CH4 and N2O Emissions and Productivity of Physic nut (Jatropha curcas L.) In Three Nitrogen Fertilizer Sources.

(1)

MERCY BIENTRI YUNINDANOVA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul

Tingkat emisi

CH

4

dan N

2

O serta produktivitas tanaman jarak pagar (

Jatropha

curcas

L.) pada tiga sumber pupuk nitrogen

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Mercy Bientri Yunindanova


(3)

MERCY BIENTRI YUNINDANOVA. CH4 and N2O Emissions and Productivity of Physic nut (Jatropha curcas L.) In Three Nitrogen Fertilizer Sources. Under direction of HERDHATA AGUSTA and M SYAKIR

Methane (CH4) and nitrous oxide (N2O) are important atmospheric trace gases influencing radiative forcing and atmospheric chemistry. Agriculture is one of the anthropogenic sources of CH4 and N2O. Physic nut (Jatropha curcas L.) is a kind of plant than can be used as plant oil sources. Application of nitrogen fertilizer can increase plant growing including physic nut. The effect of nitrogen addition through fertilization on greenhouse gases (CH4 and N2O) in physic nut cultivation area is poorly understood. Therefore, the aim of this study was to investigate effects of nitrogen fertilization on CH4 and N2O emissions and grow of physic nut. For this purposes, 13 treatments of nitrogen fertilizer was applied including surface application of urea 50%, surface application of urea 100%, deep placement of urea 50%, deep placement of urea 100%, surface application of jatropha cake 50%, surface application of jatropha cake 100%, deep placement of jatropha cake 50%, deep placement of jatropha cake 100%, surface application of slow release urea 50%, surface application of slow release urea 100%, deep placement of slow release urea 50%, deep placement of slow release urea 100% and control. Application of 100 % fertilizer was 80 g for urea and slow release urea, and 2 kg of jatropha cake. This experiment was arranged in Completely Random Block Design in three repetitions. The result of the experiment showed that deep placement of jatropha cake 100% gave the best result in plant height and number of leaf. Surface application of urea 100% gave the best result on physic nut productivity. Surface application of urea 100% produced 28.56 numbers of fruits, more than the other treatments, but this treatment was not significant different to deep placement of jatropha cake 100%. From diurnal change analysis, we determined the best time to take gas emission, that is between 07.00-09.00 a.m. CH4 emission had significant correlation with NH4+ concentration (p: 0.0487; r: 0.556). CH4 emission was not have correlation with pH, Eh, soil moisture, and soil nitrate. Increasing N concentration could affect N2O emission. N2O emission was not influenced by pH, soil moisture, and Eh. Measurement of soil variable in different soil depth showed that pH value had significant correlation with Eh (p<0.0001; r ; -0.840). Whereas, NH4+ and NO3- were not different in various soil depths because soil depth that measured is still rhizosphere area of physic nut root. The deep placement of jatropha cake 100% treatment gave the best result in carbon stock analysis. Carbon stock of physic nut by this treatment reached 11.159 ton C/ha/year. Urea deep placement 100% gave the highest output energy value of 134 675 MJ/ha along 5 months.

Keywords :CH4, N2O, emission, nitrogen fertilizer,physic nut, Jatropha curcas L., energy, carbon stock


(4)

(5)

MERCY BIENTRI YUNINDANOVA.

Tingkat emisi CH

4

dan N

2

O serta

produktivitas tanaman jarak pagar (

Jatropha curcas

L.) pada tiga

sumber pupuk nitrogen.

Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA dan MUHAMMAD SYAKIR

Metana (CH4) dan dinitro oksida (N2O) adalah adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer. Pertanian adalah salah satu kegiatan manusia yang menjadi sumber emisi CH4 dan N2O.

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati. Peenggunaan pupuk nitrogen telah diketahui mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman termasuk diantaranya tanaman jarak pagar. Acuan rekomendasi pemupukan telah diketahui. Namun, bagaimana perannya dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca belum diketahui. Pengaturan pemupukan yang baik diharapkan dapat mereduksi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan karbon tanaman. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk nitrogen terhadap emisi CH4 dan N2O dan pertumbuhan tanaman jarak pagar.

Penelitian ini terdiri dari 13 perlakuan pupuk nitrogen dengan tiga ulangan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang digunakan terdiri dari Urea tebar setengah 100%, Urea tebar 100%, Urea benam 50%, Urea benam 100%, Bungkil tebar 50%, Bungkil tebar 100%, Bungkil benam 50%, Bungkil benam 100%, Slow release tebar 50%, Slow release tebar 100%, Slow release benam 50%, Slow release benam 100% dan Kontrol (tanpa pupuk). Dosis pupuk 100% pada masing-masing perlakuan terdiri dari kompos 2 kg/pohon, urea 80 g/pohon, dan

urea slow release 80 g/pohon. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini dalah jarak pagar yang telah berumur 2 tahun. Sebelum aplikasi pemupukan, tanaman dipangkas setinggi 50 cm pada semua perlakuan. Selanjutnya pupuk diaplikasikan sesuai perlakuan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil pertumbuhan vegetatif yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun diperoleh dari perlakuan bungkil benam 100% yang mencapai 123.41 cm. Jumlah daun yang terbanyak mencapai 1170 daun pada bulan ke-5 setelah aplikasi pupuk. Jumlah cabang tertinggi diperoleh dari perlakuan urea tebar 100%, namun hasil ini tidak berbeda dengan bungkil benam 100%. Hasil peubah generatif berupa jumlah buah terbanyak diperoleh dari perlakuan urea tebar 100%, begitu juga dengan bobot buah dan jumlah biji.

Pengamatan terhadap emisi diurnal change memberikan hasil waktu rata-rata terbaik untuk pengambilan sampel emisi. Berdasarkan diurnal change, ditetapkan pukul 07.00-09.00 pagi sebagai waktu pengambilan sampel. Emisi CH4 pada pengamatan hari ke-3, ke-5, ke-7 dan ke-14 menunjukkan pola yang berbeda. Emisi pada hari ke-7 setelah perlakuan menunjukkan nilai teringgi diperoleh pada perlakuan urea tebar 100% sebesar 0.888 ppm atau 0.842 mg C/m2/jam. Sementara itu pada hari ke-14 setelah pemupukan, hasil emisi tertinggi


(6)

akan menghasilkan emisi CH4 yang lebih tinggi. Peubah tanah lainnya seperti pH, Eh, kelembaban tanah dan kadar nitrat tidak menunjukkan korelasi dengan emisi CH4.

Emisi N2O memiliki kecenderungan peningkatan dengan meningkatnya kadar N tanah. Tingkat emisi pada keseluruhan penggunaan dosis pupuk penuh memiliki nilai yang lebih tinggi melebihi 1.300 ppm atau 4.522 mg N2O/m2/jam. Sementara itu, peubah tanah lainnya seperti kadar air, pH dan Eh tanah tidak mempengaruhi konsentrasi emisi N2O.

Hasil pengamatan peubah tanah setelah 5 bulan aplikasi pupuk menunjukkan bahwa perbedaan jenis pupuk masih mempengaruhi ketersediaan N tanah. Kadar nitrat tertingi didapat pada perlakuan bungkil benam 100% yang masih mencapai 56.11 ppm, disusul oleh urea benam 100% sebesar 48.76 ppm dan slow release urea 100% yang mencapai 41.11 ppm. Nilai pH tanah dan Eh tanah berkorelasi nyata negatif (p<0.0001; r ; -0.840). Kadar NH4+ dan NO3- tidak menunjukkan perbedaan antar kedalaman tanah. Hal ini disebabkan pada area pengamatan kedalaman tanah masih merupakan zona rhizosfer perkaranan tanaman jarak.

Penggunaan pupuk bungkil benam dengan 100% mampu menyerap CO2 tertinggi hingga mencapai 42.961 ton CO2/ha/tahun dan memiliki simpanan biomassa tertingi hingga hingga 11 159 kg C/ha/tahun. Penggunaan pupuk Urea benam 100% menghasilkan energi tertinggi sebesar 134 675 MJ/ha selama 5 bulan.

Kata kunci : CH4, N2O, emisi, pupuk nitrogen, jarak pagar, Jatropha curcas L., energi, serapan karbon


(7)

©HAK Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(8)

MERCY BIENTRI YUNINDANOVA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

(10)

tiga sumber pupuk nitrogen

Nama : Mercy Bientri Yunindanova

NRP : A252090041

Mayor : Agronomi dan Hortikultura

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herdhata Agusta Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang ini adalah Tingkat emisi CH4 dan N2O serta produktivitas tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tiga sumber pupuk nitrogen.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Herdhata Agusta dan Dr. Ir. H. Muhammad Syakir, MS sebagai komisi pembimbing yang dengan sabar telah memberikan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Misnen SP, M.Si, PT. Indocement Tunggal Prakarsa, SBRC dan Central Research Institute of Electric Power Industry, Japan (CRIEPI). Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas dukungan yang selalu diberikan oleh ibunda tercinta, adik-adik, dan suami serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011


(12)

Penulis dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Juni 1987 sebagai anak pertama dari pasangan Suwarsih, S.Pd, M. Pd dan Drs. Satudi (Alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Program studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan program pascasarjana pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Selama tahun 2009-2010, penulis juga bekerja pada beberapa kegiatan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan di Departemen Agronomi dan Hortikultura sebagai asisten ahli biologi, diantaranya pada PT PetroChina International Jabung Ltd, JOB Pertamina-PetroChina East Java, PT PetroChina International (Bermuda) Ltd, JOB Pertamina-PetroChina Salawati, dan PT Bumi Parahyangan Ranhill Energi Citarum (BPREC). Selama mengikuti program S2, penulis aktif dalam Forum Mahasiswa Pascasarjana Agronomi dan Horikultura (FORSCA).


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan ... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Nabati ... 6

Daun Jarak Pagar ... 7

Bunga Jarak Pagar ... 7

Kapsul dan Biji Jarak Pagar ... 7

Pemupukan Pada Jarak Pagar ... 8

Metana (CH4) ... 9

Dinitrogen Oksida (N2O) ... 10

Kemampuan Tanaman dalam Menyerap CO2 ... 11

Biomassa ... 11

Potensi Serapan Karbon ... 12

Input Energi dalam Pertanian ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan ... 16


(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 24

Kondisi Umum Penelitian ... 24

Pertumbuhan Vegetatif ... 25

Pertumbuhan Generatif ... 27

Panen ... 28

Emisi ... 31

Pola Emisi Diurnal ... 31

Emisi Metana (CH4) ... 31

Emisi Dinitrogen Oksida (N2O) ... 32

Pola Emisi Harian ... 35

Kondisi Tanah ... 36

Kadar Karbon dan Nitrogen Total Tanah... 42

Kapasitas Penyerapan CO2 ... 44

Simpanan Karbon ... 45

Energi ... 49

Pembahasan ... 55

Pertumbuhan ... 55

Panen ... 56

Diurnal Change ... 57

Emisi Gas CH4 ... 57

Emisi Gas N2O ... 60

Pola Emisi Harian ... 64

Fluktuasi Peubah Tanah pada Berbagai Kedalaman ... 65

Kapasitas Serapan CO2 dan Simpanan Karbon ... 66

Energi ... 68

Keuntungan Ekonomi Budidaya Jarak ... 69

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 71

Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian ... 24

2. Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap tingi tanaman ... 25

3. Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap jumlah daun per tanaman ... 26

4. Jumlah cabang tersier pada berbagai perlakuan pupuk ... 27

5. Persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif pada umur 12 minggu setelah pemupukan ... 28

6. Jumlah buah, bobot buah, jumlah biji dan bobot biji basah pada berbagai perlakuan pupuk selama 5 bulan ... 30

7. Hasil uji korelasi antar peubah pada analisis perubahan harian emisi CH4 dan N2O ... 32

8. Emisi gas metana (CH4) pada teknik pemupukan yang berbeda ... 33

9. Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) pada pemupukan yang berbeda ... 34

10.Nilai pH, Eh, kadar air tanah, kadar amonium dan nitrat tanah setelah 2 minggu aplikasi pupuk ... 38

11.Pengaruh jenis pupuk terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah ... 40

12.Pengaruh kedalaman terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah ... 41

13.Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai pHtanah ... 41

14.Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai kadar air tanah ... 42

15.Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap kadar nitrat tanah ... 42

16.Luas daun tanaman jarak yang dihasilkan pada beberapa perlakuan ... 44

17.Kemampuan menyerap CO2 berdasarkan perhitungan laju fotosintesis ... 45

18.Kadar karbon organik pada tanaman jarak pagar menurut bagian tanaman . 46

19.Pengaruh jenis pupuk terhadap biomassa yang terbentuk... 47

20.Pengaruh jenis pupuk terhadap simpanan karbon dalam tajuk tanaman ... 48

21.Kandungan energi tiap bagian tanaman ... 50

22.Input energi yang digunakan pada beberapa perlakuan pemupukan selama 5 bulan ... 51


(16)

23.Output energi yang dihasilkan pada beberapa perlakuan pemupukan

selama 5 bulan ... 52 24.Perbandingan energi input dan produksi buah jarak ... 53 25.Penentuan energi bersih yang dihasilkan per tanaman selama 5 bulan ... 54


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur penelitian ... 5

2. Gas Chamber ... 17

3. Pemasangan tabung gas, aplikasi pupuk dan penempatan tanaman .... 17

4. Kondisi awal penelitian ... 25

5. Emisi gas CH4 setiap jam selama 24 jam ... 31

6. Emisi gas N2O setiap jam selama 24 jam ... 32

7. Pola emisi pada 3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan ... 35

8. Suhu udara dan suhu tanah saat pengamatan CH4 dan N2O ... 36

9. Kadar air tanah saat pengamatan CH4 dan N2O ... 36

10.Pola emisi harian CH4 dan N2O ... 36

11.Radiasi matahari sat pengamatan CH4 dan N2O ... 36

12.Kadar karbon organik pada perlakuan pemupukan ... 43

13.Kadar Nitrogen total pada perlakuan pemupukan ... 43


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pupuk yang Digunakan ... 84

2. Emisi gas metana (CH4) dalam satuan ppm ... 85

3. Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) dalam satuan ppm ... 85

4. Kondisi Cuaca Saat Pengambilan Sampel Gas Diurnal Change ... 86

5. Kondisi Cuaca Saat Pengambilan Sampel Gas ... 86

6. Kadar CH4 dan N2O ambient Diurnal Change ... 87

7. Hasil Analisis Bungkil ... 88

8. Asumsi pengukuran serapan CO2 ... 88

9. Laju fotosintesis tanaman jarak ... 89

10.Hasil analisis tanah di lokasi penelitian ... 90

11.Hasil analisis C-organik dan N-total tanah ... 91

12.Hasil analisis C-organik tanaman... 93


(19)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Metana CH4 dan dinitrogen oksida (N2O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH4 dan N2O telah meningkat dengan sangat tinggi sejak jaman pra-indusri (IPCC 2001). Pertukaran CH4 dan N2O pada ekosistem tanah dan atmosfir memiliki peran yang penting dalam kondisi global gas tersebut.

Konsentrasi metana atmosfir telah mengalami peningkatan 2.5 kali sejak jaman pra-industri (IPCC 2001). Meskipun selama dua dekade terakhir peningkatan konsentrasi atmosfir tahunan mengalami penurunan yaitu 1 % hingga 0.5 % (Dlugokncky et al. 2003). Konsentrasi metana mengalami peningkatan dikarenankan pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan budidaya pertanian yang intensif, seperti budidaya padi dan pemeliharaan hewan (Keppler et al. 2006).

Tanah pertanian dan kondisi alam adalah sumber terpenting bagi emisi N2O yaitu sebesar 6.0 dan 4.2 Tg N2O-N/tahun (IPCC 2001). Dinitro-oksida atau nitrous oksida (N2O) juga merupakan emisi gas yang dihasilkan dari lahan pertanian khususnya saat aplikasi pupuk nitrogen yang berlebih. Seperti yang dilaporkan oleh Wayhuni dan Wihardjaka (2007) bahwa sekitar 94% emisi gas dinitro-oksida (N2O) berasal dari bidang pertanian.

Jarak pagar merupakan salah satu tanaman pengahasil bahan bakar nabati (BBN) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif. Produktivitas optimum dan stabil akan tercapai sejak tanaman berumur 5 tahun, yakni mencapai 0,4-12 ton biji per hektar per tahun. Kandungan minyak dari biji jarak pagar rata-rata 1.500 liter per ha per tahun. Rendemen minyak (trigliserida) dari inti biji sekitar 55 % atau 33 % dari berat total biji. Minyak jarak pagar termasuk tipe minyak tak dapat dikonsumsi ( non edible oil ) (Prihandana et al.

2007a).

Jarak pagar sebagai tanaman yang berpotensi dalam penyerapan emisi karbon telah dianalisis dan diprediksikan oleh June et al. (2008) dalam Syahbuddin (2008) yang menunjukkan potensi serap karbon pada jarak pagar pada umur 7 tahun dapat mencapai 158 – 191 ton CO2/ha/th. Kandungan stok


(20)

karbon tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertanaman monokultur tebu, kopi, dan kakau pada luasan yang sama. Faktor emisi CO2 dari biodiesel juga lebih rendah dibandingkan solar yaitu 70.800 kg/TJ, sedangkan solar mencapai 74.100 kg/TJ.

Pengembangan budidaya berwawasan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mendukung potensi jarak dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Budidaya berwawasan lingkungan termasuk didalamnya pengaturan dalam pemupukan. Pengembangan budidaya jarak pagar yang tepat dan efisien diharapkan dapat meningkatkan potensi serap karbon dan mereduksi emisi GRK. Pengembangan budidaya tanaman untuk mereduksi pupuk dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan tanaman sela maupun penggunaan bahan organik.

Acuan rekomendasi pemupukan tanaman jarak seperti yang dikemukakan oleh Hambali et a.l (2006) yang menyatakan bahwa pada tahun pertama pupuk yang diberikan berupa adalah urea, SP-36, dan KCl 40 g/pohon, diberikan dua kali masing-masing setengah takaran. Begitu juga dengan Mahmud et al. (2006) yang mengemukakan jika tanah tidak subur, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 2 kg/lubang. Kebutuhan pupuk pada tahun kedua dan seterusnya adalah 2,5 sampai 5 t pupuk kandang/ha (1-2 kg/tanaman) ditambah 50 kg urea, 150 kg SP-36 dan 30 kg KCl/ha.

Hasil penelitian mengenai penggunaan bahan organik telah dilakukan oleh Hasibuan et al. (2007) diperoleh bahwa penggunaan bahan organik berpengaruh nyata bagi pertumbuhan tanaman jarak pagar terutama pada fase generatif. Penggunaan bahan organik dapat meningkatkan persentase berbunga tanaman jarak pagar dibanding tanaman kontrol yang tidak menggunakan bahan organik pada umur 8 minggu setelah tanam. Peranan bahan organik yang berasal dari serasah gulma hasil pembersihan lahan dapat menggantikan pupuk kandang sapi yang digunakan sehingga usahatani akan lebih efisien.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh hubungan antara penggunaan pupuk dengan taraf emisi pada beberapa lahan budidaya tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Abdalla (2010) pada tanaman barley menyatakan bahwa pengurangan pemupukan nitrogen hingga 50 % dibandingkan dosis


(21)

normal, mampu menurunkan tingkat emisi N2O hingga 57 % dengan tanpa penurunan signifikan terhadap hasil dan kualitas panen.

Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pengaruh atau akibat, baik berupa panas yang ditimbulkan maupun berupa akibat mekanik (Abdullah 1979 dalam Moechalil 1983). Klasifikasi energi pertanian menurut Stout (1990) digolongkan menjadi energi komersial dan energi nonkomersial. Energi komersial meliputi bahan bakar, alat dan mesin pertanian, pupuk, pestisida, pompa air, irigasi dan lain-lain yang dibutuhkan untuk peningkatan produksi pertanian. Energi nonkomersial meliputi energi surya, air, angin dan sebagainya yang dapat diperoleh secara bebas.

Efisiensi energi merupakan perbandingan antara produksi energi ekuivalen dari hasil dengan penggunaan energi. Menurut Wiroatmojo (1979) dalam Utomo (1991) menjelaskan bahwa dengan mempelajari efisiensi energi pertanian dapat diketahui besarnya sumbangan input energi untuk setiap peubah yang diujikan terhadap output hasil dalam bentuk energi.

Acuan rekomendasi pemupukan pada tanaman jarak pagar telah diketahui. Namun, sejauh mana perannya dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca belum diketahui. Pengaturan pemupukan yang baik meliputi jenis, dosis dan cara aplikasi diharapkan dapat mereduksi emisi gas rumah kaca. Penggunaan pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas jarak pagar serta dapat mengurangi emisi GRK dan meningkatkan potensi daya serap karbon tanaman jarak pagar. Penggunaan pupuk yang tepat juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi energi pada budidaya tanaman jarak pagar.


(22)

Perumusan Masalah

Bahan bakar fosil merupakan sumber polutan di udara dan berdampak terhadap pemanasan global. Di Indonesia penggunaan bahan bakar fosil sangat voluminous dan intensif seperti pada bidang penerangan, transportasi dan industri. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan bahan bakar nabati yang bersifat ramah lingkungan. Jarak pagar merupakan salah satu tanaman penghasil bioenergi yang dapat mengurangi dampak pemanasan global karena tidak mengandung polutan yang berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup. Hal ini dapat diketahui dari rendahnya nilai faktor emisi pada minyak jarak pagar dibandingkan bahan bakar solar yang bersumber dari fosil. Namun, dalam budidaya pertanian tidak terlepas dari pemupukan. Padahal aplikasi pupuk terutama nitrogen menimbulkan emisi dinitro oksida. Salah satu upaya dalam pengurangan pupuk anorganik dapat menggunakan bungkil sebagai sumber pupuk alami. Oleh karena itu, kajian utama dalam penelitian ini adalah besarnya potensi emisi dan potensi daya serap karbon pada tanaman jarak pagar dari aplikasi pemupukan N dari sumber yang berbeda.

Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memperoleh sumber pupuk nitrogen terbaik dalam pertumbuhan dan

produktivitas tanaman jarak pagar.

2. Mendapatkan informasi mengenai kandungan emisi metan dan dinitro-oksida dan daya serap karbon yang dihasilkan oleh tanaman jarak pagar.

3. Memperoleh budidaya jarak dengan efisiensi energi terbaik

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan yaitu :

1. Penggunaan pupuk setengah dosis dapat mengurangi emisi GRK hingga 10 % 2. Penggunaan pupuk slow release dapat mengurangi emisi GRK hingga 10 % 3. Penggunaan cara aplikasi pupuk secara benam mampu mengurangi emisi

GRK hingga 20 %


(23)

   

Gambar 1 Alur penelitian


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Nabati

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang toleran kekeringan. Tanaman ini berasal dari Amerika Latin dan menyebar di daerah tropika baik pada iklim kering dan setengah-kering. Bijinya beracun dan mengandung sekitar 35% minyak. Jarak pagar merupakan tanaman multifungsi, karena disamping merupakan tanaman obat (bijinya untuk obat sembelit, getahnya untuk obat luka, daunnya sebagai anti malaria); dapat menghasilkan bahan bakar alternatif (Henning 1998). Nilai ekonomis tanaman jarak pagar sebagai sumber energi alternatif sangat tergantung oleh besarnya biaya tenaga kerja serta harga dari minyak solar dan minyak tanah yang biasanya masih disubsidi.

Tanaman jarak pagar relatif mudah tumbuh pada berbagai lingkungan. Jarak pagar tumbuh baik pada kisaran curah hujan 900-1200 mm/tahun, tinggi tempat 0-400 m dpl, dengan bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan) 4-5 bulan. Tanaman jarak ini membutuhkan syarat temperatur 20º-30ºC sepanjang hidupnya (Allorerung et al. 2006; Prihandana et al. 2007b).

Kelebihan dari jarak pagar adalah kemudahan dalam budidayanya, tidak membutuhkan perawatan yang intensif. Kelebihan lain dari jarak pagar di antaranya adalah tidak manja air, bisa hidup di lahan marginal dan kritis yang miskin hara, umurnya bisa lebih dari 50 tahun, tidak memerlukan banyak pupuk, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap suhu udara. Tanaman jarak masih dapat tumbuh pada kisaran curah hujan 480-2.380 mm per tahun (Prihandana et al. 2007b).

Produktivitas optimum dan stabil akan tercapai sejak tanaman berumur 5 tahun, yakni mencapai 0,4-12 ton biji per hektar per tahun. Kandungan minyak dari biji jarak pagar rata-rata 1.500 liter per ha per tahun. Rendemen minyak (trigliserida) dari inti biji sekitar 55 % atau 33 % dari berat total biji. Minyak jarak pagar termasuk tipe minyak tak dapat dikonsumsi ( non edible oil ) (Prihandana et al. 2007b).


(25)

Daun Jarak Pagar

Daun jarak pagar bertipe tunggal dan terletak pada buku batang yang dihubungkan oleh tangkai daun, sehingga susunan atau tata letak daun (filotaksis) jarak pagar disebut tersebar (foliar sparsa) (Tjitrosoepomo 1987). Susunan daun tersebut mengikuti rumus daun (divergensi) 5/13 searah putaran jarum jam, kecuali ekotipe Lombok Timur sebagian populasi tanaman memiliki filotaksis 4/13. Orientasi daun terhadap batang tempat daun duduk bervariasi dari tegak hingga horizontal. Orientasi tegak bilamana daun masih muda dan kemudian menjadi horizontal setelah dewasa (Santoso 2009).

Bentuk daun jarak pagar pada dasarnya bulat (Tjitrosoepomo 1987). Namun pada tepi daun terdapat lekuk yang tidak terlalu dalam sehingga seolah membentuk jari. Oleh karena itu, maka bentuk daun jarak pagar seluruh ekotipe yang diteliti menjadi dan agak membulat. Jumlah lekukan tersebut berkisar 5-7. Tepi daun agak bergelombang. Gelombang pada tepi daun akan nampak nyata jika daun menghadapi terik sinar matahari (Santoso 2009).

Bunga Jarak Pagar

Umur tanaman mulai berbunga berbeda diantara ekotipe, yaitu tercepat menghasilkan bunga pada ekotipe Lombok Barat (105 hst) dan paling lambat pada ekotipe Lombok Timur (163 hst). Mulai bunga terbentuk di ujung cabang (flos terminalis) dengan warna bunga diantara ekotipe tidak berbeda yaitu kuning kehijauan (Santoso 2009).

Tanaman jarak pagar berbunga banyak atau disebut planta multiflora dan berkumpul membentuk suatu rangkaian bunga atau disebut bunga majemuk atau inflorescentia (Tjitrosoepomo 1987). Bunga jarak pagar merupakan bunga berkelamin tunggal (unisexualis) berumah satu (monoecious). Jumlah bunga total (bunga betina dan bunga jantan) ada perbedaan diantara ekotipe (Santoso 2009).

Kapsul dan biji jarak pagar

Buah jarak pagar sering disebut kapsul atau istilah biologinya buah kendaga (rhegma) karena buah ini mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap


(26)

bagian mudah pecah sehingga biji yang ada di dalamnya mudah terlepas dari bilik atau ruang (Tjitrosoepomo 1987). Karakter fisik kapsul seperti diameter, panjang, dan bentuk kapsul serta berat kapsul saat masak tidak ada perbedaan antar ekotipe. Diameter kapsul rata-rata berkisar 2.8-2.9 cm, panjang berkisar 2.9-3.1 cm sehingga kapsul sebagian besar ekotipe berbentuk bulat, kecuali ekotipe Lombok Timur berbentuk lonjong. Bobot kapsul saat masak kuning rata-rata berkisar 10.2-11.4 g (Santoso 2009).

Biji jarak pagar berwarna hitam, namun seiring semakin kering kan tampak garis-garis putih yang sebenarnya merupakan retakan-retakan kecil dan dangkal pada lapisan kulit luar biji. Tidak ada perbedaan diantara ekotipe pada warna biji, jumlah biji per kapsul, panjang dan tebal biji, bobot kering biji per kapsul dan bobot kering individu. Jumlah biji per kapsul tiga dengan panjang berkisar 1.7-1.8 cm dan tebal berkisar 0.6-0.8 cm, bobot kering biji berkisar 0.7-0.8 g, dan bobot kering biji per kapsul berkisar 2.3-2.4 g (Santoso 2009).

Bobot biji kering per ha pada tahun pertama berkisar 351.67 – 674.72 kg. Sedangkan pada tahun kedua mencapai 875.53 – 1 215,22 kg/ha (Santoso 2009). Kadar minyak jarak pagar berbeda antar ekotipe, namun pengaruh waktu panen tidak berbeda nyata. Rata-rata kandungan minyak biji jarak pagar pada tahun pertama adalah 40.3 – 42.8 %. Sedangkan pada tahun kedua memiliki nilai 40.6 – 42.9 %. Hasil minyak pada tahun pertama mencapai 144.98 – 288.78 kg/ha. Sedangkan pada tahun kedua mencapai 358.31- 520.64 kg/ha (Santoso 2009).

Pemupukan pada Jarak Pagar

Pemupukan merupakan suatu kegiatan dalam rangka penambahan hara bagi tanaman dimana tanah tidak mampu lagi memenuhinya. Acuan rekomendasi pemupukan tanaman jarak pada tahun pertama adalah urea, SP-36, dan KCl 40 g/pohon, diberikan dua kali masing-masing setengah takaran (Hambali et al. 2006). Jika tanah tidak subur, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 2 kg/lubang. Kebutuhan pupuk pada tahun kedua dan seterusnya adalah 2,5


(27)

sampai 5 t pupuk kandang/ha (1-2 kg/tanaman) ditambah 50 kg urea, 150 kg SP-36 dan 30 kg KCl/ha ( Mahmud et al. 2006).

Pemberian pupuk organik untuk budidaya jarak pagar memiliki peran yang besar (Hasibuan et al. 2007). Untuk mendapatkan tanaman jarak pagar yang maksimal, tanah hendaknya memiliki drainase dan aerase yang baik dengan kesuburan cukup. Bila tanah kurang subur, produksi maksimal bisa dicapai dengan penambahan pupuk organik ditambah dengan pupuk non organik sesuai dengan kesuburan tanah. Selain itu, penggunaan bahan organik dapat mengurangi pengaruh kekeringan terutama pada musim kemarau (Rivaie 2006). Pemberian bahan organik bermanfaat untuk mensubsitusi pupuk kimia dalam penyediaan hara tanaman, pupuk organik bermanfaat untuk perbaikan sifat fisik tanah seperti penurunan BD tanah, peningkatan ruang pori total, drainase cepat dan permeabilitas tanah (Putuwigena et al. 1979).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hasibuan et al. (2007) diperoleh bahwa penggunaan bahan organik berpengaruh nyata bagi pertumbuhan tanaman jarak pagar terutama pada fase generatif. Penggunaan bahan organik dapat meningkatkan persentase berbunga tanaman jarak pagar dibanding tanaman kontrol yang tidak menggunakan bahan organik pada umur 8 minggu setelah tanam. Peranan bahan organik yang berasal dari serasah gulma hasil pembersihan lahan dapat menggantikan pupuk kandang sapi yang digunakan sehingga usahatani akan lebih efisien.

Methana (CH4)

Kadar methana (CH4) global saat ini telah mencapai konsentrasi 1780

ppbv, lebih tinggi dua kali dibandingkan kadarnya pada masa sebelum industri sebesar 800 ppbv. Laju peningkatan kandungan CH4 relatif lambat dari sekitar 15

ppbv per tahun pada tahun 1980-an hingga mendekati nol pada 1999 (Dlugokenky 2001). Semenjak 1990, rataan tahunan peningkatan CH4 di atmosfer bervariasi

antara kurang dari nol hingga 15 ppbv (Rudolph 1994).

Tanah adalah salah satu faktor kunci yang berperan penting dalam produksi dan emisi CH4. Tanah memiliki kapasitas baik sebagai produsen maupun


(28)

jawab dalam produksi methana. Sedangkan jenis yang lain yaitu methanotrop berperan dalam mengkonsumsi CH4. Saat ini diperkirakan emisi CH4 dari tanah di

seluruh dunia berkisar antara150 hingga 250 Tg CH4 tahun-1 (IPCC 2001).

Sebanyak 1/3 dan ¼ ( kira-kira 65 Tg CH4 tahun-1) diemisikan dari lahan basah

pada lintang tinggi (Walter et al. 2001). Diperkirakan konsumsi CH4 oleh mikroba

tanah berkisar antara 10 hingga 30 Tg CH4 tahun-1, lebih rendah dari emisi yang

diperkirakan ( IPCC 2001).

Emisi CH4 dari lahan pertanian tropis menyumbangkan porsi yang

signifikan terhadap emisi global tahunan CH4. Lahan sawah, pembakaran

biomassa, dan fermentasi dipandang sebagai kontributor utama ( Mosier et al. 2004). Sektor pertanian merupakan penyumbang emisi gas metan (CH4) terbesar

yang dihasilkan dari lahan padi, peternakan, pembakaran residu pertanian dan padang sabana (Irmansyah 2004). Kontribusi seekor sapi dewasa dalam mengemisikan metan yaitu sebesar 80 – 110 kg/th (Thalib 2008).

Dinitrogen Oksida (N2O)

Saat ini, konsentrasi N2O diatmosfer berkisar pada 317 ppbv, yang

meningkat dari 200 ppbv pada tahun 2001. Kebanyakan dari peningkatan ini terjadi selama 50 tahun terakhir dengan pola peningkatan yang linier sebesar 0.7 ppbv per tahun (CMDL 2001). Peningkatan antara 0.2-0.3 % pada konsentasi atmosfer akan berkontribusi sebesar 5 % terhadap pemanasan akibat gas rumah kaca ( Cicerone and Oremland 1988).

Sumber utama N2O adalah mikroba denitrifikasi tanah yang memproduksi

N2 dan N2O dalam jumlah yang sangat besar (Tiedje 1988; Robertson 1999).

Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi faksi mol N2O, diantaranya

kelembaban tanah, konsentrasi nitrat dan nitrit, pH, aerasi, temperatur, ketersediaan karbon, aktivitas relatif NO2- dan N2O reduktase (Colourn and

Dowdell 1984; Sahrawat and Keeney 1986; Aulakh et al. 1992).

Lahan pertanian dianggap sebagai sumber utama gas N2O atmosfer (IPCC

1996). Dinitro-oksida atau nitrous oksida (N2O) merupakan emisi gas yang


(29)

berlebih. Seperti yang dilaporkan oleh Wahyuni dan Wihardjaka (2007) bahwa sekitar 94% emisi gas dinitro-oksida (N2O) berasal dari bidang pertanian.

Kemampuan Tanaman dalam Menyerap CO2

Tanaman menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis

tersebut sangat mempengaruhi produktivitas dan biomassa tanaman yang dihasilkan. Secara umum fotosintesis dipengaruhi oleh karakteristik daun (umur daun dan morfologi daun), besarnya kebutuhan hasil asimilasi oleh sink, dan faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, kandungan CO2 atmosfer, kelembaban,

suhu dan cahaya.

Sebagai sumber utama karbohidrat, potensi daun sebagai “source” yang diukur melalui laju fotosintesis pada tanaman jarak pagar, maksimum dicapai pada umur daun 6 minggu yaitu sebesar 8.99 μmol CO2/m2/s (Raden 2009),

sedangkan laju fotosintesis pada kedelai sebesar 20.67 – 25.36 μmol CO2/m2/s

(Muhuria 2007). Laju fotosintesis pada tanaman jarak pagar meningkat sampai daun mengalami perkembangan penuh dan kemudian menurun secara perlahan seiring dengan meningkatnya umur daun (Raden 2009). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lakitan (1993) bahwa stadia perkembangan daun (umur daun) mempengaruhi fotosintesis.

Biomassa

Biomassa adalah jumlah total dari materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal (Brown 1993). Biomassa dapat diukur dari biomassa di atas permukaan tanah (above ground) dan di bawah permukaan tanah (below ground). Biomassa disusun terutama oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen yang dihasilkan pada proses foosintesis tanaman (White and Plaskett 1981). Biomassa yang dapat dinyatakan dengan berat kering tanaman budidaya terjadi akibat penimbunan hasil asimilasi bersih CO2 sepanjang musim


(30)

85-92 % berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosintesis

(Gardner et al. 1991).

Bimassa biasanya dinyatakan dalam ukuran berat kering, dalam ukuran gram atau kalori, dengan unit satuan biomassa adalah gram/m2 atau kg/ha atau ton/ha (Chapman 1976; Brown 1997). Sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya dinyatakan per satuan waktu, misal kg/ha/tahun.

Potensi Serapan Karbon

Tanaman jarak pagar, berpotensi sebagai penyerap karbon. Jarak pagar sebagai tanaman yang berpotensi dalam penyerapan emisi karbon telah dianalisis dan diprediksikan oleh June et al. (2008) dalam Syahbuddin (2008) yang menunjukkan potensi serap karbon pada jarak pagar pada umur 7 tahun dapat mencapai 158 – 191 ton CO2/ha/th. Kandungan stok karbon tersebut jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan pertanaman monokultur tebu, kopi, dan kakao pada luasan yang sama.

Input Energi dalam Pertanian

Pengertian Umum Energi

Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pengaruh atau akibat, baik berupa panas yang ditimbulkan maupun berupa akibat mekanik (Abdullah 1979 dalam Moechalil 1983). Energi dalam bidang pertanian dikenal dalam beberapa sumber dan aktivitasnya. Cox dan Akins (1979) menggolongkan energi pertanian ke dalam dua macam bentuk yaitu energi ekologi dan energi kultural. Energi ekologi meliputi radiasi matahari untuk proses fotosintesisi, suhu lingkungan, sirkulasi atmosfer dan presipitasi. Energi kultural dapat dibedakan atas dua macam yaitu masukan energi biologi dan energi industri. Energi biologi meliputi tenaga kerja manusia dan hewan serta bahan organik seperti pupuk kandang dan benih. Energi industri meliputi semua masukan yang dihasilkan dari proses teknologi modern seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin-mesin pertanian. Energi yang berasal dari tenaga kerja manusia, hewan, atau bahan bakar disebut


(31)

juga energi langsung. Pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian disebut juga energi tidak langsung.

Stout (1990) membedakan energi yang biasa digunakan dalam bidang pertanian dalam dua bagian yaitu energi komersial dan energi non komersial. Energi komersial meliputi bahan bakar, alat dan mesin pertanian, pupuk, pestisida, pompa air, dan irigasi yang dibutuhkan untuk peningkatan produksi pertanian. Energi nonkomersial terdiri atas energi surya, air, angin, dan lainnya yang dapat diperoleh secara bebas.

Energi tenaga kerja manusia

Input energi tenaga manusia adalah banyaknya energi yang dipakai untuk melakukan aktivitas selama proses produksi. Revelle (1978) diacu dalam Moechalil (1983) menentukan energi yang digunakan berdasarkan energi metabolik, dengan cara mengukur oksigen atau CO2 yang dihembuskan dari

respirasi. Abdullah (1979) mengemukakan bahwa laki-laki sehat berumur 20-29 tahun memerlukan energi dari bahan makanan per hari sebesar 12.50 MJ atau berkisar 10.9-14.2 MJ. Sugito (1993) menggunakan nilai konversi tenaga manusia sebesar 1.453 MJ/jam (laki-laki) dan 1.163 MJ/jam (wanita) untuk menghitung neraca energi produksi tanaman ubi kayu.

Efisiensi energi pertanian

Efisiensi energi dalam kegiatan pertanian diperoleh dari perbandingan antara energi input dengan energi output yang dihasilkan. Kegiatan budidaya kedelai yang dilakukan oleh Moeljanto (1994) membutuhkan masukan energi sebesar 753 359 – 888 474 kcal/ha atau 3 156.574 - 3 722.706 MJ/ha. Energi yang dihasilkan dalam kegiatan budidaya tersebut sebesar 942 240 – 1 436 640 kcal/ha atau 3 947.986 - 6 019.522 MJ/ha, dengan efisiensi energi sebesar 1.15 – 1.80. Budidaya padi konvensional yang dilakukan oleh Anuar (1994) membutuhkan masukan energi sebesar 17 162 407 MJ/ha dengan produksi gabah kering giling sebesar 3.27 ton/ha atau energi setara dengan 40 610 455 MJ/ha. Selain energi dari gabah kering giling, dihasilkan pula energi dari jerami sebesar 62 230 947 MJ/ha.


(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 – April 2011. Lokasi penelitian dilakukan di kebun percobaan jarak pagar milik PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Pengujian kandungan gas di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-IPB dan Laboratorium Gas Chomatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB. Pengujian kandungan nitrat dan amonium tanah serta karbon organik dilakukan di Laboratorium Plant Analysis and Gas Chromatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB. Pengujian kandungan hara pada tanah dan jaringan tanaman jarak pagar di Laboratorium Balai Kesuburan Tanah.

Bahan dan Alat

Jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak pagar lokal Dompu-NTB. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, urea slow release dan kompos bungkil jarak.

Alat yang digunakan adalah Gas Chamber (tabung gas), Syringe

(suntikan), Gas Chromatografi (alat pengukur gas), Global Positioning System/GPS (alat pengukur ketinggian), Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari), ORP meter (alat pengukur keasaman tanah dan potensial reduksi tanah), Spektrofotometer, Bor tanah, Termometer tanah,

Moisture Tester, serta oven.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang digunakan terdiri dari 13 taraf dengan tiga ulangan. Dosis pupuk 100% pada masing-masing perlakuan terdiri dari : kompos 2 kg/pohon, urea 80 g/pohon, dan urea slow release 80 g/pohon. Penggunaan


(33)

dosis urea tersebut berdasarkan penelitian Romli et al. (2006), sedangkan pemakaian dosis kompos didasarkan pada dosis penggunaan pupuk kandang berdasarkan budidaya jarak pagar PT Indocement.

Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : Urea tebar 50%

Urea tebar 100% Urea benam 50% Urea benam 100% Bungkil tebar 50% Bungkil benam 100% Bungkil benam 50% Bungkil benam 100% Slow release tebar 50% Slow release tebar 100% Slow release benam 50% Slow release benam 100% Kontrol (tanpa pupuk)

Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu :

Bentuk umum dari model linier aditif RKLT: Yij = μ + τi + βj + ε ij

i = 1, 2, 3, …, t j = 1, 2, …, r

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = rataan umum

τI = nilai tambah pengaruh perlakuan ke-i

βj = nilai tambah pengaruh kelompok ke-j

εij = galat percobaan (nilai tambah pengaruh acak pada perlakuan ke-i kelompok ke-j )


(34)

Total unit percobaan sebanyak 39 unit. Setiap unit percobaan menggunakan 16 tanaman dengan luasan 64 m2. Sehingga total kebutuhan tanaman sebanyak 624 tanaman, dengan luasan 2 496 m2. Selanjutnya peubah yang diamati dilakukan uji statistik dengan uji F. Apabila setiap perlakuan memberikan pengaruh yang nyata maka diteruskan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan 1. Identifikasi Lahan Penelitian

Tahapan pelaksanaan dalam identifikasi lahan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan sampel tanah untuk mengukur kandungan hara, pH, struktur dan tekstur tanah.

b. Pengambilan data cuaca dan iklim di balai lokasi penelitian meliputi curah hujan bulanan dan tahunan, suhu dan kelembaban dengan alat Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari)

2. Identifikasi GHG Emission Pada Jarak Pagar Melalui Perlakuan Pemupukan

a. Persiapan Lahan dan Pemilihan Pohon Jarak Pagar

Sebelum dilakukan pemupukan, lahan dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian dibuat petak perlakuan. Jarak pagar yang digunakan berumur 2 tahun yang telah ditanam di kebun Indocement dengan jarak tanam 2 x 2.5 m. Pemilihan pohon jarak pagar berdasarkan keseragaman dilihat dari pertumbuhan vegetatif. Caranya dengan memangkas pohon jarak pagar pada ketinggian yang sama yaitu 50 cm dan menyisahkan cabang dengan jumlah yang sama. Selanjutnya, sebelum ditanam kandungan emisi gas rumah kaca pada lahan percobaan dianalisis untuk mengetahui besarnya emisi.


(35)

b. c. Gamb Ga S Perlakuan Perlakuan p Pemasanga Bentuk tab gambar 2. pagar. Tab tanah. Tan Terdapat t dengan tan diletakkan

ar 2 Gas Ch

1 (temp (tempa luar tab

mbar 3 Pem elang 2

Valve

Pemupukan pemupukan an Tabung G bung untuk

Tabung gas bung dibena

ah tempat pe tiga posisi t naman jara

ditengah an

hamber (Tab pat masukny at penyimpan bung). masangan tabu hanya dilak Gas pengambila diletakkan d amkan deng eletakan tabu tabung gas ak pagar, k ntara empat t

bung untuk p ya gas ke va

n gas, luban

ung gas, apl

kukan satu ka

an gas di l di lahan perc

an kedalam ung gas haru

pada lahan edua dianta anaman jara

pengambilan

lve), selang ng (keseimb

likasi pupuk

ali sesuai den

lapangan da cobaan sekit man +10 cm

us terhindar n percobaan ara jarak pa ak pagar (Ga

n gas di dalam 2 (tempat sy

bangan gas

dan penemp

ngan perlaku

apat dilihat tar tanaman j

dari permu dari rerump n. Pertama d

agar dan k ambar 3).

m tanah). Se

yiringe), sela di dalam da

patan tanama Selang Selang Lubang uan. pada jarak ukaan putan. dekat ketiga elang ang 3 an di an 1 3 g


(36)

Pengamatan 1. Pengamatan Emisi Gas

a. Pengambilan Gas

Pengambilan gas dilakukan pada tiga posisi pemasangan tabung. Sehingga dari 39 satuan percobaan, akan dilakukan pengambilan gas sebanyak 117 tabung. Pengambilan gas dilapangan dilakukan pada pukul 07.00 - 09.00 setiap minggu. Pengambilan gas dilakukan setelah pemasangan Gas chamber selama 10 menit. Gas chamber terbuat dari PVC yang tidak tembus cahaya dengan ukuran diameter 30 cm dan tingginya 30 cm dengan bagian atas tertutup. Gas yang berada pada gas chamber selanjutnya diambil dengan syringe dan dimasukkan dalam tempat penyimpanan gas (tadler bag).

b. Pengujian Kandungan Gas

Pengujian kandungan gas dilakukan terhadap pola emisi harian (Diurnal Change), kadar gas CH4 dan N2O pada udara ambient, emisi CH4, dan emisi N2O. Pengujian kandungan gas harian (Diurnal Change) dilakukan pada awal sebelum aplikasi pupuk dengan tujuan untuk melihat pola emisi harian gas CH4 dan N2O pada lokasi penelitian. Bila telah diketahui polanya, maka akan dapat ditentukan waktu pengambilan gas rata-rata. Penentuan kadar gas pada ambient ditujukan untuk menentukan emisi yang dihasilkan dari flux yang ada.

Pengujian kandungan gas dilakukan dengan menggunakan Gas

chromatography (GC), metode sesuai standar nasional Indonesia (SNI). Pengujian dilakukan terhadap kadar N2O dan CH4. Penelitian menggunakan standar gas CH4 dan N2O sebesar 50 ppm.

¾

Pengukuran N2O dilakukan dengan gas chromatography model HP seri 5890 A dengan panjang kolom 30 m, detector : ECD (Electron Capture Detector); carrier gas : He; suhu detector : 260°C; suhu inlet : 80°C dan suhu kolom : 80°C. Volume injeksi yang digunakan adalah 1ml.

¾

Pengukuran CH4 dilakukan dengan gas chromatography model HP seri 5890 A dengan panjang kolom 30 m, detector : FID (Flame Ionization


(37)

2. c. d. Detecto dan suh Sebagai da suhu tanah Perhitunga E Konsentras BM Volume 6 STP Luas Pengamat Kadar Har Pengujian dilakukan dimulai. terhadap k Pengukura Pengukura pengamata dipertukark terlebih da ml. Tamba pengekstra

or); carrier g hu kolom : 6 ata pendukun h, radiasi mat

an jumlah em

: laju em si : ppm (m

: Bobot mgram : Volum : Faktor : volum : Luas a

tan Peubah

a Awal dan kadar hara di Balai Pe Pengujian adar N total an Kadar Nit an kadar nit an gas. Pros kan dari am ahulu memp

ahkan 100 m ak dikarena

gas : N2; su 60°C. Volum

ng, dilakuka tahari dan ka

misi :

misi gas (mg ml/m3) t molekul CH

m / mmol) me gas cham

r pengali per me gas dalam area pengam Tanah Akhir a dilakukan enelitian Tan kadar hara dan C-organ trat dan Amo

trat dan am ses ini dida monium dan

ersiapkan 10 ml air bebas akan penggu

uhu detector me injeksi ya

an pula peng adar air tana

g /m2 / jam)

H4 (16 mgram

mber ( r = 0.1 r jam (60 me m keadaan sta mbilan sampe

n dengan an nah pada sa a setelah p nik.

onium Tanah monium tana ahului denga n nitrat tana

0 gram tana s ion. Pengg unaan KCl

: 150°C; su ang digunaka gamatan terh

ah.

m / mmol), d

5 m dan t = enit/10 menit andar ( ml / m el pada gas c

nalisis tanah aat awal seb penelitian se

h

ah dilakukan an ekstraksi ah. Caranya ah pada boto gunaan air b

yang bias

uhu inlet : 1 an adalah 0.6

adap suhu u

dan N2O (44

0.3 m) t) mmol ) hamber mol h lengkap belum pene elesai dilak

n sesuai de ion yang d a adalah de ol berukuran ebas ion seb sanya digun

20°C 6 ml. udara,

4

l(m2)

yang litian kukan engan dapat engan n 250 bagai nakan


(38)

sebagai pengekstrak N tanah dikhawatirkan mengganggu analisis tanah yang berkadar kapur tinggi. Botol ditutup dan dikocol dengan mechanical shaker selama 1 jam. Biarkan mengendap (kira-kira 10 menit). Lakukan analisis terhadap aliquot yang dihasilkan.

Analisi kadar nitrat dan amonium dilakukan dengan metode Steam distillation (Bremner and Keeney, 1965).

e. Pengukuran Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan di laboratorium dengan metode gravimetri.

f. Pengukuran pH dan Eh tanah

Pengukuran pH dan Eh tanah dilakukan setiap pengambilan sampel nitrat dan amonium. Pengukuran dilakukan dengan ORP meter. Prosedur pengamatan diawali dengan pengambilan sampel tanah sebanyak 10 gram sesuai perlakuan dengan menggunakan bor tanah. Tanah dimasukan ke dalam botol kocok, kemudian ditambahkan air bebas ion sebanyak 50 ml. Campuran tanah dan air bebas ion dikocok secara manual. Pengukuran dilakukan terhadap cairan campuran tanah dan air bebas ion hingga nilai yang stabil.

g. Pengukuran Suhu udara dan Kelembaban Udara

Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan setiap kali pengamatan dengan penggunaan Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari).

h. Analisis Kandungan Hara Pada Tanah

Analisis kandungan hara C dan N dilakukan di laboratorium kesuburan tanah. Analisis C dilakukan dengan metode Walkley and Black (Greweling and Peech 1960). Analisis N dilakukan dengan metode Kjeldahl (Bremner 1960). Analisis kadar N dan C dilakukan pada akhir periode perlakuan (5 bulan) pada 6 kedalaman (0-10 hingga 50-60 cm) pada tiga perlakuan yaitu KO (kontrol), SB1 (Slow release benam 100%), BB1 (bungkil benam 100%) dan UB1 (Urea benam 100%).


(39)

i. Pengukuran Daya Serap atau Carbon Stock pada tanaman dan serasah Pengukuran serapan C organik tanaman dilakukan dengan metode pengabuan kering (Allison et al. 1965). Pengukuran daya serap karbon dilakukan pada seluruh bagian tanaman (akar, tangkai, daun dan batang). Berikut ini adalah prosedur analisis serapan karbon pada tanaman :

1. Biomas tanaman termasuk akar dikeringkan dengan oven pengering, kemudian digiling menggunakan grinder sampai halus atau berbentuk serbuk.

2. Biomas yang telah dihaluskan kemudian ditimbang dan diletakkan di cawan yang sudah diketahui bobotnya.

3. Biomas kemudian dipanaskan menggunakan tanur pembakar pada suhu 105°C.

4. Setelah didinginkan, cawan dan sampel biomas ditimbang untuk mengetahui bobot yang hilang setelah pembakaran.

5. Cawan dan biomas kemudian dimasukkan kembali tanur pembakar hingga tanur bersuhu 700°C dan sampel berubah menjadi abu.

6. Cawan dan sampel ditimbang kembali untuk mengetahui kadar C organik yang tertinggal dalam tanaman.

Analisis karbon organik dari sampel tanaman yang telah diambil dapat menggunakan persamaan berikut ini :

C-Organik (%) .7 4 %

Keterangan :

A = bobot cawan kosong (g)

B = bobot cawan kosong + contoh (g)

C = bobot cawan kosong + contoh setelah dipanaskan dengan suhu 105°C (g)

D = bobot cawan kosong + contoh setelah dipanaskan dengan suhu 700°C (g)


(40)

2 Pengukuran Pertumbuhan dan Produktivitas Jarak Pagar

Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tanaman jarak pagar kaitannya dengan penggunaan berbagai jenis pupuk. Peubah yang diamati meliputi fase vegetatif dan generatif. Peubah tersebut terdiri dari :

a. Tinggi tanaman (diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi)

b. Diameter batang (diukur dari 10 cm dari permukaan tanah) c. Jumlah daun per tanaman

d. Jumlah cabang tersier e. Jumlah cabang produktif f. Persentase tanaman berbunga g. Jumlah buah per tanaman h. Bobot buah segar per tanaman i. Bobot biji basah per tanaman j. Bobot biji kering per tanaman k. Bobot biji kering per ha

3 Analisis Energi

Asumsi Dalam Perhitungan Energi

a. Energi yang dimasukan dalam perhitungan efisiensi energi dibatasi pada input energi komersial.

b. Input energi komersial yang diperhitungkan dibatasi pada input yang diperlukan untuk proses produksi dan panen.

c. Standar nilai energi ditentukan berdasarkan perhitungan para pakar yang pernah dipublikasikan. Jika belum diketahui, ditentukan berdasarkan energi masukan untuk memproduksi materi tersebut. Output energi ditentukan dengan menggunakan bom kalorimeter.


(41)

Perhitungan Output dan Input Energi

a. Output energi dihitung berdasarkan nilai kandungan energi seluruh hasil ekonomi (biji) dan brangkasan (bagian atas) tanaman. Untuk mengukur kandungan energi dalam bahan kering hasil tersebut digunakan bom kalorimeter.

b. Input energi komersial, dihitung berdasarkan nilai konversi energi setiap bahan atau aktivitas dengan jumlah masukan yang dipakai (pupuk dan tenaga kerja manusia).


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di daerah bertanah kapur dengan karakteristik pH tinggi (agak basa). Kondisi N total tergolong sangat rendah.

Tabel 1 Hasil analisis tanah di lokasi penelitian

Sifat Tanah Satuan Hasil analisis Kriteria tanah Tekstur % Pasir 24%, debu

46%, liat 30%

Lempung berliat

C (%) 0.92 Sangat rendah

N (%) 0.08 Sangat rendah

C/N 12 Sedang

P2O5 HCl 25% (mg/100g) 21 Sedang

P2O5 Bray I (ppm) - -

P2O5 Olsen (ppm) 10 Rendah

K2O HCL 25% (mg/100g) 8 Sangat rendah

KTK (cmol(+)/kg) 8.59 Rendah

K (cmol(+)/kg) 0.08 Sangat rendah

Na (cmol(+)/kg) 0.16 Rendah Mg (cmol(+)/kg) 0.96 Rendah

Ca (cmol(+)/kg) 17.88 Tinggi

Alumunium (%) - -

Ket: Standar berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sumber : Hasil analisis laboratorium balai penelitian tanah, Bogor (Lampiran 10)

Tanah di daerah penelitian memiliki karakteristik agak basa. Kondisi pH pada kisaran 7.7 masih tergolong kondisi yang baik dalam hal kemampuannya melarutkan unsur hara tanah. Unsur N dan unsur hara makro lainnya tersedia dengan baik pada pH > 6 hingga netral atau sedikit alkalis. Kondisi Ca yang tinggi berdampak buruk bagi kadar P total tanah, karena unsur fosfat menjadi tidak tersedia dikarenakan P terikat dengan Ca membentuk Ca-P, sehingga ketersediaan P rendah.

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman yang telah tumbuh selama 2 tahun. Tanaman dipangkas setinggi 50 cm pada semua perlakuan. Antar perlakuan dipisahkan dengan adanya parit dengan lebar 40 cm.


(43)

Gambar 4 Kondisi awal penelitian

Pertumbuhan Vegetatif

Tinggi Tanaman

Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 14 minggu setelah perlakuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Bungkil Benam 100% memberikan tinggi tanaman terbaik hingga mencapai 123.41 cm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, bungkil terbar dosis penuh, Slow Release Tebar 100% dan Slow Release Tebar 50%. Penggunaan perlakuan pupuk slow release benam, bungkil tebar, Bungkil Benam 50%, urea tebar, dan Urea Benam 50% memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Tabel 2 Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap tinggi tanaman

Perlakuan 7 MSP 9 MSP 12 MSP 14 MSP Tinggi tanaman (cm)

Urea Tebar 50% 74.50 79.56 86.85 91.12 d

Urea Tebar 100% 78.60 92.23 97.87 101.93 b-d

Urea Benam 50% 76.31 88.07 92.41 101.79 b-d

Urea Benam 100% 84.28 99.72 106.06 117.99 ab

Bungkil Tebar 50% 79.90 91.87 93.07 96.53 cd

Bungkil Tebar 100% 76.78 89.57 98.70 105.40 a-d

Bungkil Benam 50% 80.23 91.06 92.52 102.78 b-d

Bungkil Benam 100% 86.06 102.26 110.22 123.41 a


(44)

Ket : MSP : Minggu setelah perlakuan

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Jumlah Daun

Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata memberikan peningkatan jumlah daun tanaman jarak. Pengaruh tersebut terlihat pada akhir pengamatan, yaitu umur 5 bulan setelah aplikasi pupuk. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Bungkil Benam 100% memberikan jumlah daun tanaman terbanyak. Jumlah daun terbanyak mencapai 1 170 daun/tanaman.

Tabel 3 Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap jumlah daun per tanaman

Perlakuan 7 MSP* 9 MSP* 5 BULAN (total)

Urea Tebar 50% 17.47 20.60 1 006.9 ab

Urea Tebar 100% 19.20 23.47 1 037.1 ab

Urea Benam 50% 18.58 23.88 683.4 bc

Urea Benam 100% 19.29 23.08 855.4 a-c

Bungkil Tebar 50% 20.33 24.90 771.3 a-c

Bungkil Tebar 100% 18.52 21.78 788.1 a-c Bungkil Benam 50% 18.77 22.43 960.0 ab

Bungkil Benam 100% 20.89 26.41 1 170.0 a

Slow Release Tebar 50% 20.00 23.67 1 095.6 ab

Slow Release Tebar 100% 18.76 23.64 993.2 ab

Slow Release Benam 50% 18.86 21.75 785.2 a-c

Slow Release Benam 100% 17.20 20.43 642.3 bc

Kontrol 19.05 23.65 473.1 c

Ket : MSP : Minggu setelah perlakuan

*: jumlah daun yang dihitung pada cabang sampel

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Slow Release Tebar 100% 77.64 90.65 94.55 106.58 a-d

Slow Release Benam 50% 78.47 87.01 88.03 94.38 cd

Slow Release Benam 100% 74.07 82.80 85.57 91.27 d


(45)

Jumlah Cabang

Pengukuran terhadap jumlah cabang dilakukan pada jumlah cabang tersier hasil perlakuan pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cabang tersier terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100% dengan jumlah cabang sebanyak 20.6 cabang/tanaman. Namun hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk Bungkil Benam 100% yang sebelumnya memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun.

Tabel 4 Jumlah cabang tersier pada berbagai perlakuan pupuk Perlakuan Cabang tersier**

Urea Tebar 50% 18.0 ab

Urea Tebar 100% 20.6 a

Urea Benam 50% 8.9 d

Urea Benam 100% 12.9 c

Bungkil Tebar 50% 16.6 bc

Bungkil Tebar 100% 14.0 bc

Bungkil Benam 50% 16.9 a-c

Bungkil Benam 100% 16.9 a-c

Slow Release Tebar 50% 18.1 ab

Slow Release Tebar 100% 15.2 bc

Slow Release Benam 50% 14.3 bc

Slow Release Benam 100% 14.0 bc

Kontrol 15.2 bc

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %

Pertumbuhan Generatif

Persentase Tanaman Berbunga dan Jumlah Cabang Produktif

Pengamatan persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif dilakukan pada umur 12 minggu setelah perlakuan. Penggunaan waktu 12 minggu, dikarenakan waktu tersebut adalah periode umum pembungaan tanaman jarak. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Bungkil Benam 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Tebar 100%, dan Urea Tebar 100% memberikan persentase tanaman berbunga yang tertinggi. Perlakuan kontrol terlihat belum menghasilkan bunga pada umur 12 minggu setelah perlakuan.


(46)

Jumlah cabang produktif terbanyak dihasilkan oleh penggunaan pupuk Urea Tebar 100%, yaitu sebanyak 9 cabang. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan penggunaan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, dan Bungkil Benam 100%.

Tabel 5 Persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif pada umur 12 minggu setelah pemupukan

Perlakuan

Persentase tanaman berbunga (%)

Jumlah cabang produktif

Urea Tebar 50% 40 b-e 4 b-f

Urea Tebar 100% 80 a 9 a

Urea Benam 50% 60 a-d 1 ef

Urea Benam 100% 60 a-d 5 a-e

Bungkil Tebar 50% 60 a-d 3 c-f

Bungkil Tebar 100% 80 a 5 a-e

Bungkil Benam 50% 80 a 7 ab

Bungkil Benam 100% 80 a 7 ab

Slow Release Tebar 50% 60 a-d 5 a-e

Slow Release Tebar 100% 60 a-d 6 a-d

Slow Release Benam 50% 20 de 2 d-f

Slow Release Benam 100% 20 de 2 d-f

Kontrol 0 e 0 f

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Panen

Penggunaan pupuk berpengaruh nyata meningkatkan peubah panen tanaman jarak. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buah yang dihasilkan, dan berpengaruh nyata terhadap bobot buah dan jumlah biji. Bobot biji basah tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil jumlah buah terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100% sebanyak 28.56 biji. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, dan Slow Release Tebar 100% maupun 50%. Penggunaan pupuk Urea Tebar 50% menghasilkan jumlah buah paling sedikit.

Peubah bobot buah dan jumlah biji dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemupukan. Bobot buah terbanyak diperoleh dari penggunaan pupuk


(47)

Urea Tebar 100% sebanyak 147.01 g/tanaman. Jumlah biji terbanyak juga dihasilkan dari perlakuan Urea Tebar 100% sebanyak 75 biji/pohon. Hasil tertinggi bobot buah dan jumlah biji pada perlakuan Urea Tebar 100%, tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, dan Slow Release Tebar 100% maupun 50%.


(48)

Tabel 6 Jumlah buah, bobot buah, jumlah biji dan bobot biji basah pada berbagai perlakuan pupuk selama 5 bulan

Perlakuan Jumlah buah

Bobot buah (g)

Jumlah biji Bobot biji basah

(g)

Bobot biji kering per ha (populasi 2500)

(kg) Per tanaman

Urea Tebar 50%

2.33 e

10.60 c

6.67 d 5.17 d 6.46 d

Urea Tebar 100% 28.56 a 147.01 a 75.00 a 56.51 a 70.64 a

Urea Benam 50% 6.00 b-e 14.57 c 19.86 b-d 11.90 b-d 14.88 b-d Urea Benam 100% 17.43 a-c 70.00 a-c 34.14 a-d 38.16 ab 47.70 ab Bungkil Tebar 50% 3.83 de 29.98 bc 9.42 cd 8.13 d 10.16 d Bungkil Tebar 100% 18.76 ab 88.99 ab 47.39 ab 33.40 ab 41.75 ab Bungkil Benam 50% 9.18 a-e 53.67 a-c 24.52 b-d 19.07 abc 23.84 a-c Bungkil Benam 100% 15.30 a-d 67.78 a-c 40.07 a-c 28.93 a-c 36.16 a-c Slow Release Tebar 50% 15.06 a-e 84.27 ab 39.61 a-d 31.13 a-c 38.91 a-c Slow Release Tebar 100% 13.33 a-e 54.59 a-c 33.33 a-d 23.80 a-c 29.75 a-c Slow Release Benam 50% 3.50 c-e 20.80 bc 11.29 b-d 9.50 cd 11.88 cd Slow Release Benam 100% 7.83 b-e 41.83 bc 20.00 b-d 16.72 b-d 20.90 b-d

Kontrol 4.17 c-e 29.97 bc 11.00 b-d 11.07 b-d 13.84 b-d

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda

nyata pada uji DMRT 5 %


(49)

Emisi

Pola Emisi Diurnal

Penggunaan pupuk tidak terlepas dari pengaruhnya terhadap lingkungan udara. Selain pengaruh positifnya terhadap penambahan kadar hara tanah dan pengaruhnya dalam menyuplai hara tanaman, penggunaan pupuk juga mampu menghasilkan emisi gas yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

Penentuan waktu pengambilam sampel terbaik dilakukan dengan uji perubahan harian (Diurnal Change) terhadap gas-gas yang berpotensi dihasilkan. Gas yang dianalisis adalah gas metana (CH4) dan gas dinitrogen oksida (N2O).

Pengukuran perubahan harian gas dilakukan setiap jam selama 24 jam. Diurnal Metana (CH4)

Hasil pengukuran CH4 per jam selama 24 jam memberikan nilai sebesar 0

- 0.648 ppm atau setara dengan 0 -0.615 mg C/m2/jam. Emisi rata-rata gas metana sebesar 0.244 ppm atau setara 0.231 mg C/m2/jam. Konsentrasi emisi metana tertinggi dihasilkan pada pukul 24.00. Konsentrasi CH4 yang mendekati nilai

rata-rata dihasilkan pada pukul 06.00, 13.00, 14.00, 19.00, 22.00, dan 23.00. Pengukuran kadar ambient CH4 saat pengambilan sampel Diurnal Change

ditampilkan dalam Lampiran.

 

Gambar 5 Emisi gas CH4 setiap jam selama 24 jam -0.5

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5

CH

4

(p

pm)

Waktu (Jam)

CH4 RATA-RATA


(50)

Diurnal Dinitrogen Oksida (N2O)

Hasil pengukuran emisi gas N2O setiap jam selama 24 jam menunjukkan

bahwa konsentrasi emisi N2O berkisar 0-2.607 ppm atau setara dengan 0- 2.885

mg N/m2/jam. Emisi rata-rata N2O sebesar 1.200 ppm atau 1.328 mg N/m2/jam.

Konsentrasi tertinggi emisi N2O dihasilkan pada pukul 10.00, 11.00, 18.00, 19.00,

21.00, 23.00 dan 5.00.

Gambar 6 Emisi gas N2O setiap jam selama 24 jam

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa emisi gas metana dan gas dinitrogen oksida berkorelasi sangat nyata dengan korelasi positif (p<.0001; r =0.916). Pada siklus harian emisi, gas metana dan dinitrogen oksida tidak berkorelasi dengan suhu tanah dan suhu udara. Pengukuran kadar ambient N2O

saat pengambilan sampel Diurnal Change ditampilkan dalam Lampiran.

Tabel 7 Hasil uji korelasi antar peubah pada analisis perubahan harian emisi CH4

dan N2O

Peubah Suhu tanah Suhu udara CH4 N2O

Suhu tanah 1 0.74902** tn tn Suhu udara 0.74902** 1 tn tn

CH4 tn tn 1 0.91588**

N2O tn tn 0.91588** 1

Ket: 0-1 : Koefisien Korelasi, **: berpengaruh sangat nyata, tn : tidak berpengaruh nyata

-1.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

6 7 8 9 101112131415161718192021222324 1 2 3 4 5

N2

O (

p

p

m

)

Waktu (Jam)

N2O


(51)

Emisi Metana (CH4)

Emisi gas metana diukur sebanyak empat kali yaitu 3 hari setelah perlakuan, 5 hari setelah perlakuan, 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap emisi gas metana. Hasil ini terlihat pada waktu 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan.

Emisi gas metana tertinggi pada 7 hari setelah pemupukan terdapat pada perlakuan Urea Tebar 100% sebesar 1.126 mg CH4/m2/jam. Emisi terendah

terdapat pada perlakuan Urea Benam 50% sebesar 0.020 mg CH4/m2/jam. Emisi

terendah yang dihasilkan oleh perlakuan Urea Benam 50% tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Bungkil Tebar 50%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Tebar 100%, Slow Release Benam 100% dan kontrol.

Emisi metana pada 14 hari setelah pemupukan menunjukkan bahwa emisi metana tertinggi dihasilkan oleh perlakuan Bungkil Tebar 50% sebesar 1.521 mg CH4/m2/jam. Emisi metana terendah terdapat pada perlakuan Urea Tebar 50%.

Emisi terendah tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, Urea Benam 50%, urea benam 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Benam 50%, Slow Release Benam 100% dan kontrol.

Tabel 8 Emisi gas metana (CH4) pada teknik pemupukan yang berbeda

Perlakuan 3 HSP 5 HSP 7 HSP 14 HSP Rata-rata

mg CH4/ m2/jam

Urea Tebar 50% 0.436 0.458 0.266 b-d 0.404 d 0.392

Urea Tebar 100% 0.307 1.189 1.126 a 0.651 cd 0.819

Urea Benam 50% 0.539 0.195 0.020 d 0.927 b-d 0.421

Urea Benam 100% 0.588 1.310 0.938 ab 0.800 b-d 0.909

Bungkil Tebar 50% 0.547 0.573 0.221 cd 1.521 a 0.716

Bungkil Tebar 100% 0.445 0.228 0.511 a-d 1.094 a-c 0.569

Bungkil Benam 50% 0.540 0.642 0.877 a-c 0.775 b-d 0.709

Bungkil Benam 100% 0.402 0.655 0.387 b-d 0.895 b-d 0.584

Slow Release Tebar 50% 0.515 0.765 0.448 b-d 0.749 b-d 0.619


(52)

Perlakuan 3 HSP 5 HSP 7 HSP 14 HSP Rata-rata mg CH4/ m2/jam

Slow Release Benam 50% 0.492 0.529 0.839 a-c 0.552 cd 0.604

Slow Release Benam 100% 0.273 0.546 0.503 a-d 0.782 b-d 0.526

Kontrol 0.265 0.486 0.236 cd 0.739 b-d 0.431

Ket : HSP: Hari setelah perlakuan

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Emisi N2O

Emisi gas dinitrogen oksida diukur sebanyak empat kali yaitu 3 hari setelah perlakuan, 5 hari setelah perlakuan, 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap emisi gas dinitrogen oksida. Hasil ini terlihat pada waktu 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan.

Tabel 9 Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) pada pemupukan yang berbeda

Perlakuan 3 HSP 5 HSP 7 HSP 14HSP Rataan mg N2O/ m2/jam

Urea Tebar 50% 0.317 0.386 0.431 a 2.898 b-d 1.009

Urea Tebar 100% 0.264 0.483 0.508 a 4.762 a-c 1.506

Urea Benam 50% 0.202 0.414 0.574 a 2.769 b-d 0.991

Urea Benam 100% 0.344 0.696 1.179 a 4.703 a-c 1.732

Bungkil Tebar 50% 0.630 0.525 0.870 a 4.139 a-d 1.541

Bungkil Tebar 100% 0.564 0.348 0.661 a 5.252 a-c 1.708

Bungkil Benam 50% 0.344 0.675 0.859 a 4.271 a-d 1.537

Bungkil Benam 100% 0.431 0.567 1.026 a 4.755 a-c 1.694

Slow Release Tebar 50% 0.699 0.588 1.005 a 1.739 d 1.009

Slow Release Tebar 100% 0.358 0.397 0.957 a 5.513 ab 1.805

Slow Release Benam 50% 0.337 0.762 0.741 a 4.463 a-d 1.576

Slow Release Benam 100% 0.237 0.522 0.984 a 5.913 a 1.913

Kontrol 0.647 0.894 0.129 b 2.560 cd 1.057

Ket : HSP: Hari setelah perlakuan


(53)

Gambar 7 Pola emisi pada 3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan

Emisi gas dinitrogen oksida lebih tinggi pada perlakuan pupuk dibandingkan kontrol pada 7 hari setelah pemupukan. Kadar emisi gas dinitrogen oksigen pada 14 hari setelah pemupukan menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Kadar emisi dinitrogen oksida tertinggi terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 100% yang mencapai 5.913 mg N2O/m2/jam. Kadar emisi gas dinitrogen

oksida terendah terlihat pada perlakuan Slow Release Tebar 50% sebesar 1.739 mg N2O/m2/jam. Hasil terendah ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea

Tebar 50%, Urea Benam 50%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Benam 50%, dan kontrol.

Pola Emisi Harian

Pola emisi harian dilihat untuk mengetahui adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan rataan emisi pada hari ke-3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan. Pola emisi harian menunjukkan bahwa tren emisi CH4 memiliki tren

yang sama dengan suhu tanah. Peubah lingkungan lainnya seperti suhu udara, radiasi matahari, dan kadar air tanah tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan emisi CH4. Emisi N2O tidak menunjukan dipengaruhi oleh peubah

lingkungan. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

3 5 7 14

N2

O

 

(ppm

)

Hari Setelah Pemupukan

UT0.5 UT1 UB0.5 UB1 BT0.5 BT1 BB0.5 BB1 ST0.5 ST1 SB0.5 SB1 K0


(54)

Gambar 8 Suhu udara dan suhu tanah saat pengamatan CH4 dan N2O

Gambar 9 Kadar air tanah saat pengamatan CH4 dan N2O

Gambar 10 Pola emisi harian CH4 dan

N2O

Gambar 11 Radiasi matahari saat pengamatan CH4 dan N2O

Kondisi Tanah

Kadar Amonium, Nitrat, pH, Eh, Kadar Air Pada Hari Ke-14 Setelah Pemupukan

Pengamatan terhadap peubah tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap kadar hara nitrogen tanah dan hubungannya dengan emisi gas metana dan gas dinitrogen oksida.

Analisis peubah tanah dilakukan pada waktu 2 minggu setelah aplikasi pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bawah kadar Eh tanah dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan pupuk. Kadar amonium, nitrat dan kadar air

N2O 

24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 31.00

3 5 7 14

Suhu

 

(oC)

Hari setelah pemupukan

Suhu  udara  (°C) Suhu  tanah  (°C) 0.23 0.23 0.24 0.24 0.25 0.25 0.26 0.26 0.27

3 5 7 14

Kad a r   Air   (m3/m3)

Hari setelah pemupukan

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

3 5 7 14

Emisi

 

(p

pm

)

Hari setelah pemupukan

CH4 n2o 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00

3 5 7 14

Ra dias i   ma ta ha ri   (W/m 2)


(55)

berbeda sangat nyata oleh penggunaan pupuk. Kadar pH tidak dipengaruhi oleh penggunaan pupuk.

Hasil analisis Eh tanah menunjukkan bawah nilai Eh tanah tertinggi terdapat pada perlakuan urea tebar sebesar -2.73 mV. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50% dan Slow Release Benam 100%. Nilai Eh tanah terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar -43.45 mV. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, urea benam 100%, Bungkil Tebar 50%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Tebar 100%, dan Slow Release Benam 50%.


(56)

Tabel 10 Nilai pH, Eh, kadar air tanah, kadar amonium dan nitrat tanah setelah 2 minggu aplikasi pupuk

Perlakuan pH Eh* Kadar

air**

Amonium** Nitrat**

mV % ppm ppm

Urea Tebar 50% 7.80 -31.00 b-d 32.75 b-e 13.82 b-c 165.64 b-d

Urea Tebar 100% 7.30 - 2.73 a 40.15 ab 11.51 cd 297.20 ab

Urea Benam 50% 7.95 -39.70 cd 28.16 c-e 11.39 cd 122.12 c-d

Urea Benam 100% 7.67 -23.73 a-d 32.09 b-e 14.56 b-c 357.24 a

Bungkil Tebar 50% 7.80 -30.20 b-d 24.79 e 21.06 ab 138.91 b-d

Bungkil Tebar 100% 7.26 -32.80 cd 37.08 a-c 25.50 a 197.62 a-d

Bungkil Benam 50% 7.83 -33.70 cd 33.60 b-e 15.79 b-d 127.02 c-d

Bungkil Benam 100% 7.55 -16.77 a-c 43.80 a 15.86 b-d 293.33 ab

Slow Release Tebar 50% 7.24 -16.80 a-c 37.59 a-c 20.63 ab 274.76 a-c

Slow Release Tebar 100% 7.76 -30.43 b-d 36.09 a-d 18.26 a-c 235.68 a-d

Slow Release Benam 50% 7.88 -35.50 cd 26.56 de 14.83 b-d 102.47 d

Slow Release Benam 100% 7.38 - 6.60 ab 34.99 a-d 17.04 b-d 281.00 a-c

Kontrol 8.02 -43.45 d 32.40 b-e 9.42 d 107.71 d

Ket : * : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

** : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %


(57)

Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100% sebesar 43.80%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, Bungkil Tebar 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Tebar 100%, dan Slow Release Benam 100%. Kadar air terendah terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 50% sebesar 24.79%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, urea benam 100%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Benam 50%, dan kontrol.

Hasil analisis tingkat disosiasi nitrogen menunjukkan bahwa kadar amonium lebih rendah dibandingkan kadar nitrat. Hal ini dikarenakan kondisi lahan kering lebih memungkinkan kondisi oksidasi. Hal ini mendorong lebih banyak terbentuknya ion nitrat sebagai hasil reaksi oksidasi N dibandingkan ion amonium sebagai hasil proses reduksi.

Kadar amonium tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 100% sebesar 25.50 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Bungkil Tebar 50%, dan Slow Release Tebar 50%. Kadar amonium terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 9.42 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, urea benam 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Benam 50%, dan Slow Release Benam 100%.

Kadar nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan Urea Benam 100% sebesar 357.24 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Tebar 100%, dan Slow Release Benam 100%. Kadar nitrat terendah terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 50% sebesar 102.47 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, Bungkil Tebar 50%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Tebar 100% dan kontrol.


(58)

Kadar Amonium, Nitrat, pH, Eh, Kadar Air, Karbon dan Nitrogen Pada Akhir Pengamatan

Analisis peubah tanah juga dilakukan pada akhir pengamatan untuk menentukan kadar N setelah lima bulan aplikasi pupuk N. Namun, analisis peubah tanah pada bulan ke-5 setelah perlakuan hanya dilakukan pada perlakuan pemupukan benam dosis penuh pada ketiga jenis pupuk yang digunakan. Analisis peubah tanah dilakukan pada 6 kedalaman yaitu 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm dan 50-60 cm.

Jenis Pupuk

Jenis pupuk berpengaruh nyata terhadap nilai pH, Eh, kadar air dan nitrat tanah. Nilai pH dan Eh berkorelasi sangat nyata dengan korelasi negatif (p<.0001; r : 0.840). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai pH akan diikuti rendahnya nilai Eh tanah.

Perlakuan Bungkil Benam 100% menghasilkan nilai pH tertinggi dan Eh terendah yaitu 7.76 dan -36.68 mV. Perlakuan Bungkil Benam 100% juga menghasilkan kadar air tertinggi yaitu 30.03 % dan kadar nitrat tertinggi hingga 56.11 ppm. Kadar amonium tidak dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan pupuk pada lima bulan setelah perlakuan.

Tabel 11 Pengaruh jenis pupuk terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah

Perlakuan pH Eh (mV) Kadar

Air (%)

Amonium (ppm)

Nitrat (ppm)

Bungkil Benam 100% 7.76 a -36.68 c 30.03 a 17.04 56.11 a

Slow Release 100% 7.33 c - 9.74 a 25.76 b 15.04 41.11 b

Urea Benam 100% 7.51 b -26.53 b 24.93 b 16.03 48.76 ab

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %


(59)

Kedalaman

Kedalaman lapisan tanah mempengaruhi secara nyata terhadap nilai pH dan Eh tanah, namun tidak mempengaruhi kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah. Kedalaman tanah 0-10 cm memiliki nilai pH tertinggi (7.77) dan Eh terendah yaitu -36.59 mV. Nilai pH terlihat semakin menurun secara nyata oleh kedalaman tanah. Sebaliknya, nilai Eh tanah semakin meningkat dengan kedalaman tanah.

Kadar nitrogen anorganik tanah tidak dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 0 cm hingga 60 cm merupakan kedalaman tanah dimana masih ditemukan adanya akar-akar tanaman jarak.

Tabel 12 Pengaruh kedalaman terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah

Kedalaman pH Eh (mV) Kadar Air (%)

Amonium (ppm)

Nitrat (ppm) 0-10 7.77 a -36.69 c 23.74 19.17 56.34 10_20 7.69 ab -33.63 c 25.92 19.32 43.44 20-30 7.57 ab -25.14 b 25.96 11.48 45.13 30-40 7.53 b -22.40 b 27.56 12.94 45.91 40-50 7.52 b -20.94 b 28.25 16.69 55.67 50-60 7.11 c - 6.74 a 29.76 17.06 45.49

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Interaksi Kedalaman dan Jenis Pupuk

Nilai pH dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi kedalaman dan jenis pupuk. Perlakuan bungkil benam pada kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm memiliki nilai pH tertinggi hingga 7.85.

Tabel 13 Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai pH** tanah

Perlakuan 0-10 10_20 20-30 30-40 40-50 50-60

Bungkil Benam 100% 7.74 a-d 7.85 a 7.85 a 7.76 a-c 7.76 a-c 7.63 a-e

Slow Release 100% 7.81 ab 7.41 c-f 7.23 fg 7.34 e-g 7.44 b-f 6.46 h

Urea Benam 100% 7.75 a-d 7.82 ab 7.64 a-e 7.49 a-f 7.36 d-g 7.02 g

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %


(60)

Kadar air dipengaruhi secara nyata oleh interaksi kedalaman dan jenis pupuk. Perlakuan bungkil benam pada kedalaman 0-10 cm memberikan kadar air tertinggi hingga 42.37 %.

Tabel 14 Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai kadar air tanah*

Perlakuan 0-10 10_20 20-30 30-40 40-50 50-60 Kadar air (%)

Bungkil Benam 100%

42.37 a 25.70 bc 26.99 bc 29.02 bc 29.27 bc 30.93 b

Slow Release 100% 22.62 bc 23.26 bc 27.11 bc 29.44 bc 31.75 b 17.72 c

Urea Benam 100% 18.25 c 22.26 bc 23.79 bc 26.30 bc 28.24 bc 30.77 b

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Kadar nitrat juga dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi kedalaman dan pupuk. Terlihat bahwa perlakuan bungkil benam pada kedalaman 0-10 cm menghasilkan kadar nitrat tertinggi mencapai 84.39 ppm. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Bungkil Benam 100% pada kedalaman 40-50 cm.

Tabel 15 Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap kadar nitrat** tanah

Perlakuan 0-10 10_20 20-30 30-40 40-50 50-60

Kadar nitrat (ppm)

Bungkil Benam 100%

84.39 a 46.78 b-d 38.71 cd 49.00 b-d 68.02 ab 49.79 b-d

Slow Release 100% 43.41 b-d 40.41 cd 45.09 b-d 46.95 b-d 43.29 b-d 27.53 d

Urea Benam 100% 41.22 cd 43.14 b-d 51.58 b-d 41.77 cd 55.68 bc 59.15 bc

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %

Kadar Karbon dan Nitrogen Total Tanah

Kadar karbon dan nitrogen tanah semakin menurun dengan penambahan kedalaman tanah. Kadar karbon organik tertinggi terdapat pada penggunaan Bungkil Benam 100% hingga mencapai > 2 %. Kadar N total tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100% yang mencapai 0.18 %.


(61)

Gambar 12 Kadar karbon organik pada perlakuan pemupukan

Ket : KO : kontrol BB1 : Bungkil Benam 100%

SB1 : Slow Release Benam 100% UB1 : Urea benam 100%

Sumber : Hasil analisis laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, Bogor (Lampiran 11)

\Gambar 13 Kadar Nitrogen total pada perlakuan pemupukan

Ket : KO : kontrol BB1 : Bungkil Benam 100%

SB1 : Slow Release Benam 100% UB1 : Urea benam 100%

Sumber : Hasil analisis laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, Bogor (Lampiran 11)

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0 ‐ 10 10_20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60 0 ‐ 10 10_20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60 0 ‐ 10 10_20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60 0 ‐ 10 10_20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60

KO SB1 BB1 UB1

Kadar   C Organ ik   (%)

Kedalaman (cm)

0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 0 ‐ 10 10 _20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60 0 ‐ 10 10 _20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60 0 ‐ 10 10 _20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60 0 ‐ 10 10 _20 20 ‐ 30 30 ‐ 40 40 ‐ 50 50 ‐ 60

KO SB BB UB

Kadar   N To ta l   (%)


(62)

Kapasitas penyerapan CO2

Kapasitas penyerapan CO2 dapat dihitung dari laju fotosintesis tanaman

persatuan luas persatuan waktu yang dikalikan dengan waktu dan luas daun tanaman jarak sesuai dengan periode pertumbuhannya. Laju fotosintesis tanaman jarak dihitung berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raden (2009) yang dilakukan selama 14 minggu umur daun dengan nilai rataan laju fotosintesis sebesar 5.39145 μmol CO2/m2/s (Lampiran 9).

Pemupukan berpengaruh secara nyata terhadap kapasitas penyerapan CO2

tanaman jarak pagar pada umur 7 dan 9 MST sesuai dengan perkembangan jumlah daun. Kapasitas penyerapan CO2 tertinggi pada umur 7 MST tercapai pada

perlakuan Urea Tebar 50% yang mencapai 0.0398 ton CO2/ha/hari. Perlakuan

Urea Tebar 50% juga memberikan hasil terbaik pada umur 9 MST yang mencapai 0.0486 ton CO2/ha/hari. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan

penyerapan CO2 tertinggi pada umur tanaman 5 bulan terdapat pada perlakuan

Bungkil Benam 100% yang mencapai 0.1177 ton CO2/ha/hari.

Kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 pertahun (365 hari) dapat

mencapai 42.961 ton CO2/ha/tahun pada perlakuan Bungkil Benam 100% atau

42% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Nilai ini dihitung berdasarkan kondisi tanaman dewasa yaitu saat berumur 5 bulan dengan asumsi peningkatan yang sama tiap bulannya. Kemampuan serapan CO2 tanaman selain dibedakan oleh

laju fotosintesis tanaman, dibedakan juga oleh luas daun yang dihasilkan.

Tabel. 16 Luas daun tanaman jarak yang dihasilkan pada beberapa perlakuan

Perlakuan Luas daun tanaman jarak (m2/ha)

7 MSP 9 MSP 20 MSP

Slow Release Tebar 50% 3 312.046 4 055.899 10 750.140

Slow Release Benam 50% 2 543.727 2 991.341 7 704.993

Urea Tebar 50% 3 085.050 3 638.475 9 880.097

Urea Benam 50% 3 881.040 4 743.493 6 706.299


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)