Optimization of Land Utilization of Community Forestry in Ngarip Village, Ulu Belu Sub Distric, Tanggamus

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN
KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN
ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS

SUSNI HERWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten
Tanggamus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Januari 2012

Susni Herwanti
NRP. E151090041

ABSTRACT
SUSNI HERWANTI. Optimization of Land Utilization of Community Forestry
in Ngarip Village, Ulu Belu Sub Distric, Tanggamus. Under the Supervision of M.
BUCE SALEH and BAHRUNI
Poverty has been considered as one of factors which caused forest degradation in
rural area. About 63% of poor communities live in rural area and most of them are
farmer. This study aims to identify cropping patterns, formulate optimal cropping
pattern based on social, economic, and ecological aspects, and then identify
development prospect of community forestry based on farmer’s perspective. This
research was conducted in Desa Ngarip, Lampung province for 2 months. Data
were analyzed by linear programming and descriptive method. The result showed
that agroforestry system in this area were grouped into 16 cropping patterns.
Based on economic and ecological consideration, all optimal cropping patterns
achieved ecological criteria but not all profitable. The patterns consisted of
commercial plants: 150 plants per hectare for high strata, 1.600 plants per hectare
for middle strata and 2.400 plants per hectare for lower strata. With such an
approach, it was revealed that the best result was found at cropping pattern 15.The

profit was Rp 36.300.000 which was highest profit of all optimal cropping pattern
types and could support a life worth living. Furthermore, through descriptive
analysis, community forestry had good prospect to be develoved based on
farmer’s perspective.
Keywords : optimal cropping pattern, community forestry, life worth living

RINGKASAN
SUSNI HERWANTI. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan
Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. Dibimbing oleh M.
BUCE SALEH dan BAHRUNI.
Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan
merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 32 juta orang
atau sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah
penduduk miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta
orang atau sekitar 22% dari total penduduk Lampung. Luas kawasan hutan yang
mengalami kerusakan khususnya di Provinsi Lampung mencapai 52% dari total
luas kawasan hutan dan salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan.
Penelitian mengenai pemanfaatan lahan optimal perlu dilakukan untuk
mendapatkan pola tanam optimal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tanam yang ada di
lahan HKm Desa Ngarip, merumuskan pola tanam optimal berdasarkan aspek
sosial, ekonomi dan ekologi dan mengidentifikasi prospek pengembangan HKm
berdasarkan perspektif petani. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
semi terstruktur dan studi literatur. Sampel diambil secara purposive terhadap
petani HKm dan petani yang memiliki pola tanam berbeda. Analisis dilakukan
dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Pola tanam optimal dirumuskan dengan
menggunakan linear programming. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil
optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL)
tertinggi. Standar KHL dapat dipenuhi dengan menambah luas lahan atau tidak
menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi.
Prospek pengembangan HKm dalam penelitian ini dinilai secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga puluh enam pola tanam
yang ada di lapangan dan enam belas pola tanam yang direncanakan petani. Enam
belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga dihasilkan
enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam hasil optimalisasi terdiri dari
sepuluh jenis tanaman pilihan masyarakat, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh,
kakao, pala, alpukat, durian, pisang, cabe dan tanaman kayu-kayuan. Analisis
optimalisasi menemukan bahwa pola tanam yang memberikan keuntungan
tertinggi terdapat pada pola tanam 15. Pola tanam ini memiliki keuntungan

sebesar Rp 36.300.000 per hektar per tahun dan terdiri dari jenis tanaman
komersial. Komposisi tanaman tajuk tinggi mencapai 150 batang per hektar, tajuk
sedang 1.600 batang per hektar dan tajuk rendah 2.400 batang per hektar.
Ada beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan penerapan pola
tanam optimal, yaitu ketersediaan modal, ketersediaan HOK, ketersediaan pasar
komoditas dan ketersediaan sarana penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah modal yang dimiliki petani tidak cukup untuk membangun pola
tanam optimal, sehingga petani perlu mencari sumber-sumber modal. Sumbersumber modal bisa berasal dari dalam dan luar usahatani. Sumber dari dalam
berasal dari kelebihan waktu kerja, tabungan dan kekayaan yang dapat diuangkan
seperti ternak dan emas. Sumber dari luar berasal dari pinjaman atau kredit kepada

lembaga keuangan atau para pemilik modal. Faktor selanjutnya adalah
ketersediaan HOK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah HOK yang
tersedia di Desa Ngarip adalah 300 HOK, sedangkan target HOK yang dibutuhkan
untuk membangun pola tanam optimal adalah 148 HOK per hektar. Petani bisa
bekerja sendiri mengelola lahan HKm dan masih mampu mengelola lahan
maksimal seluas 2 hektar berdasarkan potensi kerja yang ada. Faktor lain yang
menjadi penentu penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan pasar
komoditas dan sarana penyuluhan. Komoditas yang sudah lama dibudidayakan
oleh masyarakat seperti kopi, lada, kakao dan alpukat lebih mudah dipasarkan

daripada komoditas yang baru akan dkembangkan. Komoditas yang menjadi
pilihan masyarakat Desa Ngarip adalah komoditas komersial yang memiliki
permintaan dan harga jual yang tinggi sehingga petani tidak merasa kesulitan
dalam memasarkan produknya. Ketersediaan sarana penyuluhan juga sangat
menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal. Dukungan dari
pemerintah untuk memberikan bantuan barang modal dan memberikan fasilitas
pelayanan kredit dan dukungan dari LSM, perguruan tinggi dan pihak terkait
lainnya untuk memberikan penyuluhan sangat diharapkan untuk mempercepat
penerapan pola tanam optimal.
Hasil perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan standar Bank
Dunia US$2 adalah Rp 64.080.000 per kepala keluarga (KK) per tahun dengan
jumlah keluarga rata-rata sebanyak 4 orang dalam satu KK. Hasil perhitungan
KHL aktual diperoleh KHL sebesar Rp 3.800.000 per kapita per tahun atau Rp
15.000.000 per KK per tahun. KHL di wilayah penelitian lebih banyak dihabiskan
untuk memenuhi kebutuhan pokok. KHL lainnya dihabiskan untuk kebutuhan
pendidikan, tabungan, sosial dan pakaian. KHL di wilayah penelitian adalah 4,7
kali KFM untuk mencapai standar KHL. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan
masyarakat Desa Ngarip sangat rendah sehingga petani harus menyesuaikan
kebutuhan mereka dengan pendapatan. Pola tanam hasil optimalisasi mampu
memenuhi KHL dengan mengelola lahan seluas 1,8 – 10 hektar. Pola tanam 15

adalah pola tanam yang dapat memenuhi KHL dengan mengelola lahan dengan
luas paling minimal, yaitu 1,8 hektar.
Analisis deskriptif mengenai prospek pengembangan HKm menunjukkan
bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Prospek
pengembangan HKm ditentukan berdasarkan persepsi dan perspektif petani. Data
menunjukan bahwa HKm memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar
terhadap total pendapatan petani. Sebesar 53% pendapatan petani berasal dari
usaha HKm. Petani memiliki keinginan-keinginan untuk mengembangkan HKm
berdasarkan perspektif petani terhadap 5 hal, yaitu perpektif ekonomi, lingkungan,
pengetahuan dan ketrampilan, kepentingan investasi dan keberlanjutan izin HKm.
Kata kunci : hutan kemasyarakatan, pola tanam optimal, kebutuhan hidup layak

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN
KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN
ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS

SUSNI HERWANTI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Tesis
Nama

NRP

: Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa
Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus
: Susni Herwanti
: E151090041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.

Dr. Ir. Bahruni, MS.

Ketua

Anggota

Diketahui


Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 27 Januari 2012

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayahNya tesis dengan judul “Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan
Kemasyarakatan Desa Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus”
dapat diselesaikan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua isu penting yang
terjadi di Indonesia, yaitu isu kemiskinan dan kerusakan hutan. Hutan
kemasyarakatan


merupakan

program

pemerintah

yang

bertujuan

untuk

melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecenderungan
masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanpa memperhatikan kemampuan
lahan untuk menumbuhkan tanaman membuat produksi tanaman tidak optimal.
Penelitian ini berusaha merumuskan model pemanfaatan lahan optimal yang bisa
mempertemukan kedua tujuan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis optimalisasi
dengan menggunakan linear programming, analisis ukuran garis kemiskinan,

analisis KHL, analisis luas lahan minimal yang dibutuhkan berdasarkan standar
KHL tertinggi dan analisis prospek pengembangan HKm.
Peneliti menemukan tiga puluh enam pola tanam aktual di lapangan dan
enam belas rencana pola tanam yang ingin dikembangkan petani. Enam belas pola
tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga diperoleh enam belas
pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang memberikan
keuntungan tertinggi. Pola tanam dikatakan optimal apabila keuntungan pola
tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL mampu
dipenuhi petani dengan mengelola lahan seluas 1,8 - 10 hektar. Persepsi yang baik
dan adanya keinginan dan dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan
perspektif petani menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk
dikembangkan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. M. Buce
Saleh, MS dan Bapak Dr. Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti
mulai dari penulisan rencana penelitian hingga penulisan tesis. Demikian pula
penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni
Wijayanto, MS yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi. Ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Ilmu Pengelolaan Hutan
angkatan 2009 yang selalu mendukung, memberikan semangat, dan membantu
dalam menyelesaikan tesis ini.
Tak lupa pula ucapan terima kasih dipersembahkan penulis kepada Bapak,
Ibu (almarhumah), kakak beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan,
doa, dorongan, motivasi dan kasih sayangnya hingga tesis ini dapat diselesaikan.
Terima kasih pula kepada rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per
satu dan semua pihak, atas segala dukungan, bantuan dan kerjasamanya. Semoga
Allah SWT membalas segala kebaikannya. Amin.

Bogor,
Penulis

Januari 2012

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, 27 September 1981 dari Bapak H.
Suharman dan Ibu almarhumah Hj. Amawati. Penulis merupakan putri kedua dari
dua bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada dan lulus pada pada tahun 2004. Pada tahun
2009, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan
Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan
Pascasarjana diperoleh dari Dikti. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Universitas Lampung sejak tahun 2006. Penulis aktif melakukan beberapa
kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat dan pendampingan selama menjadi
dosen. Pada tahun 2006 penulis menjadi pendamping mahasiswa S3 dari Jepang
untuk melakukan penelitian di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur.
Pengabdian masyarakat dilakukan penulis di Kabupaten Tanggamus pada tahun
2006. Pada tahun 2007 penulis melakukan penelitian tentang total pengelolaan
kualitas (TQM) sebagai fokus perbaikan kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul
Rachman dan penulis bertindak sebagai ketua. Pada tahun yang sama penulis
melakukan penelitian tentang analisis penutupan lahan pada daerah tangkapan air
waduk batu tegi di Provinsi Lampung bersama tim peneliti dari Universitas
Lampung dan penulis bertindak sebagai anggota. Penulis juga melakukan
pendampingan mahasiswa S2 dari Perancis pada tahun 2007 di Sumber Jaya,
Lampung Barat dengan topik pengelolaan lahan di Sumber Jaya.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Manfaat Penelitian .....................................................................................
Hipotesis ....................................................................................................
Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................

1
3
3
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kemasyarakatan ..............................................................................
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan ................................................
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi HKm .................................................
Agroforestry ...............................................................................................
Pola Tanam ................................................................................................
Perencanaan Tanaman ...............................................................................
Kebutuhan Tenaga Kerja ...........................................................................
Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani .................................

7
9
9
10
14
15
16
18

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................
Jenis dan Sumber Data...............................................................................
Teknik Pengambilan Sampel .....................................................................
Analisis Pola Tanam .................................................................................
Analisis Ukuran Garis Kemiskinan ...........................................................
Analisis Kebutuhan Hidup Layak..............................................................
Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ...........................................
Analisis Prospek Pengembangan HKm .....................................................

21
21
22
22
26
26
27
27

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Umum Desa Ngarip ..................................................................... 29
Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip .............................................. 30
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden ................................................ 30
xvii

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola tanam Aktual ......................................................................................
Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani ...........................................................
Pola Tanam Optimal ..................................................................................
Faktor Penentu Implementasi Pola Tanam Optimal ..................................
Ukuran Garis Kemiskinan ..........................................................................
Kebutuhan Hidup Layak ............................................................................
Kebutuhan Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL .......................................
Pendapatan Petani berdasarkan Luas HKm ...............................................
Prospek Pengembangan HKm....................................................................

33
36
44
51
54
55
56
57
58

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................ 61
Saran........................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63
LAMPIRAN ........................................................................................................ 68

xviii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan .....................................

9

2 Hasil penelitian terdahulu tentang HKm .........................................................

9

3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman di Maluku ................ 17
4 Sasaran, metode dan kegunaan Data ............................................................... 22
5 Luas penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip ................................. 29
6 Data sosial ekonomi Desa Ngarip ................................................................... 30
7 Data sosial ekonomi responden ....................................................................... 31
8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman ....................................................... 35
9 Jenis tanaman pilihan masyarakat ................................................................... 38
10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung ....................... 40
11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian .................................... 45
12 Jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi setiap strata .......................... 46
13 Harga relatif komoditas yang dikembangkan ............................................... 48
14 Komposisi jenis pola tanam hasil optimalisasi .............................................. 49
15 Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam berdasarkan standar KHL ............. 56
16 Pendapatan petani berdasarkan luas lahan ..................................................... 57
17 Perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran petani .......................... 58

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm .......................................

5

2 Pola tanam dengan dominasi satu jenis tanaman kopi .................................... 33
3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai ................................................................ 34
4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai ...................................... 34
5 Kombinasi tanaman kopi dan pisang .............................................................. 34
6 Perbandingan keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi ............. 47
7 Perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia
terhadap total pendapatan aktual .................................................................... 55

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik responden per pola tanam .......................................................... 68
2 Rencana perubahan pola tanam aktual ........................................................... 75
3 Rata-rata pendapatan petani per pola tanam ................................................... 76
4 Rata-rata pengeluaran petani per pola tanam .................................................. 77
5 Komponen kebutuhan hidup layak per pola tanam ......................................... 78
6 Arus uang tunai per pola tanam ..................................................................... 79
7 Hasil optimalisasi pola tanam 1 ...................................................................... 80
8 Hasil optimalisasi pola tanam 2 ...................................................................... 81
9 Hasil optimalisasi pola tanam 3 ...................................................................... 82
10 Hasil optimalisasi pola tanam 4 .................................................................... 83
11 Hasil optimalisasi pola tanam 5 ..................................................................... 84
12 Hasil optimalisasi pola tanam 6 ..................................................................... 85
13 Hasil optimalisasi pola tanam 7 ..................................................................... 86
14 Hasil optimalisasi pola tanam 8 ..................................................................... 87
15 Hasil optimalisasi pola tanam 9 ..................................................................... 88
16 Hasil optimalisasi pola tanam 10 ................................................................... 89
17 Hasil optimalisasi pola tanam 11 ................................................................... 90
18 Hasil optimalisasi pola tanam 12 ................................................................... 91
19 Hasil optimalisasi pola tanam 13 ................................................................... 92
20 Hasil optimalisasi pola tanam 14 ................................................................... 93
21 Hasil optimalisasi pola tanam 15 ................................................................... 94
22 Hasil optimalisasi pola tanam 16 ................................................................... 95
23 Persepsi petani terhadap peranan HKm ......................................................... 96
24 Peta areal kerja HKm Desa Ngarip ................................................................ 97

xxiii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan
merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang.
Pertumbuhan penduduk yang pesat, kebutuhan yang semakin meningkat,
sementara

luas

lahan

relatif

tetap

menyebabkan

masyarakat

terpaksa

mengalihfungsikan kawasan hutan untuk dijadikan areal pertanian dan
perkebunan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 32 juta orang atau
sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau
sekitar 22% dari total penduduk Lampung (BPS 2010). Peran sektor kehutanan
sangat besar dalam menanggulangi kemiskinan karena sekitar 63% penduduk
miskin di Indonesia berada di perdesaan dan sebagian besar bermatapencaharian
petani.
Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi
Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan (Wulandari 2009).
Kerusakan hutan

salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan.

Program-program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat
secara aktif dalam pengelolaan hutan diperlukan untuk mengatasi isu kemiskinan
dan kerusakan hutan tersebut.
Pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan salah satunya
dengan mengembangkan hutan kemasyarakatan yang merupakan skema
pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah
hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat setempat.

HKm memberikan peluang kepada masyarakat untuk

memanfaatkan hutan secara optimal berdasarkan prinsip ekonomi, ekologi dan
sosial.

HKm memberikan kepastian hak kelola lahan dan menempatkan

masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan.
Permenhut Nomor 37 Tahun 2007 tentang HKm menyatakan bahwa
kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai areal kerja HKm adalah kawasan
hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Pemanfaatan kawasan hutan

2

dilakukan dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk yaitu, tajuk
tinggi, sedang dan rendah.
Jenis tanaman yang diarahkan untuk ditanam di lahan HKm adalah Multi
Purpose Tree Species (MPTS), pohon-pohon penaung, tanaman kayu keras dan
tanaman pakan ternak. Jenis-jenis tersebut diperoleh dari swadaya masyarakat,
pemerintah maupun dari kebun bibit rakyat (KBR).
Desa Ngarip yang terletak di Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus
memiliki areal kerja HKm di kawasan hutan lindung seluas 1.446 hektar.
Masyarakat di Desa Ngarip membuka kawasan hutan menjadi areal perkebunan
sejak tahun 1980-an. Masyarakat berkebun kopi secara monokultur karena
ketidakpastian hak kelola. Masyarakat beralih ke sistem budidaya agroforestry
kopi sejak mendapat izin HKm.
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh melalui agroforestry, yaitu
manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya (Utami 2003). Agroforestry
dapat menciptakan iklim mikro dan melindungi tanah dan air dengan lebih baik.
Kombinasi antara tanaman semusim dan tanaman kayu-kayuan dapat mengurangi
serangan hama penyakit. Agroforestry juga memberikan kesinambungan vegetasi
sehingga tidak pernah terjadi pembukaan tanah yang ekstrim yang dapat
mengganggu keseimbangan ekologinya. Penanaman lebih dari satu jenis
(diversifikasi jenis) akan meningkatkan ketahanan terhadap fluktuasi harga dan
jumlah permintaan pasar yang tidak menentu berdasarkan aspek ekonomi. Petani
bisa mengurangi risiko kerugian yang lebih besar ketika salah satu produknya
mengalami kegagalan pasar dengan memusatkan perhatian pada produk lain yang
kondisi harganya lebih stabil. Filosofi budidaya yang efisien, yaitu memperoleh
hasil yang relatif besar dengan biaya atau pengorbanan yang relatif kecil
memberikan makna bahwa agroforestry memperhatikan aspek sosial budaya.
Berbudidaya agroforestry sama dengan melakukan investasi jangka panjang yang
menguntungkan. Penanaman pohon yang bernilai ekonomi tinggi berarti
menabung untuk masa depan karena produksinya baru dinikmati beberapa tahun
lagi (Hairiah et al. 2000). Penelitian mengenai pemanfaatan lahan HKm yang
optimal perlu dilakukan karena banyak manfaat yang bisa diperoleh dari

3

pemanfaatan lahan secara agroforestry. Kecenderungan petani menanam semua
jenis memungkinkan terjadi pemanfaatan lahan yang tidak optimal.
Program

HKm

harus

terdesentralisasi

dengan

melibatkan

dan

memperhatikan keinginan masyarakat setempat agar program berhasil dan tujuan
HKm tercapai. Pemilihan jenis yang secara sosial diterima petani dan secara
teknis dikenal oleh masyarakat dan bisa diterapkan di lapangan diharapkan dapat
mendukung keberhasilan program HKm dalam mengembalikan fungsi hutan.
Kombinasi optimal dicapai bila kemungkinan-kemungkinan pola tanam yang ada
di lapangan mampu memberikan manfaat ekonomi dan ekologi.
Perumusan Masalah
Pola tanam agroforestry yang diterapkan oleh masyarakat di Desa Ngarip
Kabupaten Tanggamus sebagian besar didominasi oleh tanaman kopi. Pola tanam
tersebut harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan manfaat
ekologi bagi lingkungan. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
sistem agroforestry memberikan manfaat ekonomi dan ekologi yang baik
terutama dalam meningkatkan pendapatan penduduk dan memperbaiki kualitas
lahan (Budidarsono & Wijaya 2000; Lyngbæk et al. 2001; Subagyono, Marwanto,
Kurnia 2003; Buana, Suyanto dan Hairiah 2005; Utomo 2005; Arsyad 2006;
Rajati et al. 2006; Banuwa 2008; Marwah 2008; Payan et al. 2009; Helton et al.
2010). Meskipun demikian, seberapa besar sistem agroforestry kopi mampu
mencukupi kebutuhan hidup petani Desa Ngarip? Berdasarkan uraian di atas,
permasalahan-permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah pola tanam di Desa Ngarip sudah optimal sesuai dengan tujuan HKm?
2) Bagaimanakah pola tanam yang optimal?
3) Bagaimanakah prospek pengembangan HKm dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan petani?
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1) Mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm
2) Merumuskan pola tanam optimal berdasarkan kebutuhan hidup layak petani
3) Mengidentifikasi prospek pengembangan HKm berdasarkan perspektif petani

4

Manfaat
Penelitian mengenai optimalisasi pemanfaatan lahan HKm dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial diharapkan memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar hutan dan masukan bagi pemerintah dalam
merumuskan kebijakan untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera.
Hipotesis
1) Pola tanam berdasarkan preferensi petani dan secara teknis bisa diterapkan di
lapangan akan memberikan hasil optimal
2) Pengembangan HKm dengan pola tanam optimal dan dukungan potensi sosial
ekonomi masyarakat akan meningkatkan peran HKm dalam mensejahterakan
masyarakat
Kerangka Pemikiran
HKm bertujuan melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan petani
melalui

pemanfaatan

lahan

optimal.

Pemanfaatan

lahan

optimal

mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu sosial, ekonomi dan ekologi. Aspek
sosial melibatkan petani dalam pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani.
Jenis-jenis tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis yang sudah dikenal dan disukai
petani termasuk jenis-jenis yang sudah ada dan yang akan dikembangkan.
Pemilihan jenis berdasarkan preferensi merupakan dasar dalam penentuan pola
tanam yang akan dikembangkan.
Petani menghadapi beberapa kendala dalam mengembangkan pola tanam
yaitu kendala ekonomi dan ekologi. Kendala ekonomi yang dihadapi petani adalah
ketersediaan modal dan HOK. Kendala ekologi yang dihadapi petani adalah
jumlah tanaman maksimal yang dapat tumbuh optimal di lahan HKm.
Berdasarkan dua kendala tersebut, pola tanam yang akan dikembangkan
dioptimalkan menggunakan linear programming dengan tujuan memaksimalkan
keuntungan pola tanam. Hasil analisis optimalisasi ini menghasilkan pola tanam
optimal secara ruang, tetapi pola tanam ini perlu dievaluasi terhadap pemenuhan
kebutuhan hidup layak (KHL) petani. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil
optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL)

5

tertinggi. KHL petani bisa dipenuhi petani dengan menambah luas lahan atau
tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil
optimalisasi. Petani tidak memerlukan tambahan luas lahan apabila keuntungan
pola tanam hasil optimalisasi memenuhi KHL sebaliknya petani memerlukan
tambahan luas lahan apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi tidak
memenuhi KHL. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Pemanfaatan lahan HKm belum optimal

Pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani
(sosial)

Ekonomi

Ekologi

Linear programming

Pola tanam optimal

Perlu menambah
luas lahan

tidak

Keuntungan ≥ KHL
ya

Tidak perlu menambah luas lahan

Gambar 1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm.

6

7

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem
pengelolaan

hutan

yang

bertujuan

untuk

memberdayakan

masyarakat

(meningkatkan nilai ekonomi, nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada
masyarakat pengelola, dan masyarakat setempat), tanpa mengganggu fungsi
pokoknya (meningkatkan fungsi hutan dan kawasan hutan, pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu dengan tetap menjaga fungsi kawasan hutan (Cahyaningsih et
al. 2006).
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 menyatakan
bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan
untuk memberdayakan masyarakat setempat dan hanya diperuntukkan pada
kawasan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan kemasyarakatan bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber
daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga
kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan hutan
kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian
akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna
menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk
memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Kawasan
hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah
kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
Hutan kemasyarakatan memiliki manfaat untuk masyarakat, pemerintah
maupun manfaat terhadap fungsi hutan dan restorasi habitat. Manfaat HKm untuk
masyarakat adalah: (1) pemberian izin kelola HKm memberikan kepastian hak
akses untuk turut mengelola kawasan hutan; (2) masyarakat atau kelompok tani
HKm menjadi pasti untuk berinvestasi dalam kawasan hutan melalui reboisasi
swadaya mereka. HKm menjadi sumber mata pencaharian dengan memanfaatkan
hasil dari kawasan hutan. Keanekaragaman tanaman yang diwajibkan dalam
kegiatan HKm menjadikan kalender musim panen petani menjadi padat dan dapat

8

menutupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga petani HKm; (3) kegiatan
pengelolaan HKm yang juga menjaga sumber-sumber mata air dengan prinsip
lindung, berdampak pada terjaganya ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan rumah tangga dan kebutuhan pertanian lainnya; (4) terjalinnya
hubungan dialogis dan harmonis dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Diskusi-diskusi dan komunikasi yang dibangun dan dilakukan melalui kegiatan
HKm telah menghasilkan komunikasi yang baik dan harmonis antar para pihak
yang dulu merupakan sesuatu hal yang jarang ditemukan; (5) adanya peningkatan
pendapatan non tunai (innatura atau berbentuk barang) dalam bentuk pangan dan
papan. Manfaat HKm untuk pemerintah adalah: (1) kegiatan HKm memberikan
sumbangan tidak langsung oleh masyarakat kepada pemerintah melalui
rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana; (2) adanya peningkatan
pendapatan pemerintah daerah untuk pembangunan hutan lestari masyarakat
sejahtera; (3) kegiatan teknis di lahan HKm yang mewajibkan kelompok
melakukan penerapan pengolahan lahan berwawasan konservasi (menerapkan
terasering, guludan, rorak, dll) dan melakukan penanaman melalui sistem MPTS
membawa perbaikan pada fungsi hutan; (4) kegiatan HKm berdampak kepada
pengamanan hutan (menurunkan penebangan liar), kebakaran hutan, dan
perambah hutan. Kegiatan pengamanan hutan tersebut tercantum dan merupakan
bagian dari program kerja masing-masing kelompok HKm; (5) terlaksananya
tertib hukum di lahan HKm (berdasarkan aturan dan mekanisme kerja kelompok).
Manfaat HKm terhadap fungsi hutan dan restorasi hábitat adalah: (1) terbentuknya
keanekaragaman tanaman (tajuk rendah, sedang, dan tinggi); (2) terjaganya fungsí
ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan
yang diterapkan; (3) terjaganya blok perlindungan yang dikelola oleh kelompok
pemegang izin HKm, yang diatur melalui aturan main kelompok; (4) kegiatan
HKm juga menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya
beserta habitatnya (Cahyaningsih et al. 2006).

9

Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan
Penelitian mengenai optimalisasi lahan sistem agroforestry telah dilakukan
oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan
Nama

Metode

Lokasi

(tahun)

Hasil

análisis

Rauf

Kabupaten

Goal

Tipe agrosilvopastural dengan kombinasi

(2004)

Langkat Sumatera

programming

pepohonan/hutan, tanaman pertanian dan

Utara

rumput pakan ternak memberikan hasil
optimal

Arunglangi

Tana Toraja

(2005)

Goal

Pola tanam optimal adalah pola yang

programming

memiliki keragaman tertinggi

Mandagi

Kecamatan

Linear

Pola

tanam

optimal

berdasarkan

(2005)

Bintauna Provinsi

programming

pertimbangan musim, unsur hara, hama
penyakit dan sumberdaya yang tersedia

Sulawesi Utara

memberikan pendapatan optimal.
Rajati

Hutan

Goal

Pola tanam yang memberikan hasil

(2006)

Cipadayungan,

programming

optimal adalah pola tanam berdasarkan

Kabupaten

dan USLE

pilihan masyarakat

Sumedang

Hasil-Hasil Penelitian Hkm
Beberapa hasil penelitian tentang HKm telah dilakukan oleh beberapa
peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang HKm
Nama
(tahun)

Lokasi

Zulfarina

Lampung

(2003)

Barat

Metode

Hasil

análisis
Statistik

Terdapat hubungan yang positif antara persepsi
dan partisipasi petani terhadap usaha pertanian
konservasi

Susilawati

Lampung

Statistik

1) Semakin luas lahan yang dikelola petani,

(2009)

Barat

deskriptif dan

semakin besar daya dukung gizi yang diperoleh

inferensia

untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.
2) Semakin

beranekaragam

jenis

tanaman,

ketersediaan energi yang dihasilkan semakin
besar

10

Agroforestry
Sistem agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan
tanaman pangan, pepohonan dan atau ternak secara terus-menerus ataupun
periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk
meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah
(Nair 1993). King (1979) diacu dalam Watanabe (1999) mendefinisikan bahwa
agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang mampu
meningkatkan produktivitas lahan secara total, mengkombinasikan tanaman
pangan (termasuk tanaman tahunan), tanaman hutan dan atau ternak secara terusmenerus atau periodik pada lahan yang sama, mengaplikasikan tingkat
pengelolaan yang bersaing dengan kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua
definisi agroforestry di atas mengimplikasikan bahwa:
1) Terdapat interaksi yang kuat, baik kompetitif maupun komplementer antara
komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan
2) Terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing komponen agroforestry
dalam dimensi fisik, umur dan penampilan fisiologi
3) Agroforestry umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau
tanaman dan ternak), dimana paling tidak salah satunya merupakan tanaman
berkayu
4) Agroforestry selalu mempunyai dua atau lebih hasil
5) Siklus agroforestry selalu lebih dari satu tahun
6) Walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi agroforestry
lebih kompleks dibandingkan dengan usahatani monokultur
7) Agroforestry dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam,
berbatu-batu, berawa-rawa, ataupun tanah marjinal dimana sistem usahatani
lainnya kurang cocok.
Pada saat ini dikenal empat jenis agroforestry, yaitu tanaman sela, talun,
kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung dan pagar hidup. Empat jenis
agroforestry itu adalah (Santoso et al. 2004):
Tanaman sela
Ada dua model pertanaman sela, yaitu pertanaman sela terus menerus dan
pertanaman sela periodik dilihat dari perkembangan tajuk tanaman tahunan.

11

Pertanaman sela terus-menerus adalah penanaman tanaman semusim atau
menahun, palawija, atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang sudah
menghasilkan. Tajuk tanaman tahunan tidak rapat sehingga memungkinkan untuk
membudidayakan tanaman lainnya yang memiliki tajuk lebih rendah dari tanaman
tahunan. Pengaturan tanaman dilakukan sedemikian rupa, sehingga interaksi antar
tanaman tidak saling merugikan. Penanaman kakao, pisang, ubi kayu, padi gogo,
nanas, atau jagung diantara barisan kelapa adalah salah satu contoh pertanaman
sela terus-menerus.
Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim,
palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum
menutupi seluruh permukaan tanah. Tanaman semusim tidak dapat dibudidayakan
lagi jika tajuk tanaman tahunan sudah menutupi seluruh permukaan tanah.
Teknik tanaman sela berkembang pesat di daerah perkebunan dengan tujuan
untuk memberikan penghasilan yang cepat kepada petani selama menunggu
tanaman perkebunan menghasilkan atau memberikan pendapatan tambahan dari
tanaman tahunan yang tajuknya tidak menutupi seluruh permukaan tanah.
Beberapa keuntungan dari pertanaman sela adalah memberikan pendapatan dalam
waktu singkat kepada petani pengelola kebun, mencegah pertumbuhan gulma
yang dapat merugikan tanaman tahunan dan meringankan pemeliharaan tanaman
tahunan karena pemberian pupuk dan pengendalian hama/penyakit tanaman sela
meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi gangguan hama/penyakit bagi
tanaman tahunan. Kekurangan dari sistem tanaman sela adalah tanaman semusim
atau tanaman bertajuk rendah dapat menjadi inang hama/penyakit yang
menyerang tanaman tahunan. Tanaman sela dengan tanaman semusim hanya
cocok diterapkan pada lahan dengan lereng < 30% karena pada lereng yang lebih
curam akan mempercepat erosi dan memerlukan banyak tenaga dan biaya.
Talun
Talun adalah lahan di luar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh tanaman
hutan dan tanaman tahunan lainnya. Komponen tanamannya tumbuh sendiri
sehingga proporsi jarak tanamnya tidak teratur. Sistem ini lebih menyerupai hutan
sekunder yang tumbuh setelah hutan primer dibuka, ditanami tanaman pangan dan
setelah beberapa tahun ditinggalkan karena produktivitas lahannya rendah. Talun

12

berasosiasi erat dengan perladangan berpindah di daerah Sumatera dan
Kalimantan yang pada umumnya menumbuhkan hutan karet rakyat.
Kebun campuran
Kebun campuran mirip dengan talun, tetapi komponen tanaman hutan dan
tanaman tahunan lainnya sengaja ditanam. Jenis tanaman tahunan yang sengaja
ditanam antara lain petai, jengkol, aren, melinjo, sengon, dan buah-buahan.
Sebagian lahan kadang-kadang ditanami dengan tanaman pangan semusim tetapi
komponen tanaman tahunan dalam sistem kebun campuran lebih dominan
dibandingkan dengan tanaman semusim. Kebun campuran dikenal dengan istilah
Taungya di Filipina, India dan Kenya, yang berarti sehamparan lahan di daerah
pegunungan. Sistem ini disebut tegalan jika proporsi tanaman semusim lebih luas
daripada tanaman tahunan.
Pekarangan
Pekarangan adalah penanaman tanaman tahunan dan tanaman pangan
semusim atau menahun serta sering dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak
terutama jenis ruminansia dan unggas di sekitar rumah. Sistem ini berkembang
baik di daerah transmigrasi, dimana untuk setiap rumah tangga disediakan lahan
pekarangan sekitar 0,25 hektar untuk ditanami tanaman tahunan, tanaman pangan,
tanaman obat-obatan, dan sering diiringi dengan pembuatan kandang ternak
ruminansia dan unggas.
Tanaman pelindung
Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan bertajuk tinggi yang sengaja
ditanam dengan tujuan untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman
perkebunan bertajuk rendah (perdu) dari kelebihan intensitas sinar matahari dan
pengaruh buruk dari angin dingin. Proporsi tanaman pelindung lebih sedikit
daripada tanaman yang dilindungi dan dipilih tanaman jenis leguminosa berkayu
untuk mengurangi persaingan unsur hara dengan tanaman yang dilindungi.
Tanaman Erythrina sp. yang ditanam di sela-sela barisan tanaman kopi
merupakan salah satu contoh tanaman pelindung. Persyaratan tanaman pelindung
adalah:

13

1) Memiliki tajuk tinggi
2) Memiliki perakaran yang dalam sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari
lapisan tanah yang dalam, dan mengurangi persaingan dengan tanaman pokok
3) Termasuk jenis legume berkayu, sehingga dapat memfiksasi nitrogen dari
udara untuk tanaman pokok
4) Tidak mudah rebah atau patah sehingga tanaman pokok tidak mengalami
kerusakan
5) Mampu mengurangi kerusakan tanaman pokok dari pengaruh jelek angin
terutama di daerah beriklim kering dan kena pengaruh angin dingin dari Benua
Australia
Pagar hidup
Pagar hidup adalah barisan tanaman tahunan jenis perdu

atau pohon

sepanjang batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat,
dipangkas pada ketinggian

1,5 - 2 m. Pagar hidup dapat berfungsi sebagai

pencegah orang, ternak pemakan rumput/tanaman masuk ke lahan dan merusak
tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi selain sebagai batas pemilikan
lahan. Persyaratan yang diperlukan untuk tanaman pagar hidup adalah:
1) Berperakaran dalam, sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan
tanah yang dalam, mengurangi persaingan dengan tanaman pokok, dan
mampu mencegah erosi
2) Tahan dipangkas secara periodik
3) Menghasilkan banyak bahan hijauan segar untuk pakan ternak atau
menghasilkan banyak bahan kayu bakar
4) Bukan sebagai inang hama/penyakit bagi tanaman pokok
5) Untuk daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, dipilih tanaman yang
tahan kering, sehingga tidak mati selama kemarau panjang
6) Diusahakan dari jenis legume perdu karena kualitas pakan ternak akan lebih
baik dan dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk tanaman pokok.
Klasifikasi agroforestry
Klasifikasi pola agroforestry dapat dilakukan berdasarkan struktur, fungsi,
sosial ekonomi, dan ekologi (Watanabe 1999). Klasifikasi berdasarkan struktur
menunjukkan komponen-komponen yang menyusun pola tersebut, misalnya

14

tanaman pertanian, tanaman kehutanan dan ternak, sedangkan klasifikasi
berdasarkan fungsi menunjukkan peranan dari pola agroforestry yang meliputi
peranan produksi atau peranan proteksi. Klasifikasi agroforestry menunjukkan
tingkat input yang digunakan (input rendah, input tinggi) atau intensitas
pengelolaan dan tujuan komersil (subsisten, komersil atau setengah komersil)
berdasarkan sosial ekonomi, sedangkan berdasarkan ekologi menunjukkan kondisi
lingkungan dan kesesuaian ekologis dari pola tersebut, misalnya suatu kelompok
pola agroforestry yang sesuai untuk dataran tinggi tropis, wilayah semi-arid dan
lain-lain. Agroforestry dapat dibagi berdasarkan struktur atau komponenkomponen yang menyusunnya sebagai berikut (Sukandi et al. 2002):
a. Kombinasi

antara

pohon-pohonan

dan

tanaman

pertanian

disebut

agrisilviculture
b. Kombinasi antara pohon-pohonan dengan tanaman pakan ternak dan atau
ternak disebut silvopasture
c. Kombinasi antara pohon-pohonan, tanaman pertanian, tanaman pakan ternak
dan atau ternak disebut agrosilvopasture
d. Kombinasi yang lain, diantaranya adalah pohon-pohonan dengan kegiatan
perikanan (silvofishery) atau pohon-pohonan dengan kegiatan perlebahan.
Pola Tanam
Pola tanam dalam agroforestry sangat spesifik karena menyangkut berbagai
komponen yang berbeda di dalamnya. Prinsip pola tanam dalam sistem
agroforestry adalah bagaimana memanfaatkan ruang dan waktu secara optimal
sehingga unsur-unsur hara, air dan cahaya dapat dimanfaatkan secara optimal
pula. Usaha pemanfaatan ruang secara optimal dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya pengaturan jarak tanam, tata letak tanaman, perkembangan lapisan
tajuk dan perakaran. Optimalisasi pemanfaatan unsur waktu dilakukan antara lain
dengan pengaturan waktu tanam dan panen. Pengaturan ruang dan waktu yang
optimal diharapkan komponen yang satu tidak akan menekan komponen yang
lain, malah sebaliknya terjadi saling menunjang antar komponen.
Pola tanam dalam sistem agroforestry diatur sedemikian rupa sehingga pada
tahap awal (faktor naungan belum menjadi masalah) beberapa komponen dapat

15

tumbuh bersamaan dalam satu lapisan tajuk. Sistem agroforestry akan menyerupai
ekosistem hutan pada tahap lanjut yang terdiri dari banyak lapisan tajuk
(multistrata). Lapisan tajuk atas ditempati oleh jenis-jenis dominan, di bawahnya
ditempati oleh jenis-jenis yang kurang dominan yang tahan setengah naungan,
kemudian lapisan bawah ditempati oleh jenis-jenis tahan naungan. Pola tanam
adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik
pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman seumur pada
sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani
lahan kering (Santoso et al. 2004).
Perencanaan Tanaman
Banyak usahatani yang disusun berdasarkan pengalaman. Kebanyakan dari
petani yang menggunakan cara ini dibesarkan di daerah tempat ia berusahatani
sekarang. Praktek-praktek usahataninya tidak berbeda dengan praktek-praktek
yang berlaku di daerah tersebut.

Perencanaan tanaman dilakukan untuk

menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi tanaman tersebut adalah (Soeharjo dan Patong 1973):
1) Dapat menambah atau mempertahankan kesuburan tanah
Tiap unit tanah harus dipertahankan kesuburannya. Salah satu jalan adalah
dengan rotasi, baik yang sifatnya pendek maupun lama. Pergiliran tanaman
yang baik akan memperbaiki struktur dan menjaga kesuburan tanah.
Tanaman-tanaman yang dipilih sebagai tanaman kedua adalah tanaman yang
memang sifatnya menambah kesuburan tanah. Tanaman-tanaman jenis
leguminosa seperti kacang tanah, kedele adalah tanaman-tanaman yang dapat
menambah kesuburan tanah. Pergiliran tanaman juga bisa didasarkan atas
tanaman yang intensif dan ekstensif.
2) Komplementer dan suplementer satu sama lain
Tanaman-tanaman yang diusahakan hendaknya saling meninggikan hasil
antara satu dengan lainnya atau sekurang-kurangnya tidak mengurangi hasil
tanaman lainnya, terutama penggunaan alat-alat dan tenaga kerja. Tanaman
yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman yang ekstensif,
sehingga penggunaan tenaga kerja