Biological Activities of Extract Mixtures of Tephrosia vogelii (Leguminosae) and Annona squamosa (Annonaceae) against Crocidolomia pavonana

1

AKTIVITAS BIOLOGI CAMPURAN EKSTRAK
Tephrosia vogelii DAN Annona squamosa TERHADAP
Crocidolomia pavonana

RISNAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Biologi

Campuran Ekstrak Tephrosia vogelii dan Annona squamosa terhadap
Crocidolomia pavonana adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Risnawati
NIM A351110021

iv

v

RINGKASAN
RISNAWATI. Aktivitas Biologi Campuran Ekstrak Tephrosia vogelii
(Leguminosae) dan Annona squamosa (Annonaceae) terhadap
Crocidolomia pavonana.

Dibimbing oleh DADANG dan DJOKO
PRIJONO.
Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu cara
pengendalian yang memiliki beberapa keunggulan, seperti mudah terurai di
alam, resistensi serangga tidak cepat berkembang, kebanyakan komponen
ekstrak bersifat sinergis sehingga penggunaannya dapat lebih efektif, dan
umumnya aman terhadap organisme bukan sasaran. Sifat insektisida
sediaan daun Tephrosia vogelii dan biji Annona squamosa telah banyak
diketahui, namun evaluasi toksisitas, pengaruh terhadap keperidian, dan
efek antioviposisi campuran ekstrak T. vogelii dan A. squamosa terhadap
Crocidolomia pavonana belum pernah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi toksisitas, pengaruh terhadap
keperidian, dan efek antioviposisi ekstrak tunggal dan campuran ekstrak T.
vogelii dan A. squamosa terhadap C. pavonana. Pada uji toksisitas, ekstrak
etil asetat daun T. vogelii dan ekstrak metanol biji A. squamosa serta
campuran kedua ekstrak tersebut diuji menggunakan metode celup daun.
Ekstrak T. vogelii dan A. squamosa diuji pada enam taraf konsentrasi
masing-masing pada rentang 0.025%-0.190% dan 0.004%-0.020%. Ekstrak
campuran diuji pada tiga nisbah konsentrasi yaitu 1:1, 9:1, dan 1:9 dengan
rentang konsentrasi masing-masing 0.0050%-0.0400%, 0.025%-0.200%,

dan 0.004%-0.020%. Setiap pengujian disertai kontrol dan setiap perlakuan
diulang lima kali. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai 24 sampai 96
jam setelah perlakuan (JSP). Jumlah larva yang mati dicatat. Data
mortalitas larva diolah dengan analisis probit menggunakan program
POLO-PC.
Pengujian keperidian dilakukan terhadap ekstrak T. vogelii dan A.
squamosa serta campuran ekstrak T. vogelii dan A. squamosa yang memiliki
toksisitas paling tinggi pada LC25 dan LC50. Daun perlakuan diberikan pada
larva instar 2, 3, dan 4 C. pavonana dengan metode residu pada daun selama
48 jam. Imago yang muncul dipasangkan hingga diperoleh 15 pasang untuk
setiap taraf konsentrasi uji dan kontrol. Jumlah telur yang diletakkan
dikumpulkan tiap hari dan dihitung. Imago dipelihara hingga mati. Data
produksi telur total dan data rata-rata keperidian per hari yang dikoreksi
dengan lama hidup diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji
selang berganda Duncan (α = 0.05).
Pengujian antioviposisi dilakukan terhadap ekstrak T. vogelii dan A.
squamosa serta campuran ekstrak T. vogelii dan A. squamosa yang paling
aktif pada nisbah konsentrasi 1:9 diuji pada taraf LC99 dan 2 x LC99.
Sediaan ekstrak uji disiapkan dengan cara seperti pada uji toksisitas.
Tanaman brokoli yang digunakan berumur 1 bulan (memiliki 5 helai daun)

dan 2 bulan (memiliki 8 helai daun). Bibit brokoli disemprot dengan
sediaan ekstrak hingga basah merata. Sebanyak 4 bibit brokoli yang terdiri
atas 2 bibit brokoli perlakuan dan 2 bibit brokoli kontrol diletakkan secara

ii
vi
berselang-seling di dalam kurungan plastik. Dua pasang imago C.
pavonana yang berumur 3 hari dimasukkan ke dalam kurungan tersebut dan
dibiarkan bertelur selama 2 hari. Jumlah telur yang diletakkan pada daun
perlakuan dan daun kontrol dibandingkan dengan uji-t berpasangan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa perkembangan mortalitas larva
C. pavonana akibat perlakuan ekstrak T. vogelii dan ekstrak A. squamosa
dan campuran kedua ekstrak tersebut meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu dan semakin besarnya konsentrasi ekstrak. Ekstrak T.
vogelii memiliki aktivitas insektisida yang kuat (LC95 0.161%) sedangkan
ekstrak A. squamosa memiliki aktivivitas insektisida yang sangat kuat (LC95
0.014%). Ekstrak T. vogelii memiliki toksisitas lebih rendah dibandingkan
dengan ekstrak A. squamosa dengan LC50 masing-masing 0.068% dan
0.007%. Campuran ekstrak T. vogelii dan A. squamosa pada nisbah
konsentrasi 1:9 memiliki tingkat toksisitas tertinggi dengan nilai LC 50

sebesar 0.008% dibandingkan dengan nisbah konsentrasi 1:1 dan 9:1 (LC50
masing-masing 0.015% dan 0.091%). Perlakuan campuran ekstrak T.
vogelii dan A. squamosa pada nisbah konsentrasi 1:1 pada taraf LC50 pada
72 dan 96 JSP dan nisbah konsentrasi 1:9 pada taraf LC50 dan LC95 bersifat
aditif, sedangkan pada nisbah konsentrasi 1:1 pada taraf LC50 pada 48 JSP
dan LC95 pada 48, 72, dan 96 JSP, serta pada nisbah konsentrasi 9:1 pada
taraf LC50 dan LC95 bersifat antagonistik.
Perlakuan ekstrak A. squamosa serta campuran ekstrak T. vogelii dan
A. squamosa pada LC50 menurunkan secara nyata keperidian imago C.
pavonana yang berkembang dari larva yang diberi perlakuan pada instar 4,
sedangkan perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap larva yang
diberi perlakuan pada instar 2 dan 3. Penurunan jumlah telur pada
perlakuan ekstrak A. squamosa serta campuran ekstrak T. vogelii dan A.
squamosa pada LC50 masing-masing 70.4% dan 71.4% dibandingkan
dengan jumlah telur kontrol.
Perlakuan ekstrak T. vogelii pada LC99 dan 2 x LC99 menghambat
secara nyata peletakan telur oleh imago betina C. pavonana pada tanaman
brokoli berumur 1 dan 2 bulan setelah tanam dengan indeks penghambatan
oviposisi masing-masing 91% dan 94% pada tanaman 1 bulan dan 88% dan
78% pada tanaman 2 bulan, sementara campuran T. vogelii dan A. squamosa

pada 2 x LC99 menghambat secara nyata peletakan telur oleh imago C.
pavonana hanya pada tanaman brokoli berumur 1 bulan dengan indeks
penghambatan oviposisi 58%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan di atas dapat
disimpulkan bahwa ekstrak T. vogeliii dan ekstrak A. squamosa serta
campuran kedua ekstrak tersebut berpotensi untuk digunakan dalam
pengendalian hama C. pavonana.
Kata kunci: Insektisida nabati, mortalitas, aditif, keperidian, oviposisi.

vii

SUMMARY
RISNAWATI. Biological Activities of Extract Mixtures of Tephrosia
vogelii (Leguminosae) and Annona squamosa (Annonaceae) against
Crocidolomia pavonana. Supervised by DADANG and DJOKO PRIJONO.
The use of botanical insecticides is one of pest control tactics that has
several advantages, such us easily biodegradable in the environment, slow
development of insect resistance, synergism of extract components so that
they are more effective, short persistence, and generally safe to non-target
organisms. Insecticidal properties of Tephrosia vogelii leaf and Annona

squamosa seed extracts have been well established, but the evaluation of
toxicity, effect on fecundity, and effect on oviposition of T. vogelii and A.
squamosa extract mixture against Crocidolomia pavonana has not been
done.
The objectives of this study were to evaluate the toxicity, effect on
fecundity, and effect on oviposition of T. vogelii leaf extract and A.
squamosa seed extract and their mixtures against C. pavonana. In the
toxicity test, ethyl acetate extract of T. vogelii leaves and methanol extract
of A. squamosa seeds and their mixtures were tested by a leaf-dipping
method against second-instar larvae of C. pavonana. Each test extract was
tested at six concentration levels in the range of 0.025%-0.190% and
0.004%-0.020% for T. vogelii and A. squamosa extracts, respectively. The
extract mixture was tested at three concentration ratios, i.e. 1:1, 9:1, and 1:9,
with concentrations ranges of 0.0050%-0.0400%, 0.025%-0.200%, and
0.004%-0.020%, respectively. Each treatment and control were replicated
five times. Observation was conducted from 24 to 96 hours after treatment
(HAT). The number of dead larvae was recorded. Larval mortality data
was analyzed by probit method using POLO-PC.
The fecundity test was conducted using T. vogelii and A. squamosa
extract and their mixture which has the highest toxicity at LC25 and LC50

levels. Treated leaves were fed to second, third, and fourth instar C.
pavonana larvae by a leaf-dipping method for 48 hours. The emerging
adults were paired to obtain 15 pairs for each test concentration and control.
The number of eggs laid each day was collected and counted. The adults
were maintained until death. The total egg production and the fecundity per
day were analyzed using analysis of variance followed by Duncan's multiple
range test (α = 0.05).
The tests on antioviposition effect was conducted using T. vogelii and
A. squamosa extract and their mixture with a concentration ratio of 1:9 at
LC99 and 2 x LC99 levels. The test extracts were prepared in the same way
as in the toxicity test. Broccoli plants used were 1 month old (possessing 5
leaves) and 2 month old (possessing 8 leaves). Broccoli plants were sprayed
with extract preparations until run-off. Four broccoli plants consisting of 2
treated broccoli plants and 2 control plants were placed alternatingly in a
plastic cage. Two pairs of 3 day old adults of C. pavonana were introduced
into the cage and allowed to oviposit for 2 days. The number of eggs laid
on treated plants and control plants were compared with paired t-test.

iv
viii

The results show that the mortality of C. pavonana larvae as a result
of the treatment with T. vogelii extracts and A. squamosa extracts and their
mixtures increased with the increase in extract concentration and
observation time. T. vogelii extract is highly toxic and A. squamosa extract
is very highly toxic to C. pavonana larvae. T. vogelii extract had a lower
toxicity than A. squamosa extract with LC50 of 0.068% and 0.007%,
respectively. The treatment with T. vogelii and A. squamosa extract mixture
at the concentration ratio of 1: 9 had the highest toxicity (LC50 0.008%)
compared with the other two concentration ratios (1: 1 and 9: 1; LC50
0.015% and 0.091%, respectively).
The extract mixtures at the
concentration ratio of 1:1 at the LC50 level at 72 and 96 JSP and that of 1:9
at the LC50 and LC95 levels had additive joint action, whereas that at the
concentration ratio of 9:1 had antagonistic joint action against C. pavonana
larvae both at LC50 and LC95 levels.
The treatment with A. squamosa extract and its mixture with T. vogelii
extract at LC50 significantly reduced the fecundity of C. pavonana adult
females that developed from larvae treated as fourth-instar, but did not
significantly affect the fecundity of the females developing from larvae
treated as second and third instars. The decrease in the number of eggs in

the LC50 treatment of A. squamosa extract and its mixture with T. vogelii
extract was 70.4% and 71.4% respectively, compared with egg production
in the control females.
The treatment with T. vogelii extract at LC99 and 2 x LC99
significantly inhibited oviposition by the C. pavonana females on broccoli
plants one and two months after planting with oviposition inhibition indices
of 91% and 94% on one month old and 88% and 78% on two month old
broccoli plants, respectively, whereas the treatment with its mixture with A.
squamosa at 2 x LC99 significantly inhibited the oviposition only on one
month old broccoli plants with oviposition inhibition index of 58%.
Based on the results presented above, it can be concluded that T.
vogelii extract and A. squamosa extract as well as their mixtures are
potential to be used for the control of C. pavonana pest.
Keywords: Botanical insecticides, joint action, fecundity reduction,
oviposition.

ix

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

AKTIVITAS BIOLOGI CAMPURAN EKSTRAK
Tephrosia vogelii DAN Annona squamosa TERHADAP
Crocidolomia pavonana

RISNAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

18

Penguji Luar Sidang Tesis: Endang Sri Ratna, Ph.D.

: Aktivitas Biologi Campuran Ekstrak Tephrosia vogelii dan
Annona squamosa terhadap Crocidolomia pavonana
Nama Mahasiswa: Risnawati
NIM
A351110021
Judul Tesis

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. D

MSc.

Diketahui oleh

Pascasmj ana

Ketua Program Studi
Entomologj

Dr. Ir. Pudjianto, MS.

Tanggal Ujian: 23 September 2013

Tangga1 Lulus:

0 7 0CT 2013

12
: Aktivitas Biologi Campuran Ekstrak Tephrosia vogelii dan
Annona squamosa terhadap Crocidolomia pavonana
Nama Mahasiswa : Risnawati
NIM
: A351110021

Judul Tesis

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc.
Ketua

Ir. Djoko Prijono, M.AgrSc.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.AgrSc.

Tanggal Ujian: 23 September 2013

Tanggal Lulus:

11

13

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah
insektisida nabati, dengan judul Aktivitas Biologi Campuran Ekstrak Tephrosia
vogelii dan Annona squamosa terhadap Crocidolomia pavonana. Penelitian dan
penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Entomologi di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman dari bulan
Juli 2012 sampai Mei 2013.
Kepada Direktorat Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti
Kemdikbud Penyelengara Beasiswa Unggulan Dittendik diucapkan terima kasih
atas bantuan materi hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir.
Dadang, MSc. Sebagai ketua dan Ir. Djoko Prijono, M.AgrSc. sebagai anggota,
atas teladan, bimbingan, arahan, perhatian, dan ide yang diberikan kepada penulis
sejak dimulainya penelitian hingga akhir penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Edy Syahputra, Msi. yang telah banyak
memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Saodik, yang telah membantu dalam menyediakan tanaman. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Teman-teman seperjuangan yang bekerja di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga, Eka Chandra Lina M.Si, Herma Amalia M.Si., Midle
Februalita, SP. Gracia mediana, Annisa Nurfajrina, Efy Sarce Tiven, SP., Rizki
Irawan, SP., Muhammad Sigit Susanto, Yuke Nur Aprilianti, SP., Anita
Widyawati, SP., Yanuar Syahroni, SP., dan rekan-rekan di luar lab Fistok Yani
Maharani M.Si, Riana SP, Sulaeha Thamrin M.Si, Arinana M.Si. Rasa terima
kasih penulis sampaikan juga kepada seluruh mahasiswa Entomologi dan
Fitopatologi, khususnya angkatan 2011.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Risnawati

14

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Peneitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Crocidolomia pavonana
Pengendalian C. pavonana pada Tanaman Brassicacea
Potensi Insektisida Uji
Sifat Insektisida Tephrosia vogelii
Sifat Insektisida Annona squamosa
Potensi Campuran Insektisida Nabati
Efek Insektisida Nabati terhadap Reproduksi dan Oviposisi
3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Penyiapan Tanaman Pakan
Pemeliharaan Serangga Uji
Ekstraksi T. vogelii dan A. squamosa
Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal
Uji Toksisitas Ekstrak Campuran
Uji Keperidian
Uji Antioviposisi

vi
vii
vii
1
1
4
4
4
5
5
5
6
6
7
8
8

10
10
10
10
11
11
12
13
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Ekstrak T. vogelii dan A. squamosa
Ekstrak Tunggal
Ekstrak Campuran
Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak T. vogelii dan A. squamosa
Pengaruh Konsentrasi Subletal Ekstrak Uji terhadap Lama Hidup dan
Produksi Telur C. pavonana
Efek Antioviposisi Subletal Ekstrak Uji terhadap C. pavonana
Pembahasan Umum

15
15
15
18
21

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

35
35
35
36
42
44

22
29
32

15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5

6
7

Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak daun
T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa terhadap larva instar 2
C. pavonana
Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas campuran
ekstrak daun T. vogelii dan A. squamosa terhadap larva instar 2
C. pavonana
Sifat aktvitas campuran ekstrak daun T. vogelii dan bji A. squamosa pada
tiga nisbah konsentrasi terhadap larva instar 2 C. pavonana
Pengaruh ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa serta
campuran kedua ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:9 terhadap lama hidup
imago C. pavonana yang berkembang dari larva yang diberi perlakuan
pada saat instar 2, 3, dan 4
Pengaruh ekstrak daun T. vogelii dan biji A. squamosa serta campuran
kedua ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:9 terhadap keperidian dan
jumlah telur yang masih terdapat pada tubuh imago C. pavonana yang
berkembang dari larva yang diberi perlakuan pada saat instar 2, 3, dan 4
Pengaruh ekstrak T. vogelii dan A. squamosa serta campuran kedua
ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:9 terhadap oviposisi C. pavonana
(metode pilihan) pada tanaman brokoli umur 1 bulan
Pengaruh ekstrak T. vogelii dan A. squamosa serta campuran kedua
ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:9 terhadap oviposisi C. pavonana
(metode pilihan) pada tanaman brokoli umur 2 bulan

17

20
22

24

29

30

30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5

Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
ekstrak daun T. vogelii (A) dan biji A. squamosa (B). Pada semua
perlakuan tidak ada kematian larva kontrol hingga 96 JSP
Perkembangan tingkat mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan
campuran ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa dengan
nisbah konsentrasi 1:1 (A), 9:1 (B), dan 1:9 (C).
Pengaruh ekstrak daun T. vogelii (A) dan biji A. squamosa (B) serta
campuran kedua ekstrak pada nisbah konsentrasi 1:9 (C) yang diberikan
pada larva C. pavonana instar 2 terhadap jumlah telur imago yang
terbentuk
Pengaruh ekstrak daun T. vogelii (D) dan biji A. squamosa (E) serta
campuran keduanya pada nisbah konsentrasi 1:9 (F) yang diberikan pada
larva C. pavonana instar 3 terhadap jumlah telur imago yang terbentuk
Pengaruh ekstrak daun T. vogelii (G) dan biji A. squamosa (H) serta
campuran kedua ekstrak pada nisbah kronsentrasi 1:9 (I) yang diberikan

16

19

25

26

16
pada larva C. pavonana instar 4 terhadap jumlah telur imago yang
terbentuk

27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Mortalitas larva Crocidolomia pavonana pada perlakuan ekstrak daun
Tephrosia vogelii
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak biji Annona
squamosa
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak T. vogelii
dan A. squamosa pada nisbah konsentrasi 1:1
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak T. vogelii
dan A. squamosa pada nisbah konsentrasi 9:1
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak T. vogelii
dan A. squamosa pada nisbah konsentrasi 1:9

42
42
42
42
43

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Serangan serangga hama sampai saat ini masih menjadi masalah penting
dalam setiap budi daya pertanian. Berbagai macam pengendalian telah dilakukan
petani untuk mengendalikan serangga hama, salah satu di antaranya yang paling
sering diterapkan ialah pengendalian kimia dengan insektisida sintetik. Aplikasi
insektisida sintetik dapat dilakukan dengan mudah, efektif dalam jumlah sedikit,
hasilnya dapat dilihat dengan cepat, serta memberikan keuntungan yang nyata
(Metcalf 1982; Norris et al. 2003). Namun demikian, penggunaan insektisida
dengan frekuensi yang tinggi dan terus-menerus dapat menimbulkan berbagai
masalah, di antaranya resistensi serangga hama, ledakan serangga hama sekunder,
resurjensi serangga hama, keracunan pada makhluk hidup bukan sasaran,
terdapatnya residu pestisida pada hasil panen, dan pencemaran lingkungan
(Soemawinata et al. 1994; Syahbirin et al. 2001; Norris et al. 2003). Untuk
mengurangi berbagai masalah akibat penggunaan insektisida sintetik, perlu
dikembangkan sarana pengendalian alternatif yang efektif terhadap serangga
hama sasaran serta relatif aman terhadap lingkungan.
Pengendalian serangga hama menggunakan bahan insektisida yang berasal
dari tumbuhan (insektisida nabati) merupakan sarana pengendalian alternatif yang
umumnya lebih aman dibandingkan dengan penggunaan insektisida sintetik
(Dadang dan Prijono 2008). Beberapa kelebihan penggunaan insektisida nabati di
antaranya mudah terurai di alam, resistensi serangga tidak cepat berkembang,
kebanyakan komponen ekstrak bersifat sinergis sehingga penggunaannya dapat
lebih efektif, dan umumnya aman terhadap organisme bukan sasaran (Prakash dan
Rao 1997; Dadang dan Prijono 2008).
Penggunaan insektisida nabati dapat dipadukan dengan taktik pengendalian
lain seperti pengendalian hayati, cara bercocok tanam, dan penggunaan varietas
tahan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman pasal 20 yang menyatakan bahwa perlindungan
tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT).
Selanjutnya pada pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 dinyatakan
bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan merupakan alternatif terakhir, dan dampak negatif yang timbul harus
ditekan seminimal mungkin.
Tumbuhan yang diketahui aktif terhadap serangga hama di antaranya yang
termasuk famili Annonaceae, Clusiaceae, Leguminosae, Meliaceae, Piperaceae,
dan Simaroubaceae (Prijono et al. 1997; Lina 1999; Syahputra et al. 2004;
Dadang et al. 2007; Syahputra 2008; Abizar dan Prijono 2010). Salah satu jenis
tumbuhan dari famili Leguminosae yang sifat insektisidanya akhir-akhir ini sering
diteliti kembali ialah kacang babi Tephrosia vogelii J. D. Hooker., yang diketahui
aktif terhadap beberapa serangga hama di antaranya Caryedon serratus,
Callosobruchus maculatus, Acanthoscelides obtectus, C. chinensis, Anopheles
stepheni, Paracoccus marginatus, Tetranychus sp., Nilaparvata lugens, dan
Spodoptera litura (Delobel dan Malonga 1987; Prakash dan Rao 1997; Koona dan
Dorn 2005; Reuben et al. 2006; Dewi 2010; Muliya 2010). Abizar dan Prijono

2
(2010) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat daun dan biji T. vogelii memiliki
aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.)
(Crambidae); ekstrak daun bunga ungu memiliki toksisitas tertinggi dibandingkan
dengan ekstrak bijinya serta ekstrak daun dan biji T. vogelii bunga putih.
Rotenon merupakan senyawa aktif dari T. vogelii (Delfel et al. 1970), yang
pada tingkat sel bekerja menghambat transfer elektron antara NADH
dehidrogenase dan koenzim Q pada kompleks I dari rantai transpor elektron di
dalam mitokondria (Hollingworth 2001). Proses respirasi sel yang terhambat
tersebut menyebabkan produksi ATP menurun yang selanjutnya sel kekurangan
energi yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot
dan jaringan lainnya (Matsumura 1985).
Famili lain yang juga banyak diteliti saat ini adalah Annonaceae. Salah satu
jenis famili Annonaceae yaitu srikaya Annona squamosa L., yang diketahui aktif
terhadap beberapa serangga hama, di antaranya yang termasuk ordo Hemiptera,
Coleoptera, Isoptera, dan Lepidoptera (Prijono et al. 1994; Basana dan Prijono
1994; Septripa 2009; Dewi 2010). Santoso (2011) melaporkan bahwa ekstrak
metanol biji A. squamosa asal Sumber Lawang-Blora, Jawa Tengah memiliki
toksisitas yang paling tinggi, kemudian berturut-turut diikuti ekstrak yang bijinya
berasal dari Gundih-Purwodadi, Cepu-Blora, Wirosari-Purwodadi, KaliosoSragen, dan Gemolong-Sragen, sedangkan ekstrak biji asal Arso-Keerom,
Sentani-Jaya Pura, Papua memiliki toksisitas yang lebih rendah terhadap larva C.
pavonana. Adanya perbedaan toksisitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan kandungan senyawa aktif di dalam ekstrak biji tersebut. Karena itu,
aktivitas biji A. squamosa dari suatu daerah perlu diuji terlebih dahulu sebelum
digunakan di lapangan.
Senyawa aktif dalam biji A. squamosa termasuk golongan asetogenin,
seperti skuamosin dan asimisin. Kedua senyawa tersebut memiliki aktivitas
insektisida yang kuat terhadap serangga (Loundershausen et al. 1991; Ohsawa et
al. 1994). Skuamosin pada tingkat seluler bekerja sebagai racun respirasi sel
dengan menghambat transfer elektron pada kompleks I dari rantai transpor
elektron di dalam mitokondria (Zafra-Polo et al. 1996).
Hal tersebut
mengakibatkan penurunan produksi ATP sehingga serangga kekurangan energi
seluler dan akhirnya mengakibatkan kematian.
Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal atau dalam bentuk
campuran. Penggunaan insektisida nabati berbahan baku dua jenis atau lebih
ekstrak tumbuhan dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis tumbuhan
sebagai bahan baku sehingga dapat mengatasi keterbatasan bahan baku insektisida
nabati di tingkat petani. Penggunaan campuran insektisida yang sinergis akan
lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan ekstrak tunggal karena dalam
campuran kedua komponen tersebut digunakan pada konsentrasi yang lebih
rendah (Dadang & Prijono 2008). Dadang et al. (2007) melaporkan bahwa
campuran ekstrak A. squamosa dan Swietenia mahogani, A. squamosa dan Aglaia
odorata, serta A. squamosa dan Piper retrofractrum dengan proporsi ekstrak A.
squamosa lebih tinggi memiliki efektivitas yang cukup baik terhadap larva C.
pavonana. Abizar dan Prijono (2010) melaporkan bahwa campuran ekstrak daun
T. vogelii bunga ungu dan ekstrak buah Piper cubeba pada nisbah konsentrasi 5:9
bersifat sinergistik kuat pada taraf LC50. Hal ini kemungkinan karena dalam buah
P. cubeba terdapat senyawa lignan yang mengandung gugus metilondioksifenil,

3
seperti kubebin, klusin, dihidroksiklusin, yatein, hinokinin, dan dihidrokubebin
(Usia et al. 2005; Elfahmi et al. 2007), senyawa tersebut dapat menghambat
aktivitas enzim sitokrom P450 yang bekerja menurunkan daya toksisitas senyawa
asing termasuk insektisida, sehingga senyawa aktif ekstrak T. vogelii dalam
campuran dengan P. cubeba tidak mengalami penguraian dan dapat tetap bekerja.
Lebih lanjut Dadang et al. (2009) melaporkan bahwa campuran ekstrak metanol
P. retrofractum and A. squamosa serta campuran ekstrak metanol A. odorata dan
A. squamosa tidak mengganggu kinerja parasitoid Diadegma semiclausum yang
memarasit larva Plutella xylostella.
T. vogelii memiliki senyawa aktif golongan rotenoid, sedangkan senyawa
aktif A. squamosa termasuk golongan asetogenin. Kedua senyawa tersebut
memiliki cara kerja yang sama yaitu menghambat respirasi sel pada kompleks I di
dalam mitokondria, tetapi kemungkinan terdapat kandungan senyawa aktif lain
yang memiliki cara kerja yang berbeda sehingga ketika dicampurkan akan
memiliki sifat sinergistik (Dadang dan Prijono 2008).
Insektisida nabati selain memiliki aktivitas insektisida juga dapat
berpengaruh terhadap reproduksi serangga. Wiyantono et al. (2001) melaporkan
bahwa ekstrak biji A. harmsiana pada LC5, LC20 dan, LC50 dapat menurunkan
jumlah telur yang diletakkan oleh imago C. pavonana masing-masing sebesar
38.4%, 22.3%, dan 69.3% dibandingkan dengan kontrol. Lebih lanjut Syahputra
et al. (2002) melaporkan bahwa fraksi aktif kulit batang D. acutangulum pada
konsentrasi 2.54, 3.29, dan 3.93 ppm dapat menurunkan keperidian per hari imago
betina C. pavonana sebesar 44%, 65%, dan 58% dibandingkan dengan kontrol.
Daya guna suatu insektisida akan lebih tinggi bila insektisida tersebut selain
memiliki aktivitas mematikan serangga hama juga menghambat peneluran, karena
sifat ini merupakan pertahanan garis depan dalam menangkal serangan serangga
hama. Pada serangga ordo Lepidoptera, tahapan pemilihan inang dalam proses
peletakan telur sangat penting karena inang yang dipilih dapat memengaruhi
kelangsungan hidup larva keturunannya. Yuswanti dan Prijono (2004)
melaporkan bahwa ekstrak etil asetat Aglaia harmsiana dan D. acutangulum dapat
menurunkan jumlah telur yang diletakkan oleh imago P. xylostella dengan indeks
penghambatan oviposisi masing-masing 0.30–0.59 dan 0.28–0.45 dibandingkan
dengan kontrol. Lebih lanjut Syahputra (2008) melaporkan bahwa ekstrak
metanol buah Brucea javanica (Simaroubaceae) dapat menurunkan jumlah telur
yang diletakkan oleh imago C. pavonana pada konsentrasi 3% hampir 29 kali
dibandingkan dengan kontrol. Sifat insektisida sediaan daun T. vogelii dan biji A.
squamosa telah banyak diketahui, namun evaluasi toksisitas, pengaruh keperidian,
dan antioviposisi campuran ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa
belum pernah dilakukan.
Serangga C. pavonana yang digunakan dalam percobaan ini merupakan
hama penting pada tanaman sayuran Brassicaseae. Pada fase larva instar 1 dan 2,
serangga ini hidup berkelompok dengan memakan daun dan meninggalkan
epidermis. Setelah mencapai instar 3, larva memencar dan menyerang daun
bagian dalam, masuk ke pucuk tanaman serta menghancurkan titik tumbuh.
Serangan lanjut dapat mencapai krop atau titik tumbuh sehingga dapat
menyebabkan kegagalan panen (Sastrosiswojo & Setiawati 1993).

4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi aktivitas ekstrak daun T. vogelii yang
berasal dari daerah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan ekstrak biji A. squamosa
yang berasal dari daerah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat pada uji
toksisitas secara tunggal dan campuran, pengaruh terhadap reproduksi, dan efek
antioviposisi terhadap C. pavonana.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan bagi petani tentang potensi
ekstrak T. vogelii dan A. squamosa serta campuran ekstrak daun T. vogelii dan biji
A. squamosa sebagai insektisida, khususnya terhadap hama C. pavonana dan
memberikan kontribusi dalam penerapan sistem PHT.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Pengujian efek racun perut dengan metode celup daun ekstrak secara tunggal
dan campuran, ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa terhadap
larva instar II C. pavonana.
2. Pengujian efek reproduksi ekstrak secara tunggal dan campuran ekstrak daun
T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa terhadap C. pavonana.
3. Pengujian efek penghambatan peneluran ekstrak secara tunggal dan campuran
ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa terhadap imago betina C.
pavonana.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Crocidolomia pavonana
Crocidolomia pavonana (F.) (sin. Crocidolomia binotalis Zeller) merupakan
hama oligofag yang menyerang berbagai tanaman sayuran Brassicaceae termasuk
sesawi, petsai, lobak, dan radish (Kalshoven 1981). Daerah penyebaran hama
tersebut berasal dari benua Afrika, Asia, dan Australia. Di darerah Jawa
ditemukan pada dataran rendah. Larva hama tersebut menyerang daun muda dan
atau titik tumbuh tanaman yang dapat menyebabkan kematian tanaman (Uhan
1993). Kerusakan yang ditimbulkan hama tersebut cukup tinggi sehingga dapat
menurunkan hasil panen sampai 100% (Sastrosiswojo 1995).
Telur C. pavonana diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah
daun. Telur yang baru diletakkan berwarna hijau dan setelah 1-2 hari berubah
menjadi agak kuning kehijauan dan mulai tampak bakal kepala larva berupa titiktitik merah kecokelatan, lalu menjadi hitam kemudian menetas. Jumlah telur per
kelompok pada tanaman kubis 12-44 telur (Dumalang 1996).
Perkembangan larva C. pavonana dengan pakan daun brokoli melewati 4
instar (Prijono dan Hassan 1992). Larva instar 1 keluar dengan cara menembus
bagian atas telur dan biasanya dijumpai berkelompok di permukaan bawah daun.
Larva muda (instar 1 dan instar 2) memakan daun dan meninggalkan lapisan
epidermis yang kemudian daun berlubang setelah lapisan epidermis kering.
Setelah mencapai instar 3, larva memencar dan menyerang daun bagian dalam,
masuk ke pucuk tanaman serta menghancurkan titik tumbuh. Serangan berat
terjadi ketika larva memasuki instar 4 karena seluruh daun dimakan habis dan
yang tersisa hanya tulang daun (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993). Stadium
setiap instar berturut-turut 2-3, 1-3, 1-3, dan 3-6 hari dengan rata-rata 2.0, 2.0, 1.5,
dan 3.2 hari (Prijono dan Hassan 1992). Pada akhir instar 4, larva memasuki
tahap prapupa, larva berhenti makan dan mulai membuat kokon serta tinggal di
dalamnya. Tubuh menjadi lebih pendek dan gemuk. Tubuh yang berwarna hijau
muda berubah sebagian di daerah dorsal menjadi cokelat (Dumalang 1996).
Pupa yang baru terbentuk berwarna hijau, beberapa waktu kemudian
berubah menjadi cokelat. Pupa yang normal berwarna cokelat dan tubuhnya
mengkilap. Stadium pupa 8.9-10.0 hari rata-rata 9.3 hari (Prijono dan Hassan
1992).
Imago betina berwarna cokelat dengan sayap depan berwarna sedikit gelap.
Imago jantan berwarna cokelat lebih gelap daripada imago betina (Dumalang
1996).
Pengendalian Hama C. pavonana
Pengendalian C. pavonana dapat dilakukan dengan berbagai cara di
antaranya pengendalian secara mekanis seperti pengumpulan telur, larva, pupa,
dan pemetikan bagian tanaman yang terserang hama tersebut (Sastrosiswojo
1995). Pengendalian kultur teknis berupa sistem tanam tumpang sari dan
pengaturan waktu tanam, pengendalian hayati seperti pengunaan parasitoid
(Sastrosiswojo dan Setiawati 1993).
Hingga saat ini pengendalian terhadap serangga hama yang sering
digunakan oleh petani pada umumnya dengan menggunakan insektisida sintetik,

6
seperti piretroid sintetik (Uhan 1993). Insektisida sintetik ternyata dapat
menyebabkan resistensi terhadap larva C. pavonana (Uhan dan Sulastrini 1993).
Adanya resistensi tersebut menyebabkan orang mencari cara lain, salah satunya
dengan memanfaatkan tanaman yang memiliki aktivitas terhadap serangga hama
yang dikenal dengan insektisida botani (Prijono 1999). Beberapa jenis famili
tumbuhan yang diketahui aktif terhadap C. pavonana di antaranya Annonaceae,
Clusiaceae, Leguminosae, Meliaceae, Piperaceae, dan Simaroubaceae (Syahputra
et al. 2004; Dadang et al. 2007; Syahputra 2008; Abizar dan Prijono 2010).
Ekstrak etanol fase etil asetat ranting dan biji A. harmsiana (Meliaceae) pada
konsentrasi masing-masing 0,25% menyebabkan mortalitas larva C. pavonana
instar 2 berturut-turut sebesar 71,2% dan 100%. Ekstrak biji A. odoratissima pada
konsentrasi 0,25% menyebabkan mortalitas larva C. pavonana instar 2 sebesar
100% (Lina 1999).
Potensi Insetisida Uji
Sifat Insektisida Tephrosia vogelii
Kacang babi Tephrosia vogelii (Leguminosae) merupakan tumbuhan perdu
berumur pendek yang berasal dari Afrika, tumbuh tegak, bercabang banyak,
memiliki tinggi 2-3 m. Daunnya berwarna hijau dan bermanfaat untuk pupuk
hijau. Bunganya berwarna ungu, merah, dan putih. Perbanyakan tanaman kacang
babi dapat dilakukan dengan biji. Daun kacang babi telah dimanfaatkan sebagai
racun ikan, insektisida, dan naungan persemaian tanaman kopi (Heyne 1987).
Wulan (2008) melaporkan bahwa aktivitas insektisida ekstrak daun T.
vogelii bergantung pada jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi dan metode
pengujian yang digunakan. Pada pengujian dengan metode residu pada daun,
fraksi yang aktif terhadap larva C. pavonana adalah fraksi n-heksana, fraksi etil
asetat, dan ekstrak metanol dengan LC50 berturut-turut 0,14%, 0,45%, dan 0,30%,
sedangkan dengan metode kontak fraksi yang aktif hanya fraksi n-heksana dengan
LC50 sebesar 1,1%. Selain mengakibatkan kematian, fraksi atau ekstrak yang
aktif juga berpengaruh terhadap perkembangan larva dan fraksi n-heksana juga
memiliki efek antifeedant (penghambat makan). Pada penelitian selanjutnya,
Muliya (2010) melaporkan bahwa ekstrak metanol T. vogelii memiliki LC50
0.358% terhadap nimfa instar 3 N. lugens. Lebih lanjut Dewi (2010) melaporkan
bahwa ekstrak etil asetat T. vogelii dapat bersifat racun perut (LC50 0.392 dan
0.286) dan kontak (LC50 0.242 dan 0.243) terhadap nimfa P. marginatus dan
tugau merah Tetranychus sp.
Penelitian selanjutnya, Febrianni (2011)
melaporkan bahwa ekstrak aseton daun T. vogelii memiliki LC50 sebesar 0.241%
terhadap larva P. xylostella (L.). Sifa (2011) melaporkan bahwa ekstrak aseton
daun T. vogelii pada konsentrasi 1% dengan metode semprot serangga pada daun
dapat menyebabkan mortalitas P. marginatus sebesar 96%.
Daun T. vogelii diketahui mengandung senyawa rotenon dan senyawa
rotenoid lain yang bersifat insektisida, seperti deguelin dan tefrosin (Delfel et al.
1970). Rotenoid terdapat pada seluruh bagian tanaman T. vogelii, namun
kandungan tertinggi terdapat pada bagian daun dan yang terendah pada bagian
akar (Delfel et al. 1970). Panggraito (2011) melaporkan bahwa kandungan
rotenon dalam ekstrak T. vogelii bunga ungu umumnya lebih tinggi daripada
ekstrak T. vogelii bunga putih.

7
Rotenon bekerja sebagai racun respirasi sel, yaitu menghambat transfer
elektron dalam NADH-koenzim ubikuinon reduktase (kompleks I) dari sistem
transpor elektron di dalam mitokondria. Rotenon menyekat pemindahan elektron
dari Fe-S ke koenzim ubikuinon sehingga menghambat proses respirasi sel dan
menurunkan produksi ATP, akibatnya aktivitas sel terhambat dan serangga
menjadi lumpuh dan mati (Hollingworth 2001). Abizar dan Prijono (2010)
melaporkan bahwa hasil pemeriksaan kualitatif dengan kromatografi lapis tipis
menunjukkan intensitas bercak yang terkait rotenon pada ekstrak etil asetat daun
lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etil asetat biji T. vogelii bunga ungu
dan bunga putih.
Sifat Insektisida Annona squamosa
Annona squamosa L. merupakan tanaman asal Amerika, yang berbentuk
pohon dan batang bercabang.
Buah majemuk agregat, berbentuk bulat
membengkok di ujung, permukaan berduri, berlilin, bagian ujung melengkung,
daging buah putih keabu-abuan. Biji dalam satu buah agregat banyak dengan
warna hitam mengkilat. Di Filipina buah yang muda digunakan untuk obat
disentri dan obat sakit perut (diare), bubuk bijinya juga dapat digunakan untuk
membunuh cacing-cacing pada luka ternak. Di Kamboja kulit batangnya
digunakan untuk obat antidiare. Di Afrika akarnya digunakan untuk bahan
insektisida, sedangkan di India kulit akarnya digunakan obat kulit terbakar dan
disentri (Heyne 1987). Wardhana et al. (2005) melaporkan bahwa ekstrak air,
metanol, dan heksana A. squamosa memiliki LC50 berturut-turut 2.02%, 0.32%
dan 0.35% serta memiliki LT50 pada masing-masing jenis pelarut dengan
konsentrasi 5%, 0.75% dan 0.75% sebesar 2.54, 3.30, dan 3.26 jam terhadap larva
caplak Boophilus microplus. Sifa (2011) melaporkan bahwa ekstrak heksana biji
A. squamosa dengan metode semprot daun pada konsentrasi 1% dapat
menyebabkan mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus sebesar 73.3%.
Penelitian lanjut, Rahmawati (2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol A.
squamosa pada dosis 200 µg dengan metode perlakuan setempat (topical
application) dapat menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar 98%,
sedangkan dengan metode residu pada konsentrasi 3% dapat menyebabkan
mortalitas imago S. zeamais sebesar 78%. Pada metode penyemprotan perlakuan
dengan ekstrak tersebut pada dosis 8ml/karung dapat menyebabkan mortalitas
imago S. zeamais sebesar 78.67%. Pada pengujian lebih lanjut ekstrak metanol A.
squamosa dengan metode perlakuan setempat pada dosis 100 µg dapat
menyebabkan mortalitas Tribolium castaneum sebesar 94%, dengan metode
residu pada konsentrasi 2.5% menyebabkan mortalitas sebesar 62%, dengan
metode penyemprotan permukaan pada dosis 6 ml/karung dapat menyebabkan
mortalitas sebesar 100%.
A. squamosa mengandung senyawa asimisin dan skuamosin yang termasuk
dalam golongan asetogenin yang bersifat insektisida dan menghambat
perkembangan (Ohsawa et al. 1994). Asimisin dan skuamosin terbukti mampu
menghambat transfer elektron pada situs I dengan cara menghalangi ikatan antara
NADH dengan ubikuinon dalam rantai transpor elektron pada proses respirasi sel
yang mengakibatkan proses pembentukan energi metabolit terhambat (Coloma et
al. 2002). Pengaruh asimisin dan skuamosin dalam menghambat rantai respirasi

8
sel diketahui lebih toksik beberapa kali dibandingkan dengan rotenon atau
piericidin (Degli et al. 1994).
Penyerapan insektisida racun kontak sebagian besar terjadi pada kutikula.
Senyawa aktif akan berpenetrasi ke dalam tubuh serangga melalui bagian yang
dilapisi oleh kutikula yang tipis, seperti selaput antar ruas, selaput persendian
pada pangkal embelan dan kemoreseptor pada tarsus (Prijono 1994). Asimisin
dan skuamosin diduga mampu berdifusi dari lapisan kutikula terluar melalui
lapisan yang lebih dalam menuju hemolimfa, mengikuti aliran hemolimfa dan
disebarkan ke seluruh bagian tubuh larva.
Potensi Campuran Insektisida Nabati
Insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk campuran dua jenis atau
lebih ekstrak tumbuhan. Penggunaan insektisida nabati yang berbahan baku
campuran ekstrak tumbuhan memiliki keunggulan dibandingkan dengan ekstrak
tunggal, antara lain mengurangi ketergantungan pada satu jenis tumbuhan sebagai
bahan baku (Dadang & Prijono 2008). Penggunaan insektisida dalam bentuk
campuran lebih ekonomis bila campuran bersifat sinergis (Stone et al. 1988), dan
dapat meningkatkan spektrum aktivitas insektisida (Dadang & Prijono 2008).
Saryanah (2008) melaporkan bahwa campuran ekstrak metanol buah P.
retrofractum dan ekstrak metanol daun T. vogelii pada perbandingan konsentrasi
1:1 bersifat sinergistik lemah baik pada taraf LC50 maupun LC95 (indeks
kombinasi pada 72 JSP masing-masing 0,667 dan 0,507) dan perlakuan dengan
campuran ekstrak tersebut pada konsentrasi 0,1% menghambat perkembangan
larva C. pavonana sebesar 97%. Lebih lanjut Nugroho (2008) melaporkan bahwa
campuran fraksi heksana padatan P. cubeba dan fraksi heksana T. vogelii
memiliki LC50 0.112% pada 72 jam sejak awal perlakuan terhadap larva C.
pavonana. Septripa (2009) melaporkan bahwa bahwa formulasi FTI-2 (campuran
biji A. glabra dan A. squamosa) memiliki LD50 terhadap C. chinensis, O,
surinamensis, S. oryzae dan T. castaneum berturut-turut sebesar 0.19 mg, 6.07
mg, 9.58 mg, dan 20.78 mg, serta memiliki LC 50 berturut-turut sebesar 0.01%,
0.07%, 0.01% dan 0.65%. Abizar dan Prijono (2010) melaporkan bahwa
campuran ekstrak daun T. vogelii tanaman bunga ungu dan ekstrak buah P.
cubeba (5:9) bersifat sinergistik terhadap larva C. pavonana. Muliya (2010)
melaporkan bahwa campuran ekstrak P. retrofractum dan T. vogelii memiliki
LC50 sebesar 0.22% terhadap nimfa instar 3 N. lugens. Asyiyah (2010)
melaporkan bahwa formulasi campuran ekstrak metanol P. retrofractrum dan
ekstrak metanol biji A. squamosa efektif mengendalikan C. pavonana dengan
tingkat mortalitas sebesar 100% pada konsentrasi 0.2%. Sifa (2011) melaporkan
bahwa campuran ekstrak T. vogelii 0.5%, A. squamosa 0.5%, dan Cinnamomum
multiforum 1% dapat menyebabkan mortalitas kutu putih pepaya P. marginatus
sebesar 76%. Nailufar (2011) melaporkan bahwa campuran ekstrak T. vogelii dan
P. aduncum bersifat sinergis terhadap C. pavonana. Anwar (2011) melaporkan
bahwa campuran ekstrak metanol P. retrofractum dan A. squamosa mampu
bekerja efektif dalam upaya menekan persentase kerusakan buah tomat akibat
serangan Helicoverpa armigera.

9
Efek Insektisida Nabati terhadap Reproduksi dan Oviposisi
Penggunaan insektisida nabati selain memiliki pengaruh kematian juga
memiliki pengaruh terhadap penurunan jumlah produksi telur. Prijono dan
Hassan (1993) melaporkan bahwa ekstrak etanol biji mimba pada konsentrasi
0.0325% dan 0.04% yang diberikan pada larva instar 4 C. pavonana dapat
menurunkan keperidian imago betina C. pavonana sebesar 63.0% dan 73.1%.
Surahmat dan Prijono (2001) melaporkan bahwa ekstrak biji metanol Dysoxylum
mollisimum pada konsentrasi 0.097%-0.136% yang diberikan pada larva instar 1
dapat menurunkan keperidian imago betina C. pavonana sebesar 27.7%-47.4%.
Wiyantono et al. (2001) melaporkan bahwa ekstrak aseton biji Aglaia harmsiana
pada konsentrasi 0.0188%, 0.0298%, dan 0.0484% yang diberikan pada larva
instar 3 dapat menurunkan produksi telur berturut-turut 38.4%, 22.3%, dan 69.3%.
Penelitian lanjut, Syahputra et al. (2002) melaporkan bahwa fraksi aktif kulit
batang D. acutangulum pada konsentrasi 2.54, 3.29, dan 3.93 ppm dapat
menurunkan keperidian imago C. pavonana sebesar 44%, 65%, dan 58%
dibandingkan kontrol.
Selain pengaruh penurunan keperidian, insektisida nabati juga memiliki efek
terhadap hamabatan peletakan telur. Prijono dan Hassan (1993) melaporkan
bahwa ekstrak etanol biji mimba pada konsentrasi 0.4% memiliki indeks
hambatan oviposisi 52.6% oleh imago C. pavonana terhadap tanaman brokoli.
Wiyantono et al. (2001) melaporkan bahwa ekstrak aseton biji Aglaia harmsiana
pada konsentrasi 0.15% memiliki indeks hambatan oviposisi 44% oleh imago C.
pavonana terhadap tanaman brokoli.

10

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB), dari bulan Juli 2012 sampai bulan April 2013.
Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak
Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah daun T.
vogelii berbunga ungu yang berasal dari Kawasan Agropolitan, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB, dan biji A. squamosa
yang diperoleh dari Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Daun T. vogelii
tersedia dalam bentuk serbuk, sedangkan biji A. squamosa dikupas dan dibuang
kulit bijinya untuk diambil daging bijinya, lalu dikeringudarakan selama 1
minggu.
Penyiapan Tanaman Pakan
Daun brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) digunakan sebagai
pakan serangga uji dan sebagai media perlakuan pada uji hayati di laboratorium.
Benih brokoli cv. Green Magic disemai pada nampan semai yang diisi media
semai campuran tanah, kompos Super Metan dan diberi pupuk majemuk (NPK
18-9-10+TE) 0.25 g per lubang tanam. Bibit berumur 2 minggu atau memiliki
empat helai daun dipindahkan ke polybag kapasitas 5 L yang diisi campuran tanah
dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v). Pada setiap polybag ditanam
satu bibit tanaman. Setelah berumur 4 minggu tanaman dipupuk NPK dengan
dosis ± 1 g per polybag. Pupuk ditabur melingkar mengelilingi tanaman lalu
ditutup tanah dan disiram. Pemeliharaan tanaman brokoli yang dilakukan
meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan gulma, dan pengendalian hama
secara mekanis. Daun tanaman brokoli yang telah berumur sekurang-kurangnya 2
bulan digunakan sebagai pakan larva C. pavonana (Abizar dan Prijono 2010).
Pemeliharaan Serangga Uji
Serangga C. pavonana yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
koloni yang diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Imago C. pavonana dipelihara dalam
kurungan plastik kasa berbingkai kayu (50 cm x 50 cm x 50 cm) dan diberi pakan
larutan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas yang digantungkan di
dalam kurungan. Daun brokoli yang tangkainya dicelupkan dalam tabung film
berisi air diletakkan di dalam kurungan sebagai tempat peletakan telur. Kelompok
telur pada daun brokoli dikumpulkan setiap hari. Setelah telur menetas, larva
dipindahkan ke dalam wadah plastik (35 cm x 26 cm x 6 cm) berjendela kasa
yang dialasi kertas stensil, dan diletakkan daun brokoli bebas pestisida sebagai
pakannya. Larva instar II digunakan untuk pengujian. Bila tidak digunakan untuk
pengujian, sebagian larva dipelihara lebih lanjut dalam wadah plastik berisi daun
brokoli. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik lain yang
berisi serbuk gergaji steril sebagai medium untuk berpupa. Pupa beserta

11
kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa atas sampai muncul imago
untuk pemeliharaan selanjutnya (Prijono dan Hassan 1992).
Ekstraksi T. vogelii dan A. squamosa
Potongan daun T. vogelii bunga ungu dan biji A. squamosa kering udara
digiling secara terpisah menggunakan blender hingga menjadi serbuk, kemudian
diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan 0.5 mm. Pada penelitian
ini, metode serta pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi merujuk pada
hasil penelitian sebelumnya (Nailufar 2011; Santoso 2011). Serbuk daun T.
vogelii sebanyak 400 g direndam dalam etil asetat (perbandingan 1:10, w/v),
sedangkan sebuk biji A. squamosa direndam dengan metanol pada perbandingan
yang sama seperti pada serbuk T. vogelii, dengan metode perendaman.
Perendaman bahan tumbuhan dilakukan selama 24 jam. Cairan hasil rendaman
disaring menggunakan corong kaca yang dialasi kertas saring Whatman No. 41
diameter 185 mm. Hasil saringan larutan etil asetat daun T. vogelii diuapkan
dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 0C dan tekanan 240 mbar,
sedangkan larutan metanol biji A. squamosa diuapkan pada suhu 50 0C dan
tekanan 580-750 mmHg sehingga diperoleh ekstrak kasar. Pelarut hasil
penguapan digunakan untuk merendam kembali ampas dan langkah ini
dilanjutkan berulang-ulang sampai hasil penyaringan mendekati tidak berwarna.
Rendaman serbuk T. vogelii dilakukan sebanyak empat kali (Nailufar 2011),
karena perendaman ulang selanjutnya hanya menyebabkan kematian yang lebih
rendah pada larva instar 2 C. pavonana. Setiap ekstrak yang diperoleh disimpan
dalam lemari es (± 4 0C) hingga saat digunakan (Dadang dan P

Dokumen yang terkait

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Insecticidal activity of sugar-apple (Annona squamosa L.) seed extracts from different locations and synergism of the most active extract with spiked-pepper (Piper aduncum L.) fruit extract against Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) larva

2 10 118

Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

0 5 50

Bioactivity of stem bark extracts of Simaroubaceae plants and leaf extract Tephrosia vogelii on the cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

1 12 78

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41

Synergistic action of mixed extracts of Br ucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana

0 6 7

Efficacy of Annona Squamosa Leaf Extract as An Insecticide against Cockroach (Periplaneta americana)

0 2 5

Efficacy of Annona Squamosa Leaf Extract as An Insecticide against Cockroach (Periplaneta americana)

0 3 5

Bioactivity Methanolic Seed Extract Of Barringtonia Asiatica (Lecythidaceae) Against Crocidolomia Pavonana (Lepidoptera: Pyralidae).

0 0 2

Synergistic action of mixed extracts of Brucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana - Repositori Universitas Andalas

1 1 7