang ada. Inovasi dapat dicoba sedikit demi sedikit akan
lebih cepat dipakai oleh pengguna dari pada inovasi yang tidak dapat dicoba sedikit
demi sedikit. Apabila inovasi semakin mudah dan dapat dicoba maka proses adopsi
inovasi yang dilakukan petani relatif cepat. (5) Dapat diamati. Dapat diamati yang
dimaksud adalah tingkat dimana hasil- hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang
lain. Hasil-hasil tersebut mudah dikomunikasi dan dilihat oleh orang lain. Jika
inovasi tersebut mudah dilihat, maka calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu
lagi menjalani tahap percobaan, melainkan langsung ketahap berikutnya.
Seharusnya kebijakan inovasi pertanian bukan bertujuan untuk
merencanakan dan mengendalikan inovasi sepenuhnya, melainkan mendorong
munculnya instrumen dukungan yang fleksibel sehingga memungkinkan
manajemen inovasi adaptif (Klerkx 2010). Dukungan kelembagaan dan lokasi agro
ekologi memiliki pengaruh statistik yang kuat dalam intensitas adopsi komponen
pertanian konservasi yang berbeda (Mazvimavi 2009).

Produk Rekayasa Genetik
Penelitian produk rekayasa genetik (PRG) tanaman di Indonesia dimulai
sejak pertengahan 1990-an pada komoditas padi. Studi tim peneliti LIPI pada tahun
2004-2006 di Jawa Barat menunjukkan padi PRG tidak memengaruhi populasi
OBS termasuk mikroba tanah, dan tidak terjadi perpindahan gen (Estiati et al.
2006). Pandangan dan persepsi publik terhadap tanaman PRG bervariasi dan
berbeda, ada yang pro dan ada yang kontra (Herman 2009). Dinamika persepsi
terhadap tanaman PRG merupakan tantangan dalam pengembangan tanaman ini
secara komersial, meskipun pengalaman beberapa negara selama 17 tahun (19962012), termasuk Indonesia, menunjukkan pengembangan tanaman PRG tidak
terbukti mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia (James 2012 dalam
Herman 2013).
Dewasa ini timbul kekhawatiran di kalangan masyarakat bahwa
pengembangan tanaman PRG akan menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, kesehatan manusia dan hewan (Herman 2000). Kekhawatiran tersebut
mengacu pada kemungkinan berkembangnya gulma super akibat perpindahan gen
dari tanaman PRG toleran herbisida ke kerabat liarnya. Pada tahun 2008,
masyarakat di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Afrika Selatan, Argentina,
Australia, Brasil, China, Filipina, India, Kanada, dan Paraguai umumnya lebih
terbuka dan menerima kehadiran tanaman PRG sebagai produk yang aman dan
secara substansial sepadan dengan tanaman non-PRG, serta telah dikembangkan
secara komersial (James 2008 dalam Herman 2013). Kekhawatiran lain adalah

8
keamanan pangan berupa dugaan alergi, keracunan, dan bakteri di dalam perut yang
menjadi kebal terhadap antibiotik seperti kanamisin apabila manusia mengonsumsi
tanaman PRG yang menggunakan marka tahan antibiotik kanamisin (Herman
2009). Gen marka tahan antibiotik yang ditransfer ke tanaman melalui rekayasa
genetik akan terinkorporasi ke dalam genom tanaman. Tanaman tidak mempunyai
mekanisme untuk mentransfer gen yang sudah terinkorporasi tersebut ke bakteri
dalam usus manusia. Studi Joint Research Centre dari European Commission
menunjukkan produk pangan dari tanaman PRG terbukti tidak memengaruhi
kesehatan manusia, tidak menimbulkan alergi, dan tidak mengandung racun (JRC
2008).
Di Indonesia, penduduk yang telah mengonsumsi pangan berupa tahu dan
tempe yang sebagian terbuat dari kedelai PRG yang diimpor dari Amerika Serikat
dan Brasil ternyata tidak mengalami alergi atau keracunan. Kemungkinan
timbulnya risiko yang dikhawatirkan akibat pemanfaatan tanaman PRG perlu
diantisipasi dan diminimalkan melalui pendekatan kehati-hatian guna mewujudkan
keamanan hayati dengan mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial-budaya,
dan estetika. Pengkajian terhadap risiko keamanan hayati PRG harus dilakukan
lebih dahulu, agar tanaman PRG yang akan dikembangkan memperoleh sertifikat
aman lingkungan, aman pangan dan/atau aman pakan sebelum dikomersialkan
Pemerintah Indonesia pada tahun 1996 telah mengeluarkan peraturan yang pertama
kali terkait dengan PRG, yaitu Undang-Undang (UU) No. 7/1996 tentang Pangan,
yang kemudian direvisi menjadi UU No. 18/2012 tentang Pangan. Pada tahun 2004,
Indonesia telah meratifikasi Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati melalui
UU No. 21/2004 tentang Pengesahan Cartagenea Protocol on Biosafety. Pada tahun
2005 Peraturan Pemerintah No. 21 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik diundangkan. Untuk mengkaji keamanan pangan tanaman PRG, pada
tahun 2008 telah dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Pengkajian Keamanan Pangan PRG, yang kemudian diperbarui
pada tahun 2012. Bagi tanaman PRG yang telah memperoleh rekomendasi
keamanan hayati, yang meliputi aman lingkungan, aman pangan dan atau pakan,
Menteri Pertanian atau Menteri Kehutanan akan memberikan izin pelepasan atau
peredaran, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Estiati dan
Herman 2012).
Pemanfaatan teknik rekayasa genetik di Indonesia diarahkan untuk
memperbaiki sifat tanaman dengan memanfaatkan sumber daya genetika (SDG)
sebagai tetua dalam perakitan varietas unggul yang memiliki sifat yang
dikehendaki, seperti tahan hama dan penyakit serta toleran kekeringan. Teknologi
rekayasa genetik merupakan penguat dan pendukung pemuliaan konvensional.
Perbaikan sifat tanaman melalui pemanfaatan teknik rekayasa genetik diarahkan
untuk ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik, peningkatan kualitas, dan
pemantapan hasil komoditas unggulan pertanian yang memiliki sumber gen yang
terbatas (Herman 2010).
Varietas ungul padi tetap menjadi primadona dalam sistem produksi padi.
Pemuliaan non-konvensional memiliki beberapa kelebihan yang dapat mengatasi
kendala yang dihadapi dalam pemuliaan konvensional. Bantuan teknik nonkonvensional memberi peluang yang lebih luas dalam perakitan varietas unggul
padi yang diinginkan, meskipun pemuliaan konvensional tetap tidak dapat
ditinggalkan. Teknik non-konvensional yang dapat diterapkan dalam pemuliaan

9
padi meliputi kultur jaringan, penyelamatan embrio, seleksi menggunakan marka
isoenzim, DNA, dan rekayasa genetik (Hanarida 2013).
Pemuliaan atau perakitan varietas unggul secara konvensional adalah
kegiatan yang berkesinambungan untuk mendapatkan suatu galur unggul melalui
persilangan dan seleksi secara fenotipe. Selanjutnya dilakukan uji daya hasil dan
adaptasi galur-galur harapan sebelum dilepas menjadi varietas. Kegiatan pemuliaan
padi di Indonesia berkembang pesat, terutama setelah ditemukannya varietas IR8
oleh peneliti IRRI pada tahun 1966 yang merupakan titik awal revolusi hijau padi
(Horgrove dan Coffman 2006 dalam Hanarida 2013). Pemuliaan padi konvensional
telah banyak menghasilkan varietas unggul yang berkontribusi dalam peningkatan
produksi untuk memenuhi kebutuhan beras. Pemuliaan merupakan gabungan dari
ilmu pengetahuan dan seni untuk membentuk tanaman dengan memanfaatkan sifatsifat yang diturunkan atau gen. Pada awalnya, pemuliaan tanaman padi berjalan
secara alami melalui proses penyerbukan yang kemudian dilakukan seleksi secara
alami pula. Dengan adanya temuan Mendel maka persilangan dan seleksi dilakukan
setelah melalui penyerbukan yang disengaja (pedigree atau bulk). Selanjutnya
dilakukan silang balik (back cross) dan persilangan dialel selektif (Allard 1960
dalam Hanarida 2013).
Varietas unggul harus memenuhi beberapa persyaratan. Pertama murah dan
kedua mudah diimplementasikan untuk menanggulangi kendala produksi. Varietas
unggul padi harus memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit atau
cekaman biotik dan abiotik, seperti keracunan Al atau Fe. Pemuliaan konvensional
memerlukan waktu yang panjang dan dana yang tidak sedikit. Sementara itu,
kebutuhan pangan yang terus meningkat memerlukan varietas unggul dalam jumlah
yang meningkat pula. Hal ini tidak hanya diperlukan untuk meningkatkan produksi
padi berkelanjutan, tetapi juga untuk menanggulangi berkembangnya biotipe hama
dan ras penyakit serta kendala lainnya dalam pemuliaan konvensional. Oleh karena
itu, metode pemuliaan nonkonvensional merupakan salah satu solusi yang tepat
untuk mengatasinya (Hanarida 2013).

Padi Hasil Penelitian Teknologi Nuklir

Teknologi nuklir di Indonesia adalah salah satu ilmu pengembangan yang
penggunaannya secara struktural dan sistematis di bawah pengawasan Badan
Tenaga Nuklir Dunia (International Atomic Energy Agency). Di bidang pertanian,
BATAN berkontribusi terhadap pengkayaan jumlah varietas nasional (BATAN
1997). Hal ini sangat penting karena diharapkan dengan meningkatnya jumlah
varietas unggul akan meningkatkan produktivitas, mempercepat waktu panen,
tahan terhadap hama, dan keunggulan lainnya (Haryanto 2010).
Varietas Padi Sawah Pandanputri
Varietas padi sawah Pandanputri dilepas berdasarkan SK Menteri Pertanian
Nomor: 2366/Kpts/Sr.120/6/2010 tanggal 28 Juni 2010. Umur tanaman Varietas
Pandanputri sekitar 127‐130 hari di dataran tinggi; 115‐120 hari di dataran rendah
dengan bentuk gabah agak bulat, gemuk, dan tekstur nasi pulen. Hasil rata‐rata

10
Varietas Pandanputri mencapai 6,5 ton GKG/ha dan potensi hasil 8,0 ton GKG/ha,
memiliki ketahanan terhadap hama wereng Batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 serta
tidak tahan terhadap hama sundep/beluk. Selain itu, varietas Pandanputri agak tahan
hawar daun bakteri, tetapi rentan terhadap penyakit tungro. Varietas Pandanputri
cocok ditanam pada lahan sawah dengan ketinggian 0‐700 m dpl (seperti daerah
Kabupaten Cianjur) dan tidak dianjurkan ditanam di daerah endemis wereng batang
coklat. Varietas padi unggul Pandanputri sampai saat ini telah menjadi salah satu
varietas padi kebanggaan di daerah Cianjur, Jawa Barat dan mampu menghasilkan
produksi padi dengan kualitas sama dengan induknya, yaitu Pandan Wangi dengan
umur yang lebih genjah. Umur panen Pandan Wangi adalah antara 160 – 170 hari
(Kementan 2010).
Varietas Padi Sawah Mira-1
Salah satu varietas hasil penelitian dan pengembangan teknologi nuklir
adalah Mira-1 dan memperoleh Surat Keputusan Pelepasan Menteri Pertanian
dengan Nomor 134/Kpts/SR.120/3/2006 pada tanggal 6 Maret 2006. Padi varietas
Mira-1 adalah hasil seleksi pedigree dari penyinaran benih varietas Cisantana dan
Gamma Co-60 dengan dosis 0,20 kGy. Kegiatan laboratorium dilakukan di Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN pada tahun 2000. Benih
M1 ditanam di Pusakanagara Subang dan dipanen satu malai setiap tanaman.
Semua tanaman M1 ditanam sebagai M2 masing-masing sebanyak 30 tanaman
setiap malai. Seleksi pedigree terhadap tanaman M2 dilakukan dan diperoleh 15
galur yang mempunyai sifat agronomi berbeda dengan varietas Cisantana yaitu
ujung gabah tidak berbulu. Setelah dilakukan pemurnian beberapa generasi dan
pengujian terhadap hama wereng coklat serta penyakit hawar daun serta pengujian
daya hasil diperoleh galur mutan 1688/PsJ yang mempunyai produksi tinggi, tahan
hama wereng biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3serta tahan terhadap penyakit hawar
daun strain III dan agak tahan strain IV, berumur genjah dengan tekstur nasi pulen
serta mutu dan kualitas beras bagus. Kelebihan lain Mira-1 dibanding dengan padi
konvensional adalah Batangnya lebih kokoh sehingga tidak mudah rebah/rontok
ketika terkena angin kencang (Deptan 2006). Pada Gambar 1 diperlihatkan padi
varietas Mira-1 yang ditanam di Kabupaten Bogor.

11

Gambar 1 Padi Varietas Mira-1
Varietas Padi Sawah Bestari
Hasil penelitian dan pengembangan teknologi nuklir lainnya adalah Bestari
dan memperoleh Surat Keputusan Pelepasan Menteri Pertanian dengan Nomor:
1012/Kpts/SR.120/7/2008 pada tanggal 28 Juli 2008. Padi varietas Bestari adalah
hasil seleksi pedigree dari penyinaran benih varietas Cisantana dan sinar gamma
dengan dosis 0,20 kGy. Umur tanaman Varietas Bestari 115‐120 hari dengan
bentuk tanaman tegak dan jumlah anakan produktif 15-20 batang. Bentuk gabah
ramping dan tekstur nasi pulen. Hasil rata‐rata Varietas Bestari mencapai 6,56 ton
GKG/ha dan potensi hasil 9,42 ton GKG/ha, memiliki ketahanan terhadap hama
wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3. Varietas Bestari tahan penyakit
bakteri hawar daun starin III dan agak tahan strain IV. Varietas ini cocok ditanam
pada lahan sawah dengan ketinggian 0‐700 m di atas permukaan laut (Kementan
2008).
Varietas Padi Sawah Inpari Sidenuk
Hasil penelitian dan pengembangan teknologi nuklir lainnya adalah Inpari
Sidenuk dan memperoleh Surat Keputusan Pelepasan Menteri Pertanian dengan
Nomor: 2257Kpts/SR.120/5/2011 pada tanggal 2 Mei 2011. Padi varietas Inpari
Sidenuk memiliki nomor pedigri OBS1703-PSJ dan berasal dari penyinaran radiasi
benih varietas Diah Suci dengan gamma 60Co dengan dosis 0,20 kGy. Umur
tanaman Varietas Inpari Sidenuk 103 hari dengan bentuk tanaman tegak dan jumlah
anakan produktif 15 malai. Bentuk gabah ramping dan tekstur nasi pulen, kadar
amilosa 20,6 %. Hasil rata‐rata Varietas Inpari Sidenuk mencapai 6,9 ton GKG/ha

12
dan potensi hasil 9,1 ton GKG/ha, memiliki ketahanan terhadap hama batang coklat
biotipe 1, 2, dan 3. Varietas Inpari Sidenuk tahan penyakit bakteri hawar daun
bakteri patotipe III, rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV, agak rentan
terhadap hawar daun bakteri patotipe VIII, rentan terhadap penyakit tungro serta
rentan terhadap semua ras blas. Varietas ini cocok ditanam di ekosistem sawah
dataran rendah sampai ketinggian 600 mdpl dan tidak dianjurkan ditanam di daerah
endemik tungro dan blas (Kementan 2011). Pada Gambar 2 diperlihatkan padi
varietas Inpari Sidenuk yang ditanam di Kabupaten Malang.

Gambar 2 Padi Varietas Inpari Sidenuk

3 METODOLOGI PENELITIAN
Gambaran Umum Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia,
yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara maritim.
Sebagai bagian dari negara maritim, Pulau Jawa dikelilingi oleh berbagai perairan,
baik samudera, laut, maupun selat. Secara geografis, letak Pulau Jawa berbatasan
langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Selat Bali di sebelah Timur