Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat.

PENCIRIAN EDIBLE FILM TEPUNG TAPIOKA
TERPLASTISASI GLISEROL DENGAN PENAMBAHAN
NATRIUM ALGINAT

ULFIAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pencirian Edible Film
Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2012

Ulfiah
NIM G44104022

ABSTRAK
ULFIAH. Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan
Penambahan Natrium Alginat. Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD
SJAHRIZA.
Edible film tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan
natrium alginat berpotensi menjadi alternatif bahan pengemas biodegradabel. Pada
penelitian ini, gliserol dicampurkan ke dalam larutan tepung tapioka dengan
komposisi tepung tapioka-gliserol 7:3 dan 8:2. Setelah itu, dimasukkan larutan
natrium alginat dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3%. Edible film yang dihasilkan
dianalisis bobot jenis, sifat mekanik, gugus fungsi, morfologi, dan sifat termalnya.
Edible film dengan penambahan natrium alginat 1% pada komposisi tepung
tapioka-gliserol 7:3 menunjukkan kuat tarik dan elongasi tertinggi, berturut-turut

187.50 MPa dan 95.62%. Edible film tidak memperlihatkan pembentukan gugus
fungsi baru, yang menandakan bahwa proses pencampuran berlangsung secara
fisika. Permukaan edible film cukup homogen dengan membentuk pola seperti
jarum. Analisis termal pada komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan
penambahan natrium alginat 1% menunjukkan bobot massa yang hilang berturutturut sekitar 73.92 dan 76.58% dengan suhu transisi kaca 108.00 dan 109.88 °C.
Penggunaan bahan dasar yang tidak berbahaya serta hasil analisis yang memenuhi
standar memberikan bukti bahwa edible film yang dihasilkan bersifat aman bagi
tubuh dan diharapkan dapat dikonsumsi setelah melalui uji toksisitas.
Kata kunci: edible film, gliserol, natrium alginat, polisakarida
.

ABSTRACT
ULFIAH. Characterization of Edible Film from Glycerol Plasticized Tapioca
Starch with Sodium Alginate Addition. Supervised by TETTY KEMALA and
AHMAD SJAHRIZA.
Edible film from glycerol plasticized tapioca starch with sodium alginate
addition can be a potential alternative as biodegradable packing. In this
experiment, glycerol was mixed into tapioca starch solution with tapioca starchglycerol composition of 7:3 and 8:2. Sodium alginate solution was then added
with concentration 0, 1, 2, and 3%. The edible film produced were tested for the
density, mechanical properties, functional groups, morphology, and thermal

properties. The edible film with 1% sodium alginate addition into 7:3 tapiocaglycerol composition, showed the highest tensile strength and elongation at break,
187.50 MPa and 95.62%, respectively. The edible film did not show new
functional group formation, showing that the film was merely a physical mixture.
The edible film’s surface was quite homogenous and formed needles-like pattern.
Thermal analysis to the 8:2 and 7:3 tapioca starch-glycerol composition with 1%
sodium alginate addition showed weight loss approximately 76.58 and 73.92%,
respectively, with the glass transition temperature at 108.00 and 109.88 °C. The
safe raw material used, and the results of analysis which fulfill led the standards
provided evidence that edible film produced was safe for the body and was
expected to be consumed after through the toxicity test.
Keywords: edible film, glycerol, polysaccharide, sodium alginate

PENCIRIAN EDIBLE FILM TEPUNG TAPIOKA
TERPLASTISASI GLISEROL DENGAN PENAMBAHAN
NATRIUM ALGINAT

ULFIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol
dengan Penambahan Natrium Alginat.
Nama
: Ulfiah
NIM
: G44104022

Disetujui oleh

Dr Tetty Kemala, MSi

Pembimbing I

Drs Ahmad Sjahriza
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul Pencirian Edible Film Tepung Tapioka Terplastisasi Gliserol dengan
Penambahan Natrium Alginat. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang
tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Tetty Kemala, M.Si

selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing
kedua yang senantiasa memberikan arahan, semangat, dan doa kepada penulis
selama melaksanakan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Soenarsa, Bapak Mul, dan Bapak Syawal dari Laboratorium Kimia Anorganik,
staf Laboratorium Terpadu, staf Laboratorium Kimia Fisik, serta Ibu Aah dan Mas
Eko dari Komisi Pendidikan Departemen Kimia yang telah membantu selama
penelitian berlangsung dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah, Ibu, Ammar Asy’ari, Dije, serta seluruh keluarga dan
sahabat atas saran, kritik serta semangat selama penelitian.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, November 2012
Ulfiah

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii

PENDAHULUAN
1
METODE
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Pembuatan Edible Film Tepung Tapioka Gliserol dengan Penambahan Natrium
Alginat
2
Analisis Bobot Jenis
2
Analisis Uji Tarik
3
Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
3
Analisis Morfologi dengan SEM
3
Analisis Termal dengan TGA/DTA

3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Edible Film Tepung Tapioka Gliserol dengan Penambahan Natrium Alginat
4
Bobot Jenis
5
Sifat Mekanik
5
Perubahan Gugus Fungsi
7
Morfologi Permukaan
8
Sifat Termal
9
SIMPULAN DAN SARAN
10
Simpulan
10
Saran

10
DAFTAR PUSTAKA
10
RIWAYAT HIDUP
20

DAFTAR GAMBAR
1 Dumbbell
2 Film tepung tapioka-gliserol pada komposisi 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan
konsentrasi natrium alginat 0, 1, 2, dan 3%
3 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan bobot jenis film tepung
tapioka-gliserol komposisi 8:2 dan 7:3
4 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan kuat tarik (MPa) pada
komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2, 7:3 dan tanpa penambahan natrium alginat
(0%)
5 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan elongasi (%) pada komposisi
tepung tapioka-gliserol 8:2, 7:3, dan tanpa penambahan natrium alginat (0%)
6 Foto SEM permukaan tepung tapioka-gliserol pada komposisi 7:3 dengan
penambahan natrium alginat 1% pada perbesaran 5000×
7 Kurva TGA/DTA edible film tepung tapioka-gliserol 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan

penambahan natrium alginat 1%

3
4
5

6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
12
2 Film tepung tapioka-gliserol dengan penambahan natrium alginat pada perbesaran
400× menggunakan mikroskop cahaya
143
3 Hasil analisis bobot jenis film
154
4 Hasil analisis kuat tarik dan elongasi

165
5 Spektrum FTIR
176

PENDAHULUAN
Permasalahan lingkungan yang menyertai penggunaan bahan pengemas
serta semakin terbatasnya minyak bumi mendorong pencarian polimer alternatif
sebagai pengganti polimer sintetik berbasis-minyak bumi untuk bahan pengemas
(Tharanathan 2003). Salah satu jenis kemasan baru yang mempertahankan dengan
baik mutu bahan pangan dan bersifat ramah lingkungan adalah edible film.
Lembaran film ini menjadi bagian integral dari produk pangan dan dapat dimakan
bersama-sama dengan produk tersebut (Pranamuda 2001). Bahan dasar edible film
dapat berupa hidrokoloid (alginat, karaginan, pati) dan lipid (lilin lebah, asam
lemak).
Pati merupakan salah satu polimer alam yang dapat dijadikan bahan baku
alternatif untuk menggantikan polimer sintetik dari minyak bumi (Oakley 2010).
Pati memiliki rumus molekul (C6H10O5)n, mudah terdegradasi, dan dapat
diperbarui. Pati terdiri atas 2 komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan polimer rantai linear dari glukosa dan dihubungkan oleh ikatan
glikosida α-1,4. Amilopektin merupakan polimer bercabang dari glukosa dengan
ikatan glikosida α-1,4 dan β-1,6 (Chaplin 2006). Sifat-sifat pati dipengaruhi oleh
nisbah antara amilosa dan amilopektin (Myllarrinen et al. 2002). Kadar amilosa
pati tapioka berkisar 2027%, sedangkan amilopektin berkisar 7080% (Chaplin
2006). Salah satu jenis pati yang mudah didapatkan adalah pati tapioka yang
merupakan produk olahan dari ubi kayu dan sangat melimpah di alam.
Penelitian terkait edible film pati tapioka telah banyak dikembangkan, antara
lain adalah penggunaannya sebagai pengemas lempuk (Harris 2001). Menurut
Harris (2001), film berbahan pati tapioka tanpa pemlastis akan rapuh. Hasanah
(2012) telah memodifikasi pati tapioka dengan menambahkan pemlastis gliserol.
Plastik yang dihasilkan tidak rapuh, homogen, transparan, namun masih memiliki
sifat mekanik yang rendah. Kuat tarik film yang dihasilkan 58.00 MPa dengan
perpanjangan putus 35.63%. Gliserol diduga dapat berinteraksi kuat dengan
amilosa dan amilopektin sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik film
(Myllarrinen et al. 2002). Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya mengujikan bahan
tambahan yang dapat meningkatkan sifat mekanik film. Dyanzini (2012) telah
berhasil meningkatkan sifat mekanik dan kompatibilitas film dengan
menambahkan poli(asam laktat) (PLA) ke dalam larutan pati tapioka terplastisasi
gliserol. Kemala et al. (2010) berhasil meningkatkan sifat mekanik film pati
terplastisasi gliserol dengan penambahan polistirena. Zhong dan Xia (2008)
berhasil mengurangi sifat rapuh film pati tapioka-gliserol dengan menambahkan
kitosan.
Dalam penelitian ini, tepung tapioka terplastisasi gliserol dimodifikasi
dengan penambahan natrium alginat. Natrium alginat merupakan polimer alam
berbobot molekul tinggi yang mudah menyerap air. Kemampuan menyerap air
dengan baik diharapkan mampu meningkatkan sifat mekanik dan mengurangi sifat
rapuh film yang dihasilkan. Edible film yang dihasilkan kemudian dicirikan sifat
mekaniknya dan diharapkan dapat dijadikan pembungkus bahan makanan yang
dapat dimakan.

2

METODE
Ruang Lingkup Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan edible film tepung
tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan natrium alginat pada berbagai
komposisi. Tahap pencirian meliputi pengukuran uji tarik, analisis gugus fungsi
dengan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), analisis
morfologi dengan mikroskop cahaya dan mikroskop elektron payaran (SEM),
serta analisis termal dengan analisis termogravimetri/analisis termal diferensial
(TGA/DTA). Dilakukan juga penentuan bobot jenis paduan untuk mengetahui
kelenturan molekul dalam menempati ruang.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah piknometer, alat uji tarik Tenso lab-MEY,
spektrofotometer FTIR Shimadzu-60, mikroskop cahaya (Kruss optical
Germany), SEM JSM-6360LA, TGA/DTA (Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, dan
FC-60A), pengaduk magnetik, dan peralatan kaca. Bahan-bahan yang digunakan
adalah tepung tapioka (teknis), gliserol (Merck®), natrium alginat (teknis), dan
akuades.

Pembuatan Edible Film Tepung Tapioka-Gliserol dengan Penambahan
Natrium Alginat (modifikasi Zhong dan Xia 2008).
Komposisi tepung tapioka dan gliserol dalam penelitian ini ialah 8:2 dan 7:3
(Lampiran 1). Tepung tapioka dilarutkan dengan akuades dan diaduk sampai
homogen. Selanjutnya gliserol dimasukkan dan kembali diaduk hingga homogen
sambil dipanaskan sampai suhu 40 °C. Setelah itu, natrium alginat ditambahkan
dengan komposisi 0, 1, 2, dan 3% ke dalam larutan tepung tapioka terplastisasi
gliserol dan diaduk lagi hingga homogen menggunakan pengaduk magnetik
dengan pemanasan mencapai suhu 6570 °C. Setelah homogen, larutan film yang
terbentuk didiamkan selama 10 menit agar terbebas dari gelembung udara dan
dicetak pada pelat kaca. Film lalu dikeringudarakan selama 24 jam dan dilepaskan
untuk dianalisis uji tarik, gugus fungsi, morfologi, bobot jenis, dan analisis termal
(Ningsih 2011).

Analisis Bobot Jenis (Kemala 2010)
Setiap sampel film dipotong dengan ukuran yang seragam menggunakan
pembolong kertas. Bobot kosong piknometer ditimbang (W0). Potongan sampel
dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang (W1). Akuades ditambahkan ke
dalam piknometer yang telah berisi potongan sampel hingga tidak terdapat
gelembung udara dan ditimbang (W2). Piknometer yang hanya berisi akuades juga
ditimbang (W3). Bobot jenis sampel ditentukan melalui persamaan

3

[

]

Keterangan:
D = bobot jenis contoh (g/mL)
D1= bobot jenis air pada suhu 28 °C = 0.99623 g/mL
Da= bobot jenis udara pada suhu 28 °C = 0.00125 g/mL

Analisis Uji Tarik (ASTM D638 2005)
Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 30 mm dan
lebar 10 mm dan dibentuk seperti dumbbell (Gambar 1). Kedua ujung sampel film
dijepit pada mesin penguji. Selanjutnya panjang awal dicatat dan ujung tinta
pencatat diletakkan pada posisi 0 dalam grafik. Tombol start ditekan dan alat akan
menarik sampel sampai putus. Pengukuran uji tarik ini akan menghasilkan data
kuat tarik dan elongasi.

Gambar 1 Dumbbell

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR (Averous 2004)
Film ditempatkan dalam tempat contoh dan spektrum FTIR direkam pada
suhu ruang. Hasil yang didapat berupa spektrum hubungan bilangan gelombang
dengan persen transmitans.

Analisis Morfologi dengan SEM
Film dimasukkan dalam tempat contoh dengan perekat ganda dan dilapisi
dengan logam emas pada keadaan vakum. Sampel yang telah dilapisi diamati
menggunakan SEM dengan tegangan 10 kV. Hasil yang didapat kemudian
dicetak.

Analisis Termal dengan TGA/DTA
Film tepung tapioka-gliserol dengan penambahan natrium alginat ditimbang
sebanyak 2025 mg. Setelah itu, digerus dalam lumpang dan dicetak pada pelat
platinum untuk dilakukan analisis termal. Kondisi alat diatur dan dioperasikan
pada suhu 0400 °C dengan kecepatan pemanasan 20 °C per menit. Hasil analisis
termal berupa kurva hubungan waktu dengan suhu. Standar Al(OH)3 digunakan
sebagai pembanding dalam alat ini.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Edible Film Tepung Tapioka-Gliserol dengan
Penambahan Natrium Alginat
Edible film dibuat dengan terlebih dahulu memplastisasi larutan tepung
tapioka menggunakan pemlastis gliserol. Larutan tepung tapioka terplastisasi
gliserol kemudian dicampurkan dengan larutan natrium alginat pada konsentrasi
0, 1, 2, dan 3%. Proses plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul
pemlastis ke dalam fase polimer. Apabila pemlastis mempunyai gaya interaksi
dengan polimer, maka proses dispersi akan berlangsung dan terbentuk larutan
polimer terplastisasi yang kompatibel. Kompatibilitas film dapat dianalisis secara
kualitatif melalui pengamatan secara visual. Semakin kompatibel film, semakin
homogen film yang dihasilkan (Kemala 2010). Hasil pengamatan pada Gambar 2
diperoleh dengan menggunakan kamera digital.

(a)

(0%)

(1%)

(2%)

(3%)

(0%)

(1%)

(2%)

(3%)

(b)

Gambar 2 Film tepung tapioka-gliserol pada komposisi 8:2 (a) dan 7:3 (b) dengan
konsentrasi natrium alginat 0, 1, 2, dan 3%
Film tampak tidak berwarna dan cenderung transparan. Ketika disentuh,
film terasa licin dan memiliki tingkat kerapuhan yang beragam. Film tanpa
penambahan natrium alginat (0%) kuat, halus, dan transparan. Hal ini disebabkan
gliserol selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati dalam air (Firdaus
et al. 2008) melalui ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pati dan gugus
hidroksil gliserol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna putih
menjadi transparan.
Film pada komposisi tepung tapioka-gliserol 7:3 memiliki struktur yang
lebih baik dibandingkan dengan film pada komposisi 8:2 untuk konsentrasi
natrium alginat yang sama (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan penambahan
natrium alginat dalam konsentrasi berlebih akan menghasilkan film yang relatif
lebih kuat. Semakin besar konsentrasi natrium alginat yang ditambahkan,
viskositas film yang dihasilkan akan semakin tinggi sehingga mampu
meningkatkan sifat mekanik film tepung tapioka terplastisasi gliserol.

5

Bobot Jenis

Bobot jenis (g/mL)

Natrium alginat yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot jenis
1.601 g/mL, sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Kurniasari dan Fithri
(2010). Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dan 8:2 tanpa penambahan natrium
alginat masing-masing memiliki bobot jenis 0.1761 dan 0.1780 g/mL (Gambar 3
dan Lampiran 3). Penambahan natrium alginat 1, 2, dan 3% meningkatkan bobot
jenis berturut-turut menjadi 1.8718, 1.8491, dan 1.8254 g/mL untuk komposisi
tepung tapioka-gliserol 7:3, serta menjadi 1.8917, 1.8892, dan 1.8706 g/mL untuk
komposisi 8:2. Berdasarkan data tersebut, bobot jenis film tepung tapioka-gliserol
7:3 dan 8:2 cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan natrium
alginat. Hal ini disebabkan menurunnya keteraturan penyusunan molekul dalam
film. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kemala (2010). Selain itu, peningkatan
konsentrasi natrium alginat yang bersifat amorf menyebabkan interaksi antar
rantai utama polimer berkurang sehingga merenggangkan rantai-rantai polimer
dalam film. Penambahan pemlastis gliserol juga didapati menurunkan bobot jenis
film yang dihasilkan. Pemlastis dapat mengubah sifat mekanik film dengan
mengurangi kohesi dan ketahanan mekanik rantai polimer.
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

1

2

3

Konsentrasi natrium alginat (%)

Gambar 3 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan bobot jenis film
tepung tapioka-gliserol komposisi 8:2 dan 7:3

Sifat Mekanik
Uji tarik memberikan informasi tentang sifat mekanik suatu bahan polimer,
yaitu kuat tarik dan perpanjangan putus (elongasi). Kuat tarik adalah tegangan
maksimum spesimen untuk menahan gaya yang diberikan sebelum putus,
sedangkan elongasi merupakan perubahan panjang maksimum yang dialami
spesimen pada saat ditarik sampai putus. Berdasarkan Gambar 4, penambahan
natrium alginat sebesar 1% menghasilkan kuat tarik terbesar, yaitu 187.50 MPa.
Menurut Hasanah (2012), film tepung tapioka-gliserol tanpa penambahan natrium
alginat (0%) menghasilkan kuat tarik 58.00 MPa. Berdasarkan data tersebut,
natrium alginat meningkatkan kuat tarik tepung tapioka-gliserol.

6

Kuat Tarik (MPa)

200
150
100
50
0
0
1
2
Konsentrasi natrium alginat (%)

3

Gambar 4 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan kuat tarik (MPa)
pada komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 , 7:3 , dan tanpa
penambahan natrium alginat (0%)
Natrium alginat memiliki kemampuan yang baik untuk mengikat air.
Penambahan natrium alginat dengan jumlah yang berbeda akan memengaruhi
pengikatan air pada film. Semakin sedikit natrium alginat yang ditambahkan,
pengikatan air akan menurun sehingga kandungan air pada film akan berkurang.
Hal ini mengakibatkan kuat tarik film akan semakin besar. Penambahan natrium
alginat juga akan menyebabkan interaksi rantai-rantai polimer semakin kuat
sehingga akan menurunkan kuat tarik film.
Hasil uji elongasi ditunjukkan pada Gambar 5. Hasanah (2012) melaporkan
bahwa film tepung tapioka-gliserol tanpa penambahan natrium alginat (0%)
menghasilkan elongasi sebesar 35.63%. Berdasarkan data tersebut, penambahan
natrium alginat juga meningkatkan nilai elongasi. Film tepung tapioka-gliserol 7:3
dengan penambahan natrium alginat 1% memiliki nilai elongasi terbesar, yaitu
95.62%, sedangkan elongasi terendah dimiliki oleh film tepung tapioka-gliserol
8:2 dengan penambahan natrium alginat 3% (Lampiran 4). Komposisi maksimum
natrium alginat telah dilaporkan menghasilkan larutan film yang sangat kental
sehingga film yang terbentuk lebih tebal daripada komposisi lainnya
(Prasetyaningrum et al. 2010). Film tebal memiliki elastisitas yang rendah
sehingga bersifat kaku. Pengaruh ini dikarenakan natrium alginat merupakan
hidrokoloid yang apabila dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan film akan
menghasilkan struktur matriks yang kokoh, sehingga film menjadi kaku dan
mudah patah.

7

120

Elongasi (%)

100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

Konsentrasi natrium alginat (%)

Gambar 5 Hubungan konsentrasi natrium alginat (%) dengan elongasi (%) pada
komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 ,7:3 dan tanpa penambahan
natrium alginat (0%)

Perubahan Gugus Fungsi
Analisis film dengan FTIR bertujuan menentukan interaksi yang terjadi
pada film. Pemaduan secara fisika atau kimia dapat dianalisis dari puncak-puncak
gugus fungsi yang terbentuk. Munculnya gugus fungsi baru pada spektrum film
menandakan terbentuknya interaksi secara kimia, sedangkan pemaduan secara
fisika ditandai dengan penggabungan gugus-gugus fungsi antara komponenkomponen penyusun film (Harvey 2000).
Lampiran 5 secara berurutan menunjukkan pola spektrum FTIR tepung
tapioka, gliserol, tepung tapioka terplastisasi gliserol, natrium alginat, dan film
tepung tapioka terplastisasi gliserol dengan penambahan natrium alginat.
Berdasarkan Tabel, gugus fungsi yang teramati pada tepung tapioka terplastisasi
gliserol dan natrium alginat muncul kembali pada spektrum film dengan puncak
yang hampir sama. Selain itu, spektrum pada film tidak memperlihatkan puncakpuncak baru yang menandakan bahwa interaksi dalam film terjadi secara fisika.

Morfologi Permukaan
Foto SEM memperlihatkan morfologi permukaan pada film. Film yang
dianalisis adalah yang paling homogen, yaitu film dengan komposisi tepung
tapioka-gliserol 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1%. Foto SEM pada
Gambar 6 dengan pembesaran 5000× memperlihatkan struktur permukaan yang
berbentuk jarum. Hal ini terjadi karena persaingan dengan molekul natrium
alginat untuk berikatan dengan molekul air sehingga natrium alginat tercampur
secara homogen dan membentuk pola seperti jarum. Tingkat kelarutan natrium
alginat dan hidrokoloid lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
pengadukan dan lamanya pengadukan, ukuran partikel natrium alginat, serta
adanya senyawa-senyawa lain seperti garam NaCl (King 1983).

8

Tabel Hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR
Sampel

Tepung
tapioka

Gliserol
Tepung
tapioka
terplastisasi
gliserol

Natrium
alginat
Film tepung
tapioka
terplastisasi
gliserolnatrium
alginat

Gambar 6

Bilangan
gelombang
(cm-1)
3240.40
2931.80
1200.56
860.25
3452.58
2941.44
852.54
3363.86
2931.80
1242.16
856.39
3422.71
1638.26
1417.03
1108.27
3356.14
2931.80
1639.49
1426.13
1242.46
856.39

Gugus fungsi
regangan OH
regangan CH
regangan COC
tekuk CH2
regangan OH
regangan CH
tekuk CH2
regangan OH
regangan CH
regangan COC
tekuk CH2
regangan OH
C=O (asam)
regangan CO karboksilat
regangan COC
regangan OH
regangan CH
C=O (asam)
regangan CO karboksilat
regangan COC
tekuk CH2

Pustaka
(Lambert et al.
1998)
31003700
20003000
10001300
810933
31003700
28003000
810933
31003700
28003000
10001300
810933
31003700
16301650
13001450
10001300
31003700
28003000
16201640
13001450
10001300
810933

Foto SEM permukaan tepung tapioka-gliserol pada komposisi 7:3
dengan penambahan natrium alginat 1% pada perbesaran 5000×

9

Sifat Termal
Analisis termal merupakan pengukuran sifat fisik dan kimia bahan polimer
sebagai fungsi suhu. Pada penelitian ini, film tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3
dengan penambahan natrium alginat 1% dianalisis dengan TGA/DTA. TGA
merupakan pengukuran perubahan massa contoh sebagai fungsi suhu secara
kontinu dengan kecepatan tetap. DTA merupakan pengukuran panas yang diserap
atau dibebaskan oleh contoh yang diamati dengan cara mengukur perbedaan suhu
antara contoh dan pembanding sebagai fungsi suhu. Hasil TGA dari kedua film
bersifat endotermik karena kurva berada di bawah garis pembanding (Al(OH)3)
(Gambar 7). Sifat endotermik menunjukkan bahwa film dapat menyerap panas
dengan perubahan entalpi (∆H) bernilai positif. Hasil TGA menunjukkan bobot
massa yang hilang sekitar 18.74 mg (73.98%) dan 18.35 mg (76.58%) berturutturut pada komposisi film tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan
natrium alginat 1%.

Gambar 7 Kurva TGA/DTA edible film tepung tapioka-gliserol 8:2 (a) dan 7:3 (b)
dengan penambahan natrium alginat 1%.
Keterangan:
suhu transisi kaca
suhu pelelehan
suhu oksidasi
Gambar 7 memperlihatkan proses hilangnya komponen penyusun film
secara bertahap akibat pemanasan. Proses ini menunjukkan terjadinya perubahan
stabilitas termal akibat adanya gliserol sebagai pemlastis. Firdaus et al. (2008)
melaporkan bahwa penambahan gliserol akan menurunkan stabilitas termal.
Gliserol sangat memengaruhi suhu transisi kaca dan stabilitas campuran.
Secara umum, kurva DTA menunjukkan suhu transisi yang tidak tajam,
tetapi cenderung melebar, seperti yang dilaporkan Rienovar (2003). Kurva DTA
pada film dengan komposisi tepung tapioka-gliserol 8:2 dan penambahan natrium
alginat 1%, menunjukkan suhu transisi kaca, pelelehan, dan oksidasi berturut-turut
pada suhu 108.00, 285.75, dan 336.04 °C. Film dengan komposisi tepung tapiokagliserol 7:3 dan penambahan natrium alginat 1% menunjukkan suhu transisi kaca,
pelelehan, dan oksidasi berturut-turut pada suhu 109.88, 291.01, dan 320.11° C.
Menurut Mark (1999), pati memiliki suhu transisi kaca 105185 °C. Hal ini
menunjukkan bahwa film tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan
natrium alginat 1% mengalami penurunan suhu transisi kaca (Tg) akibat adanya
pemlastis. Menurut Rabek (1983), penambahan pemlastis yang semakin banyak
akan semakin menurunkan suhu transisi kaca. Menurut Robet et al. (2003),
pemlastis yang ditambahkan ke dalam suatu polimer akan larut dalam setiap rantai
polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan menurunkan
suhu transisi kaca dan suhu pelelehan polimer. Hal ini disebabkan pemlastis dapat

10

menurunkan interaksi antarmolekul pada rantai polimer sehingga derajat
kebebasan rantai polimer meningkat dan entropi sistem bertambah. Akibatnya
polimer akan lebih mudah mengalami perubahan menjadi amorf.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Edible film dengan penambahan natrium alginat 1% pada komposisi tepung
tapioka-gliserol 7:3 menghasilkan kuat tarik tertinggi 187.50 MPa dan elongasi
tertinggi 95.62%. Hasil analisis spektrum FTIR menunjukkan bahwa edible film
yang terbentuk terjadi secara fisika. Penambahan konsentrasi natrium alginat
dapat menurunkan bobot jenis, kuat tarik, dan elongasi. Analisis termal film
tepung tapioka-gliserol 8:2 dan 7:3 dengan penambahan natrium alginat 1%
menunjukkan bobot massa yang hilang masing-masing sekitar 76.58 dan 73.92%
dengan suhu transisi kaca pada 108.00 dan 109.88 °C. Mikrostruktur permukaan
film dengan komposisi 7:3 cukup homogen dengan membentuk pola seperti
jarum. Penelitian ini telah mengindikasikan bahwa edible film yang dihasilkan
bersifat aman bagi tubuh dan diharapkan dapat dikonsumsi setelah melalui uji
toksisitas.
Saran
Perlu dilakukan uji permeabilitas untuk mengukur ketahanan film terhadap
uap air. Selain itu, perlu dilakukan analisis sinar-X untuk mengetahui unsur-unsur
yang terkandung dalam film. Pengujian LC50 dan LD50 juga perlu diperlukan
untuk menentukan pengaruh toksisitas film di dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] America Society for Testing and Materials. 2005. Standard Test Methods
for Tensile Properties of Thin Plastic Sheeting. Philadelphia (US): ASTM.
Averous L. 2004. Biodegradable multiphase systems based on plasticized starch:
review. Macromol Sci. 12(2):123-130.
Chaplin M. 2006. Starch as an ingredients: manufacture and applications. Di
dalam: Eliasson AC, editor. Starch in Food: Structure, Function, and
Application. Boca Raton (US): CRC Pr.
Dyanzini AM. 2012. Pencirian plastik antioksidan paduan poliasam laktat-lilin
lebah dengan penambahan pemlastis gliserol [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Firdaus F, Mulyaningsih S, Anshory H. 2008. Sintesis film kemasan ramah
lingkungan dari komposit pati, khitosan, dan asam polilaktat dengan
pemlastis gliserol: studi morfologi dan karakteristik mekanik. Logika.
5(2):1-14.

11

Harris H. 2001. Penggunaan edible film dari pati tapioka untuk pengemas lempuk.
J Sains Mat Indones. 3(2):99-106.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York (US): Mc Graw-Hill.
Hasanah N. 2012. Pembuatan dan pencirian plastik pati tapioka dengan pemlastis
gliserol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kemala T, Fahmi MS, Achmadi SS. 2010. Pembuatan dan pencirian paduan
polistirena-pati . Indones J Mat Sci.12(1):30-35.
King AH. 1983. Cara Mengekstraksi Ganggang Laut Cokelat. Jana M,
penerjemah. Semarang (ID): Undip Pr. Terjemahan dari: Food
Hydrocolloids.
Kurniasari K, Fithri DWN. 2010. Optimasi penambahan alginat sebagai emulsifier
pada susu kedelai dengan variasi kecepatan, waktu dan suhu pengadukan
[skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Lambert JB, Shurvell HF, Lightner DA, Cooks RG. 1998. Organic Structural
Spectroscopy. New Jersey (US): Prentice Hall.
Mark J. 1999. Polymer Data Handbook. New York (US): Oxford University.
Myllarinen P, Riita P, Jukka S, Pirkko F. 2002. Effect of glycerol on behaviour of
amylose and amylopectin films. Carbohydr Polym. 50(3):355-361.
Ningsih PR. 2011. Pembuatan dan pencirian paduan poliasam laktat-lilin lebah
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oakley P. 2010. Reducing the water absorption of thermoplastic starch processed
by extrusion [tesis]. Toronto (CA): University of Toronto.
Pranamuda H. 2001. Pengembangan bahan plastik biodegradable berbahan baku
pati tropis. Di dalam: Seminar Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21; 2001
Feb 1-14; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Sinergy Forum-PPI Tokyo
Institute of Technology. hlm 1-6.
Prasetyaningrum A, Rokhati N, Kinasih DN, Wardhani DF. 2010. Karakterisasi
bioactive edible film dari komposit alginat dan lilin lebah sebagai bahan
pengemas makanan biodegradabel [skripsi]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.
Rabek JF. 1983. Experimental Methods in Polymer Chemistry: Physical
Principles and Application. New York (US): J Wiley.
Rienovar. 2003. Tapioka terasetilasi sebagai bahan baku polimer biodegradabel
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Robert ADG, Andre PK, Lean PBMJ. 2003. Material properties and glass
transition temperature of different thermoplastic starches after extrusion
processing. Starch/Starke. 55(5):80-86.
Tharanathan RN. 2003. Biodegradable film and composite coatings: past, present,
and future. Trends Food Sci Technol. 14(3):71-78.
Zhong QP, Xia WS. 2008. Physicochemical properties of edible and preservative
films from chitosan/cassava starch/gelatin blend plasticized with glycerol.
Food Technol Biotechnol. 46(3):262-269.
.

13

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Tepung tapioka

Gliserol

Tepung tapioka
terplastisasi gliserol
7:3 dan 8:2

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Natrium alginat
0, 1, 2, 3%

Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 0% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 1% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 2% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 7:3 dengan 3% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 0% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 1% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 2% natrium alginat
Film tepung tapioka-gliserol 8:2 dengan 3% natrium alginat

Penentuan bobot
jenis

FTIR
SEM

Uji tarik

TGA/DTA

14

Lampiran 2 Film tepung tapioka-gliserol dengan penambahan natrium alginat
pada perbesaran 400× menggunakan mikroskop cahaya
Film tepung tapioka-gliserol 7:3

(a)

(b)

(c)

Film tepung tapioka-gliserol 8:2

(a)

Keterangan:

(b)

(a) natrium alginat 1%
(b) natrium alginat 2%
(c) natrium alginat 3%

(c)

15

Lampiran 3 Hasil analisis bobot jenis film
a Sebelum penambahan natrium alginat
Komposisi
tepung tapioka
terplastisasi
7:3
8:2

W0

W1

W2

W3

11.4843 11.4930 21.4583 21.4991
11.4843 11.4932 21.4579 21.4991

Densitas
(g/mL)
0.1761
0.1780

b Setelah penambahan natrium alginat
Komposisi
film
7:3

8:2

W0

W1

W2

W3

11.4843
11.4843
11.4843
11.4843
11.4843
11.4843

11.4890
11.4869
11.4865
11.4919
11.4991
11.4905

21.5013
21.5003
21.5001
21.5027
21.5061
21.5020

21.4991
21.4991
21.4991
21.4991
21.4991
21.4991

Densitas
(g/mL)
1.8718
1.8491
1.8254
1.8917
1.8892
1.8706

Contoh perhitungan:
Suhu pada saat percobaan 28 °C
W0 = 11.4843
W3 = 21.4991
D1 = 0.99623 g/mL
Da = 0.00125 g/mL

( 14

1

(11 4
11 4 4

D = 1.8718 g/mL

]

[

11 4 4
( 1 1

11 4

1

1

16

Lampiran 4 Hasil analisis kuat tarik dan elongasi
Komposisi
film
7:3

8:2

Natrium
alginat
(%)
1
2
3
1
2
3

Ketebalan
(mm)
0.08
0.09
0.11
0.11
0.14
0.16

Contoh perhitungan:
Panjang awal
= 30.00 mm
Lebar awal
= 10.00 mm

τ
1
mm

1

187.50 MPa

mm

F
maks
(N)
150
130
124
142
132
118

Panjang
awal
(mm)
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00
30.00

Panjang
akhir
(mm)
58.68
54.96
51.51
52.54
48.69
44.81

Kuat
tarik
(MPa)
187.50
144.44
112.73
129.09
94.28
73.75

Elongasi (%)
95.62
83.21
71.71
75.12
62.32
49.36

17

Lampiran 5 Spektrum FTIR
Tepung tapioka

Gliserol

18

lanjutan Lampiran 5
Tepung tapioka terplastisasi gliserol

Natrium alginat

19

lanjutan Lampiran 5
Film tepung tapioka-natrium alginat

Keterangan:

Tepung tapioka terplastisasi gliserol
Tepung tapioka terplastisasi gliserol-natrium alginat

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 1989 dari pasangan
H Cecep Warlan dan Hj Listianah. Penulis merupakan putri ketiga dari empat
bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 54 Jakarta. Pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor untuk
program Diploma melalui jalur seleksi raport.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan
magang mandiri di Perusahaan Aneka Tambang (ANTAM) pada tanggal
12 Juni 8 Agustus 2008. Tahun 2010, penulis melaksanakan kegiatan praktik
kerja lapangan di PT Coca-Cola Amatil Indonesia (CCIA), Cibitung dengan judul
laporan “Analisis Bakal Awal Botol (Preform) Berbahan Dasar Resin
Polyethylene Terephthalate (PET ” Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat
sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selain itu, penulis pernah
bekerja di Badan Narkotika Nasional pada periode Juni Desember 2011.