Community Participation in the Activity of Land Conservation: The Case Role of Forestry Extension Governmental (PKSM) of Bima District, West Nusa Tenggara

PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KEGIATAN
KONSERVASI LAHAN:
Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya
Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB

SRI RAMADOAN

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Partisipasi
Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan: Kasus Peran Pendampingan
Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB
adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Sri Ramadoan
NIM I351100051

_________________________
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
SRI RAMADOAN. Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan:
Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM)
di Kabupaten Bima, NTB. Dibawah bimbingan: PUDJI MULJONO dan ISMAIL
PULUNGAN
Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan

keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya hutan mengalami kerusakan yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun yang mengakibatkan degradasi lahan
sehingga membentuk lahan kritis, oleh karena itu perlu adanya upaya konservasi
lahan melalui berbagai program kegiatan.
Upaya konservasi lahan ini akan berhasil dengan baik apabila melibatkan
masyarakat disekitar kawasan hutan sebagai pelaku utama dalam melaksanakan
kegiatan konservasi lahan, terutama konservasi lahan di luar kawasan hutan yang
merupakan lahan garapan milik petani sendiri melalui kegiatan Hutan Rakyat
(HR) dan agroforestry.
Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan
bahwa penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya
melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan
pemberdayaan masyarakat. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan juga mengamanatkan
agar masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan.
Umumnya masyarakat yang ada di sekitar hutan, mempunyai keterbatasan
akses, pengetahuan, keterampilan dan kemauan untuk melaksanakan kegiatan
konservasi lahan, oleh karena itu perlu diberikan bimbingan dan peningkatan
pengetahuan melalui kegiatan penyuluhan dan pendekatan yang terus menerus.

Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan, menurut UU Nomor 16/2006,
dilakukan oleh penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan/atau
Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Keberadaan dan peran
PKSM ini diharapkan mampu menjadi salah satu faktor pendorong bagi
peningkatan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan dan evaluasi kegiatan konservasi lahan. Peran pendampingan PKSM
ini adalah sebagai analisator, stimulator, fasilitator dan pendorong.
Faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat
adalah karakteristik individu petani berupa umur, pendidikan formal dan non
formal, pendapatan, tanggungan, luas lahan, status lahan, motivasi dan
kekosmopolitan serta peran dan fungsi kelompok tani sebagai kelas belajar,
wahana kerjasama dan unit produksi. Peran pendampingan PKSM selain berperan
dalam meningkatkan partisipasi, juga diharapkan mampu berpengaruh terhadap
karakteristik individu dan peran serta fungsi dari kelompok tani.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengukur tingkat partisipasi masyarakat
dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan, 2) menganalisis faktor
karakteristik individu yang paling berpengaruh terhadap tingkat partisipasi
masyarakat pada kegiatan konservasi lahan, 3) menganalisis bentuk peran
pendampingan PKSM yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat
pada kegiatan konservasi lahan, dan 4) menganalisis peran dan fungsi kelompok


tani yang mampu mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan
konservasi lahan.
Metode penelitian menggunakan metode survey, dilakukan di 5 kecamatan
(Ambalawi, Belo, Wawo, Wera, Woha) di Kabupaten Bima, NTB, sampel diambil
secara acak dan proposional (Propotional Random Sampling). Analisis yang
digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensial. Distribusi frekuensi
digunakan untuk mengetahui karakteristik individu petani, peran pendampingan
PKSM, peran dan fungsi kelompok serta tingkat partisipasi masyarakat.
Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis korelasi Rank Spearman
dengan software SPSS 20.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan konservasi lahan termasuk kategori tinggi. Faktor
karakteristik individu masyarakat yang berhubungan nyata dengan partisipasi
adalah pendidikan non formal dan jumlah tanggungan. Peran pendampingan
PKSM sebagai analisator, stimulator, fasilitator dan pendorong berhubungan
sangat nyata dengan tingkat partisipasi pada setiap tahap partisipasi. Peran dan
fungsi kelompok tani sebagai unit belajar, wahana kerjasama dan unit produksi
berhubungan sangat nyata dengan tingkat partisipasi petani.
Tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan konservasi lahan di

Kabupaten Bima sudah tinggi dan kondisi ini dipengaruhi oleh peran pendampingan
PKSM yang terus menerus dan peran serta fungsi kelompok tani, oleh karena itu
perlu ada upaya-upaya pembinaan lebih lanjut dari pemerintah daerah, provinsi dan
pusat untuk meningkatkan kapasitas SDM dan pengetahuan PKSM sehingga
PKSM tersebut bisa terus melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan
kepada masyarakat.
Pembinaan ini bisa berupa pelatihan, kunjungan lapangan, diikutkan pada
lomba-lomba bidang kehutanan dan lingkungan, atau pendampingan yang lebih
intensif lagi dari penyuluh PNS, selain itu juga perlu diberikan bantuan sarana
prasarana, dan kesempatan sebagai fasilitator pada kegiatan-kegiatan penyuluhan
di luar desa tempat tinggalnya agar PKSM tersebut bisa berkembang.
Kepada petani yang telah berpartisipasi pada kegiatan konservasi lahan
diberikan peningkatan kapasitas SDM berupa pelatihan kehutanan yang terkait
dengan konservasi lahan dan kunjungan lapangan ke daerah-daerah yang telah
berhasil. Penguatan kelembagaan dan pembinaan kepada kelompok tani berupa
pemberian kegiatan, sarana prasarana yang menunjang kegiatan sehingga
kelompok tani bisa tetap mandiri dan maju.
Kata kunci: Agen perubahan, penyuluh kehutanan, PKSM, partisipasi masyarakat,
konservasi lahan


SUMMARY
SRI RAMADOAN. Community Participation in the Activity of Land
Conservation: The Case Role of Forestry Extension Governmental (PKSM) of
Bima District, West Nusa Tenggara: Supervised by PUDJI MULJONO and
ISMAIL PULUNGAN.
Forests as capital development needs to be protected and utilized as much as
possible for the benefit and welfare of the community. The fact that damage
forests is increasing from year to year, which resulted in land degradation thus
forming a critical, therefore there is need for land conservation efforts through
various program activities.
This land conservation efforts will work well to engage the community
around the forest as the main actors in implementing land conservation, especially
conservation land outside the forest area is arable land owned by the farmers
themselves through Community Forests (HR) and agroforestry.
Law number 41 year of 1999 concerning Forestry stated that the
implementation of forest and land rehabilitation preferred implementation through
participatory approach in the context of community development and community
empowerment. Law Nummber 16 Year 2006 on the Extension System for
Agriculture, Fisheries and Forestry, also mandates that the public be placed as the
main actors in extension activities.

Generally the people who are around the forest, have limited access to the
knowledge, skills and willingness to implement conservation land, therefore need
to be given guidance and increased knowledge through extension activities and
continuous approach.
Implementation of forestry extension, according to Law No. 16/2006,
conducted by the extension of Civil Servants (PNS), private instructor and / or
Extension Forestry Governmental (PKSM). The existence and role of PKSM is
expected to be one of the encoureg factors for increased community participation
in planning, implementation, use and evaluation of conservation land. PKSM
mentoring role is as analyzers, stimulator, facilitator and encoureger.
Other factors that also affected the level of community participation are the
characteristics of individual farmers such as age, formal and non-formal
education, income, dependents, land area, land status, motivation and
kekosmopolitan and the role and function of the peasantry as a class learning,
collaboration and production unit vehicle . PKSM mentoring role than a role in
increasing participation, is also expected to affect the characteristics of the
individual and the role and function of the farmer groups.
This study aimed to: 1) measure the level of community participation in
implementing land conservation activities, 2) analyze the individual
characteristics factors that most affect the level of community participation in land

conservation, 3) analyze the role of mentoring PKSM forms that affect the level of
community participation in activities land conservation, and 4) analyze the role
and function of farmer groups that can affect the level of community participation
in land conservation.
This research using survey method, conducted in 5 sub districts (Ambalawi,
Belo, Wawo, Wera, Woha) in Bima districts, West Nusa Tenggara, samples taken

by random and proportional (proportional random sampling). The analysis used is
descriptive and inferential statistics. Frequency distribution is used to determine
the characteristics of individual farmers, role of PKSM, the role and functions of
the farmers group and the level of community participation. Analysis correlation
of variables using Spearman rank correlation with SPSS 20.0 software.
The results showed that the level of community participation in
implementing land conservation activities were high. Factors related to the
individual characteristics of the real with the participation was non-formal
education and number of dependents. PKSM mentoring role as analyzers,
stimulator, facilitator and driving very real associated with the level of
participation at every stage of participation. The role and function of farmer
groups as units of learning, collaboration and rides very real production unit
associated with the level of participation of farmers.

The level of community participation in land conservation Bima already
high and this condition is influenced by the role PKSM ongoing mentoring and
role functioning farmer groups, therefore there should be efforts to further
development of the local, provincial and central to improving capacity building
and knowledge PKSM so PKSM can continue to do outreach and assistance to the
public.
This guidance could be training, field trips, competitions included on
forestry and environment, or more intensive assistance of extension of civil
servants, but it also needs to be given infrastructure assistance, and opportunity as
facilitator in extension activities outside the village residence that may progress
PKSM.
To farmers who participated in land conservation is given in the form of
capacity building training related to forestry and land conservation field trips to
areas that have been successful. Institutional strengthening and training to farmer
groups for the provision of activities, facilities and infrastructure that support so
that the farmer can remain independent and advanced.
Keywords: agent of change, community participation, forestry extension, land
conservation, PKSM

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kkritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KEGIATAN
KONSERVASI LAHAN:
Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya
Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB

SRI RAMADOAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan


SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji:
Penguji Luar Komisi

: Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MA
(Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor)

Judul Tesis

Nama
NIM

: Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi
Lahan: Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan
Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB
: Sri Ramadoan
: I351100051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi
Ketua

Ir Ismail Pulungan, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Siti Amanah, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Januari 2013

Tanggal Lulus

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya
dengan karunia, rahmat, hidayah, kekuatan dan kesehatan dari-NYA, sehingga
penulis mampu menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Judul penelitian
ini adalah Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan: Kasus Peran
Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten
Bima, NTB.
Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada
banyak pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini:
1. Komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si (ketua) dan Ir. Ismail
Pulungan, M.Sc. (anggota), yang telah membimbing dan memberikan saran,
masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih baik.
2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Penyuluhan
Pembangunan (PPN) IPB beserta para dosen pengajar yang telah menerima
penulis sebagai mahasiswa Pascasarjana PPN IPB dan memberikan ilmu serta
teori yang berkaitan dengan studi yang penulis tempuh.
3. Staf sekretariat Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB (Desiar
Ismoyowati, Kodir, H. Zainuddin) dan yang lainnya yang telah bekerjasama
dengan baik, mendorong dan sangat membantu penulis.
4. Sekretaris Badan Koordinator Penyuluhan Propinsi NTB yang telah
memberikan arahan dan bantuan.
5. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Bima (Ir. Tamrin), Sekretaris Dinas
Kehutanan (Ir. Bakhtiar), Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (St.
Rahmah, Bc.Kn), Kepala UPTD Kecamatan Ambalawi, Belo, Wawo, Wera
dan Woha yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di
wilayah kerjanya.
6. Penyuluh Kehutanan Bapak Subarjo, Hartono, Hananto, Idhar, Muliadin,
Burhanudin, Supriyadi dan penyuluh lain yang telah banyak membantu selama
pelaksanaan penelitian di lapangan.
7. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) 17 orang di 5 kecamatan
yang telah bersedia memberikan informasi dan membantu selama di lapangan.
8. Para petani anggota kelompok tani binaan PKSM di 16 desa, 5 kecamatan
yang telah bersedia menjadi responden atas bantuan, informasi dan
kerjasamanya.
9. Bapak dan Ibu tercinta, adik-adik, dan saudara-saudara serta teman-teman
yang telah mendoakan, memberi dorongan dan semangat selama penulis
menempuh dan menyelesaikan studi di IPB.
10. Khusus penulis ucapkan terimakasih kepada suami (Tufail, SH) dan Putriputra tercinta (Sweetania Athirah Faradhiyah dan Rafif Alim Nurhakim) atas
doa, dorongan, pengertian dan kesabaran dalam mendampingi penulis selama
menempuh dan menyelesaikan studi di IPB.

11. Teman-teman S2 angkatan 2010 (Ristianasari, Roy D.Samboh, Saptorini,
Santi Utami Dewi, Aminuddin dan Ikhsan Haryadi) atas segala bantuan,
kerjasama, kebersamaan dan kekompakkan yang telah terjalin selama ini.
12. Teman-teman S3 yang telah banyak membantu memberikan masukan, arahan
dan kritik yang membangun untuk perbaikan tesis ini.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu
penulis menerima masukan, saran dan kritik untuk menjadikan penulisan tesis ini
ke arah yang lebih baik. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan, amin.

Bogor, Maret 2013

Sri Ramadoan

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xi
xiii
ix
ix

PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................................
Perumusan Masalah Penelitian ................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ...................................................................................

1
1
4
4
5

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Penyuluhan ..............................................................................................
Peran Penyuluh ........................................................................................
Pendampingan .........................................................................................
Peran PKSM ............................................................................................
Peran dan Fungsi Kelompok ....................................................................
Partisipasi .................................................................................................
Konservasi Lahan ....................................................................................

6
6
8
12
15
19
22
29

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS .............................................
Kerangka Berpikir ....................................................................................
Hipotesis ...................................................................................................

34
34
36

METODE PENELITIAN ..............................................................................
Desain Penelitian ......................................................................................
Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................
Populasi dan Sampel .................................................................................
Pengembangan Instrumen penelitian ........................................................
Tehnik Pengumpulan Data .......................................................................
Tehnik Analisa Data .................................................................................

37
37
37
38
39
46
46

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Gambaran Umum Kabupaten Bima .........................................................
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5 (lima) Kecamatan di Kabupaten
Bima .........................................................................................................
Karakterisitik PKSM di Kabupaten Bima ................................................
Karakteristik Individu Petani ....................................................................
Peran pendampingan PKSM terhadap Peningkatan Partisipasi
Masyarakat................................................................................................
Peran dan Fungsi Kelompok Tani ............................................................
Tingkat Partisipasi Petani .........................................................................

48
48
52
56
64
70
77
81

DAFTAR ISI (lanjutan)

Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Partisipasi Petani ......
Hubungan Peran Pendampingan PKSM dengan Tingkat Partisipasi
Petani ........................................................................................................
Hubungan Peran dan Fungsi Kelompok Tani dengan Tingkat
Partisipasi Petani ......................................................................................
Hubungan Peran Pendampingan PKSM dengan Karakteristik Individu .
Hubungan Peran Pendampingan PKSM dengan Peran dan Fungsi
Kelompok Tani ........................................................................................

84
89
91
93
96

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 100
Kesimpulan ............................................................................................... 100
Saran.......................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101
LAMPIRAN .................................................................................................... 110

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Sebaran responden penelitian di 5 kecamatan di Kabupaten Bima .............. 39

2

Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran karakteristik
Individu petani ............................................................................................. 41

3

Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran peran PKSM ........... 42

4

Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran peran dan
fungsi kelompok ............................................................................................ 43

5

Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat
partisipasi masyarakat ................................................................................... 43

6

Hasil uji instrumen penelitian ....................................................................... 45

7

Jumlah kecamatan, desa dan dusun di Kabupaten Bima............................... 48

8

Karakteristik individu PKSM di Kabupaten Bima tahun 2012.................... 58

9

Jumlah dan presentase anggota kelompok tani yang telah melaksanakan
kegiatan konservasi lahan berdasarkan karakteristik individu di
Kabupaten Bima tahun 2012

64

10 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada
tahap perencanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten
Bima tahun 2012 ........................................................................................... 71
11 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada
tahap pelaksanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten
Bima tahun 2012 ........................................................................................... 72
12 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada
tahap pemanfaatan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten
Bima tahun 2012 ........................................................................................... 74
13 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada
tahap evaluasi kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 ... 75
14 Peran dan fungsi Kelompok Tani (KT) dalam meningkatkan partisipasi
petani pada kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima .......................... 78

DAFTAR TABEL (lanjutan)

Halaman
15 Jumlah dan presentase petani pada setiap tahap partisipasi dalam
kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ............................................. 81
16 Hubungan karakteristik individu petani dengan tingkat partisipasi petani
dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima .................................. 84
17 Hubungan peran pendampingan PKSM dengan tingkat partisipasi petani
dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima .................................. 89
18 Hubungan peran dan fungsi kelompok tani dengan tingkat partisipasi
petani dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ....................... 92
19 Hubungan peran pendampingan PKSM dengan karakteristik individu
petani dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ....................... 94
20 Hubungan peran pendampingan PKSM dengan peran dan funngsi
kelompok tani di Kabupaten Bima ............................................................... 97

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Hubungan pengaruh karakteristik individu, peran pendampingan
PKSM, peran dan fungsi kelompok terhadap tingkat partisipasi .................. 36

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Kisi-kisi instrumen penelitian ................................................................... 111

2

Peta lokasi penelitian 5 kecamatan di Kabupaten Bima ............................ 113

3

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima ...................114

4

Peta tutupan lahan Kabupaten Bima .............................................................115

5

Peta Kawasan Hutan di Kabupaten Bima .....................................................116

6

Kondisi lahan kritis dan penanaman lahan di Kabupaten Bima ...................117

7

Kondisi infrastruktur dan sarana transportasi di Kabupaten Bima ..............118

8

Profil PKSM di Kabupaten Bima .................................................................119

9

Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kelompok tani ................120

10 Contoh usaha produktif yang dimiliki oleh kelompok tani ..........................121

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan
keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan dan perairan di Indonesia saat ini
yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan seluruhnya
adalah ± 134.275.567,98 hektar yang terdiri dari kawasan hutan lindung, hutan
produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi
(Kemenhut 2011).
Kenyataannya hutan yang seharusnya dijaga dan dilestarikan tersebut
semakin lama semakin rusak, pembangunan kehutanan selama ini telah
mengabaikan keberadaan dan fungsi hutan sehingga terjadi deforestasi hutan yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun yang mengakibatkan degradasi lahan
sehingga membentuk lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang secara biofisik
telah rusak karena terbuka dan mengalami erosi berat.
Laju deforestasi secara nasional pertahun mencapai 2,83 juta ha, luas lahan
kritis sebesar 23,24 juta ha. Lahan kritis ini 35 persen berada di dalam kawasan
hutan dan 65 persen berada di luar kawasan hutan.
Kerusakan hutan dan lahan berdampak pada tiga aspek penting yaitu aspek
lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial. Kerusakan hutan ini terjadi karena
adanya kegiatan-kegiatan illegal yang dilakukan oleh masyarakat di dalam hutan
dan eksploitasi sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mengatasi kondisi kerusakan hutan dan degradasi lahan perlu adanya upaya
konservasi lahan baik yang dilakukan melalui program-program konservasi yang
diprogramkan oleh pemerintah maupun yang dilakukan oleh masyarakat secara
swadaya. Upaya konservasi lahan ini akan berhasil dengan baik apabila
melibatkan masyarakat disekitar kawasan hutan dan pemilik lahan di luar kawasan
hutan sebagai pelaku utama dalam melaksanakan konservasi lahan tersebut.
Keterlibatan masyarakat ini, sejalan dengan amanat Undang-undang nomor
41 tahun 1999 tentang kehutanan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan
partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan pemberdayaan masyarakat.
Lebih lanjut juga dinyatakan bahwa untuk menjamin perlindungan hutan yang
sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan juga mengamanatkan agar masyarakat
ditempatkan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan, pelaku utama ini
adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Umumnya masyarakat yang ada di sekitar hutan, mempunyai keterbatasan
akses, pengetahuan, keterampilan dan kemauan untuk melaksanakan kegiatan
konservasi lahan, dan kondisi ini mempengaruhi serta menjadi salah satu kendala
yang menghambat masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan konservasi
lahan.

1

2
Menurut Riyanto (2008), kondisi masyarakat sekitar hutan saat ini rata-rata
miskin, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan berjumlah ± 10 juta jiwa, dari
jumlah tersebut ± 4 juta jiwa tergolong miskin. Lebih lanjut menurut CIFOR
2000; BPS 2000 yang diacu dalam Kemenhut (2011), dari jumlah penduduk
Indonesia yaitu sebanyak 219,9 juta jiwa, penduduk yang bermukim di dalam dan
sekitar kawasan hutan tercatat sebanyak 48,8 juta jiwa, dan sekitar 10,2 juta jiwa
diantaranya tergolong miskin.
Masyarakat yang berada di sekitar hutan yang masih dalam kondisi terbatas
tersebut, perlu diberikan bimbingan dan peningkatan pengetahuan tentang
manfaat serta fungsi kegiatan konservasi lahan melalui kegiatan penyuluhan
secara intensif.
Kegiatan penyuluhan ini dilakukan terus menerus serta
melibatkan masyarakat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan
sampai dengan evaluasi kegiatan konservasi lahan.
Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan yang intensif dan terus menerus ini
selain dapat diberikan oleh Penyuluh Kehutanan PNS, juga dilaksanakan oleh
penyuluh yang berasal dari masyarakat (penyuluh swadaya) yang sudah ada dalam
lingkungan masyarakat itu sendiri atau dari luar yang sudah terbukti berhasil
melaksanakan kegiatan konservasi lahan. Hal ini sejalan dengan UU Nomor
16/2006, yang menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh
penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan/atau penyuluh
swadaya. Penyuluh swadaya bidang kehutanan lebih dikenal dengan sebutan
Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM).
Keberadaan PKSM ini membantu mengatasi kekurangan tenaga penyuluh
PNS dalam suatu wilayah, dia bekerjasama serta menjadi mitra kerja penyuluh
PNS dalam mengajak dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada
kegiatan konservasi lahan. PKSM diharapkan mampu berperan dalam
menjembatani penyampaian berbagai informasi, transfer ilmu pengetahuan dan
alih teknologi kepada sasaran penyuluhan melalui berbagai metode dan teknik
penyuluhan, sehingga terjadi perubahan sikap dan keterampilan serta
bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.
Menurut Dephut (2009), PKSM mempunyai peran penting dan strategis
dalam mendukung keberhasilan pembangunan kehutanan, dan juga merupakan
investasi penting untuk membantu mengamankan, melestarikan sumberdaya hutan
sebagai aset negara sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
PKSM tersebar di seluruh Indonesia, berdasarkan data tahun 2009, jumlah
PKSM yang terdata di Kementerian Kehutanan sebanyak 1900 orang, tahun 2012
jumlah PKSM meningkat menjadi 2504. Pemberdayaan PKSM ini diarahkan
kepada tokoh-tokoh masyarakat yang telah dikukuhkan sebagai PKSM yang
secara mandiri mau dan mampu melaksanakan penyuluhan kehutanan. PKSM
mau melaksanakan penyuluhan kehutanan secara swadaya karena didorong oleh
rasa ingin berbagi pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian terhadap
keberadaan dan kelestarian hutan, apabila kondisi hutan dan lahan baik, maka
akan meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan masyarakat.
Provinsi yang berada di wilayah Indonesia Timur yang memiliki PKSM dan
terdaftar di Kementerian Kehutanan sampai saat ini terdiri dari provinsi Bali
sebanyak 136 orang, provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak 274 orang dan
provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 11orang (Kemenhut 2012).

3
Kabupaten Bima, merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) yang saat ini sudah memiliki instansi/lembaga
penyelenggara penyuluhan pertanian dan perikanan yaitu Badan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) dan Dinas Kehutanan sebagai
penyelenggara penyuluhan kehutanan di bawah koordinasi Badan Koordinasi
Penyuluhan (Bakorluh) Provinsi NTB.
Kabupaten Bima memiliki potensi lahan kritis seluas 73.062,71 Ha, terbagi
lahan di luar kawasan hutan Negara 42.388,10 Ha dan dalam kawasan 30.674,61
Ha. Luas tanaman yang direboisasi mulai tahun 2007 – 2011 seluas 2.310 Ha
(Dishut 2011). Kabupaten Bima juga memiliki potensi sumberdaya manusia
penyuluh PNS sebanyak 20 orang yang membina masyarakat di 18 Kecamatan
dan 177 desa, PKSM sebanyak 60 orang yang membina paling sedikit 1 (satu)
Kelompok Tani (KT) dalam 1 desa dengan jumlah anggota kelompok antara 40150 orang/KT. Saat sekarang kelompok tani yang masih aktif sebanyak 90 KT
dengan total jumlah anggota sebanyak 5.508 orang.
Kemenhut (2011), menyatakan bahwa pengembangan kemandirian
masyarakat dilakukan oleh penyuluh kehutanan melalui pendampingan berbagai
kegiatan usaha produktif masyarakat yang berbasis kehutanan dan dengan
membangun berbagai model atau percontohan kegiatan pembangunan kehutanan.
Pendampingan yang dilakukan dalam upaya mendukung keberhasilan
pembangunan kehutanan adalah melalui kegiatan pembangunan Hutan Rakyat
(HR), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Hutan Tanaman Rakyat
(HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa, One Billion Indonesia Trees,
dan lain-lain.
Partisipasi masyarakat dan pendampingan yang dilakukan oleh PKSM pada
kegiatan konservasi lahan baik di dalam kawasan maupun pada lahan milik petani
yang telah dilakukan di Kabupaten Bima sejalan dengan program konservasi yang
telah diprogramkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah melalui Dinas Kehutanan
yaitu berupa, program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN),
Indonesia Menanam (IM), penanaman Hutan Rakyat (HR) dan penerapan pola
tanam sistem agroforestry serta pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui
Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Berdasarkan keberadaan dan peran PKSM serta partisipasi masyarakat
terhadap kegiatan konservasi lahan yang terjadi di Kabupaten Bima, menarik
kiranya untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dan faktor peran apa saja
yang dilakukan oleh PKSM sehingga mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan, selain faktor peran
PKSM, ada faktor-faktor lain yang mampu meningkatkan partisipasi masyarakat
yang bisa digali lebih jauh, yaitu faktor karakteristik individu dan faktor
keterlibatan masyarakat dalam kelompok sebagai lembaga sosial yang ada di
lingkungannya. Informasi-informasi tersebut akan memberikan pengaruh pada
pembinaan, pengembangan dan peningkatan peran PKSM dan partisipasi
masyarakat lebih lanjut.

4
Perumusan Masalah Penelitian

Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan, tingkat partisipasi pada
kegiatan konservasi lahan dan peningkatan produktifitas lahan masih rendah, serta
pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan
penyuluhan kehutanan dan pengelolaan hutan belum berjalan dengan baik. Kondisi
ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat sebagai pelaku utama
dalam melakukan kegiatan konservasi baik dalam kawasan maupun di luar kawasan
masih relatif rendah.
Menurut Suyadi (2009), rendahnya tingkat kesadaran dan kepeduliaan
masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor internal (kurangnya pengetahuan,
pendidikan dan kemampuan), dan faktor eksternal (kurangnya penyuluhan,
pelatihan, sarana prasarana, media massa sebagai sumber informasi), serta faktor
pembelajaran yang belum memadai, oleh karena itu, untuk membantu mengatasi
kondisi ini perlu adanya faktor pendorong baik yang berasal dari dalam masyarakat
itu sendiri maupun pendorong dari luar.
Faktor yang berasal dari dalam adalah karakteristik individu petani, sedangkan
faktor dari luar adalah peran pendampingan PKSM dan peran kelompok sebagai
lembaga sosial masyarakat yang mampu mengajak dan menyadarkan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lahan.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan di atas, maka
perumusan masalah penelitian adalah:
1.
Bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan
konservasi lahan?
2.
Faktor-faktor karakteristik individu apa sajakah yang paling mempengaruhi
tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan?
3.
Bagaimanakah bentuk peran PKSM yang mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat pada kegiatan konservasi lahan?
4.
Apakah tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan
dipengaruhi oleh peran dan fungsi kelompok tani?

Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan
konservasi lahan.
Menganalisis faktor karakteristik individu yang paling berpengaruh terhadap
tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan.
Menganalisis bentuk peran PKSM yang berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan.
Menganalisis peran dan fungsi kelompok tani yang mampu mempengaruhi
tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan.

5
Manfaat Penelitian

1.
2.

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat:
Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam bidang
penyuluhan kehutanan terutama tentang konservasi lahan.
Sebagai bahan informasi bagi peneliti yang berminat pada masalah penyuluh
swadaya dan partisipasi masyarakat terutama pada bidang kehutanan.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan

Penyuluhan berdasarkan definisi dari Undang-Undang nomor 16 Tahun
2006 adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam
mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya,
sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan
kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Van den Ban dan Hawkins (1999), mengemukakan definisi penyuluhan
adalah merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi
secara sadar dengan tujuan untuk membantu sesamanya memberikan pendapat
sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Penyuluhan bisa dikatakan
sebagai proses:
1. Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan
perkiraan ke depan.
2. Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah
dari analisis tersebut.
3. Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu
masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki petani.
4. Membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat
mereka sudah optimal.
Menurut Maunder 1973; Claar 1984 diacu dalam Leeuwis (2009),
penyuluhan merupakan suatu pelayanan atau sistem yang membantu orang
bertani, melalui prosedur yang bersifat mendidik, meningkatkan metode dan
tehnik berusaha tani, meningkatkan efisiensi dan pendapatan, meningkatkan
tingkat kehidupan mereka, dan menaikkan standar sosial dan pendidikan.
Penyuluhan juga merupakan proses yang berlanjut untuk mendapatkan informasi
yang berguna kepada rakyat (dimensi komunikatif) dan kemudian membantu
orang-orang tersebut mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
diperlukan untuk menggunakan informasi dan teknologi secara efektif (dimensi
pendidikan).
Mardikanto (1996, 2009), mendefinisikan penyuluhan kehutanan sebagai
upaya alih-teknologi kehutanan melalui pendidikan di luar sekolah yang ditujukan
kepada petani dan kelompok masyarakat lainnya untuk meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, keterampilan, dan kemampuannya dalam memanfaatkan
lahan miliknya, pengamanan, serta pelestarian sumberdaya alam.
Penyuluhan juga dapat diartikan sebagai proses perubahan sosial, ekonomi
dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat
melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku
pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat

6

7
dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya,
mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.
Daniels et al. (2005), menyampaikan bahwa sejalan dengan tujuan
penyelenggaraan penyuluhan maka pengertian penyuluhan adalah pemberdayaan
petani dan keluarganya berserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan
pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya
sendiri baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga peningkatan
pendapatan dan kesejateraan mereka tercapai.
Menurut Setiana (2005), penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial
yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat
agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan,
dengan demikian penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu pendidikan yang
bersifat non formal di luar sistem sekolah yang biasa.
Fungsi penyuluhan adalah untuk menjembatani kesenjangan antara praktik
yang biasa dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu
berkembang yang menjadi kebutuhan para petani. Fungsi penyuluhan juga dapat
dianggap sebagai penyampai dan penyesuai program nasional dan regional agar
dapat diikuti dan dilaksanakan oleh petani, sehingga program-program
masyarakat yang disusun dengan baik akan berhasil dan masyarakat berpartisipasi
di dalam program tersebut.
Penyuluhan adalah proses kapasitasi SDM petani melalui sistem pendidikan
nonformal. Petani juga memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan bentuk
pendidikan bagi petani adalah penyuluhan, oleh karena itu pemerintah harus dapat
menjamin terselenggaranya penyuluhan yang menjadi hak bagi SDM petani.
Pemerintah gagal menyelenggarakan penyuluhan itu artinya suatu bentuk
pelanggaran terhadap hak asasi yaitu hak asasi petani untuk mendapatkan
pendidikan (Padmowiharjo 2006)
Susanto (2008), menyampaikan bahwa kegiatan dan proses penyuluhan
adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku sasaran
melalui pendekatan proses belajar tidak formal atau pendidikan luar sekolah
dengan memposisikan sasaran sebagai subyek dan dikaitkan dengan pengakuan
atas ciri-ciri pribadinya yang unik. Tujuan akhir dari penyuluhan pembangunan
adalah tercapainya kondisi baru yang lebih baik pada sasaran (subyek)
penyuluhan sesuai harapan, melalui perubahan perilaku sasaran, termasuk di
dalamnya perbaikan kesejahteraan dan meningkatnya kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM).
Peranan penyuluhan pembangunan adalah menjembatani kesenjangan
perilaku sasaran antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Cara
menjembatani kesenjangan dilakukan melalui pendekatan proses belajar/proses
pendidikan tidak formal ke arah penyadaran sasaran yang berdampak akhir pada
perubahan perilaku yang dicirikan oleh perubahan kualitas SDM sasaran.
Menurut Schoorl (1980) yang diacu dalam Ginting (1999), sasaran
penyuluhan adalah warga desa (dalam kelompok) dengan maksud untuk
mengubah perilaku mereka atau secara lebih spesifik agar mereka dapat menerima
(mengadopsi) suatu pembaharuan ide atau praktek.
Pemimpin informal
mempunyai peranan penting dalam membantu terjadinya perubahan perilaku
warga, pemimpin tertentu khususnya pemimpin berkharisma memiliki pengaruh
yang besar atas diterima/ditolaknya gagasan baru di berbagai bidang kehidupan.

8
Ariani dan Apsari (2011), menyampaikan bahwa agar pelaksanaan
penyuluhan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, berbagai pihak yang terkait
dengan pelaksanaan penyuluhan hendaknya benar-benar memahami falsafah yang
mendasari eksistensi penyuluhan itu sendiri. Penyuluhan tidak menciptakan
ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong semakin tercipta kreativitas dan
kemandirian masyarakat agar semakin memiliki kemampuan untuk berswakarsa,
swadaya, swadana dan swakelola bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan guna
tercapai tujuan, harapan, dan keinginan - keinginan masyarakat sasarannya.

Peran penyuluh

Ahmadi (1999), mengemukakan bahwa peran adalah suatu cara individu
bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
sosialnya.
Menurut Soekanto (2000), peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan (status), apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka berarti dia telah menjalankan suatu peran.
Kedudukan dengan peran tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya,
keduanya saling tergantung.
Levinson dalam Soekanto, menyampaikan bahwa suatu peran paling sedikit
mencakup tiga hal, yaitu: 1) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat, 2) peran adalah suatu konsep yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi, dan 3) peran juga dapat
dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam
memajukan pertanian di Indonesia.
Penyuluh yang siap dan memiliki
kemampuan dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya. Pengalaman di
masa lalu menunjukkan bahwa keberhasilan Indonesia meningkatkan produksi
pangan menjadi negara swasembada tidak saja ditentukan oleh adanya mobilisasi
Nasional dalam bentuk kesiapan dana, sarana dan prasarana, serta kelembagaan,
tetapi juga oleh kemampuan penyuluh (Wardoyo 1992)
Menurut Mardikanto (2009), fungsi dan peran penyuluh adalah sebagai
penyampai inovasi dan mempengaruhi penerima manfaat penyuluhan dalam
pengambilan keputusan, penjembatan/penghubung antara pemerintah atau
lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat, baik dalam hal
menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan
dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik
atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah/lembaga penyuluhan yang
bersangkutan.
Susanto (2008), menyatakan bahwa dalam mengemban peran dan
fungsinya, seorang penyuluh/change agent perlu memahami dan memiliki
kemampuan, yaitu: 1) menempatkan masyarakat sebagai subyek dengan ciri-ciri
uniknya, 2) melakukan pendekatan dan kerjasama dengan pihak yang memiliki

9
kepedulian untuk melakukan perubahan, dan 3) siap menghadapi kemungkinan
ada penolakan sosial dari masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan.
Lionberger dan Gwin (1982), menyampaikan tugas dan peran seorang
penyuluh kepada kliennya adalah sebagai penyampai informasi, pendengar yang
baik, membantu mengidentifikasi dan memecahkan masalah, memfasilitasi adopsi
agar lebih cepat, penghubung, membantu mengembangkan kemampuan, sebagai
guru keterampilan, membantu pekerjaan dan administrasi, mendorong terjadinya
perubahan, sebagai penjaga gawang, membantu pendanaan, pemimpin lokal,
membantu menentukan sesuatu serta membantu membentuk organisasi.
Empat peran utama yang penting bagi penyuluh menurut Boyle (1981),
yaitu:
1. Analisator (analis), peran ini adalah dasar bagi keberhasilan setiap penyuluh.
Peran ini adalah untuk memahami situasi dan membantu mendiagnosa
kebutuhan klien. Hal ini penting untuk mendefinisikan masalah atau
kebutuhan di semua jenis kegiatan. Peran ini harus dilakukan melalui
berbagai tindakan seperti menentukan pengalaman belajar, sumber daya,
mengembangkan rencana untuk evaluasi, atau komunikasi.
2. Stimulor (pemicu), peran stimulator disebut sebagai "penggerak" atau
"motivator." Hal ini penting untuk membangkitkan antusiasme klien dalam
melaksanakan suatu program. Antusiasme klien mungkin saja kurang karena
disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk kekurangmampuan untuk
memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan, kurangnya pengetahuan
tentang proses dan sumber daya, dan konflik antara individu dan kelompok.
Penyuluh akan bertindak sebagai stimulus untuk menjaga proses menggerakan
dan melihat klien yang terlibat, dan membuat kontak dengan individu yang
diperlukan dengan pengaruh dan sumber daya.
3. Fasilitator, penyuluh berfungsi untuk menghubungkan kebutuhan klien dengan
pengetahuan yang sesuai atau sumber daya secara efisien dan efektif. Peran
ini dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan khusus dan membangun
lingkungan belajar yang kondusif bagi klien sehingga proses penyuluhan
antara klien dan penyuluh dapat terjalin dengan baik.
4. Pendorong, kebanyakan klien/masyarakat merasa ragu dan khawatir dalam
melakukan sebuah kegiatan, terutama jika kegiatan tersebut adalah kegiatan
yang baru bagi mereka. Mereka tidak yakin dengan kemampuan pribadi dan
potensi kelompok. Kondisi ini dapat atasi melalui penggunaan media tertentu
dan membutuhkan dorongan dari seorang penyuluh dan kelompok yang
mampu membantu orang menyadari potensi mereka.
Menurut Lippit (1954), peran penyuluh dalam mendorong terjadinya
perubahan pada masyarakat, dimulai dari:
1. Pengenalan pada masalah. Merupakan langkah pertama dari proses pemberian
bantuan dan menggunakan hasil pengenalan masalah tersebut sebagai suatu
panduan agar klien mampu melakukan proses perubahan.
2. Penilaian terhadap motivasi dan kemampuan klien untuk berubah. Usaha
untuk berubah harus muncul dari klien, tingkat dan mutu perubahan yang
dicapai tergantung usaha dan kemampuannya, penyul