Insecticidal activity of sugar-apple (Annona squamosa L.) seed extracts from different locations and synergism of the most active extract with spiked-pepper (Piper aduncum L.) fruit extract against Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) larva

 

AKTIIVITAS IN
NSEKTIS
SIDA EKS
STRAK BIIJI SRIKA
AYA
(Ann
nona squaamosa L.) D
DARI LO
OKASI BERBEDA DAN
D
SINERGIISMENYA
A DENGA
AN EKSTR
RAK BUA
AH SIRIH
H HUTAN
(P
Piper adun
ncum L.) TERHADA

T
AP LARV
VA Crocidoolomia pavvonana (F
F.)
(LE
EPIDOPTE
ERA: CRA
AMBIDA
AE)

GATOT BUDI SA
ANTOSO

SE
EKOLAH
H PASCAS
SARJANA
A
INS
STITUT P

PERTANIA
AN BOGO
OR
BOGOR
2011
 
 
 
 

 
 
 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Aktivitas Insektisida Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa L.) dari Lokasi Berbeda dan Sinergismenya dengan
Ekstrak Buah Sirih Hutan (Piper aduncum L.) terhadap Larva Crocidolomia

pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae)” adalah karya saya dengan arahan dari
Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2011
Gatot Budi Santoso
A351080081

 
 

 
 

ABSTRACT
GATOT BUDI SANTOSO. Insecticidal Activity of Sugar-Apple (Annona
squamosa L.) Seed Extracts from Different Locations and Synergism of the Most
Active Extract with Spiked-Pepper (Piper aduncum L.) Fruit Extract Against

Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) Larvae. Under direction
of DJOKO PRIJONO and DADANG.
Results of leaf-residue bioassays of methanolic sugar-apple (Annona
squamosa L.) seed extracts from eight locations in Central Java and Papua
showed that LC50 of the extracts against Crocidolomia pavonana larvae ranged
from 27.6 to 374 ppm, whereas the range of LC95 was 160.8-6067.8 ppm. Sugarapple extract from Sumber Lawang-Blora, Central Java had the lowest LC50
value, while the extract from Cepu-Blora had the lowest LC95. The difference in
the slope of probit regression of sugar-apple extracts resulted in the difference in
LC95/LC50 ratio. Spiked-pepper (Piper aduncum L.) fruit extract (LC50 867 ppm
and LC95 3122.7 ppm) was much less active than the most active sugar-apple
extract. The mixture of sugar-apple seed extract and spiked-pepper fruit extract
(1:10) (LC50 66.3 ppm and LC95 1686.9 ppm) had strongly synergistic joint action
at LC50 level (combination index 0.30) but antagonistic at LC95 level (combination
index 1.59). In a semifield experiment, addition of spiked-pepper extract, neem
(Azadirachta indica) seed extract or an optical brightener did not significantly
increase the effectiveness of sugar apple seed extract against C. pavonana larvae
on polybagged chinese cabbage plants.
Key words: Botanical insecticides, Crocidolomia pavonana, extract mixture, joint
action, persistence.


 
 

RINGKASAN
GATOT BUDI SANTOSO. Aktivitas Insektisida Ekstrak Biji Srikaya (Annona
squamosa L. ) dari Lokasi Berbeda dan Sinergismenya dengan Ekstrak Buah Sirih
Hutan (Piper aduncum L.) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Crambidae). Dibimbing oleh DJOKO PRIJONO dan DADANG.
Ulat krop kubis, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae),
merupakan salah satu hama penting pada tanaman famili Brassicaceae seperti kubis,
caisin, brokoli, petsai, sesawi, mostar, dan lobak. Di lapangan tidak ada musuh alami
yang efektif untuk menekan populasi hama tersebut sehingga petani mengandalkan
insektisida sintetik—yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif—untuk
mengendalikan hama tersebut. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menggantikan sebagian peranan insektisida sintetik ialah insektisida nabati yang tidak
merusak lingkungan dan relatif aman terhadap organisme bukan sasaran. Selain
digunakan secara tunggal, insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk
campuran, terutama bila campuran tersebut bersifat sinergis.
Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas insektisida ekstrak biji srikaya
(Annona squamosa L. ) dari enam lokasi berbeda di Jawa Tengah dan dua lokasi

berbeda di Papua terhadap larva C. pavonana di laboratorium; menguji sinergisme
campuran ekstrak biji srikaya dan buah sirih hutan (Piper aduncum L.) terhadap larva
C. pavonana di laboratorium; serta menguji efek residu sediaan ekstrak biji srikaya
dan campurannya dengan ekstrak buah sirih hutan, ekstrak biji mimba (Azadirachta
indica), dan optical brightener (OB) terhadap larva C. pavonana pada tanaman caisin
pada skala semilapangan.
Serbuk biji srikaya dan buah sirih hutan serta gerusan biji mimba masingmasing diekstrak dengan pelarut metanol dengan metode perendaman (maserasi).
Hasil ekstrak biji srikaya dari enam lokasi di Jawa Tengah berkisar dari 16.1%
(Cepu-Blora) sampai 32.3% (Kalioso-Sragen), sementara hasil ekstrak srikaya dari
dua lokasi di Papua, yaitu Arso-Keerom dan Sentani-Jayapura, masing-masing 27.6%
dan 26%. Hasil ekstrak buah sirih hutan dan biji mimba masing-masing 11.4% dan
15.7%.
Pengujian di laboratorium dilakukan dengan metode residu pada daun. Ekstrak
srikaya dari delapan lokasi diuji masing-masing pada enam taraf konsentrasi pada
rentang 52–628 ppm dan ekstrak buah sirih hutan diuji pada tujuh taraf konsentrasi
pada rentang 200–3000 ppm. Campuran ekstrak srikaya yang paling aktif dan ekstrak
buah sirih hutan dengan perbandingan konsentrasi 1:10 diuji pada enam taraf
konsentrasi pada rentang 16.5–114.4 ppm. Setiap pengujian disertai kontrol dan
setiap perlakuan diulang lima kali. Pengamatan dilakukan mulai 1 sampai 7 hari
setelah perlakuan (HSP). Jumlah larva yang mati dan lama perkembangan larva

dicatat. Data mortalitas larva diolah dengan analisis probit menggunakan program
POLO-PC.

 
 

Pengujian semilapangan dilakukan dengan menggunakan tanaman caisin dalam
polybag kapasitas 2.5 liter yang diletakkan dengan jarak 40 cm x 20 cm di kebun
sayuran
organik milik petani di Dramaga, Bogor. Ekstrak srikaya yang paling aktif
iv
pada taraf LC50 (Sumber Lawang, Blora) diuji pada konsentrasi yang setara dengan 6
x LC95 terhadap larva instar II C. pavonana berdasarkan pengujian di laboratorium.
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan perlakuan (1) ekstrak biji
srikaya (EBS) 0.125%, (2) EBS 0.125% + OB 0.2%, (3) EBS 0.125% + ekstrak buah
sirih hutan 0.15%, (4) EBS 0.125% + ekstrak biji mimba 0.5%, dan (5) kontrol
(akuades yang mengandung metanol 1% dan Tween 80 0.2%). Setiap perlakuan
diulang lima kali. Data jumlah larva yang ditemukan kembali pada 3, 4, dan 7 hari
setelah infestasi diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang
berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Perkembangan mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan ekstrak
biji srikaya dari delapan lokasi menunjukkan pola yang lebih kurang serupa. Pada 1
HSP, mortalitas serangga uji umumnya masih rendah kecuali pada beberapa
konsentrasi tertinggi. Antara 2 dan 4 HSP terjadi peningkatan mortalitas yang cukup
besar dan setelah itu tingkat mortalitas larva secara umum hanya sedikit mengalami
peningkatan. Peningkatan mortalitas larva C. pavonana akibat perlakuan dengan
ekstrak buah sirih hutan terjadi secara lebih bertahap dari 1 sampai 7 HSP dengan
peningkatan yang paling besar terjadi antara 2 dan 4 HSP.
Hasil analisis probit terhadap data mortalitas serangga uji pada 7 HSP
menunjukkan bahwa toksisitas ekstrak srikaya yang teraktif dari Jawa Tengah, yaitu
dari Sumber Lawang–Blora (LC50 27.6 ppm), sekitar tujuh kali lebih tinggi daripada
ekstrak yang toksisitasnya paling lemah, yaitu dari Gemolong–Sragen (LC50 197.5
ppm). Sementara itu, ekstrak srikaya dari Arso–Keerom (106.9 ppm) sekitar 3.5 kali
lebih toksik daripada ekstrak srikaya dari Sentani–Jayapura (LC50 374 ppm). Pada
taraf LC95, di antara ekstrak srikaya dari Jawa Tengah, ekstrak srikaya dari Cepu–
Blora (LC95 160.8 ppm) memiliki toksisitas paling tinggi dan ekstrak dari Gemolong–
Sragen (LC95 555.4 ppm) toksisitasnya juga paling rendah seperti pada taraf LC50.
Sementara itu, ekstrak srikaya dari Arso–Keerom (LC95 410.8 ppm) sekitar 14.8 kali
lebih toksik daripada ekstrak srikaya dari Sentani–Jayapura (LC95 6067.8 ppm).
Pada 7 HSP, perlakuan dengan ekstrak buah sirih hutan 2000-3000 ppm

mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana sebesar 89%-97% dan mortalitas larva
pada perlakuan konsentrasi 200-1500 ppm berkisar dari 5% sampai 64%. LC50
ekstrak buah sirih hutan 32.5 kali lebih besar daripada LC50 ekstrak srikaya teraktif
(Sumber Lawang–Blora, LC50 27.6 ppm) dan LC95-nya sekitar 19.4 kali lebih besar
daripada LC95 ekstrak srikaya teraktif (Cepu–Blora, LC95 160.8 ppm).
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan dengan campuran ekstrak biji
srikaya dari Sumber Lawang–Blora dan ekstrak buah sirih hutan secara umum juga
makin besar dengan lebih tingginya konsentrasi uji. LC50 campuran ekstrak tersebut
(66.3 ppm) lebih mendekati nilai LC50 ekstrak srikaya Sumber Lawang– Blora (27.6
ppm) sedangkan LC95-nya (1686.9 ppm) lebih mendekati nilai LC95 ekstrak sirih
hutan (3122.7 ppm). Berdasarkan perhitungan indeks kombinasi (IK), campuran
ekstrak srikaya dan sirih hutan bersifat sinergistik kuat pada taraf LC50 (IK 0.30) dan
antagonistik pada taraf LC95 (IK 1.59). Perbedaan sifat interaksi campuran pada taraf

 
 

LC50 dan LC95 disebabkan oleh rendahnya nilai b campuran ekstrak (1.170)
dibandingkan dengan nilai b ekstrak srikaya Sumber Lawang–Blora (1.878) dan sirih
hutan (2.956) secara terpisah.

Selain mengakibatkan kematian, perlakuan dengan ekstrak biji srikaya hutan
v
juga dapat memperlambat perkembangaan larva C. pavonana yang bertahan hidup.
Pada perlakuan dengan ekstrak srikaya, lama perkembangan larva C. pavonana yang
dari instar II ke instar III lebih panjang sampai 2 hari dan dari instar II ke instar IV
lebih panjang sampai 2.4 hari dibandingkan dengan serangga kontrol.
Pada pengujian semilapangan, pada 1 HSP jumlah larva C. pavonana yang
ditemukan kembali pada tanaman caisin yang diberi perlakuan ekstrak srikaya
0.125% nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan campuran ekstrak srikaya
0,125% dan biji mimba 0,15% serta kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan
perlakuan ekstrak srikaya yang ditambahi OB 0.2% serta campuran ekstrak srikaya
dan sirih hutan. Pada 3 HSP, jumlah larva yang ditemukan kembali makin menurun
pada semua perlakuan ekstrak dan pada kontrol jumlah larva yang ditemukan kembali
hanya 24%. Jumlah larva C. pavonana yang ditemukan kembali pada perlakuan
ekstrak srikaya tunggal tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan lain. Pada 5
HSP tidak ada larva yang dapat ditemukan kembali pada semua perlakuan ekstrak,
sedangkan pada kontrol jumlah larva yang ditemukan kembali hanya 10.7%. Pada
siang dan sore hari kelima setelah perlakuan curah hujan cukup tinggi (35 mm)
sehingga dapat mencuci larva yang terdapat pada tanaman. Selain itu, sebagian larva
kemungkinan juga dimangsa oleh predator.

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa
ekstrak biji srikaya dari lokasi tertentu dan campurannya dengan ekstrak buah sirih
hutan berpotensi untuk digunakan mengendalikan hama C. pavonana.
Kata kunci: Insektisida nabati, Crocidolomia pavonana, campuran ekstrak, kerja
bersama insektisida, persistensi.

 
 

 
 

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1.

2.

Dilarang mengutip sebagian data atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya dapat untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun dan tanpa izin IPB.

 
 

 
 

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BIJI SRIKAYA
(Annona squamosa L. ) DARI LOKASI BERBEDA DAN
SINERGISMENYA DENGAN EKSTRAK BUAH SIRIH HUTAN
(Piper aduncum L.) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.)
(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

GATOT BUDI SANTOSO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman

 
 

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 
 

Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si.

 
 

Judul Tesis

: Aktivitas Insektisida Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa
L.) dari Lokasi Berbeda dan Sinergismenya dengan Ekstrak
Buah Sirih Hutan (Piper aduncum L.) terhadap Larva
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae)

Nama Mahasiswa : Gatot Budi Santoso
NRP

: A351080081

Disetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua

Anggota

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
NIP 19590827 198303 1 005

Prof. Dr. Ir .Dadang. M.Sc.
NIP 19640204 199002 1 002

Diketahui,
Ketua Mayor Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
NIP 19580825 198503 1 002

Dr. Ir. Dahrul Syah. MSc.Agr.
NIP 19650814 199002 1 001

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

 
 

 
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solo (Jawa Tengah) pada tanggal 14 Juni 1970 sebagai
anak bungsu dari sepuluh bersaudara dari pasangan Bapak Syakti Moelyatto dan Ibu
Sri Supantinah.
Pada tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas
YPPK Taruna Dharma Kotaraja Jayapura. Pendidikan sarjana ditempuh di Program
Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon tahun 1996.
Sejak tahun 2001 hingga sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
pada Dinas Perkebunan Provinsi Papua pada Instansi Pemerintah Daerah Provinsi
Papua dan pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan tugas belajar dari
Pemerintah Provinsi Papua untuk menempuh studi S2 di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor pada Mayor Entomologi.

 
 

 
 

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang dicurahkan dengan tiada henti-hentinya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul “Aktivitas Insektisida Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa,L.) dari Lokasi Berbeda dan Sinergismenya dengan
Ekstrak Buah Sirih Hutan (Piper aduncum L.) terhadap Larva Crocidolomia
pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae)” ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dari Maret hingga November
2010 dengan sumber dana dari Pemerintah Provinsi Papua.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah
memberikan keteladanan yang mendalam akan arti ilmu pengetahuan. Terima
kasih juga yang sedalam-dalamnya atas segala arahan, bimbingan, motivasi, dan
ide-ide yang cerdas yang diberikan kepada penulis sejak penyusunan proposal
hingga selesainya penelitian dan juga tidak henti-hentinya memberikan semangat
tanpa pamrih apapun kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc., sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah
banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, dan masukan selama
penelitian dan penulisan tesis ini.
3. Bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia Biro Kepegawaian Setda Provinsi
Papua, Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Papua atas bantuan pendanaan
tugas belajar.
4. Orang tua penulis tercinta dan semua keluarga besar penulis dan tak lupa isteri dan
anak-anak penulis (Wahyuni, Agintha, dan Agatha) yang selalu mendoakan siang
dan malam dan merelakan ditinggal ketika penulis menyelesaikan studi di IPB.
5. Staf Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Bp. Agus Sudrajat, Herma
Amalia, Astri Febrianni, Catur Hertika, Ridho Putrotomo, dan Anugerah
Panggraito yang memberikan waktunya sedikit untuk selalu menemani dan
membantu dalam penelitian ini.
6. Teman-teman Program Studi Entomologi Angkatan 2008 serta semua pihak atas
semua bantuan yang telah diberikan.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kepentingan orang banyak dan
bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan terutama di bidang entomologi.
Bogor, Desember 2011
Gatot Budi Santoso
 

 
 

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xv

PENDAHULUAN .......................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................

1
1
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Srikaya (Annona squamosa L,) ..........................................................
Ciri Umum dan Kegunaan ........................................................
Sifat Insektisida dan Senyawa Aktif .........................................
Sirih Hutan (Piper aduncum L,) .........................................................
Ciri Umum dan Kegunaan ........................................................
Sifat Insektisida dan Senyawa Aktif .........................................
Pengaruh Perbedaan Lokasi terhadap Aktivitas Insektisida Nabati ....
Persistensi Insektisida Nabati .............................................................
Potensi Campuran Insektisida Nabati .................................................
Bioekologi dan Pengendalian Crocidolomia pavonana .....................

7
7
7
7
9
9
10
11
12
13
14

BAHAN DAN METODE ............................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
Penyediaan Tanaman Caisin ...............................................................
Pemeliharaan Serangga Uji ................................................................
Pengumpulan Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak ..............................
Ekstraksi Biji Srikaya, Buah Sirih Hutan, dan Biji Mimba ................
Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal ..........................................................
Uji Toksisitas Ekstrak Campuran .......................................................
Uji Semilapangan ...............................................................................

17
17
17
17
18
18
19
20
21

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
Hasil Ekstraksi ....................................................................................
Pengaruh Ekstrak Uji terhadap Mortalitas Larva C. pavonana ..........
Ekstrak Srikaya .........................................................................
Ekstrak Buah Sirih Hutan............................................................
Campuran Ekstrak Srikaya dan Sirih Hutan .............................
Lama Perkembangan Larva C. pavonana pada Perlakuan Ekstrak
Srikaya .......................................................................................
Kefektifan Ekstrak Biji Srikaya dan Campurannya dengan Bahan
Lain pada Uji Semilapangan .......................................................

23
23
23
23
28
30
31
32

 
 

xiii
Halaman
Pembahasan Umum ..............................................................................

35

SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................

39

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

41

 
 

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Kondisi tempat pengumpulan biji srikaya sebagai sumber ekstrak ..........

18

2 Hasil ekstraksi biji srikaya dari delapan lokasi, buah sirih hutan, dan biji
mimba dengan pelarut metanol .................................................................

23

3 Penduga parameter toksisitas ekstrak biji srikaya dari delapan lokasi
berbeda, ekstrak buah sirih hutan, dan campuran ekstrak biji srikaya dan
buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana ...........................................

29

4 Lama perkembangan larva C. pavonana yang diberi perlakuan dengan
ekstrak biji srikaya dari lokasi berbeda ....................................................

33

5 Persentase jumlah larva C. pavonana yang ditemukan kembali pada
tanaman caisin yang diberi perlakuan ekstrak srikaya dan campurannya
dengan bahan lain .....................................................................................

35

 
 

 
 

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Biji srikaya ................................................................................................

7

2 Daun dan buah sirih hutan ........................................................................

10

3 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan
ekstrak biji srikaya dari Cepu-Blora, Gemolong-Sragen, dan GundihPurwodadi .................................................................................................

25

4 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan
ekstrak biji srikaya dari Kalioso-Sragen, Sumber Lawang-Blora, dan
Wirosari-Blora ............................................................................................

26

5 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan
ekstrak biji srikaya dari Arso-keerom dan Sentani-Jayapura ...................

27

6 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan
ekstrak buah sirih hutan ............................................................................

30

7 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan
campuran ekstrak biji srikaya dan buah sirih hutan .................................

31

8 Data curah hujan di daerah Darmaga Bogor selama berlangsungnya
percobaan semilapangan terhadap larva C. pavonana (Stasiun
Klimatologi Darmaga-Bogor 2010) .........................................................

35

 
 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu
hama

utama

tanaman

Yponomeutidae).

kubis

selain Plutella

xylostella (L.)

(Lepidoptera:

Di Jawa Barat dan Sulawesi Utara, kehilangan hasil yang

ditimbulkan oleh serangan ulat C. pavonana bersama-sama dengan ulat daun P.
xylostella pada musim kemarau dapat mencapai 100% (Sastrosiswojo & Setiawati
1993; Korinus 1995). Pada bulan November 2009, hama ulat menyerang pertanaman
kubis milik petani di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa
Tenggara Timur dengan luas serangan mencapai 10 hektar sehingga petani tidak
dapat memanen hasilnya (Anonim 2010).
Insektisida sintetik masih menjadi andalan petani dalam pengendalian hama C.
pavonana, meskipun pengendalian hama terpadu (PHT) pada tanaman kubis telah
dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an (Sastrosiswojo & Setiawati 1993).
Pengendalian kimiawi umum dilakukan petani karena dapat menurunkan populasi
hama dengan cepat serta insektisida sintetik mudah diperoleh dan dapat diterapkan
dengan mudah pada areal yang luas. Namun, penggunaan insektisida secara terusmenerus dapat mengakibatkan berbagai dampak samping yang tidak diharapkan
seperti terjadinya resistensi dan resurjensi hama, ledakan hama sekunder,
terbunuhnya musuh alami, terjadinya pencemaran lingkungan, dan terdapatnya residu
insektisida pada produk pertanian (Metcalf 1982; Matsumura 1985).
Untuk menekan berbagai dampak negatif akibat penggunaan insektisida sintetik
dan mendukung penerapan PHT pada tanaman kubis, perlu dikembangkan sarana
pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme
bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu sarana pengendalian yang memenuhi
persyaratan tersebut ialah insektisida dari tumbuhan (insektisida nabati) (Prakash &
Rao 1997; Dadang & Prijono 2008). Selain mudah terurai di lingkungan dan relatif
aman terhadap musuh alami hama, insektisida nabati tidak cepat menimbulkan

 
 

resistensi hama bila digunakan dalam bentuk ekstrak kasar, komponen ekstrak dapat
bersifat sinergis, dan penggunaannya dapat dipadukan dengan teknik pengendalian
hama lainnya (Prakash & Rao 1997; Schmutterer 1997; Prijono 1999).
Srikaya (Annona squamosa L., Annonaceae) merupakan salah satu jenis
tumbuhan yang memiliki potensi sebagai sumber insektisida nabati. Ekstrak biji
srikaya dilaporkan aktif terhadap berbagai serangga dari ordo Hemiptera, Coleoptera
dan Lepidoptera, termasuk larva C. pavonana (Ohsawa et al. 1994; Prakash & Rao
1997; Prijono et al. 1997). Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak aseton
biji srikaya memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva instar III C.
pavonana dengan LC50 0.016% pada 3 hari setelah perlakuan (HSP). Sediaan biji
srikaya yang diekstrak dengan air yang ditambahi diterjen “Rinso” 1 g/l juga aktif
terhadap serangga tersebut dengan LC50 0.197% pada 3 HSP (Basana & Prijono
1994).
Senyawa aktif utama dalam biji srikaya adalah skuamosin dan asimisin yang
termasuk golongan asetogenin (Londershausen et al. 1991; Ohsawa et al. 1994)
Senyawa aktif lain yang terkandung dalam biji srikaya yang mempunyai aktivitas
insektisida yang cukup kuat antara lain anonasin, bulatasin, dan neonanin (Kawazu et
al. 1989; Rupprecht et al. 1990). Ohsawa et al. (1994) melaporkan bahwa perlakuan
skuamosin

dan

asimisin

dengan

metode

residu

pada

daun

menghambat

perkembangan larva C. pavonana masing-masing dengan ED90 20 µg/cm2 dan ED50
20 µg/cm2, serta mematikan larva P. xylostella masing-masing dengan LD50 20
µg/cm2 dan menghambat perkembangan larva tersebut masing-masing dengan ED90 2
µg/cm2 dan ED50 2 µg/cm2.
Bahan tumbuhan yang berasal dari lokasi berbeda dapat memiliki aktivitas
insektisida yang berbeda.

Sebagai contoh, penghambatan pertumbuhan larva

Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) yang diberi perlakuan ekstrak 10
sampel biji srikaya pada konsentrasi 250 ppm berkisar dari 33% sampai 92%
(Leatemia & Isman 2004).

Perbedaan aktivitas insektisida ekstrak biji srikaya

tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa aktif dalam sampel biji
srikaya yang diuji, dan perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh keragaman sifat

 
 

genetika dan umur tumbuhan, kondisi tanah dan vegetasi di sekitar lokasi tumbuhan
sumber, serta kondisi musim saat pengambilan bahan tumbuhan (Kaufman et al.
2006).
Selain Annonaceae, famili tumbuhan lain yang sifat insektisidanya telah sering
dilaporkan ialah Piperaceae. Salah satu spesies Piperaceae yang berpotensi sebagai
sumber insektisida nabati tetapi belum banyak diteliti di Indonesia yaitu sirih hutan
(Piper aduncum L.). Ekstrak metanol daun sirih hutan memiliki aktivitas insektisida
yang cukup kuat terhadap wereng hijau Nephotettix virescens (Distant) (Homoptera:
Jassidae) dan larva P. xylostella (Dadang 1999).
Dilapiol merupakan komponen aktif utama yang bersifat insektisida dalam
ekstrak daun sirih hutan. Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa perlakuan dengan
dilapiol pada konsentrasi 0.1 ppm menyebabkan kematian larva nyamuk Aedes
atropalpus sebesar 92%. Baru-baru ini, Hasyim (2011) melaporkan bahwa fraksi
heksana ekstrak buah sirih hutan yang aktif terhadap larva C. pavonana mengandung
dilapiol sebagai komponen utama (68.8% dari toral area puncak kromatogram gas).
Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal atau dalam bentuk campuran.
Ekstrak beberapa spesies Piperaceae dapat bersifat sinergis bila dicampur dengan
ekstrak lain. Misalnya campuran ekstrak metanol buah Piper retrofractum dan daun
Tephrosia vogelii (nisbah konsentrasi 1:1) (Saryanah 2008) serta campuran ekstrak
etil asetat buah Piper cubeba dan daun T. vogelii (9:5). (Abizar & Prijono 2010)
bersifat sinergis terhadap larva C. pavonana. Baik buah P. retrofractum maupun P.
cubeba mengandung sejumlah senyawa yang memiliki gugus metilendioksifenil
(Parmar et al. 1997). Scott et al. (2008) melaporkan bahwa pencampuran beberapa
senyawa aktif tanaman Piperaceae yang mengandung gugus tersebut dapat bersifat
sinergistik. Gugus tersebut merupakan bagian aktif dari berbagai jenis senyawa yang
dikenal sebagai sinergis insektisida (Matsumura 1985; Perry et al. 1998). Dilapiol
yang merupakan senyawa aktif insektisida utama dalam tanaman sirih hutan juga
memiliki gugus metilendioksifenil sehingga ekstrak sirih hutan yang mengandung
dilapiol berpotensi sinergis bila dicampurkan dengan ekstrak lain.

 
 

Insektisida nabati memiliki efek residu yang terbatas pada pertanaman. Sebagai
contoh, Ginting (2003) melaporkan bahwa campuran ekstrak metanol ranting Aglaia
odorata dan Swietenia mahogany 7:3 pada konsentrasi 0.5% mengakibatkan
mortalitas yang tinggi pada larva P. xylostella, yaitu sebesar 97%,

tetapi

mortalitasnya menurun menjadi 40% setelah ekstrak terpapar cahaya matahari selama
3 hari.

Persistensi insektisida nabati yang singkat secara ekonomi tidak

menguntungkan bagi petani karena diperlukan aplikasi yang berulang-ulang,
sementara di pihak lain sifat tersebut memungkinkan aplikasi insektisida nabati
beberapa saat menjelang panen (Dadang & Prijono 2008).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
1) menguji aktivitas insektisida ekstrak biji srikaya dari delapan lokasi berbeda
terhadap larva C. pavonana di laboratorium;
2) menguji sinergisme campuran ekstrak biji srikaya yang paling aktif dan ekstrak
buah sirih hutan terhadap larva C. pavonana di laboratorium;
3) menguji efek residu ekstrak biji srikaya dan campurannya dengan bahan lain pada
tanaman caisin terhadap larva C. pavonana pada skala semilapangan.

Ruang Lingkup Penelitian
1) Pengujian aktivitas insektisida ekstrak metanol biji srikaya dari delapan lokasi
berbeda – enam lokasi di Jawa Tengah dan dua lokasi di Papua – terhadap larva C.
pavonana.
2) Pengujian sinergisme campuran ekstrak metanol biji srikaya yang paling aktif dan
ekstrak methanol buah P. aduncum terhadap larva C. pavonana.
3) Pengujian efek residu ekstrak metanol biji srikaya yang paling aktif dan
campurannya dengan ekstrak metanol buah sirih hutan, ekstrak metanol biji mimba
(Azadirachta indica), dan optical brightener pada tanaman caisin terhadap larva C.
pavonana pada skala semilapangan.

 
 

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perbedaan
aktivitas ekstrak biji srikaya dari lokasi berbeda terhadap larva C. pavonana, sifat
sinergisme campuran ekstrak biji srikaya dan buah sirih hutan terhadap larva C.
pavonana, serta persistensi ekstrak biji srikaya dan campurannya dengan bahan lain,
yang dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan insektisida nabati
untuk mengendalikan hama C. pavonana.

 
 

TINJA
AUAN PUSTAKA

Srikaya (Annona
(
squ
uamosa L.)
C Umum
Ciri
m dan Kegun
naan
Srikay
ya (Annona squamosa L.,
L Annonacceae) meruppakan perduu tahunan attau
p
pohon
kecil dengan tingggi 2-7 m. Buah
B
srikayaa merupakann buah majem
muk berbenttuk
b
bola
berlilin
n dengan gaaris tengah 5-10
5
cm. Daging
D
buahh berwarna putih, rasannya
m
manis,
dan biji
b (Gambarr 1) dari buaah masak beerwarna hitam
m mengkilap
ap (van Steennis
e al. 1975).
et
Srikay
ya mudah dijjumpai di peekarangan ruumah-rumahh pedesaan di
d daerah Jaw
wa
d ditanam
dan
m untuk diam
mbil buahnyya, yang biiasanya dikoonsumsi langsung (Heyyne
1987). Buah
h srikaya meengandung banyak
b
vitam
min A dan C.
C Secara traadisional daaun
s
srikaya
digu
unakan untukk menyembuuhkan penyaakit kudis, diiare, dan irittasi pada kullit.
B srikaya (Gambar 1)
Biji
1 memiliki kulit yang keras dan berwarna
b
hittam mengilaap.
S
Serbuk
biji srikaya seering digunaakan untuk membunuhh kutu kepaala (Pedicullus
h
humanus
L.)).

Gam
mbar 1 Biji srikaya
s

S
Sifat
Insekttisida dan Senyawa Akttif

 
 

Sifat insektisida biji srikaya telah lama diketahui (Heyne 1987; Prakash & Rao
1997). Ekstrak biji srikaya dilaporkan aktif terhadap berbagai serangga perusak
tanaman dan hama gudang yang termasuk ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan
Hemiptera (Ohsawa et al. 1994; Prakash & Rao 1997).
Rangkuman oleh Prakash & Rao (1997) menunjukkan bahwa ekstrak atau
serbuk biji srikaya bersifat sebagai racun perut dan racun kontak serta bersifat sebagai
insektisida, repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat makan).
Serangga yang dilaporkan rentan terhadap sediaan biji srikaya mencakup lebih dari
40 spesies, antara lain Plutella xylostella, Crocidolomia pavonana, Spodoptera
littoralis, Dysdercus koenigii, Nephottetix virescens, dan Nilaparvata lugens.
Prijono (1996) melaporkan bahwa perlakuan dengan ekstrak aseton biji srikaya
0.25% dengan metode celup daun mengakibatkan kematian larva instar III C.
pavonana sebesar 95% dan dengan metode kontak pada permukaan cawan petri
menyebabkan kematian kumbang Callosobruchus maculatus sebesar 100%. Lebih
lanjut, Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak aseton biji srikaya
menunjukkan aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dengan LC50
0.017 dan 0.016% pada 2 dan 3 hari setelah perlakuan (HSP).
Istiaji (1998) melaporkan bahwa LC50 ekstrak metanol biji srikaya terhadap
larva P. xylostella dengan metode celup daun dan periode kontaminasi pakan selama
6, 12, dan 24 jam berturut-turut 0.032%, 0.014%, dan 0.016% berdasarkan
pengamatan mortalitas larva pada 3 HSP. Sementara itu, ekstrak biji srikaya cukup
beracun secara kontak terhadap imago parasitoid Diadegma semiclausum.

LC50

ekstrak biji srikaya terhadap parasitoid tersebut pada 1-4 HSP menurun dari 0.027%
menjadi 0.023% berdasarkan pemaparan imago parasitoid tersebut pada residu
ekstrak biji srikaya dalam tabung gelas selama 24 jam. Jadi, pada konsentrasi yang
efektif terhadap hama P. xylostella, ekstrak biji srikaya juga dapat membunuh
parasitoid D. semiclausum.
Selain aktif dalam bentuk ekstrak yang diperoleh dengan pelarut organik,
sediaan biji srikaya juga aktif dalam bentuk ekstrak airnya. Basana & Prijono (1994)
melaporkan bahwa sediaan biji srikaya yang diekstrak dengan air yang ditambahi

 
 

diterjen “Rinso” 1 g/l memiliki LC50 terhadap larva C. pavonana yang menurun dari
0.208% menjadi 0.181% dari 2 sampai 5 HSP.

Senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dalam biji srikaya ialah asimisin
dan skuamosin yang termasuk dalam golongan astogenin (Rupprecht et al. 1990;
Zafra-Polo et al. 1995).

Senyawa aktif tersebut selain mematikan juga bersifat

menghambat makan serta menghambat pertumbuhan dan perkembangan serangga
(Ohsawa et al. 1994). Senyawa aktif lain dalam biji srikaya yang bersifat insektisida
antara lain anonasin, bulatasin, dan neonanin (Kawazu et al. 1989; Londershausen et
al.1991).
Ohsawa et al. (1994) melaporkan bahwa skuamosin dan asimisin bersifat
insektisida terhadap larva P. xylostella dengan LD50 masing-masing 20 µg/cm2
berdasarkan pengujian dengan metode residu pada daun. Kedua senyawa tersebut
juga menghambat perkembangan larva C. pavonana dengan ED90 skuamosin 20
µg/cm2 dan ED50 asimisin 20 µg/cm2. Pada penelitian lain, Londershausen et al.
(1991) melaporkan bahwa perlakuan dengan skuamosin 20 ppm dapat mematikan
larva Aedes aegyptii sampai 100%. Pada tingkat seluler, skuamosin dan asimisin
bekerja sebagai racun respirasi sel dengan menghambat transfer elektron pada
kompleks I dari rantai transport elektron di dalam mitokondria (Londershausen et al.
1991; Zafra-Polo et al., 1995). Hal tersebut mengakibatkan penurunan produksi ATP
sehingga serangga kekurangan energi dan akhirnya mengakibatkan kematian.

Sirih Hutan (Piper aduncum L.)
Ciri Umum dan Kegunaan
Sirih hutan (Piper aduncum) (Gambar 2) merupakan salah satu jenis tumbuhan
dari famili Piperaceae yang telah tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia dan
dikenal dengan beberapa nama daerah seperti sirih hutan (bahasa Indonesia) dan
seuseureuhan atau gedebong (Sunda). Tumbuhan sirih hutan berasal dari Amerika
Selatan dan dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1860. Tumbuhan ini berbentuk

 
 

s
semak-sema
ak atau pohoon kecil dann tumbuh. Di
D daerah-daaerah tertentu, sirih huttan
t
tumbuh
deng
gan baik padda ketinggiann 90-1000 m dpl (Heynee 1987).
D
Daun
sirih hutan
h
secaraa tradisionall dimanfaatkkan sebagai obat sakit perut,
p
kencing
n
nanah,
dan penolak
p
seraangga (Agustta 2000). Ekkstrak petroleum eter daaun sirih huttan
d
dilaporkan
memiliki
m
akktivitas moluuskisida terhhadap siput (Biomphalaaria glabrataa).
E
Ekstrak
terssebut juga bersifat
b
anttibakteri terhhadap Bacilllus subtiliss, Micricocccus
l
luteus,
dan Escherichia
E
coli (Orjalaa et al. 1993)).

Gambar 2 Daun dan buah sirih huttan

S
Sifat
Insekttisida dan Senyawa Akttif
Penelitian tentangg sifat insekttisida sirih hutan,
h
khusuusnya di Inddonesia, massih
t
terbatas.
Beernard et al. (1995) di Kanada melapporkan bahw
wa perlakuann dengan frakksi
n
n-heksana,
fraksi
f
dikloroometana, fraaksi etil asetaat, dan frakssi metanol daaun sirih huttan
p
pada
konsen
ntrasi 100 pppm dapat meematikan larvva nyamuk Aedes
A
atropaalpus berturuutt
turut
sebesaar 26%, 72%
%, 2%, dan 0%. Baru--baru ini Haasyim (20111) melaporkkan
b
bahwa
ekstrrak heksana sirih hutan dan fraksi aktifnya
a
mem
miliki aktiviitas insektisiida
y
yang
kuat teerhadap larvva C. pavonaana dengan LC50 pada pengujian dengan
d
metoode
r
residu
pada daun masinng-masing 1290 dan 3399.3 ppm. Senyawa
S
akttif utama yaang

 
 

bersifat insektisida dalam fraksi diklorometana daun sirih hutan ialah dilapiol
(Bernard et al. 1995). Hasyim (2011) melaporkan bahwa senyawa utama dalam
fraksi aktif dari ekstrak heksana buah sirih hutan juga dilapiol (68% dari total area
puncak kromatogram gas); senyawa lain yang teridentifikasi ialah miristisin (4.87%),
β-sitosterol (3.24%) dan piperiton (2.53%).
Perlakuan dengan dilapiol pada konsentrasi 0.1 ppm dapat menyebabkan
kematian larva nyamuk A. atropalpus sebesar 92% (Bernard et al. 1995). Fazolin et
al. (2005) melaporkan bahwa minyak atsiri sirih hutan (puncak dilapiol 74%)
memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap kumbang Cerotoma tingomarianus
dengan LC50 0.06 ml/cm2 pada metode kontak residu di kertas saring dan LD50 0.002
ml/mg pada aplikasi topikal. Pada penelitian lain, Estrela et al. (2006) melaporkan
bahwa minyak atsiri sirih hutan menunjukkan aktivitas insektisida terhadap kumbang
Sitophilus zeamais dengan LC50 2.87 µL/cm2 pada aplikasi kontak, LC50 0.56 µL/g
pada aplikasi fumigan, dan LD50 0.03 µL/g pada aplikasi topikal.

Pengaruh Perbedaan Lokasi terhadap Aktivitas Insektisida Nabati
Keefektifan suatu bahan tumbuhan sebagai sumber insektisida nabati
dipengaruhi oleh sifat genetika tanaman, bagian tumbuhan, ekologi tumbuhan, serta
keadaan geografi dan iklim di tempat tumbuh tumbuhan tersebut (Dadang 1999;
Kaufman et al. (2006). Schoonhoven et al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan
ketinggian tempat mempengaruhi kuantitas dan keragaman metabolit sekunder
tumbuhan. Sekitar 16% tumbuhan di daerah beriklim sedang mengandung alkaloid,
namun di daerah tropis jumlah tersebut meningkat hingga mencapai 37%. Lebih
lanjut, kandungan senyawa tanin pada daun tumbuhan di daerah tropis tiga kali lebih
tinggi dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang.
Daubenmire (1974) menyatakan bahwa kandungan metabolit sekunder
dipengaruhi oleh populasi tanaman dan kondisi lingkungan sekitarnya. Populasi
tanaman sekelilingnya berpengaruh terhadap kompetisi penyerapan unsur hara
sehingga dapat menimbulkan tekanan pada tanaman dan meningkatkan pembentukan
metabolit sekunder. Pengaruh perbedaan lokasi terhadap aktivitas insektisida suatu

 
 

bahan tumbuhan juga dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi unsur hara tanah;
pada tanah yang basah dengan curah hujan yang tinggi dapat terjadi pencucian hara
tanah yang lebih besar daripada di daerah kering dengan curah hujan yang rendah
(Treshow 1970).
Leatemia dan Isman (2004) melaporkan bahwa ekstrak etanol biji srikaya dari
beberapa lokasi di Maluku memiliki pengaruh yang beragam terhadap perkembangan
larva Spodotera litura. Aktivitas ekstrak biji srikaya dari Namlea–Buru paling tinggi,
yaitu mengakibatkan hambatan perkembangan larva S. litura sebesar 91.7%, dan
aktivitas ekstrak srikaya dari Negeri Lama–Ambon paling

rendah (hambatan

perkembangan 33.1%).
Satasook et al. (1994) melaporkan bahwa ekstrak metanol tanaman Aglaia
odorata yang berasal dari Thailand Selatan dapat menghambat perkembangan larva
Peridroma saucia hampir 10 kali lipat lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak
tanaman A. odorata dari Thailand Utara. Hal serupa juga terjadi pada tanaman dari
Hawaii, bahkan dengan jarak hanya beberapa meter ekstrak daun A. odorata memiliki
perbedaan aktivitas penghambatan perkembangan terhadap P. saucia lebih dari 35
kali lipat.

Persistensi Insektisida Nabati
Persistensi merupakan jangka waktu senyawa aktif insektisida bertahan di
lingkungan. Persistensi insektisida di lingkungan dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti radiasi sinar matahari, curah hujan, serta faktor biotik dan abiotik di dalam
tanah (Matsumura 1985).

Tingkat persistensi biasanya dapat diketahui dengan

melakukan analisis residu dengan menggunakan prosedur yang akurat dan peralatan
analisis dengan tingkat ketelitian tinggi.

Cara tersebut dapat mendeteksi residu

insektisida yang sangat rendah di lingkungan. Dalam kaitan dengan keefektifan
pengendalian hama, dikenal istilah persistensi hayati, yaitu jangka waktu keefektifan
suatu insektisida terhadap hama sasaran tertentu setelah insektisida tersebut terpapar
faktor-faktor pengurai di lingkungan.

 
 

Ginting (2003) melaporkan bahwa persistensi residu campuran ekstrak A.
odorata dan Swietenia mahagoni (OM) 7:3 0.5 %; OM 5:5 0.5 %; S. mahoni dan
Alpinia galanga (MG) 3:7 1% serta dan S. mahoni dan Tinospora tuberculata (MT)
7:3 1% pada tanaman brokoli terhadap larva P. xylostella menurun dengan cepat
setelah terpapar cahaya matahari. Mortalitas larva C. pavonana yang diberi pakan
daun brokoli segera setelah perlakuan dengan keempat macam campuran ekstrak
tersebut berturut-turut 50.0%, 73.3%, 63.3%, dan 53.3%, yang menurun menjadi
40.0%, 40.0%, 43.3%, dan 50.0% pada perlakuan dengan residu ekstrak yang telah
terpapar cahaya matahari selama 3 hari. Mortalitas serangga uji makin menurun
masing-masing menjadi 40.0%, 36.7%, 26.7%, dan 23.3% pada perlakuan dengan
residu ekstrak yang telah terpapar cahaya matahari selama 7 hari.
Syahputra (2003) melaporkan bahwa perlakuan dengan formulasi emulsifiable
concentrate ekstrak kulit batang Callophyllum soulattri 100% segera setelah
perlakuan mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana sebesar 65.3%.

Pada

perlakuan dengan residu umur 2, 3, dan 7 hari dari sediaan insektisida nabati tersebut,
mortalitas larva uji menurun masing-masing menjadi 100%, 100%, dan 96.7%.

Potensi Campuran Insektisida Nabati
Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal atau dalam bentuk campuran.
Penggunaan

campuran

insektisida

nabati

yang

bersifat

sinergistik

dapat

meningkatkan efisiensi aplikasi karena insektisida campuran digunakan pada dosis
yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis komponen masing-masing secara
terpisah. Dengan kata lain, penggunaan campuran insektisida nabati yang bersifat
sinergistik dapat mengurangi jumlah pemakaian bahan baku dibandingkan dengan
insektisida nabati yang mengandung ekstrak tunggal (Dadang & Prijono 2008). Hal
ini dapat mengatasi keterbatasan bahan baku insektisida nabati di tingkat petani
karena tumbuhan sumber insektisida nabati tidak selalu terdapat melimpah di suatu
daerah (Abizar & Prijono 2010).
Penggunaan campuran insektisida nabati pada dosis yang lebih rendah juga
dapat mengurangi dampak samping terhadap organisme bukan sasaran dan

 
 

lingkungan. Selain itu, penggunaan campuran insektisida nabati yang komponennya
memiliki cara kerja berbeda dapat menunda terjadinya resistensi hama (Dadang &
Prijono 2008).
Campuran dua atau lebih ekstrak tumbuhan dapat bersifat sinergis, aditif, atau
antagonistik.

Misalnya, Saryanah (2008) melaporkan bahwa campuran ekstrak

heksana daun Tephrosia vogelii dan ekstrak heksana buah Piper retrofractum (1:1)
bersifat antagonistik pada taraf LC50, tetapi bersifat aditif pada taraf LC95 terhadap
larva C. pavonana. Sementara itu, campuran ekstrak metanol daun T. vogelii dan
ekstrak methanol buah P. retrofractum (1:1) bersifat sinergistik baik pada taraf LC50
maupun LC95. Pada penelitian lain, Zarkani (2008) melaporkan bahwa campuran
fraksi 2-4 kolom kromatografi (KK) T. vogelii dan fraksi 2 kromatografi vakum cair
(KVC) P. retrofractum (5:8) bersifat antagonistik pada taraf LC50 48 JSP serta LC50
dan LC95 72 JSP tetapi bersifat aditif pada LC95 48 JSP. Campuran fraksi 2-4 KK T.
vogelii dan fraksi 3 KVC P.r. (1:4) bersifat aditif pada taraf LC50 dan sinergistik
lemah pada taraf LC95. Baru-baru ini, Abizar & Prijono (2010) melaporkan bahwa
campuran campuran ekstrak etil asetat daun T. vogelii bunga ungu dan buah P.
cubeba (5:9) bersifat sinergistik terhadap larva C. pavonana baik pada taraf LC50
maupun LC95.
Pencampuran beberapa senyawa aktif tanaman Piperaceae yang mengandung
gugus metilendioksifenil dapat bersifat sinergistik (Scott et al. 2002; 2008). Gugus
tersebut merupakan bagian aktif dari berbagai jenis senyawa yang dikenal sebagai
sinergis insektisida (Matsumura 1985; Perry et al. 1998).

Tanaman sirih hutan

dilaporkan mengandung dilapiol sebagai senyawa aktif utama yang bersifat
insektisida (Bernard et al. 1995).

Senyawa tersebut juga memiliki gugus

metilendioksifenil di dalam molekulnya. Berdasarkan uraian tersebut, ekstrak P.
aduncum yang mengandung dilapiol diharapkan berpotensi sinergis bila dicampur
dengan ekstrak lain.

 
 

Bioekologi dan Pengendalian Crocidolomia pavonana
Ulat krop kubis, C. pavonana merupakan salah satu hama penting pada
tanaman Brasicaceae seperti kubis, brokoli, kubis bunga, sawi, dan petsai. Serangga
tersebut tersebar di beberapa negara wilayah Afrika, Asia Tenggara, Australia, dan
Kepulauan Pasifik. Di Pulau Jawa, C. pavonana ditemukan di dataran tinggi atau
dataran rendah (Kalshoven 1981).
C. pavonana mengalami metamorfosis sempurna, yaitu melewati fase telur,
larva, pupa, dan imago dalam siklus hidupnya. Telur diletakkan secara berkelompok
oleh imago betina pada permukaan bawah daun sebanyak 30–40 butir per kelompok.
Masa inkubasi telur sekitar 4–5 hari pada suhu 25–28 °C (Prijono & Hassan 1992).
Menurut Othman (1982), masa inkubasi telur rata-rata 4 hari (3-6 hari) pada suhu
26.0–33.2 °C dengan persentase penetasan 92.4% (69.2%–100%). Fase larva merusak
tanaman. Larva instar awal hidup secara berkelompok dan makan pada permukaan
bawah daun.

Selanjutnya larva memencar dan masuk ke titik tumbuh sehingga

menyebabkan kegagalan panen bila tidak dikendalikan dengan tepat. Larva instar
akhir makan semua daun kecuali tulang daun dan tanaman inang dipenuhi dengan
kotoran larva (Sastrosiswojo & Setiawati 1992).
Larva C. pavonana melalui empat instar sebelum membentuk pupa dengan
lama perkembangan larva selama 8–12 hari, rata-rata 8.7 hari.

Larva instar I

berwarna kuning kehijauan dengan kepala cokelat tua dan lama stadium rata-rata
sekitar 2 hari. Instar II berwarna hijau muda dan bagian lateral abdomen berwarna
kuning dengan panjang 5.5–6.1 mm dan lama stadium rata-rata sekitar 2 hari. Instar
III berwarna hijau, dengan panjang 1.1–1.3 cm dan lama stadium rata-rata 1.5 hari.
Larva instar IV berwarna hijau dengan tiga titik hitam dan tiga garis memanjang pada
bagian dorsal serta satu garis memanjang pada sisi lateral (Prijono & Hassan 1992).
Menjelang berpupa larva instar terakhir turun ke tanah.

Mulanya pupa

berwarna kuning kehijauan dan lama kelamaan menjadi cokelat. Pupa diselimuti
kokon sutera dan butiran tanah, terdapat di dalam tanah pada kedalaman 4–6 cm.
Panjang pupa 10 mm dengan lama stadium 10–15 hari pada suhu 26.0–33.2 °C dan
kelembapan (RH) 54.1%–87.8% (Othman 1982). Imago berwarna cokelat muda,

 
 

aktif pada malam hari. Siklus hidup imago betina berkisar 23–28 hari (rata-rata 24.8
hari) dan imago jantan 24-29 hari (rata-rata 25.1 hari) (Prijono & Hassan 1992).
Selama 2–4 minggu masa hidupnya, imago betina mampu menghasilkan telur sekitar
75-300 butir dalam 2–10 kelompok telur (Kalshoven 1981).
Pengendalian C. pavonana dapat dilakukan secara mekanis, kultur teknis,
biologi, dan kimiawi. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan memungut
kelompok telur dan larva instar awal yang ditemukan di pertanaman dengan
menggunakan tangan (Setiawati & Sastrosiswojo 1995). Pengendalian secara kultur
teknis dengan sistem tumpang sari tanaman kubis dengan tanaman perangkap sawi
jabung (Brassica juncea) dan rape (Brassica napus) (Prabaningrum & Sastrosiswojo
1996).

Srinivasan & Moorthy (1991) melaporkan bahwa penggunaan B. juncea

sebagai tanaman perangkap dapat menarik imago C. pavonana hampir 80%.
Sastrosiswojo & Setiawati (1992) melaporkan bahwa tabuhan parasitoid
Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Palexorista
incospicuoides Baranov (Diptera: Tachinidae) telah ditemukan memarasit larva instar
III dan IV C. pavonana tetapi parasitisasinya relatif rendah, yaitu hanya sekitar
7.23%.
Dalam penerapan PHT pada tanaman kubis, insektisida selektif dapat
digunakan bila populasi hama telah mencapai ambang pengendalian, yaitu 3
kelompok telur C. pavonana per 10 tanaman (Sastrosiswojo & Setiawati 1993).
Insektisida yang dapat digunakan antara lain bioinsektisida Bacillus thuringiensis dan
insektisida yang bekerja sebagai penghambat perkembangan serangga dari golongan
asilurea.

 
 
 

 
 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)
dan Kebun Petani Organik di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,
sejak Maret hingga November 2010.

Penyediaan Tanaman Caisin
Tanaman caisin (Br

Dokumen yang terkait

Insecticidal Activity of Meliaceous Seed Extracts Against Crocidolomia Binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae)

0 9 1

Potential of Piper aduncum Fruit as Botanical Insecticide against Crocidolomia pavonana Larvae

1 8 129

Insecticidal activitiy of spiked pepper (Piper aduncum) extracts from riau on the cabbage head caterpillar (Crocidolomia pavonana)

0 10 40

Biological Activities of Extract Mixtures of Tephrosia vogelii (Leguminosae) and Annona squamosa (Annonaceae) against Crocidolomia pavonana

0 31 61

Insecticidal activity of sugar apple seed extracts from different locations and synergism of the most active extract with spiked pepper fruit extract against Crocidolomia pavonana larvae

0 14 70

Bioactivity of stem bark extracts of Simaroubaceae plants and leaf extract Tephrosia vogelii on the cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

1 12 78

Synergistic action of mixed extracts of Br ucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana

0 6 7

Potential Activity of Rambutan (Nepheliumlappaceum L.) Fruit Peel Extract as Antidiabetic and Antihypercholesterolemia

0 8 4

Free Radical Scavenging Activity of Ethanolic Leaves Extract and Its Different Solvent Fractions of Piper betle L. In Vitro.

0 0 7

Bioactivity Methanolic Seed Extract Of Barringtonia Asiatica (Lecythidaceae) Against Crocidolomia Pavonana (Lepidoptera: Pyralidae).

0 0 2