Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kakao Di Kabupaten Kolaka Dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
1
KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO
DI KABUPATEN KOLAKA DAN KOLAKA TIMUR,
SULAWESI TENGGARA
EDI YATNO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kriteria Kesesuaian Lahan
untuk Tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi
Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Edi Yatno
A161100021
3
RINGKASAN
EDI YATNO. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di Kabupaten
Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh SUDARSONO,
BUDI MULYANTO, dan ISKANDAR.
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa
negara. Kendala utama dalam pengembangan kakao di Indonesia adalah
produktivitas kakao rendah. Kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi lahan untuk
mencapai produktivitas optimal akan dapat dilakukan dengan baik, apabila
melalui tahap evaluasi lahan dengan kriteria yang mencerminkan persyaratan
tumbuh tanaman untuk berproduksi optimal. Kriteria kesesuaian lahan yang ada di
Indonesia masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi data
terhadap penggunaan lahan yang tidak spesifik lokasi. Oleh karena itu, untuk
perbaikan kriteria kesesuaian lahan yang ada diperlukan penelitian mengenai
kriteria kesesuaian lahan berdasarkan pada tingkat produksi untuk tipe
penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat-sifat mineralogi,
fisika, dan kimia tanah terbentuk dari bahan induk skis, batupasir, batuan
ultramafik dan aluvium; mempelajari hubungan keragaman bahan induk tanah
dengan karakteristik lahan dan produksi tanaman kakao; mengidentifikasi
karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao di sentra produksi
kakao Kolaka dan Kolaka Timur; menetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman kakao pada tipe penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input
rendah berdasarkan karakteristik lahan dan produksi tanaman.
Penelitian dilaksanakan dalam 6 tahap kegiatan, yaitu : (1) identifikasi tipe
penggunaan lahan, (2) penentuan satuan lahan pengamatan, (3) karakterisasi
lahan, (4) pengamatan komponen produksi kakao, (5) identifikasi karakteristik
lahan pembeda produksi kakao, dan (6) penyusunan kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman kakao. Sebanyak 24 satuan lahan pengamatan ditetapkan
berdasarkan perbedaan bahan induk tanah, kemiringan lereng, dan jenis tanah.
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao yang dikelola dengan input
rendah disusun berdasarkan karakteristik lahan yang sangat berpengaruh terhadap
produksi. Hubungan karakteristik lahan terhadap produksi diuji dengan analisis
korelasi dan regresi, sedangkan identifikasi karakteristik lahan yang membedakan
produksi kakao diuji dengan analisis regresi bertatar (stepwise) sehingga diperoleh
karakteristik lahan yang sangat berpengaruh terhadap produksi kakao dan menjadi
pembeda kelas kesesuaian lahan kakao yang dikelola dengan input rendah.
Hasil penelitian menunjukkan susunan mineral klei pada tanah terbentuk
dari batuan skis didominasi oleh ilit, diikuti oleh vermikulit, interstratifikasi ilitvermikulit, dan kaolinit dalam jumlah sedang, sedangkan tanah dari batupasir
tersusun dari kaolinit dalam jumlah banyak, ilit dan interstratifikasi ilit-vermikulit
dalam jumlah sedang. Tanah dari batuan ultramafik didominasi oleh oksidaoksida besi, sedangkan tanah aluvium tersusun dari kaolinit dalam jumlah banyak,
interstratifikasi ilit-vermikulit, dan smektit dalam jumlah sedang.
4
Keragaman bahan induk tanah mempengaruhi keragaman karakteristik
lahan pHH2O, C organik, P2O5 (ekstrak Bray 1/Olsen), K2O (ekstrak HCl 25%),
Ca, Mg, Na, dan Al dapat dipertukarkan, KTK tanah, kejenuhan basa, kandungan
pasir, debu, klei, permeabilitas, dan tingkat produktivitas tanaman kakao. Tanah
dari batuan skis memiliki nilai rata-rata pHH2O, kandungan P2O5 dan K2O (ekstrak
HCl 25%) pada kedalaman 0-30 cm lebih tinggi dibandingkan tanah dari bahan
induk lainnya. Tanah dari aluvium memiliki kandungan C organik, Ca dan Mg,
KTK tanah lebih tinggi dibandingkan tanah dari bahan induk lainnya, namun pH
tanah dari aluvium lebih rendah dibandingkan tanah lainnya, sedangkan tanah dari
batuan ultramafik memiliki kandungan klei, ruang pori total, dan permeabilitas
lebih tinggi dibandingkan tanah lainnya.
Tingkat produksi kakao di Kolaka dan Kolaka Timur berkorelasi sangat
nyata secara positif dengan karakteristik lahan pH H2O, K2O (ekstrak HCl 25%), Na
dapat dipertukarkan, dan kejenuhan basa. Namun, karakteristik lahan yang sangat
berpengaruh terhadap produksi dan menjadi pembeda kelas dalam kriteria
kesesuaian lahan untuk TPL tanaman kakao input rendah adalah reaksi tanah
(pHH2O) dan kandungan K2O potensial (ekstrak HCl 25%). Kebutuhan data
karakteristik lahan yang relatif sedikit memungkinkan proses evaluasi kesesuaian
lahan dapat dilakukan lebih mudah, cepat dan murah dengan hasil yang akurat.
Satuan lahan dengan tanah yang berkembang dari batuan skis dengan
topografi agak datar memiliki produksi kakao paling tinggi dan sangat sesuai (S1)
untuk tanaman kakao. Satuan lahan dengan tanah yang terbentuk dari batuan skis
dengan lereng curam cukup sesuai (S2) hingga sesuai marginal (S3) untuk kakao,
namun lahan-lahan tersebut memiliki tingkat bahaya erosi tinggi dan erosi aktual
lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi sehingga tidak memenuhi aspek
keberlanjutan atau sustainability untuk budidaya kakao. Satuan lahan pengamatan
dengan tanah terbentuk dari batuan ultramafik dan aluvium tidak sesuai (N) dan
tidak memberikan manfaat ekonomi (B/C < 1) untuk usahatani kakao yang
dikelola dengan input rendah.
Kriteria kesesuaian lahan yang dibangun berdasarkan karakteristik lahan
dan produksi tanaman pada TPL kakao yang dikelola dengan input rendah di
lokasi penelitian bersifat kuantitatif sehingga hasil penilaian kesesuaian lahan
menggunakan kriteria ini telah sejalan atau sesuai dengan produktivitas lahannya.
Namun, penggunaan kriteria ini masih harus mempertimbangkan tingkat bahaya
erosi untuk budidaya kakao.
Pembukaan lahan baru untuk pengembangan tanaman kakao dengan
menggunakan kriteria kesesuaian lahan yang dibangun sebaiknya diarahkan pada
tanah-tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan skis dengan lereng kurang
dari 15%. Tanah yang tidak sesuai dan tidak memberikan manfaat ekonomi untuk
usahatani kakao yang dikelola dengan input rendah di lokasi penelitian, sebaiknya
diarahkan untuk penggunaan lainnya antara lain padi sawah irigasi pada tanah
yang terbentuk dari bahan aluvium dan perkebunan kelapa pada tanah yang
terbentuk dari batupasir, dan kelapa sawit pada tanah yang terbentuk dari batuan
ultramafik.
Kata kunci : bahan induk tanah, karakteristik lahan, kriteria kesesuaian lahan,
produksi kakao, tipe penggunaan lahan
5
SUMMARY
EDI YATNO. The Criteria of Land Suitability for Cocoa Crop in Kolaka and East
Kolaka Regency, Southeast Sulawesi. Under direction of SUDARSONO, BUDI
MULYANTO, and ISKANDAR.
Cocoa (Theobroma cacao L.) is one of the main plantation commodities
that play an important role in national economy, mainly as labor supply, farmers
and national income sources. The main constraint of cocoa development in
Indonesia was the low cocoa productivity. Land intensification and extentification
to achieve optimal productivity will obtain good results if they are conducted by
land evaluation with criteria describing crop requirements for optimal production.
The existing criteria of land suitability in Indonesia were still general due to
created based on data compilation on the landuse with general location. Therefore,
to improve the existing criteria, it is important to study criteria of land suitability
based on land characteristics and crop production for land utilization type of
cocoa with low input management.
The aims of this research were to identify mineralogical, physical and
chemical properties of soils formed from schist, sandstone, ultramafic rocks, and
alluvium; to relate the variation of parent materials on land characteristics and
cocoa crop production; to identify land characteristics that had high contribution
to cocoa production in central production of cocoa in Kolaka and East Kolaka;
and to determine the criteria of land suitability for cocoa crop in land utilization
type of cocoa with low input management based on land characteristics and crop
production.
This study was conducted in 6 phases, namely: (1) identification of land
utilization type, (2) determination land unit of observation, (3) land
characterization, (4) observation of cocoa crop components, (5) identification of
land characteristics differentiated cocoa production, and (6) creating of land
suitability criteria for cocoa crop. Twenty four (24) land units of observation were
determined based on variations of soil parent materials, slopes, and soil types.
Land suitability criteria for cocoa crop with low input management was
created based on land characteristics that had high influence on crop production.
Relationship of land characteristics on crop production were examined with
correlation and regression analysis, while identification of land characteristics
differentiated cocoa production were examined with stepwise regression to obtain
land characteristics that had high influence on cocoa production and
differentiated land suitability classes for cocoa with low input management.
The results of this study indicated that composition of clay fraction
minerals of soils formed from schist was dominated by illite, followed by
vermiculite, illite-vermiculite interstratification, and kaolinite with moderate
amount, while soils developed from sandstone were mainly composed of
kaolinite, followed by illite and illite-vermiculite interstratification with moderate
amount. Soils developed from ultramafic rocks were dominated by iron oxide
minerals, while soils derived from alluvium materials were mainly composed of
kaolinite, followed by illite, illite-vermiculite interstratification and smectite with
moderate amount.
6
Variation of soil parent materials affects on variations of land
characteristics of pHH2O, organic C, P2O5 (extract of Bray 1/Olsen), K2O (extract
of HCl 25%), exchangeable Ca, Mg, Na, and Al, soil CEC, base saturation, sand,
silt and clay contents, permeability, and the level of cocoa productivity. Soils
developed from schist had the mean value of pHH2O, P2O5 and K2O contents
(extract of HCl 25%) at 0-30 cm soil depts higher than those of the other soils
with different parent materials. Soils formed from alluvium materials had organic
C, Ca and Mg contents, and soil CEC higher than those of soils with different
parent materials, however the pHH2O values of the alluvium soils were lower than
those of the other soils. Soils developed from ultramafic rocks had higher clay
content, total pore space, and permeability compared with other soils.
The level of cocoa production in Kolaka and East Kolaka was positively
correlated with land characteristics of pHH2O, K2O (extract of HCl 25%),
exchangeable Na, and base saturation. However, land characteristics that had high
influence on crop production and differentiated land suitability classes for LUT of
cocoa with low input management were soil reaction (pHH2O) and potential K2O
extracted by HCl 25%. The land characteristics of the study area were fewer than
the existing criteria, therefore the land suitability evaluation could be done faster,
easier and gave more accurate results.
Land units of soils developed from schist with nearly flat topography had
highest cocoa production and very suitable (S1) for cocoa crop. Land units of soils
formed from schist with steep slope were moderately (S2) to marginally suitable
(S3) for cocoa crop, however they had high level of erosion hazard with actual
erosion higher than tolerable erosion so that they were not sustainable for cocoa
cultivation. Land units with soils developed on ultramafic rocks and alluvium
materials were not suitable (N) and no economic benefit (B/C < 1) for cocoa
cultivation with low input management.
Criteria of Land suitability created based on land characteristics and crop
production for LUT of cocoa with low input management in the study location
were more quantitative and the results of land suitability evaluation using the
criteria were suitable with the land productivity. However, the use of the criteria
should consider the level of erosion hazard for cocoa cultivation.
Land extensifications for cocoa development using resulted land suitability
criteria were focused in soils developed on schist with slope of less than 15%.
Soils that were not suitable and no economic benefit for cocoa cultivation with
low input management in the study areas should be used for other land uses such
as paddy field with irrigation system for soils formed from alluvium materials,
coconut for soils developed from sandstone, and oil palm plantation for soils
derived from ultramafic rocks.
Key words : soil parent materials, land characteristics, land suitability criteria,
cocoa production, land utilization type
7
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
8
KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO
DI KABUPATEN KOLAKA DAN KOLAKA TIMUR,
SULAWESI TENGGARA
EDI YATNO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
9
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Suwardi, MAgr
2. Prof (R). Dr Ir D. Subardja, MSc
Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi : 1. Dr Ir Suwardi, MAgr
2. Dr Ir Erna Suryani, MSi
10
Judul Disertasi
: Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao
di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
Nama
: Edi Yatno
NIM
: A161100021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc
Ketua
Dr Ir Iskandar
Anggota
Prof. Dr Ir Budi Mulyanto, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Atang Sutandi, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian Tertutup : 18 Juli 2016
Tanggal Sidang Promosi : 9 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
11
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah
dilaksanakan di lapang dan di laboratorium dari bulan Maret 2014 sampai
Agustus 2015 dengan judul “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di
Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara”.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc,
selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan
disertasi. Kepada Prof. Dr Ir Budi Mulyanto, MSc dan Dr Ir Iskandar selaku
anggota komisi pembimbing, terimakasih atas bimbingan dan saran-sarannya.
Kepada Dr Ir Suwardi, MAgr, Prof (R). Dr Ir D. Subardja, MSc, dan Dr Ir Erna
Suryani, MSi selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup dan Sidang Promosi,
terima kasih atas komentar dan saran-sarannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian
atas beasiswa dan bantuan dana penelitian selama mengikuti Program Doktor di
IPB. Demikian juga kepada Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian atas kesempatan dan ijin belajar yang diberikan. Kepada Kepala dan
Staf Laboratorium Mineralogi Tanah, Laboratorium Penelitian Kimia dan
Kesuburan Tanah serta Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor
diucapkan terima kasih atas kerjasama dan bantuannya.
Penghargaan disampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Tanah dan
seluruh Staf Pengajar atas ilmu yang telah diberikan selama mengikuti
perkuliahan di Sekolah Pascasarjana IPB. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana
Ilmu Tanah angkatan 2009 hingga 2012 atas dukungan semangat, kebersamaan,
dan doa. Kepada seluruh keluarga, istri dan anak-anak, adik dan kakak semua,
terima kasih atas segala dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan pertanian di
Indonesia, khususnya komoditas kakao.
Bogor, Agustus 2016
Edi Yatno
12
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian
1
1
4
4
4
5
2 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Identifikasi Tipe Penggunaan Lahan
Penentuan Satuan Lahan Pengamatan
Karakterisasi Lahan
Pengamatan Komponen Produksi Kakao
Identifikasi Karakteristik Lahan Pembeda Produksi Kakao
Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan
6
6
6
8
8
8
12
12
13
3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Iklim
Geologi dan Bahan Induk
Landform dan Relief
Tipe Penggunaan Lahan
15
15
15
17
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-Sifat Tanah pada Berbagai Bahan Induk
Sifat Morfologi Tanah
Sifat Mineralogi Tanah
Sifat Fisika Tanah
Sifat Kimia Tanah
Klasifikasi Tanah
Produktivitas Lahan di Lokasi Penelitian
Hubungan Bahan Induk Tanah dengan Karakteristik Lahan
Hubungan Bahan Induk Tanah dengan Produksi Tanaman
Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produksi Tanaman
Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria yang Ada
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Produksi Tanaman
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria yang Ada
vs Produksi
Kriteria Kesesuaian Lahan Modifikasi
19
19
19
20
26
29
34
37
37
41
44
45
46
47
49
50
13
Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria yang Baru
Uji Validitas terhadap Kriteria Kesesuaian Lahan yang Dibangun
Tingkat Bahaya Erosi
Kelayakan Usahatani Kakao yang Dikelola dengan Input Rendah
Alternatif Perbaikan Pengelolaan Lahan
Kelebihan dan Kelemahan dari Kriteria Kesesuaian Lahan yang
Dibangun
Alternatif Penggunaan Lahan
55
57
58
59
61
64
65
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
68
68
68
DAFTAR PUSTAKA
69
LAMPIRAN
74
14
DAFTAR TABEL
1 Satuan lahan pengamatan (SLP) di lokasi penelitian
9
2 Karakteristik lahan yang dikumpulkan berdasarkan beberapa kriteria
10
3 Kondisi iklim di lokasi penelitian
15
4 Komposisi mineral fraksi pasir dari profil tanah yang diteliti
21
5 Klasifikasi tanah di lokasi penelitian
36
6 Nilai rata-rata, maksimum dan minimum karakteristik lahan dari sifat
kimia tanah lapisan (0-30 cm) dengan bahan induk berbeda
39
7 Nilai rata-rata, maksimum dan minimum karakteristik lahan dari sifat
fisika tanah lapisan (0-30 cm) dengan bahan induk berbeda
40
8 Nilai rata-rata, maksimum, dan minimum komponen produksi kakao
pada tanah dengan bahan induk berbeda
42
9 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik lahan dengan produksi
kakao pada SLP yang dibentuk oleh TPL di lokasi penelitian
45
10 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kriteria yang ada
47
11 Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan produksi tertinggi
48
12 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi tertinggi
48
13 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kriteria yang ada dan tingkat
produksi kakao di lapangan
50
14 Karakteristik lahan yang berhubungan erat dan berpengaruh nyata
terhadap produksi kakao di lokasi penelitian
51
15 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao berdasarkan produksi
tertinggi dan karakteristik lahan pada TPL kakao yang dikelola dengan
input rendah
53
16 Pengelompokkan kisaran karakteristik lahan pembeda produksi kakao
55
17 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik lahan dan produksi
tertinggi untuk TPL kakao yang dikelola dengan input rendah
di lokasi penelitian
56
18 Hasil uji validitas terhadap kriteria kesesuaian lahan yang dibangun
57
19 Hubungan kelas kesesuaian lahan dengan tingkat bahaya erosi
58
20 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao pada TPL kakao yang
dikelola dengan input rendah setelah mempertimbangkan aspek
sustainabilitas
59
21 Hubungan kelas kesesuaian lahan dengan nilai B/C pada setiap SLP
60
22 Alternatif perbaikan pengelolaan lahan di lokasi penelitian
62
23 Pengelompokkan kisaran karakteristik lahan rasio Ca/Mg/K
63
15
24 Hasil penilaian kesesuaian lahan pada SLP AL 1 dan AL 2 untuk padi
sawah irigasi menurut kriteria Djaenudin et al. (2003)
65
25 Hasil penilaian kesesuaian lahan pada SLP BP 1, BP 2 dan BP 8 untuk
tanaman kelapa menurut kriteria Djaenudin et al. (2003)
66
26 Hasil penilaian kesesuaian lahan pada SLP MF 1 dan MF 2 untuk
tanaman kelapa sawit menurut kriteria Djaenudin et al. (2003)
67
16
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian
6
2 Diagram alir kegiatan penelitian
7
3 Peta geologi dan lokasi profil tanah/SLP
16
4 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari batuan skis
dengan perlakuan Mg2+, Mg2++gliserol, dan K++ pemanasan 550oC
23
5 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari batupasir
dengan perlakuan Mg2+, Mg2++gliserol, dan K++ pemanasan 550oC
25
6 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari batuan
ultramafik dengan perlakuan Mg2+ dan K++ pemanasan 550oC
26
7 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari aluvium
dengan perlakuan Mg2+, Mg2++gliserol, K+, dan K++ pemanasan 550oC
26
8 Hubungan antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) : (a) pasir vs bobot
isi, (b) C organik vs bobot isi, (c) ruang pori total vs pori air tersedia
(d) ruang pori total vs permeabilitas
28
9 Hubungan antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) : (a) K2O ekstrak
HCl 25% vs pHH2O, (b) Nadd vs pHH2O, (c) kejenuhan basa vs pHH2O,
(d) K2O ekstrak HCl 25% vs kejenuhan basa
31
10 Hubungan antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) : (a) C organik vs
KTK tanah, (b) K2O ekstrak HCl 25% vs kejenuhan basa, (c) Cadd vs
kejenuhan basa, (d) Nadd vs kejenuhan basa
33
11 Hubungan karakteristik lahan dengan produksi kakao pada beberapa
bahan induk tanah : (a) pHH2O vs bobot biji kering kakao, (b) K2O
ekstrak HCl 25% vs bobot biji kering kakao, (c) Nadd vs bobot biji
kering kakao, (d) kejenuhan basa vs bobot biji kering kakao
43
12 Hubungan karakteristik lahan dengan produksi kakao di lokasi
penelitian: (a) pHH2O vs bobot biji kering kakao, (b) K2O ekstrak HCl
25% vs bobot biji kering kakao, (c) Nadd vs bobot biji kering kakao,
(d) kejenuhan basa vs bobot biji kering kakao
52
13 Dendrogram tingkat kesamaan kelompok nilai karakteristik lahan
pHH2O dengan produksi kakao
54
14 Dendrogram tingkat kesamaan kelompok nilai karakteristik lahan K2O
ekstrak HCl 25% dengan produksi kakao
54
15 Dendrogram tingkat kesamaan kelompok nilai karakteristik lahan rasio
Ca/Mg/K dengan produksi kakao
62
17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uraian morfologi tanah di lokasi penelitian
75
2 Sifat fisika tanah di lokasi penelitian
99
3 Sifat fisiko-kimia tanah di lokasi penelitian
101
4 Karakteristik tanah lapisan atas (0-30 cm) pada setiap SLP di lokasi
penelitian
109
5 Produksi kakao pada setiap SLP di lokasi penelitian
110
6 Matriks koefisien korelasi antar komponen produksi kakao
111
7 Matriks koefisien korelasi antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) dan
bobot biji kering kakao (kg/ha/tahun)
112
8 Hasil analisis regreasi bertatar/stepwise antara karakteristik lahan dan
produksi kakao
113
9 Validasi persamaan regresi bertatar/stepwise dengan produksi kakao
dari 8 SLP berbeda
114
10 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (PPT 1983)
115
11 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
LREP II (1994)
116
12 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
PPKK (1997)
117
13 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
Djaenudin et al. (2003)
118
14 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
BBSDLP (2011)
119
15 Perhitungan erosi yang dapat diperbolehkan
120
16 Prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi
121
17 Analisis kelayakan usahatani kakao yang dikelola dengan input rendah
di lokasi penelitian
122
19 Kelayakan usahatani tanaman kakao pada setiap satuan lahan
pengamatan (SLP)
124
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa
negara. Selain itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah
dan agroindustri (Goenadi et al. 2005). Pada tahun 2013, perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 1,7 juta kepala
keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia
(Ditjenbun 2014). Dalam menghasilkan devisa, kakao tercatat sebagai tanaman
perkebunan penghasil devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet.
Sebagian besar (60%) produksi kakao Indonesia diekspor untuk memenuhi
permintaan luar negeri, sisanya (40%) digunakan sebagai bahan baku industri
coklat dalam negeri. Nilai ekspor kakao Indonesia pada tahun 2013 mencapai
USD 1,15 miliar (BPS 2014).
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir. Sebanyak 95% perkebunan kakao di Indonesia
didominasi oleh perkebunan rakyat dengan sentra utama di Pulau Sulawesi,
kecuali Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2013, perkebunan kakao Indonesia
mencapai 1.740.612 ha dengan produksi 720.862 ton/tahun, dan produktivitas
rata-rata 821 kg/ha/tahun (Ditjenbun 2014). Dengan tingkat produksi tersebut,
Indonesia tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai
Gading (1.445.000 ton) dan Ghana (835.000 ton) dengan menguasai 13,6% pasar
dunia.
Kebutuhan kakao dunia terus meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan perbaikan ekonomi masyarakat (Panggabean dan Satyoso
2013), sementara itu produksi kakao di Indonesia terus mengalami penurunan dari
tahun ke tahun (Ditjenbun 2014). Produktivitas kakao di Indonesia masih relatif
rendah dibandingkan dengan potensi produksi sebenarnya. Potensi produktivitas
tanaman kakao di Indonesia dapat mencapai lebih dari 2.000 kg/ha/tahun.
(Wahyudi dan Misnawi 2015).
Kendala utama dalam pengembangan kakao di Indonesia adalah
produktivitas kakao masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao
(PBK) dan pemilihan lahan untuk tanaman kakao yang tidak mempertimbangkan
kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kakao (Goenadi
et al. 2005) sehingga kemampuan tanah untuk menunjang produksi kakao secara
optimal tidak tercapai. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi kakao dapat
dilakukan melalui kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi lahan. Dalam rangka
pembukaan lahan baru yang paling sesuai, sebaiknya didasarkan pada hasil
evaluasi lahan sehingga memenuhi persyaratan tumbuh tanaman kakao dan sesuai
dengan potensi produksinya (Balittri 2012a).
Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi penggunaan lahan
berdasarkan sifat-sifat lahannya (Rossiter 1996). Evaluasi kesesuaian lahan sangat
diperlukan dalam perencanaan penggunaan lahan agar lahan dapat digunakan
secara optimal, produktif dan berkelanjutan (Zhang et al. 2004). Potensi dan
2
kendala penggunaan lahan dapat diidentifikasi sejak awal sehingga pengelolaan
lahan dapat dilakukan lebih baik dan terarah sesuai dengan komoditas yang akan
dikembangkan (FAO 1976).
Pemilihan penggunaan lahan untuk mencapai produktivitas optimal akan
dapat dilakukan dengan baik apabila dilakukan melalui tahap evaluasi lahan
dengan kriteria yang mencerminkan persyaratan tumbuh untuk berproduksinya
suatu tanaman secara optimal. Berbagai kriteria kesesuaian lahan telah banyak
digunakan di Indonesia. Namun, metode evaluasi lahan yang ada masih beragam
dan belum baku, sehingga bila diterapkan pada lahan yang sama seringkali
memberikan hasil yang berbeda. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan
dalam penetapan parameter dan kriteria kesesuaian lahan serta pengambilan
keputusan dalam klasifikasi kesesuaian lahannya.
Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada untuk berbagai komoditas
pertanian di Indonesia masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi
data terhadap penggunaan lahan yang tidak spesifik lokasi. Penilaian kesesuaian
lahan umumnya masih dilakukan secara kualitatif dan hanya berdasarkan kondisi
fisik lahan. Kriteria kesesuaian lahan umumnya disusun berdasarkan syarat
tumbuh tanaman secara empiris, tetapi tidak didasarkan pada data produksi yang
aktual di lapangan. Karakteristik lahan yang digunakan dan pengharkatannya
belum dikaji di lapangan dan dihubungkan dengan produksi tanaman pada tipe
penggunaan lahan tertentu, sehingga seringkali terjadi hasil penilaian kesesuaian
lahan tidak sesuai dengan potensi lahan dan produksi yang diharapkan (Subardja
2005).
Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk memperbaiki kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman kakao yang telah ada berdasarkan karakteristik
lahan dan tingkat produksi yang dicapai untuk tipe penggunaan lahan kakao
dengan tingkat pengelolaan tertentu, sehingga kelas kesesuaian lahan yang
dihasilkan berdasarkan kriteria yang akan dibangun lebih sesuai dengan tingkat
produksi yang dihasilkan, dan pengelolaan lahan ke depan dapat dilakukan lebih
efisien dan murah karena didasarkan pada karakteristik lahan yang paling
menentukan produksi tanaman (De La Rosa et al. 1981; Yao et al. 2014).
Di wilayah Indonesia, selain iklim dan topografi, bahan induk tanah
merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap
sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian (Buol et al.
1980). Keragaman bahan induk tanah memberikan keanekaragaman sifat dan jenis
tanah yang terbentuk. Secara alami, keragaman bahan induk tanah dan
perkembangan tanah yang terus berlanjut akan berpengaruh terhadap karakteristik
lahan yang terbentuk sehingga menentukan tingkat kesesuaian lahan dan produksi
komoditas pertanian tertentu. Perkembangan tanah yang semakin lanjut cenderung
menurunkan kualitas dan tingkat kesesuaiannya untuk pertanian (Sys 1978).
Hutapea (1991) melaporkan bahwa perbedaan bahan induk tanah menyebabkan
variasi karakteristik lahan sehingga mengakibatkan perbedaan tingkat produksi
biji kering kakao. Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan tempat yang cukup
ideal bagi pertumbuhan kakao. Namun demikian, kondisi tanah dan iklim harus
tetap diperhatikan agar lahan yang digunakan sesuai dengan lingkungan
tumbuhnya (Wibawa dan Baon 2013).
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-600 m dpl,
suhu udara maksimum 30-32 °C dan suhu udara minimum 18-21 °C, curah hujan
3
rata-rata tahunan 1.500-2500 mm, dan kelembaban yang tinggi dan konstan. Sifat
tanah yang sesuai untuk kakao adalah yang bertekstur lom berklei (clay loam),
kaya bahan organik (>3%), pH tanah sekitar netral (5,6-6,8), drainase baik,
kedalaman efektif dalam (Wibawa dan Baon 2013), kejenuhan basa > 35% dan
KTK tanah > 15 cmolc/kg (PPKK 1997).
Kolaka dan Kolaka Timur merupakan salah satu sentra produksi biji kakao
di Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2013, produksi kakao di Kabupaten Kolaka dan
Kolaka Timur mencapai 38.586 ton (Ditjenbun 2014) dengan produktivitas lahan
kakao masih rendah, masing-masing sekitar 541 (Dinas Perkebunan Kabupaten
Kolaka 2015) dan 753 kg/ha/tahun (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan
Kabupaten Kolaka Timur 2014). Tanah di sentra produksi kakao Kolaka dan
Kolaka Timur berkembang dari bahan induk batuan skis, batupasir, batuan
ultramafik, dan aluvium (Simandjuntak et al. 1993; Hikmatullah et al. 2011).
Keragaman bahan induk tanah di lokasi penelitian sangat diperlukan untuk
mengidentifikasi karakteristik lahan pembeda produksi kakao sehingga diperoleh
keragaman jenis dan kisaran karakteristik lahan sebagai pembeda kelas kesesuaian
lahan, dan pada akhirnya akan memudahkan dalam penyusunan kriteria
kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu di lokasi penelitian.
Skis merupakan batuan metamorfik dengan struktur berlapis dan kaya
mika, dengan jumlah kuarsa beragam dan jumlah mineral mudah lapuk sedikit.
Tanah yang terbentuk dari batuan skis, cenderung memiliki cadangan K tinggi
dengan mineral klei didominasi oleh ilit dan vermikulit (Rachim 2007). Tanah
terbentuk dari batuan skis di Sulawesi Tenggara dicirikan oleh bobot isi tanah
sedang, air tersedia rendah, permeabilitas lambat, reaksi tanah masam, C organik
dan KTK tanah rendah. Mineral klei didominasi oleh ilit, kaolinit dan
interstratifikasi ilit-vermikulit (Dai et al. 1980).
Batupasir adalah batuan sedimen masam yang tersusun dari kuarsa dalam
jumlah banyak dan sedikit mineral mudah lapuk (Brady dan Weil 2000). Tanah
yang terbentuk dari batupasir dicirikan oleh kandungan mineral kuarsa dan
kaolinit tinggi (White 1987), kandungan pasir tinggi, kejenuhan Al tinggi, reaksi
tanah masam sampai sangat masam, kandungan C organik, basa-basa (Ca, Mg, K,
Na), dan KTK rendah (Driessen et al. 1976; Suhardjo dan Prasetyo 1989; Yatno
2007).
Batuan ultramafik merupakan batuan beku volkanik yang memiliki
kandungan mineral kelam (hornblende, piroksen) tinggi (White 1987). Tanah
yang berkembang dari batuan ini dicirikan oleh kandungan mineral kuarsa rendah,
oksida besi (goetit dan hematit) dan kaolinit tinggi (Munir 1996; Brady dan Weil
2000), warna tanah merah dan Al dapat tukar rendah (Hidayat 2002; Prasetyo dan
Suharta 2004), kandungan klei tinggi, bobot isi rendah, basa-basa dan KTK
rendah (Buurman dan Soepraptohardjo 1980; Anda et al. 2000; Yatno dan
Prasetyo 2010).
Aluvium adalah bahan induk tanah yang terbentuk melalui proses
pengendapan oleh aktivitas aliran air sungai (Brady dan Weil 2000). Tanah yang
berkembang dari bahan induk ini dicirikan oleh warna tanah kelabu karena proses
penjenuhan tanah oleh air, drainase terhambat, dan adanya karatan/mottles akibat
proses oksidasi reduksi. Potensi dan kesuburan tanah ini tergantung dari tata air
dan sumber bahan-bahan endapannya (Prasetyo dan Subardja 1998).
4
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang “Kriteria Kesesuaian
Lahan untuk Tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi
Tenggara” sangat diperlukan untuk perbaikan kriteria kesesuaian lahan yang telah
ada dan pengembangan metode evaluasi lahan yang lebih bersifat kuantitatif dan
spesifik lokasi.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi sifat-sifat mineralogi, fisika, dan kimia tanah terbentuk dari
bahan induk batuan skis, batupasir, batuan ultramafik dan aluvium pada tipe
penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input rendah.
2. Mempelajari hubungan bahan induk tanah dengan karakteristik lahan dan
produksi tanaman kakao.
3. Mengidentifikasi karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao di
sentra produksi kakao Kolaka dan Kolaka Timur.
4. Menetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao pada tipe
penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input rendah berdasarkan
karakteristik lahan dan produksi tanaman.
Hipotesis
1. Tanah terbentuk dari bahan induk batuan skis, batuan ultramafik, batupasir dan
aluvium memiliki sifat-sifat mineralogi, fisika, dan kimia berbeda.
2. Keragaman bahan induk tanah berperan besar dalam menentukan perbedaan
karakteristik lahan dan tingkat produksi tanaman kakao.
3. Karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao relatif beragam
karena dipengaruhi oleh keragaman bahan induk tanahnya.
4. Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada untuk tanaman kakao masih bersifat
umum dan tidak spesifik lokasi sehingga hasil penilaian sering tidak sesuai
dengan produktivitas lahannya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan gambaran informasi potensi dan
karakteristik tanah yang berkembang dari bahan induk batuan skis, batuan
ultramafik, batupasir dan aluvium di daerah sentra produksi kakao Kolaka dan
Kolaka Timur.
Informasi karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao di
Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, sangat bermanfaat dalam menyusun
tindakan pengelolaan lahan perkebunan kakao.
Kriteria kesesuaian lahan yang diperoleh pada penelitian ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan lainnya yang akan dikembangkan
sebagai areal perkebunan kakao dengan kisaran karakteristik lahan yang sama.
5
Kebaruan Penelitian
Hal-hal baru yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah (1) karakteristik
lahan pembeda produksi kakao yang dikelola dengan input rendah di sentra
produksi kakao Kolaka dan Kolaka Timur, (2) kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman kakao pada tipe penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input
rendah yang bersifat kuantitatif dan dapat digunakan untuk mengevaluasi lahanlahan sentra produksi kakao atau wilayah lainnya dengan tipe penggunaan lahan
dan kisaran karakteristik lahan yang relatif sama.
6
2 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan areal perkebunan kakao rakyat yang terletak
di sentra produksi kakao Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi
Tenggara (Gambar 1). Areal yang diteliti terdapat pada tipe penggunaan lahan
(TPL) perkebunan kakao rakyat yang dikelola dengan input rendah dengan jenis
varietas kakao lokal tanpa sambung samping, dan umur tanaman kakao relatif
seragam, sekitar 16-18 tahun.
Penelitian ini dilaksanakan dari Maret 2014 hingga Agustus 2015. Analisis
kimia dan fisika tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah, Balai
Penelitian Tanah. Analisis mineral fraksi pasir dilakukan di Laboratorium
Mineralogi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, sedangkan analisis mineral fraksi klei dilakukan di Laboratorium Pusat
Survei Geologi, Bandung.
Peta Administrasi
Provinsi Sulawesi Tenggara
Konawe
Utara
Kolaka
Kolaka Timur
Utara
Kolaka
U
Konawe
0
80
Km
Kendari
Konawe
Selatan
Buton
Utara
Bombana
Muna
Buton
Bau-bau
Wakatobi
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 6 tahap kegiatan, yaitu : (1) identifikasi tipe
penggunaan lahan, (2) penentuan satuan lahan pengamatan, (3) karakterisasi
7
lahan, (4) pengamatan komponen produksi kakao, (5) identifikasi karakteristik
lahan pembeda produksi kakao (6) penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman kakao. Bagan alir kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 2.
Kelas
Lereng
Bahan
Induk
Jenis
Tanah
Satuan Lahan Homogen
Sementara
(1)
Pengamatan tanah,
bahan induk,
lereng
Verifikasi
Lapang
Keseragaman umur,
jenis kakao, tindakan
pengelolaan
(2)
Satuan Lahan
Pengamatan
(3)
Karakteristik Tanah
dan Iklim
Karakterisasi Lahan
dan Pengamatan
Komponen Produksi
Tanaman
Analisis Statistik
(Korelasi dan Regresi)
(5)
Karakteristik
Lahan Pembeda
Produksi
(6)
Kriteria Kesesuaian
Lahan
Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian
(4)
Produksi
Tanaman
8
Identifikasi Tipe Penggunaan Lahan
Identifikasi tipe penggunaan lahan (TPL) bertujuan untuk menetapkan tipe
penggunaan lahan berbasis kakao pada perkebunan kakao rakyat yang dikelola
dengan tingkat pengelolaan tertentu. Identifikasi TPL mengacu pada 11 atribut
TPL menurut FAO (1976) antara lain : (1) jenis penggunaan lahan, (2) orientasi
pasar, (3) intensitas modal, (4) intensitas tenaga kerja, (5) sumber energi untuk
pengolahan lahan, (6) pengetahuan teknis dan budaya petani, (7) teknologi
pengelolaan lahan (penggunaan varietas, pemupukan, dan lain-lain), (8)
kebutuhan infrastruktur, (9) luas lahan usaha tani, (10) status kepemilikan lahan,
dan (11) tingkat pendapatan.
Data-data tersebut dikumpulkan melalui
pengamatan lapangan, wawancara dengan petani dan PPL setempat.
Selanjutnya pada TPL yang sama, dipilih suatu TPL yang mencakup
produksi kakao tinggi, sedang, dan rendah. Karakterisasi terhadap TPL tersebut
dilakukan pada areal kebun kakao yang memiliki perbedaan bahan induk, lereng,
dan jenis tanah. Variasi tersebut secara bersama-sama berperan dalam
menentukan karakteristik dan kualitas lahan yang berpengaruh terhadap
produktivitas TPL tersebut.
Penentuan Satuan Lahan Pengamatan
Satuan lahan pengamatan (SLP) disusun melalui pembentukan satuan
lahan homogen. Satuan lahan homogen dibentuk berdasarkan pada keseragaman
komponen satuan lahan yang bersifat permanen yaitu jenis tanah, bahan induk dan
kemiringan lereng. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, lokasi penelitian
terbagi dalam 8 satuan lahan homogen (SLH). Pada setiap SLH dilakukan 3 (tiga)
kali pengamatan sehingga diperoleh 24 satuan lahan pengamatan (Tabel 1).
Penetapan satuan lahan pengamatan (SLP) dilakukan setelah diadakan
kegiatan verifikasi lapangan guna memperoleh informasi awal mengenai jenis
tanah, bahan induk, kemiringan lereng, dan kondisi tanaman kakao. Pemilihan
tanaman kakao pada kebun kakao rakyat didasarkan pada umur, jenis serta
tindakan pengelolaan yang seragam atau pada tipe penggunaan lahan yang sama.
Satuan lahan pengamatan ditentukan pada areal tanaman kakao yang telah
menghasilkan dan berproduksi stabil, sehingga dapat dilihat hubungan antara
karakteristik lahan dengan produksi (Sintawati 2006).
Karakterisasi Lahan
Karakterisasi lahan bertujuan untuk mengumpulkan data karakteristik
tanah dan iklim yang berhubungan dengan kualitas lahan yang digunakan dalam
evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao, yaitu suhu udara, ketersediaan
air, ketersediaan oksigen, media perakaran, retensi hara, ketersediaan hara, bahaya
keracunan, bahaya erosi dan bahaya banjir (LREP II 1994; PPKK 1997;
Djaenudin et al. 2003; BBSDLP 2011). Data karakteristik lahan yang
dikumpulkan (Tabel 2) didasarkan pada beberapa kriteria yang telah ada dan datadata tersebut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman kakao (Puslitbangbun
2010; Balittri 2012b; Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat 2013). Beberapa
karakteristik lahan tambahan dari sifat fisika tanah (bobot isi, ruang pori total, pori
air tersedia, permeabilitas) dan rasio Ca/Mg/K diidentifikasi untuk mengetahui
hubungan karakteristik lahan tersebut dengan produksi kakao, dan untuk
menetapkan nisbah Ca/Mg/K yang ideal untuk kakao agar berproduksi optimal.
9
Tabel 1. Satuan lahan pengamatan (SLP) di lokasi penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Kode SLP
SK 1
SK 2
SK 3
SK 4
SK 5
SK 6
SK 7
SK 8
SK 9
BP 1
BP 2
BP 3
BP 4
BP 5
BP 6
BP 7
BP 8
BP 9
MF 1
MF 2
MF 3
AL 1
AL 2
AL 3
Koordinat
Bahan Induk
Lereng (%)
Subgrup Tanah1
Unamendaa,
04°07’10,9” LS
Skis
2
Typic Eutrudepts
Wundulako
121°40’01,1” BT
Unamendaa,
04°07’11,0” LS
Skis
2
Typic Eutrudepts
Wundulako
121°39’59,3” BT
Unamendaa,
04°07’11,2” LS
Skis
2
Typic Eutrudepts
Wundulako
121°39’57,6” BT
Atula,
04°08’55,1” LS
Skis
10
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’35,1” BT
Atula,
04°08’55,0” LS
Skis
10
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’34,7” BT
Atula,
04°08’55,3” LS
Skis
10
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’36,1” BT
Awa,
03°56’18,4” LS
Skis
25
Typic Hapludults
Samaturu
121°22’57,7” BT
Awa,
03°56’22,2” LS
Skis
25
Typic Hapludults
Samaturu
121°22’59,4” BT
Awa,
03°56’19,2” LS
Skis
25
Typic Hapludults
Samaturu
121°22’58,5” BT
Iwoimea Jaya,
04°18’20,4” LS
Batupasir
2
Typic Hapludults
Lambandia
121°51’55,9” BT
Iwoimea Jaya,
04°18’19,9” LS
Batupasir
2
Typic Hapludults
Lambandia
121°51’55,0” BT
Iwoimea Jaya,
04°18’19,3” LS
Batupasir
2
Typic Hapludults
Lambandia
121°51’54,3” BT
Penanggo Jaya,
04°17’46,4” LS
Batupasir
2
Typic Paleudults
Lambandia
121°55’23,5” BT
Penanggo Jaya,
04°17’47,7” LS
Batupasir
2
Typic Paleudults
Lambandia
121°55’23,5” BT
Penanggo Jaya,
04°17’45,3” LS
Batupasir
2
Typic Paleudults
Lambandia
121°55’23,3” BT
Ladongi,
04°08’50,6” LS
Batupasir
4
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’49,5” BT
Ladongi,
04°08’49,2” LS
Batupasir
4
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’49,7” BT
Ladongi,
04°08’50,3” LS
Batupasir
4
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’49,5” BT
Iwoikondo,
04°05’16,6”LS
Batuan
12
Anionic Acrudox
Loea
121°56’00,7” BT
Iwoikondo,
04°05’16,8” LS
12
Anionic Acrudox
Loea
121°55’59,9” BT
Iwoikondo,
04°05’16,3” LS
12
Rhodic Eutrudox
Loea
121°55’59,4” BT
Wungguloko,
04°07’46,7” LS
Aluvium
1
Fluvaquentic Endoaquepts
Ladongi
121°57’53,7” BT
Wungguloko,
04°07’47,5” LS
Aluvium
1
Typic Endoaquepts
Ladongi
121°57’54,8” BT
Wungguloko,
04°07’45,8” LS
Aluvium
1
Typic Endoaquepts
Ladongi
121°57’54,0” BT
Lokasi
Ultramafik
Batuan
Ultramafik
Batuan
Ultramafik
Keterangan : 1Klasifikasi tanah dari hasil verifikasi lapangan dan analisis laboratorium
10
Tabel 2. Karakteristik lahan yang dikumpulkan berdasarkan beberapa kriteria
Kriteria
Karakteristik Lahan
LREP II
PPKK
Djaenudin et al.
BBSDLP
(1994)
(1997)
(2003)
(2011)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Ketinggian tempat (m dpl)
Suhu udara rata-rata tahunan (°C)
x
Curah hujan rata-rata tahunan (mm)
Lamanya bulan kering (bulan)
x
x
Kelembaban udara (%)
Drainase tanah
Tekstur tanah
Bahan kasar (%)
Kedalaman efektif tanah (cm)
Ketebalan gambut (cm)
x
Kematangan gambut
KTK tanah (cmolc/kg tanah)
KTK klei (cmolc/kg klei)
Kejenuhan basa (%)
pH H2O
C organik (%)
x
x
N total (%)
P2O5 ekstrak HCl 25% (mg/100 g)
K2O ekstrak HCl 25% (mg/100 g)
Kejenuhan Al (%)
Salinitas (dS/m)
Kedalaman sulfidik (cm)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Lereng (%)
Bahaya erosi
x
x
Batuan di permukaan (%)
Bahaya banjir/genangan
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Karakterisasi lahan dilakukan pada setiap SLP (satuan lahan pengamatan)
yang meliputi pengamatan tubuh tanah (profil) dan faktor fisik lingkungannya
(keadaan batuan di permukaan tanah, bentuk wilayah/lereng, vegetasi/penggunaan
lahan), pengambilan contoh tanah serta pengumpulan data iklim. Untuk keperluan
analisis karakteristik tanah maka contoh tanah profil diambil sebanyak 1 kg pada
setiap lapisan di masing-masing SLP.
Penentuan lokasi penelitian atau profil pewakil didasarkan pada perbedaan
bahan induk, lereng dan jenis tanah yang merujuk pada Peta Geologi Lembar
Kolaka skala 1:250.000 (Simandjuntak et al. 1993), Peta Tanah Tinjau Provinsi
Sulawesi Tenggara skala 1:250.000 (Hikmatullah et al. 2011), dan hasil
pengamatan lapangan. Profil tanah yang diamati di lapangan terdiri dari 24 buah
profil tanah yang dibuat pada masing-masing SLP (Gambar 3). Pengamatan tubuh
tanah dilakukan untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah yang
berhubungan dengan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi kesesuaian
11
lahan dan klasifikasi tanah, yaitu drainase, kedalaman efektif tanah, tebal dan
batas horison, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, karatan, konkresi dan
nodul, kutan, keadaan perakaran, dan pH tanah.
Deskripsi profil tanah mengacu kepada Guideline for Soil Profile
Description (FAO 1990) dan Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff
1993). Klasifikasi tanah ditetapkan berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah (Soil
Survey Staff 2014). Profil tanah dibuat sedalam 1,5 m atau sampai pada kontak
litik/paralitik bila kedalaman solum
KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO
DI KABUPATEN KOLAKA DAN KOLAKA TIMUR,
SULAWESI TENGGARA
EDI YATNO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kriteria Kesesuaian Lahan
untuk Tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi
Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Edi Yatno
A161100021
3
RINGKASAN
EDI YATNO. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di Kabupaten
Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh SUDARSONO,
BUDI MULYANTO, dan ISKANDAR.
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa
negara. Kendala utama dalam pengembangan kakao di Indonesia adalah
produktivitas kakao rendah. Kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi lahan untuk
mencapai produktivitas optimal akan dapat dilakukan dengan baik, apabila
melalui tahap evaluasi lahan dengan kriteria yang mencerminkan persyaratan
tumbuh tanaman untuk berproduksi optimal. Kriteria kesesuaian lahan yang ada di
Indonesia masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi data
terhadap penggunaan lahan yang tidak spesifik lokasi. Oleh karena itu, untuk
perbaikan kriteria kesesuaian lahan yang ada diperlukan penelitian mengenai
kriteria kesesuaian lahan berdasarkan pada tingkat produksi untuk tipe
penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat-sifat mineralogi,
fisika, dan kimia tanah terbentuk dari bahan induk skis, batupasir, batuan
ultramafik dan aluvium; mempelajari hubungan keragaman bahan induk tanah
dengan karakteristik lahan dan produksi tanaman kakao; mengidentifikasi
karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao di sentra produksi
kakao Kolaka dan Kolaka Timur; menetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman kakao pada tipe penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input
rendah berdasarkan karakteristik lahan dan produksi tanaman.
Penelitian dilaksanakan dalam 6 tahap kegiatan, yaitu : (1) identifikasi tipe
penggunaan lahan, (2) penentuan satuan lahan pengamatan, (3) karakterisasi
lahan, (4) pengamatan komponen produksi kakao, (5) identifikasi karakteristik
lahan pembeda produksi kakao, dan (6) penyusunan kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman kakao. Sebanyak 24 satuan lahan pengamatan ditetapkan
berdasarkan perbedaan bahan induk tanah, kemiringan lereng, dan jenis tanah.
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao yang dikelola dengan input
rendah disusun berdasarkan karakteristik lahan yang sangat berpengaruh terhadap
produksi. Hubungan karakteristik lahan terhadap produksi diuji dengan analisis
korelasi dan regresi, sedangkan identifikasi karakteristik lahan yang membedakan
produksi kakao diuji dengan analisis regresi bertatar (stepwise) sehingga diperoleh
karakteristik lahan yang sangat berpengaruh terhadap produksi kakao dan menjadi
pembeda kelas kesesuaian lahan kakao yang dikelola dengan input rendah.
Hasil penelitian menunjukkan susunan mineral klei pada tanah terbentuk
dari batuan skis didominasi oleh ilit, diikuti oleh vermikulit, interstratifikasi ilitvermikulit, dan kaolinit dalam jumlah sedang, sedangkan tanah dari batupasir
tersusun dari kaolinit dalam jumlah banyak, ilit dan interstratifikasi ilit-vermikulit
dalam jumlah sedang. Tanah dari batuan ultramafik didominasi oleh oksidaoksida besi, sedangkan tanah aluvium tersusun dari kaolinit dalam jumlah banyak,
interstratifikasi ilit-vermikulit, dan smektit dalam jumlah sedang.
4
Keragaman bahan induk tanah mempengaruhi keragaman karakteristik
lahan pHH2O, C organik, P2O5 (ekstrak Bray 1/Olsen), K2O (ekstrak HCl 25%),
Ca, Mg, Na, dan Al dapat dipertukarkan, KTK tanah, kejenuhan basa, kandungan
pasir, debu, klei, permeabilitas, dan tingkat produktivitas tanaman kakao. Tanah
dari batuan skis memiliki nilai rata-rata pHH2O, kandungan P2O5 dan K2O (ekstrak
HCl 25%) pada kedalaman 0-30 cm lebih tinggi dibandingkan tanah dari bahan
induk lainnya. Tanah dari aluvium memiliki kandungan C organik, Ca dan Mg,
KTK tanah lebih tinggi dibandingkan tanah dari bahan induk lainnya, namun pH
tanah dari aluvium lebih rendah dibandingkan tanah lainnya, sedangkan tanah dari
batuan ultramafik memiliki kandungan klei, ruang pori total, dan permeabilitas
lebih tinggi dibandingkan tanah lainnya.
Tingkat produksi kakao di Kolaka dan Kolaka Timur berkorelasi sangat
nyata secara positif dengan karakteristik lahan pH H2O, K2O (ekstrak HCl 25%), Na
dapat dipertukarkan, dan kejenuhan basa. Namun, karakteristik lahan yang sangat
berpengaruh terhadap produksi dan menjadi pembeda kelas dalam kriteria
kesesuaian lahan untuk TPL tanaman kakao input rendah adalah reaksi tanah
(pHH2O) dan kandungan K2O potensial (ekstrak HCl 25%). Kebutuhan data
karakteristik lahan yang relatif sedikit memungkinkan proses evaluasi kesesuaian
lahan dapat dilakukan lebih mudah, cepat dan murah dengan hasil yang akurat.
Satuan lahan dengan tanah yang berkembang dari batuan skis dengan
topografi agak datar memiliki produksi kakao paling tinggi dan sangat sesuai (S1)
untuk tanaman kakao. Satuan lahan dengan tanah yang terbentuk dari batuan skis
dengan lereng curam cukup sesuai (S2) hingga sesuai marginal (S3) untuk kakao,
namun lahan-lahan tersebut memiliki tingkat bahaya erosi tinggi dan erosi aktual
lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi sehingga tidak memenuhi aspek
keberlanjutan atau sustainability untuk budidaya kakao. Satuan lahan pengamatan
dengan tanah terbentuk dari batuan ultramafik dan aluvium tidak sesuai (N) dan
tidak memberikan manfaat ekonomi (B/C < 1) untuk usahatani kakao yang
dikelola dengan input rendah.
Kriteria kesesuaian lahan yang dibangun berdasarkan karakteristik lahan
dan produksi tanaman pada TPL kakao yang dikelola dengan input rendah di
lokasi penelitian bersifat kuantitatif sehingga hasil penilaian kesesuaian lahan
menggunakan kriteria ini telah sejalan atau sesuai dengan produktivitas lahannya.
Namun, penggunaan kriteria ini masih harus mempertimbangkan tingkat bahaya
erosi untuk budidaya kakao.
Pembukaan lahan baru untuk pengembangan tanaman kakao dengan
menggunakan kriteria kesesuaian lahan yang dibangun sebaiknya diarahkan pada
tanah-tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan skis dengan lereng kurang
dari 15%. Tanah yang tidak sesuai dan tidak memberikan manfaat ekonomi untuk
usahatani kakao yang dikelola dengan input rendah di lokasi penelitian, sebaiknya
diarahkan untuk penggunaan lainnya antara lain padi sawah irigasi pada tanah
yang terbentuk dari bahan aluvium dan perkebunan kelapa pada tanah yang
terbentuk dari batupasir, dan kelapa sawit pada tanah yang terbentuk dari batuan
ultramafik.
Kata kunci : bahan induk tanah, karakteristik lahan, kriteria kesesuaian lahan,
produksi kakao, tipe penggunaan lahan
5
SUMMARY
EDI YATNO. The Criteria of Land Suitability for Cocoa Crop in Kolaka and East
Kolaka Regency, Southeast Sulawesi. Under direction of SUDARSONO, BUDI
MULYANTO, and ISKANDAR.
Cocoa (Theobroma cacao L.) is one of the main plantation commodities
that play an important role in national economy, mainly as labor supply, farmers
and national income sources. The main constraint of cocoa development in
Indonesia was the low cocoa productivity. Land intensification and extentification
to achieve optimal productivity will obtain good results if they are conducted by
land evaluation with criteria describing crop requirements for optimal production.
The existing criteria of land suitability in Indonesia were still general due to
created based on data compilation on the landuse with general location. Therefore,
to improve the existing criteria, it is important to study criteria of land suitability
based on land characteristics and crop production for land utilization type of
cocoa with low input management.
The aims of this research were to identify mineralogical, physical and
chemical properties of soils formed from schist, sandstone, ultramafic rocks, and
alluvium; to relate the variation of parent materials on land characteristics and
cocoa crop production; to identify land characteristics that had high contribution
to cocoa production in central production of cocoa in Kolaka and East Kolaka;
and to determine the criteria of land suitability for cocoa crop in land utilization
type of cocoa with low input management based on land characteristics and crop
production.
This study was conducted in 6 phases, namely: (1) identification of land
utilization type, (2) determination land unit of observation, (3) land
characterization, (4) observation of cocoa crop components, (5) identification of
land characteristics differentiated cocoa production, and (6) creating of land
suitability criteria for cocoa crop. Twenty four (24) land units of observation were
determined based on variations of soil parent materials, slopes, and soil types.
Land suitability criteria for cocoa crop with low input management was
created based on land characteristics that had high influence on crop production.
Relationship of land characteristics on crop production were examined with
correlation and regression analysis, while identification of land characteristics
differentiated cocoa production were examined with stepwise regression to obtain
land characteristics that had high influence on cocoa production and
differentiated land suitability classes for cocoa with low input management.
The results of this study indicated that composition of clay fraction
minerals of soils formed from schist was dominated by illite, followed by
vermiculite, illite-vermiculite interstratification, and kaolinite with moderate
amount, while soils developed from sandstone were mainly composed of
kaolinite, followed by illite and illite-vermiculite interstratification with moderate
amount. Soils developed from ultramafic rocks were dominated by iron oxide
minerals, while soils derived from alluvium materials were mainly composed of
kaolinite, followed by illite, illite-vermiculite interstratification and smectite with
moderate amount.
6
Variation of soil parent materials affects on variations of land
characteristics of pHH2O, organic C, P2O5 (extract of Bray 1/Olsen), K2O (extract
of HCl 25%), exchangeable Ca, Mg, Na, and Al, soil CEC, base saturation, sand,
silt and clay contents, permeability, and the level of cocoa productivity. Soils
developed from schist had the mean value of pHH2O, P2O5 and K2O contents
(extract of HCl 25%) at 0-30 cm soil depts higher than those of the other soils
with different parent materials. Soils formed from alluvium materials had organic
C, Ca and Mg contents, and soil CEC higher than those of soils with different
parent materials, however the pHH2O values of the alluvium soils were lower than
those of the other soils. Soils developed from ultramafic rocks had higher clay
content, total pore space, and permeability compared with other soils.
The level of cocoa production in Kolaka and East Kolaka was positively
correlated with land characteristics of pHH2O, K2O (extract of HCl 25%),
exchangeable Na, and base saturation. However, land characteristics that had high
influence on crop production and differentiated land suitability classes for LUT of
cocoa with low input management were soil reaction (pHH2O) and potential K2O
extracted by HCl 25%. The land characteristics of the study area were fewer than
the existing criteria, therefore the land suitability evaluation could be done faster,
easier and gave more accurate results.
Land units of soils developed from schist with nearly flat topography had
highest cocoa production and very suitable (S1) for cocoa crop. Land units of soils
formed from schist with steep slope were moderately (S2) to marginally suitable
(S3) for cocoa crop, however they had high level of erosion hazard with actual
erosion higher than tolerable erosion so that they were not sustainable for cocoa
cultivation. Land units with soils developed on ultramafic rocks and alluvium
materials were not suitable (N) and no economic benefit (B/C < 1) for cocoa
cultivation with low input management.
Criteria of Land suitability created based on land characteristics and crop
production for LUT of cocoa with low input management in the study location
were more quantitative and the results of land suitability evaluation using the
criteria were suitable with the land productivity. However, the use of the criteria
should consider the level of erosion hazard for cocoa cultivation.
Land extensifications for cocoa development using resulted land suitability
criteria were focused in soils developed on schist with slope of less than 15%.
Soils that were not suitable and no economic benefit for cocoa cultivation with
low input management in the study areas should be used for other land uses such
as paddy field with irrigation system for soils formed from alluvium materials,
coconut for soils developed from sandstone, and oil palm plantation for soils
derived from ultramafic rocks.
Key words : soil parent materials, land characteristics, land suitability criteria,
cocoa production, land utilization type
7
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
8
KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO
DI KABUPATEN KOLAKA DAN KOLAKA TIMUR,
SULAWESI TENGGARA
EDI YATNO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
9
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Suwardi, MAgr
2. Prof (R). Dr Ir D. Subardja, MSc
Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi : 1. Dr Ir Suwardi, MAgr
2. Dr Ir Erna Suryani, MSi
10
Judul Disertasi
: Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao
di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
Nama
: Edi Yatno
NIM
: A161100021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc
Ketua
Dr Ir Iskandar
Anggota
Prof. Dr Ir Budi Mulyanto, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Atang Sutandi, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian Tertutup : 18 Juli 2016
Tanggal Sidang Promosi : 9 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
11
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah
dilaksanakan di lapang dan di laboratorium dari bulan Maret 2014 sampai
Agustus 2015 dengan judul “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di
Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara”.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc,
selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan
disertasi. Kepada Prof. Dr Ir Budi Mulyanto, MSc dan Dr Ir Iskandar selaku
anggota komisi pembimbing, terimakasih atas bimbingan dan saran-sarannya.
Kepada Dr Ir Suwardi, MAgr, Prof (R). Dr Ir D. Subardja, MSc, dan Dr Ir Erna
Suryani, MSi selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup dan Sidang Promosi,
terima kasih atas komentar dan saran-sarannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian
atas beasiswa dan bantuan dana penelitian selama mengikuti Program Doktor di
IPB. Demikian juga kepada Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian atas kesempatan dan ijin belajar yang diberikan. Kepada Kepala dan
Staf Laboratorium Mineralogi Tanah, Laboratorium Penelitian Kimia dan
Kesuburan Tanah serta Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor
diucapkan terima kasih atas kerjasama dan bantuannya.
Penghargaan disampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Tanah dan
seluruh Staf Pengajar atas ilmu yang telah diberikan selama mengikuti
perkuliahan di Sekolah Pascasarjana IPB. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana
Ilmu Tanah angkatan 2009 hingga 2012 atas dukungan semangat, kebersamaan,
dan doa. Kepada seluruh keluarga, istri dan anak-anak, adik dan kakak semua,
terima kasih atas segala dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan pertanian di
Indonesia, khususnya komoditas kakao.
Bogor, Agustus 2016
Edi Yatno
12
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian
1
1
4
4
4
5
2 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Identifikasi Tipe Penggunaan Lahan
Penentuan Satuan Lahan Pengamatan
Karakterisasi Lahan
Pengamatan Komponen Produksi Kakao
Identifikasi Karakteristik Lahan Pembeda Produksi Kakao
Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan
6
6
6
8
8
8
12
12
13
3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Iklim
Geologi dan Bahan Induk
Landform dan Relief
Tipe Penggunaan Lahan
15
15
15
17
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-Sifat Tanah pada Berbagai Bahan Induk
Sifat Morfologi Tanah
Sifat Mineralogi Tanah
Sifat Fisika Tanah
Sifat Kimia Tanah
Klasifikasi Tanah
Produktivitas Lahan di Lokasi Penelitian
Hubungan Bahan Induk Tanah dengan Karakteristik Lahan
Hubungan Bahan Induk Tanah dengan Produksi Tanaman
Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produksi Tanaman
Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria yang Ada
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Produksi Tanaman
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria yang Ada
vs Produksi
Kriteria Kesesuaian Lahan Modifikasi
19
19
19
20
26
29
34
37
37
41
44
45
46
47
49
50
13
Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kriteria yang Baru
Uji Validitas terhadap Kriteria Kesesuaian Lahan yang Dibangun
Tingkat Bahaya Erosi
Kelayakan Usahatani Kakao yang Dikelola dengan Input Rendah
Alternatif Perbaikan Pengelolaan Lahan
Kelebihan dan Kelemahan dari Kriteria Kesesuaian Lahan yang
Dibangun
Alternatif Penggunaan Lahan
55
57
58
59
61
64
65
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
68
68
68
DAFTAR PUSTAKA
69
LAMPIRAN
74
14
DAFTAR TABEL
1 Satuan lahan pengamatan (SLP) di lokasi penelitian
9
2 Karakteristik lahan yang dikumpulkan berdasarkan beberapa kriteria
10
3 Kondisi iklim di lokasi penelitian
15
4 Komposisi mineral fraksi pasir dari profil tanah yang diteliti
21
5 Klasifikasi tanah di lokasi penelitian
36
6 Nilai rata-rata, maksimum dan minimum karakteristik lahan dari sifat
kimia tanah lapisan (0-30 cm) dengan bahan induk berbeda
39
7 Nilai rata-rata, maksimum dan minimum karakteristik lahan dari sifat
fisika tanah lapisan (0-30 cm) dengan bahan induk berbeda
40
8 Nilai rata-rata, maksimum, dan minimum komponen produksi kakao
pada tanah dengan bahan induk berbeda
42
9 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik lahan dengan produksi
kakao pada SLP yang dibentuk oleh TPL di lokasi penelitian
45
10 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kriteria yang ada
47
11 Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan produksi tertinggi
48
12 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi tertinggi
48
13 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan kriteria yang ada dan tingkat
produksi kakao di lapangan
50
14 Karakteristik lahan yang berhubungan erat dan berpengaruh nyata
terhadap produksi kakao di lokasi penelitian
51
15 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao berdasarkan produksi
tertinggi dan karakteristik lahan pada TPL kakao yang dikelola dengan
input rendah
53
16 Pengelompokkan kisaran karakteristik lahan pembeda produksi kakao
55
17 Kelas kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik lahan dan produksi
tertinggi untuk TPL kakao yang dikelola dengan input rendah
di lokasi penelitian
56
18 Hasil uji validitas terhadap kriteria kesesuaian lahan yang dibangun
57
19 Hubungan kelas kesesuaian lahan dengan tingkat bahaya erosi
58
20 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao pada TPL kakao yang
dikelola dengan input rendah setelah mempertimbangkan aspek
sustainabilitas
59
21 Hubungan kelas kesesuaian lahan dengan nilai B/C pada setiap SLP
60
22 Alternatif perbaikan pengelolaan lahan di lokasi penelitian
62
23 Pengelompokkan kisaran karakteristik lahan rasio Ca/Mg/K
63
15
24 Hasil penilaian kesesuaian lahan pada SLP AL 1 dan AL 2 untuk padi
sawah irigasi menurut kriteria Djaenudin et al. (2003)
65
25 Hasil penilaian kesesuaian lahan pada SLP BP 1, BP 2 dan BP 8 untuk
tanaman kelapa menurut kriteria Djaenudin et al. (2003)
66
26 Hasil penilaian kesesuaian lahan pada SLP MF 1 dan MF 2 untuk
tanaman kelapa sawit menurut kriteria Djaenudin et al. (2003)
67
16
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian
6
2 Diagram alir kegiatan penelitian
7
3 Peta geologi dan lokasi profil tanah/SLP
16
4 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari batuan skis
dengan perlakuan Mg2+, Mg2++gliserol, dan K++ pemanasan 550oC
23
5 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari batupasir
dengan perlakuan Mg2+, Mg2++gliserol, dan K++ pemanasan 550oC
25
6 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari batuan
ultramafik dengan perlakuan Mg2+ dan K++ pemanasan 550oC
26
7 Difraktogram sinar X dari profil tanah yang terbentuk dari aluvium
dengan perlakuan Mg2+, Mg2++gliserol, K+, dan K++ pemanasan 550oC
26
8 Hubungan antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) : (a) pasir vs bobot
isi, (b) C organik vs bobot isi, (c) ruang pori total vs pori air tersedia
(d) ruang pori total vs permeabilitas
28
9 Hubungan antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) : (a) K2O ekstrak
HCl 25% vs pHH2O, (b) Nadd vs pHH2O, (c) kejenuhan basa vs pHH2O,
(d) K2O ekstrak HCl 25% vs kejenuhan basa
31
10 Hubungan antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) : (a) C organik vs
KTK tanah, (b) K2O ekstrak HCl 25% vs kejenuhan basa, (c) Cadd vs
kejenuhan basa, (d) Nadd vs kejenuhan basa
33
11 Hubungan karakteristik lahan dengan produksi kakao pada beberapa
bahan induk tanah : (a) pHH2O vs bobot biji kering kakao, (b) K2O
ekstrak HCl 25% vs bobot biji kering kakao, (c) Nadd vs bobot biji
kering kakao, (d) kejenuhan basa vs bobot biji kering kakao
43
12 Hubungan karakteristik lahan dengan produksi kakao di lokasi
penelitian: (a) pHH2O vs bobot biji kering kakao, (b) K2O ekstrak HCl
25% vs bobot biji kering kakao, (c) Nadd vs bobot biji kering kakao,
(d) kejenuhan basa vs bobot biji kering kakao
52
13 Dendrogram tingkat kesamaan kelompok nilai karakteristik lahan
pHH2O dengan produksi kakao
54
14 Dendrogram tingkat kesamaan kelompok nilai karakteristik lahan K2O
ekstrak HCl 25% dengan produksi kakao
54
15 Dendrogram tingkat kesamaan kelompok nilai karakteristik lahan rasio
Ca/Mg/K dengan produksi kakao
62
17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uraian morfologi tanah di lokasi penelitian
75
2 Sifat fisika tanah di lokasi penelitian
99
3 Sifat fisiko-kimia tanah di lokasi penelitian
101
4 Karakteristik tanah lapisan atas (0-30 cm) pada setiap SLP di lokasi
penelitian
109
5 Produksi kakao pada setiap SLP di lokasi penelitian
110
6 Matriks koefisien korelasi antar komponen produksi kakao
111
7 Matriks koefisien korelasi antar sifat tanah lapisan atas (0-30 cm) dan
bobot biji kering kakao (kg/ha/tahun)
112
8 Hasil analisis regreasi bertatar/stepwise antara karakteristik lahan dan
produksi kakao
113
9 Validasi persamaan regresi bertatar/stepwise dengan produksi kakao
dari 8 SLP berbeda
114
10 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (PPT 1983)
115
11 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
LREP II (1994)
116
12 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
PPKK (1997)
117
13 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
Djaenudin et al. (2003)
118
14 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao menurut
BBSDLP (2011)
119
15 Perhitungan erosi yang dapat diperbolehkan
120
16 Prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi
121
17 Analisis kelayakan usahatani kakao yang dikelola dengan input rendah
di lokasi penelitian
122
19 Kelayakan usahatani tanaman kakao pada setiap satuan lahan
pengamatan (SLP)
124
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa
negara. Selain itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah
dan agroindustri (Goenadi et al. 2005). Pada tahun 2013, perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 1,7 juta kepala
keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia
(Ditjenbun 2014). Dalam menghasilkan devisa, kakao tercatat sebagai tanaman
perkebunan penghasil devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet.
Sebagian besar (60%) produksi kakao Indonesia diekspor untuk memenuhi
permintaan luar negeri, sisanya (40%) digunakan sebagai bahan baku industri
coklat dalam negeri. Nilai ekspor kakao Indonesia pada tahun 2013 mencapai
USD 1,15 miliar (BPS 2014).
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir. Sebanyak 95% perkebunan kakao di Indonesia
didominasi oleh perkebunan rakyat dengan sentra utama di Pulau Sulawesi,
kecuali Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2013, perkebunan kakao Indonesia
mencapai 1.740.612 ha dengan produksi 720.862 ton/tahun, dan produktivitas
rata-rata 821 kg/ha/tahun (Ditjenbun 2014). Dengan tingkat produksi tersebut,
Indonesia tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai
Gading (1.445.000 ton) dan Ghana (835.000 ton) dengan menguasai 13,6% pasar
dunia.
Kebutuhan kakao dunia terus meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan perbaikan ekonomi masyarakat (Panggabean dan Satyoso
2013), sementara itu produksi kakao di Indonesia terus mengalami penurunan dari
tahun ke tahun (Ditjenbun 2014). Produktivitas kakao di Indonesia masih relatif
rendah dibandingkan dengan potensi produksi sebenarnya. Potensi produktivitas
tanaman kakao di Indonesia dapat mencapai lebih dari 2.000 kg/ha/tahun.
(Wahyudi dan Misnawi 2015).
Kendala utama dalam pengembangan kakao di Indonesia adalah
produktivitas kakao masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao
(PBK) dan pemilihan lahan untuk tanaman kakao yang tidak mempertimbangkan
kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kakao (Goenadi
et al. 2005) sehingga kemampuan tanah untuk menunjang produksi kakao secara
optimal tidak tercapai. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi kakao dapat
dilakukan melalui kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi lahan. Dalam rangka
pembukaan lahan baru yang paling sesuai, sebaiknya didasarkan pada hasil
evaluasi lahan sehingga memenuhi persyaratan tumbuh tanaman kakao dan sesuai
dengan potensi produksinya (Balittri 2012a).
Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi penggunaan lahan
berdasarkan sifat-sifat lahannya (Rossiter 1996). Evaluasi kesesuaian lahan sangat
diperlukan dalam perencanaan penggunaan lahan agar lahan dapat digunakan
secara optimal, produktif dan berkelanjutan (Zhang et al. 2004). Potensi dan
2
kendala penggunaan lahan dapat diidentifikasi sejak awal sehingga pengelolaan
lahan dapat dilakukan lebih baik dan terarah sesuai dengan komoditas yang akan
dikembangkan (FAO 1976).
Pemilihan penggunaan lahan untuk mencapai produktivitas optimal akan
dapat dilakukan dengan baik apabila dilakukan melalui tahap evaluasi lahan
dengan kriteria yang mencerminkan persyaratan tumbuh untuk berproduksinya
suatu tanaman secara optimal. Berbagai kriteria kesesuaian lahan telah banyak
digunakan di Indonesia. Namun, metode evaluasi lahan yang ada masih beragam
dan belum baku, sehingga bila diterapkan pada lahan yang sama seringkali
memberikan hasil yang berbeda. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan
dalam penetapan parameter dan kriteria kesesuaian lahan serta pengambilan
keputusan dalam klasifikasi kesesuaian lahannya.
Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada untuk berbagai komoditas
pertanian di Indonesia masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi
data terhadap penggunaan lahan yang tidak spesifik lokasi. Penilaian kesesuaian
lahan umumnya masih dilakukan secara kualitatif dan hanya berdasarkan kondisi
fisik lahan. Kriteria kesesuaian lahan umumnya disusun berdasarkan syarat
tumbuh tanaman secara empiris, tetapi tidak didasarkan pada data produksi yang
aktual di lapangan. Karakteristik lahan yang digunakan dan pengharkatannya
belum dikaji di lapangan dan dihubungkan dengan produksi tanaman pada tipe
penggunaan lahan tertentu, sehingga seringkali terjadi hasil penilaian kesesuaian
lahan tidak sesuai dengan potensi lahan dan produksi yang diharapkan (Subardja
2005).
Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk memperbaiki kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman kakao yang telah ada berdasarkan karakteristik
lahan dan tingkat produksi yang dicapai untuk tipe penggunaan lahan kakao
dengan tingkat pengelolaan tertentu, sehingga kelas kesesuaian lahan yang
dihasilkan berdasarkan kriteria yang akan dibangun lebih sesuai dengan tingkat
produksi yang dihasilkan, dan pengelolaan lahan ke depan dapat dilakukan lebih
efisien dan murah karena didasarkan pada karakteristik lahan yang paling
menentukan produksi tanaman (De La Rosa et al. 1981; Yao et al. 2014).
Di wilayah Indonesia, selain iklim dan topografi, bahan induk tanah
merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap
sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian (Buol et al.
1980). Keragaman bahan induk tanah memberikan keanekaragaman sifat dan jenis
tanah yang terbentuk. Secara alami, keragaman bahan induk tanah dan
perkembangan tanah yang terus berlanjut akan berpengaruh terhadap karakteristik
lahan yang terbentuk sehingga menentukan tingkat kesesuaian lahan dan produksi
komoditas pertanian tertentu. Perkembangan tanah yang semakin lanjut cenderung
menurunkan kualitas dan tingkat kesesuaiannya untuk pertanian (Sys 1978).
Hutapea (1991) melaporkan bahwa perbedaan bahan induk tanah menyebabkan
variasi karakteristik lahan sehingga mengakibatkan perbedaan tingkat produksi
biji kering kakao. Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan tempat yang cukup
ideal bagi pertumbuhan kakao. Namun demikian, kondisi tanah dan iklim harus
tetap diperhatikan agar lahan yang digunakan sesuai dengan lingkungan
tumbuhnya (Wibawa dan Baon 2013).
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-600 m dpl,
suhu udara maksimum 30-32 °C dan suhu udara minimum 18-21 °C, curah hujan
3
rata-rata tahunan 1.500-2500 mm, dan kelembaban yang tinggi dan konstan. Sifat
tanah yang sesuai untuk kakao adalah yang bertekstur lom berklei (clay loam),
kaya bahan organik (>3%), pH tanah sekitar netral (5,6-6,8), drainase baik,
kedalaman efektif dalam (Wibawa dan Baon 2013), kejenuhan basa > 35% dan
KTK tanah > 15 cmolc/kg (PPKK 1997).
Kolaka dan Kolaka Timur merupakan salah satu sentra produksi biji kakao
di Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2013, produksi kakao di Kabupaten Kolaka dan
Kolaka Timur mencapai 38.586 ton (Ditjenbun 2014) dengan produktivitas lahan
kakao masih rendah, masing-masing sekitar 541 (Dinas Perkebunan Kabupaten
Kolaka 2015) dan 753 kg/ha/tahun (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan
Kabupaten Kolaka Timur 2014). Tanah di sentra produksi kakao Kolaka dan
Kolaka Timur berkembang dari bahan induk batuan skis, batupasir, batuan
ultramafik, dan aluvium (Simandjuntak et al. 1993; Hikmatullah et al. 2011).
Keragaman bahan induk tanah di lokasi penelitian sangat diperlukan untuk
mengidentifikasi karakteristik lahan pembeda produksi kakao sehingga diperoleh
keragaman jenis dan kisaran karakteristik lahan sebagai pembeda kelas kesesuaian
lahan, dan pada akhirnya akan memudahkan dalam penyusunan kriteria
kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu di lokasi penelitian.
Skis merupakan batuan metamorfik dengan struktur berlapis dan kaya
mika, dengan jumlah kuarsa beragam dan jumlah mineral mudah lapuk sedikit.
Tanah yang terbentuk dari batuan skis, cenderung memiliki cadangan K tinggi
dengan mineral klei didominasi oleh ilit dan vermikulit (Rachim 2007). Tanah
terbentuk dari batuan skis di Sulawesi Tenggara dicirikan oleh bobot isi tanah
sedang, air tersedia rendah, permeabilitas lambat, reaksi tanah masam, C organik
dan KTK tanah rendah. Mineral klei didominasi oleh ilit, kaolinit dan
interstratifikasi ilit-vermikulit (Dai et al. 1980).
Batupasir adalah batuan sedimen masam yang tersusun dari kuarsa dalam
jumlah banyak dan sedikit mineral mudah lapuk (Brady dan Weil 2000). Tanah
yang terbentuk dari batupasir dicirikan oleh kandungan mineral kuarsa dan
kaolinit tinggi (White 1987), kandungan pasir tinggi, kejenuhan Al tinggi, reaksi
tanah masam sampai sangat masam, kandungan C organik, basa-basa (Ca, Mg, K,
Na), dan KTK rendah (Driessen et al. 1976; Suhardjo dan Prasetyo 1989; Yatno
2007).
Batuan ultramafik merupakan batuan beku volkanik yang memiliki
kandungan mineral kelam (hornblende, piroksen) tinggi (White 1987). Tanah
yang berkembang dari batuan ini dicirikan oleh kandungan mineral kuarsa rendah,
oksida besi (goetit dan hematit) dan kaolinit tinggi (Munir 1996; Brady dan Weil
2000), warna tanah merah dan Al dapat tukar rendah (Hidayat 2002; Prasetyo dan
Suharta 2004), kandungan klei tinggi, bobot isi rendah, basa-basa dan KTK
rendah (Buurman dan Soepraptohardjo 1980; Anda et al. 2000; Yatno dan
Prasetyo 2010).
Aluvium adalah bahan induk tanah yang terbentuk melalui proses
pengendapan oleh aktivitas aliran air sungai (Brady dan Weil 2000). Tanah yang
berkembang dari bahan induk ini dicirikan oleh warna tanah kelabu karena proses
penjenuhan tanah oleh air, drainase terhambat, dan adanya karatan/mottles akibat
proses oksidasi reduksi. Potensi dan kesuburan tanah ini tergantung dari tata air
dan sumber bahan-bahan endapannya (Prasetyo dan Subardja 1998).
4
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang “Kriteria Kesesuaian
Lahan untuk Tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi
Tenggara” sangat diperlukan untuk perbaikan kriteria kesesuaian lahan yang telah
ada dan pengembangan metode evaluasi lahan yang lebih bersifat kuantitatif dan
spesifik lokasi.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi sifat-sifat mineralogi, fisika, dan kimia tanah terbentuk dari
bahan induk batuan skis, batupasir, batuan ultramafik dan aluvium pada tipe
penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input rendah.
2. Mempelajari hubungan bahan induk tanah dengan karakteristik lahan dan
produksi tanaman kakao.
3. Mengidentifikasi karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao di
sentra produksi kakao Kolaka dan Kolaka Timur.
4. Menetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao pada tipe
penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input rendah berdasarkan
karakteristik lahan dan produksi tanaman.
Hipotesis
1. Tanah terbentuk dari bahan induk batuan skis, batuan ultramafik, batupasir dan
aluvium memiliki sifat-sifat mineralogi, fisika, dan kimia berbeda.
2. Keragaman bahan induk tanah berperan besar dalam menentukan perbedaan
karakteristik lahan dan tingkat produksi tanaman kakao.
3. Karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao relatif beragam
karena dipengaruhi oleh keragaman bahan induk tanahnya.
4. Kriteria kesesuaian lahan yang telah ada untuk tanaman kakao masih bersifat
umum dan tidak spesifik lokasi sehingga hasil penilaian sering tidak sesuai
dengan produktivitas lahannya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan gambaran informasi potensi dan
karakteristik tanah yang berkembang dari bahan induk batuan skis, batuan
ultramafik, batupasir dan aluvium di daerah sentra produksi kakao Kolaka dan
Kolaka Timur.
Informasi karakteristik lahan yang menjadi pembeda produksi kakao di
Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, sangat bermanfaat dalam menyusun
tindakan pengelolaan lahan perkebunan kakao.
Kriteria kesesuaian lahan yang diperoleh pada penelitian ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan lainnya yang akan dikembangkan
sebagai areal perkebunan kakao dengan kisaran karakteristik lahan yang sama.
5
Kebaruan Penelitian
Hal-hal baru yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah (1) karakteristik
lahan pembeda produksi kakao yang dikelola dengan input rendah di sentra
produksi kakao Kolaka dan Kolaka Timur, (2) kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman kakao pada tipe penggunaan lahan kakao yang dikelola dengan input
rendah yang bersifat kuantitatif dan dapat digunakan untuk mengevaluasi lahanlahan sentra produksi kakao atau wilayah lainnya dengan tipe penggunaan lahan
dan kisaran karakteristik lahan yang relatif sama.
6
2 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan areal perkebunan kakao rakyat yang terletak
di sentra produksi kakao Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi
Tenggara (Gambar 1). Areal yang diteliti terdapat pada tipe penggunaan lahan
(TPL) perkebunan kakao rakyat yang dikelola dengan input rendah dengan jenis
varietas kakao lokal tanpa sambung samping, dan umur tanaman kakao relatif
seragam, sekitar 16-18 tahun.
Penelitian ini dilaksanakan dari Maret 2014 hingga Agustus 2015. Analisis
kimia dan fisika tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah, Balai
Penelitian Tanah. Analisis mineral fraksi pasir dilakukan di Laboratorium
Mineralogi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, sedangkan analisis mineral fraksi klei dilakukan di Laboratorium Pusat
Survei Geologi, Bandung.
Peta Administrasi
Provinsi Sulawesi Tenggara
Konawe
Utara
Kolaka
Kolaka Timur
Utara
Kolaka
U
Konawe
0
80
Km
Kendari
Konawe
Selatan
Buton
Utara
Bombana
Muna
Buton
Bau-bau
Wakatobi
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 6 tahap kegiatan, yaitu : (1) identifikasi tipe
penggunaan lahan, (2) penentuan satuan lahan pengamatan, (3) karakterisasi
7
lahan, (4) pengamatan komponen produksi kakao, (5) identifikasi karakteristik
lahan pembeda produksi kakao (6) penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman kakao. Bagan alir kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 2.
Kelas
Lereng
Bahan
Induk
Jenis
Tanah
Satuan Lahan Homogen
Sementara
(1)
Pengamatan tanah,
bahan induk,
lereng
Verifikasi
Lapang
Keseragaman umur,
jenis kakao, tindakan
pengelolaan
(2)
Satuan Lahan
Pengamatan
(3)
Karakteristik Tanah
dan Iklim
Karakterisasi Lahan
dan Pengamatan
Komponen Produksi
Tanaman
Analisis Statistik
(Korelasi dan Regresi)
(5)
Karakteristik
Lahan Pembeda
Produksi
(6)
Kriteria Kesesuaian
Lahan
Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian
(4)
Produksi
Tanaman
8
Identifikasi Tipe Penggunaan Lahan
Identifikasi tipe penggunaan lahan (TPL) bertujuan untuk menetapkan tipe
penggunaan lahan berbasis kakao pada perkebunan kakao rakyat yang dikelola
dengan tingkat pengelolaan tertentu. Identifikasi TPL mengacu pada 11 atribut
TPL menurut FAO (1976) antara lain : (1) jenis penggunaan lahan, (2) orientasi
pasar, (3) intensitas modal, (4) intensitas tenaga kerja, (5) sumber energi untuk
pengolahan lahan, (6) pengetahuan teknis dan budaya petani, (7) teknologi
pengelolaan lahan (penggunaan varietas, pemupukan, dan lain-lain), (8)
kebutuhan infrastruktur, (9) luas lahan usaha tani, (10) status kepemilikan lahan,
dan (11) tingkat pendapatan.
Data-data tersebut dikumpulkan melalui
pengamatan lapangan, wawancara dengan petani dan PPL setempat.
Selanjutnya pada TPL yang sama, dipilih suatu TPL yang mencakup
produksi kakao tinggi, sedang, dan rendah. Karakterisasi terhadap TPL tersebut
dilakukan pada areal kebun kakao yang memiliki perbedaan bahan induk, lereng,
dan jenis tanah. Variasi tersebut secara bersama-sama berperan dalam
menentukan karakteristik dan kualitas lahan yang berpengaruh terhadap
produktivitas TPL tersebut.
Penentuan Satuan Lahan Pengamatan
Satuan lahan pengamatan (SLP) disusun melalui pembentukan satuan
lahan homogen. Satuan lahan homogen dibentuk berdasarkan pada keseragaman
komponen satuan lahan yang bersifat permanen yaitu jenis tanah, bahan induk dan
kemiringan lereng. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, lokasi penelitian
terbagi dalam 8 satuan lahan homogen (SLH). Pada setiap SLH dilakukan 3 (tiga)
kali pengamatan sehingga diperoleh 24 satuan lahan pengamatan (Tabel 1).
Penetapan satuan lahan pengamatan (SLP) dilakukan setelah diadakan
kegiatan verifikasi lapangan guna memperoleh informasi awal mengenai jenis
tanah, bahan induk, kemiringan lereng, dan kondisi tanaman kakao. Pemilihan
tanaman kakao pada kebun kakao rakyat didasarkan pada umur, jenis serta
tindakan pengelolaan yang seragam atau pada tipe penggunaan lahan yang sama.
Satuan lahan pengamatan ditentukan pada areal tanaman kakao yang telah
menghasilkan dan berproduksi stabil, sehingga dapat dilihat hubungan antara
karakteristik lahan dengan produksi (Sintawati 2006).
Karakterisasi Lahan
Karakterisasi lahan bertujuan untuk mengumpulkan data karakteristik
tanah dan iklim yang berhubungan dengan kualitas lahan yang digunakan dalam
evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao, yaitu suhu udara, ketersediaan
air, ketersediaan oksigen, media perakaran, retensi hara, ketersediaan hara, bahaya
keracunan, bahaya erosi dan bahaya banjir (LREP II 1994; PPKK 1997;
Djaenudin et al. 2003; BBSDLP 2011). Data karakteristik lahan yang
dikumpulkan (Tabel 2) didasarkan pada beberapa kriteria yang telah ada dan datadata tersebut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman kakao (Puslitbangbun
2010; Balittri 2012b; Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat 2013). Beberapa
karakteristik lahan tambahan dari sifat fisika tanah (bobot isi, ruang pori total, pori
air tersedia, permeabilitas) dan rasio Ca/Mg/K diidentifikasi untuk mengetahui
hubungan karakteristik lahan tersebut dengan produksi kakao, dan untuk
menetapkan nisbah Ca/Mg/K yang ideal untuk kakao agar berproduksi optimal.
9
Tabel 1. Satuan lahan pengamatan (SLP) di lokasi penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Kode SLP
SK 1
SK 2
SK 3
SK 4
SK 5
SK 6
SK 7
SK 8
SK 9
BP 1
BP 2
BP 3
BP 4
BP 5
BP 6
BP 7
BP 8
BP 9
MF 1
MF 2
MF 3
AL 1
AL 2
AL 3
Koordinat
Bahan Induk
Lereng (%)
Subgrup Tanah1
Unamendaa,
04°07’10,9” LS
Skis
2
Typic Eutrudepts
Wundulako
121°40’01,1” BT
Unamendaa,
04°07’11,0” LS
Skis
2
Typic Eutrudepts
Wundulako
121°39’59,3” BT
Unamendaa,
04°07’11,2” LS
Skis
2
Typic Eutrudepts
Wundulako
121°39’57,6” BT
Atula,
04°08’55,1” LS
Skis
10
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’35,1” BT
Atula,
04°08’55,0” LS
Skis
10
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’34,7” BT
Atula,
04°08’55,3” LS
Skis
10
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’36,1” BT
Awa,
03°56’18,4” LS
Skis
25
Typic Hapludults
Samaturu
121°22’57,7” BT
Awa,
03°56’22,2” LS
Skis
25
Typic Hapludults
Samaturu
121°22’59,4” BT
Awa,
03°56’19,2” LS
Skis
25
Typic Hapludults
Samaturu
121°22’58,5” BT
Iwoimea Jaya,
04°18’20,4” LS
Batupasir
2
Typic Hapludults
Lambandia
121°51’55,9” BT
Iwoimea Jaya,
04°18’19,9” LS
Batupasir
2
Typic Hapludults
Lambandia
121°51’55,0” BT
Iwoimea Jaya,
04°18’19,3” LS
Batupasir
2
Typic Hapludults
Lambandia
121°51’54,3” BT
Penanggo Jaya,
04°17’46,4” LS
Batupasir
2
Typic Paleudults
Lambandia
121°55’23,5” BT
Penanggo Jaya,
04°17’47,7” LS
Batupasir
2
Typic Paleudults
Lambandia
121°55’23,5” BT
Penanggo Jaya,
04°17’45,3” LS
Batupasir
2
Typic Paleudults
Lambandia
121°55’23,3” BT
Ladongi,
04°08’50,6” LS
Batupasir
4
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’49,5” BT
Ladongi,
04°08’49,2” LS
Batupasir
4
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’49,7” BT
Ladongi,
04°08’50,3” LS
Batupasir
4
Typic Paleudults
Ladongi
121°53’49,5” BT
Iwoikondo,
04°05’16,6”LS
Batuan
12
Anionic Acrudox
Loea
121°56’00,7” BT
Iwoikondo,
04°05’16,8” LS
12
Anionic Acrudox
Loea
121°55’59,9” BT
Iwoikondo,
04°05’16,3” LS
12
Rhodic Eutrudox
Loea
121°55’59,4” BT
Wungguloko,
04°07’46,7” LS
Aluvium
1
Fluvaquentic Endoaquepts
Ladongi
121°57’53,7” BT
Wungguloko,
04°07’47,5” LS
Aluvium
1
Typic Endoaquepts
Ladongi
121°57’54,8” BT
Wungguloko,
04°07’45,8” LS
Aluvium
1
Typic Endoaquepts
Ladongi
121°57’54,0” BT
Lokasi
Ultramafik
Batuan
Ultramafik
Batuan
Ultramafik
Keterangan : 1Klasifikasi tanah dari hasil verifikasi lapangan dan analisis laboratorium
10
Tabel 2. Karakteristik lahan yang dikumpulkan berdasarkan beberapa kriteria
Kriteria
Karakteristik Lahan
LREP II
PPKK
Djaenudin et al.
BBSDLP
(1994)
(1997)
(2003)
(2011)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Ketinggian tempat (m dpl)
Suhu udara rata-rata tahunan (°C)
x
Curah hujan rata-rata tahunan (mm)
Lamanya bulan kering (bulan)
x
x
Kelembaban udara (%)
Drainase tanah
Tekstur tanah
Bahan kasar (%)
Kedalaman efektif tanah (cm)
Ketebalan gambut (cm)
x
Kematangan gambut
KTK tanah (cmolc/kg tanah)
KTK klei (cmolc/kg klei)
Kejenuhan basa (%)
pH H2O
C organik (%)
x
x
N total (%)
P2O5 ekstrak HCl 25% (mg/100 g)
K2O ekstrak HCl 25% (mg/100 g)
Kejenuhan Al (%)
Salinitas (dS/m)
Kedalaman sulfidik (cm)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Lereng (%)
Bahaya erosi
x
x
Batuan di permukaan (%)
Bahaya banjir/genangan
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Karakterisasi lahan dilakukan pada setiap SLP (satuan lahan pengamatan)
yang meliputi pengamatan tubuh tanah (profil) dan faktor fisik lingkungannya
(keadaan batuan di permukaan tanah, bentuk wilayah/lereng, vegetasi/penggunaan
lahan), pengambilan contoh tanah serta pengumpulan data iklim. Untuk keperluan
analisis karakteristik tanah maka contoh tanah profil diambil sebanyak 1 kg pada
setiap lapisan di masing-masing SLP.
Penentuan lokasi penelitian atau profil pewakil didasarkan pada perbedaan
bahan induk, lereng dan jenis tanah yang merujuk pada Peta Geologi Lembar
Kolaka skala 1:250.000 (Simandjuntak et al. 1993), Peta Tanah Tinjau Provinsi
Sulawesi Tenggara skala 1:250.000 (Hikmatullah et al. 2011), dan hasil
pengamatan lapangan. Profil tanah yang diamati di lapangan terdiri dari 24 buah
profil tanah yang dibuat pada masing-masing SLP (Gambar 3). Pengamatan tubuh
tanah dilakukan untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah yang
berhubungan dengan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi kesesuaian
11
lahan dan klasifikasi tanah, yaitu drainase, kedalaman efektif tanah, tebal dan
batas horison, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, karatan, konkresi dan
nodul, kutan, keadaan perakaran, dan pH tanah.
Deskripsi profil tanah mengacu kepada Guideline for Soil Profile
Description (FAO 1990) dan Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff
1993). Klasifikasi tanah ditetapkan berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah (Soil
Survey Staff 2014). Profil tanah dibuat sedalam 1,5 m atau sampai pada kontak
litik/paralitik bila kedalaman solum