In vitro propagation study of physic nut (Jatropha curcas L ) through organogenesis and embryogenesis

(1)

STUDI PERBANYAKAN JARAK PAGAR UNGGUL

(Jatropha curcas L.) SECARA IN VITRO MELALUI

LINTASAN ORGANOGENESIS DAN

EMBRIOGENESIS

ANGGI NINDITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Studi Perbanyakan Jarak Pagar Unggul (Jatropha curcas L.) secara in Vitro Melalui Lintasan Organogenesis dan Embriogenesis” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010

Anggi Nindita NRP A253074011


(3)

through Organogenesis and Embryogenesis. Under supervision of Bambang S. Puwoko as chairman; Darda Efendi, and Iswari Saraswati Dewi as members of the advisory committee.

Plant species with rich secondary metabolites such as Jatropha curcas L. is difficult to propagate through tissue culture. Once established, tissue culture propagation supports uniform propagules supply. The objectives of the research were to obtain in vitro culture media for shoot induction through organogenesis and embryogenesis pathway. Three experiments were conducted. Plant materials used in the first experiment were cotyledon and hypocotyl from seed cultured in vitro, while in the second experiment were stem segments excised from young shoots of two month cuttings and leaves from cuttings grown in the greenhouse. In the third experiment embryo axis and cotyledon were used to obtain somatic embryo. The results of the first experiment showed that shoot induction can be obtained from both cotyledons and hypocotyls.However hypocotyls gave more shoots and leaves than cotyledons when cultured in MS + IAA 0.1 mg/l + BAP 3.0 mg/l. In second experiment, based on number of shoots and time of shoots initiation, MS+BAP 4.0 mg/l gave the highest number of shoots and earlier time of shoot initiation. However the highest number of leaves was given by MS+ NAA 0.5 mg/l + BAP 4.0 mg/l. In the third experiment, somatic embryos were obtained only from MS medium supplemented with picloram 1.0 mg/l for both embryo axis and cotyledon explants.


(4)

Anggi Nindita. Studi Perbanyakan Jarak Pagar Unggul (Jatropha curcas L.) secara in

Vitro Melalui Lintasan Organogenesis dan Embriogenesis. Dibawah bimbingan

Bambang S. Purwoko sebagai ketua Komisi Pembimbing, Darda Efendi dan Iswari Saraswati Dewi sebagai anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi zat pengatur tumbuh dan jenis eksplan yang tepat, yang berpotensi untuk menginduksi organogenesis dan embriogenesis jarak pagar in vitro. Kegiatan penelitian secara keseluruhan terdiri atas tiga percobaan yaitu : (1) organogenesis in vitro pada kotiledon dan hipokotil tanaman jarak pagar; (2) Induksi organogenesis dari stek batang dan daun tanaman jarak pagar, dan (3) Studi perbanyakan masal jarak pagar secara in vitro melalui lintasan embriogenesis somatik.

Percobaan pertama yaitu organogenesis in vitro pada kotiledon dan hipokotil tanaman jarak pagar. Percobaan pertama terdiri dari dua percobaan yaitu percobaan 1a adalah pengaruh taraf IAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak pagar dengan menggunakan eksplan hipokotil. Percobaan kedua yaitu percobaan 1b adalah pengaruh taraf IAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak pagar dengan eksplan kotiledon. Pada kedua percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah taraf kombinasi zat pengatur tumbuh IAA ( 0; 0.05 dan 0.1 mg/l). Faktor kedua adalah BAP (0; 1.0; 2.0; 3.0 mg/l). Setiap kombinasi perlakuan diulang 20 kali, sehingga setiap percobaan terdapat 12 x 20 = 240 botol satuan percobaan, satuan percobaan adalah dua eksplan per botol. Pengamatan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap minggu selama delapan minggu. Peubah yang diamati adalah skor perkembangan kalus, skor warna kalus, waktu kalus muncul, jumlah daun, waktu daun muncul, jumlah tunas, dan waktu daun muncul.

Percobaan kedua adalah Induksi organogenesis dari stek batang dengan jumlah buku lebih dari satu dan daun tanaman jarak pagar. Pada percobaan ini eksplan yang digunakan adalah eksplan yang berasal dari IP-1P yang sudah distek selama ± 2 bulan. Percobaan kedua terdiri dari dua percobaan, yaitu percobaan 2a adalah pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak pagar dengan menggunakan eksplan stek batang dan Percobaan 2b adalah pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak pagar dengan menggunakan eksplan daun. Pada kedua percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah taraf kombinasi zat pengatur tumbuh yaitu NAA (0; 0.5; 1.0 mg/l). Faktor kedua adalah taraf kombinasi zat pengatur tumbuh BAP (0; 2.0; 3.0; 4.0 mg/l). Setiap kombinasi perlakuan diulang 10 kali, sehingga terdapat 12 x 10 = 120 satuan percobaan pada setiap percobaan, masing-masing 1 botol dengan 2 eksplan per botol. Pengamatan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap minggu, selama delapan minggu. Peubah yang diamati adalah jumlah eksplan yang berkalus, waktu pembentukan kalus (HST), jumlah daun dan waktu pembentukan daun.

Pada percobaan tiga yaitu studi perbanyakan masal jarak pagar secara in vitro

melalui lintasan embriogenesis somatik. Percobaan ini bertujuan untuk menginduksi kalus embriogenik dan mendapatkan embrio somatik dengan perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh. Pada percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor A adalah jenis eksplan yang


(5)

kali, sehingga terdapat 14 x 10 = 140 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap minggu. Peubah yang diamati adalah skor perkembangan kalus, skor warna kalus, jumlah embrio somatik, waktu munculnya embrio somatik.

Hasil penelitian pada percobaan pertama menunjukkan bahwa induksi tunas dapat diperoleh dari eksplan yang berasal dari hipokotil dan kotiledon. Percobaan dengan menggunakan eksplan hipokotil manghasilkan jumlah tunas lebih banyak dibandingkan eksplan kotiledon pada kombinasi zat pengatur tumbuh IAA 0.1 mg/l+ BAP 3.0 mg/l. Pada percobaan kedua, eksplan daun tidak berhasil menginduksi tunas, sedangkan eksplan dengan stek batang mampu menginduksi tunas. Berdasarkan jumlah tunas dan waktu muncul tunas kombinasi zat pengatur tumbuh MS+NAA 0 mg/l + BAP 4.0 mg/l menghasilkan jumlah tunas yang terbanyak dan waktu muncul kalus yang tercepat. Jumlah daun yang terbanyak pada percobaan kedua adalah pada media MS+NAA 0.05 mg/l + BAP 4.0 mg/l. Pada percobaan ketiga, embrio somatik dapat terbentuk pada media yang mengandung picloram 1.0 mg/l saja untuk jenis eksplan aksis embrio dan kotiledon.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB.


(7)

STUDI PERBANYAKAN JARAK PAGAR UNGGUL

(Jatropha curcas L.) SECARA IN VITRO MELALUI

LINTASAN ORGANOGENESIS DAN

EMBRIOGENESIS

ANGGI NINDITA

Tesis

Sebagi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

(9)

Nama : Anggi Nindita NIM : A253074011

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof.Dr.Ir. Bambang Sapta Purwoko, MSc.

Anggota

Dr.Ir. Darda Efendi, MSi.

Anggota

Dr.Ir. Iswari Saraswati Dewi

Diketahui,

Ketua Mayor

Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(10)

karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian berjudul ‘Studi Perbanyakan Jarak Pagar Unggul (Jatropha curcas L) Secara In Vitro Melalui Lintasan Organogenesis dan Embriogenesis’ dilaksanakan sejak bulan Agustus 2009 - Juni 2010.

Terima kasih penulis ucapkan khusus kepada ketua komisi pembimbing Bapak Prof.Dr.Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Beliau tidak hanya sebagai pembimbing tetapi juga sebagai orangtua yang selalu memberikan bimbingan yang terarah kepada penulis tentang cara berpikir yang sistematis, disiplin, dan selalu memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan thesis. Terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Darda Efendi, M.Si. atas bimbingannya yang analitis dan sistematik, dan terimakasih kepada Ibu Dr.Ir. Iswari Saraswati Dewi selaku pembimbing yang intensif memberikan masukan yang berharga dan menjadikan penulis semangat untuk menjadi seorang peneliti, serta Ibu Dr. Ir. Dewi Sukma M.Si sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Ecoscience bekerjasama dengan SBRC LPPM-IPB atas beasiswa pendidikan yang diberikan kepada penulis, serta kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Hibah Kompetitif Penelitian sesuai Prioritas Nasional Nomor: 343/SP2H/PP/DP2M/VI/2009, yang diberikan kepada Prof.Dr.Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc dan Dr.Ir. Darda Efendi, M.Si. atas bantuan dana penelitian yang diberikan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Orang Tua, Suami, keluarga dan seluruh sahabat. Semoga bimbingan dan segala bentuk bantuan yang telah diberikan dari semua pihak mendapatkan nilai ibadah yang diterima oleh Allah SWT. Semoga thesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan. Terimakasih.

Bogor, Agustus 2010


(11)

Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 9 Maret 1983 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Djumar Hanifa Hutagalung dan B. Shinta Dharmapadni. Penulis menikah dengan Ardianto Mufaadi SP. M.Si.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Anyelir II Depok pada tahun 1994, SLTPN II Depok pada tahun 1997, dan SMU Negeri 109 Jakarta Selatan pada tahun 2000. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004.

Penulis bekerja sebagai staf di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC LPPM-IPB) untuk penelitian tanaman jarak pagar dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan program Magister, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan diselesaikan pada Agustus 2010.


(12)

ix

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani dan Ciri Morfologi Jatropha curcas L. ... 4

Kultur Jaringan Tanaman ... 8

Kultur Jaringan Tanaman Jarak Pagar ... 9

Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan ... 12

Embriogenesis Somatik ... 13

METODOLOGI PENELITIAN ... 16

Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 19

Percobaan I. Organogenesis In vitro pada Kotiledon dan Hipokotil . 20 Percobaan II. Induksi Organogenesis dari Stek tunas dan Daun ... 22

Percobaan III. Studi Perbanyakan Masal Jarak Pagar secara In vitro Melalui Lintasan Embriogenesis Somatik ... 23

Model Statistik untuk Semua Percobaan ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Percobaan I. Organogenesis In vitro pada Kotiledon dan Hipokotil ... 27

Kondisi Umum ... 27

Kondisi Umum pada Percobaan 1a ... 28

Kondisi Umum pada Percobaan 1b ... 29

Waktu Muncul Kalus ... 30

Waktu Muncul Kalus pada Percobaan 1a ... 30

Waktu Muncul Kalus pada Percobaan 1b ... 31

Jumlah Eksplan Membentuk Kalus ... 32

Jumlah Eksplan Membentuk Kalus pada Percobaan 1a ... 32

Jumlah Eksplan Membentuk Kalus pada Percobaan 1b ... 33

Perkembangan Kalus ... 34

Perkembangan Kalus pada Percobaan 1a ... 34

Perkembangan Kalus pada Percobaan 1b ... 35


(13)

x

Jumlah Tunas pada Percobaan 1a... 39

Jumlah Tunas pada Percobaan 1b ... 40

Waktu Muncul Daun ... 41

Waktu Daun Kalus pada Percobaan 1a... 41

Waktu Daun Kalus pada Percobaan 1b ... 42

Jumlah Daun ... 43

Jumlah Daun pada Percobaan 1a ... 43

Jumlah Daun pada Percobaan 1b ... 43

Percobaan II. Induksi Organogenesis dari Stek in vtro dan Daun ... 45

Kondisi Umum ... 45

Waktu Muncul Tunas ... 46

Jumlah Eksplan Membentuk Tunas ... 48

Jumlah Tunas ... 49

Jumlah Daun ... 50

Percobaan III. Perbanyakan Masal Jarak Pagar Secara In Vitro Melalui . Lintasan Embriogenesis Somatik... 52

Kondisi Umum ... 52

Jumlah Eksplan Berkalus dan Jumlah Eksplan Membentuk Embrio Somatik ... 52

Perkembangan Kalus dan Warna Kalus ... 53

Jumlah Embrio Somatik ... 55

Waktu Muncul Embrio Somatik ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(14)

xi

No Halaman

1 Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP

dengan eksplan hipokotil ... 20 2 Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP

dengan eksplan kotiledon ... 21 3 Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP

dengan eksplan stek batang ... 22 4 Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP

dengan eksplan daun ... 23 5 Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

picloram dengan jenis eksplan ... 24 6 Rekapitulasi uji F pengaruh IAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak

pagar dengan eksplan hipokotil ... 28 7 Rekapitulasi uji F pengaruh IAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak

pagar dengan eksplan kotiledon ... 29 8 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

hipokotil terhadap waktu muncul kalus ... 30 9 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

kotiledon terhadap waktu muncul kalus ... 31 10 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dari eksplan hipokotil terhadap

persentase jumlah eksplan membentuk kalus ... 32 11 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dari eksplan kotiledon terhadap

persentase jumlah eksplan membentuk kalus ... 34 12 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

hipokotil terhadap perkembangan kalus ... 35 13 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

kotiledon terhadap perkembangan kalus ... 36 14 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

hipokotil terhadap warna kalus ... 37 15 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

kotiledon terhadap warna kalus ... 38 16 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

hipokotil terhadap jumlah tunas ... 39 17 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

kotiledon terhadap jumlah tunas ... 40 18 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan


(15)

xii

20 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan hipokotil terhadap jumlah daun ... 44 21 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan

kotiledon terhadap jumlah daun ... 44 22 Rekapitulasi uji F pengaruh NAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak

pagar dengan eksplan stek batang dan daun... 45 23 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap waktu terbentuknya

tunas pada stek batang pada 12 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 46 24 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dari eksplan stek batang

terhadap persentase jumlah eksplan bertunas (%) pada 12 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 48 25 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap jumlah tunas pada

eksplan stek tunas pada 12 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 50 26 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap jumlah daun pada

eksplan stek batang pada 12 MST (Minggu Setelah Tanam)... 51 27 Rekapitulasi sidik ragam pada induksi embrio somatik ... 52 28 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dan jenis eksplan terhadap

persentase jumlah eksplan berkalus dan jumlah eksplan membentuk

embrio somatik pada 12 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 53 29 Pengaruh jenis eksplan terhadap perkembangan kalus ... 53 30 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh pada jenis eksplan aksis

embrio dan kotiledon terhadap perkembangan kalus pada 12 MST

(Minggu Setelah Tanam) ... 54 31 Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap warna kalus pada

12 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 55 32 Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap

jumlah eksplan membentuk embrio somatik ... 56


(16)

xiii

No Halaman

1 Tahapan perbanyakan jarak pagar dari stek batang dan daun ... 18

2 Alur penelitian studi perbanyakan masal jarak pagar secara in vitro melalui lintas organogenesis dan embriogenesis ... 19

3 Skoring perkembangan kalus ... 25

4 Skoring warna kalus... 25

5 Sumber eksplan dan tahapan perkecambahan secara in vitro. ... 27

6 Perkembangan kalus pada eksplan yang berasal dari hipokotil (A) dan kotiledon (B) pada 8 MST... 36

7 Warna kalus putih bening (A) dan hijau bening (B)... 39

8 Organogenesis dari eksplan hipokotil (A) dan eksplan kotiledon (B) ... 41

9 Tahapan perkembangan organogenesis lapang dari eksplan stek batang .. 47

10 Kalus embriogenik yang diduga membentuk tahapan globular ... 55

11 Eksplan yang membentuk embrio somatik pada tahapan (A) globular, (B) torpedo, dan (C) kotiledon ... 57

12 Pengamatan embrio somatik secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop stereo... 57


(17)

xiv

No Halaman

1 Komposisi larutan stok media Murashige dan Skoog (MS) ... 66

2 Pembuatan larutan stok untuk zat pengatur tumbuh ... 66

3 Hasil optimasi cara sterilisasi jarak pagar serta persentase keberhasilan sterilisasi eksplan ... 67

4 Deskripsi jarak pagar IP-1P... 70

5 Sidik ragam perkembangan kalus pada eksplan hipokotil (Percobaan I) . 71 6 Sidik ragam perkembangan kalus pada eksplan kotiledon (Percobaan I) .. 73

7 Sidik ragam warna kalus pada eksplan hipokotil (Percobaan I)... 75

8 Sidik Ragam Warna Kalus pada Eksplan Kotiledon (Percobaan I) ... 77

9 Sidik ragam jumlah daun pada eksplan hipokotil (Percobaan I) ... 79

10 Sidik ragam jumlah daun pada eksplan kotiledon (Percobaan I) ... 81

11 Sidik ragam jumlah tunas pada eksplan hipokotil (Percobaan I) ... 83

12 Sidik ragam jumlah tunas pada eksplan kotiledon (Percobaan I)... 85

13 Sidik ragam waktu muncul kalus pada eksplan hipokotil (Percobaan I) ... 86

14 Sidik ragam waktu muncul kalus pada eksplan kotiledon (Percobaan I) .. 86

15 Sidik ragam waktu muncul daun eksplan hipokotil (Percobaan I) ... 87

16 Sidik ragam waktu muncul daun pada eksplan kotiledon (Percobaan I) ... 87

17 Sidik ragam jumlah tunas (Percobaan II) ... 87

18 Sidik ragam jumlah daun (Percobaan II) ... 88

19 Sidik ragam perkembangan kalus (Percobaan III) ... 88

20 Sidik ragam warna kalus (Percobaan III) ... 88

21 Sidik ragam jumlah eksplan membentuk embrio somatik (Percobaan III) 89 22 Sidik ragam waktu muncul embrio somatik (Percobaan III) ... 90


(18)

Latar Belakang

Cadangan minyak mentah dunia semakin hari semakin berkurang sedangkan kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia. Menghadapi kenaikan harga minyak pada tahun 2005, pemerintah Indonesia melakukan kebijakan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (Krisnamurthi 2006). Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut kebutuhan Indonesia terhadap minyak bumi dapat dipenuhi dengan sumber energi nabati hingga 2% kebutuhan saat ini (Ditjen Migas 2009). Penggunaan minyak nabati menarik bagi investor dan pekerja lingkungan dalam konteks clean

development mechanism (Achten et al. 2008). Beberapa tanaman yang

mempunyai potensi sebagai bahan bakar nabati antara lain kelapa sawit, kelapa, ubi kayu, ubi jalar, tebu, kedelai, jagung, dan jarak pagar.

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang diunggulkan di Indonesia sebagai penghasil minyak untuk biodiesel. Jarak pagar merupakan species dari famili Euphorbiaceae yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman jarak pagar juga dapat digunakan untuk reklamasi lahan karena dapat tumbuh di lahan bekas tambang (Aderibigbe et al. 1997). Namun demikian, produktivitas jarak pagar masih relatif rendah, sehingga upaya untuk meningkatkan produktivitas menjadi prioritas. Salah satu permasalahan yang menyebabkan petani kurang tertarik untuk mengembangkan jarak pagar adalah belum tersedianya jarak pagar yang berproduksi tinggi sehingga mampu memberikan keuntungan bagi petani yang membudidayakan tanaman jarak pagar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama cukup bervariasi, yaitu 0.3 kg/pohon (Heller 1996), 400 kg/ha/tahun (Jones and Miller 1992), 200 kapsul/tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et al. 2007). Pada tanaman dewasa dengan input yang rendah produksi biji hanya sekitar 0.5 ton/tahun/hektar namun dengan input yang tinggi produksi biji dapat mencapai sekitar 4-5 ton/tahun/hektar (Feike et al. 2007). Potensi produksi biji kering tanaman jarak pagar ekotipe Lombok Barat pada tahun pertama sebesar


(19)

880.78 kg/ha (352.31 gram/tanaman) dari tanaman asal stek, dan 749.81 kg/ha (299.92 gram/tanaman) dari tanaman asal biji, serta 484.11 kg/ha (193.64 g/tanaman) dari tanaman asal biji yang kemudian dipangkas (Santoso et al. 2008). Saat ini tanaman jarak pagar mulai dikembangkan sebagai komoditas penting sumber penghasil energi alternatif yang dapat diperbaharui. Sebelumnya tanaman jarak pagar tidak memiliki nilai ekonomi selain sebagai pagar atau tanaman obat sehingga tidak menjadi prioritas objek penelitian. Namun saat ini akibat peningkatan budidaya jarak pagar di Indonesia maka timbul beberapa permasalahan dalam pengembangan tanaman jarak pagar yaitu belum adanya varietas yang unggul, jumlah ketersediaan bibit yang terbatas, teknik budidaya yang belum memadai dan sistem pemasaran dan harga yang belum ada standar (Hariyadi 2006).

Upaya pengembangan tanaman jarak pagar memerlukan penyediaan bibit atau benih sebagai bahan tanam. Perbanyakan jarak pagar dapat ditempuh dengan cara konvensional dan non konvensional. Secara konvensional jarak pagar biasanya diperbanyak dengan stek batang dan biji. Perbanyakan dengan stek batang membutuhkan syarat-syarat tertentu antara lain stek diambil dari tanaman yang telah berumur 4 tahun, berdiameter 1.5 – 2.5 cm dan panjang 25 – 40 cm dan berbentuk lurus (Hasnam dan Zainal 2006), sedangkan perbanyakan non konvensional adalah pemakaian teknologi kultur jaringan. Perbanyakan dengan teknik ini memiliki kelebihan yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena dilakukan di ruang tertutup, tidak memerlukan bahan tanam yang banyak, dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat dan tanaman yang dihasilkan seragam bebas dari penyakit.

Selain beberapa kelebihan yang dimiliki oleh teknik kultur jaringan terdapat beberapa syarat lain yang harus dipenuhi oleh suatu tanaman. Syarat awal untuk menetapkan metode kultur jaringan sebagai suatu cara perbanyakan pada suatu tanaman yaitu : (1) kecepatan organogenesis atau embriogenesis untuk pembentukan planlet tinggi, (2) planlet yang dihasilkan secara in vitro harus mampu bertahan di lapangan dan penampakan di lapangan seperti yang diharapkan atau lebih baik, (3) penggunaan kultur jaringan dapat memberikan


(20)

keuntungan lebih dibandingkan sistem perbanyakan secara konvensional, dan (4) sifat-sifat atau karakteristik yang diinginkan harus dapat dipertahankan (Gunawan 1992).

Pengembangan tanaman jarak pagar menghadapi kendala penyediaan bahan tanaman berupa varietas unggul. Produksi jarak pagar dapat ditingkatkan dengan pengembangan kultivar yang resisten hama dan penyakit, toleran kekeringan dan produktivitas tinggi, antara lain adalah dengan metode rekayasa genetika. Penerapan metode rekayasa genetika memerlukan eksplan yang mampu membentuk tunas atau embrio somatik secara efisien sebagai targetnya. Kedua teknik ini perlu dikembangkan sehingga diperoleh informasi sistem regenerasi in vitro yang baik. Regenerasi tanaman sifatnya spesifik untuk tiap-tiap genotipe tanaman, alternatif teknik regenerasi tunas (organogenesis) atau embrio somatik (embriogenesis) perlu dibakukan untuk masing–masing genotipe.

Penentu keberhasilan dalam pembentukan tunas adventif atau embrio somatik adalah tersedianya zat pengatur tumbuh. Oleh karena itu perlu adanya penelitian regenerasi tanaman secara in vitro melalui organogenesis dan embriogenesis dengan informasi yang tepat mengenai jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dalam media induksi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh : (1) jenis eksplan, dan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum untuk menginduksi organogenesis pada jarak pagar; (2) jenis eksplan, dan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum untuk menginduksi embriogenesis somatik pada jarak pagar.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat jenis eksplan dan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum untuk menginduksi organogenesis pada jarak pagar.

2. Terdapat jenis eksplan dan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum untuk menginduksi embriogenesis somatik jarak pagar.


(21)

Botani dan Ciri Morfologi Jatropha curcas L.

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman perdu (semak) famili Euphorbiaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Di Meksiko, tanaman tumbuh secara alami di kawasan hutan pinggiran pantai. Di Afrika dan Asia, jarak pagar hanya ditemukan sebagai tanaman pagar atau pembatas lahan pertanian. Jarak pagar menyebar di Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipina sebelum tahun 1750 (Heller 1996). Di Indonesia, tanaman ini diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 1942 sebagai tanaman pekarangan. Beberapa nama daerah jarak pagar yaitu jarak kosta atau jarak budeg (Sunda), jarak gundul atau jarak pager (Jawa), kelekhe paghar (Madura), jarak pager (Bali), lulu mau, paku kase, dan jarak pageh (Nusa Tenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi), serta ai huwa kamala, balacai dan kadoto (Maluku) (Hambali et al. 2006).

Jarak pagar termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, dan species Jatropha curcas L. (Nurcholis dan Sumarsih 2007). Genus Jatropha memiliki 175 spesies (Liu et al. 2007); dari jumlah ini lima spesies terdapat di Indonesia, yaitu J. Curcas L dan J. gossypiifolia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan J. integerrima Jacq, J. multifida dan

J. podagrica Hook digunakan sebagai tanaman hias (Hasnam 2006). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil minyak bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Hariyadi 2006).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman multiguna yang pemanfaatannya sangat luas. Menurut Heller (1996), manfaat lain tanaman jarak pagar dibedakan berdasarkan bagian-bagian dari tanaman jarak pagar antara lain:

a. Bagian Tanaman. Jarak pagar dibudidayakan sebagai tanaman pagar untuk memagari kebun dan lahan, menjaga tanaman kebun dari hewan yang mengganggu seperti ternak atau kambing (Henning 2007). Di daerah Cape


(22)

Verde, jarak pagar ditanam di daerah gersang (kering) untuk mengontrol erosi tanah akibat air atau angin, dan kayunya digunakan sebagai bahan bakar. Di daerah Madagaskar, Pulau Comore, Papua Nugini, dan Uganda jarak pagar digunakan sebagai tanaman penunjang untuk vanila.

b. Buah. Bagian buah terdiri atas kulit buah, kulit biji dan biji. Kulit buah maupun kulit biji digunakan untuk kayu bakar dan bahan baku pupuk organik.

c. Biji. Biji jarak pagar dapat dipres sampai mengeluarkan minyak jarak dan menyisakan bungkil. Minyak jarak terutama sebagai salah satu sumber bahan baku biodiesel. Hasil samping pembuatan biodiesel berupa gliserin dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun. Bungkil jarak pagar dapat diolah menjadi arang briket yang merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk bahan bakar rumah tangga.

Manfaat lain jarak pagar adalah ekstrak biji, daun dan kulit pohon jarak pagar dapat digunakan sebagai obat tradisional. Ekstrak metanol dari daun jarak pagar dapat melindungi sel limfoblastoid pada manusia melawan efek cytopathic

dari virus human immunodeficiency virus (HIV). Daun yang masih muda aman dimakan jika dikukus atau direbus. Air rebusannya dapat digunakan untuk mengobati batuk dan sebagai antiseptik setelah melahirkan. Daunnya digunakan juga sebagai teh untuk obat malaria (Henning 2007). Di beberapa wilayah tertentu di Meksiko jarak pagar dapat dimakan karena tidak mengandung phorbol ester sehingga tidak beracun. Minyak jarak pagar berguna sebagai obat pencuci perut, penyakit kulit dan rematik. Phorbol ester dari minyaknya digunakan untuk mengontrol berbagai hama. Di Nigeria jarak pagar digunakan untuk stik permen karet. Getah dari batang digunakan untuk menghentikan pendarahan pada luka (Heller 1996, Henning 2007). Getah mengandung agen antimikroba

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pyogenes dan Candida albicans.

Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu dengan tinggi 1 -7 meter dengan sistem perakaran berupa akar tunggang berwarna putih kecoklatan. Batang berwarna putih kotor, berkayu, silindris, dan bergetah (Hariyadi 2006) dengan percabangan tidak teratur yang terdiri atas cabang primer, cabang sekunder, dan cabang terminal. Cabang primer merupakan batang utama dan percabangan yang


(23)

pertama kali terbentuk. Cabang yang terbentuk pada cabang primer disebut sebagai cabang sekunder yang merupakan tempat tumbuh dari cabang terminal. Cabang terminal adalah cabang tempat tumbuhnya daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, jumlah cabang terminal ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder. Dalam budidaya, jumlah cabang primer dibatasi 3 – 5 cabang/tanaman, dan tiap cabang primer dibatasi tiga cabang sekunder. Jumlah cabang terminal dalam satu tanaman lebih dari 40 – 45 cabang akan menyebabkan produksi menurun, sehingga setiap cabang sekunder hanya dibatasi tiga cabang terminal (Ferry 2006).

Daun berwarna hijau lebar daun 6 – 16 cm dan panjang tangkai daun 4 – 15 cm. Struktur daun berupa daun tunggal, berbentuk bulat telur (elips), berlekuk, bersudut tiga atau lima, dan tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama (Hariyadi 2006).

Jarak pagar adalah tanaman monosius dengan bunga berkelamin satu (uniseksual) dan jarang yang hermaphrodite. Bunga tersusun dalam malai (inflorescence) dengan lima kelopak bunga (sepal) dan lima mahkota bunga (petal) yang berwarna hijau–kekuningan atau coklat–kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari (stamen) dengan pola tersusun dalam dua lingkaran (whorl) masing-masing terdiri atas lima benang sari yang menyatu membentuk tabung. Bunga betina berukuran lebih besar dibanding bunga jantan terdiri atas bakal buah (ovarium) dengan lima lokus (ruang) yang masing–masing berisi satu bakal biji (ovulum). Tangkai putik (stilus) melekat pada pangkal bunga dengan kepala putik (stigma) terpecah tiga (Hasnam 2006). Hariyadi (2006) menyatakan bahwa dalam satu bunga umumnya terdapat tiga ovul/ovarium.

Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m di atas permukaan laut. Curah hujan berkisar antara 300-2380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-26oC. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menyerap air sehingga toleran terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat. Tanaman ini dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5.0-6.5 (Hariyadi 2006).


(24)

Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara generatif dengan biji (secara langsung atau melalui pembibitan sebelum penanaman) (Achten et al. 2008), secara vegetatif dengan stek (Swamy dan Singh 2006; Fieke et al. 2007) atau melalui kultur jaringan (Datta et al. 2007). Eksplan yang dapat digunakan dalam perbanyakan kultur jaringan jarak pagar yaitu bagian hipokotil, epikotil, pucuk, daun, dan tangkai daun (Sujatha dan Mukta 1996; Wei Qin et al. 2004).

Perbanyakan vegetatif dapat berasal dari stek cabang maupun stek pucuk. Penggunaan stek cabang sebagai bahan tanaman perlu memperhatikan diameter, umur yang dicirikan dengan berkayu dan belum berkayu dan panjang stek. Stek cabang yang cukup baik pertumbuhannya adalah stek yang berdiameter 2 cm, berkayu berwarna hijau keabuabuan (Ferry 2006). Menurut Santoso dan Purwoko (2008) pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar yang berasal dari biji dan stek batang memiliki pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang skunder) yang sama. Tanaman berasal dari stek lebih cepat berbunga dibandingkan tanaman dari biji. Namun menurut Heller (1996), perbanyakan tanaman dari stek menunjukkan umur yang lebih pendek dan ketahanan kekeringan dan penyakit yang lebih rendah dibanding yang diperbanyak dari biji. Hal ini menurut Kumar dan Sharma (2008) mungkin disebabkan tanaman yang dihasilkan dari stek tidak menghasilkan akar tunggang (karena itu kurang toleran terhadap kekeringan). Tanaman dari stek menghasilkan akar-tunggang palsu yang dapat menembus hanya 1/2 atau 2/3 kedalaman tanah dibandingkan akar tunggang yang dihasilkan tanaman yang tumbuh dari biji. Akar tunggang tanaman yang berasal dari biji langsung, diyakini dapat mencapai lapisan tanah yang lebih dalam.

Sebagai tanaman menyerbuk silang, tanaman jarak pagar membutuhkan agensia polinator (biasanya serangga) untuk memfasilitasi terjadinya penyerbukan silang. Aktivitas polinator yang tinggi akan mendukung terjadinya persilangan antar individu tanaman (Heliyanto 2007). Adikadarsih dan Hartono (2007) mengemukakan bahwa penggunaan biji jarak pagar untuk benih harus berasal dari buah yang berwarna kuning hingga kuning kehitaman karena memiliki daya berkecambah dan daya tumbuh yang tinggi yaitu masing-masing 89% dan 81%.


(25)

Biji jarak pagar merupakan biji berkeping dua (dikotil). Secara umum biji jarak tersusun atas kulit (shell) dan isi biji (kernel) yang di dalamnya terdapat embrio. Kulit menempel sekitar 28.82% dari biji, dan isi sekitar 71.19%. Isi biji terdiri atas embrio, kotiledon atau daun biji (Santoso et al. 2007).

Kultur Jaringan Tanaman

Menurut Zulkarnain (2009), kultur jaringan adalah istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara in vitro terhadap berbagai tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut disebut eksplan, diisolasi dari kondisi in vivo dan dikulturkan pada medium buatan yang steril sehingga dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap.

Gunawan (1992) menyebutkan kultur jaringan atau teknik kultur jaringan

in vitro adalah suatu metode pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan cara menumbuhkan sel, jaringan atau organ, dalam media aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap. Hartmann et al. (1990), menggunakan istilah yang lebih spesifik, yaitu mikropropagasi terhadap pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam upaya perbanyakan tanaman.

Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa proses yang menginduksi pembentukan jaringan dari sel atau kalus menjadi tunas, tunas adventif atau akar hingga akhirnya menjadi tanaman lengkap yang sempurna disebut organogenesis. Menurut Zhang dan Lemaux (2005) pada kultur in vitro organogenesis tunas berasal dari differensiasi sel somatik bukan dari sel embrio. Organogenesis tersebut dikendalikan oleh keberadaan gen pada eksplan yang berespon terhadap pemberian zat pengatur tumbuh sehingga mempengaruhi pembelahan sel dan proses diferensiasinya.

Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat ditempuh dengan dua cara yaitu (1) melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar, dan (2) melalui pembentukan tunas adventif dan embrio somatik secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan kalus (Wattimena et al. 1992). Metode yang


(26)

pertama yaitu perbanyakan tunas dari mata tunas aksilar lebih banyak digunakan dalam usaha perbanyakan tanaman. Telah banyak penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa metode tersebut lebih cepat dan sedikit atau tidak terjadi penyimpangan genetik, sedangkan morfogenesis tidak langsung melalui pembentukan kalus dapat menyebabkan tingkat penyimpangan genetik yang lebih tinggi dan waktu perbanyakan yang lebih lama.

Keberhasilan teknik kultur jaringan ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan dan perubahan bentuk jaringan yang dikulturkan yang dipengaruhi oleh faktor genotipe dari bakal tanaman yang dikulturkan, media dan zat pengatur tumbuh, faktor lingkungan dan faktor fisiologi jaringan yang digunakan sebagai eksplan (George dan Sherrington 1984).

Kultur Jaringan Tanaman Jarak Pagar

Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara generatif dengan biji (biji secara langsung atau pembibitan sebelum penanaman) (Achten et al. 2008), secara vegetatif dengan stek (Swamy dan Singh 2006; Fieke et al. 2007) dan melalui kultur in vitro atau kultur jaringan (Datta et al. 2007).

Dalam pelaksanaan kultur in vitro dengan tujuan untuk perbanyakan vegetatif tanaman diperlukan beberapa langkah umum seperti penyiapan eksplan, sterilisasi baik alat–alat yang digunakan maupun eksplan, pembuatan media, penanaman dan regenerasi tanaman menjadi planlet dan aklimatisasi (Gunawan 1992).

Sebelum melakukan kultur in vitro untuk suatu tanaman kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies dan varietas serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Hampir semua bagian tanaman yang masih muda yang keadaan sel-selnya masih aktif membelah merupakan bagian tanaman yang paling baik untuk eksplan (Wattimena et al. 1992).

Pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) eksplan yang dapat digunakan berupa hipokotil, epikotil, pucuk, daun dan tangkai daun (Sujatha et al. 2008; Wei Qin et al. 2004). Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur in vitro adalah kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa


(27)

kultur. Inisiasi eksplan yang bebas kontaminan merupakan langkah yang sangat penting. Bahan tanam dari lapangan mengandung debu, kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan, bakteri, serangga, tungau serta spora (Gunawan 1992).

Pemilihan metode sterilisasi harus tepat karena sterilisasi hanya mengeliminasi kontaminan dan tidak mematikan jaringan eksplan. Sterilisasi eksplan biasa dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia berupa sabun, bakterisida dan fungisida seperti deterjen, benlate, dithane 45, agrimicyn, HgCl2,

dan Na hipoklorit. Sterilisasi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat dilakukan dengan merendam biji jarak yang telah dikupas dalam larutan 0.15% HgCl2 selama 25 menit dan dibilas dengan air steril (Wei Qin et al. 2004).

Kondisi fisik media ada dua macam yaitu media padat dan media cair. Media cair tidak menggunakan bahan pemadat berupa agar. Media padat terdiri atas unsur hara, hormon, vitamin, gula dan sukrosa, dan dalam media harus ada pelarut yang berupa air dan atau pemadat (agar, gelrite). Keuntungan penggunaan media padat (agar) adalah : (1) agar membeku pada suhu <450 C dan mencair pada suhu 1000

µ

C, sehingga dalam kisaran suhu kultur, media dalam keadaan stabil, (2) tidak dicerna oleh enzim, (3) tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.

Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu komponen media yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan teknik kultur jaringan tanaman jarak pagar, terutama keseimbangan antara auksin dan sitokinin karena merupakan agen yang mengatur pertumbuhan. Kombinasi penggunaan auksin dan sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jarak pagar. Penggunaan IBA 0.1 mg/l dan BA 0.5 mg/l dapat menginduksi pembentukan tunas dari epikotil (Wei Qin et al.

2004). Penelitian Sujatha dan Mukta (1996) menyimpulkan bahwa penggunaan IBA 4.9 M dan BA 2.22 µM merupakan kombinasi terbaik untuk menginduksi tunas adventif.

Sujatha et al. (2008) menggunakan eksplan stek batang (stem segment)

yang ditanam pada media MS dan BAP 2 mg/l untuk menginduksi tunas, sedangkan dengan penambahan IAA 0.5 mg/l, adenin sulphat 25 mg/l, glutamine 100 mg/l dan arang aktif 0.2% dapat meningkatkan proliferasi tunas. Kombinasi


(28)

penggunaan sitokinin dan auksin disamping dapat menginduksi tunas juga dapat menginduksi kalus. Pada percobaan Lu Wei et al. (2003) penggunaan media MS dengan 1 mg/l IBA dan 0.5 BA mg/l dapat menginduksi pembentukan kalus pada daun.

Pemberian GA3 dapat dilakukan untuk mempercepat pemanjangan tunas (Deore dan Johnson 2008), sedangkan adenin sulfat dapat membantu proses pertumbuhan embrio somatik (Jha et al. 2007) dan meningkatkan vigoritas planlet (Shrivastava dan Banerjee 2008). Untuk menginduksi perakaran dapat digunakan media tanpa zat pengatur tumbuh (Sujatha dan Mukta 1996; Jha et al. 2007), diberi NAA 1,0 mg/l (Sujatha et al. 2008), IBA 0.1-0.3 mg/l (Deore dan Johnson 2008) atau pada media ½ MS dikombinasikan dengan IBA 3.0 mg/l (Shrivastava dan Banerjee 2008). Keberhasilan dalam aklimatisasi planlet yang telah berakar berkisar 80-100% (Sujatha dan Mukta 1996; Jha et al. 2007; Deore dan Jhonson 2008; Shrivastava dan Banerjee 2008). Saat ini Karyanti et al. (2008) telah berhasil menginduksi tunas dari eksplan daun yang berasal dari bibit asal biji yang dikecambahkan dengan menggunkan BAP (4.0 ppm dan 5.0 ppm) atau kinetin (15.0 ppm dan 20.0 ppm).

Selain itu, Kalimuthu et al. (2007) menggunakan varietas lokal di Coimbatore, India untuk menghasilkan 30-40 tunas adventif per eksplan dalam waktu 30-40 hari dengan menggunakan BAP 1.5 mg/l, Kinetin 0.5 mg/l, dan IAA 0.1 mg/l, sedangkan Datta et al. (2007) menumbuhkan eksplan tunas aksilar pada media yang mengandung BA 5 mg/l dan adenin sulfat 22.5 mg/l untuk menghasilkan tunas adventif dengan produksi 6.2 + 0.6 tunas per eksplan. Biji jarak diambil dari Ramakhrishna Mission, Narendrapur, West Bengal, India. Multiplikasi tunas terbaik dari tunas aksilar ditemukan pada media dengan BA 0.5 mg/l dan IBA 0.1 mg/l yang menghasilkan 5.9 tunas pada minggu ke-6. Akar dihasilkan setelah 5 minggu pada media dengan IBA 0.5 mg/l yang disubkultur ke media tanpa ZPT. Shrivastava dan Banerjee (2008) menggunakan bahan tanaman dari Bhopal, India untuk menginisiasi tunas dengan BA 3 mg/l, IBA 1 mg/l, adenin sulfat 25 mg/l, glutamin 50 mg/l, L-Arginin 15 mg/l, dan asam sitrat 25 mg/l. Perakaran dipacu pada media ½ MS yang ditambah IBA 1-4 mg/l dan


(29)

Rajore dan Batra (2005) melaporkan regenerasi tanaman jarak pagar yang efisien dengan menggunakan eksplan tunas apikal dari varitetas lokal di Jaipur, India. Multiplikasi tunas terbaik diperoleh pada media MS dengan BAP 2 mg/l dan IAA 0.5 mg/l dengan tambahan adenin sulfat, glutamin, dan arang aktif.

Penelitian yang dilakukan oleh Kaewpoo dan Te-chato (2009) mengemukakan bahwa semua jenis eksplan (tunas aksilar, tunas apikal, dan batang) yang dikulturkan dengan BA 0.5 mg/l dan IBA 0.25 mg/l memberikan hasil terbaik pada pembentukan tunas. Tunas aksilar mampu diinduksi sampai 5.3 tunas baru per eksplan, sedangkan eksplan tunas apikal menghasilkan 5.3 tunas per eksplan dan eksplan batang menghasilkan 5.1 tunas per eksplan.

Organogenesis dengan menggunakan eksplan daun muda dari hasil perkecambahan in vitro telah berhasil didapatkan oleh Deore dan Johnson (2008). Biji yang digunakan asal klon elit dari Kakinada, South of Andhra Pradesh, India. Induksi kalus terbaik terjadi pada media MS ditambah TDZ 0.5 mg/l, BA 0.5 mg/l dan IBA 0.1 mg/l. Perbanyakan dan perpanjangan tunas dilakukan pada media yang mengandung BA 1 mg/l ditambah kinetin 0.5 mg/l, IAA 0.25 mg/l, dan GA3

µ

0.25 mg/l. Kemudian planlet dipindahkan ke media perakaran terbaik yaitu IBA 0.1 mg/l selama 30 hari. Induksi tunas pada daun jarak pagar juga didapatkan oleh Karyanti et al. (2008) dalam media MS yang mengandung BAP 4 atau 5 mg/l dan kinetin 15 atau 20 mg/l, yang mampu memproduksi pembentukan tunas tertinggi.

Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 M) bersifat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wattimena 1988), sedangkan menurut Beyl (2005) zat pengatur tumbuh akan memberikan pengaruh pada selang konsentrasi 0.001-101µM.

Zat pengatur tumbuh juga menstimulasi pembelahan dan perkembangan sel, kadang-kadang jaringan atau eksplan dapat memproduksi zat pengatur tumbuh sendiri (endogen), tetapi biasanya zat pengatur tumbuh harus ditambahkan dari luar ke medium kultur jaringan untuk pertumbuhan dan perkembangan dari kultur (Beyl 2005). Menurut Gunawan (1992) pemberian zat


(30)

pengatur tumbuh dari luar adalah untuk mengubah nisbah zat pengatur tumbuh yang ada pada tanaman. Perubahan nisbah selanjutnya mengubah laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Zulkarnain (2009) untuk mendapatkan hasil yang maksimum dari perlakuan zat pengatur tumbuh maka komponen medium lainnya harus berada pada kadar yang optimum.

Menurut Wattimena (1988), zat pengatur tumbuh dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu auksin, sitokinin, asam absisik (ABA), etilen dan retardan. Jenis zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Efek perbandingan auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis dari kultur jaringan yang dijelaskan oleh Skoog dan Miller (1957) masih digunakan sebagai dasar untuk manipulasi tanaman sampai sekarang. Efek dari zat pengatur tumbuh sangat tergantung pada jenis dan konsentrasi yang digunakan dan jaringan target (Beyl 2005).

Menurut Gunawan (1992), sitokinin yang sering digunakan pada kultur jaringan adalah kinetin, zeatin, BA, BAP, 2iP, dan PBA. Auksin terdiri atas IAA, 2,4-D, IBA, NAA dan 2,4,5 T. Zat pengatur tumbuh sitokinin dapat merangsang berbagai tanggap biologi bila diberikan secara eksogen terhadap seluruh tanaman atau organ tanaman yang mempengaruhi pembelahan sel, morfogenesis, memacu perkembangan kuncup samping tanaman dikotil, menghambat gugurnya daun dan mempunyai kemampuan menunda penuaan (Salisbury dan Ross 1995). Pengaruh dominansi meristem apikal dapat dihilangkan dengan penambahan zat pengatur tumbuh terutama sitokinin ke dalam medium (Wattimena et al. 1992). Auksin berperan pada proses perkembangan tanaman, merangsang pemanjangan dan pembesaran sel, dominansi apikal, induksi akar dan embrio somatik (Beyl 2005).

Embriogenesis Somatik

Menurut Zulkarnain (2009) embriogenesis somatik adalah proses perkembangan embrio lengkap dari sel-sel vegetatif atau sel-sel somatik yang diperoleh dari berbagai sumber eksplan. Inisiasi dan diferensiasi embrio somatik tidak melibatkan proses seksual.

Embriogenesis somatik adalah proses terbentuknya embrio somatik. Embrio somatik adalah proses berkembangnya sel somatik menjadi embrio


(31)

tanaman tanpa melalui fusi gamet, artinya bukan zigot, tetapi berasal dari tubuh tanaman (Gunawan 1992). Embriogenesis somatik memiliki dua pola perkembangan yaitu 1) embriogenesis langsung (direct embryogenesis), dimana embrio langsung terbentuk pada eksplan tanpa melalui proses pengkalusan, 2) embriogenesis tak langsung (indirect embryogenesis) dimana sebelum terbentuk embrio, eksplan membentuk kalus terlebih dahulu. Embriogenesis langsung secara

in vitro umumnya terjadi pada sel-sel eksplan yang masih muda (juvenil) sedangkan embriogenesis tak langsung terjadi pada sel-sel yang telah mengalami diferensiasi, pembelahan sel, dan transformasi menjadi sel embriogenik. Sel-sel embriogenik yang akan menjadi embrio adalah sel-sel yang berukuran kecil, dengan isi sitoplasma yang penuh atau tanpa vakuola. Pada embriogenesis tak langsung, kalus yang diperoleh dari inisiasi awal akan memiliki kemampuan beregenerasi membentuk embrio somatik yang tinggi dibandingkan dengan kalus hasil subkultur. Embriogenesis somatik telah dipelajari pada 200 spesies yang tergolong Gymnospermae maupun Angiospermae (Evans et al. 1981).

Menurut Evans et al. (1981), bahwa terdapat dua macam kalus yang dapat terbentuk dalam kultur in vitro suatu tanaman, yaitu: (1) kalus embriogenik dan (2) kalus non embriogenik. Kalus embriogenik adalah kalus yang mempunyai potensi untuk beregenerasi menjadi tanaman, baik melalui organogenesis (langsung membentuk organ) maupun embriogenesis (melalui pembentukan embrio somatik). Kalus non embriogenik adalah kalus yang sedikit atau tidak mempunyai kemampuan untuk beregenerasi membentuk tanaman. Embriogenesis somatik merupakan jalur regenerasi tanaman yang lebih disukai untuk tujuan rekayasa genetika, karena tanaman yang dihasilkan dapat berasal dari satu sel. Secara genetik, tanaman regeneran yang berasal dari satu sel lebih stabil dibandingkan dengan jalur regenerasi lainnya.

Penggunaan auksin yang tinggi akan mempercepat dan memperbanyak jumlah embrio somatik yang terbentuk. Jenis auksin yang biasa digunakan untuk induksi embriogenesis adalah 2,4 – dichlorophenoxyacetic acid (2,4–D) dan

napthalene acetic acid (NAA). Hormon 2,4–D cenderung menginduksi embrio somatik secara tidak langsung melalui fase kalus, sehingga jumlah embrio yang dihasilkan banyak. Kelemahannya embrio yang dihasilkan banyak yang abnormal,


(32)

sehingga lebih sulit dikecambahkan menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman, tetapi jumlahnya lebih sedikit (Bhojwani dan Razdan 1989).

Penggunaan jenis eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil (Vesco dan Guerra 2001). Kalimuthu et al. (2007) menyatakan bahwa embrio somatik pada tanaman jarak pagar didapatkan dari jenis eksplan kotiledon dan diinduksi dari media yang mengadung zat pengatur tumbuh BAP 2 mg/l.


(33)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 – Juni 2010, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Umum, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian – IPB, Dramaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jarak pagar genotipe IP-1P. Bahan eksplan yang digunakan berupa kotiledon dan hipokotil yang telah ditanam dalam kondisi in vitro, stek tunas dan daun tanaman jarak pagar dewasa hasil stek. Media yang digunakan adalah media MS (Murashige dan Skoog 1962). Zat pengatur tumbuh meliputi 1-napthalene acetic acid (NAA), indole acetic acid (IAA), benzyl amino purin (BAP), kinetin, dan picloram. Bahan lain yang digunakan adalah agar–agar, gula, alkohol 96%, bahan kimia komponen media MS, Betadine, aquadest dan spirtus. Bahan untuk sterilisasi tanaman adalah deterjen, Bayclin (sodium hipoklorit), agrept (bakterisida), dithane (fungisida), dan air steril. Alat yang digunakan diantaranya adalah peralatan gelas, timbangan analitik, autoklaf, laminar air flow cabinet, peralatan diseksi, mikroskop stereo kamera, dan rak kultur.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap pekerjaan yang saling berkesinambungan : a) sterilisasi alat–alat gelas, alat–alat tanam dan aquadest, (b) pembuatan larutan stok dan media, dan (c) sterilisasi sumber eksplan. Percobaan pendahuluan dilakukan untuk sterilisasi, optimasi media dan penyediaan eksplan.

a. Sterilisasi Alat dan Lingkungan Kerja

Alat tanam (pinset, scalpel), cawan petri dan pipet yang sudah dicuci dibungkus dengan kertas. Botol kultur disterilkan dengan autoklaf selama 1 jam pada suhu 1210C tekanan 17.5 – 20 psi. Pada saat tanam, scalpel, blade dan


(34)

pinset juga disterilkan dengan perendaman dalam alkohol 95% dan nyala api lampu spirtus. Permukaan tempat kerja (ruang laminar air flow cabinet) sebelum digunakan disterilkan dengan menyemprot alkohol 70% dan dilap dengan kertas tissue.

b. Pembuatan Larutan Stok dan Pembuatan Media

Percobaan ini menggunakan media Murashige dan Skoog (1962). Untuk memudahkan pembuatan media dibuat larutan stok unsur–unsur penyusun media. Larutan stok digunakan untuk mempermudah kelarutan unsur yang digunakan dan untuk mendapatkan ketelitian yang tinggi. Pembuatan larutan stok media MS dikelompokkan dalam larutan stok makro, Ca, mikro A, mikro B, Fe, Myoinositol, vitamin dan stok zat pengatur tumbuh (Lampiran 1 dan 2).

Pembuatan media dilakukan dengan cara larutan stok dipipet, larutan untuk media dasar terdiri atas larutan stok makro, Ca, mikro A, mikro B, Fe, vitamin, dan myo-inositol. Larutan stok tersebut dimasukkan ke dalam gelas tabung dan ditambahkan gula sebanyak 30 gram/l, kemudian ditambahkan aquades sampai mencapai 1 liter, lalu diaduk secara merata. Selanjutnya larutan media tersebut diukur keasamannya dengan menggunakan kertas pH. Keasaman larutan media yang direkomendasikan sampai batas 5.8. Apabila belum mencapai pH 5.8, maka diteteskan larutan KOH, sebaliknya apabila di atas pH 5.8 diteteskan larutan HCl 0.1 N. Setelah mencapai pH 5.8, dimasukan agar

phytagel dimasukkan sebanyak 2 gram/l, lalu diaduk secara merata. Tahap selanjutnya adalah larutan media tersebut direbus sampai mendidih. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol kultur lalu ditutup dengan plastik dan diikat dengan tali karet. Setiap botol diisi 15-20 ml larutan media. Setelah itu media disterilkan ke dalam autoklaf pada suhu 1210

Sterilisasi eksplan yang berasal dari benih jarak dilakukan di luar dan di dalam laminar (Lampiran 3). Tahap pertama benih jarak IP-1P (Lampiran 4) dipisahkan antara kernel dan kulitnya dengan cara cangkang biji diretakkan dengan tang hingga kulitnya pecah. Kernel dicuci dengan detergen dan dibilas dengan air mengalir sampai bersih. Setelah itu kernel disterilkan dengan Dithane C tekanan 17.5-20 psi selama 30 menit.


(35)

dan Agrept (2 gram/l) dan diaduk selama 1 jam. Selanjutnya, kernel dibilas dengan air steril 3 kali (sterilisasi di luar laminar). Kemudian sterilisasi kernel dilanjutkan di dalam laminar dengan air steril dan Bayclin 20% dan diaduk selama 20 menit sebelum dicuci dengan air steril 3 kali. Pada sterilisasi yang terakhir Bayclin 5% diberikan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air steril. Tahapan perbanyakan jarak pagar dari stek batang dan daun disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan perbanyakan jarak pagar dari stek batang dan daun

Sterilisasi eksplan yang berasal dari lapangan dilakukan pada tanaman jarak pagar yang berasal dari stek umur ±2 bulan. Bagian tanaman yang digunakan dicuci dengan Tween 20 dan dibilas dengan air aquadest steril. Eksplan yang sudah bersih direndam dalam bakterisida dan fungisida selama 1 jam, sebelum dibilas dengan air steril (sterilisasi di luar laminar). Kemudian sterilisasi dilanjutkan di dalam laminar dengan cara eksplan direndam di dalam Bayclin 5% selama 30 menit sebelum dicuci dengan air steril 3 kali. Eksplan kembali direndam di dalam Betadine selama 20 menit sebelum dibilas dengan aquadest steril sebanyak 8 kali. Bagian eksplan yang berwarna putih dipotong, kemudian eksplan ditanam dalam media MS0 selama 1 minggu.


(36)

Metode Penelitian

Kegiatan penelitian secara keseluruhan terdiri atas tiga percobaan yaitu : (1) In vitro organogenesis pada kotiledon dan hipokotil tanaman jarak pagar; (2) Induksi organogenesis dari stek tunas dan daun tanaman jarak pagar, dan (3) Studi perbanyakan masal jarak pagar secara in vitro melalui lintasan embriogenesis somatik. Gambar alur penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Alur penelitian studi perbanyakan jarak pagar secara in vitro

melalui lintas organogenesis dan embriogenesis

Lintasan Organogenesis Lintasan Embriogenesis

organogenesis In vitro pada kotiledon dan

hipokotil tanaman jarak pagar • Studi pengaruh taraf

konsentrasi IAA dan BAP terhadap pertumbuhan eksplan

Induksi organogenesis dari stek batang dan daun tanaman jarak pagar

dewasa • Studi pengaruh taraf

konsentrasi NAA dan BAP dalam menginduksi organogenesis jarak pagar dengan eksplan daun dan stekbatang

Induksi Embrio Somatik pada aksis embrio dan kotiledon

tanaman jarak pagar • Studi pengaruh taraf

konsentrasi 2,4-D dan Picloram dalam menginduksi Embrio Somatik

Tanaman Jarak Pagar

Metode Perbanyakan Benih Embrio Kecambah Tanaman dewasa Stek/klon Stek/klon tumbuh (2 bulan) Benih Embrio

Jenis eksplan dan kombinasi media

terbaik Jenis eksplan dan

kombinasi media terbaik

Planlet Planlet

Teknologi Perbanyakan Jarak Pagar Unggul (Jatropha curcas L) Secara In Vitro

Melalui Lintasan Organogenesis dan Embriogenesis

Jenis eksplan dan konsentrasi auksin

terbaik

Planlet Embrio Somatik


(37)

Percobaan I. Organogenesis In vitro pada Kotiledon dan Hipokotil

Percobaan satu terdiri atas dua percobaan, yaitu: a) percobaan pengaruh konsentrasi IAA dan BAP dengan menggunakan eksplan hipokotil dan b) percobaan pengaruh konsentrasi IAA dan BAP dengan menggunakan eksplan kotiledon

Percobaan 1a. Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP terhadap Induksi Tunas Jarak Pagar dengan Menggunakan Eksplan Hipokotil.

Pada percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA yang terdiri atas 3 taraf yaitu 0; 0.05 dan 0.1 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0; 1.0; 2.0; dan 3.0 mg/l. Setiap kombinasi perlakuan diulang 20 kali, sehingga terdapat 12 x 20 = 240 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada berbagai taraf dengan eksplan hipokotil disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP dengan eksplan hipokotil

Percobaan 1b. Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP terhadap Induksi Tunas Jarak Pagar dengan Menggunakan Eksplan Kotiledon.

Pada percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA yang terdiri atas 3 taraf yaitu 0; 0.05 dan 0.1 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0; 1.0; 2.0; dan 3.0 mg/l. Setiap kombinasi perlakuan diulang 20 kali, sehingga

Jenis Eksplan

Zat Pengatur Tumbuh

BAP (mg/l)

0 1.0 2.0 3.0

Hipokotil IAA (mg/l)

0 M1 M2 M3 M4

0.05 M5 M6 M7 M8


(38)

terdapat 12 x 20 = 240 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada berbagai taraf dengan eksplan kotiledon disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP dengan eksplan kotiledon

Pengamatan pada Percobaan 1a dan 1b meliputi pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap minggu selama delapan minggu. Peubah yang diamati adalah :

1. Persentase jumlah eksplan membentuk kalus

Eksplan

yang digunakan berkalus Eksplan

X 100% 2. Skoring perkembangan kalus (Gambar 3) 3. Skoring warna kalus (Gambar 4)

4. Waktu muncul kalus (hari setelah tanam/HST), diamati setiap hari sekali pada setiap unit percobaan.

5. Jumlah tunas, dilakukan pada setiap minggu setelah tanam (MST) pada setiap unit percobaan.

6. Jumlah daun, dilakukan pada setiap minggu setelah tanam (MST) pada setiap unit percobaan.

7. Waktu muncul daun (hari setelah tanam/HST), diamati setiap hari pada setiap unit percobaan.

Jenis Eksplan

Zat Pengatur Tumbuh

BAP (mg/l)

0 1.0 2.0 3.0

Kotiledon IAA (mg/l)

0 M1 M2 M3 M4

0.05 M5 M6 M7 M8


(39)

Percobaan II. Induksi Organogenesis dari Stek Batang dan Daun

Percobaan kedua menggunakan eksplan yang berasal dari tanaman komposit IP-1P yang sudah distek selama ± 2 bulan. Percobaan kedua terdiri atas dua percobaan, yaitu: a) percobaan pengaruh NAA dan BAP dengan menggunakan eksplan stek batang dan b) percobaan pengaruh NAA dan BAP dengan menggunakan eksplan daun.

Percobaan 2a. Pengaruh Konsentrasi NAA dan BAP terhadap Induksi Tunas Jarak Pagar dengan Menggunakan Eksplan Stek Batang

Pada percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh yaitu NAA (0; 0.1; 0.5 mg/l). Faktor kedua adalah perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP (0; 2.0; 3.0; 4.0 mg/l). Setiap kombinasi perlakuan diulang 10 kali, sehingga terdapat 12 x 10 = 120 satuan percobaan, masing-masing 1 botol dengan 2 eksplan per botol. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dengan eksplan stek batang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dengan eksplan stek batang

Percobaan 2b. Pengaruh Konsentrasi NAA dan BAP terhadap Induksi Tunas Jarak Pagar dengan Menggunakan Eksplan Daun

Percobaan ini menggunakan eksplan daun dari tanaman hasil stek. Pada percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh yaitu NAA (0; 0.1; 0.5 mg/l). Faktor kedua adalah perlakuan

Jenis Eksplan

Zat Pengatur Tumbuh

BAP (mg/l)

0 2.0 3.0 4.0

Stek batang

NAA (mg/l)

0 M1 M2 M3 M4

0.1 M5 M6 M7 M8


(40)

konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP (0; 2.0; 3.0; 4.0 mg/l). Setiap kombinasi perlakuan diulang 10 kali, sehingga terdapat 12 x 10 = 120 satuan percobaan, masing-masing 1 botol dengan 2 eksplan per botol. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dengan eksplan daun disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dengan eksplan daun

Pengamatan meliputi pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap minggu, selama delapan minggu. Peubah yang diamati adalah :

1. Persentase jumlah eksplan membentuk tunas

Eksplan

yang digunakan bertunas Eksplan

X 100%

2. Waktu tunas muncul (hari setelah tanam/HST), diamati setiap hari sekali pada setiap unit percobaan.

3. Jumlah tunas, dilakukan pada setiap minggu setelah tanam (MST) pada setiap unit percobaan.

4. Jumlah daun, dilakukan pada setiap minggu setelah tanam (MST) pada setiap unit percobaan.

Percobaan III. Studi Perbanyakan Jarak Pagar secara In vitro Melalui Lintasan Embriogenesis Somatik

Percobaan ini bertujuan untuk menginduksi kalus embriogenik dan mendapatkan embrio somatik melalui perlakuan zat pengatur tumbuh. Pada percobaan ini digunakan rancangan faktorial yang disusun secara acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis eksplan yang terdiri atas

Jenis Eksplan

Zat Pengatur Tumbuh

BAP (mg/l)

0 2.0 3.0 4.0

Daun NAA

(mg/l)

0 M1 M2 M3 M4

0.1 M5 M6 M7 M8


(41)

dua taraf yaitu aksis embrio dan kotiledon. Faktor kedua adalah jenis media yang terdiri atas 2,4-D (1.0; 2.0; dan 3.0 mg/l), picloram (1.0; 3.0; dan 5.0 mg/l), dan sebagai kontrol tanpa auksin. Setiap kombinasi perlakuan diulang 10 kali, sehingga terdapat 14 x 10 = 140 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari satu botol dengan jumlah dua eksplan per botol. Kombinasi perlakuan konsentrasi auksin dengan jenis eksplan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kombinasi perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan picloram dengan jenis eksplan

Pengamatan meliputi pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap minggu. Peubah yang diamati adalah :

1. Persentase jumlah eksplan membentuk kalus

Eksplan

yang digunakan berkalus Eksplan

X 100% 2. Perkembangan kalus

Pengamatan dilakukan setiap minggu dan dimulai pada saat 2 minggu setelah tanam (2 MST) sampai 16 MST. Pengamatan dilakukan dengan sistem skoring. Skoring perkembangan kalus mengacu pada Gambar 3.

3. Warna kalus eksplan

Pengamatan dilakukan setiap minggu dan dimulai pada saat 2 minggu setelah tanam (2 MST) sampai 16 MST. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat warna kalus berdsarkan sistem skoring (Gambar 4).

4. Persentase jumlah kalus membentuk embrio somatik

berkalus yang

Eksplan

somatik embrio

membentuk Eksplan

X 100% Jenis Eksplan

Jenis Auksin

Kontrol 2,4-D (mg/l) Picloram (mg/l)

1.0 2.0 3.0 5.0 3.0 1.0

Embrio axis M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7


(42)

5. Jumlah embrio somatik

Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan cara menghitung jumlah embrio somatik (Fase globular, hati, torpedo dan kotiledon) pada eksplan. 6. Waktu munculnya embrio somatik

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan cara menghitung munculnya

Gambar 3. Skoring perkembangan kalus: (A) 1 – 25 % kalus (skor 2), (B) 26 – 50% kalus menutupi eksplan (skor 3), (C) 51 – 75 %

kalus menutupi eksplan (skor 4), (D) 76 – 100 % kalus menutupi eksplan (skor 5)

Gambar 4. Skoring warna kalus: (A) 76 – 100 % kalus berwarna coklat (skor 1), (B) 21 – 75 % kalus berwarna coklat (skor 2), (C) Kalus tidak berwarna atau bening (skor 3), (D) Kalus berwarna hijau bening (skor 4)

A

C

B

D

A

C

B


(43)

Model Statistik untuk Semua Percobaan

Rancangan penelitian akan menggunakan rancangan acak kelompok. Data analisis dengan sidik ragam dan apabila hasilnya berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Model statistik yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), yaitu :

Υijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana,

i = 1, 2, …, r; j = 1, 2, …, r; k = 1, 2, ...r

Υiik = Nilai Pengamatan pada faktor Pertama taraf 1 faktor Kedua taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama Faktor Pertama βj = Pengaruh utama Faktor Kedua

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor Pertama ke-i dan faktor Kedua ke-j εijk = Pengaruh galat untuk pengamatan taraf ke (i,j,k)-


(44)

Percobaan I. In vitro Organogenesis pada Kotiledon dan Hipokotil

Kondisi Umum

Percobaan pendahuluan dilaksanakan untuk mendapatkan metode sterilisasi yang tepat pada eksplan yang akan digunakan pada percobaan selanjutnya. Terdapat dua percobaan yang akan dilakukan pada percobaan pertama, yaitu :

Percobaan 1a: pengaruh konsentrasi IAA dan BAP terhadap induksi tunas dengan menggunakan eksplan hipokotil.

Percobaan 1b: pengaruh konsentrasi IAA dan BAP terhadap induksi tunas dengan menggunakan eksplan kotiledon.

Eksplan yang digunakan pada kedua percobaan ini adalah hipokotil dan kotiledon yang didapat dari kecambah in vitro (Gambar 5). Salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan perbanyakan secara in vitro adalah kontaminasi dari eksplan yang ditanam.

Gambar 5. Sumber eksplan dan tahapan perkecambahan secara in vitro. (A) Biji utuh, (B) Biji dikupas, (C) Embrio 0 HST, (D) Kecambah 3 HST, (E) Kecambah 7-14 HST, dan (F) Kecambah 30 HST

Tingkat keberhasilan sterilisasi eksplan yang berasal dari benih jarak pagar ini berkisar antara 0 – 80% berdasarkan lampiran 3. Pada minggu pertama kondisi

A B C


(45)

kultur pada umumnya adalah sama, yaitu hanya membengkak dan belum memberikan respon pada jenis media perlakuan. Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah yang berasal dari biji yang diambil dari embrio secara in vitro.

Kondisi Umum pada Percobaan 1a

Eksplan hipokotil pada percobaan 1a umumnya mulai membentuk kalus setelah 2 MST. Eksplan hipokotil yang digunakan pada percobaan ini tidak boleh lebih dari tiga puluh hari, karena eksplan sudah terlalu lama sehingga sulit untuk diinduksi. Rekapitulasi uji F pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP dengan eksplan hipokotil terhadap organogenesis secara in vitro tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi uji F pengaruh IAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil

Peubah IAA BAP IAA*BAP

Waktu Kalus Muncul tn ** *

Perkembangan kalus

2 MST tn tn *

4 MST * ** **

6 MST ** ** **

8 MST ** ** **

Warna kalus

2 MST tn tn *

4 MST * ** **

6 MST ** ** **

8 MST ** ** **

Jumlah Tunas

4 MST ** * **

6 MST ** ** **

8 MST ** ** *

Waktu Daun Muncul * ** **

Jumlah Daun

4 MST ** * **

6 MST ** ** **

8 MST ** ** **

Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.


(46)

Kondisi Umum pada Percobaan 1b

Eksplan kotiledon yang digunakan pada percobaan 1b mulai membesar atau membengkak pada saat setelah 2 MST. Eksplan kotiledon yang digunakan adalah eksplan yang diambil pada kecambah in vitro pada saat tiga puluh hari. Umumnya eksplan kotiledon menunjukkan perkembangan kalus yang lebih tinggi dibandingkan eksplan hipokotil. Rekapitulasi uji F pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP dengan eksplan kotiledon terhadap organogenesis secara in vitro tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi uji F pengaruh IAA dan BAP terhadap induksi tunas jarak pagar dengan eksplan kotiledon

Peubah IAA BAP IAA*BAP

Waktu Kalus Muncul tn ** tn

Perkembangan kalus

2 MST ** ** **

4 MST ** ** **

6 MST ** ** **

8 MST ** ** *

Warna kalus

2 MST ** ** **

4 MST ** ** **

6 MST ** ** **

8 MST ** ** *

Jumlah Tunas

4 MST * ** **

6 MST ** ** *

8 MST ** ** *

Waktu Daun Muncul tn ** *

Jumlah Daun

4 MST tn ** **

6 MST ** ** *

8 MST ** ** **

Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.


(47)

Waktu Muncul Kalus

Waktu Muncul Kalus pada Percobaan 1a

Tabel 8 menunjukkan bahwa waktu muncul kalus yang tercepat adalah pada eksplan yang berasal dari hipokotil (Percobaan 1a) yaitu 9.3 hari setelah tanam pada kombinasi zat pengatur tumbuh IAA 0.1 mg/l + BAP 0 mg/l. Berdasarkan uji lanjut secara statistik nilai waktu muncul kalus pada perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan IAA 0 mg/l + BAP 1.0 mg/l, IAA 0.05 mg/l + BAP 0 mg/l, dan IAA 0.05 mg/l + BAP 1.0 mg/l beturut-turut sebesar 15.9, 14.2 dan 17.3 hari setelah tanam (HST).

Berdasarkan Tabel 8, waktu muncul kalus yang paling lama pada eksplan hipokotil adalah eksplan dengan perlakuan IAA 0.1 mg/l + BAP 3.0 mg/l yaitu 26.3 hari setelah tanam. Percobaan 1a menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah BAP yang diberikan maka eksplan hipokotil membentuk kalus lebih cepat. Perlakuan dengan IAA yang semakin tinggi (0.1 mg/l) dan BAP yang tinggi (3.0 mg/l) menunjukkan waktu muncel kalus yang terlama dalam percobaan ini.

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan hipokotil terhadap waktu muncul kalus

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Waktu Muncul Kalus (Hari Setelah Tanam) IAA (mg/l) BAP (mg/l)

0

0 21.9 abc

1.0 15.9

2.0 cd 20.0 3.0 abc 19.6 0.05 abc

0 14.2 cd

1.0 17.3

2.0 bcd 21.3 3.0 abc 25.2 0.1 ab

0 9.3 d

1.0 20.6

2.0

abc

20.3 3.0

abc

26.3 a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%


(48)

Waktu Muncul Kalus pada Percobaan 1b

Waktu muncul kalus tercepat pada eksplan kotiledon pada perlakuan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA 0.1 mg/l + BAP 0 mg/l yaitu 9.8 hari setelah tanam (Tabel 9). Waktu muncul kalus tersebut tidak berbeda nyata dengan waktu muncul kalus yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan IAA 0 mg/l + BAP 0 mg/l, IAA 0.05 mg/l + BAP 0 mg/l, dan IAA 0.1 mg/l + BAP 2.0 mg/l yaitu berturut-turut sebesar 13.2, 15.3, dan 14.7 hari setelah tanam.

Perlakuan IAA 0 mg/l dan BAP 1.0 mg/l menunjukkan nilai waktu muncul kalus yang terlama yaitu 23.4 hari setelah tanam. Berdasarkan Tabel 9, diduga bahwa perlakuan tanpa IAA rata-rata menginduksi auksin lebih lama dibandingkan perlakuan dengan IAA 0.05 mg/l dan IAA 0.1 mg/l. Konsentrasi BAP juga berpengaruh dalam kesetimbangan auksin-sitokinin dalam waktu muncul kalus.

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan kotiledon terhadap waktu muncul kalus

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Waktu Muncul Kalus (Hari Setelah Tanam) IAA (mg/l) BAP (mg/l)

0

0 13.2 de

1.0 23.4

2.0 a 19.6 3.0 abcd 18.5 0.05 abcd

0 15.3 bcde

1.0 18.7

2.0 abcd 18.8 3.0 abcd 21.2 0.1 abc

0 9.8 e

1.0 18.1

2.0

abcd

14.7 3.0

cde

21.8 a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%


(49)

Jumlah Eksplan Membentuk Kalus

Jumlah Eksplan Membentuk Kalus pada Percobaan 1a

Tabel 10 menunjukkan pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh dari jenis eksplan hipokotil terhadap persentase jumlah eksplan yang membentuk kalus. Pada saat 1 MST (Minggu Setelah Tanam) eksplan belum berespon untuk membentuk kalus, eksplan hanya membengkak diduga karena penyerapan air pada media oleh eksplan. Pada saat 2 MST eksplan mulai membentuk kalus, eksplan yang membentuk kalus pada minggu ini adalah eksplan yang berasal dari hipokotil dengan perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA 0 mg/l + BAP 3.0 mg/l yaitu sebesar 10% .

Tabel 10. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dari eksplan hipokotil terhadap persentase jumlah eksplan membentuk kalus

Keterangan: Jumlah ulangan = 20, Jumlah eksplan per ulangan per botol = 2, Total jumlah eksplan yang digunakan = 40

Persentase jumlah eksplan membentuk kalus pada saat 4 MST dipengaruhi oleh adanya BAP dibandingkan IAA. Perlakuan dengan IAA 0 mg/l dapat dilihat

Konsentrasi Zat Pengatur

Tumbuh Persentase Jumlah Eksplan Berkalus (%) IAA (mg/l) BAP (mg/l) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

0

0 0 0 5.0 5.0

1.0 0 0 62.5 85.0

2.0 0 0 75.0 75.0

3.0 0 10.0 75.0 95.0

0.05

0 0 0 32.5 40.0

1.0 0 0 90.0 90.0

2.0 0 0 37.5 60.0

3.0 0 0 65.0 75.0

0.1

0 0 0 20.0 25.0

1.0 0 0 72.5 87.5

2.0 0 0 92.5 100.0


(50)

bahwa rendahnya konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang dikombinasikan menunjukkan persentase eksplan membentuk kalus yang rendah. Percobaan 1a menunjukkan bahwa nilai persentase eksplan membentuk kalus pada IAA 0 mg/l yang tinggi didapat pada kombinasi dengan BAP 3.0 mg/l, yaitu 95% dari jenis eksplan hipokotil.

Kombinasi perlakuan BAP dengan IAA 0.05 mg/l juga menunjukkan bahwa tinggi rendahnya BAP lebih berpengaruh terhadap persentase jumlah eksplan membentuk kalus. Persentase jumlah eksplan hipokotil membentuk kalus pada kombinasi konsentrasi IAA 0.05 mg/l + BAP 1.0 mg/l adalah 90%. Konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang lebih tinggi tidak selalu menunjukkan persentase jumlah eksplan hipokotil membentuk kalus yang lebih tinggi.

Kombinasi perlakuan berbagai taraf BAP dengan IAA 0.1 mg/l pada eksplan hipokotil justru menunjukkan bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang tinggi tidak berpengaruh terhadap persentase jumlah eksplan membentuk kalus tinggi. Nilai persentase eksplan membentuk kalus yang tinggi pada percobaan 1a adalah pada perlakuan IAA 0.1 mg/l dengan BAP 2.0 mg/l yaitu respon persentase jumlah eksplan membentuk kalus adalah sebesar 100%. Kondisi ini diduga karena adanya keseimbangan auksin dan sitokinin pada eksplan dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan. Kemampuan eksplan untuk merespon membentuk kalus dipengaruhi oleh adanya sitokinin BAP.

Jumlah Eksplan Membentuk Kalus pada Percobaan 1b

Tabel 11 menunjukkan pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dari eksplan kotiledon terhadap persentase jumlah eksplan yang memberikan respon membentuk kalus. Eksplan kotiledon belum menunjukkan respon membentuk kalus pada saat 1 MST. Respon eksplan kotiledon mulai membentuk kalus adalah pada saat 2 MST, yaitu pada perlakuan IAA 0.05 mg/l dengan BAP 2.0 mg/l yaitu sebesar 20% eksplan berespon membentuk kalus.

Nilai persentase jumlah eksplan kotiledon membentuk kalus pada saat 3 MST adalah mulai dari 10 – 100%. Nilai persentase jumlah eksplan membentuk kalus yang tinggi yaitu sampai dengan 100% pada saat 4 MST adalah pada


(51)

eksplan kotiledon dengan perlakuan IAA 0.05 mg/l + BAP 3.0 mg/l dan IAA 0.1 mg/l + BAP 2.0 mg/l. Nilai persentase jumlah eksplan membentuk kalus yang rendah adalah pada eksplan kotiledon dengan perlakuan IAA 0 mg/l + BAP 0 mg/l, IAA 0.05 mg/l + BAP 0 mg/l, dan IAA 0.1 mg/l + BAP 0 mg/l, yaitu berturut-turut sebesar 25%, 35%, dan 45%.

Tabel 11. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh dari eksplan kotiledon terhadap persentase jumlah eksplan membentuk kalus

Keterangan: Jumlah ulangan = 20, Jumlah eksplan per ulangan per botol = 2, Total jumlah Eksplan yang digunakan = 40

Perkembangan Kalus

Perkembangan Kalus pada Percobaan 1a

Interaksi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP dengan kombinasi berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perkembangan kalus jarak pagar dengan jenis eksplan hipokotil. Tabel 12 menunjukkan pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP pada eksplan hipokotil terhadap perkembangan kalus.

Konsentrasi Zat Pengatur

Tumbuh Persentase Jumlah Eksplan Berkalus (%) IAA (mg/l) BAP (mg/l) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST

0

0 0 0 10.0 25.0

1.0 0 0 27.5 77.5

2.0 0 0 60.0 80.0

3.0 0 0 92.5 92.5

0.05

0 0 0 17.5 35.0

1.0 0 0 87.5 87.5

2.0 0 20.0 87.5 95.0

3.0 0 0 90.0 100.0

0.1

0 0 0 40.0 45.0

1.0 0 0 100.0 100.0

2.0 0 0 97.5 97.5


(1)

Lampiran 12. Sidik ragam jumlah tunas pada eksplan kotiledon (Percobaan I)

MST Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

3 IAA 2 6.790 3.395 6.12 0.0026 33.729

BAP 3 11.404 3.801 6.85 0.0002

IAA*BAP 6 11.852 1.975 3.56 0.0022 Ulangan 19 9.296 0.489 0.88 0.6059

Galat 209 115.954 0.555

Total Terkoreksi 239 155.296

4 IAA 2 6.431 3.216 5.53 0.0046 23.460

BAP 3 20.708 6.903 11.87 0.0001

IAA*BAP 6 15.735 2.623 4.51 0.0003 Ulangan 19 6.775 0.357 0.61 0.8942

Galat 209 121.500 0.581

Total Terkoreksi 239 171.150

5 IAA 2 8.908 4.454 5.49 0.0048 15.121

BAP 3 67.279 22.426 27.63 0.0001

IAA*BAP 6 10.958 1.826 2.25 0.0399 Ulangan 19 13.004 0.684 0.84 0.6536

Galat 209 169.646 0.812

Total Terkoreksi 239 269.796

6 IAA 2 22.919 11.459 12.93 0.0001 12.553

BAP 3 82.908 27.636 31.18 0.0001

IAA*BAP 6 17.323 2.887 3.26 0.0044 Ulangan 19 23.083 1.215 1.37 0.1441

Galat 209 185.267 0.886

Total Terkoreksi 239 331.500

7 IAA 2 26.615 13.307 12.43 0.0001 12.604

BAP 3 87.304 29.101 27.19 0.0001

IAA*BAP 6 25.027 4.171 3.90 0.0010 Ulangan 19 25.629 1.349 1.26 0.2130

Galat 209 223.721 1.070


(2)

Lampiran 12. (Lanjutan)

MST Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

8 IAA 2 24.902 12.451 7.22 0.0009 13.407

BAP 3 94.538 31.513 18.28 0.0001

IAA*BAP 6 36.156 6.026 3.50 0.0026 Ulangan 19 33.604 1.769 1.03 0.4322

Galat 209 360.196 1.723

Total Terkoreksi 239 549.396

Lampiran 13. Sidik ragam waktu muncul kalus pada eksplan hipokotil (Percobaan I)

Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

IAA 2 5.140 2.570 0.02 0.9819 61.42

BAP 3 2398.079 799.360 5.69 0.0009

IAA*BAP 6 2398.952 399.825 2.85 0.0110 Ulangan 19 3948.954 207.840 1.48 0.0950 Galat 209 29356.871 140.463

Total Terkoreksi 239 38107.996

Lampiran 14. Sidik ragam waktu muncul kalus pada eksplan kotiledon (Percobaan I)

Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

IAA 2 321.927 160.964 1.88 0.1550 52.12

BAP 3 2266.211 755.404 8.83 0.0001

IAA*BAP 6 720.223 120.037 1.40 0.2148 Ulangan 19 2690.436 141.602 1.65 0.0462

Galat 209 17882.201 85.561


(3)

Lampiran 15. Sidik ragam waktu muncul daun eksplan hipokotil (Percobaan I) Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

IAA 2 1540.008 770.004 4.71 0.0100 77.33

BAP 3 33087.609 11029.203 67.48 0.0001

IAA*BAP 6 15794.392 2632.399 16.10 0.0001 Ulangan 19 32552.984 1713.315 10.48 0.0001

Galat 209 34161.742 163.453

Total Terkoreksi 239 117136.735

Lampiran 16. Sidik ragam waktu muncul daun pada eksplan kotiledon (Percobaan I)

Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

IAA 2 206.790 103.395 0.72 0.4864 79.46

BAP 3 20971.503 6990.501 48.90 0.0001

IAA*BAP 6 2843.069 473.845 3.31 0.0039 Ulangan 19 14902.637 784.349 5.49 0.0001

Galat 209 29878.202 142.958

Total Terkoreksi 239 68802.200

Lampiran 17. Sidik ragam jumlah tunas (Percobaan II) Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

NAA 2 88.8167 44.4083 15.60 0.0001 92.88

IAAA 3 170.4333 56.8111 19.95 0.0001

NAA*IAA 11 96.9167 16.1528 5.67 0.0001

Ulangan 6 5.4250 0.6028 0.21 0.9922

Galat 99 281.8750 2.8472


(4)

Lampiran 18. Sidik ragam jumlah daun (Percobaan II) Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

NAA 2 41.3167 20.6583 30.70 0.0001 26.18

IAAA 3 221.6667 73.8889 109.79 0.0001 NAA*IAA 11 33.1833 5.5306 8.22 0.0001

Ulangan 6 6.0750 0.6750 1.00 0.4429

Galat 99 66.6250 0.6730

Total Terkoreksi 119 368.8667

Lampiran 19. Sidik ragam perkembangan kalus (Percobaan III) Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

Eksplan 1 17.502 17.502 75.54 0.0001 13.30 Zat Pengatur

Tumbuh (ZPT) 6 174.918 29.153 125.82 0.0001 Eksplan*ZPT 6 1.811 0.302 1.30 0.2615

Ulangan 9 2.966 0.330 1.42 0.1863

Galat 117 27.109 0.232

Total Terkoreksi 139 224.305

Lampiran 20. Sidik ragam warna kalus (Percobaan III) Sumber

Keragaman Db JK KT F Hit Pr>F KK

Eksplan 1 1.029 1.029 8.49 0.0043 10.41

Zat Pengatur

Tumbuh (ZPT) 6 171.943 28.657 236.59 0.0001 Eksplan*ZPT 6 2.571 0.429 3.54 0.0030

Ulangan 9 1.829 0.203 1.68 0.1020

Galat 117 14.171 0.121


(5)

Lampiran 21. Sidik ragam jumlah eksplan membentuk embrio somatik (Percobaan III)

Sumber

Keragaman Db JK KT F Hit Pr>F KK

Eksplan 1 11.429 11.429 10.42 0.0016 240.32 1 0.743* 0.743* 7.92* 0.0057* 36.45 Zat Pengatur

Tumbuh (ZPT)

*

6 159.471 26.579 24.24 0.0001 6 14.950* 2.492* 26.54* 0.0001* Eksplan*ZPT 6 68.571 11.429 10.42 0.0001 6 4.459* 0.743* 7.92* 0.0001*

Ulangan 9 11.171 1.241 1.13 0.3458

9 0.958* 0.106* 1.13* 0.3441*

Galat 117 128.279 1.096

117 10.983* 0.094* Total Terkoreksi 139 378.921

139 32.094*


(6)

Lampiran 22. Sidik ragam waktu muncul embrio somatik (Percobaan III) Sumber

Keragaman db JK KT F Hit Pr>F KK

Eksplan 1 13.828 13.828 0.13 0.7217 243.03 1 0.555* 0.555* 0.36* 0.5524* 100.038 Zat Pengatur

Tumbuh (ZPT)

*

6 15428.571 2571.428 23.70 0.0001 6 247.348* 41.224* 26.37* 0.0001* Eksplan*ZPT 6 82.971 13.828 0.13 0.9927 6 3.331* 0.555* 0.36* 0.9056* Ulangan 9 1225.428 136.158 1.26 0.2689 9 17.222* 1.913* 1.22* 0.2868* Galat 117 12692.771 108.485

117 182.879* 1.563* Total Terkoreksi 139 29443.571

139 451.337*