Shade Tolerance of 20 Genotypes of Tomato (Lycopersicon esculentum Mill)

TOLERANSI 20 GENOTIPE TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)
TERHADAP NAUNGAN

RAISA BAHARUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Toleransi 20 Genotipe
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) terhadap Naungan adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Raisa Baharuddin
NIM A252110091

RINGKASAN
RAISA BAHARUDDIN. Toleransi 20 Genotipe Tomat (Lycopersicon esculentum
Mill.) terhadap Naungan. Dibimbing oleh M ACHMAD CHOZIN dan
MUHAMAD SYUKUR.
Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran utama yang dibudidayakan
di Indonesia. Luas panen yang semakin menurun berakibat pada penurunan
produksi tomat, sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan produksi
tomat. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan lahan di bawah
tegakan pohon, agroforestri, ataupun sistem tumpang sari menjadi upaya
meningkatkan produksi tomat. Intensitas cahaya rendah merupakan faktor
pembatas dalam budidaya tumpang sari. Sampai saat ini belum banyak dilaporkan
varietas unggul tomat toleran terhadap naungan. Tujuan penelitian ini adalah
mengevaluasi produksi, morfosiologi, dan kualitas buah dari 20 genotipe tomat
pada berbagai tingkat naungan.
Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari-April 2013 di Kebun Percobaan
Cikabayan, IPB, Darmaga, Bogor. Penelitian disusun dalam rancangan petak

tersarang (nested design) dengan tiga ulangan. Faktor naungan terdiri atas empat
taraf naungan naungan 0%, 25%, 50%, dan 75%. Faktor genotipe tomat terdiri
atas 20 genotipe yaitu: Intan (T1), GIK (T3), SSH 3 (T6), Karina (T13), Roma
(T21), Rempai (T23), Apel (T30), SSH 9 (T33), SSH 20 (T34), M4HH (T43),
Bogor (T53), Medan 4 (T57), Kediri 1 (T60), Papua 2 (T64), Montero (T80),
Fatma (T82), Ratna (T83), Delana (T84), Palupi (T85), dan Mawar (T86).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi buah per tanaman pada
sebagian besar genotipe meningkat pada naungan 25%, sementara di bawah
naungan 50% menunjukkan keragaman antar genotipe yang tinggi. Berdasarkan
produksi relatif pada naungan 50%, dari 20 genotipe yang diuji, dapat
dikelompokkan menjadi tiga (3) kelompok yaitu, genotipe peka (Intan, Rempai
dan Delana), toleran (GIK, Roma, SSH 9, SSH 10, Bogor, Kediri 1, Montero,
Ratna, dan Mawar), dan senang naungan (SSH 3, Karina, Apel, M4HH, Medan 4,
Papua 2, Fatma, dan Palupi). Produksi per tanaman tomat dipengaruhi oleh
komponen hasil tanaman terutama jumlah buah per tanaman.
Pemberian naungan 50% berpengaruh nyata terhadap beberapa karakter
morfologi yaitu tinggi tanaman dan luas daun. Naungan 50% nyata meningkatkan
tinggi tanaman hingga 68% dan luas daun hingga 45%. Sedangkan pada karakter
fisiologi pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap tebal daun, klorofil a dan
b, dan nisbah klorofil a/b. Naungan 50% nyata menurunkan ketebalan daun tomat

hingga 25%. Klorofil a dan b meningkat dengan pemberian naungan, sedangkan
nisbah klorofil a/b menurun. Pemberian naungan juga mempengaruhi kualitas
buah tomat. Naungan 50% nyata meningkatkan diameter buah tomat sebesar 7%
pada genotipe senang naungan. Naungan 50% tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kekerasan, namun nyata menurunkan nilai padatan total terlarut
namun menaikkan total asam tertitrasi buah tomat pada pada genotipe senang
naungan.
Kata kunci: agroforestri, kualitas, morfosiologi, produksi, tumpang sari

SUMMARY
RAISA BAHARUDDIN. Shade Tolerance of 20 Genotypes of Tomato
(Lycopersicon esculentum Mill.). Supervised by M ACHMAD CHOZIN and
MUHAMAD SYUKUR.
Tomato is one of the major vegetable that has been cultivated in Indonesia.
Decrease of harvest area of tomato affect decreasing in production, so it requires
an effort to improve tomato production. The efforts to improve tomato production
were use the land under trees, agroforestry, or intercropping system. Low light
intensityis a limiting factor in the cultivation of intercropping.
Aim of this study was to evaluate the production, morphosiology, and fruit
quality of 20 tomato genotypes under shade. This studywas conducted at

Cikabayan (experimental station-University Farm of IPB) from January to April
2013. The research was arranged by nested design with 3 replicates. The main plot
was shade consisted of four levels, i.e., 0, 25, 50, and 75%, while sub plot was 20
genotypes of tomato i.e. Intan (T1), GIK (T3), SSH 3 (T6), Karina (T13), Roma
(T21), Rempai (T23), Apel (T30), SSH 9 (T33), SSH 20 (T34), M4HH (T43),
Bogor (T53), Medan 4 (T57), Kediri 1 (T60), Papua 2 (T64), Montero (T80),
Fatma (T82), Ratna (T83), Delana (T84), Palupi (T85), dan Mawar (T86).
Results of this study showed that most of the tested genotypes increased the
production per plant under 25% shade, while under 50% shade showed a high
diversity among genotypes. Based on relative yield under 50% shade, genotypes
can be grouped into three, there are : sensitive (Intan, Rempai and Delana),
tolerant (GIK, Roma, SSH 9, SSH 10, Bogor, Kediri 1, Montero, Ratna, and
Mawar), dan shade-like (SSH 3, Karina, Apel, M4HH, Medan 4, Papua 2, Fatma,
and Palupi). Production per plants affected by the yield component, mainly
number of fruit per plant.
50% shade significantly affected some morphologicsl characters ie plant
height, and leaf area. 50% shade increase significantly up to 68% on plant height
and 45% on leaf area. More over on physiological character, 50% shade
significantly affect leaf thickness, chlorophyll a and b, and the ratio of chlorophyll
a/b. 50 % shade significantly reduced tomato leaf thickness up to 25 %.

Chlorophyll a and b increased by level of shade, while the ratio of chlorophyll a/b
decreases. Shade also affects the quality of tomato fruits. Tomato diameter
increase significantly by 7 % on shade-like genotype in 50 % shade. 50% shade
not significant on firmness, otherwise decrease significantly on total solid soluble
but increasing total titration acid on shade-like genotype.
Keywords: agroforestry, intercropping, morphosiology, production, quality

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TOLERANSI 20 GENOTIPE TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)
TERHADAP NAUNGAN


RAISA BAHARUDDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis: Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr

Judul Tesis : Toleransi 20 Genotipe Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
terhadap Naungan
Nama
: Raisa Baharuddin
NIM

: A252110091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M Achmad Chozin, MAgr
Ketua

Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Toleransi 20 Genotipe Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
terhadap N aungan
: Raisa Baharuddin
Nama
NIM
: A252110091

Disetujui oleh

Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Tanggal Ujian: 05 Februari 2014

Tanggal Lulus:

o 2 APR 2014

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian ini berjudul “Toleransi 20 Genotipe Tomat (Lycopersicon
esculentum Mill.) terhadap Naungan”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir MA Chozin, MAgr dan
Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi selaku komisi pembimbing atas saran, waktu
dan kesempatan yang telah diberikan dalam membimbing dan mengarahkan
penulis selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih

penulis sampaikan juga kepada Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr selaku dosen
penguji luar komisi serta Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku Ketua Program
Studi Agronomi dan Hortikultura dan pimpinan sidang ujian atas saran dan
koreksiannya untuk perbaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, mama, kakak dan adik atas segala doa dan kasih sayangnya.
Rekan-rekan W7L6 dan Mukhlis W atas bantuan, doa dan dukungannya. Rekanrekan pascasarjana program studi Agronomi dan Hortikultura tahun 2011 atas
kekeluargaan, kebersamaan, dan ilmunya. Selain itu, ucapan terima kasih
disampaikan juga kepada staf kebun Cikabayan IPB dan laboran (Pak Joko, Pak
Yudi, Bu Ismi, dan Pak Agus) atas kerjasamanya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Raisa Baharuddin

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

v


DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Lingkungan Tumbuh Tanaman Tomat
Peranan Cahaya Matahari untuk Tanaman
Respon Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah

3
3
3
5

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan
Analisis Data

8
8
8
8
9
9
10
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Produksi Tanaman Tomat pada berbagai Tingkat Naungan
Karakteristik Morfologi Tanaman Tomat Toleran Naungan
Karakteristik Fisiologi Tanaman Tomat Toleran Naungan
Karakteristik Kualitas Buah Tomat Toleran Naungan

12
15
19
22
23

5 PEMBAHASAN UMUM

24

6 SIMPULAN

27

UCAPAN TERIMA KASIH

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Genotipe tomat bahan penelitian
Anova pengaruh naungan dan genotipe terhadap peubah yang diamati
Rata-rata iklim mikro pada empat taraf naungan
Respon naungan dan 20 genotipe terhadap produksi per tanaman (g)
Komponen hasil tanaman tomat pada naungan 0 dan 50%
Perubahan komponen hasil tanaman antar kelompok genotipe
Perubahan karakter morfologi dan fisologi tanaman antar kelompok
genotipe
8 Nilai kekerasan buah, padatan total terlarut dan total asam tertitrasi buah
tomat pada naungan 0 dan 50%

8
14
14
16
18
19
21
23

DAFTAR GAMBAR
1 Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa disebut
photosynthetically active radiation (PAR)
2 Adaptasi tanaman naungan yang berperan penting dalam avoidance
terhadap defisit cahaya.
3 Bangunan paranet taraf (a) 0%, (b) 25%, (c) 50%, (d) 75%
4 Respon naungan terhadap rata-rata produksi buah per tanaman

4
7
10
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Denah percobaan di lapangan
2 Prosedur pengukuran ketebalan daun
3. Prosedur pengukuran kerapatan stomata
4. Prosedur kerja penentuan kandungan klorofil daun

35
36
36
36

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran merupakan komoditas yang cukup penting dalam mendukung
ketahanan pangan nasional. Komoditas ini berperan sebagai sumber karbohidrat,
protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi sehingga
keberadaan tanaman sayuran sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi masyarakat. Tomat adalah salah satu komoditas sayuran utama yang
dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tomat memiliki kandungan gizi yang
tinggi. Rata-rata kandungan gizi dalam 100 g tomat segar yaitu: air 94 g, protein
1.0 g, lemak 0.2 g, karbohidrat 3.6 g, Ca 10 mg, Fe 0.6 mg, Mg 10 mg, P 16 mg,
vitamin A 1700 IU, vitamin B1 0.1 mg, vitamin B2 0.02 mg, niasin 0.6 mg, dan
vitamin C 21 mg (Siemonsma dan Piluek 1994).
Produktivitas tomat Indonesia tahun 2012 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2011 yaitu dari 954 046 ton menjadi 887 556 ton (BPS 2012).
Penurunan produksi ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu penurunan luas panen
dan penurunan produktivitas tanaman. Berdasarkan data statistik BPS (2012)
terjadi penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen tanaman tomat
sebesar 2.20%.
Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan dengan intensifikasi dan
ekstensifikasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
pengembangan tanaman sayuran melalui sistem pertanaman ganda seperti
tumpang sari, penanaman sela bersisipan, penanaman beruntun, tanama sela
setahun dan agroforestri. Sistem ini dapat meningkatkan produktivitas lahan,
mengurangi cekaman biotik dan mengurasi resiko kegagalan panen.
Pengembangan pertanian harus memperhatikan empat prinsip yaitu prinsip
keseimbangan ekologi, prinsip pencapaian optimum, prinsip kehati-hatian, dan
prisip kesejajaran dan kearifan lokal (Chozin 2006). Prinsip ini menjadi dasar
dalam strategi pengembangan pertanian di wilayah tropika.
Pada umumnya petani di daerah pulau Jawa menanam tanaman sayuran
pada areal dengan pencahayaan yang penuh, dan hanya sedikit petani yang
mengenal dan mempunyai pengalaman dalam menanam sayuran dengan pola
tumpang sari atau agroforestri. Agroforestri dalam arti luas merupakan suatu
sistem usaha tani atau penggunaan lahan yang mengintegrasikan secara spatial
dan temporal tanaman pohon dan tanaman semusim pada sebidang lahan. Hal ini
merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan produksi sayuran.Lahan
perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet dapat
dimanfaatkan sebagai lahan penanaman tomat.
Elfarinsa et al. (2000) menyatakan pemanfaatan lahan tidur di bawah
tegakan tanaman perkebunan selama ini belum dioptimalkan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan efisiensi sistem produksi pertanian. Menurut
Pranoto (2012), sistem agroforestri pada zona hulu daerah aliran sungai sangat
prospektif untuk dikembangkan sebagai “vegetable agroforestry” yang
beriorientasi komersial. Beberapa tanaman semusim yang dapat berpotensi
dikembangkan dengan sistem agroforestri, yaitu bayam, kangkung, katuk, bawang

2
merah, tomat, kacang panjang, jagung, dan kubis (Manurunget al. 2008; Bahrun
2012).
Kendala yang dihadapi pada pola pertanaman pada areal di bawah tegakan
pepohonan adalah penurunan intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman.
Chozin et al. (2000) menyatakan bahwa nilai intensitas cahaya dibawah tegakan
karet umur 3 tahun setara dengan intensitas cahaya 50%. Kekurangan cahaya pada
tanaman tomat yang ditanam di bawah tegakan pohon ataupun sebagai tanaman
sela, menyebabkan terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi pada
turunnya laju fotosintesis dan rendahnya sintesis karbohidrat yang dihasilkan.
Akibatnya laju pertumbuhan dan produktivitas tomat di bawah naungan menjadi
rendah. Menurut Manurung et al. (2008), pada sistem tanaman dudukuhan dengan
cekaman cahaya rendah pada 32 – 174 *1000 lux menurunkan produksi tomat per
tanaman sebesar 26.6% dibandingkan dengan cahaya penuh.
Penggunaan varietas yang mampu tumbuh dan berkembang serta
berproduksi dengan baik pada cekaman naungan sangat penting untuk dapat
memanfaatkan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan (Sopandie et al.
2003). Namun, sampai saat ini masih sangat sedikit hasil penelitian mengenai
potensi pengembangan tomat terhadap naungan sehingga varietas unggul tomat
yang toleran terhadap naungan belum dilakukan. Penentuan varietas unggul tomat
toleran naungan dapat dilihat dari produksinya sehingga perlu dilakukan evaluasi
hasil tomat terhadap berbagai tingkat naungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi toleransi 20 genotipe tanaman tomat terhadap berbagai tingkat
naungan.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengevaluasi produksi genotipe-genotipe tanaman tomat pada berbagai
tingkat naungan
Mengetahui karakteristik morfologi, fisiologi, dan kualitas yang
berhubungan dengan toleransi terhadap naungan
Memperoleh informasi tentang kelompok toleransi 20 genotipe tanaman
tomat.

Hipotesis
1.
2.

Penelitian ini disusun dengan hipotesis bahwa:
Toleransi berbagai genotipe tomat terhadap naunganakan bervariasi dari peka
hingga toleran.
Terdapat beberapa karakter morfologi, fisiologi, dan kualitas hasil yang
berhubungan dengan toleransi terhadap naungan.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Lingkungan Tumbuh Tanaman Tomat
Tanaman tomat merupakan tanaman semusim tergolong dalam famili
Solanaceae, berbentuk perdu dengan tinggi dapat mencapai dua meter. Batangnya
dapat tegak atau menjalar, padat, dan berambut. Duduk daunnya teratur secara
spiral dengan filotaksis 2/5. Ada dua golongan tomat, yaitu tipe determinant dan
indeterminant. Bunga tomat hermafrodit, tumbuh secara berlawanan atau pada
ketiak daun, berwarna kuning dan bersifat self compatible pada daerah yang lebih
dingin (Ashari 2006).
Tomat memiliki akar tunggang yang menembus tanah dan akar serabut yang
tumbuh menyebar ke arah samping. Kemampuan akar menembus lapisan tanah
berkisar 30-70 cm. Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat,
berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan diantara bulubulu itu terdapat rambut kelenjar yang mampu mengeluarkan bau khas. Batang
tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas-ruas batang mengalami penebalan, dan
pada ruas bagian bawah tumbuh akar-akar pendek. Selain itu batang tanaman
tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan bercabang
banyak yang menyebar secara merata (Cahyono 2008).
Daun tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan membentuk celahcelah menyirip. Daun berwarna hijau dan merupakan daun majemuk ganjil
berukuran 5-10 cm. Daun bersusun selang seling mengelilingi batang tanaman.
Umumnya, daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna
hijau dan berbulu. Buah tomat berbentuk bulat datar, halus atau beralur, dengan
diameter sekitar 2 cm – 15 cm. Buah tomat bewarna hijau saat muda, mengkilap,
merah, dan oranye saat buah masak (Siemonsma dan Piluek 1994).
Tanaman tomat dapat tumbuh di dataran rendah (kurang dari 200 mdpl),
dataran medium (200-700 mdpl) dan dataran tinggi (lebih dari 700 mdpl). Tanah
yang gembur dan kaya unsur hara sangat disukai tomat untuk pertumbuhan
optimal. Tanaman tomat menyukai tanah yang tergolong asam, dengan pH 5.5 –
6.5. Suhu yang tinggi dan hujan mnyebabkan penurunan kualitas tomat dan
buahnya. Suhu siang 25-300C dengan suhu malam 160C dan 200C adalah optimum
untuk pertumbuhan dan pembungaan. Pembentukan buah terbaik antara suhu
18oC dan 24oC (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman
tomat. Penyerapan unsur hara oleh tomat akan dicapai apabila pencahyaan
berlangsung selama 12-14 jam per hari, sedangkan intensitas cahaya yang
dikehendaki adalah 0.25 mj.m-2 per jam (Hidayat 1997).
Peranan Cahaya Matahari untuk Tanaman
Cahaya matahari adalah salah satu faktor abiotik iklim yang memiliki
pernanan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya sangat
besar peranannya dalam proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, berbagai

4
pergerakan tanaman, dan perkecambahan (Salisbury dan Ross 1995; Taiz dan
Zeiger 2002).
Dalam hubungannya dengan tanaman, cahaya matahari digolongkan
menjadi tiga, yakni intensitas, kualitas dan fotoperiodisitas (Sugito 1999). Dari
ketiganya, aspek intensitas yang banyak berperan dalam konversi energi matahari
dibandingkan dengan dua aspek cahaya matahari lainnya. Cahaya matahari
sampai pada permukaan daun tanaman dapat secara langsung atau tidak, dapat
berupa gelombang pendek dan gelombang panjang yang diterima melalui
penerusan atmosfir, pemantulan awan dan pemantulan dari permukaan tanah
(Jones 1996).
Fotosintesis adalah kegiatan utama yang dilakukan tanaman dalam
memanfaatkan energi cahaya matahari. Terdapat tiga parameter utama dalam
menentukan ukuran cahaya yaitu kualitas spektrum, jumlah atau kuantitas dan
arah cahaya (Taiz dan Zeiger 2002). Tanaman dapat tumbuh pada spektrum
cahaya dengan panjang gelombang 400-700 nm (photosynthetically active
radiation/PAR). Energi cahaya dikonversi ke molekul berenergi tinggi (ATP) dan
NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel pada
membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen klorofil yang berperan
pada tanaman berdaun hijau adalah klorofil a dan b. Klorofil a mengabsorbsi
cahaya pada panjang gelombang 410, 430 dan 660 nm, sedangkan klorofil b pada
430, 455 dan 460 nm (Taiz dan Zeiger 2002). Klorofil a dan b berperan dalam
mengabsorbsi cahaya merah (600-700 nm) dan cahaya biru (400-500 nm)
(Gambar 1).

Gambar 1 Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa
disebut photosynthetically active radiation (PAR) (Salisbury dan Ross
1992)
Matahari menangkap cahaya merah dan biru untuk fotosintesis. Cahaya biru
memiliki panjang gelombang 430 nm dan cahaya merah 660 nm, sedangkan
cahaya hijau yang berada di tengah kisaran tidak dapat diserap secara efisien oleh
tanaman. Cahaya hijau memberikan efek hijau pada tanaman (Taiz dan Zeiger
2002).

5
Fotosintesis terjadi pada kloroplas yang berada pada daun yang berperan
dalam menangkap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia. Selain
pada daun, fotosintesis juga terjadi pada batang bunga dan buah dengan lintasan
fisiologi dan kimia yang berbeda dengan daun (Abdul dan Rasul 2005).
Fotosintesis berlangsung dalam kondisi ada cahaya dan cahaya memiliki fungsi
mengangkut elektron dari H2O untuk mereduksi NADPH+ menjadi NADPH dan
menyediakan energi untuk membentuk ATP dan Pi (Salisbury dan Ross 1995).
Buah tomat dapat menghasilkan hasil fotosintesis kotor lebih dari 15% melalui
aktivitas PEPCase pada bagian pericarp dan jaringan locular (Abdul dan Rasul
2005).
Respon Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah
Cahaya merupakan
faktor
penting
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman, karena selain berperan utama pada proses fotosintesis,
cahaya juga sebagai pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis
terutama pada tahap awal pertumbuhan tanaman (Mc Nellis dan Deng 1995).
Intensitas cahaya berperan besar dalam hubungannya dengan tanaman.
Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per
satuan luas dan per satuan waktu. Adanya satuan waktu berarti dalam pengukuran
ini termasuk pula lama penyinaran atau lama matahari bersinar dalam satu hari
(Sugito 1999). Di Indonesia yang beriklim tropis, intensitas cahaya matahari
dipengaruhi oleh musim, letak geografis dan ketinggian tempat. Pada musim
hujan, dimana terdapat banyak awan, penerimaan intensitas cahaya matahari
hanya berkisar 47%, namun pada musim kemarau di mana pembentukan awan
relatif berkurang intensitas cahaya matahari bisa mencapai 70% (Lawlor 1993).
Intensitas cahaya rendah akan mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan
produksi tanaman serta terganggunya berbagai proses metabolisme tanaman. Pada
budidaya tanaman tomat dengan sistem dudukuhan dengan cekaman cahaya
rendah pada 32 – 174 *1000 lux menurunkan produksi tomat per tanaman sebesar
26.6% dibandingkan dengan cahaya penuh (Manurung et al. 2008).
Intensitas cahaya rendah juga mempengaruhi kualitas hasil suatu tanaman.
Gent (2007) melaporkan bahwa pada tanaman tomat, dengan meningkatnya
tingkat naungan akan menurunkan jumlah buah yang pecah, blossom end root,
dan ketidakmerataan kematangan buah serta meningkatkan hasil yang dapat dijual
kepasaran. Pada budidaya tanaman kopi, naungan meningkatkan ukuran dari biji
kopi dan rasa kopi (Bote dan Struik 2011).
Tanaman di alam tidak tumbuh pada habitat yang terus menerus ternaungi
(deep shade) maupun habitat yang terus menerus terbuka (sun bright). Habitat
tumbuh sering dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan. Adaptasi tumbuhan
terhadap kondisi lingkungan menunjukkan respon yang berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh faktor genetik. Secara genetik tanaman yang toleran terhadap
naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan
lingkungan (Mohr dan Scoopfer 1995).
Tanaman berdasarkan respon terhadap cahaya matahari dapat dikelompokan
menjadi tiga golongan yaitu tanaman suka cahaya (sun plant), tanaman suka
naungan (shade plant), dan tanaman fakultatif yaitu dapat sebagai tanaman
naungan atau tanaman matahari. Tumbuhan fakultatif umumnya berasal dari

6
kelompok tumbuhan C3 dan tumbuhan matahari dari C4. Adaptasi kedua
kelompok tanaman ini terhadap naungan menunjukkan sifat morfologi dan
fotosintesis mirip dengan tumbuhan naungan dan pertumbuhan menjadi lambat
(Salisbury dan Ross 1995).
Menurut Abdul dan Rasul (2005), naungan merupakan suatu bentuk
pengurangan cahaya yang diterima oleh tanaman. Secara umum naungan dapat
bersifat temporal dan permanen.Perubahan cahaya dapat mempengaruhi anatomi,
morfologi dan fisiologi tanaman. Lapisan atas perangkat fotosintesis, sel palisade
dapat berubah sesuai dengan kondisi cahaya, yang menyebabkan tanaman menjadi
efisien dalam menyimpan energi cahaya untuk perkembangannya (Taiz dan
Zeiger 2002). Tanaman yang berada pada kondisi ternaungi biasanya
menunjukkan pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil yang
menyebabkan daun yang terbentuk lebih luas dan tipis (Mohr dan Schoopfer
1995; Khumaida 2002). Penipisan daun ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah
dan ukuran sel palisade, dimana sel-selnya mengecil sehingga hanya berbeda
sedikit ukurannya dengan sel bunga karang dan bentuknya tidak beraturan. Hal ini
menyebabkan banyaknya rongga udara dan air yang terbentuk, sehingga pancaran
cahaya yang diterima lebih baik dan jumlah cahaya yang mencapai sel lebih tinggi
(Taiz dan Zeiger 2002).
Kemampuan tanaman dalam beradaptasi terhadap cekaman intensitas
cahaya rendah tergantung pada kemampuan tanaman tersebut untuk melakukan
proses fotosintesis secara normal dalam kondisi intensitas cahaya rendah tersebut.
Kemampuan tersebut dapat melalui dua cara, yaitu melalui: (a) peningkatan luas
daun sebagai cara meningkatkan luas bidang tangkapan, dan (b) mengurangi
jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan (Hale dan Orchut
1987). Sebelumnya, Levitt (1980) menyatakan bahwa penyesuaian tanaman dalam
terhadap intensitas cahaya rendah dicapai melalui mekanisme penghindaran
(avoidance) dan mekanisme toleransi. Mekanisme penghindaraan berkaitan
dengan perubahan anatomi dan morfologi daun agar dapat lebih efesien dalam
melakukan fotosintesis (Gambar 2). Mekanisme toleransi berkaitan dengan
penurunan titik kompensasi cahaya dan respirasi yang efesien.
Mekanisme penghindaran intensitas cahaya rendah telah terbukti dari
beberapa hasil penelitian seperti: Meningkatnya luas daun kedelai pada beberapa
tingkat naungan dibandingkan kontrol (Handayani 2003; Lestari 2005; Tyas 2006;
Kisman 2007; Muhuria 2007). Peningkatan luas daun diketahui juga terjadi pada
daun Pisum sativum L. (Akhter et al. 2009). Disamping itu cahaya terbukti
mempengaruhi orientasi kloroplas tanaman. Pada intensitas cahaya rendah
kloroplas akan mengumpul pada dua bagian, yaitu pada kedua sisi dinding sel
terdekat dan terjauh dari cahaya (Salisbury dan Ross 1995). Hal ini menyebabkan
warna daun lebih hijau karena posisi kloroplas yang terkonsentrasi pada
permukaan daun (Myers et al. 1997).
Pada kondisi intensitas cahaya rendah, tanaman akan meningkatkan
kandungan klorofil dan mengurangi rasio klorofil a terhadap b, dengan
meningkatkan jumlah klorofil b (Taiz dan Zeiger 2002). Hal ini disebabkan oleh
perubahan ukuran dan bentuk antena. Tanaman pada intensitas cahaya rendah
memiliki PS II yang mengandung lebih banyak antena Light Harvesting Complex
(LHC) II, sehingga rasio klorofil a/b rendah dan rasio LHC II/PS II tinggi
(Khumaida 2002). Peningkatan jumlah klorofil tanaman pada intensitas cahaya

7
rendah berkaitan erat dengan meningkatnya protein klorofil a/b pada LHC II. Hal
ini ditunjukkan juga oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki klorofil a dan
b yang lebih tinggi serta nisbah a/b lebih rendah dibanding peka (Soverda 2002;
Sopandie et al. 2003). Hal yang sama juga dijumpai pada kedelai dan talas
toleran (Djukri 2003; Sopandie et al. 2003).
Peningkatan efesiensi
penangkapan cahaya

Peningkatan penangkapan cahaya
per unit area fotosintentik

Peningkatan area
penangkapan cahaya
Peningkatan proposi area
fotosintentik (daun)

Refleksi
avoidance

Transmisi
avoidance

Hilangnya kutikula, lilin
dan rambut pada
permukaan daun
Peningkatan
kandungan
kloroplas
Peningkatan kandungan
kloroplas per sel mesofil

“waste”
absorbsi
avoidance

Hilangnya pigmen
non-kloroplas
(Antosianin)
Peningkatan kandungan
pigmen per kloroplas

Kloroplas kandungan
kloroplas dalam sel
epidermis

Gambar 2 Adaptasi tanaman naungan yang berperan penting dalam avoidance
terhadap defisit cahaya (Levit 1980).
Intensitas cahaya rendah juga menyebabkan perubahan fisiologi. Muhuria
(2007) menyatakan bahwa terjadi penurunan laju fotosintesis maksimum dan laju
transpor elektron maksimum, laju respirasi gelap dan titik kompensasi cahaya
serta peningkatan kandungan sukrosa dan pati sebagai respon penurunan intensitas
cahaya. Lautt et al. (2000) pada padi gogo menunjukkan bahwa galur padi gogo
memperlihatkan kandungan pati yang lebih tinggi daripada yang peka ketika
dinaungi 50% saat vegetatif aktif. Muhuria (2007) menambahkan bahwa kedelai
toleran memiliki kandungan sukrosa dan pati yang lebih tinggi dibandingkan
kedelai peka naungan.

8

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan April 2013di
kebun percobaan Cikabayan IPB, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor.
Analisis fisiologi tanaman akan dilakukan di laboratorium Molecular Marker and
Spectrophotometry UV-VIS, Mikroteknik, dan Pascapanen Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Bahan
Bahan genetik yang digunakan terdiri atas 20 genotipe tomat koleksi bagian
Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
(Tabel 1). Bahan lain yang digunakan adalah NPK 15-15-15 600 kg/ha, kascing,
arang sekam, NPK Mutiara 16-16-16, pupuk daun, furadan, fungisida dan
insektisida. Bahan kimia yang digunakan antara lain bahan kimia untuk analisis
klorofil dan analisis total asam tertitrasi (NaOH 1% dan larutan phenolphthalein).
Tabel 1 Genotipe tomat bahan penelitian
No.
Genotipe
Kode
No.
1.
Intan
T1
11.
2.
GIK
T3
12.
3.
SSH 3
T6
13.
4.
Karina
T13
14.
5.
Roma
T21
15.
6.
Rempai
T23
16.
7.
Apel
T30
17.
8.
SSH 9
T33
18.
9.
SSH 10
T34
19.
10.
M4HH
T43
20.

Genotipe
Bogor
Medan 4
Kediri 1
Papua 2
Montero
Fatma
Ratna
Delana
Palupi
Mawar

Kode
T53
T57
T60
T64
T80
T82
T83
T84
T85
T86

Alat
Peralatan yang digunakan antara lain: tray persemaian, polibag berukuran
35 cm x 35 cm, timbangan analitik, oven, sentrifuge heraeus labofuge-400R,
spektrofotometer shimadzu UV-1800, alat-alat budidaya secara umum, alat-alat
laboratorium untuk analisis kimia, lux meter, termohygrometer, mikroskop,
refraktometer, penetrometer, dan alat-alat penunjang penelitian lainnya. Naungan
menggunakan paranet bewarna hitam dengan tingkat naungan 25%, 50% dan
75%.

9
Prosedur Penelitian
Percobaan disusun secara faktorial dalam Rancangan Petak Tersarang
(nested design) dengan tiga ulangan dan 5 tanaman untuk setiap ulangan. Tata
letak percobaan ditunjukkan pada Lampiran 1. Faktor naungan terdiri atas empat
taraf naungan naungan 0%, 25%, 50%, dan 75%. Faktor genotipe tomat terdiri
atas 20genotipe.
Model matematika percobaan ini mengikuti model Gomez dan Gomez
(1995) sebagai berikut:
Yijk = µ + Ni + U(N)ji +Gk + (GN)jk + εijk
dengan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada naungan ke-i, genotipe ke-j dan blok ke-k
µ
= rataan umum
Ni
= pengaruh naungan ke-i (i=1, 2, 3, dan 4)
U(N)ji = pengaruh ulangan ke-j dalam naungan ke-i (j=1,2, dan 3)
Gk
= pengaruh genotipe ke-k (k=1-20)
(BG)jk = pengaruh interkasi antara naungan ke-i dengan genotipe ke-k
εijk
= galat akibat pengaruh naungan ke-i, ulangan ke-j dan genotipe ke-k
Pelaksanaan Penelitian
1. Penyemaian Tomat
Benih tomat disemaikan terlebih dahulu di tray semai ukuran 105 lubang.
Media persemaian yang digunakan berupa media kascing dan arang sekam,
(1:1/v:v). Penyiraman dilakukan sehari dua kali, yaitu pagi dan sore hari.
Pemberian pupuk daun dilakukan setiap empat hari sekali dengan konsentrasi
1 g l-1. Bibit dipindahkan ke lapangan pada umur bibit empat minggu.
2. Penanaman Tomat
Paranet yang digunakan sesuai dengan perlakuan (Gambar 3). Naungan
dibuat dengan memasang paranet hitam pada semua sisi rangka naungan dengan
tinggi naungan 1.8 meter. Pembuatan naungan dilakukan dua minggu sebelum
penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah pemasangan dari timur ke
barat untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimum.
Bibit tomat yang berumur empat minggu dipindah dari persemaian ke
polibag berukuran 35 cm x 35 cm (6 kg). Bibit yang ditanam dipilih yang seragam
pertumbuhannya, tidak terserang hama dan penyakit dan warna daun hijau segar.
Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang (1:1/v:v).
Bibit ditanam di polibag dengan satu bibit per polibag. Polibag ditempatkan
dengan jarak 50 cm x 70 cm . Setelah pemindahan dilakukan pemberian furadan
dan pupuk dasar. Pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk majemuk NPK 15-1515 dengan dosis 600 kg ha-1 (Nurtika 2007) sehingga kebutuhan pupuk per
polibag yaitu 1.8 g. Aplikasi pupuk dasar dilakukan dengan cara ditugal sekitar 10
cm dari tanaman.
3. Pemeliharan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pemupukan
lanjutan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan
pada 1 MST. Pemupukan lanjutanberupa NPK Mutiara 16-16-16 diberikan setiap
minggu pada fase vegetatif dengan konsentrasi 10 g l-1dan Growmore 10-55-10
pada fase generatif dengan konsentrasi 2 g l-1. Pupuk lanjutan diaplikasikan

10
sebanyak 250 ml polibag-1. Pengajiran dilakukan pada satu minggu setelah tanam.
Pengajiran dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah. Penyiangan gulma
dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara manual dan kimiawi.

(a)

(c)

(b)

(d)

Gambar 3 Bangunan paranet taraf (a) 0%, (b) 25%, (c) 50%, (d) 75%
4.

Pemanenan
Pemanenan tomat dilakukan pada tanaman yang telah berumur 8-11 MST.
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah pada tahap light red. Tahap
light red merupakan tahap dimana permukaan buah >60% merah.
Pengamatan
Pada percobaan ini pengamatan yang dilakukan meliputi komponen
pertumbuhan tanaman, komponen produksi tanaman, komponen fisiologis
tanaman dan komponen kualitas hasil buah.
A. Komponen pertumbuhan tanaman:
1) Tinggi tanaman (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu
sejak 2-8 MST (minggu setelah tanam) dengan cara mengukur tinggi
tanaman dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman.
2) Jumlah daun. Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu dari
2 – 8 MST dengan cara menghitung semua daun majemuk.
3) Luas daun (cm2). Pengukuran luasan daun dengan rumus LD = 0.347x
(PxL)-10.7 (Blanco dan Felogatti 2003), pada saat 7 MST.

11
4) Umur berbunga (hari setelah tanam). Pengamatan waktu berbunga
dilakukan setelah 75% dari populasi tanaman tomat berbunga, diamati
pada bunga ketiga dari tandan kedua.
5) Diameter batang. Pengamatan dilakukan pada tanaman berumur 8 MST.
6) Iklim mikro (suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya).
Pengukuran ini dilakukan dua minggu sekali pada pukul 08.00, 13.00,
dan 16.00. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter dengan
satuan lux.
B. Komponen produksi tanaman
1) Jumlah buahper tanaman. Perhitungan jumlah buah yang diperoleh dari
panen pertama hingga panen terakhir dari tiap tanaman
2) Bobot buah per tanaman (g). Pengukuran bobot buah per tanaman
diperoleh dari jumlah bobot total buah pada tiap tanaman.
3) Diameter buah (cm). Pengukuran diameter diukur bagian tengah buah
yang paling lebar dengan menggunakan jangka sorong.
4) Bobot per buah (g). Pengukuran bobot per buah diperoleh dari bobot buah
per tanaman dibagi dengan jumlah buah per tanaman.
C. Komponen fisiologis tanaman
1) Ketebalan daun. Pengukuran ketebalan daun dilakukan pada 7 MST
dengan mengamati daun ketiga dari pucuk, prosedur kerja disajikan pada
Lampiran 2.
2) Kerapatan stomata. Pengukuran kerapatan stomata dilakukan pada
7 MST dilakukan dengan metode Sumargono (1994), prosedur kerja
disajikan pada Lampiran 3.
3) Kandungan klorofil a, dan b (mg.g-1 daun segar). Pengukuran kadar
klorofil dilakukan pada 8 MST menggunakan spektofotometer dengan
metode Sims dan Gamon (2002), prosedur kerja disajikan pada Lampiran
4.
D. Komponen kualitas buah tomat
1) Kekerasan buah. Pengukuran kekerasan buah menggunakan penetrometer.
Alat diatur pada beban 50 gram, dengan jarak tusukan jarum ke dalam
kulit dan daging buah 0.05 cm hingga 0.3 cm selama 5 detik. Pengukuran
dilakukan pada tiga tempat yang berbeda yaitu bagian pangkal, tengah,
dan ujung buah tomat.
2) Total padatan terlarut. Kandungan padatan terlarut total diukur dengan
menggunakan hand refraktometer. Buah tomat dihancurkan dengan
blender, kemudian cairan buah yang telah disaring diteteskan pada
prisma refraktometer. Indeks refraksi sebagai total padatan terlarut
ditentukan dengan melihat angka yang tertera pada skala refraktometer
dalam satuan oBrix.
3) Total asam tertitrasi (TAT). Kandungan asam tertitrasi diukur dengan
melakukan titrasi. Sebanyak 25 g tomat dihancurkan dan disaring
menggunakan dengan kain bersih dan filtratnya dimasukkan ke dalam
gelas piala 100 ml dan diberi air aquades secukupnya. Filtrat yang telah
diencerkan disaring kembali menggunakan kertas saring dan filtratnya
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian diberi aquades sampai
tanda tera. Sebanyak 25 ml filtrat diambil dengan menggunakan pipet
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, diberi indikator

12
phenolphtalein sebanyak dua tetes. Setelah itu filtrat dititrasi dengan
larutan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
muda. Kandungan TAT dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Keterangan:
fp
: faktor pengencer (100/25)
BE
: bobot ekivalen asam sitrat (64)
Analisis Data
Tingkat toleransi ditentukan berdasarkan produksi relatif buah tomat pada
tingkat naungan yang menghasilkan keragaman yang tertinggi (Djukri dan
Purwoko 2003). Pengelompokan tingkat toleransi tanaman ditetapkan berdasarkan
persentase produksi relatif tanaman (Elfarisna 2000). Berdasarkan hal tersebut
genotipe tomat dikelompokkan dengan kriteria sebagai berikut: (1) genotipe peka
bila produksi relatif 100%). Analisis antar
perlakuan diuji menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ) dan kontras ortogonal taraf
α0.05 menggunakan SAS 9.0.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Data BMG (2013), menunjukkan curah hujan rata-rata pada bulan FebruariApril 2013 berturut-turut adalah 17.66, 15.91, dan 9.82 mm , sedangkan suhu ratarata harian berkisar antara 23-32.4 oC, intensitas cahaya matahari yang diterima
pada saat penelitian berlangsung berkisar antara 294-314 Cal.cm-2. Kelembaban
nisbi pada lingkungan penelitian berkisar antara 83.68-85.37%.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam bangunan paranet dengan taraf
25%, 50%, dan 75%, di kebun Cikabayan IPB. Bibit dipindah tanam atau
transplanting saat bibit berumur 4 MST. Rata-rata persentase bibit yang tumbuh di
persemaian yaitu 93%. Genotipe T60 dan T843 memiliki persentase hidup kurang
dari 80%, yaitu 61% dan 73%. Penanaman dilakukan dengan menggunakan
polibag. Rata-rata persentase hidup tanaman tomat di lapang pada 3 MST
mencapai 92%. Pada awal penanaman, persentase kematian tertinggi terjadi pada
genotipe T1 (18.33%) dan T84 (11.9%).
Serangan hama yang ditemukan dalam penelitian ini adalah belalang hijau
(Nympahea sp.), jangkrik, dan ulat buah tomat (Helicoperva armigera).
Pengendalian hama dilakuka secara fisik dan kimia. Pengendalian kimia
dilakukan dengan cara pemberian Decis 2.5 EC (Deltamethrin) seminggu sekali.
Penyakit yang menyerang adalah virus kuning/tomato yellow leaf curl virus
(TYLCV) dan layu bakteri. Penyakit virus kuning tersebut disebabkan oleh
gemini virus. Gejala yang umum dari infeksi gemini virus adalah daun berkerut
dan keriting, daun menjadi kecil, daun menguning, daun mengecil dan cupping

13
(daun melengkung ke atas), penebalan tulang dan anak tulang daun, penguningan
lamina daun, dan tanaman menjadi kerdil (Aidawati 2006).
Gejala yang terlihat seperti klorosis pada anak tulang daun dari daun muda
menyebar kesuluruh bagian tanaman, hingga tampak tanaman menguning
(Gambar 4). Infeksi lanjut dari gemini virus dapat menyebabkan daun-daun
mengecil, tanaman menjadi kerdil, sehingga menghambat pertumbuhan yang akan
mengakibatkan menurunnya hasil dan kematian tanaman. Penyakit ini banyak
menyerang pada perlakuan naungan 0% dan 25% yaitu sekitar 28%. Genotipe
tomat yang paling banyak terserang yaitu genotipe T84 dan T43, terserang sekitar
80% dan 53% pada perlakuan tanpa naungan. Pengendalian dilakukan dengan
mencabut atau membuang tanaman untuk mengurangi dan menghilangkan sumber
virus.

Gambar 4 Penyakit virus kuning yang menyerang tanaman tomat
Selain pengendalian hama dan penyakit, dilakukan pemeliharaan lainnya
seperti, pengendalian gulma dan pemangkasan tunas air. Pengendalian gulma
dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag
maupun sekitar lahan percobaan. Pemangkasan tunas air dilakukan secara manual
dan menyisakan dua batang utama.
Naungan, genotipe, dan interaksi antar keduanya berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan, produksi, komponen hasil, morfologi, fisiologi, dan
kualitas buah tomat. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh naungan, genotipe
dan interaki antar keduanya disajikan pada Tabel 2 .

14
Tabel 2 Anova pengaruh naungan dan genotipe terhadap peubah yang diamatia
Naungan
Genotipe
Interaksi
Peubah
KT
F-hit
KT
F-hit
KT
F-hit
Tinggi tanaman
35642.75 313.73** 5238.73
46.11** 312.931
2.75**
Jumlah Daun
463.71
26.21**
334.66
18.92**
25.61
1.45*
Luas daun
121459
76.86**
22948
14.52**
4243
2.69**
Diameter Batang
3.22 105.99**
0.069
2.29**
0.039
1.31tn
Umur berbunga
2895.95 730.82**
22.95
5.79**
10.56
2.67**
Klorofil a
15.31 364.69**
0.37
8.79**
0.09
2.27**
Klorofil b
3.76 475.57**
0.06
7.95**
0.01
2.04**
Klorofil a/b
3.05 188.77**
0.01
3.42**
0.01
1.88**
Ketebalan daun
195204
54.72**
3741
1.05tn
5324
1.49*
Kerapatan
9724.35
7.35** 3730.27
2.82** 2127.95
1.61*
stomata
Kekerasan buah
0.10
93.77**
0.06
54.22**
0.02 19.16**
PTT
38.72 176.20**
4.91
22.38**
3.94 17.95**
TAT
39130
75.52**
69878 134.86**
43175 83.33**
Diameter buah
4265.97 550.97**
329.34
45.54**
219.02 28.29**
Bobot per buah
2486.84
6.63**
986.70
2.01**
489.76
1.31tn
Jumlah buah per
tanaman
6013 183.78**
335.65
10.26**
70.91
2.17**
Produksi
buah
per tanaman
2134074 141.73**
49315
3.28**
32667
2.17**
a

KT=Kuadrat Tengah; PTT: padatan total terlarut, TAT: total asam tertitrasi; * = nyata pada
taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; dan tn = tidak berpengaruh nyata.

Hasil pengamatan iklim mikro di bawah naungan paranet, yang meliputi
rata-rata intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban relatif disajikan pada
Tabel3. Perbedaan tingkat naungan mempengaruhi intensitas cahaya, suhu udara,
dan kelembaban udara sehingga intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman
berbeda dan mempengaruhi ketersediaan cahaya yang akan diubah menjadi energi
kimia. Semakin besar tingkat naungan maka suhu udara makin rendah dan
kelembaban semakin tinggi.
Tabel 3 Rata-rata iklim mikro pada empat taraf naungan
Naungan
Peubah
0%
25%
50%
Intensitas cahaya
(1 000 lux)
1 417
1 064
646
o
Suhu harian ( C)
29.19
26.94
27.01
Kelembaban (%)
71.19
71.57
72.10

75%
428
25.92
72.43

15
Evaluasi Produksi Tanaman Tomat pada berbagai Tingkat Naungan
Produksi. Pola hubungan antara naungan dan rata-rata produksi buah per
tanaman membentuk kurva kuadratik dengan persamaan Y= -1731x2 + 920.8x +
314 (R2 = 0.979) (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa produksi meningkat
seiring dengan peningkatan naungan dan mencapai titik maksimal pada naungan
25%, selanjutnya peningkatan naungan menurunkan produksi buah per tanaman
tomat.

Gambar 5 Respon rata-rata produksi buah per tanaman terhadap naungan
Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) naungan, genotipe, dan
interaksi antar keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap produksi per tanaman
tomat. Naungan 25% menyebabkan peningkatan produksi tomat pada sebagian
besar genotipe yang diuji. Rata-rata produksi pada empat tingkat naungan
disajikan pada Tabel 4. Pemberian naungan 0%-50% menghasilkan produksi yang
lebih tinggi dibanding naungan 75%. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya
matahari yang diterima tanaman lebih tinggi sehingga akan mempengaruhi
ketersediaan energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia (Pantilu et al. 2012).
Energi kimia tersebut adalah proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat
untuk digunakan tanaman dalam proses pertumbuhan dan produksinya.
Berdasarkan data hasil pengamatan di lapangan, rata-rata intensitas cahaya yang
diterima pada masing-masing naungan sebesar 1417*1000 lux pada naungan 0%,
1064*1000 lux pada naungan 25%, 646*1000 lux pada naungan 50%, dan
428*1000 lux pada naungan 75%. Manurung et al. (2008) menyatakan bahwa
pertumbuhan tomat optimal pada areal terbuka sebesar 482-540*1000 lux.
Produksi relatif pada setiap naungan merupakan salah satu dasar penentuan
genotipe tomat kelompok peka, toleran, atau senang naungan. Pemberian naungan
25% meningkatkan produksi relatif pada semua genotipe kecuali genotipe T3, T13,
T34, dan T83. Sedangkan naungan 75% menurunkan produksi relatif 10-97%.
Berdasarkan produksi relatif, pemberian naungan 50% menghasilkan keragaman
yang tinggi antar genotipe yaitu sebesar 32%. Nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan keragaman pada naungan 25% (16%) dan 75% (6%).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini naungan 50%
dijadikan dasar penentuan toleransi tanaman tomat. Djukri dan Purwoko (2003)

16
menyatakan bahwa naungan 50% dipilih untuk menyaring klon talas toleran
naungan.
Berdasarkan produksi relatif maka dihasilkan pengelompokan genotipe
seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Pemberian naungan 50% dapat meningkatkan
produksi per tanaman pada genotipe senang naungan hingga 33%. Genotipe peka,
dan toleran menunjukkan penurunan produksi relatif masing-masing 37% dan
10% pada naungan 50%. Peningkatan produksi relatif tertinggi pada taraf naungan
50% ditunjukkan oleh genotipe T43 yaitu 80%, sedangkan genotipe T84
mengalami penurunan produksi relatif tertinggi yaitu 43%.
Tabel 4 Produksi buah tomat per tanaman 20 genotipe pada berbagai tingkat
naungan (g)x
Naungan
Genotipe
0%
25%
50%
75%
Peka Naungan ....................................... g ...............................................
T1
325.98a 470.83 a (145)
241.37ab (74) 45.00a (14)
T23
228.98a 331.43a (145)
135.17b (59)
7.75a (3)
T84
455.43a 558.87a (123)
261.66a (57)
0.00b (0)
Rata-rata
342.21
445.15 (135)
198.41(63)
3.87 (5)
Toleran Naungan
T3
356.89a 319.88b (90)
296.33a (83)
62.87a (18)
T21
326.33a 685.25ab (210) 302.45a (93)
0.00b(0)
T33
429.04a 670.28ab (156) 396.95a (93)
37.08a (9)
T34
413.37a 337.58b (82)
374.85a (91)
87.51a (21)
T53
233.70a 324.68b (139)
214.63a (92)
83.62a (36)
T60
300.44a 358.38b (119)
253.43a (84)
22.88a (8)
T80
499.77a 816.94a (163)
443.96a (89)
25.25 a (5)
T83
526.02a 391.92b (75)
488.38a (93)
0.00b (0)
T86
355.81a 515.68ab (145) 333.41a (94)
35.06 a (90)
Rata-rata
382.37
491.18 (128)
344.93 (90)
39.36 (10)
Senang Naungan
T6
280.60a 544.21a (193)
343.58a (122)
0.00b(0)
T13
338.68a 331.04a (98)
362.57a (107) 30.08b (9)
T30
298.49a 457.75a (153)
366.25a (123) 23.52b (8)
T43
229.20a 308.96a (135)
411.67a (180) 35.48b (15)
T57
315.65a 475.84a (151)
323.23a (102) 43.05ab (14)
T64
349.32a 509.19a (146)
490.69a (140) 30.60b (9)
T82
324.95a 406.79a (125)
511.86a (158)
0.00b (0)
T85
214.20a 391.45a (183)
330.88a (154) 108.98a (51)
Rata-rata
293.89
428.15 (145)
392.59 (133)
33.96 (12)
x

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada kelompok tingkat toleransi
tidak berbeda nyata menurut BNJ pada α= 5%. Angka di dalam kurung menunjukkan persentase
relatif terhadap kontrol.

17
Peningkatan produksi pada genotipe senang naungan diduga karena
pemberian naungan 50% menurunkan suhu sampai pada titik yang mungkin dapat
mengurangi tingkat respirasi. Pemberian naungan 50% mengakibatkan suhu yang
didapat tanaman lebih rendah (27 oC) dibandingkan dengan perlakuan tanpa
naungan (29 oC). Menurunnya tingkat respirasi akan menurunkan proses
pembakaran kabohidrat, sehingga akan lebih banyak terakumulasi pada buah.
Hasil tersebut sependapat dengan Khattak et al. (2007), yang menyatakan bahwa
produksi tomat meningkat dengan meningkatnya tingkat naungan.
Selain faktor lingkungan, faktor genotipe berpengaruh terhadap respon
tanaman. Genotipe toleran memiliki kemampuan aktivitas fotosintesis yang relatif
tinggi pada kondisi ternaungi sehingga dapat menghasilkan fotosintat yang
memadai untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Sopandie et al. (2003),
Sasmita et al. (2006), dan Soverda (2011) melaporkan bahwa genotipe padi gogo
dan kedelai toleran pada naungan 50% menghasilkan produksi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipe peka.
Jumlah buah per tanaman. Jumlah buah sangat nyata dipengaruhi oleh
naungan, genotipe, dan interaksinya (Tabel 2). Hubungan jumlah buah dengan
produksi per tanaman berkolerasi positif namun tidak nyata. Jumlah buah per
tanaman mengalami penurunan pada kelompok genotipe peka dan toleran masingmasing 46% dan 24% pada naungan 50% (Tabel 5). Namun pada genotipe senang
naungan, jumlah buah per tanaman mengalami peningkatan sebesar 5% pada
naungan 50%. Genotipe senang naungan mampu menghasilkan jumlah buah per