Pencirian Edible Film Pati Tapioka Terplastisasi Sorbitol dengan Penambahan Natrium Alginat

PENCIRIAN EDIBLE FILM PATI TAPIOKA TERPLASTISASI
SORBITOL DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM ALGINAT

DIDIN RIZKI WIJAYA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pencirian Edible Film
Pati Tapioka Terplastisasi Sorbitol dengan Penambahan Natrium Alginat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Didin Rizki Wijaya
NIM G44090030

ABSTRAK
DIDIN RIZKI WIJAYA. Pencirian Edible Film Pati Tapioka Terplastisasi Sorbitol
dengan Penambahan Natrium Alginat. Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan
AHMAD SJAHRIZA.
Edible film dari pati tapioka terplastisasi sorbitol dengan tambahan natrium
alginat sangat berpotensi sebagai kemasan yang dapat mempertahankan nilai mutu
pangan, dapat dimakan, dan bersifat ramah lingkungan. Film dibuat dengan
meragamkan komposisi pati tapioka:natrium alginat sebesar 100:0, 95:5, 90:10,
85:15, dan 80:20% dengan sorbitol 1% dan 2% (v/v) dengan tahapan analisis yang
meliputi bobot jenis, kuat tarik, elongasi, sifat termal, morfologi, gugus fungsi,
permeabilitas uap air, dan aplikasi. Tambahan sorbitol dan natrium alginat dapat
meningkatkan elongasi edible film dan nilai permeabilitas uap air. Tambahan
natrium alginat pada komposisi tertentu meningkatkan sifat kuat tarik, sebaliknya
tambahan sorbitol menurunkan sifat kuat tarik dan stabilitas termal. Analisis gugus

fungsi menunjukkan film terbentuk melalui interaksi secara fisika. Film yang
dihasilkan memiliki tingkat homogenitas yang baik, bersifat transparan, dapat
mempertahankan mutu pangan, dapat dimakan dan meningkatkan kecerahan warna
pangan.
Kata kunci: edible film, natrium alginat, pati tapioka, sorbitol

ABSTRACT
DIDIN RIZKI WIJAYA. Characterization of Edible Film Made of PlasticizedSorbitol-Tapioca Starch with Sodium Alginate Addition. Supervised by TETTY
KEMALA and AHMAD SJAHRIZA.
Edible film made from plasticized sorbitol tapioca starch with the addition of
sodium alginate is potentially used for food wrap that can maintain the food quality,
edible, and environmentally friendly. The film was produced by varying the
composition of tapioca starch:sodium alginate at 100:0, 95:5, 90:10, 85:15, and
80:20% with sorbitol 1% and 2% (v/v). The characterization included density,
tensile strength, percent elongation, thermal properties, morphology, functional
groups, water vapor permeability, and the application. The addition of sorbitol and
sodium alginate could increase the edible film elongation and water vapor
permeability value. The addition of sodium alginate composition to certain level
would increase its tensile strength properties but the addition of sorbitol would
decreased tensile strength and thermal stability. Functional groups analysis showed

that the films were formed through physical interaction. The films produced were
homogeneous, transparent, preserving food quality, edible and brightening food
color.
Keywords: edible film, sodium alginate, tapioca starch, sorbitol

PENCIRIAN EDIBLE FILM PATI TAPIOKA TERPLASTISASI
SORBITOL DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM ALGINAT

DIDIN RIZKI WIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Pencirian Edible Film Pati Tapioka Terplastisasi Sorbitol dengan
Penambahan Natrium Alginat
Nama
: Didin Rizki Wijaya
NIM
: G44090030

Disetujui oleh

Dr Tetty Kemala, SSi MSi
Pembimbing I

Drs Ahmad Sjahriza
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Februari sampai Juli 2013 ini ialah edible film, dengan judul Pencirian Edible Film
Pati Tapioka Terplastisasi Sorbitol dengan Penambahan Natrium Alginat.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Tetty Kemala, SSi
MSi dan Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing yang senantiasa
memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis selama melakukan
penelitian. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Apa, Mamah, Ibnu dan ce Ima
serta seluruh keluarga atas nasihat, kasih sayang, bantuan materi, dan doa-doanya.
Tidak lupa juga penulis ucapan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan (Uni,
kak Doni, Nadhilla, Asep, dan Novi) atas bantuan dan dorongannya serta seluruh
teman-teman kimia 46 yang selalu memberikan semangat, dan juga kepada saudari
Mela yang selalu memberikan motivasi dan banyak membantu selama berjalannya
penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Didin Rizki Wijaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan
Metode Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Edible Film Pati Tapioka-Natrium Alginat
Ketebalan
Bobot Jenis
Uji Tarik
Analisis Termal
Analisis Morfologi

Analisis Gugus Fungsi
Permeabilitas Uap Air
Uji Aplikasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
3
3
3
6
6
7

8
9
11
13
14
14
16
17
17
17
17
20
29

DAFTAR TABEL
1
2

Komposisi pembuatan edible film
Spektrum hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR


4
14

DAFTAR GAMBAR
1
2

Struktur amilosa dan amilopektin pada pati
Struktur molekul alginat (A. M= segmen Mannuronat, B.
G= segmen Guluronat, C. GGMM = segmen Guluronat dan Mannuonat)
3 Pengamatan visual edible film dengan berbagai komposisi
4 Pengaruh komposisi edible film terhadap ketebalan dengan sorbitol 1%
( ) dan sorbitol 2% ( )
5 Pengaruh komposisi edible film terhadap bobot jenis dengan sorbitol
1% ( ) dan sorbitol 2% ( )
6 Pengaruh komposisi edible film terhadap kuat tarik dengan sorbitol
1% ( ) dan sorbitol 2% ( )
7 Pengaruh komposisi edible film terhadap persen elongasi dengan
sorbitol 1% ( ) dan sorbitol 2% ( )

8 Kurva DTA/TGA edible film; (a) sorbitol 1%, (b) sorbitol 2%
9 Hasil foto SEM pada permukaan edible film dengan perbesaran 5.000x
10 Pengaruh komposisi edible film terhadap nilai permeabilitas uap air
dengan sorbitol 1% ( ) dan sorbitol 2% ( )
11 Hasil pengamatan uji aplikasi pada buah anggur hari ke-15:
(a) kontrol, (b) edible film tanpa natirum alginat, (c) edible film
dengan tambahan natrium alginat

1
2
7
8
10
10
11
12
13
16

17


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Bagan alir penelitian
Data ketebalan edible film
Analisis bobot jenis edible film
Hasil analisis kuat tarik dan persen elongasi
Spektrum FTIR
Hasil uji permeabilitas uar air edible film
Pengamatan hasil uji aplikasi edible film

20
21
22
23
24
26
28

PENDAHULUAN
Edible film merupakan lembaran film atau lapis tipis sebagai bagian dari
produk pangan, mempertahankan mutu pangan dan dapat dimakan bersama-sama
dengan produk tersebut (Pranamuda 2001). Dalam aplikasinya, edible film dapat
memperpanjang umur simpan produk pangan karena sifat mekanisnya dan
kemampuannya sebagai barrier (Kayserilioglu et al. 2003), sehingga memberikan
efek pengawetan pada produk pangan. Kualitas makanan yang dikemas dapat
menurun disebabkan proses oksidasi, perubahan organoleptik, pertumbuhan
mikroba, atau penyerapan uap air. Bahkan film plastik dari bahan seperti polietilena
dan polistirena dapat mengakibatkan keberadaan zat-zat tertentu yang dapat
termigrasi ke dalam bahan pangan. Oleh karena itu, edible film diharapkan dapat
mengurangi kerusakan yang dapat menurunkan mutu produk tersebut. Selain itu,
edible film bisa berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Edible film itu
sendiri dapat dibuat dari hidrokoloid (alginat, karaginan, pati), lipid (lilin/wax,
asam lemak), atau komposit dari keduanya (Bourtoom 2008).
Penelitian mengenai edible film berbahan dasar pati telah banyak dilakukan
antara lain pati sagu (Said 2005), pati yam (Mali et al. 2005), pati kentang (Bae
2008), pati beras (Bourtoom 2008). Kadar amilosa dan amilopektin dalam pati
berpengaruh terhadap kekompakan film, semakin tinggi kadar amilosa dalam pati
akan membuat film menjadi lebih kompak karena amilosa bertanggung jawab
terhadap pembentukkan matriks film (Myllärinen 2002). Struktur pati terlihat pada
Gambar 1. Menurut Murphy (2006), kandungan amilosa pati tapioka adalah 17%,
oleh karena itu pati tapioka sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan edible
film yang baik.

Gambar 1 Struktur amilosa dan amilopektin pada pati (Murphy 2006)

2
Penggunaan pati sebagai bahan dasar pembuatan edible film didasarkan pada
biaya yang relatif murah dibandingkan dengan bahan lain seperti protein maupun
lipid, kelimpahan bahan baku yang besar, dapat dimakan, keteruraian hayatinya
yang tinggi dan sifat termoplastiknya (Mali et al. 2005). Banyak usaha yang telah
dilakukan untuk mengatasi kelemahan edible film yang terbuat dari pati, seperti
memodifikasi pati dengan gugus asetil (Said 2005), tambahan natrium alginat pada
pati terplastisasi gliserol (Ulfiah 2013), maupun dengan penambaan bahan
pemlastis sorbitol, gliserol, dan pelietilena glikol (Bourtoom 2008).
Alginat diproduksi dari rumput laut famili Phaeophyceae, secara kimiawi
adalah kopolimer (1,4) ß-D asam mannuronat dan α-L asam guluronat (Gambar 2).
Alginat merupakan sumber yang sangat potensial dalam beberapa aplikasi seperti
pengemas makanan, karena sifatnya yang tidak beracun dan larut dalam air (Pavlath
1999). Film alginat memiliki sifat jernih, keras, dan fleksibel (McNeely dan Pettitt
1973). Awalnya film alginat agak rapuh dan kurang fleksibel, namun hal tersebut
dapat diatasi dengan tambahan pemlastis (Martino et al. 2005). Film alginat tahan
terhadap minyak dan lemak, tetapi perlindungan terhadap uap air rendah serta dapat
menghambat reaksi oksidasi pada bahan pangan (McNeely and Pettitt 1973).

Gambar 2 Struktur molekul alginat (A. M= segmen Mannuronat, B. G = segmen
Guluronat, C. GGMM = segmen Guluronat dan Mannuonat) (Pavlath
1999).
Pembuatan plastik dari pati tapioka dengan tambahan gliserol telah dilakukan
oleh Hasanah (2012) tetapi film yang dihasilkan belum memiliki sifat mekanik yang
baik. Ulfiah (2013) telah memodifikasi pati tapioka terplastisasi gliserol dengan
tambahan natrium alginat. Penambahan natrium alginat membuat film yang
dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik tetapi masih memiliki morfologi

3
yang kurang bagus. Menurut Oakley (2010), pemlastis sorbitol dapat meningkatkan
kuat tarik dibandingkan dengan pemlastis gliserol pada film yang terbuat dari pati.
Oleh karena itu, penggunakan pemlastis sorbitol diharapkan dapat meningkatkan
sifat kuat tarik pada film pati-alginat.
Penelitian ini bertujuan membuat edible film pati tapioka terplastisasi sorbitol
dengan tambahan natrium alginat, mempelajari pengaruh nisbah komposisinya,
menganalisis sifat mekanik dan menganalisis morfologi edible film yang dihasilkan
guna memperoleh suatu kemasan yang dapat mempertahankan mutu pangan
sekaligus dapat dimakan secara langsung beserta pangan tersebut, serta bermanfaat
dalam mengurangi permasalahan lingkungan.

METODE
Alat dan Bahan
Analisis dalam penelitin ini dilakukan menggunakan piknometer pirex 5 mL,
alat uji tarik INSTRON 3369, spektrofotometer FTIR IRPrestige-21 Shimadzu,
mikroskop cahaya (Kruss optical Germany), SEM JEOL T330A, TGA/DTA
(Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, dan FC-60A), pengaduk magnetik, dan peralatan
kaca. Bahan-bahan yang digunakan adalah pati tapioka (food grade), natrium
alginat (food grade), sorbitol (food grade) dan akuades.

Metode Percobaan
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan edible film pati
tapioka terplastisasi sorbitol dengan tambahan natrium alginat. Tahap pencirian
yang meliputi penentuan bobot jenis edible film, pengujian kuat tarik, analisis
termal, analisis permeabilitas uap air, uji visual, analisis gugus fungsi dengan
spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), dan analisis morfologi
dengan mikroskop elektron payaran (SEM) (Lampiran 1).
Pembuatan Edible Film Pati Tapioka-Natrium Alginat dengan Pemlastis
Sorbitol
Komposisi antara pati tapioka dan natrium alginat dalam penelitian ini ialah
95:5 (A), 90:10 (B), 85:15 (C) dan 80:20% (D) dengan jumlah sorbitol 1.0% dan
2.0% (v/v) serta pati tapioka 100% (P) dengan sorbitol 1% (v/v) (Tabel 1). Pati
tapioka dan natrium alginat dilarutkan dengan akuades pada gelas piala yang
berbeda dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya sorbitol dimasukkan ke dalam
larutan pati dan diaduk hingga homogen sambil dipanaskan sampai suhu 40 ºC.
Setelah itu, larutan natrium alginat ditambahkan ke dalam larutan pati yang telah
terplastisasi sorbitol tersebut dan diaduk lagi hingga homogen menggunakan
pengaduk magnetik dengan pemanasan mencapai suhu 65-70 ºC. Setelah homogen,
larutan film didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit dan sesekali diaduk agar

4
terbebas dari gelembung udara. Kemudian larutan film tersebut dicetak diatas pelat
kaca. Lalu film dikeringudarakan selama 2×24 jam dan dilepaskan untuk dianalisis.
Tabel 1 Komposisi pembuatan edible film
Simbol

Komposisi
Pati Tapioka : Na Alginat (%)

P1
A1
B1
C1
D1
A2
B2
C2
D2

100:0
95:5
90:10
85:15
80:20
95:5
90:10
85:15
80:20

Sorbitol (%)
(v/v)
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
2.0
2.0
2.0
2.0

Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis setiap sampel paduan diukur dengan cara setiap sampel dipotong
dengan ukuran yang seragam menggunakan pembolong kertas. Kemudian dicatat
bobot W0, W1, W2, dan W3 setiap sampel. Bobot jenis contoh ditentukan dengan
menggunakan Persamaan 1:
D=

(W1-W0)
W3-W0 -(W2-W1)

× [DI -Da ]+Da

............1

Keterangan:
D = bobot jenis contoh (g/mL)
W0 = bobot piknometer kosong (g)
W1 = bobot piknometer + contoh (g)
W2 = bobot piknometer + contoh + akuades (g)
W3 = bobot piknometer + akuades (g)
D1 = bobot jenis air (g/mL)
Da = bobot jenis udara pada suhu percobaan (g/mL)
Uji Tarik (ASTM D638 2005)
Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 100 mm dan
lebar 20 mm. Kedua ujung sampel film dijepit pada mesin penguji. Selanjutnya,
panjang awal dicatat dan ujung tinta pencatat diletakkan pada posisi 0 dalam grafik.
Tombol start ditekan dan alat akan menarik sampel sampai putus. Pengukuran
elongasi dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian kekuatan tarik.
Perhitungan besarnya kekuatan tarik dan persen perpanjangan (elongasi) dapat
menggunaan Persamaan 2 dan 3.
τ

=

Fmaks
A

............2

5
Keterangan:
τ
: kekuatan tarik (MPa)
Fmaks
: tegangan maksimum (N)
A
: luas penampang lintang (mm2)
%E =

∆L
×100%
L0

............3

Keterangan:
%E
: perpanjangan (%)
ΔL
: pertambahan panjang spesimen (mm)
L0
: panjang spesimen mula-mula (mm)
Analisis Termal dengan TGA/DTA
Film komposit pati tapioka terplastisasi sorbitol dengan natrium alginat
ditimbang sebanyak 25 mg. Setelah itu, digerus dalam lumpang dan dicetak pada
pelat platinum untuk dilakukan analisis termal. Bahan pembanding yang digunakan,
yaitu (Al(OH)3). Kondisi alat diatur dan dioperasikan pada suhu 28-400 ºC dengan
kecepatan pemanasan 20 ºC per menit. Hasil analisis termal berupa kurva hubungan
waktu dengan suhu.
Analisis Morfologi dengan SEM
Analisis dilakukan menggunakan mikroskop elektron payaran (SEM).
Sampel yang berupa film dimasukkan ke dalam tempat sampel dengan perekat
ganda dan dilapisi dengan logam emas pada keadaan vakum. Sampel yang telah
dilapisi diamati menggunakan SEM dengan tegangan 15 kV.
Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
Analisis dilakukan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi
fourier (FTIR). Sampel yang berupa film ditempatkan ke dalam tempat contoh.
Spektrum FTIR dari film direkam menggunakan spektrometer pada suhu ruang.
Hasilnya diperoleh berupa spektrogram hubungan antara bilangan gelombang
dengan intensitas.
Penentuan Permeabilitas Uap Air (ASTM E96-95 1995)
Teknik yang digunakan adalah dengan mengukur laju transmisi uap air
menggunakan metode wet cup yang telah dimodifikasi berdasarkan ASTM E 96.
Film yang akan diuji dijadikan penutup cawan petri yang telah diisi akuades. Bobot
akuades yang hilang dipantau berdasarkan fungsi waktu sampai keadaan tunak dan
laju transmisi uap air dihitung dari keadaan tunaknya. Ketebalan film diukur pada
10 tempat yang berbeda. Lubang dibuat pada aluminium foil dengan luas lubang
10% luas permukaan akuades dan nilainya harus diketahui dengan pasti. Akuades
dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 30 mL kemudian lubang ditutup
dengan menggunakan film yang direkatkan dengan lem epoksi pada aluminium foil.
Dengan 30 mL akuades, diharapkan jarak antara permukaan akuades dan film
sebesar 6 mm. Cawan petri yang telah ditutup menggunakan film disimpan selama
10 menit agar film merekat sempurna. Cawan ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 37 ± 0.5 °C. Sampel diambil dan ditimbang setiap 1 jam

6
selama 5 jam. Nilai Laju Transmisi Uap Air (WVTR) dan Permeabilitas Uap Air
(WVP) masing-masing diperoleh menggunakan Persamaan 4 dan 5.
WVTR

=

bobot air yang hilang
waktu×luas

=

flux
area

............4

Keterangan:
WVTR = Laju transmisi uap air (g s-1 m-2)
WVP

=

WVTR
S × (R1 -R2 )

×d

............5

Keterangan:
d
= ketebalan film
S
= tekanan uap jenuh pada suhu 37 °C (6266.134 Pa)
R1
= RH di dalam cawan (100%)
R2
= RH pada suhu 37°C (81%)
Uji Aplikasi
Uji aplikasi dilakukan dengan mengaplikasikan film pada buah anggur hijau.
Produk pangan dikemas dengan teknik coating menggunakan sampel edible film.
Selanjutnya dilihat pengaruh terhadap mutu anggur hijau tersebut secara visual
setiap 3 hari sekali selama 15 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Edible Film Pati Tapioka-Natrium Alginat
Pembuatan edible film dilakukan dengan cara memplastisasi pati tapioka
dengan sorbitol, kemudian menambahan natrium alginat pada pati terplastisasi
tersebut dengan berbagai komposisi. Dalam satu kali pembuatan terdiri dari dua
tahap, yaitu tahap pertama adalah proses plastisasi pati tapioka menggunakan
sorbitol yang bertujuan agar terjadi dispersi molekul pemlastis ke dalam fase
polimer, bila pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer maka proses
dispersi akan berlangsung dalam skala molekul sehingga terbentuk larutan polimer
terplastisasi yang kompetibel. Tahap kedua, yaitu proses pencampuran larutan
natrium alginat dan gelatinasi untuk memperoleh film yang kompatibel. Menurut
Murphy (2006), suhu gelatinasi pati tapioka berkisar antara 62-73 °C. Oleh karena
itu, pada peneltitian ini dilakukan pemanasan pada suhu 65-80 °C agar pati tapioka
seluruhnya tergelatinasi. Proses gelatinasi merupakan proses mengembangnya pati
karena penyerapan pelarut secara maksimal sehingga pati tidak mampu kembali
pada kondisi semula (Winarno 2004). Kondisi ini ditandai dengan naiknya
viskositas larutan dan campuran menjadi transparan.
Pembuatan film harus benar-benar kompatibel agar diperoleh plastik yang
bermutu baik secara visual. Selain faktor jenis bahan, pemanasan dan pengadukkan

7
juga akan mempengaruhi kompatibilitas film yang dihasilkan. Semakin kompatibel
paduan maka semakin homogen paduan yang dihasilkan (Kemala et al. 2010).
Menurut Rosida (2007), Kehomogenan film dapat dilihat ada tidaknya perbedaan
antar komponen penyusunnya, semakin homogen maka semakin tidak adanya
perbedaan tersebut baik dalam bentuk, ukuran maupun warna. Hasil pengamatan
menggunakan kamera digital terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengamatan visual edible film dengan berbagai komposisi
Secara keseluruhan edible film yang terbentuk tidak berwarna atau cenderung
transparan secara kasat mata. Penambahan konsentrasi natrium alginat membuat
edible film yang terbentuk semakin transparan dan tidak kaku. Ini terlihat pada
komposisi pati-Na alginat 80:20% dengan sorbitol 1% dan 2% (v/v) (D1 dan D2)
yang memiliki tingkat transparan lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan yang
dilaporkan McNeely and Pettitt (1973), bahwa film yang terbuat dari alginat akan
menghasilkan film yang transparan. Penambahan natrium alginat yang berlebihan
juga dapat membuat film menjadi berwarna kekuningan (Ulfiah 2013).
Penambahan sorbitol 1% dan 2% tidak terlalu berpengaruh terhadap kenampakkan
edible film yang terbentuk. Edible film yang dihasilkan memiliki kelarutan yang
cukup tinggi di dalam air. Hal ini merupakan salah sifat yang paling penting
makanan dan aplikasi farmasi (Sothornvit dan Krochta 2000).

Ketebalan
Ketebalan merupakan salah satu parameter yang diukur untuk mengetahui ciri
edible film. Pengukuran ketebalan ini dilakukan 10 kali ulangan dengan titik yang
berbeda pada edible film yang terbentuk. Hasil perhitungan dilampirkan pada
Lampiran 2. Berdasarkan hasil penelitian, edible film dengan komposisi D2, yaitu
pati-Na alginat 80:20% sorbitol 2% (v/v) memiliki ketebalan tertinggi dengan nilai
ketebalan 0.035 mm. Edible film komposisi pati-Na 100-0% (komposisi P1)
memiliki nilai ketebalan terkecil, yaitu 0.031 mm. Data ketebalan edible film dapat
dilihat pada Gambar 4.

8

Gambar 4 Pengaruh komposisi edible film terhadap ketebalan dengan sorbitol 1%
( ) dan sorbitol 2% ( )
Edible film komposisi A, yaitu pati- Na alginat dengan sorbitol 2% memiliki
nilai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible film dengan
komposisi yang sama, begitu pula dengan komposisi pati-Na alginat 90:10% dan
80:20%. Nilai ketebalan pada komposisi pati-Na alginat 85:15% dengan sorbitol
1% dan 2% (v/v) memiliki nilai ketebalan yang sama, hal ini dapat disebabkan
kekentalan larutan pada proses pencetakan tidak sama, dimana komposisi pati-Na
alginat 85:15% dengan sorbitol 1% (v/v) (komposisi C1) memiliki tingkat
kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan komposisi pati-Na alginat 85:15%
dengan sorbitol 2% (v/v) (komposisi C2) sehingga pada saat proses pengeringan,
penyusutan ketebalan edible film semakin kecil. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tambahan natrium alginat dan sorbitol mempengaruhi ketebalan edible film
yang dihasilkan.
Menurut Park et al. (1993), ketebalan edible film dipengaruhi oleh luas
cetakan, volume larutan, dan banyaknya total padatan dalam larutan. Penambahan
natrium alginat dan sorbitol akan mempengaruhi kekentalan larutan edible film.
Tingkat kekentalan larutan juga mempengaruhi ketebalan film yang dihasilkan.
Semakin banyak jumlah sorbitol yang ditambahkan dalam volume larutan dan luas
cetakan yang sama, akan meningkatkan total padatan dalam larutan, sehingga yang
mengendap sebagai pembentuk edible film semakin banyak. Selanjutnya ketika
pelarut menguap maka edible film yang terbentuk semakin tebal. Penambahan
natirum alginat juga mempengaruhi ketebalan film. semakin banyak natrium alginat
yang ditambahkan viskositas larutan semakin bertambah sehingga larutan akan
semakin kental dan film yang terbentuk juga semakin tebal.

Bobot Jenis
Penentuan nilai bobot jenis polimer merupakan analisis awal untuk
memprediksi sifat mekanik polimer. Semakin tingginya nilai bobot jenis maka
semakin tingi pula tingkat keteraturan molekul penyusunnya. Penentuan nilai bobot

9
jenis dilakukan dengan mengukur berat jenis padatan polimer menggunakan
piknometer. Hasil perhitungan nilai bobot jenis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan Gambar 5, edible film dari pati tanpa tambahan natrium alginat
memiliki nilai bobot yang kecil, yaitu 0.2739 g/mL. Adanya tambahan natrium
alginat dapat meningkatkan bobot jenis edible film yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan natrium alginat memiliki bobot jenis sebesar 1.601 g/mL (Ulfiah 2010)
sehingga tambahan natrium alginat dapat meningkatkan keteraturan molekul dalam
edible film. Hasil penelitian juga menunjukkan semakin bertambahnya natrium
alginat, edible film yang dihasilkan memiliki bobot jenis yang semakin menurun.
Penambahan natrium alginat dengan komposisi 5, 10, 15, dan 20% memiliki bobot
jenis berturut-turut sebesar 1.0657, 0.8941, 0.7062, dan 0.5886 g/mL (sorbitol 1%)
serta 0.4924, 0.4263, 0.3688, dan 0.3355 g/mL (sorbitol 2%). Hal ini disebabkan
karena menurunnya interaksi rantai utama polimer seiring dengan peningkatan
konsentrasi natrium alginat sehingga merenggangkan rantai-rantai polimer yang
berakibat keteraturan film yang semakin menurunHasil analisis yang ditunjukkan
pada Gambar 5 juga memperlihatkan tambahan konsentrasi sorbitol menurunkan
nilai bobot jenis. Hal ini disebabkan keteraturan molekul di dalam film menurun
akibat terdispersinya molekul pemlastis pada rantai polimer yang membuat jarak
antar rantai semakin besar dan volume yang ditempati akan menjadi besar sehingga
bobot jenis juga akan menurun. Berat jenis polimer akan meningkat seiring
meningkatnya kuat tarik, kekerasan, dan kekakuan polimernya (Kemala et al
2010).

Gambar 5 Pengaruh komposisi edible film terhadap bobot jenis dengan sorbitol 1%
( ) dan sorbitol 2% ( )

Uji Tarik
Kuat tarik dan persen elongasi (pemanjangan) merupakan analisis sifat
mekanik yang paling penting dari edible film karena dapat merefleksikan ketahanan
dan kemampuan edible film untuk mempertahankan kekompakan makanan
(Sothornvit dan Krochta 2000). Kuat tarik adalah tegangan maksimal spesimen

10
pada proses peregangan sebelum putus, sedangkan persen elongasi adalah
perubahan panjang maksimum yang dialami spesimen pada saat ditarik sampai
putus (McHugh dan Krochta 1994). Hasil kuat tarik dan persen elongasi dapat
dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 6 Pengaruh komposisi edible film terhadap kuat tarik dengan sorbitol 1%
( ) dan sorbitol 2% ( )
Berdasarkan hasil analisis kuat tarik pada Gambar 6, tambahan natrium
alginat dapat menaikkan nilai kuat tarik jika dibandingkan dengan film tanpa
tambahan natrium alginat, namun tambahan komposisi natrium alginat pada
konsentrasi 10, 15, dan 20% berturut-turut mengakibatkan penurunan nilai kuat
tarik. Menurut Ulfiah (2013), hal ini disebabkan karena kemampuan natrium alginat
dalam mengikat air. Semakin banyak natrium alginat yang ditambahkan,
pengikatan air semakin bertambah sehingga kandungan air pada film akan
bertambah. Adanya kandungan air dalam film mengakibatkan kuat tarik semakin
kecil. Nilai kuat tarik terbesar diperoleh dari komposisi natrium alginat sebesar 5%
dengan 1% sorbitol (komposisi A1), yaitu 25.1805 MPa. Grafik pada Gambar 6,
menunjukkan tambahan pemlastis sorbitol juga mengakibatkan nilai kuat tarik
menurun. Menurut Kemala (1998), tambahan pemlastis dapat menyebabkan gaya
kohesi antar rantai akan berkurang dan akan menurunkan kuat tarik. Selain itu, nilai
kuat tarik akan berbanding lurus dengan nilai bobot jenis dari film tersebut.
Kandungan amilopektin dan amilosa pada pati juga berpengaruh pada nilai kuat
tarik pada edible film dari pati (Bourtoom 2008). Semakin tingginya kadar amilosa
akan meningkatkan keteraturan molekul karena memiliki struktur yang linear
dibandingkan amolopektin, sehingga akan meningkatkan kuat tarik film.

11

Gambar 7 Pengaruh komposisi edible film terhadap persen elongasi dengan sorbitol
1% ( ) dan sorbitol 2% ( )
Berdasarkan data hasil penelitian pada Gambar 7 menunjukkan bahwa
peningkatan komposisi natrium alginat dan pemlastis sorbitol pada edible film
meningkatkan nilai persen elongasi. Pada konsentrasi sorbitol yang sama, edible
film dengan konsentrasi natrium alginat 5% menghasilkan persen elongasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tambahan natrium alginat 10%. Persen elongasi
terbesar terdapat pada edible film dengan natrium alginat 20% dengan sorbitol 2%
(v/v) (komposisi D2), yaitu 27.63%. Namun, persen elongasi terkecil terdapat pada
komposisi pati tapioka tanpa tambahan natrium alginat dengan sorbitol 1% (v/v)
(komposisi P1), yaitu 1.89%. Menurut Lukasik dan Ludescher (2005), pemlastis
dapat mengurangi energi aktivasi untuk pergerakan molekul dalam matriks.
Semakin berkurangnya pergerakan molekul dapat menambah daya elastis dari
edible film. Film yang terbuat dari alginat menghasilkan film yang fleksibel
(McNeely and Pettitt 1973).

Analisis Termal
Analisis termal merupakan suatu teknik yang mempelajari perubahan sifat material
sebagai fungsi suhu. Gambar 8 menunjukkan kurva DTA/TGA dari film dengan
komposisi pati tapioka-natrium alginat 80:20% dengan tambahan sorbitol 1% dan
2% (v/v). Thermogravimetric analysis (TGA) merupakan pengukuran perubahan
bobot contoh terhadap fungsi waktu, sedangkan Differential thermal analysis
(DTA) merupakan pengukuran panas yang diserap atau dibebaskan oleh contoh
yang diamati dengan cara mengukur perbedaan suhu antara contoh dan pembanding
sebagai fungsi suhu. Kedua kurva TGA pada Gambar 8A dan 8B, memperlihatkan
adanya dua tahap dekomposisi. Tahap pertama dimulai pada sekitar suhu 100 °C
dan tahap kedua dimulai sekitar suhu 270 °C. Penurunan bobot sampel pada tahap
pertama dapat dikaitkan dengan terdekomposisinya molekul air pada sampel. Pada
tahap dua, terutama dapat disebabkan oleh dekomposisi molekul-molekul
hidrokarbon dari bahan penyusun (Parvin et al. 2011) edible film, yaitu pati tapioka

12
dan natrium alginat. Hasil analisis TGA menunjukkan penurunan bobot sampel
sabesar 18.218 mg (70.61%) untuk tambahan sorbitol 1% dan 18.459 mg (78.22%)
untuk tambahan sorbitol 2% pada rentang suhu 28-400 °C. Adanya peningkatan
penurunan bobot sampel pada tambahan sorbitol 2% diakibatkan pemlastis dapat
menurunkan stabilitas termal edible film akibat turunnya interaksi rantai antar
polimer sehingga derajat kebebasan rantai polimer meningkat. Oleh karena itu,
penurunan bobot film akan lebih cepat.

(a)

(b)
Gambar 8 Kurva DTA/TGA edible film; (a) sorbitol 1%, (b) sorbitol 2%

13
Kurva DTA dapat digunakan melihat nilai suhu leleh (Tm). Kurva DTA yang
dihasilkan menunjukkan suhu pelelehan (Tm) edible film sebesar 138.10 °C untuk
tambahan sorbitol 1% dan 116.35 °C untuk sorbitol 2%. Komposisi pati yang lebih
besar menyebabkan sifat pati yang lebih dominan. Menurut Mark (1999), suhu
pelelehan pati terjadi pada 160 °C. Penurunan suhu pelelahan ini diakibatkan
adanya pemlastis yang menurunkan stabilitas termal edible film. Semakin banyak
pemlastis yang ditambahkan, semakin turun juga suhu pelelehannya atau lebih
bersifat amorf. Hal ini juga yang menyebabkan pada kurva TGA, mengakibatkan
edible film dengan sorbitol 2% mengalami penurunan bobot yang lebih besar. Hasil
ini membuktikan adanya keterkaitan antara sifat termal dengan nilai bobot jenis dan
kuat tarik. Hasil analisis bobot jenis edible film yang telah dilakukan sebelumnya,
menunjukkan bahwa komposisi D dengan sorbitol 1% memiliki nilai bobot jenis
dan kuat tarik yang lebih besar dibandingkan komposisi D dengan sorbitol 2%.

Analisis Morfologi
Analisis morfologi dari edible film dilakukan untuk mengetahui morfologi
dari edible film, analisis ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat kehomogenan
film tersebut. Film yang dianalisis adalah film yang memiliki homogenitas paling
tinggi secara kasat mata, yaitu film dengan komposisi pati:Na alginat 80:20%
dengan sorbitol 2% (v/v) (Komposisi D2).

Gambar 9 Hasil foto SEM pada permukaan edible film dengan perbesaran 5.000x
Berdasarkan hasil SEM (Gambar 9) terlihat bahwa penyebaran bahan
penyusun filmnya tersebar secara merata dan tidak ada perbedaan antara bahan
penyusunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa edible film yang dihasilkan lebih
homogen jika dibandingkan dengan edible film yang dibuat oleh Ulfiah (2013).
Pada gambar juga tidak terlihat adanya bentuk granula-granula pati dan natrium
alginat, hal ini menandakan bahwa granula pati telah mengalami proses gelatinasi
akibat pemanasan pada proses pencampuran.

14
Analisis Gugus Fungsi
Analisis dengan menggunakan FTIR pada penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang terdapat pada edible film. Proses
pencampuran semua bahan edible film dapat mengakibatkan adanya interaksi, baik
interaksi secara fisik maupun secara kimia. Hal tersebut dapat dilihat dengan
munculnya puncak-puncak gugus fungsi yang terbentuk. Menurut Harvey (2000),
munculnya gugus fungsi baru pada spektrum menandakan terbentuknya interaksi
secara kimia, sedangkan pencampuran secara fisika ditandai dengan adanya
gabungan gugus fungsi antara komponen-komponen penyusun edible film. Hasil
spektrum FTIR dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pola spektrum FTIR dari pati tapioka, natrium alginat, sorbitol dan edible film
yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis spektrum
pada Tabel 2, terlihat munculnya kembali puncak-puncak spektra dari pati tapioka,
natrium alginat, dan sorbitol pada puncak–puncak spektra edible film yang
dihasilkan. Hasil ini menandakan bahwa interaksi yang dalam proses pembuatan
edible film dari pati tapioka terplastisasi sorbitol dengan tambahan natrium alginat
terjadi secara fisika karena tidak menghasilkan puncak-puncak baru pada spektrum.
Tabel 2 Spektrum hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR
Sampel

Pati tapioka

Natrium
alginat

Sorbitol

Edible film

Bilangan
gelombang (cm-1)
3267.41
2931.80
1203.58
860.25
3248.13
2924.09
1600.92
1411.89
1122.57
3282.84
2939.52
887.26
3340.71
2931.80
1612.49
1415.75
1153.43
856.39

Gugus fungsi
(Pavia et al. 2001)
Regangan O-H
Regangan C-H
Regangan C-O-C
Tekuk CH
Regangan O-H
Regangan C-H
C=O (asam)
Regangan C-O karboksilat
Regangan C-O-C
Regangan O-H
Regangan C-H
Tekuk CH
Regangan O-H
Regangan C-H
C=O (asam)
Regangan C-O karboksilat
Regangan C-O-C
Tekuk CH

Permeabilitas Uap Air
Pengukuran permeabilitas uap air (WVP) sangat perlu dilakukan untuk
mengukur kemampuan edible film dalam menghambat keluar masuknya air ke
makanan. Semakin banyaknya kandungan uap air pada makanan akan

15
mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme sehingga menurunkan tingkat
keawetan. WVP merupakan ukuran suatu bahan dapat dilalui oleh uap air. Oleh
karena itu, nilai WVP yang tinggi sangat tidak diharapkan pada bahan pengemas.
Menurut Lastriyanto (1998), Hukum Fick mengenai difusi merupakan teori dasar
yang melandasi peristiwa transfer uap air melalui edible film. Dalam penelitian ini,
proses transmisi uap air pada edible film berbahan pati tapioka dan natrium alginat
berlangsung secara difusi melalui ruang pori. Gel merupakan bahan semi padat,
berpori, larut dalam air dan tersusun dari makromolekul. Hasil pengukuran nilai
permeabilitas uap air dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hubungan pengaruh komposisi natrium alginat dan sorbitol terhadap nilai
permeabilitas uap air ditunjukkan oleh Gambar 10. Hasil pengukuran menunjukkan
peningkatan konsentrasi sorbitol dan tambahan natrium alginat pada konsentrasi
tertentu meningkatkan nilai WVP pada edible film. Nilai WVP yang tinggi
disebabkan karena adanya sifat hidrofilik dari pati tapioka dan natrium alginat
tersebut. Menurut Sothorvit dan Krochta (2000), pemlastis mengurangi gaya
antarmolekul rantai polimer dan miningkatkan volume bebas polimer, sehingga
diduga menyebabkan adanya ruang yang lebih bebas untuk air dan molekul lain
untuk berpindah. Dari Gambar 10 terlihat edible film komposisi pati:Na alginat
100:0% dengan sorbitol 1% (v/v) (komposisi P) memiliki nilai WVP terkecil, yaitu
0.9496×10-9 gs-1m-1Pa-1. Oleh karena itu, film dengan komposisi P1 merupakan film
yang paling baik untuk bahan pengemas. Hal sebaliknya terlihat pada komposisi
natrium alginat 10% dengan sorbitol 2% (v/v) (komposisi B2) yang memiliki nilai
WVP terbesar (1.3479×10-9 gs-1m-1Pa-1). Nilai WVP dari semua komposisi edible
film lebih besar jika dibandingkan dengan nilai WVP dari pengemas sintetik HDPE,
yaitu hanya 0.00064×10-9 gs-1m-1Pa-1 (Bae et al. 2008). Namun demikian, pengemas
sintetik tidak dapat diperbaharui secara alami dan bisa membahayakan tubuh jika
termakan.

Gambar 10 Pengaruh komposisi edible film terhadap nilai permeabilitas uap air
dengan sorbitol 1% ( ) dan sorbitol 2% ( )
Selain itu, Olivas et al. (2008) melaporkan bahwa nilai kelembaban relatif
(RH) lingkungan juga mempengaruhi nilai WVP. Semakin tinggi RH lingkungan
maka kemampuan film sabagai penahan uap air semakin menurun. Keberadaan
gelembung gas dan lubang yang dipengaruhi oleh teknik pembuatan juga

16
mempengaruhi transfer uap air. Edible film dari polisakarida merupakan penahan
yang kurang baik terhadap transfer uap air, namun merupakan penahan yang baik
terhadap transfer O2 dn CO2 (Mc Hugh dan Krochta 1994).

Uji Aplikasi
.

a

b

c
Gambar 11 Hasil pengamatan uji aplikasi pada buah anggur hari ke-15: (a) kontrol,
(b) edible film tanpa natirum alginat, (c) edible film dengan tambahan
natrium alginat
Uji aplikasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan edible film dalam
mengawetkan makanan. Hasil pengamatan uji aplikasi dengan berbagai komposisi
edible film dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil pengamatan, secara

17
umum buah anggur yang dilapisi oleh bahan edible film memiliki tekstur yang tetap
selama penyimpanan 15 hari dan memiliki warna yang lebih cerah jika
dibandingkan dengan kontrol.
Berdasarkan Gambar 11 terlihat pada kontrol bahwa pada hari ke-15 kualitas
anggur mengalami penurunan karena adanya proses pembusukan dan penyusutan
tekstur anggur tersebut. Hal ini menandakan adanya proses oksidasi yang cepat
pada anggur sehingga cepat membusuk serta banyaknya kandungan air pada anggur
yang terlepas ke udara yang menyebabkan penyusutan. Hasil uji aplikasi dengan
komposisi pati:Na alginat 100:0% dengan sorbitol 1% (v/v) juga terlihat sudah
mengalami keretakan pada hari ke-15, namun mutu dari anggur lebih dipertahankan
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan film tersebut tidak memiliki sifat
mekanik yang baik. Pada edible film dengan tambahan natrium alginat secara umum
dapat mempertahankan kualitas warna dan tekstur dari sampel uji, yang berarti baik
untuk dijadikan bahan pengemas makanan khususnya untuk komposisi pati
tapioka:natrium alginat 80:20% dengan sorbitol 2%.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembuatan edible film pati tapioka terplastisasi sorbitol dengan tambahan
natrium alginat telah berhasil dilakukan dengan menghasilkan film yang transparan.
Penambahan konsentrasi sorbitol dan natrium alginat dapat meningkatkan sifat
elastis film dan nilai permeabilitas uap air. Selain itu tambahan natrium alginat pada
konsentrasi tertentu meningkatkan sifat kuat tarik film, sebaliknya tambahan
sorbitol menurunkan sifat kuat tarik dan stabilitas termal edible film. Film pati
tapioka dengan tambahan natrium alginat dapat mempertahankan nilai mutu
makanan dan mencerahkan buah anggur khususnya komposisi pati tapioka:natriu
alginat 80:20% dengan sorbitol 2%. Hasil spektrum FTIR menunjukkan edible film
yang terbentuk terjadi melalui proses interaksi secara fisika. Edible film yang
dihasilkan memiliki tingkat homogenitas yang baik.

Saran
Perlu adanya proses pengontrolan pengadukkan saat proses pembuatan edible
film, perlu dilakukannya analisis permeabilitas oksigen dan karbondioksida pada
film yang terbentuk, analisis XRD, perlu adanya optimasi komposisi bahan edible
film yang teah dibuat. Serta perlu adanya tambahan antioksidan atau antibakteri
untuk meningkatkan guna edible film.

DAFTAR PUSTAKA

18
[ASTM] America Sociaty for Testing and Materials. 1995. Standart Test Methods
for Water Vapor Transmission of Materials, E96-95. Philadelphia (US):
ASTM.
[ASTM] America Sociaty for Testing and Materials. 2005. Standard Test Methods
for Tensile Properties of Thin Plastic Sheeting, D638. Philadelphia (US):
ASTM.
Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside WS, dan Park Hyun J. 2008. Film and
pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean,
waterchestnut, and sweet potato starches. Food Chemistry. 106:96-105.
Bourtoom, T. 2008. Edible films and coating: characteristics and properties.
International Food Research Journal. 15(3):1-12.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill.
Hasanah N. 2012. Pembuatan dan pencirian plastik pati tapioca dengan pemlastis
gliserol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kayserilioglu, B.S., U. Bakir, L. Yilmaz, and N.I Akkasu. 2003. Drying
temperature and relative humidity effects on wheat gluten film properties. J.
Agric. Food Chem. 51(4): 964-968.
Kemala T. 1998. Pengaruh zat pemlastis dibutil ftalat pada polyblend polistirenapati [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Kemala T, Fahmi MS, Achmadi SS. 2010. Pembuatan dan pencirian paduan
polistirena-pati. Indones J Mat Sci. 12(1):30-35.
Lastriyanto A. 1998. Penentuan permeabilitas film edibel terhadap uap air, oksigen
dan karbondioksida [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lukasik KV, Ludescher RD. 2005. Effect of plasticizer on dynamic site
heterogeneity in cold-cast gelatin films. J Food Hydrocolloids. 20: 88-95.
Mali S, M.V.E. Grossmann M.A., Garcia, M.N. Martino, and N.E. Zaritzky. 2005.
Mechanical and thermal properties of yam starch films. J Food Hydrocolloids
19:157-164.
Mark JE. 1999. Polymer Data Handbook. New York (US): Oxford University.
Martino VP, Ruseckaite RA, Jiménez A. 2005. Processing and Mechanical
characterization of plasticized Poly (lactide acid) films for food packaging.
Proceeding of The 8th Polymers for Advanced Technologies International
Symposium; Budapest, Hungary, 13-16 Sep 2005.
McHugh TH, Krochta JM. 1994. Sorbitol vs glycerol plasticized whey protein
edible film: integrated oxygen permeability and tensile property evaluation. J
of Agric and Food Chem. 42(4): 841-845.
McNeely, W.H. and D.J. Pettitt. 1973. Algin. Di dalam: Whistler, R.L. and
BeMiller, J.N, editor. Industrial Gums-Polysaccharides and Their
Derivatives. New York (US): Academic Press.
Murphy P. 2006. Starch: manufacture and structure. Di dalam: Eliasson AC, editor.
Starch in Food: Structure, Function, and Application. Manchester (UK):
CRC Press.
Myllärinen P, Riitta P, Jukka S, and Pirkko F. Effect of glycerol on behvior of
amylose and amylopectin films. Carbohydrat Polymers. 50: 355-361.
Oakley Philip. 2010. Reducing the Water Absorption of Thermoplastic Starch
Processed by Extrusion [thesis]. Toronto: Graduate Department of Chemical
Engineering and Applied Chemistry, University of Toronto.

19
Olivas GI, Gustavo V, Barbosa-Cànovas. 2008. Alginate-calcium films: Water
vapor permeability and mechanical properties as affected by plasticizer and
relative humidity. LWT. 41: 359-366.
Park JW, Testin RF, Vergano DJ, Park HJ, Weller CL. 1993. Application of
laminated edible film to potato chip packaging. J Food Sci. 61(4): 766.
Parvin F, et al. Preparation and characterizat of gamma irradiated sugar containing
starch/poly (vinyl alcohol)-based blend films. J Polym Environ. 6(011): 10071017.
Pavia DL, Gary ML, George SK. 2001. Introduction to Spectroscopy. London
(UK): Thomson Learning.
Pavlath A. E, C. Gossett, W. Camirand, dan G. H. Robertson. 1999. Ionomeric films
of alginate acid. J food Sci.1(64): 61-63.
Pranamuda H. 2001. Pengembangan bahan plastik biodegradable berbahan baku
pati tropis. Di dalam: Seminar Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21; 2001
Feb 1-14; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Sinergy Forum-PPI Tokyo
Institute of Technology. hlm 1-6.
Rosida A. 2007. Pencirian poliblend poliasamlaktat dengan poli(ɛ-kaprolakton).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Said M. 2005. Pembuatan dan Karakteristik Pati sagu Asetil Pada Edible Film yang
Dihasilkan [Tesis]. Yogyakarta (ID): Ilmu Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Sothornvit R, Krochta JM. 2000. Plasticizer effect on oxygen permeability of ßlactoglobulin films. J of Agric and Food Chem. 48: 6298-6302.
Ulfiah. 2013. Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan
Penambahan Natrium Alginat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

20
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Pati tapioka
(80, 85, 90, 95 dan 100%)

Larutan Pati

Sorbitol
(1% dan 2%) (v/v)

Natrium Alginat
(5, 10, 15 dan 20%)

Pati terplastisasi

Edible film

Analisis film:
Bobot jenis, kuat tarik,
elongasi, termal,
morfologi, gugus
fungsi, permeabilitas
uap air dan aplikasi

21

Lampiran 2 Data ketebalan edible film

Ulangan

100:0

95:5

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rerata ketebalan (mm)

0.030
0.040
0.030
0.030
0.030
0.030
0.030
0.030
0.030
0.030
0.031

0.030
0.030
0.030
0.040
0.030
0.030
0.030
0.030
0.040
0.030
0.032

90:10
Sorbitol 1%
0.030
0.030
0.040
0.040
0.030
0.030
0.030
0.030
0.030
0.040
0.033

pati tapioka:natrium alginat
85:15
80:20
95:5
0.030
0.030
0.030
0.030
0.040
0.030
0.040
0.040
0.040
0.030
0.034

0.030
0.030
0.040
0.030
0.040
0.030
0.030
0.040
0.040
0.030
0.034

0.030
0.030
0.040
0.040
0.040
0.030
0.030
0.030
0.030
0.030
0.033

90:10
85:15
Sorbitol 2%
0.040
0.040
0.030
0.030
0.040
0.030
0.030
0.040
0.040
0.040
0.030
0.030
0.030
0.040
0.030
0.030
0.040
0.030
0.030
0.030
0.034
0.034

80:20
0.030
0.040
0.030
0.040
0.040
0.030
0.040
0.040
0.030
0.030
0.035

22
Lampiran 3 Analisis bobot jenis edible film
Bobot Jenis
(g/mL)

Bobot (g)

Komposisi
W0
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747
11.5747

P1

A1

B1

C1

D1

A2

B2

C2

D2

W1
11.5759
11.5758
11.5757
11.5759
11.5757
11.5758
11.5759
11.5758
11.5759
11.5759
11.5758
11.5758
11.5759
11.5760
11.5758
11.5761
11.5760
11.5761
11.5761
11.5760
11.5760
11.5760
11.5760
11.5759
11.5759
11.5760
11.5759

W2
16.7745
16.7743
16.7744
16.7775
16.7772
16.7774
16.7772
16.7771
16.7772
16.7768
16.7769
16.7768
16.7766
16.7764
16.7764
16.7758
16.7760
16.7759
16.7752
16.7758
16.7755
16.7754
16.7749
16.7751
16.7747
16.7750
16.7749

W3
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773
16.7773

0.2989
0.2673
0.2554
1.1955
0.9057
1.0959
0.9196
0.8430
0.9196
0.7032
0.7306
0.6849
0.6292
0.5887
0.5479
0.4809
0.4981
0.4981
0.3985
0.4625
0.4178
0.4047
0.3500
0.3516
0.3146
0.3597
0.3321

Rerata Bobot
Jenis (g/mL)

0.2739

1.0657

0.8941

0.7062

0.5886

0.4924

0.4263

0.3688

0.3355

Contoh perhitungan densitas (D):
Suhu saat percobaan 28 °C
D1
= 0.99623 g/mL
Da
= 0.00125 g/mL
D=
D=

� −�

� −� − � −�

.



D = 1.1955 g/mL

Rerata D =

. 9

.

.

× [�� − �� ] + ��
9−



+ .9

.

.



.

9

×[0.99623-0.00125]+0.00125

+ . 9 9 g/mL

= 1.0657 g/mL

23
Lampiran 4 Hasil analisis kuat tarik dan persen elongasi
Komposisi
edible film

Panjang (mm)

awal
100
P1
100
100
100
A1
100
100
100
B1
100
100
100
C1
100
100
100
D1
100
100
100
A2
100
100
100
B2
100
100
100
C2
100
100
100
D2
100
100
Contoh perhitungan:
Lebar = 20.00 mm
Tebal = 0.03 mm
Fmaks
τ=
A
4.4489 N
=

20.00 mm × 0.03 mm

= 7.4149 MPa

akhir

Elongasi
(%)

101.94
101.91
101.81
104.26
103.85
104.32
104.02
104.49
104.29
107.30
105.72
105.40
108.93
105.34
104.48
126.02
129.45
118.67
124.92
129.58
122.61
138.40
123.98
120.06
126.69
127.41
128.78

1.94
1.91
1.81
4.26
3.85
4.32
4.02
4.49
4.29
7.30
5.72
5.40
8.93
5.34
4.48
26.02
29.45
18.67
24.92
29.58
22.61
30.40
24.98
27.06
26.69
27.41
28.78

Rerata
elongasi
(%)

Fmaks
(N)

Kuat tarik
(MPa)

1.89

4.4489

7.4149

4.14

15.1083

25.1805

4.27

12.6315

21.0524

6.14

12.1015

20.1692

6.25

11.6422

19.4036

24.71

6.3320

10.5534

25.70

5.0790

8.4650

27.48

4.8967

8.1611

27.63

4.2169

7.0282

%E

= ∆L
×100%
L0
=

101.94 -100
100

×100%

= 1.94%
Rerata elongasi =

1.94 +1.91 +1.81 %

= 1.89%

3

24
Lampiran 5 Spektrum FTIR
Pati Tapioka

Na Alginat

25
lanjutan Lampiran 5
Sorbitol

Pati tapioka: Na Alginat (80:20) dengan 1% Sorbitol

26
Lampiran 6 Hasil uji permeabilitas uar air edible film
Komposisi
P1
A1
B1
C1
D1
A2
B2
C2
D2

Komposisi
P1
A1
B1
C1
D1
A2
B2
C2
D2

Bobot yang hilang (g)
Jam ke-2
Jam ke-3
Jam ke-4
0.0865
0.0809
0.0830
0.1045
0.0957
0.0958
0.0953
0.0930
0.0950
0.0861
0.0894
0.0949
0.0865
0.0805
0.0852
0.0989
0.0935
0.0939
0.1086
0.1060
0.1051
0.0973
0.0970
0.1012
0.0939
0.0911
0.0912

Jam ke-1
0.0813
0.0938
0.1019
0.0909
0.0784
0.1015
0.0772
0.0902
0.0853

Jam ke-1
0.0355
0.0409
0.0445
0.0397
0.0342
0.0443
0.0337
0.0394
0.0372

Laju transmisi uap air (WVTR) (gs-1m-2)
Jam ke-2
Jam ke-3
Jam ke-4
0.0378
0.0353
0.0362
0.0456
0.0418
0.0418
0.0416
0.0406
0.0415
0.0376
0.0390
0.0414
0.0378
0.0351
0.0372
0.0432
0.0408
0.0410
0.0474
0.0463
0.0459
0.0425
0.0423
0.0442
0.0410
0.0398
0.0398

Jam ke-5
0.0861
0.0991
0.0983
0.0911
0.0834
0.0954
0.1438
0.1040
0.1095

Jam ke-5
0.0376
0.0433
0.0429
0.0398
0.0364
0.0416
0.0628
0.0454
0.0478

Permeabilitas uap air (WVP) (gs-1m-1 Pa-1)
Komposisi
P1
A1
B1
C1
D1
A2
B2
C2
D2

Rerata
(g)
0.0836
0.0978
0.0967
0.0905
0.0828
0.0966
0.1081
0.0979
0.0942

Rerata
(gs-1m-2)
0.0365
0.0427
0.0422
0.0395
0.0361
0.0422
0.0472
0.0427
0.0411

Jam ke-1

Jam ke-2

Jam ke-3

Jam ke-4

Jam ke-5

Rerata
(gs-1m-1Pa-1)

0.9239×10-9
1.1004×10-9
1.2328×10-9
1.1330×10-9
0.9772×10-9
1.2279×10-9
0.9623×10-9
1.1243×10-9
1.0945×10-9

0.9830×10-9
1.2259×10-9
1.1529×10-9
1.1978×10-9
1.0782×10-9
1.1965×10-9
1.3536×10-9
1.2128×10-9
1.2048×10-9

0.9194×10-9
1.1227×10-9
1.1251×10-9
1.1143×10-9
1.0034×10-9
1.1311×10-9
1.3212×10-9
1.2090×10-9
1.1689×10-9

0.9432×10-9
1.1238×10-9
1.1493×10-9
1.1829×10-9
1.0620×10-9
1.1360×10-9
1.3100×10-9
1.2614×10-9
1.1702×10-9

0.9785×10-9
1.1626×10-9
1.1892×10-9
1.1355×10-9
1.0395×10-9
1.1541×10-9
1.7924×10-9
1.2963×10-9
1.4050×10-9

0.9496×10-9
1.1471×10-9
1.1699×10-9
1.1527×10-9
1.0320×10-9
1.1691×10-9
1.3479×10-9
1.2208×10-9
1.2087×10-9

27
lanjutan Lampiran 6
Contoh perhitungan:

Bobot yang hilang g
waktu s × luas (m2)
0.0813 g
=
3600 s × 0.000636 m2
= 0.0355 gs-1m-2

Laju Transmisi Uap Air =

Laju Tranmisi Uap Air
× d
S ×(R1-R2)
0.0355 gs-1 m-2
=
× 0.000031 m
6266.13