Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dan Dedak Dengan Penambahan Gliserin Sebagai Kulit Risol Dan Pengaruh Akibat Penggorengan

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG TAPIOKA DAN DEDAK
DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN
PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

SKRIPSI

EVI JUWITA SARI
080822019

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG TAPIOKA DAN DEDAK
DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN
PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains


EVI JUWITA SARI
080822019

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

PERSETUJUAN

Judul

Kategori
Nama
Nomor Induk Mahasiswa
Program Studi
Departemen
Fakultas


: PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG
TAPIOKA
DAN
DEDAK
DENGAN
PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT
RISOL
DAN
PENGARUH
AKIBAT
PENGGORENGAN
: SKRIPSI
: EVI JUWITA SARI
: 080822019
: SARJANA (S1) KIMIA
: KIMIA
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA


Disetujui di
Medan, Mei 2011

Komisi Pembimbing
Pembimbing II

Dr.Rumondang Bulan Nst, MS
NIP: 195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr.Rumondang Bulan Nst, MS
NIP 195408301985032001

Pembimbing I

Dra.Emma Zaidar, Msi
NIP: 195509181987012001


PERNYATAAN

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG TAPIOKA DAN DEDAK
DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN
PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

EVI JUWITA SARI
080822019

PENGHARGAAN

Puji syukur hanya milik Allah SWT yang kerajaanNya meliputi langit dan

bumi, atas rahmat, ridho dan hidayahNya yang telah dilimpahkan selama ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat.
Selama proses pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda
Jono dan Ibunda Syiam atas kasih sayang, dukungan serta doa yang tulus untuk
penulis. Penulis juga sangat berterima kasih kepada ibu Dra.Emma Zaidar,MSi selaku
dosen pembimbing I dan ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,MS selaku dosen pembimbing
2 yang telah memberikan nasehat dan bimbingan dari masa perkuliahan hingga masa
penelitian dan penyusunan skripsi, juga kepada ketua jurusan Departemen Kimia yaitu
ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,MS dan bapak Drs.Albert Pasaribu,MSc selaku
sekretaris Departemen Kimia, staf dan karyawan departemen kimia serta rekan-rekan
asisten Laboratorium Biokimia/KBM dan Polimer di Fakultas FMIPA USU.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada adikku Putra, abangku Hasbi,
teman penelitaanku Febri, dan rekan-rekan mahasiswa, sahabatku Indah, Riri, serta
pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
serta dukungan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan tersebut, Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan saran, kritik serta masukan yang membangun sehingga skripsi ini
menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

ABSTRAK

Penelitian tentang pembuatan edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin sebagai pemlastis yang akan diaplikasikan sebagai pengganti
kulit risol. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat, dan uji organoleptik ( tekstur, warna, rasa, dan aroma ).
Kadar air ditentukan dengan metode termogravimetri, kadar abu ditentukan dengan
metode gravimetri, kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldhal, kadar lemak
ditentukan dengan metode soxhlet, kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by
difference, uji organoleptik ditentukan dengan skala hedonik. Dari hasil analisa edible
film sebelum diaplikasikan sebagai kulit risol diperoleh kadar air 13,23 %, kadar abu
3,92 %, kadar protein 2,048, kadar lemak 1,64%, kadar karbohidrat 79,162 %, dan
hasil analisa pada edible film setelah diaplikasikan sebagai kulit risol diperoleh kadar
air 11,3231 %, kadar abu 41,3150 %, kadar protein 1,6644 %, kadar lemak 38,0282
%, kadar karbohidrat 7,6692 %. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kandungan gizi
dari edible film sebelum digoreng sebagai kulit risol lebih tinggi dibandingkan dengan
kulit risol setelah digoreng.


MANUFACTURE OF EDIBLE FILMS FROM STARCH AND BRAN WITH
THE ADDITION Of GLYCERIN AS A SKIN RISOL AND THE INFLUENCE
DUE TO THE FRYING PAN

ABSTRACT

Research on the manufacture of edible films from starch and bran with the addition of
glycerine as pemlastis that will be applied as a skin substitute risol. The parameters
analyzed were moisture content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate
content, and organoleptic test (texture, color, taste, and aroma). The water content
determined using Thermogravimetric, ash content determined by gravimetric method,
protein content determined using Kjeldhal, fat content is determined using the soxhlet,
carbohydrate levels are determined by the method by difference, is determined by
organoleptic test hedonic scale. From the analysis before it is applied as an edible film
obtained risol skin moisture content 13.23%, 3.92% ash content, protein content of
2.048, 1.64% fat content, carbohydrate content of 79.162%, and the results of the
analysis in edible film after application as risol skin moisture content obtained
11.3231%, 41.3150% ash content, protein content was 1.6644%, 38.0282% fat
content, carbohydrate content of 7.6692%. From the results showed that the nutrient

content of edible film before being fried as skin risol higher than risol skin after being
fried.

DAFTAR ISI

Persetujuan
Pernyataan
Penghargaan
Abstrak
Abstract
Daftar isi
Daftar gambar
Daftar tabel

Halaman
ii
iii
iv
vi
vii

viii
x
xi

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1.2 Perumusan masalah
1.3 Pembatasan masalah
1.4 Tujuan penelitian
1.5 Manfaat penelitian
1.6 Lokasi penelitian
1.7 Metodologi penelitian

1
3
3
3
4
4
4


Bab II Tinjauan pustaka
2.1 Edible film
2.2 Metode pembuatan edible film
2.3 Tepung
2.3.1 Tepung tapioka
2.3.2 Kandungan gizi tepung tapioka
2.4 Dedak
2.5 Karbohidrat
2.5.1 Analisa karbohidrat
2.6 Protein
2.6.1 Analisa protein
2.6.1.1 Tahap destruksi
2.6.1.2 Tahap destilasi
2.6.1.3 Tahap Titrasi
2.7 Lemak
2.7.1 Analisa lemak
2.8 Abu
2.8.1 Analisa abu
2.9 Air

2.9.1 Analisa air
2.10 Uji organoleptik

5
7
8
8
9
9
10
11
11
12
12
12
13
13
14
14
14
15
15
15

Bab III Bahan dan Metodologi Penelitian
3.1 Bahan
3.2 Alat
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan reagen
3.3.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 30%
.
3.3.1.2 Pembuatan Larutan H3BO3 2% (b/v)
3.3.1.3 Pembutan Indikator campuran
3.3.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N (v/v)
3.3.2 Pembuatan Edible Film
3.3.3 Penentuan Kadar Protein
3.3.4 Penentuan Kadar Air
3.3.5 Penentuan Kadar Abu
3.3.6 Penentuan Kadar Lemak
3.3.7 Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference)
3.3.8 Penentuan Nilai Organoleptik
3.3.9 Pengukuran Ketebalan
3.3.10 Pembuatan Risol
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Edible Film
3.4.2.Penentuan Kadar Protein
3.4.3. Penentuan Kadar Air
3.4.4. Penentuan Kadar Abu
3.4.5. Penentuan Kadar Lemak
3.4.6 Penentuan Kadar Karbohidrat
3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik
3.4.8 Pembuatan Risol

16
16
18
18
18
18
18
18
18
19
19
19
19
20
20
20
20
21
21
22
23
24
25
26
26
27

Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1 Penentuan Ketebalan
4.1.2 Perhitungan Kadar Air
4.1.3 Perhitungan Kadar Abu
4.1.4 Perhitungan Kadar Protein
4.1.5 Perhitungan Kadar Lemak
4.1.6 Perhitungan Kadar Karbohidrat (by difference)
4.2 Analisa data hasil penelitian
4.2.1 Analisa data untuk kadar air
4.2.2 Analisa data untuk kadar abu
4.2.3 Analisa data untuk kadar protein
4.2.4 Analisa data untuk kadar lemak
4.2.5 Analisa data untuk kadar karbohidrat

28
28
28
29
29
30
31
33
33
34
36
38
40

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh penggorengan terhadap kadar air edible film
dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol
4.3.2 Pengaruh penggorengan terhadap kadar abu edible film
dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol
4.3.3 Pengaruh penggorengan terhadap kadar lemak edible
film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol
4.3.4 Pengaruh penggorengan terhadap kadar protein edible
film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol
4.3.5 Pengaruh penggorengan terhadap kadar karbohidrat edible
film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

42
42
42
42
43
43

Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

44
44

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

47

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Komposisi zat gizi tepung tapioka (per 100 gram)
Tabel 2.2 Kandungan nutrisi dedak
Tabel 3.1 Uji skala hedonik
Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak
sebagai kulit risol sebelum proses penggorengan
Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak
sebagai kulit risol setelah proses penggorengan
Tabel 1. Harga erf (t) atau ert (hx) dari harga T
Tabel 2. Data hasil uji organoleptik terhadap tekstur kulit risol dari
tepung tapioka dan dedak setelah digoreng
Tabel 3. Data hasil uji organoleptik terhadap warna kulit risol dari
tepung tapioka dan dedak setelah digoreng
Tabel 4. Data hasil uji organoleptik terhadap rasa kulit risol dari
tepung tapioka dan dedak setelah digoreng
Tabel 5. Data hasil uji organoleptik terhadap aroma kulit risol dari
tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

9
10
20
32
32
48
49
49
50
50

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin

51

Gambar 2. edible film yang telah dimanfaatkan sebagai pengganti

51

kulit risol

ABSTRAK

Penelitian tentang pembuatan edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin sebagai pemlastis yang akan diaplikasikan sebagai pengganti
kulit risol. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat, dan uji organoleptik ( tekstur, warna, rasa, dan aroma ).
Kadar air ditentukan dengan metode termogravimetri, kadar abu ditentukan dengan
metode gravimetri, kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldhal, kadar lemak
ditentukan dengan metode soxhlet, kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by
difference, uji organoleptik ditentukan dengan skala hedonik. Dari hasil analisa edible
film sebelum diaplikasikan sebagai kulit risol diperoleh kadar air 13,23 %, kadar abu
3,92 %, kadar protein 2,048, kadar lemak 1,64%, kadar karbohidrat 79,162 %, dan
hasil analisa pada edible film setelah diaplikasikan sebagai kulit risol diperoleh kadar
air 11,3231 %, kadar abu 41,3150 %, kadar protein 1,6644 %, kadar lemak 38,0282
%, kadar karbohidrat 7,6692 %. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kandungan gizi
dari edible film sebelum digoreng sebagai kulit risol lebih tinggi dibandingkan dengan
kulit risol setelah digoreng.

MANUFACTURE OF EDIBLE FILMS FROM STARCH AND BRAN WITH
THE ADDITION Of GLYCERIN AS A SKIN RISOL AND THE INFLUENCE
DUE TO THE FRYING PAN

ABSTRACT

Research on the manufacture of edible films from starch and bran with the addition of
glycerine as pemlastis that will be applied as a skin substitute risol. The parameters
analyzed were moisture content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate
content, and organoleptic test (texture, color, taste, and aroma). The water content
determined using Thermogravimetric, ash content determined by gravimetric method,
protein content determined using Kjeldhal, fat content is determined using the soxhlet,
carbohydrate levels are determined by the method by difference, is determined by
organoleptic test hedonic scale. From the analysis before it is applied as an edible film
obtained risol skin moisture content 13.23%, 3.92% ash content, protein content of
2.048, 1.64% fat content, carbohydrate content of 79.162%, and the results of the
analysis in edible film after application as risol skin moisture content obtained
11.3231%, 41.3150% ash content, protein content was 1.6644%, 38.0282% fat
content, carbohydrate content of 7.6692%. From the results showed that the nutrient
content of edible film before being fried as skin risol higher than risol skin after being
fried.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengemasan telah berkembang sejak lama. Sebelum manusia membuat kemasan,
alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus seludang, buahbuahan terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik oleh sabut dan tempurung,
polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik dan barang
industri lainnya, bahkan manusiapun menggunakan kesaman sebagai pelindung tubuh
dari gangguan cuaca, supaya tampak lebih anggun dan menarik.

Fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik
seperti gesekan , benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai
wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan , pengankutan
dan pendistribusiannya. Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik
pembeli (Harris, 2001).

Dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah
lingkungan, maka penggunaan edible film adalah sesuatu yang sangat menjanjikan,
baik yang terbuat dari karbohidrat, lipid, protein maupun kombinasi dari ketiganya.
Keuntungan edible film adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli
produk dapat dipertahankan, dan dapat langsung dimakan dan aman bagi lingkungan
(Harris, 2001).

Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat
dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara
komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan
massa (misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai
pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Harris, 2001).

Edible film dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang memiliki komposisi pati
yang cukup tinggi. Pati banyak digunakan pada industri pangan sebagai biodegradable
film karena ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang
baik (Bourtoom, 2007). Umbi-umbian, serelia dan biji polong-polongan merupakan
bahan baku sebagai sumber pati yang paling penting. Umbi-umbian yang sering
dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang dan ubi kayu. Kandungan pati
yang terdapat pada ubi kayu mencapai 90% (Cui, 2005). Menurut biro pusat statistik
(2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 mencapai
20.834.241 ton. Produksi pati yang tinggi, penanaman yang mudah dan mudah di
dapatkan di Indonesia menjadikan ubi kayu sangat potensial dijadikan sebagai bahan
dasar edible film.

Pembuatan edible film dari pati tapioka memiliki karakteristik yang cukup baik
walaupun laju transmisi terhadap uap air cukup tinggi. Ini dikarenakan bahan baku
yang digunakan termasuk kelompok hidrokoloid yang bersifat higroskopis. Selain itu
sifat organoleptiknya (skor berkisar 5,9 – 6,4 dengan rata-rata 6,2) masih dapat
diterima (Harris, 2001).

Dedak adalah hasil sampingan yang diperoleh dari proses penggilingan padi.
Banyak sekali manfaat dedak untuk kebutuhan manusia. Manfaat dedak terhadap
manusia adalah untuk makanan atau pangan. Namun, karena dedak mengandung asam
filat yang bersifat antigizi maka asam filat harus dihidrolisis lebih dulu dengan enzim
fitase menjadi inositol dan orthofosfat. Inositol ini bermanfaat bagi tubuh untuk
mencegah terjadinya akumulasi kolesterol dalam hati. Kadar serat dalam dedak yang
tinggi menjadikan dedak sebagai bahan baku yang baik untuk makanan yang berserat
tinggi (dietary-fibre food).

Dalam industri farmasi atau kedokteran, dedak dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku sumber asam filat dengan cara ekstraksi. Asam filat ini sangat bermanfaat
dalam pengobatan, antara lain obat keracunan logam berat, obat sakit perut (diare),
melapisi gigi agar tidak lekas aus, dan obat luka bernanah (Suprayono, 1997).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian tentang
pembuatan edible film dari tepung tapioca dan dedak dengan penambahan gliserin
sebagai kulit risol dan menguji komposisi kulit risol setelah mengalami proses
penggorengan.

1.2. Permasalahan

1. Apakah dedak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampur pada edible
film
2. Apakah edible film dari tepung tapioka dan dedak dapat dimanfaatkan
sebagai kulit risol
3. Bagaimana perbedaan kadar protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat edible
film sebelum digoreng dengan kulit risol setelah digoreng

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi sebagai berikut:
1. Tepung tapioka dan dedak yang digunakan berasal dari pasar Simpang
Limun Medan
2. Gliserin yang digunakan diperoleh laboratorium Analitik FMIPA USU
Medan.
3. Parameter yang diamati adalah protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui edible film dari tepung tapioka dan dedak dapat
dimanfaatkan sebagai kulit risol
2. Untuk menguji kadar protein, lemak, kadar abu, kadar air, dan karbohidrat
kulit risol setelah mengalami proses penggorengan

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang kandungan gizi kulit risol dari tepung tapioka dan dedak setelah mengalami
proses penggorengan serta untuk menambah nilai guna dari dedak dan memperkecil
pemakaian import tepung terigu.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia FMIPA USU, laboratorium Polimer
FMIPA USU, laboratorium Penelitian FMIPA USU, dan laboratorium MMH
(Makanan, Minuman, dan Hasil pertanian) BARISTAN Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan menggunakan sampel
berupa tepung tapioka dan dedak yang diperoleh dari pedagang di jalan SM.Raja
Simpang Limun, Medan. Edible film dibuat dengan penambahan gliserin. Selanjutnya
edible film yang diperoleh dimanfaatkan sebagai kulit risol. Adapun langkah-langkah
analisisnya adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan
gliserin dioven selama 2 hari pada suhu 300C.
2. Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldhal, yang melalui
tiga tahap, yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi.
3. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet.
4. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode thermogravimetri, yaitu
pengeringan di dalam oven pada suhu 1000C – 1050C.
5. Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu
pengabuan di dalam tanur pada suhu 6000C.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Pengembangan edibel film pada makanan selain dapat memberikan kualitas
produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan bahan
pengemas yang ramah lingkungan. Edibel film memberikan alternative bahan
pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan
bahan

yang

dapat

diperbaharui

dan

harganya

murah

(Bourtoom,

2007).

Pengaplikasian edibel film pada produk makanan bukan merupakan konsep yang baru
dan telah lama dipelajari secara ekstensif. Penerapan edibel film dalam
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dari berbagai produk
makanan (Hui, 2006).

Komponen penyusun kemasan edibel terdiri atas 2 bagian. Komponen utama
yang terdiri dari hidrokoloid, lipid dan komposit. Komponen tambahan terdiri dari
plastisizer, zat anti mikroba, antioksidan, flavor dan pigmen. Kemasan edibel ada 2
jenis yaitu

1.

Kemasan edibel film yang berasal dari bahan alami (usus ayam, usus sapi, dll).
Kemasan edibel dapat digunakan pada produk pangan seperti produk daging,
kacang dan olahannya, buah-buahan dan sayuran, produk confectionary serta
pada produk heterogen.

2.

Kemasan edibel film yang diformulasi dan dibuat yaitu edibel film, edible
coating dan mikroenkapskulasi (Efriza, 2009).

- Edibel film adalah lapisan tipis dan kontiniu terbuat dari bahan-bahan yang
dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan
diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai barrier terhadap

transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut)
dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk
mempermudah penanganan makanan. Edibel film sangat potensial digunakan
sebagai pembungkus dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi
maupun hasil-hasil pertanian

- Edible coating adalah lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan, yang
diaplikasikan pada makanan dengan cara pencelupan, pembuatan, penyemprotan
dan penetesan agar terbentuk barrier yang selektif terhadap transmisi gas, uap
air dan bahan terlarut serta memberi perlindungan mekanis. Edible coating
banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, kemasan semi basah,
ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama
untuk pelapis kapsul (Krochta, 1997)

- Mikroenkapsulasi merupakan teknik untuk melindungi “flavor” dengan gelatin
atau gum arab yang dapat dianggap sebagai salah satu teknik pengemasan
dengan bahan pengemas edible (Efriza, 2009).

Komponen utama penyusun edibel film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
hidrokoloid, lipida dan komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari protein utuh,
selulosa dan turunannya, alginat, pectin dan pati. Dari kelompok lipida yang sering
digunakan adalah lilin, gliserol dan asam lemak. Komposit adalah bahan yang
didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida. (Harris, 2001).

Perhatian terhadap edibel film dan edible coating sebagai biopolymer semakin
meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dimana film ini mampu melindungi bahan
makanan tanpa menimbulkan suatu pengaruh negatif terhadap lingkungan. Dalam
pembuatan edibel film, diperlukan disperse atau pelarutan makromolekul kedalam
suatu pelarut (seperti air, alkohol, atau asam organik) untuk mendapatkan suatu
larutan pembentuk film yang dapat diaplikasikan secara langsung ke produk.
Penguapan pelarut akan membentuk suatu lapisan pada permukaan produk.
Proses pembentukan biofilm dari pati tapioka adalah berdasarkan pembentukan
gelatin pati pada temperature tinggi. Setelah membentuk gelatin, rantai amilosa

cenderung untuk tertutup bersama rantai di tengah ikatan hidrogen. Pada proses
pengeringan, terjadi penghilang molekul air yang terikat, menjadikan gelatin
membentuk film yang stabil. Ketika granul mulai mengembang akibat pemanasan
terjadi suatu peningkatan yang besar dalam viskositas larutan (Careda, 2000).

2.2. Metode Pembuatan Edible Film

Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk
membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada
campuran air dan plastisizer, yang kemudian diaduk. Setelah pengadukan dilakukan
pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa
waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan kemudian dibiarkan
mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu. Film yang
telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan kemudian dilakukan
pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan (Hui, 2006).

Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastisizer
seperti gliserin sering digunakan. Penambahan gliserin yang didispersikan membuat
film lebih mudah dicetak, karena gliserin digunakan sebagai plastisizer. Dari hasil
analisis yang telah dilakukan dimana permukaan specimen pati dengan gliserin
sebagai pemlastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan.
Hal ini disebabkan gliserin selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati
(lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen
antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserin yang selanjutnya interaksi
hidrogen ini dapat meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela, 2009).

2.3. Tepung

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus
tergantung pemakaiannya. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung
terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya
tepung tulang dan tepung ikan.

2.3.1.Tepung Tapioka

Tepung tapioka biasa juga disebut dengan tepung kanji. Dibuat dari saripati
ketela pohon (singkong). Biasanya dipakai untuk membuat panganan tradisional
seperti kue, selain itu juga sering digunakan untuk pengental makanan. Warnanya
bening, kental dan bersifat agak lengket bila dipanaskan.

Tapioka mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki jenis tepung lainnya.
Tepung ini

tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Karena

mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Tapioka

sering diolah menjadi sirup glukosa dan dekstrin yang sangat diperlukan oleh
berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan buah, pengolahan es
krim, minuman, dan industri peragian.

Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan
pengikat dalam industri pangan, industri farmasi, dan lain sebagainya. Tapioka juga
banyak digunakan sebagai bahan baku pewarna putih alami pada industri pangan dan
industri tekstil.

(http://www.scribd.com/doc/Tepung Tapioka.Diakses tanggal 26 Agustus 2010)

2.3.2.Kandungan Gizi Tepung Tapioka

Dilihat dari nilai gizinya, tapioka merupakan sumber karbohidrat dan
energi

yang

dan lemak.

sangat

baik.

Tapioka

mengandung

sangat

sedikit

protein

Tabel 2.1 : Komposisi zat gizi tepung tapioka (per 100 gram)
Zat gizi

Kadar

Energi (kkal)

358

Protein (g)

0,19

Lemak total (g)

0,02

Karbohidrat (g)

88,69

Serat pangan (g)

0,9

Kalsium (mg)

20

Besi (mg)

1,58

Magnesium (mg)

1

Fosfor (mg)

7

Kalium (mg)

11

Natrium (mg)

1

Seng (mg)

0,12

Tembaga (mg)

0,02

Mangan (mg)

0,11

Selenium (mg)

0,8

Asam folat (µg)

4

Sumber: http://www.nutritionanalyser.com

2.4. Dedak

Dedak adalah limbah dari proses pengolahan gabah (padi) menjadi beras. Selain
mengandung serat kasar, dedak juga mempunyai kandungan karbohidrat yang
tinggi dan merupakan sumber vitamin dan mineral. Adapun kandungan nutrisi
dari dedak dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi dedak
Nutrisi

kuantitas

Nutrisi
kuantitas

Bahankering(%)

91,0

Proteinkasar(%)

13,5

Lemakkasar(%)

Vitamin
Vitamin A (IU/gr)

0,6 Vitamin E (mg/kg)

Seratkasar(%)

13,0 Thiamine (mg/kg)

Calsium(%)

0,1

Ribovlavin (mg/kg)

Totalphosfor(%)

1,7 As.Phantotenat(mg/kg)

Energi P.E (kal/kg)

1320,0

Biotin (mg/kg)

Energi metabolis(kal/kg)

1890,0

As.Folik (mg/kg)

Asam amino

(%)

60,8
22,8
3,0
22,0
4200,0
td

Cholin (mg/kg)

1390,0

Niacin (mg/kg)

303,0

Methionine

0,17

Cystine

0,10

Lysine

0,50

Tryptophane

0,10 Sulfur (%)

Threonine

0,40 Mangan (ppm)

Isoleusine

0,39

Histidine

0,25 Copper (ppm)

Valine

0,60 Seng (ppm)

Leucine

1,20

Arginine

0,45

Phenylalanine

0,41

Glysine

1,00

td= tidak tercatat

td

Mineral
Magnesium (%)

Besi (ppm)

Selenium (ppm)

0,95
0,18
137,9
190
13
29,9
td

(Allen,1984)

2.5. Karbohidrat

Karbohidrat banyak sekali terkandung dalam bahan pangan, terutama pada
bahan pangan yang pokok, juga pada biji-bijian dan buah-buahan, kebutuhan energi
yang diperlukan bagi berbagai kegiatan tubuh (internal maupun eksternal) umumnya

dapat terlayani sekitar 50% kalau bahan pangan tersebut dikonsumsi secara layak
(Kartasapoetra, 1991).

Karbohidrat (macam-macam gula atau sakarida) adalah turunan dari alkohol
yang memiliki banyak alifatis yang mempunyai gugus aldehida atau keton dan
merupakan hasil oksida dari alkohol (Kusnawidjaja, 1993). Karbohidrat dapat dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama, monosakarida ; kelompok kedua,
oligosakarida ; dan kelompok ketiga, polisakarida (Girindra, 1979).

Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Satu gram
karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka
protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan
fungsi utamanya sebagai zat pembangun (Almatsier, 2001).

2.5.1.Analisa Karbohidrat

Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan
kandungan karbohidrat dalambahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara
perhitungan kasar disebut Carbohydrat by Difference. Yang dimaksud dengan
proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk
serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut
%karbohidrat = 100%-% (Protein + lemak + abu + air).

Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan kadar protein secara
kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan
(Winarno, 1992).

2.6. Protein

Setelah air, protein mengandung zat gizi yang paling banyak dalam tubuh.
Protein juga memegang peranan dalam mengatur keseimbangan air dalam tubuh dan
menjaga kenetralan cairan tubuh (Suharjo dan Clara, 1992).

Protein dapat terdenaturasi dengan adanya pemanasan (di atas 60-700C).
Perubahan pH yang drastis, logam berat, radiasi. Perubahan yang nampak setelah
protein terdenaturasi yaitu terbentuknya endapan atau terjadinya koagulan sehingga
molekul protein tidak berfungsi lagi ( Salomon, S, 1987).

2.6.1.Analisa Protein

Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah nitrogen (N), yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan
ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883.
Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai
kadar protein kasar (crude protein). Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

2.6.1.1.Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,
CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4 )2 SO4 .
Untuk memepercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium.
Dengan penambahan bahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-4100C.
Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.

2.6.1.2.Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi ammonium sulfat diperoleh menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah
asam borat 3% dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR dan PP. Destilasi
diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat
tidak bereaksi basis.

2.6.1.3.Tahap Titrasi

Banyak asam borat yang beraksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi
menggunakan asam klorida 0,1 N.
%N =

mlHCl ( sampel − blanko
xN .HClx14,008 x100%
beratsampel ( g ) x1000

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalihkan
suatu faktor.
%Protein = %N x faktor konversi (Sudarmadji, et al,1989).
Reaksi penentuan kadar protein metode Kjeldahl;
Tahap destruksi
Se
(C,H,O,N)n + H2SO4(p)

(NH4)2SO4 + CO2(g) + H2O

Tahap Destilasi
dipanaskan
(NH4)2SO4 + 2NaOH

Na2SO4 + 2NH4OH
dipanaskan

NH4OH

NH3(g) + H2O
dipanaskan

NH3(g)

NH3(l)
Tashiro

2 NH3 + 3H3BO3

(NH4)2B4O7 + 5H2O
larutan hijau muda

Tahap Titrasi
(NH4)2B4O7 + 2HCl

2NH4Cl + H2B4O7 + 5H2O
larutan merah jambu
( Suhardjo, et al. 1992).

2.7. Lemak

Sebagaimana halnya dengan karbohidrat dan protein, fungsi lemak yang sangat
penting adalah menyediakan energi untuk membantu memenuhi kebutuhan tubuh.
Dari semua pangan yang dimakan penduduk, lemak menyediakan energi dalam
bentuk yang paling pekat. Menurutnya bobotnya, energi yang diperoleh dari lemak

dua kali lebih banyak dari pada karbohidrat dan protein (Suhardjo,et al,1986). 1 gram
lemak menghasilkan 9 kalori.

Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan
panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga mengatur suhu
tubuh. Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung, hati,
dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap ditempatnya dan
melindunginya terhadap benturan (Suhardjo,et al,1992).

2.7.1.Analisa Lemak

Ekstraksi secara terputus-putus dijalankan dengan alat soklet. pelarut yang
digunakan sebanyak 1 1/2 – 2 kali isi tabung ekstraksi. pada hasil ekstraksi yaitu kirakira 4-6 jam, ekstrak dituang ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya,
kemudian pelarut diuapkan di dalam oven sampai diperoleh berat konstan pada suhu
1000C. Selisih berat sebelum dengan sesudah ekstraksi merupakan berat lemak yang
ada dalam bahan tersebut (Sudarmadji, et al, 1989).

2.8. Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu
pada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Apabila ditentukan jumlah
mineralnya dalam bentuk aslinya sangat sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan
dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan
pengabuan.

2.8.1.Analisa Abu

Penentuan kadar abu adalah dengan cara mengoksidasi semua zat organik pada
suatu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 6000C dan kemudian melakukan penimbangan
zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan
berbeda-beda dan berkisar antara 2 – 8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila

diperoleh sisa pengabuan yang pada umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya
konstan (Sudarmadji, et al,1989).

2.9. Air

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan
makanan. Air sendiri meskipun bukan sumber nutrien seperti bahan makanan lain,
namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup
(Sudarmadji, et al, 1989).

2.9.1.Analisa Air
Salah satu cara untuk menghitung kadar air dalam bahan makanan dapat
ditentukan dengan metode pengeringan (Thermogravimetri). Prinsipnya menguapkan
air yang ada dalam bahan makanan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang
bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif
mudah dan murah (Sudarmadji, et al,1989).

2.10. Uji Organoleptik

Pengukuran nilai organoleptik dari kulit risol dilakukan dengan metode
kesukaan memakai angka hedonik dan numerik. Dalam penentuana nilai organoleptik
ditentukan dengan skala yang terdapat pada tabel berikut,
Skala hedonik

Skala Numerik

Sangat suka

4

Suka

3

Biasa

2

Tidak suka

1

(Harris, 2001).

BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Bahan
Nama Bahan

Spesifikasi

Merek

Selenium(s)

P.a

E.merck

H2SO4(p)

P.a

E.merck

Indicator mengsel

P.a

E.merck

Gliserin

p.a

E.merck

H3BO3 4%

P.a

E.merck

HCl

P.a

E.merck

Petroleum eter

P.a

E.merck

NaOH 30%

P.a

E.merck

Spesifikasi

Merek

Akuades

Tepung kanji
Dedak
minyak goreng
tumisan sayur

3.2 Alat – Alat Penelitian

Nama alat
Botol akuades
Labu kjeldahl

Pyrex

Labu Erlenmeyer
Automatic

250 ml

Pyrex

10 ml, 25ml

Pyrex

steam

Distilling Unit
Statif dan Klem
Gelas ukur

Gelas beaker

250 ml

Pyrex

Labu takar

100 ml, 1000 ml

Pyrex
Pyrex

Pipet volum

5 ml, 10 ml

Pyrex

Bola karet
Neraca analitis
Mikro buret
Oven

Meller
25 ml

Pyrex
Memmert

Cawan crushible
Desikator
Tanur
Teflon penggorengan
Plat kaca 29,5x20,5

Gallen kamp

3.3Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan reagen
3.3.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 30%
Ditimbang dengan tepat 30,0010 g NaOH dan diencerkan dengan akuades dalam labu
takar 100 ml diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan H3BO3 2% (b/v)
Dilarutkan 10 g H3BO3 dalam 500 ml air suling. Setelah dingin pindahkan ke dalam
botol bertutup gelas. Dicampur 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator.

3.3.1.3 Pembutan Indikator campuran
Disiapkan larutan bromocresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1% dalam
alkohol 95% secara terpisah. Dicampurkan 10 ml bromocresol green dengan 2 ml
metil merah.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N (v/v)
Sebanyak 8,3 ml HCl 37% diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1 L sampai
garis tanda.
Standarisasi HCl
Dipipet 10 ml HCl 0,1 N lalu dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer. Ditambahkna 3
tetes indikator fenolftalein. Dititrasi dengan NaOH 0,1030 N hingga larutan berwarna
merah lembayung. Dilakukan 3 kali perlakuan. Dicatat konsentrasi HCl.

3.3.2 Pembuatan Edible Film
Sebanyak 7 gr tepung tapioka dimasukkan kedalam beaker glass kemudian
ditambahkan 100ml akuades diaduk hingga homogen. Setelah itu ditambahkan 3 ml
gliserin kemudian dipanaskan diatas pemanas pada suhu 70oC sambil diaduk,
ditambahkan 3 gr dedak secara perlahan – lahan sambil diaduk diatas pemanas pada
suhu 70oC selama 10-15 menit atau sampai larutan menjadi kental, dituangkan pada
plat kaca setelah itu diratakan, kemudian dimasukkan kedalam oven pada suhu 30oC
selama 2 hari.

3.3.3 Penentuan Kadar Protein
Sebanyak 1.4548 g sampel dimasukkan kedalam labu kjeldahl. Ditambahkan 2 g
campuran selenium dan 25 ml H2SO4 (p). Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api
pembakar sampai larutan menjadi jernih kehijau – hijauan ( sekitar 2 jam ). Dibiarkan
sampai dingin, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100ml dan diencerkan
dengan aquades, dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan kedalam
alat destilasi, ditambahkan 50 ml NaOH 30%. Ditampung dengan 10 ml larutan asam
borat 2% yang telah dicampur indikator didestilasi selama lebih kurang 10 menit
sampai larutan berwarn hijau. Kemudian dibilas ujung pendingin dengan aquades.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai larutan berwarna ungu.
Dihitung % N.

3.3.4 Penentuan Kadar Air
Sebanyak 2,0124 g sampel dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC sekitar 1 jam. Didingin kan
cawan kedalam desikator selama 20 menit. Setelah dingin ditimbang berat kering. Hal
ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar
airnya.

3.3.5 Penentuan Kadar Abu
Sampel yang telah dikurangi kadar airnya dimasukkan kedalam cawan crushible yang
telah diketahui beratnya. Diletakkan dalam tanur pengabuan, kemudian dipanaskan
pada suhu 600oC selama 5 jam hingga diperoleh abu berwarna keputih - putihan.
kemudian dihitung kadar abunya.

3.3.6 Penentuan Kadar Lemak
Ditimbang 4,2010 g sampel dimasukkan kedalam gelas beaker. Ditambahkan 30 ml
HCl 25% dan 20 ml aquades serta beberapa butir batu didih kemudian ditutup gelas
beaker dengan kaca arloji dan dididihkan selama 15 menit. Disaring dalam keadaan
panas dan dicuci dengan aquades panas sehingga tidak bereaksi asam lagi,
dikeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100-105oC. dimasukkan kedalam
kertas saring pembungkus (paper thimbal) dan diekstrak dengan n-heksan/pelarut
lemak lainnya selama 2-3 jam pada suhu ±80oC. Setelah itu didestilasi larutan n-

heksan/pelarut lemak lainnya dan dikeringkan ekstrak lemak pada suhu 100-105oC.
Kemudian didinginkan didalam desikator, ditimbang dan dihitung kadar lemaknya.

3.3.7 Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference)
Dihitung kadar persentase kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diketahui
dengan mnghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut
Kadar karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + air + abu ).

3.3.8 Penentuan Nilai Organoleptik

Uji ini meliputi warna, rasa, bau, dan tekstur yang ditentukan dengan uji

kesukaan

oleh 15 orang panelis, dimana para panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya
diharuskan minum air putih terlebih dahulu. Uji ini ditentukan dengan skala hedonic
sebagai berikut:
Table 3.1 Uji Skala Hedonik
Uji Kesukaan (Skala hedonic)

Skala Numerik

Amat sangat suka

5

Sangat suka

4

Suka

3

Kurang suka

2

Tidak suka

1

3.3.9 Pengukuran Ketebalan
Dilakukan pengukuran ketebalan edible filn dengan menggunakan jangka sorong pada
empat tempat yang berbeda kemudian dihitung ketebalan rata – rata edible film.

3.3.10 Penggorengan Risol

1 sendok makan sayur yang telah ditumis , dimasukkan kedalam 1 lembar kulit tipis.
Lipat dan gulung . Kemudian risol dimasukkan ke dalam minyak yang telah
dipanaskan. Digoreng hingga matang dan berwarna kuning kecokelatan.

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dan Dedak dengan
Perbandingan 70:30 dalam Berat Total 10 gr

7 gr Tepung tapioka
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan 100ml akuades
Diaduk hingga homogen
Ditambahkan 3 ml gliserin
Dipanaskan diatas pemanas pada suhu 700C dan
sambil diaduk
Ditambahkan 3 gr dedak secara perlahan-lahan
sambil diaduk diatas pemanas pada suhu 700C
selama 10-15 menit
Larutan kental

Dituangkan pada plat kaca
Diratakan

Edible film

Dimasukkan kedalam oven pada suhu 300C
selama 2 hari
Hasil

3.4.2.Penentuan Kadar Protein
1,4548 g sampel
Dimasukkan kedalam labu kjeldhal
Ditambahkan 2 g campuran selenium
dan 25 ml H2SO4(p)
Dipanaskan si atas pemanas listrik atau
api pembakar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih kehijau – hijauan
Larutan jernih kehijau – hijauan
Ditunggu larutan sampai dingin
Dimasukkan kedalam labu ukur 100

ml dan

diencerkan dengan aquades
Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan
dimasukkan kedalam alat destialasi
Ditambahkan 50 ml NaOH 30%
Didestlasi selama lebih kurang 10 menit
Ditampung destilat di dalam 50 ml larutan asam
borat 3 % yang telah dicampur indikator
100 ml Destilat
Dibilas ujung pendingin dengan aquades
Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N
Larutan ungu
Dihitung % N
Hasil

3.4.3. Penentuan Kadar Air

2,0124 g Sampel
Dimasukkan kedalam cawan porselen
yang telah diketahui beratnya
Dikeringkan dalam oven pada suhu
105oC selama sekitar 1 jam
Didinginkan cawan kedalam
desikator selama 20 menit
Ditimbang berat sampel kering
Diulangi sampai diperoleh berat yang
konstan
Dihitung kadar airnya
Hasil

3.4.4. Penentuan Kadar Abu

Sampel yang telah dihilangkan
kadar airnya
Dimasukkan kedalam cawan
crushible yang telah diketahui
beratnya
Dipanaskan dalam tanur pada suhu
600oC selama 5 jam hingga diperoleh
Abu
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang
Hal ini diulangi terus sampai
diperoleh berat yang konstan
Hasil

3.4.5. Penentuan Kadar Lemak

4,2010 g Sampel
Dimasukkan kedalam gelas beaker
Ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml aquades serta
beberapa butir batu didih
Ditutup gelas beaker dengan kaca arloji dan dididihkan
selama 15 menit
Disaring dalam keadaan panas dan dicuci dengan
aquades panas sehingga tidak bereaksi asam lagi
Dikeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100105oC
Dibungkus dengan paper thimbel
Dimasukkan ke dalam alat soxhlet
Diekstraksi dengan n-heksan selama 2-3 jam pada suhu
± 80oC
Didestilasi larutan n-heksan dari ekstrak lemak pada

suhu 100-105oC
Lemak
Didinginkan didalam desikator
Ditimbang
Dihitung kadar lemaknya

Hasil

3.4.6 Penentuan Kadar Karbohidrat

Berat Aliquot (100%)
Dikurangkan kadar Protein (%)
Dikurangkan kadar Lemak (%)
Dikurangkan kadar Air (%)
Dikurangkan kadar Abu (%)
Hasil

3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik

Panelis
Diundang ke laboratorium
Disajikan kulit risol
Diharuskan kepada panelis meminum
air putih terlebih dahulu
Panelis dan kulit risol
Dilakukan uji kesukaan (Warna, rasa,
bau dan tekstur )
Ditentukan skor nilainya
Hasil

3.4.8 Penggorengan Risol

1 sdm tumisan sayur (isi risol)
Dimasukkan ke dalam 1 lembar
kulit tipis
Dilipat dan digulung
Dipanaskan minyak
Dimasukkan risol ke dalam
minyak panas
Digoreng hingga berwarna kuning
kecokelatan
Hasil

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1 Penentuan ketebalan

Penentuan ketebalan pada edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin dapat dihitung dengan menggunakan jangka sorong dan dihitung
pada tiga sisi yang berbeda. Adapun perhitungan ketebalan rata-rata nata:
Uji ketebalan ( A1 )

= 0,32 mm

Uji ketebalan ( A2 )

= 0,30 mm

Uji ketebalan ( A3 )

= 0,34 mm

Uji ketebalan rata-rata =

0,32 + 0,30 + 0,34
3

= 0,32 mm

4.1.2 Perhitungan Kadar Air

Penentuan kadar air pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Berat cawan

= 47,5626 g

Berat sampel

= 2,0124 g

Berat cawan + sampel sebelum pengeringan

= 49,5750 g

Berat cawan + sampel setelah pengeringan

= 49,3464 g

Berat uap air

= 0,2286 g

Kadarair =

beratuapair
× 100%
beratsampel

=

0,2286
× 100%
2,0124

= 11,3595 %

Kadar air ( A2 )

= 11,3595 %

Kadar air ( A3 )

= 11,2504 %

Kadar air rata-rata =

11,3595 + 11,3595 + 11,2504
3

= 11,3231 %

4.1.3 Perhitungan Kadar Abu

Penentuan kadar abu pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Berat cawan

= 25,5138 g

Berat sampel

= 1,0211

Berat cawan + sampel

= 26,5349 g

Berat cawan + abu

= 25,9317 g

Berat abu

= 0,4179 g

Kadarabu =
=

g

beratabu
× 100%
beratsampel
0,4179
× 100%
1,0124

= 41,2781 %

Kadar abu ( A2 )

= 41,5767 %

Kadar abu ( A3 )

= 41,0902 %

Kadar abu rata-rata

=

41,2781 + 41,5767 + 41,0902
3

= 41,3150 %

4.1.4 Perhitungan Kadar Protein
Penentuan kadar protein pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Berat sampel

= 1,4548 g

Volume HCl 0,1 N yang terpakai saat titrasi

= 1,55

Normalitas HCl

=

Faktor pengenceran

=

Faktor konfersi

=

Kadarprotein =

=

ml

0,0982 N

5,70

V 1 − V 2 × N .HCl × 14.008 × f .k × f . p
× 100%
W × 1000

1,55 − 0 × 0,0982 × 14.008 × 5,70 ×
1,4548 × 1000

=

24,3065
× 100%
1454,8

=

24,3065
× 100%
1454,8

100
50 × 100%

= 1,6707 %
Kadar protein ( A2 )

= 1,6608 %

Kadar protein ( A3 )

= 1,6618 %

Kadar protein rata-rata =

1,6707 + 1,6608 + 1,6618
3

= 1,6644 %

4.1.5 Perhitungan Kadar Lemak
Penentuan kadar lemak pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Berat sampel

=

Berat labu

= 130.1647 g

Berat labu + lemak

= 131,7617 g

Berat lemak

=

Kadarlemak =

beratlemak
× 100%
beratsampel

=

1,5970
× 100%
4,2010

4,2010 g

1,5970 g

= 38,0147 %

Kadar lemak ( A2 )

= 38,0365 %

Kadar lemak ( A3 )

= 38,0334 %

Kadar lemak rata-rata

=

38,0147 + 38,0365 + 38,0334
3

= 38,0282 %

4.1.6 Perhitungan Kadar Karbohidrat (by difference)
Penentuan kadar karbohidrat pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan
penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Kadar karbohidrat = 100 % - ( kadar protein + kadar lemak + kadar abu + kadar air )
= 100 % - ( 1,6707 + 38,0147 + 41,2781 + 11,3595 )
= 100 % - 92,3230 %
= 7,6770 %

Kadar karbohidrat ( A2 )

= 7,3665 %

Kadar karbohidrat ( A3 )

= 7,9642 %

Kadar karbohidrat rata-rata

=

7,6770 + 7,3665 + 7,9642
3

= 7,6692 %

Hasil analisa pemanfaatan edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit
risol dengan penambahan gliserin dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit
risol sebelum proses penggorengan
No

Parameter

Simplo

Duplo

Triplo

(A1)

(A2)

(A3)

Rata-rata
_
( A)

1

Kadar air

13,7800%

12,0000 %

13,9100 %

13,2300%

2

Kadar abu

2,6000 %

4,0900 %

5,0800 %

3,9200%

3

Kadar protein

2,0500 %

2,0478 %

2,0462 %

2,0480 %

4

Kadar lemak

1,6300%

1,6300 %

1,6500 %

1,6400 %

5

Kadar karbohidrat

79,9455 %

80,2282 %

77,3123 %

79,1620 %

6

Uji ketebalan

0,32 mm

0,30 mm

0,34 mm

0,32 mm

Tabel 4.2 Hasil analisa pemanfaatan edible film dari tepung tapioka dan dedak
sebagai kulit risol setelah proses penggorengan
No

Parameter

Simplo

Duplo

Triplo

(A1)

(A2)

(A3)

Rata-rata
_
( A)

1

Kadar air

11,3595 %

11,3595 %

11,2504 %

11,3231 %

2

Kadar abu

41,2781 %

41,5767 %

41,0902 %

41,3150 %

3

Kadar protein

1,6707 %

1,6608 %

1,6618 %

1,6644 %

4

Kadar lemak

38,0147%

38,0365 %

38,0334 %

38,0282 %

5

Kadar karbohidrat

7,6770 %

7,3665 %

7,9642 %

7,6692 %

6

Uji ketebalan

0,32 mm

0,30 mm

0,34 mm

0,32 mm

4.2 Analisa data hasil penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisa dan diuji dengan menggunakan metoda
Chauvenet Criterion Test ( CCT ) ( Uji signifikansi ).

4.2.1 Analisa data untuk kadar air
Data yang diperoleh dari uji kadar air, dianalisa dengan metoda Chauvenet Criterion
Test ( CCT ).
Misalkan :

A

= kadar air

S

= standar deviasi

A1

= 11,3595

A2

= 11,3595

A3

= 11,2504

Ā

= 11,3231

Jika diketahui :

Maka :
A1 '

=

A1 - Ā = 11,3595 - 11,3231 = 0,0364

A2'

=

A2 - Ā = 11,3595 - 11,3231 = 0,0364

A3'

=

A3 - Ā = 11,2504 - 11,3231 = -0,0727

Dari rumus :
S2

=

Maka :
S

2

=
=

(0,0364)2 + (0,0364)2 + (− 0,0727 )2
3 −1

0,0078
2

S2

= 0,0039

S

= 0,0624

Dengan rumus erf ht | Ci' | =
Maka erf ht | Ci' | =
ht | Ci' | = 0,833
ht | Ci' | = 0,98 ( dilihat dari tabel )

Untuk | A1' | = 0,0364 , maka ht =

0,98
= 26,9230
0,0364

Sedangkan h hitung adalah : h =
h =

1
0,0624(1,414)

h = 11,3378
Karena 26,9230 > 11,3378 ( ht > h hitung ), maka data signifikan dan dapat diterima
Untuk | A2' | = 0,0364 , maka ht =

0,98
= 26,9230
0,0364

Sedangkan h hitung adalah : h =
h =

1
0,0624(1,414)

h = 11,3378
Karena 26,9230 > 11,3378 ( ht > h hitung ), maka data signifikan dan dapat diterima
Untuk | A3' | = 0,0727 , maka ht =

0,98
0,0727

= 13,4800

Sedangkan h hitung adalah : h =
h =

1
0,0624(1,414)

h = 11,3378
Karena 13,4800 > 11,3378 ( ht > h hitung ), maka data signifikan dan dapat diterima

4.2.2 Analisa data untuk kadar abu
Data yang diperoleh dari uji kadar abu, dianalisa dengan metoda Chauvenet Criterion
Test ( CCT ).
Misalkan :

Jika diketahui :

A

= kadar abu

S

= standar deviasi

A1

= 41,2781

A2

= 41,5767

A3

= 41,0902

Ā

= 41,31

Dokumen yang terkait

Pembuatan Edible Film Dari Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L.) Dengan Campuran Tepung Tapioka, Tepung Terigu Dan Gliserin

12 151 87

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

3 23 81

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

1 1 13

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 0 2

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 0 6

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 0 20

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 2 2

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 0 9

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 13