Agronomic performance and seed oil content of physic nut (Jatropha curcas L ) in wet climate of Bogor

(1)

PENA

AMPILAN

AKSES

DI DA

IN

N AGRON

SI JARAK

AERAH B

JULIO

SEKOLA

NSTITUT

NOMI DA

K PAGAR

BERIKLIM

O DE JESU

AH PASC

T PERTA

BOGO

2011

AN KAND

R (Jatroph

M BASAH

US GOM

CASARJA

ANIAN BO

OR

1

DUNGAN

ha curcas

H BOGO

MEZ

ANA

OGOR

N MINYA

s L.)

OR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul “ Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor “ merupakan hasil penelitian saya dengan arahan tim pembimbing dan tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar pada program sejenis kepada perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam referensi di bagian akhir tesis ini serta dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2011 Julio de Jesus Gomez


(3)

ABSTRACT

JULIO DE JESUS GOMES. Agronomic Performance and Seed Oil Content of Physic Nut (Jatropha curcas L.) in Wet Climate of Bogor. Under supervision of

BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman and HARIYADI as member of the advisory committee.

Performance of agronomic characters of physic nut was determined on several physic nut genotypes in high rainfall area of Bogor, West Java since January 2010 until September 2011. The research used completely randomized block design with single factor, i.e genotypes (IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Timur,Lombok Tengah, Lombok Barat, Sumbawa Besar and Bima) and three replicates. There were two stages of research. In the first stage (January 2010 – December 2010), the plants were without pruning since planting, while in the second stage (January 2011 – September 2011) the plants were pruned. Observation on the first stage showed that the most productive physic nut in high rainfall was the IP – 1A genotype (87.7 kg/ha), and observation on the second stage showed that the most productive physic nut after pruning in high rainfall was the IP – 2P genotype (1014.2 kg/ha). The characters influencing the yield were number of fruits/plant, fruit weight, and number of seeds/plant. The highest oil content (seed basis) was achieved by Lombok Tengah genotype (32.61 %) while on kernel basis it was 53.34 %.


(4)

JULIO DE JESUS GOMEZ. Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO selaku ketua komisi dan

HARIYADI sebagai anggota komisi pembimbing.

Dalam rangka pengembangan tanaman jarak pagar sangat diperlukan ketersedian klon unggul yang sesuai dengan kebutuhan konsumen menjadi syarat yang harus dipenuhi dalam usaha pengembangan tanaman jarak pagar sebagai tanaman sumber bahan bakar alternatif. Oleh karena itu diperlukan ketersediaan genotipe unggul yang berproduksi tinggi pada suatu wilayah. Tanaman ini dapat tumbuh mulai dari daerah yang beriklim sangat kering hingga sangat basah, namun potensi produksi setiap genotipe di berbagai wilayah belum diketahui. Pengujian provenan di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tinggi perlu dilakukan guna mendapatkan informasi tentang produksi dan kandungan minyak jarak pagar. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi penampilan agronomi beberapa aksesi jarak pagar unggul yang sesuai dibudidayakan di daerah beriklim basah sebelum dipangkas dan setelah dipangkas.

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2010 sampai dengan September 2011 di Kebun Percobaan (UF) Cikabayan IPB, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Depatemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan pengujian kadar minyak dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Depatemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Pengamatan karakter agronomi terdiri atas pengamatan kuantitatif. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu genotipe jarak pagar dan diulang sebanyak tiga kali serta satu unit percobaan terdapat dua belas tanaman, dengan ukuran tiap petak adalah 6 m x 8 m. Jarak tanam yang digunakan 2 m x 2 m, dengan blok sebagai ulangannya. Bahan genotipe yang digunakan IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa Besar dan Bima. Pengamatan dilakukan pada pada semua tanaman dari setiap genotipe pada masing - masing satuan unit percobaan. Percobaan kedua yaitu dengan pemangkasan total dari delapan genotipe dengan tinggi pangkasan 30 cm dari pangkal cabang utama.

Hasil penelitian pada percobaan pertama (sebelum pemangkasan) menunjukkan produktivitas jarak pagar tertinggi pada tahun kedua di daerah beriklim basah terdapat pada genotipe IP - 1A dengan bobot kering biji 87.7 kg per ha (35.08 g/tanaman, 420.9 g/petak), IP-2P 73.4 kg/ha (29.37 g/tanaman, 352.4 g/petak), dan terendah dicapai oleh genotipe Bima dengan bobot kering biji 5.7 kg/ha. Pada percobaan kedua (setelah pemangkasan) hasil produksi biji kering tertinggi dicapai oleh genotipe IP-2P (1014.2 kg per hektar) atau (498.46 g/tanaman, 4.87 kg/petak), IP-1A (949.2 kg per hektar) atau (365.20 g/tanaman, 4.56 kg/petak), dan terendah diperoleh dari genotipe Bima dengan bobot biji kering 43.7 kg per hektar. Rendemen minyak biji jarak pagar yang diperoleh


(5)

Genotipe Lombok Tengah menghasilkan kadar minyak tertinggi (32.61 %).


(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor,Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi undang – undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah,

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

DI DAERAH BERIKLIM BASAH BOGOR

JULIO DE JESUS GOMEZ

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul Tesis : Penampilan Agronomi dan Kandungan

Minyak Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor

Nama Mahasiswa : Julio de Jesus Gomez Nomor Pokok : A252098021/AGH

Program Studi/Mayor : Agronomi dan Hortikultura

Disetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. Dr. Ir. Hariyadi, M.S. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi AGH, Dekan Sekolah PascaSarjana,

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(10)

PRAKATA

Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa semesta alam, atas segala karunia, rahmat, serta petunjuk dan nikmat-Nya yang tiada terhingga yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan diselesaikannya penulisan tesis ini. Tesis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 – September 2011, dengan judul “ Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor .“

Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menyadari bahwa keberhasilan tersebut merupakan bimbingan dan bantuan yang tulus dan ikhlas dari berbagai pihak baik perorangan maupun lembaga atau instansi tertentu. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam–dalamnya secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Bimbingan beliau yang intensif, cermat, dan terarah memberikan tuntunan kepada penulis cara berpikir analitis, sistematik dan motivasi serta disiplin selama melakukan penelitian hingga penyusunan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada anggota Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS. telah memberikan bimbingan yang intensif, motivasi, informasi, teknik, dan kritik serta saran-saran yang bermanfaat dalam penyelesaian studi maupun tesis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. selaku koordinator Mayor Agronomi dan Hortikultura yang telah memberi arahan dan saran dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan FORSCA atas semangat dan dukungannya.

Kepada Direktor beserta staf East Timor Coffee Academy (ETICA) dan Ketua Yayasan “LAHER” disampaikan terima kasih telah mengizinkan dan memberi kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.


(11)

administrasi disampaikan terima kasih telah memberikan kesempatan, bimbingan, ilmu dan pelayanan yang baik selama pelaksanaan studi di IPB. Penulis bangga dapat menjadi bagian dari keluarga besar IPB. Terima kasih disampaikan juga kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan untuk biaya penelitian melalui Hibah Kompetetif Penelitian Prioritas Nasional (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M. Sc, sebagai Ketua Tim Peneliti), Pengelola University Farm dan Kebun Percobaan di Cikabayan, para teknisi kebun dan laboran di laboratorium FATETA IPB. Ungkapan serupa disampaikan pula kepada rekan-rekan seperjuangan Baso Daeng, Jose A. Ornai, Simao Belo dan Jorge Araujo atas bantuan dan kebersamaannya serta rekan se-angkatan mayor AGH’2009 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama mengikuti pendidikan di IPB.

Akhirnya, kepada kedua orang tua (almarhum Bernardino Anunu dan Bernardina de Zenha), kedua orang tua angkat (Alfredo D.J dan Alda F. Barros), isteri tercinta (Rita Rosalina Gomez), buah hati kami (Fina, Dino, Celzio dan Jebio), adik (Mindo beserta keluarga, Mero beserta keluarga, Neli beserta keluarga, Roberto, Flabio, Quina, Celgusfi) beserta keluarga besar penulis mengucapkan terima kasih atas segala kesabaran, keikhlasan, dorongan, cinta kasih dan doa yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan, Amin.

Bogor, Desember 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 06 Juni 1974 di Baboe Leten, Atsabe, Ermera, Timor Leste sebagai anak pertama dari delapan bersaudara, pasangan Bapak Bernandino Anunu (alhm) dan Bernardina de Zenha. Menikah dengan Rita Rosalina dan dikarunia satu anak perempuan, Maria Fina. I. Gomez dan dua anak laki - laki, Dino. H.C. Gomez dan Celzio de Deus Gomez.

Penulis menamatkan pendidikan formal di SDN XXIV Baboe Leten tahun 1987, SMPN 1 Atsabe pada tahun 1990 dan SMAN 1 Gleno - Ermera pada tahun 1993. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Sekolah Tinggi Pertanian Tribhuwana, Malang pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2009 pada Mayor Agronomi dan Hortikultura.

Penulis bekerja sebagai Pudir III dan Ka. Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan di East Timor Coffee Academy (ETICA), Timor Leste sejak tahun 2003 hingga sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….……… xiii

DAFTAR TABEL ………... xv

DAFTAR GAMBAR ……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……….………. 1

Tujuan Penelitian ……… 4

Hipotesis...……….…….. 4

TINJAUAN PUSTAKA ………. 5

Botani Jarak Pagar………...……… 5

Penyebaran dan Lingkungan Tumbuh Tanaman Jarak Pagar …. 8 Pemangkasan Jarak Pagar ……….……… 11

BAHAN DAN METODE ……… 17

Tempat dan Waktu Penelitian……… 17

Bahan dan Alat………. ……… 17

Metode Percobaan……….. 17

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 23

Kondisi Umum………. 23

Hasil Sebelum Pemangkasan..……….. 24

Hasil Setelah Pemangkasan..………. 27


(14)

Setelah Pemangkasan………. 38

Kandungan Kadar Minyak Jarak Pagar…..……… 39

SIMPULAN...………..……….. 41

DAFTAR PUSTAKA ………..………. 43


(15)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Data hasil analisa contoh tanah tempat penelitian………. 23

2. Rata – rata pengamatan peubah buah jarak pagar……….. 26

3. Rata – rata peubah pengamatan biji jarak pagar……… 27

4. Rata – rata peubah pengamatan cabang tanaman jarak

pagar……….…………..………….. 28

5. Rata – rata pengamatan peubah perkembangan diameter

cabang tanaman jarak pagar.………...………… 29

6. Jumlah daun beberapa genotipe jarak pagar...………. 31

7. Rata – rata pengamatan peubah buah jarak pagar.………….... 32

8. Rata – rata pengamatan peubah biji jarak pagar……… 33

9. Rata – rata hasil biji jarak pagar ...……….. 33

10. Rata – rata peubah kadar minyak dan hasil minyak


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Penampilan tanaman sebelum dipangkas ……… 24 2. Penampakan buah jarak pagar ………...…. 25 3. Variasi bentuk biji basah dan kering jarak pagar…………...…. 26 4. Penampilan tanaman setelah dipangkas ……….. 29 5. Daun beberapa genotipe jarak pagar ………... 30 6. Permukaan daun tanaman jarak pagar ……… . 30


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Denah Penelitian ……… 51

2. Langka kerja analisis kandungan minyak jarak pagar dengan metode soxhle……….………. 52

3. Data Klimatologi Dramaga Bogor tahun 2010………. 53

4. Data Klimatologi Dramaga Bogor tahun 2011………....…………. 54

5. Kuadrat tengah karakter kuantitatif buah beberapa genotipe jarak pagar..……… 55

6. Kuadrat tengah bobot biji beberapa ekotipe jarak pagar ……….… 55

7. Kuadrat tengah kuantitatif cabang beberapa genotipe jarak pagar ………. 55

8. Kuadrat tengah kuantitatif diameter cabang beberapa genotipe jarak pagar ……….. 56

9. Kuadrat tengah kuantitatif daun beberapa genotipe jarak pagar…………..………. 56

10.Kuadrat tengah kuantitatif buah jarak pagar.………. 56

11.Kuadrat tengah kuantitatif biji jarak pagar………. 57

12.Kuadrat tengah biji jarak pagar………... 57


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan konsumsi minyak yang cepat dan pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang terbatas menyebabkan kesulitan dalam perekonomian yang dapat menyebabkan krisis bahan bakar minyak. Alternatif pemecahannya antara lain dengan mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin untuk dikembangkan. Salah satu alternatif sumber tersebut adalah biji jarak pagar.

Penggunaan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan bakar tidak akan menganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor crude palm oil (CPO) serta meningkatkan keamanan lingkungan melalui pengurangan produksi polutan dari penggunaan bahan bakar fosil (Manurung 2006; Daryanto 2005; Jongschaap 2008).

Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri, telah diterbitkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan biofuel pada tahun 2025 minimal 5% atau sekitar 23 juta kiloliter dari total kebutuhan energi nasional (Kusdiana 2008). Sumber bahan bakar nabati (BBN) khususnya biodiesel tersebut ditetapkan yaitu kelapa sawit dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) (Krisnamurthi 2006; Keraf 2006; Kusdiana 2008). Untuk menyiapkan penyediaan biofuel ini, telah dikeluarkan instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) kepada Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan diinstruksikan untuk melakukan percepatan penyedian bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar alternatif penganti solar.

Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, yang merupakan tanaman tahunan yang toleran terhadap kekeringan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai sumber energi alternatif (Dwary dan Pramanick 2006; Kadiman 2006; Manurung 2006). Dalam program pengembangannya harus didukung oleh ketersediaan bahan tanaman yang terindentifikasi tingkat dan kepastian hasilnya (Hasnam dan Hartati 2006). Untuk membudidayakan tanaman jarak pagar, yang perlu dipertimbangkan bahan tanaman yang memiliki keunggulan genetik yang dicirikan dengan potensi produksi biji yang tinggi, cepat berproduksi (umur


(19)

 

genjah) dan beradaptasi luas terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan (Hasnam dan Mahmud 2006)

Jarak pagar dapat tumbuh mulai dari daerah beriklim kering, sangat kering hingga sangat basah dan lahan marginal (Foidl et al. 1996; Heller 1996; Gubitz et al. 1999; Openshaw 2000), namun untuk dapat berproduksi baik tanaman tetap membutuhkan kondisi ekosistem tertentu. Budidaya tanaman jarak pagar pada lokasi yang sesuai akan memberikan tingkat produksi yang optimal. Produktivitas tanaman yang tinggi ditentukan oleh bahan tanaman yang digunakan yakni melalui biji bagi tanaman yang heterozigos jarang dilakukan kecuali untuk tujuan tertentu (Hartmann et al. 2002) akan tetapi metode perbanyakan dengan biji lebih baik digunakan untuk memperoleh periode produktivitas yang panjang. Untuk keperluan konservasi digunakan bibit asal perbanyakan stek batang (Heller 1996). Kebutuhan bibit pertanaman 1 ha dengan jarak tanam 2 m x 2 m adalah 2500 tanaman (Puslitbang Perkebunan 2006).

Penelitian potensi produksi biji kering tanaman jarak pagar di lahan kering dengan curah hujan rendah telah dilakukan di Pulau Lombok, NTB. Provenan Lombok Barat pada tahun pertama mencapai hasil sebesar 880.8 kg/ha (352.31g/tanaman) dari tanaman asal stek, dan 749.8 kg/ha (299.92 g/tanaman) dari tanaman asal biji, serta 484.1 kg/ha atau (193.64 g/tanaman) dari tanaman asal biji yang dipangkas (Santoso et al. 2008). Varietas IP-1A, yang dilepas oleh Puslitbangbun, pada tempat yang sama mencapai hasil 656.5 kg/ha pada tahun pertama (Santoso dan Purwoko 2008a). Untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar, komponen yang sangat penting adalah pengolahan tanah dan pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk kandang dapat meningkatkan produksi hingga 100% dibanding tanpa pengolahan dan pemupukan (Pranowo et al. 2007).

Pemangkasan dilakukan untuk mengatur ukuran dan bentuk pohon sesuai dengan tipe pertumbuhan dan produksi yang diinginkan, meningkatkan tunas terminal, memperbaiki kualitas buah dengan pendekatan keseimbangan pertumbuhan vegetatif, memperbaiki penetrasi cahaya ke dalam kanopi sehingga cahaya tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tunas bunga, jumlah bunga


(20)

menjadi buah (fruit set) dan pertumbuhan buah, mempermudah pengelolaan pohon (Widodo 1995; Raden 2009).

Salah satu tindakan agronomis untuk perbaikan teknologi budidaya tanaman jarak pagar melalui pemangkasan, pada tanaman jarak pagar sangat diperlukan guna memperoleh tajuk tanaman yang efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi hasil panen, membentuk struktur fisik tanaman seperti payung dan meningkatkan cabang produktif. Berhubung semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula sampai pada jumlah cabang terminal tertentu (Mahmud 2006). Oleh karena itu pengaturan arsitektur yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga tanaman mampu menghasilkan bunga dan buah yang baik.

Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga, buah dan biji tanaman jarak pagar. Oleh karena itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola dengan merujuk pada jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar (Mahmud 2006).

Pemanfaatan tanaman jarak pagar di daerah beriklim basah diperlukan. Lapanjang et al. ( 2008) menyatakan pertumbuhan tanaman jarak pagar pada kondisi air yang tercukupi lebih baik dibandingkan tanaman yang mengalami stres kekeringan. Pengujian pada daerah beriklim basah perlu dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai potensi produksi jarak pagar yang ditanam pada daerah beriklim basah. Kumar dan Sharma (2008), dan Kaushik et al. (2007) menyatakan informasi genetik tentang morfologi, agronomi dan kandungan minyak jarak pagar penting diketahui dalam rangka program pengembangannya. Hasil - hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama cukup bervariasi yakni; 0.3 kg/pohon atau 833 kg/ha (Heller 1996), 400 kg/ha/tahun (Jones dan Miller 1992), dan 200 kapsul per tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et al. 2007), dan 880 kg/ha (Santoso et al. 2008). Disamping itu, kandungan minyak biji (oil content in whole seed) yang dihasilkan oleh berbagai provenan di India sekitar 33.50–38.42 % (Ginwal et al. 2004),


(21)

IP- 

2A 31-32 %, IP-2P 32-34 % dan IP-2M 31-32 % (Hasnam et al. 2008). Dengan demikian, perbaikan teknik budidaya untuk meningkatkan produksi jarak pagar di Indonesia perlu dilakukan mengingat hingga saat ini teknologi budidaya berdasarkan kondisi spesifik wilayah Indonesia sangat terbatas.

Pengujian pada tahun pertama di Bogor menunjukkan bahwa IP-2P dapat memberikan hasil yang tertinggi yakni; 558.33 kg/ha atau 223.21 g per tanaman. Genotipe IP-2P memiliki produktivitas yang tinggi karena merupakan genotipe yang beradaptasi di daerah dengan curah hujan tinggi. Genotipe yang berasal dari daerah beriklim kering kurang sesuai ditanam di daerah beriklim basah (Arisanti 2010).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi penampilan agronomi jarak pagar unggul yang sesuai dibudidayakan di daerah beriklim basah sebelum dan setelah dipangkas.

Hipotesis

Hipotesis dalam percobaan penelitian ini adalah terdapat genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang berdaya hasil tinggi di daerah beriklim basah.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan kini menyebar di seluruh daerah tropika di dunia. Jatropha curcas dibawa ke Indonesia dan ditanam paksa pada zaman pemerintahan Jepang karena akan dijadikan BBN oleh tentara Jepang. Jarak pagar masih satu keluarga dengan tanaman karet dan ubi kayu (Hambali et al. 2006). Klasifikasi tanaman jarak pagar termasuk, Divisi; Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus: Jatropha, dan Spesies Jatropha curcas L.( Wiesenhutter 2003; Nurcholis dan Sumarsih 2007; Hariyadi 2005; Dwary dan Pramanick 2006; Hendroko dan Prihandana 2006). Genus Jatropha memiliki 175 species (Liu et al. 2007), dan ada 5 species yang tumbuh di Indonesia yakni Jatropha curcas L. dan Jatropha gossypiifollia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan Jatropha integerrima Jacq, Jatropha multifida dan Jatropha podagrica Hook digunakan sebagai tanaman hias (Hasnam 2006).

Jarak pagar berbentuk pohon kecil atau semak dengan tinggi tanaman mencapai 5 meter (Wiesenhutter 2003; Heller 1996; Ginwal 2004) atau perdu dengan tinggi 1-7 meter (GFU dan GTZ 2004) dan bercabang tidak teratur (Prihandana dan Hendroko 2006). GFU dan GTZ 2004; Henning 2000, Hambali et al. 2006 menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mempunyai sistem percabangan yang tidak teratur, batangnya berkayu, berbentuk silindris dan bergetah.

Kondisi lingkungan yang optimal memungkinkan tanaman jarak pagar berbuah sepanjang tahun, dengan periode panen banyak 3 kali dalam setahun. (Mahmud et al. 2006), pada kondisi tersebut akan ditemukan 4 tingkat stadia generatif yaitu; bunga, buah muda, buah tua dan buah kering. Buah dipanen setelah buah berwarna kuning dan dikeringanginkan pada tempat yang teduh. Buah tersebut memiliki biji yang berwarna hitam mengkilat dan umumnya berjumlah 1500 biji per kilogram. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur 50 tahun, diperbanyak dengan biji atau stek. Dari biji yang berkecambah akan


(23)

 

tumbuh 5 akar, yakni satu buah akar tunggang dan 4 akar cabang sedangkan bibit yang berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang. Pada kondisi kandungan air tanah yang baik perkecambahan membutuhkan waktu 10 hari dengan memunculkan radikula dan empat akar peripheral (Heller 1996). Wiesenhutter (2003) menyatakan tanaman jarak pagar termasuk tanaman sukulen yang menggugurkan daunnya selama musim kering sehingga tanaman ini adaptif pada lingkungan arid dan semi - arid.

Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5, daun tersebar sepanjang batang, permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau dengan bagian bawah yang lebih pucat dibanding permukaan atas. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5–15 cm. Helai daunnya bertoreh, berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan jumlah 5–7 tulang daun utama, daunnya dihubungkan dengan tangkai daun dan panjang tangkai daun antara 4–15 cm (Henning 2000; Tim Jarak Pagar 2006, Hambali et al. 2006). Tanaman jarak pagar pada musim kemarau yang panjang selalu menggugurkan daunnya (Alamsyah 2006). Menurut Mahmud et al. (2006) pada awal pertumbuhan tanaman jarak pagar sangat peka terhadap kekurangan air, sehingga jika setelah penanaman tidak segera turun hujan, tanaman perlu diairi segera seperlunya.

Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai atau tersusun dalam satu rangkaian (inflorescence), berwarna kuning kehijauan, persentase bunga betina 5-10% dari 100 bunga atau lebih, muncul di ujung batang masa berbunga betina 3-4 hari, bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan, lama pembungaan inflorenscence 10-15 hari dan bunga menyerbuk dengan bantuan serangga, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benangsari dalam satu tanaman). Jumlah bunga jantan 4-5 kali lebih banyak dibanding bunga betina (Hambali et al. 2006). Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunga mempunyai 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang ± 4 mm. Benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning dan tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning. Bunganya mempunyai 5 mahkota dan setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga atau


(24)

berkisar 0-30 bunga betina (Wiesenhutter 2003; Henning 2000; Heller 1996; Felter dan Lloyd 1998; Hambali et al. 2006). Penyerbukan tanaman jarak dilakukan oleh serangga.

Pertumbuhan buah memerlukan waktu 90 hari dari pembungaan sampai biji masak (Rijssenbeek 2006). Tanaman dapat berproduksi pada umur 4–5 bulan, sementara produksi penuh terjadi pada umur sekitar 5 tahun dengan kemampuan menghasilkan 2–4 kg biji/tanaman/tahun.

Buah atau kapsul jarak pagar merupakan buah yang terbagi tiga ruang dan berisi masing-masing satu biji. Buah berbentuk bulat telur dengan diameter antara 2-4 cm. Buah berwarna hijau saat masih muda dan berubah menjadi kuning ketika telah matang kemudian berubah menjadi abu kecoklatan hingga hitam saat masak (Henning 2000; Felter dan Lloyd 1998), terdapat 420 buah dan 1580 biji per kg (Dwary dan Pramanick 2006). Proses pemasakan buah pada malai tidak serentak. (Heller 1996). Berdasarkan observasi pada klon (provenan) jarak pagar di Indonesia yang telah dikumpulkan oleh Puslitbang Perkebunan,terlihat adanya variasi bentuk dan ukuran buah, keserempakan pemasakan buah dan jumlah biji per buah (Hasnam; Mahmud 2006). Bentuk biji jarak bulat lonjong berwarna coklat kehitaman hingga hitam dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan bobot berkisar 0.4 – 0.6 gram per biji (Wiesenhutter 2003; Tim Jarak Pagar 2006; Prihandana dan Hendroko 2006).

Produksi bunga dan biji dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Bila dalam setahun hanya terdapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun. Bunga dan buah terbentuk sepanjang tahun dan mulai berbunga setelah tanaman berumur 4-5 bulan, sedangkan pembentukan buah dimulai pada umur 4-5 bulan ( Hariyadi 2005; Heller 2000; Rijssenbeek 2006).

Pemanenan dilakukan bila buah telah masak dengan ciri–ciri kulit buah berwarna kuning (ripe) dan mulai mengering (over ripe). Biasanya buah masak pada tahap pertama kali setelah tanaman berumur 6–8 bulan. Secara fisiologis, biji yang diperoleh dari kapsul yang masak berwarna kuning memiliki kandungan minyak yang paling tinggi dibanding dengan tingkat kematangan lainnya. Heller


(25)

 

(1996) dan Heller (2000) menyatakan bahwa biji yang diperoleh dari pemanenan terlalu awal memiliki kandungan minyak yang rendah, sedangkan bila panen terlambat dilakukan buah akan pecah dan biji–biji akan berhamburan jatuh sehingga menyebabkan kehilangan panen. Pemanenan buah merupakan kegiatan penting dalam agribisnis. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan buah jarak pagar, antara lain; kriteria panen, teknik pemanenan, pengeringan dan penyimpanan biji. Pemanenan buah dilakukan setelah biji masak, yakni kurang lebih 90 hari setelah terjadi pembungaan. Buah masak dicirikan dengan kulit buah berubah warna dari hijau ke kuning kecoklatan atau hitam dan mengering juga ciri lain kulit buah terbuka sebagian secara alami.

Produksi pertama dapat mencapai 0.5-1.0 ton biji kering per hektar per tahun dan selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun kelima setelah tanam (Prihandana dan Hendroko 2006). Hariyadi (2005) menyatakan bahwa dengan tingkat populasi tanam 2500 pohon per hektar, maka tingkat produktivitas dapat mencapai antara 5-10 ton biji per hektar. Biji jarak pagar dari buah kuning rendemen minyak sekitar 30-40 % (Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan 2006); 36.0-38.7 % (Tim Peneliti 2006); 31-37 % (Dwary dan Pramanick 2006). Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2-3.5 ton minyak/ha/tahun. Wiesenhutter (2003) menyatakan bahwa produktivitas tergantung pada sifat genetik tanaman, jarak tanam, kondisi iklim, dan tanah setempat serta input produksi yang diberikan, seperti halnya di Cape Verde, Amerika latin hasilnya antara 780-2.250 kg per hektar, di India dengan penerapan irigasi hasilnya dapat mencapai 12 ton per ha dan di Mali, Afrika hasil produktivitas jarak pagar berkisar 2-2.4 ton per hektar.

Penyebaran dan Lingkungan Tumbuh Jarak Pagar

Sebelum tahun 2005, tanaman jarak pagar tidak mendapat perhatian khusus di Indonesia. Namun di tengah krisis bahan bakar minyak (BBM) yang melanda Indonesia pada tahun 2005, tanaman jarak pagar mendapat perhatian karena dapat menjadi sumber minyak nabati yang dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti


(26)

minyak bumi dan atau penganti energi fosil (solar, minyak tanah, dan minyak bakar) (Becker and Makkar 1999).

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah marginal atau lahan kritis, sesuai untuk program reboisasi. Lahan marginal dan kritis biasanya kekurangan air sementara Jatropha curcas toleran terhadap kekurangan air sehingga cocok ditanam di daerah yang kurang air (Heller 1996; Mandal 2005; Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2006). Pada musim kemarau tanaman ini menggugurkan daunnya tetapi akarnya tetap mampu menyerap air tanah. Oleh karenanya Jatropha curcas biasa disebut sebagai tanaman pioner, tanaman penahan erosi dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin. Menurut Heller (1996) jarak pagar beradaptasi baik pada tanah marginal miskin hara dan curah hujan rendah. Di daerah Amazon jarak pagar tumbuh baik pada daerah kering dengan rata - rata curah hujan antara 300 - 1000 mm per tahun dan juga tumbuh dengan baik pada curah hujan yang lebih tinggi dengan aerasi baik. Wiesenhutter (2003) mengemukakan bahwa tanaman jarak pagar membutuhkan curah hujan 500-600 mm per tahun dan di Cape Verde juga tumbuh baik pada curah hujan 250 mm per tahun dan rata-rata suhu tahunan 20-280c dengan kelembaban yang tinggi dan kondisi kering dapat meningkatkan kandungan minyak pada biji.

Jarak pagar telah menyebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Informasi kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi, antara lain dilaporkan dari 200 - 2000 mm per tahun (Heller 1996), minimal 250 mm tetapi pertumbuhan terbaik dengan 900-1200 mm (Becker and Makkar 1999) bahkan di Indonesia dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3000 mm seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa.

Jarak pagar ditemukan tumbuh pada ketinggian 0-1700 meter dari permukaan laut, dengan suhu 11-380C (Heller 1996; Arivin dkk, 2006). Selanjutnya dikemukakan Heller (1996) bahwa jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (day length). Jatropha curcas L. dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi atau ketinggian sekitar 1000 meter di atas permukaan laut. Curah hujan berkisar antara


(27)

 

300–2380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20–260C. Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan, juga dapat tumbuh di tanah pasir, tanah berbatu, tanah lempung (liat), serta dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik (tidak tergenang) dan pH tanah antara 5.0 – 6.5 (Hariyadi 2006).

Menurut Openshaw (2000) tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah beririgasi baik dengan aerasi yang baik dan beradaptasi yang baik pada tanah marjinal dengan kandungan nutrisi yang rendah. Pada tanah yang miskin hara dan keras (Garnayak et al. 2008), pertumbuhan akar menurun (Kumar dan Sharma 2008). Kerapatan tanaman yang ideal 2500 tanaman per ha, dan produktivitas maksimumnya setelah berumur 5 tahun (Sirisomboon et al. 2007) dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Sirisomboon et al. 2007; Henning 2007).

Di daerah - daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi faktor pembatas (misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata) jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan menyebabkan jarak menggugurkan daunnya untuk menghemat air yang akan menyebabkan stagnasi pertumbuhan. Sebaliknya, pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi seperti di Bogor misalnya, maka akan selalu didapatkan tanaman jarak pagar yang memiliki pertumbuhan vegetatif lebat tetapi disertai kurangnya pembentukan bunga dan buah. Sementara itu, Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik, Malingping, Banten dengan curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, umumnya ditemukan tanaman jarak pagar yang memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering dalam satu cabang. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang memungkinkan radiasi rendah, pembuahan terlihat cukup baik. Hal ini diduga merupakan hasil interaksi potensi genetik dengan faktor-faktor lingkungan seperti temperatur yang selalu panas (± 27°C), letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya yang berpasir sangat menjamin drainase dan aerasi yang baik.

Tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan


(28)

aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60-90%). Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Heller 1996, Arivin et al. 2006).

Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi dibanding tanah bertekstur lainnya. Meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan pada umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat, pertumbuhan jarak di tanah yang tererosi berat tidak baik (kerdil).

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsur – unsur haranya terbatas atau tanah marjinal, tetapi lahan dengan air tidak tergenang merupakan tempat yang optimal bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5.5-6.5) (Heller 1996; Arivin dkk. 2006). Kondisi tanah dan iklim menggambarkan bahwa jarak pagar masih dapat tumbuh atau ditanam pada lahan masam sesuai dengan kisaran pH 4.5–7.8 (Mulyani 2007).

Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik juga produksi dan mutu yang baik, kecukupan air dan unsur hara tanah harus diperhatikan. Kondisi daerah yang relatif kering dengan intensitas radiasi yang tinggi dapat menyebabkan daun tanaman gugur dan produktivitasnya menurun. Jika tanaman jarak pagar ditanam pada daerah yang curah hujannya tinggi hal yang perlu diperhatikan adalah pembuatan drainase, karena akar tanaman jarak pagar tidak tahan terhadap genangan air (Santoso et al. 2008).

Pemangkasan Jarak Pagar

Sebagai tanaman perdu yang pembungaannya terbentuk secara terminal, percabangan jarak pagar termasuk unik karena setelah tandan bunga mekar akan tumbuh sepasang tunas yang akan tumbuh menjadi cabang berikutnya. Dalam kondisi normal kejadian tersebut berjalan terus-menerus, sehingga secara alamiah percabangan yang terbentuk menjadi tidak teratur dan tidak produktif. Untuk


(29)

 

memperoleh cabang produktif maka percabangan tanaman jarak pagar harus diatur melalui pemangkasan.

Untuk melakukan pemangkasan perlu pemahaman aspek fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada dua cara tanaman tumbuh ; (a) pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang tajuk (length of shoots) dan akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (b) pertumbuhan sekunder, yakni peningkatan ukuran (thickness) batang dan akar. Kedua tipe pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran dan diferensiasi sel (Marini 2003).

Widodo (1995) mengatakan bahwa salah satu upaya atau tindakan agronomis yang dapat dilakukan untuk perbaikan teknik budidaya, termasuk tanaman jarak pagar adalah pembentukan kerangka (frame) tajuk (arsitektur) tanaman melalui pemangkasan. Pembentukan arsitektur tanaman melalui pemangkasan akan dapat mengefisienkan ruang tumbuh dan dapat meningkatkan produktivitas terutama yang berbunga di ujung ranting (terminal), karena tujuan pembentukan arsitektur tajuk untuk mengatur sistem percabangan, penerimaan cahaya yang merata, menyebarkan percabangan agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah pengelolaan pohon, memprediksi hasil serta bentuk pohon yang seragam.

Pemangkasan bertujuan untuk mengoptimalkan penangkapan cahaya untuk mencapai produksi biomassa yang tinggi (Jackson 1980), membuka ruang kanopi untuk menangkap ruang cahaya (Lakso 1994) sehingga memperbaiki distribusi cahaya di antara struktur pembuahan (Lakso dan Corelli Grappadeli 1992; Wunsche dan Lakso 2000).

Ada dua bentuk pemangkasan yang perlu dilakukan pada tanaman jarak pagar yaitu pemangkasan untuk membentuk cabang-cabang produktif dan pemangkasan cabang-cabang vegetatif. Pada pertumbuhan awal di lapangan, jarak pagar akan membentuk cabang-cabang vegetatif yang dicirikan dengan ukuran cabang lebih panjang dengan jumlah daun 20-25 lembar dibandingkan dengan cabang produktif yang lebih pendek dengan jumlah daun 6-8 lembar (Puslitbangbun 2006). Pemangkasan pada tanaman jarak pagar terutama ditujukan untuk membentuk kanopi tanaman seperti semak atau payung. Hal ini


(30)

penting karena tanaman jarak pagar berbunga terminal, sehingga jumlah cabang berkorelasi positif dengan produksi buah dan biji (Mahmud 2006).

Dalam intensitas pemangkasan dikenal ada istilah; tipping/pinching (memangkas atau memetik pucuk ranting), cutting back (memangkas sebagian cabang), stubbing (memangkas cabang dekat pangkalnya dan menyisakan 2-5 ruas sehingga menyerupai “punting cerutu” dan thinning (penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada pangkalnya). Intensitas untuk tujuan pelatihan tajuk di kategorikan lagi menjadi dua (2) yakni; (a) heading back (pemotongan batang, cabang atau ranting) dan, (b) thinning out (pembuangan cabang untuk menjarangkan percabangan yang rapat) (Widodo 1995).

Cabang tempat tumbuhnya bunga dan buah jarak pagar (yang disebut sebagai cabang terminal) sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder yang tumbuh dari batang utama. Oleh karena itu pengaturan arsitektur tajuk yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga jumlah bunga dan buah banyak serta kualitas minyak yang dihasilkan tinggi. Menurut Ferry (2006) jumlah cabang primer yang perlu dipelihara antara 3–5 cabang sedangkan jumlah cabang sekunder yang perlu dipelihara sebanyak 3 cabang.Hal ini dilakukan agar setiap pohon jarak pagar mempunyai 40-45 cabang terminal. Berdasarkan laporan Mahmud (2006) hasil penelitian di India menunjukkan bahwa jumlah cabang terminal yang ideal per tanaman pada tanaman jarak pagar adalah 40 cabang dan jumlah buah 10-15 per tandan. Jika jumlah cabang terminal per pohon lebih dari 40 cabang maka jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan.

Pemangkasan pada tanaman jarak pagar terutama untuk membentuk kanopi tanaman seperti semak atau payung. Hal ini penting karena tanaman jarak pagar berbunga terminal, sehingga jumlah cabang berkorelasi positif dengan produksi buah dan biji. Untuk itu, pada akhir tahun pertama perlu dilakukan pemangkasan pertama dengan memotong tanaman hingga tersisa hanya 30 cm dari permukaan tanah, untuk merangsang pertumbuhan cabang - cabang. Selanjutnya pada akhir


(31)

 

tahun 2 pemangkasan berikutnya dilakukan dengan memotong cabang-cabang tanaman sepanjang 2/3 bagian cabang - cabang tersebut (Raden 2009).

Pemangkasan dilakukan terhadap tunas–tunas yang tidak produktif (wiwilan) dilakukan dua minggu sekali. Di samping pemangkasan untuk merangsang pertumbuhan percabangan, pemangkasan rutin juga perlu dilakukan terhadap cabang - cabang yang terserang penyakit, cabang-cabang yang mati atau lemah. Sekali dalam 10 tahun peremajaan (rejuvenasi) dilakukan dengan cara memotong tanaman setinggi 30 cm dari permukaan tanah (seperti pemangkasan tahun 1). Setelah peremajaan ini tanaman akan segera menghasilkan buah setelah 6-8 bulan kemudian (Anonim 2005). Pemangkasan di samping membentuk cabang produktif yang lebih banyak juga untuk memperkuat struktur fisik tanaman yang berbentuk perdu dan bersifat sukulen.

Pada dasarnya perlu adanya penghematan bahan fotosintat sewaktu pohon masih aktif memproduksi fotosintat, perlu efisiensi sistem jaringan dalam tubuh tanaman agar hasil asimilasi cukup untuk membentuk bunga dan buah. Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga dan buah serta biji jarak pagar. Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memangkas bagian yang bersifat negatif (hanya menyerap dan tidak menyumbangkan fotosintat) atau dengan mengurangi (memangkas) bagian pengguna fotosintat, seperti daun-daun yang ternaungi, cabang-cabang yang tidak produktif dan cabang-cabang yang saling tumpang tindih (Widodo 2009; Raden et al. 2009).

Bunga terminal, seperti tanaman jarak pagar, membutuhkan penyiapan tempat berbunga (bearing unit) yang banyak dan diikuti dengan perakaran pohon yang baik agar dapat menyangga buah yang lebat. Pembentukan tajuk jarak pagar diperlukan agar tajuk tempat keluarnya bunga dan buah dapat terbentuk dengan percabangan yang seragam. Pangkas bentuk ini berumuskan 3 – 9 – 27 sehingga dapat menghasilkan produksi yang terbaik untuk tanaman berbunga terminal. Apabila tipe tajuk yang sesuai untuk menyediakan tempat pembungaan terbentuk, pemangkasan selanjutnya berupa pemeliharaan bentuk dan pembersihan tajuk tanaman (Widodo 1995).

Bentuk tajuk membuka (open center) dapat meningkatkan pemerataan cahaya sehingga laju fotosintesis netto dan produksi per satuan luasan maksimum


(32)

(Lambers 1987). Cahaya sangat berperan penting terhadap pertambahan asimilat total dan partisi asimilat kearah sink (Gifford et al. 1984). Ramaiah, Venkataramanan (1987), dan Stuttle dan Martini (1986) menyatakan bahwa pada tanaman perkebunan, kakao dan kopi partisi bahan kering ke cabang lateral relatif tinggi. Secara teoritis partisi demikian terjadi karena cahaya matahari pagi yang kaya akan infra merah mendorong sintesis sitokinin dan menghambat translokasi karbohidrat dari cabang ke batang sehingga cabang merupakan sink yang lebih kuat dibandingkan dengan batang. Pada masa reproduktif cabang tanaman merupakan source yang baik (Ryugo 1988).


(33)

 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun Percobaan Cikabayan (University Farm) Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian tempat 240 meter di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan :

1. Sebelum pemangkasan dimulai dari bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.

2. Setelah pemangkasan dimulai dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan September 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 8 genotipe jarak pagar yaitu ekotipe Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Besar dan Bima serta genotipe hasil pengembangan Puslitbangbun yaitu IP-1A (Asembagus), IP-1M (Muktiharjo), dan IP-2P (Pakuwon). Alat–alat yang digunakan antara lain; timbangan (EK3450), jangka sorong (Vernier caliper-0-100 mm), soxhlet, mistar/meteran, kamera dan alat bantu lainnya.

Metode Percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktor tunggal genotipe (IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Besar dan Bima) dengan tiga ulangan sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 24. Jarak tanam yang digunakan adalah 2 m x 2 m, jumlah tanaman per petak sebanyak 12 tanaman. Tanaman pada awal 2010 berumur satu tahun empat bulan dan tanaman dipangkas awal bulan Januari 2011 berumur 2 tahun empat bulan. Tanaman dipangkas dengan ketinggian pangkasan 30 cm dari cabang utama dan cabang yang dipelihara antara 3-5 cabang. Denah percobaan terdapat pada Lampiran 1.

Model persamaan linear yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij : µ + τi + pj + εij ; i : 1,2,3……….,8 ; j : 1,2,3 Dimana :

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke ί kelompok ke j, µ : Rerata umum,


(34)

τi : Pengaruh genotipe atau pengaruh perlakuan ke i, pj : Pengaruh pengelompokan ke j,

εij : Pengaruh galat pada perlakuan ke ί dan kelompok ke j.

Pengolahan data menggunakan uji F (analisis ragam) dengan aplikasi SAS, dan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) digunakan untuk menguji beda nyata genotipe pada taraf 5 %.

Pengamatan dilakukan terhadap karakter yang mendukung daya hasil :

I. Pengamatan sebelum pemangkasan (alami) peubah yang diamati ialah; Pengamatan buah.

1. Jumlah kapsul per tandan (g):

Jumlah buah per malai diamati dengan menghitung jumlah buah yang terbentuk pada setiap malai pada saat panen.

2. Jumlah buah per tanaman

Jumlah buah per tanaman diamati dengan menghitung buah yang terbentuk selama periode 12 bulan.

3. Bobot buah rata-rata (g) :

Bobot buah rata-rata dapat dilakukan atau diamati dengan menyimbang masing – masing buah pada tandan dan dibuat rata-rata.

Pengamatan Biji

1. Jumlah biji per tanaman:

Jumlah biji per tanaman dapat dihitung dengan mengalikan jumlah buah per tanaman dengan jumlah biji rata-rata per buah.

2. Bobot basah biji (g).

Bobot basah biji dapat diukur dengan menimbang biji dari buah yang dipanen dan dirata-ratakan.

3. Bobot kering biji (g)

Bobot kering biji diukur dengan dengan menimbang sejumlah biji yang telah dikeringkan dan dirata-ratakan.

4. Bobot 100 biji (g)

Bobot 100 biji diukur dengan menimbang 100 biji kering dengan 3 kali pengulangan untuk setiap genotipe.


(35)

 

5. Bobot kering biji per tanaman (g):

Bobot kering biji per tanaman dihitung dengan mengalikan bobot kering biji rata-rata dengan jumlah biji per tanaman.

6. Bobot kering per petak (kg) dan

Bobot kering biji per petak dihitung dengan menjumlahkan bobot kering biji per tanaman dalam satu petak (ukuran petak 6 m x 8 m).

7. Bobot kering biji per hektar (kg).

Bobot kering biji per hektar dihitung dengan mengkonversikan bobot kering biji per petak (luas petak 48 m2 ) ke dalam skala penanaman untuk luas 1 hektar.

II. Peubah pengamatan dilakukan terhadap karakter yang mendukung produksi setelah pemangkasan

Cabang tanaman

a) Panjang tunas cabang (cm) :

Panjang tunas cabang diamati dengan mengukur pada saat tumbuh tunas setelah pemangkasan dimulai dari pangkal tunas hingga titik tumbuh menggunakan meteran.

b) Jumlah cabang yang berbunga (cabang produktif) :

Pengamatan jumlah cabang yang berbunga dihitung ketika cabang yang telah dipangkas mulai berbunga dari sekian banyak tunas yang tumbuh dalam satu pohon tanaman.

c) Jumlah daun:

Pengamatan daun dihitung total daun yang tumbuh pada karakter tunas-tunas baru setelah pemangkasan.

d) Diameter cabang (mm)

Diameter cabang diukur setelah dipangkas dan tanaman berumur 2 minggu pada pangkal tunas dengan menggunakan jangka sorong.


(36)

Pengamatan buah. a) Umur buah panen

Umur buah panen dihitung dari mulai pangkas hingga panen (75% buah masak).

b) Jumlah kapsul/tandan (g):

Jumlah buah/malai diamati dengan menghitung jumlah buah yang terbentuk pada setiap malai pada saat panen.

c) Jumlah buah/tanaman

Jumlah buah/tanaman diamati dengan menghitung buah yang terbentuk selama periode panen.

d) Bobot buah rata-rata (g) :

Bobot buah rata-rata dapat dilakukan atau diamati dengan menimbang masing–masing buah pada tandan dan dibuat rata-rata.

Pengamatan Biji

a) Jumlah biji per tanaman:

Jumlah biji per tanaman dapat dihitung dengan mengalikan jumlah buah per tanaman dengan jumlah biji rata-rata per buah.

b) Bobot basah biji (g).

Bobot basah biji dapat diukur dengan menimbang biji dari buah yang dipanen dan dirata-ratakan.

c) Bobot kering biji (g)

Bobot kering biji diukur dengan dengan menimbang sejumlah biji yang telah dikeringkan dan dirata-ratakan.

d) Bobot 100 biji (g)

Bobot 100 biji diukur dengan menimbang 100 biji kering dengan 3 kali pengulangan untuk setiap genotipe.

e) Bobot kering biji per tanaman (g):

Bobot kering biji per tanaman dihitung dengan mengalikan bobot kering biji rata-rata dengan jumlah biji per tanaman.


(37)

 

f) Bobot kering per petak (kg)

Bobot kering biji per petak dihitung dengan menjumlahkan bobot kering biji per tanaman dalam satu petak (ukuran petak 6 m x 8 m).

g) Bobot kering biji per hektar (kg).

Bobot kering biji per hektar dihitung dengan mengkonversikan bobot kering biji per petak (luas petak 48 m2 ) ke dalam skala penanaman untuk luas 1 hektar.

Analisis Kadar Minyak

a) Kadar minyak biji (dengan kulit biji) b) Kadar minyak kernel (tanpa kulit biji).

Pengujian kadar minyak ini dilakukan setelah panen. Pengujian dan pengukuran kadar minyak dilakukan dengan mengekstraksi minyak dari biji secara mekanis dengan menggunakan blender dan analisis kandungan minyak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet (BSN 1992). Prosedur analisis kandungan minyak jarak pagar dengan menggunakan metode Soxhlet dapat disajikan pada Lampiran 2.

Analisis minyak berbasis biji (dengan kulit biji)

% kandungan minyak biji = Bobot lemak terekstraksi x 100% Bobot sampel kering biji

Analisis minyak berbasis kernel (tanpa kulit biji)

% kandungan minyak kernel = Bobot lemak terekstraksi x 100% Bobot sampel kernel


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAAN

Kondisi Umum

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University Farm), Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut, 06.55 LS dan 106.72 BT yang dimulai pada bulan Januari 2010 – September 2011. Hasil analisis tanah lokasi penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB disajikan lengkap pada Tabel 1.

Tabel 1. Data hasil analisis contoh tanah tempat penelitian

Tanah Hasil Kriteria* C.Organik (%)

N – total (%) P Bray (ppm) P HCl 25% (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%) Al (me/100g) H (me/100g) pH H20

Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 1.44 0.15 3.7 35.4 3.76 0.64 0.19 0.30 15.42 31.71 2.48 0.29 5.00 11.31 15.23 73.46 rendah rendah sangat rendah sedang tinggi rendah rendah rendah rendah rendah sangat rendah masam


(39)

 

Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga Bogor, Kota Bogor memiliki rata–rata curah hujan tinggi (337.6 mm/bulan), suhu harian antara 23.0oC–31.6oC, jumlah rata–rata bulan basah 12 bulan/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut maka menurut Schmidt dan Ferguson kota Bogor termasuk wilayah yang beriklim basah (Wisnubroto et al. 1983). Data Klimatologi wilayah Darmaga Bogor dari bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2011 disajikan pada Lampiran 3 dan 4.

Hasil Sebelum Pemangkasan

Gambar 1. Penampilan sebelum dipangkas.

Buah jarak pagar akan masak sekitar 40-50 hari setelah pembuahan (Wiessenhutter 2003). Buah berwarna hijau muda , tumbuh dan berkembang menjadi hijau tua (mature) ketika matang (masak fisiologis), kemudian menguning (ripe), warna berubah menjadi hitam atau mulai mengering (senesen). Jika terlalu kering buah akan pecah saat lewat masak (Heller 2000; Henning 2000).

Buah jarak pagar (Jatropha curcas L.) atau seringkali disebut juga sebagai kapsul serta istilah biologisnya dinamai buah kendaga (rhegma), mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap bagian buah muda pecah sehingga biji yang terdapat di dalamnya terlepas dari ruang (Tjitrosoepomo 1987). Dalam penelitian ini jumlah rhegma keseluruhan genotipe jarak pagar termasuk buah berkendaga tiga, saat masak terpecah menjadi tiga bagian yakni, masing–masing mengeluarkan satu biji. Bijinya berbentuk bulut lonjong berwarna coklat


(40)

kehitaman hingga hitam dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat berkisar 0.4-0.6 gram per biji. Warna buah muda dan buah masak antar genotipe tidak berbeda. Warna buah muda dan buah tua atau masak antar genotipe tidak berbeda. Pada buah muda berwarna hijau muda dan masak fisiologis berwarna kuning (Gambar 2).

(a) (b)

(c1) (c2) (d)

Gambar 2. Buah Jarak pagar (a) buah muda, (b) buah masak, (c1,c2) penampakan

biji dalam bilik pada buah muda dan tua, (d) buah kering.

Proses pematangan buah pada setiap tandan atau malai tidak serempak. Proses pemanenan pada tanaman jarak pagar dilakukan secara bertahap. Cara panen dilakukan dengan memetik buah yang telah berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yeyen et al. (2006) bahwa tingkat kemasakan buah kuning memberikan kadar minyak yang paling tinggi. Hasil penelitian Santoso (2009) bobot kapsul pada saat masak kuning rata-rata berkisar 10.2-11.4 g.

Tabel 2 menunjukkan genotipe memberikan efek yang signifikan terhadap bobot buah rata-rata, tetapi tidak memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah buah per tanaman dan jumlah biji per tanaman. Bobot buah tertinggi dicapai oleh genotipe IP-1A (7.16 g/buah), IP–2P (6.19 g/buah) dan yang terendah genotipe Bima (1.49 g/buah). Genotipe tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap jumlah buah per tanaman dan jumlah biji per tanaman.


(41)

 

Tabel 2. Rata – rata pengamatan buah peubah jarak pagar. Genotipe Jumlah

buah/tanaman

Bobot buah rata-rata (g)

Jumlah biji/tanaman IP - 1A 3.3 7.16 a 49.4 IP - 1M 0.8 2.97 bc 11.3 IP - 2P 3.0 6.19 a 48.8 Lombok Timur 1.2 3.04 bc 16.9 Lombok Barat 0.9 2.55 c 13.8 Lombok Tengah 1.7 3.64 b 26.1 Sumbawa 1.2 2.93 bc 18.7 Bima 0.7 1.49 c 9.2

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRTα: 0.05 % , pada peubah; jumlah buah per tanaman, bobot buah rata-rata(g), dan jumlah biji per tanaman.

Biji jarak pagar setelah dipanen tampak berwarna hitam kecoklatan pada genotipe Lombok Timur, Lombok Tengah, berwarna hitam pada aksesi IP–2P, IP – 1M, IP–1A, Lombok Barat, Sumbawa besar dan Bima. Saat biji mulai kering pada permukaan biji akan tampak garis–garis putih dan retak–retak halus pada permukaan biji di saat mulai kering (Gambar 3).

( a) ( b)

Gambar 3. Variasi bentuk biji; (a) biji basah dan (b) biji kering jarak pagar.

Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan perlakuan genotipe menyebabkan perbedaan nyata terhadap bobot kering biji per tanaman (g), bobot kering biji per petak (kg), bobot kering biji per hektar (kg), dan tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap bobot basah biji (g) dan bobot 100 butir (g). Bobot kering biji per tanaman terberat dicapai oleh genotipe IP-1A (35.08 g/tanaman), IP-2P (29.37


(42)

g/tanaman) dan terendah diperoleh genotipe Bima (2.30 g/tanaman). Bobot kering biji per petak tertinggi diperoleh dari asal genotipe IP–1A (420.9 g) dan terendah genotipe Bima (27.6 g) sedangkan bobot kering biji per hektar tertinggi dicapai oleh genotipe IP – 1A (87.6 kg/ha) dan terendah ekotipe Bima (5.7 kg/ha).

Tabel 3. Rata – rata pengamatan peubah biji jarak pagar.

Genotipe Bobot basah biji (g) Bobot 100 biji (g) Bobot biji kering/tan aman (g) Bobot kering biji per petak (g) Bobot kering biji per ha (kg) IP - 1A 1.09 62.00 35.08 a 420.9 a 87.7 a IP - 1M 1.10 68.28 4.31 bc 51.7 bc 10.8 bc IP - 2P 1.14 64.00 29.37 b 352.4 ab 73.4 ab Lombok Timur 1.05 73.00 3.76 bc 45.1 bc 9.4 bc Lombok Barat 1.11 66.33 2.83 c 34.0 c 7.1 c Lombok Tengah 1.11 65.79 12.11 abc 145.3 abc 30.3 abc Sumbawa 1.13 69.63 6.10 bc 73.2 bc 15.2 bc Bima 1.03 66.08 2.30 c 27.6 c 5.7 c Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRTα : 0.05 % . Hasil penelitian Arisanti (2010) pada tahun pertama (tanpa pemangkasan) pengujian genotipe dan tempat yang sama menunjukkan produksi biji kering yang tertinggi dicapai oleh genotipe IP-2P (558.33 kg/ha) dan IP-1A (295.83 kg/ha). Namun pada pengujian produksi tahun ke dua justru hasil produksi IP-1A tidak terlalu jauh dibandingkan dengan produktivitas genotipe 2P. Genotipe IP-1A dan IP-2P memiliki produktivitas atau potensi daya hasil hampir sama, hal ini karena merupakan genotipe yang beradaptasi di daerah yang dengan curah hujan tinggi (Bogor).

Hasil Setelah Pemangkasan

Tabel 4 menunjukkan perlakuan genotipe memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang produktif, tetapi tidak memberikan efek yang signifikan jumlah cabang primer, panjang cabang minggu ke – 2 sampai minggu minggu ke–8. Jumlah cabang produktif tertinggi terdapat pada genotipe IP-2P (2.3), dan terendah genotipe Bima (1.0) (Tabel 4).


(43)

 

Tabel 4. Rata – rata pengamatan peubah cabang tanaman jarak pagar.

Genotipe JCP JCS PC PC PC PC CP

2MSP 4MSP 6MSP 8MSP

IP – 1A 4.8 6.0 a 3.6 16.6 26.8 35.6 1.9 b IP – 1M 4.2 5.0 b 3.8 12.2 25.6 30.0 1.4 c IP – 2P 4.8 6.2 a 2.6 15.6 17.7 25.4 2.3 a Lombok Timur 3.7 5.0 b 3.5 13.4 22.5 25.6 1.0 d Lombok Barat 3.4 3.6 c 3.7 13.7 27.1 35.9 1.0 d Lombok Tengah 3.8 4.8 bc 3.6 17.9 27.1 37.8 1.1 d Sumbawa Besar 3.3 4.2 bc 3.7 15.6 24.3 30.7 1.3 cd Bima 3.1 4.0 c 3.6 12.3 22.1 26.8 1.0 d Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05; JCP= jumlah cabang primer, JCS= jumlah cabang sekunder, PC= panjang cabang, CP= cabang produktif, MSP = minggu setelah pemangkasan (cm).

Pemangkasan total batang utama dapat meningkatkan jumlah cabang primer yang tidak dibatasi dan jumlah cabang tertinggi hampir dicapai pada semua genotipe. Peningkatan jumlah cabang primer dan sekunder pada tanaman yang dipangkas, sejalan dengan pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa pemangkasan batang utama akan merangsang pembentukan cabang yang lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan tidak dipangkas. Penambahan jumlah cabang ini dapat terjadi karena hilangnya dominasi apikal akibat pemangkasan tunas batang utama. Hal ini disebabkan tunas – tunas lateral pada batang utama tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya membentuk cabang utama (Salisbury, Ross 1995 dan Widodo 1995). Model hubungan distribusi cahaya dengan proses fungsi fisiologi seperti induksi pucuk bunga, jumlah bunga menjadi buah (fruit set), dan kualitas buah menjadi nilai yang berguna. Aplikasi model intersepsi cahaya dan distribusi cahaya dalam memodifikasi kanopi pohon secara signifikan dapat meningkatkan kualitas buah. George et al. 1993 dan Mowat dan George (1994) menyatakan bahwa mikroklimat di dalam kanopi pohon dapat mempengaruhi inisiasi pembungaan, perubahan bunga menjadi buah (fruit set) dan kualitas buah. Guillermo (2000) menyatakan bahwa intersepsi photosynthetically active radiation (PAR) selama proses pengisian biji meningkatkan bobot biji dan konsentrasi minyak pada bunga matahari.


(44)

Gambar 4. Penampilan tanaman setelah dipangkas.

Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan genotipe menyebabkan perbedaan terhadap diameter cabang (cm) minggu ke–X, tetapi tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap: diameter cabang minggu ke– IV, diameter cabang minggu (cm) ke–VI, dan diameter cabang minggu (cm) ke– VIII. Diameter dan panjang cabang tertinggi terjadi pada genotipe Lombok Tengah (1.50 cm) dan terendah genotipe IP–1A (1.20 cm).

Tabel 5. Rata – rata peubah pengamatan diameter batang tanaman jarak pagar. Genotipe Diameter

cabang minggu.IV

(cm)

Diameter cabang minggu VI

(cm)

Diameter cabang minggVIII

(cm)

Diameter cabang minggu X

(cm) IP – 1A 0.80 0.87 1.03 1.20 b IP – 1M 0.80 0.87 1.07 1.33 ab IP – 2P 0.87 1.00 1.13 1.27 ab Lombok Timur 0.90 1.00 1.05 1.23 b Lombok Barat 0.87 1.00 1.02 1.23 b Lombok Tengah 0.90 1.03 1.23 1.50 a Sumbawa Besar 0.97 1.00 1.16 1.33 ab

Bima 0.93 1.03 1.07 1.37ab

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05.

Keaktifan pertumbuhan dan perkembangan ini sangat didukung oleh ketersediaan hasil fotosintat yang tersimpan pada cabang tersebut serta zat hara dan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan diameter batang dan panjang tajuk tanaman membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran sel dan diferensiasi sel yang akan berimplikasi pada pertumbuhan primer dan sekunder cabang tanaman jarak pagar.


(45)

 

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

Gambar 5. Daun beberapa genotipe jarak pagar; (a) IP-1A, (b) IP-1M, (c) IP-2P, (d) Lombok Timur, (e) Lombok Barat, (f) Lombok Tengah, (g) Sumbawa, dan (h) Bima

(a) (b) (c) (d)

Gambar 6. Permukaan daun tanaman jarak pagar; (a) daun muda licin berwarna kekuningan, (b) permukaan atas daun muda licin berwarna coklat, (c) permukaan bawah daun muda licin dan berwarna coklat, (d) permukaan atas daun tua licin dan berwarna hijau.

Daun jarak pagar bertipe daun tunggal yang terletak pada buku batang yang didukung oleh tangkai daun, dengan tangkai daun berbentuk silinder dan tidak berongga. Daun jarak pagar berbentuk bulat dengan bentuk ujung daun yang runcing dan pada pangkal daun berlekuk dalam, memiliki tipe tulang daun menjari dengan 5 tulang daun utama. Daun muda tidak memiliki bulu daun. Jika dilihat dari permukaan daun, tanaman ini memiliki tekstur permukaan bawah daun muda dan daun tua yang licin (Gambar 6). Daun muda tanaman ini umumnya berwarna


(46)

coklat pada genotipe IP-1A, IP-1M, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, Sumbawa, Bima dan warna hijau kekuningan pada aksesi IP-2P. Daun tua berwarna hijau muda pada genotipe IP-1M, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Besar dan Bima. Karakter jumlah daun muncul setelah dipangkas antar aksesi terdapat perbedaan. Dari beberapa genotipe jumlah daun yang muncul pertama dan yang paling banyak berasal provenan IP-2P, yang paling lama muncul dan sedikit adalah genotipe Bima.

Tabel 6. Jumlah daun beberapa genotipe jarak pagar. Genotipe JD II

(MSP)

JD III (MSP)

JD IV (MSP)

JD VI (MSP)

JD VIII (MSP)

JD X (MSP) IP – 1A 11.7 18.9 19.9 22.9 47.2 67.1 ab IP – 1M 11.0 14.4 16.6 21.1 36.8 66.5 ab IP – 2P 13.6 16.4 20.2 22.9 61.5 83.8 a Lombok Timur 7.6 12.7 14.6 22.3 54.3 61.7 b Lombok Barat 7.4 13.0 18.8 21.5 51.4 56.1 b Lombok Tengah 5.9 11.8 15.9 24.2 59.3 61.6 b Sumbawa Besar 9.7 15.6 20.3 25.3 53.7 63.6 ab Bima 6.4 12.1 17.7 21.1 57.3 46.8 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05; JD=jumlah daun dan MSP= Minggu setelah pemangkasan.

Hasil yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan genotipe memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah daun minggu ke–X, tetapi tidak memberikan efek yang tidak signifikan terhadap; jumlah daun minggu ke–II, jumlah daun minggu ke–III, jumlah daun minggu ke–IV, jumlah daun minggu ke–VI, dan jumlah daun minggu ke–VIII. Jumlah daun tertinggi minggu ke–X adalah genotipe IP–2P (83.8), dan terendah genotipe Bima (46.8).

Genotipe IP–2P lebih cepat berbunga (32.7 MSP), dan yang paling lambat genotipe Sumbawa Besar (52.0 MSP) dan Bima (52.0 MSP) (Tabel 7). Jarak pagar yang ditanam di wilayah beriklim basah baik dipangkas maupun tidak dipangkas akan tetap berbunga pertama pada bulan Maret – April. Tampak ada perbedaan umur saat berbunga pertama diantara ekotipe. Provenan IP-2P waktu berbunganya lebih cepat dibandingkan dengan ekotipe yang berasal dari Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah serta Sumbawa Besar dan Bima. Kemudian bunga terbentuk dan berkembang pada periode itu juga terus


(47)

 

berkembang membentuk kapsul, sehingga dapat dipanen pada bulan April – Juni. Panen kedua (sekitar bulan Juni – Agustus) dapat dilakukan karena pembungaan kedua terjadi pada bulan April – Juni.

Tabel 7. Rata – rata peubah pengamatan buah jarak pagar. Genotipe Umur

berbunga (HSP)

Jumlah tandan/tanaman

Jumlah buah/tandan

Jumlah buah/tanaman IP – 1A 40.0 ab 2.3 a 6.9 b 15.9 a IP – 1M 44.3 a 2.1 ab 2.9 c 6.1 b IP – 2P 32.7 b 2.8 a 10.4 a 29.1 a Lombok Timur 46.3 a 0.7 c 1.4 c 0.9 b Lombok Barat 45.0 a 0.4 c 1.3 c 0.5 b Lombok Tengah 47.7 a 0.4 c 0.7 c 0.3 b Sumbawa Besar 52.0 a 0.4 c 2.4 c 0.9 b Bima 52.0 a 1.1 c 1.1 c 1.2 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05. HSP= Hari setelah pangkas.

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan per tanaman, jumlah buah per tandan, dan jumlah buah per tanaman. Jumlah tandan per tanaman tertinggi dicapai oleh genotipe IP – 2P (2.8 tandan/tanaman) dan terendah diperoleh genotipe Lombok Barat, Lombok Tengah dan Sumbawa Besar (0.4). Jumlah kapsul per tandan tertinggi dicapai oleh provenan IP-2P (10.4), dan jumlah kapsul terendah ditemui pada genotipe Lombok Tengah (0.7). Jumlah buah per tanaman tertinggi yaitu genotipe IP–2P (29.1), terendah genotipe Lombok Tengah (0.3). Keunggulan ke dua genotipe (IP– 1A dan IP–2P) tersebut dibanding ekotipe lainnya ialah pada variabel jumlah kapsul telah terlihat dari sejak tahun kedua hingga tahun ketiga.

Tabel 8 menunjukkan genotipe memberikan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap bobot buah (g), bobot basah biji (g), jumlah biji per tanaman, dan tetapi tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap bobot 100 butir (g). Bobot buah tertinggi dicapai oleh genotipe IP–1A (8.80 g), IP–2P (7.80 g) dan terendah pada genotipe Bima (2.24 g). Bobot basah biji tertinggi genotipe IP–2P (1.33 g) dan terendah genotipe Bima (0.11 g). Jumlah biji per tanaman tertinggi dicapai oleh genotipe IP–2P (906.3) dan terendah pada genotipe Lombok Barat (71.3 ).


(48)

Tabel 8. Rata – rata pengamatan peubah biji jarak pagar. Genotipe Bobot buah

(g)

Bobot basah biji (g)

Jumlah biji/tanaman

Bobot 100 biji (g) IP – 1A 8.80 a 1.10 b 640.7 a 72.4 IP – 1M 4.01 c 0.33 ab 277.7 b 67.4 IP – 2P 7.80 a 1.33 a 906.3 a 67.0 Lombok Timur 3.39 c 0.88 abc 84.0 b 72.6 Lombok Barat 2.65 c 0.33 abc 71.3 b 70.4 Lombok Tengah 4.69 abc 0.33 bc 132.0 b 69.0 Sumbawa Besar 6.43 abc 0.11 c 203.0 b 66.1 Bima 2.24 c 1.06 b 78.0 b 64.9 Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05.

Hasil analisis (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan genotipe memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per hektar. Bobot kering biji per tanaman tertinggi diperoleh dari genotipe IP–2P (498.46 g) dan terendah genotipe Bima (16.38 g). Bobot biji kering per petak tertinggi dicapai oleh genotipe IP–2P (4.87 kg), terendah genotipe Lombok Timur (0.30 kg). Bobot biji kering per hektar tertinggi dapat dicapai oleh genotipe IP-2P ( 1014.2 kg/ha), IP–1A (949.2 kg/ha) sedangkan terendah pada genotipe Bima (43.7 kg/ha).

Tabel 9. Rata – rata hasil biji jarak pagar. Genotipe Bobot kering biji

per tanaman (g)

Bobot biji kering per petak (kg)

Bobot kering biji per hektar (kg) IP – 1A 365.20 a 4.56 a 949.2 a IP – 1M 108.30 b 1.47 b 307.2 b IP – 2P 498.46 a 4.87 a 1014.2 a Lombok Timur 21.84 b 0.30 b 62.3 b Lombok Barat 27.09 b 0.48 b 99.2 b Lombok Tengah 44.88 b 0.38 b 78.5 b Sumbawa Besar 79.17 b 1.07 b 222.1 b Bima 16.38 b 0.21 b 43.7 c

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05.

Hasil yang diperoleh setelah pemangkasan lebih tinggi dibanding sebelum pemangkasan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi pangkasan 30 cm dari batang utama dan pemeliharaan 3-5 cabang memiliki potensi produksi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmud (2006) dan Ginwal et al. (2004) dan


(49)

 

Raden et al. (2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Selanjutnya, Ferry (2006) menyatakan bahwa jumlah cabang primer yang perlu dipelihara untuk mendukung produksi yang tinggi pada tanaman jarak pagar adalah 3–5 cabang primer.

Kandungan Minyak Biji Jarak Pagar

Genotipe berpengaruh signifikan terhadap kandungan minyak biji, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar minyak kernel jarak pagar. Kandungan minyak berbasis biji tertinggi dicapai oleh genotipe Lombok Tengah (32.61%) dan terendah genotipe Sumbawa Besar (26.21 %). Kadar minyak kernel berkisar antara 48.89-53.34% (Tabel 10).

Tabel 10. Rata – rata peubah kadar minyak dan hasil minyak jarak pagar.

Genotipe Minyak biji (whole seed)

(%)

Minyak kernel (%)

Hasil minyak biji/ha (Kg)

IP – 1A 29.25 ab 48.89 278.12 a IP – 1M 27.86 ab 50.26 85.59 ab IP – 2P 28.93 ab 49.54 293.44 a Lombok Timur 29.59 ab 52.73 18.45 c Lombok Barat 31.34 ab 52.42 31.11 b Lombok Tengah 32.61 a 53.34 25.67 b Sumbawa Besar 26.21 b 49.30 58.23 ab Bima 29.83 ab 49.71 13.05 c

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05.

Tabel 4 dan 10 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan tanaman yang memiliki jumlah cabang, baik cabang primer, sekunder maupun cabang produktif yang banyak mempunyai kandungan minyak biji yang lebih rendah dibandingkan dengan yang memiliki cabang lebih sedikit, tetapi setelah dikonversikan ke satuan hektar hasil minyak yang diperoleh tanaman yang cabang banyak memiliki hasil minyak biji per hektar lebih tinggi (Tabel 10).


(50)

PEMBAHASAN UMUM

Tanaman jarak pagar secara alami mempunyai pola pertumbuhan cabang secara spiral, tipe percabangan yang tumbuh dari tunas terminal yang sedang berbunga dichotomus (membagi dua), berbunga terminal dan bersifat indeterminate (Raden 2009). Sudut cabang jarak pagar berkisar antara 40-450, dengan demikian menunjukkan bahwa arah tumbuh atau sifat percabangan jarak condong ke atas (patens). Tjitrosoepomo (2005) menyatakan bahwa cabang dengan batang pokok membentuk sudut kurang lebih 450 disebut condong ke atas. Jika tanaman memiliki sedikit cabang primer, maka tipe pertumbuhan tampak tegak. Namun bila cabang primer banyak, maka tipe pertumbuhan tampak seperti semak dan kondisi ini hampir ditemukan pada semua ekotipe. Jika tanaman hingga berumur dua tahun dan tidak dilakukan pemangkasan, akan menimbulkan tinggi tanaman bervariasi di antara ekotipe, namun secara umum tanaman memiliki tinggi sedang antara 1-2 m dan yang terendah ditemukan pada ekotipe IP–2P, IP–1A dan IP–1M.

Ukuran diameter batang suatu ekotipe atau provenan akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah cabang (batang) primer. Hal ini disebabkan percabangan primer banyak terbentuk dipangkal batang yang dekat permukaan tanah. Sistem percabangan pada jarak pagar tidak beraturan. Cabang sekunder tumbuh dan berkembang pada batang utama dekat permukaan tanah (pangkal batang - akar) sehingga sering dijumpai pada tanaman dan sulit dibedakan batang utama dengan cabang primer. Dan perpanjangan cabang primer terhenti setelah terbentuk bunga pada bagian terminal cabang tersebut (Tjitrosoepomo 1987).

Tajuk merupakan refleksi dari pola pertumbuhan batang tanaman, sistem percabangan, stuktur dan distribusi daun, tempat induksi pembungaan dan buah atau pembentukan pucuk terminal (Halle et al. 1987). Pemangkasan batang utama dapat mengubah bentuk dan ukuran tajuk atau model tajuk tanaman jarak pagar. Model tajuk ini terbentuk seperti payung dan menyebar dan perubahan model tajuk ini merupakan indikasi dari struktur visual (view) bentuk pohon yang merefleksikan perilaku bentuk pohon akibat dominasi apikal. Tanaman yang dipangkas batang utamanya akan kehilangan dominasi apikal karena pengendali tunas apikal dihilangkan dari pucuk batang utama sehingga tunas - tunas lateral


(1)

52

 

 

Lampiran 2.

Prosedur analisis kandungan minyak jarak pagar dengan

metode Soxhlet

Bahan

: heksana, kapas, dan kertas saring

Alat

: Timbangan, blender, labu sox hlet, dan Oven

Langkah Kerja :

a.

Timbang 5 gram sampel biji kering jarak pagar yang telah dihaluskan

dengan menggunakan blender/grinder

b.

Biji yang telah dihaluskan tersebut diletakan di atas kapas yang beralaskan

kertas saring dan kemudian mengulung membentuk

thimble

c.

Kemudian gulungan yang membentuk thimble yang berisi biji yang telah

dihaluskan tersebut dimasukkan ke dalam

soxhlet

berulang-ulang hingga 60

x (agar sempurna).

d.

Ekstraksi dilakukan selama 90 menit dengan suhu 80 - 100

0

C dengan

menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml

e.

Setelah 2 jam lemak yang terekstraksi dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer

150 ml

f.

Erlenmeye

r di masukkan ke dalam oven selama 1 – 1.15 menit dengan suhu

100

o

C selama 1 jam.

g.

Setelah dikeluarkan dari Oven

Erlenmeyer

didinginkan dalam desikator

selam 30 menit kemudian ditimbang.

Analisis minyak berbasis biji (dengan kulit biji)

% kandungan minyak biji = Bobot lemak terekstraksi x 100%

Bobot sampel kering biji

Analisis minyak berbasis kernel (tanpa kulit biji)

% kandungan minyak kernel = Bobot lemak terekstraksi x 100%

Bobot

sampel

kernel


(2)

   

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

STASIUN KLIMATOLOGI DRAMAGA BOGOR

Lokasi : Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor

Lintang : 6

0

31’LS

Bujur : 106

0

44’BT

Elevasi : 201 m

Januari 2010 – Desember 2010

Bulan Temperatur Kelembaban udara (%

Penyinaran matahari (Cal/Cm2/mnt)

K A Curah hujan

(mm) R2 (0C) Max (oC) Min (oC)

RT2 RT2 RT2 RT2 Lama Intenst Km/J RR

Jan. Feb. Mar. Apr. Mei. Juni. Juli. Agst. Sept. Okt. Nop. Des 25.3 25.9 26.0 27.1 26.7 25.9 25.8 25.8 25.3 25.4 25.0 25.5 30.2 31.8 31.8 33.2 32.7 31.2 31.5 31.8 31.4 31.5 31.6 30.3 22.9 23.3 23.0 23.2 23.7 23.1 22.9 22.7 22.8 22.7 23.2 22.9 88 85 86 77 84 86 84 84 84 86 82 83 39 57 56 78 54 54 63 69 61 54 47 37 223 254 240 257 254 253 272 317 355 356 315 201 2.0 1.8 2.7 2.6 2.7 2.1 2.4 2.6 2.3 2.1 2.0 2.4 252.0 460.7 414.5 42.9 330.9 303.4 270.4 477.6 601.0 436.2 284.3 177.3 Jumlah Rata-rata 309.7 23.8 379 31.6 276.4 23.0 1009 84 669.0 55.7 3297.0 275 27.7 2.3 4051.2 -

53


(3)

   

 

Lampiran 4.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

STASIUN KLIMATOLOGI DRAMAGA BOGOR

Januari 2011 – September 2011

Bulan

Temperatur

(ºC)

Kelembaban

nisbi (%)

Penyinaran

matahari

Kecepatan angin

Curah hujan

8 jam

Intensitas

(mm)

RT-2 MAX MIN RT2

(%)

Cal/cm2/mnt

km/jam

HH

RR

Januari

25.4

29.6

22.8

83

33

232

2.2

16

203

Pebruari

25.6

30.5

22.6

79

37

283

1.9

16

86

Maret

25.7

30.9

22.8

82

35

280

1.9

26

140

April 25.8

31.8

23.0

84 46

317 1.9

24

278

Mei 26.1

32.0

23.0

84 51

300 1.5

24

361

Juni

26.1

32.2

22.5

80

66

307

1.6

16

275

Juli

26.2

32.2

30.9

82

47

318

1.9

16

202

Agts. 25.8

31.8

22.7

84

69 318 2.6

17

142

Sept.

25.3

31.4

22.8

84

61

357

2.4

16

106

Jumlah

232

282.4

213.1

742

445

2712

17.9

171

1793

Rata-rata 25.78 31.38 23.68 82.44

49.44

301.33

1.98

-

-


(4)

 

Lampiran 5. Kuadrat tengah karakter kuantitatif peubah buah pada beberapa

genotipe jarak pagar.

Sumber keragaman

db Jumlah buah/tanaman

Jumlah biji/tanaman

Bobot buah rata-rata (g)

Kelompok 2 4.12tn 783.43tn 10.95tn

Genotipe 7 3.11tn 1019.48* 11.09 *

Galat 14 1.91 418.60 3.32

Keterangan : *= berbeda, tn= tidak berbeda pada taraf nyata 5%.

Lampiran 6. Kuadrat tengah karakter kuantatif peubah bobot biji pada delapan

genotipe jarak pagar.

Kuadrat tengah

Sumber Keragaman

db Bbt basah biji(g)

Bbt 100 biji(g)

Bbt kering biji(g)

Bbt kering biji/ tan.

Bbt kering biji/petak (g)

Bbt kering biji/ ha

(kg)

Kelompok 2 0.13tn 24.55tn 0.06tn 509.45tn 73362.02tn 1530.02tn

Genotipe 7 0.15* 34.80tn 0.09tn 503.20* 72463.43* 1547.99tn

Galat 14 0.04 36.25 0.02 184.16 26520.01 784.40

Keterangan : *= berbeda, tn= tidak berbeda pada taraf 5 %, Bbt = bobot.

Lampiran 7. Kuadrat tengah karakter kuantitatif cabang pada delapan aksesi

jarak pagar

Sumber Keragaman

Kuadrat tengah

db JCP 12 HSP

JCS 12 HSP

PC III (cm)

PC VI (cm)

PC VIII (cm)

PC X (cm)

C P

Kelompok 2 0.23tn 0.68tn 1.02tn 20.84tn 9.62tn 16.55tn 0.14tn

Genotipe 7 4.46tn 2.03* 0.43tn 13.02tn 33.9tn 73.82tn 0.68*

Galat 14 1.72 0.93 0.63 42.26 67.8 123.7 0.03

Keterangan : *=berbeda pada taraf 5%, tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; JCP=Jumlaah cabang primer, JCS=jumlah cabang sekunder, PC=panjang cabang, HSP= Hari setelah dipangkas.


(5)

56

 

 

Lampiran 8. Kuadrat tengah sifat kuantitatif diameter cabang pada delapan

genotipe

Sumber Keragaman

Kuadrat tengah

db D C III MSP

(cm)

D C VI MSP(cm)

D C VIII MSP (cm)

D C X MSP (cm)

Kelompok 2 1585.3tn 0.082tn 0.06tn 0.04 tn

Genotipe 7 1393.8tn 0.01 0.005 * 0.03 *

Galat 14 1321.48 0.02 0.03 0.02

Keterangan : tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; DC=Diameter cabang , MSP= Minggu setelah dipangkas.

Lampiran 9. Kuadrat tengah karakter kuantitatif daun pada delapan aksesi jarak

pagar

Kuadrat

tengah

Sumber Keragaman

db JD II

HSP (cm)

JDIII HSP (cm)

JDIV HSP (cm)

JDVI HSP (cm)

JDVII HSP (cm)

JD X HSP (cm)

Kelompok 2 9.43tn 18.99tn 733.93tn 52.35tn 2052.98 tn 8.22tn

Genotipe 7 22.02 tn 35.36tn 904.14tn 7.54 tn 292.27 tn 391.58 *

Galat 14 21.19 32.82 1443.9 47.55 255.81 198.71

Keterangan : tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; JD=Jumlah daun , HSP = Hari setelah

dipangkas

.

Lampiran 10. Kuadrat tengah karakter kuantitatif buah pada delapan aksesi jarak

pagar

Kuadrat

tengah

Sumber Keragaman

db UMRB (HSP)

Jumlah buah/tandan

Jumlah tandan/tanam

an.

Jumlah buah/tanaman

Kelompok 2 364.62tn 8.86tn 0.10tn 143.39tn

Genotipe 7 121.90* 35.96* 2.67t* 320.22*

Galat 14 37.38 3.62 0.36 34.46


(6)

 

Lampiran 11. Kuadrat tengah karakter kuantitatif biji pada delapan aksesi jarak

pagar

Kuadrat tengah

Sumber Keragaman

db Bbt buah

rata-rata(g)

Jumlah biji per tanaman

Bbt basah biji

(g)

Bbt kering biji rata-rata

Bobot 100 biji (g)

Kelompok 2 14.58tn 149078.42tn 0.08tn 0.03tn 47.56tn

Genotipe 7 18.11* 287163.42* 0.75* 0.04tn 25.11tn

Galat 14 5.22 30669.56 0.23 0.05 28.42

Keterangan : tn = tidak beda nyata, *= beda nyata pada taraf 5 %; Bbt=Bobot

Lampiran 12. Kuadrat tengah karakter kuantitatif biji pada delapan aksesi jarak

pagar

Kuadrat

tengah

Sumber Keragaman

db Bbt kering biji

per tanaman (g)

Bobot biji per petak (kg)

Bobot kering biji per hektar (kg)

Kelompok 2 52933.65* 7622446.84tn 294227.34tn

Genotipe 7 77631.61* 11178952.57* 459719.76*

Galat 14 21027.99 3028031 145129.91

Keterangan : tn = tidak beda nyata, * = beda nyata pada taraf 5 %;

Lampiran 13. Kuadrat tengah kadar minyak pada delapan aksesi jarak pagar

Kuadrat

tengah

Sumber Keragaman

db Biji kering (%) Kernel (%)

Kelompok 2 0.24606667 tn 0.1311 tn

Genotipe 7 11.60540417* 0.2340 tn

Galat 14 8.3832381 6.1876

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = beda nyata pada taraf 5 %.