Fenotipe Dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) Dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) Di Watutela Dan Ngatabaru Sulawesi Tengah

(1)

FENOTIPE DAN GENOTIPE

AYAM HUTAN MERAH (

Gallus gallus gallus

)

DAN AYAM KAMPUNG (

Gallus gallus domesticus

)

DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

RIZAL Y. TANTU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Rizal Y. Tantu

NIM. D051020061


(3)

ABSTRAK

RIZAL Y. TANTU. Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI MANSJOER dan WIRANDA G. PILIANG.

Penelitian bertujuan mendapatkan informasi karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan, mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2006. Jumlah ayam yang diamati pada pengamatan sifat kuantitatif dan kualitatif sebanyak 54 ekor ayam hutan merah dan 119 ekor ayam kampung. Dua ekor ayam hutan merah digunakan untuk analisis crop. Peubah yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dan sifat kualitatif meliputi warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam hutan merah jantan, ayam kampung jantan dan betina memiliki keragaman tinggi (>10%) pada bobot badan, sedangkan ayam hutan merah betina pada panjang paha. Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan dan ayam kampung jantan adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Ayam hutan merah dan ayam kampung betina penciri ukuran tubuh adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Penciri bentuk tubuh ayam hutan betina adalah panjang sayap dan panjang paha. sedangkan ayam kampung betina adalah panjang bulu ekor dan panjang sayap. Fenotipe dan genotipe sifat-sifat kualitatif ayam hutan merah di dua lokasi penelitian relatif seragam. Nilai heterozigositas ayam kampung 0,447 di Watutela dan 0,358 di Ngatabaru. Jarak genetik antar ayam hutan merah dan ayam kampung di dua lokasi 0,15. Berdasarkan analisis crop pada dua ekor ayam hutan merah ditemukan biji-bijian dari jenis tanaman ketumbar hutan (Lantana camara L.) dan kayu kuning (Maclura amboinensis L.), serta pucuk-pucuk rumput dan insekta.

Kata Kunci : fenotipe, genotipe,ayam hutan merah, ayam kampung, Sulawesi Tengah


(4)

ABSTRACT

RIZAL Y. TANTU. Phenotype and Genotype of Red Jungle Fowl (Gallus gallus gallus) and Kampung Chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru Central Sulawesi. Under the supervisions of SRI SUPRAPTINI MANSJOER and WIRANDA G. PILIANG.

The research was aimed to search informations concerning phenotypes and genotypes characteristics of red jungle fowl (Gallus gallus gallus) and kampung chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru, Central Sulawesi. The research was carried out from March till June 2006. There were 54 red jungle fowls and 119 kampung chickens observed for quantitative and qualitative characteristics. Two red jungle fowls were used for crop analysis. The quantitative characteristics observation were body weight and body measurements. The qualitative characteristics were observed for feather colors, color patterns, feather brightness, shank colors and comb shapes. The results showed significant variation (>10%) on body weight of male Red jungle fowls, male and female of kampung chickens, whereas on female red jungle fowls, significant variation was only observed on leg lengths. The principal component analysis showed the body size and body shape characteristics of male red jungle fowls and kampung chickens were tail and body lengths. Whereas, the body size characteristics of both females were tail and body lengths. In addition, the characteristics of female shapes of red jungle fowls were wing and leg lengths, but the characteristics of female shapes of kampung chicken were tail and wings lengths. The phenotypes and genotypes characteristics of Red jungle fowls were relatively homogenous. The heterozigosity values of kampung chickens were

0,447 in Watutela and 0,358 in Ngatabaru. The genetic distance between Red jungle fowls and kampung chickens in both locations was 0,15. From crop analysis of the two red jungle fowls, seeds of Lantana camara L and Maclura amboinensis L, grass and insects were found.

Keywords : phenotype, genotype, kampung chicken, red jungle fowl, Central Sulawesi


(5)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

FENOTIPE DAN GENOTIPE

AYAM HUTAN MERAH (

Gallus gallus gallus

)

DAN AYAM KAMPUNG (

Gallus gallus domesticus

)

Di WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

RIZAL Y. TANTU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak (PTK)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.


(8)

Judul Tesis : Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah

Nama : Rizal Y. Tantu NIM : D051020061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Depatermen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2007 Tanggal Lulus: 7 September 2007

viii


(9)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan sehingga tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru di Sulawesi Tengah dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibunda Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Program Studi Ilmu Ternak Kurniawan Sinaga, Gatot Muslim, Firman Harahap, Hamdan, Urip Rosani, Yuni, Nandari, Asriani, Lamalesi, Kiston Simanuhuruk, Yuniar Sirait, Amiruddin Dg. Malewa, Syahrir Akil, dan Moh Rusdin. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Nachrowi, M.Sc. Bapak Zakaria, Ibu Ir. Hj. Warda, M.Sc., Suyanti, S.Pt. M.Si, Dr. Ir. Andi Ete, MS., Bapak H. Dadang Suhendar dan rekan-rekan HIMPAST (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah).

Ungkapan Terima kasih juga disampaikan kepada masyarakat Watutela dan Ngatabaru khususnya bapak Masludin yang selama penelitian membantu penulis sebagai pemandu dilapangan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Kuraisin Abdulwali (alm) dan ayahanda Yasin Tantu (alm) atas segala doa dan kasih sayang mereka sehingga penulis dapat melanjutkan sekolah di IPB. Buat kakanda Ismat Y. Tantu, Moeh. Roem Y. Tantu, Ramli Y. Tantu (alm), Usman Y. Tantu, Rukyani Y. Tantu, Maryam Y. Tantu, Fadli Y. Tantu, Isra Y. Tantu dan Adinda Irfan Y. Tantu yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama masa studi di IPB.

Ungkapan terima kasih secara khusus buat Istri tercinta Nimat Abdul Hamid Dg. Parebba dan Anakda Muhammad Ziyadatullah, yang telah memberikan motivasi dan dukungan dengan penuh kesabaran dan keihlasan menanti penyelesaian studi penulis.

Semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2007

Rizal Y. Tantu


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tinombo Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah (setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Parigi Moutong) pada tanggal 20 Desember 1967 (18 Ramadhan 1387 H) dari pasangan ayah Yasin Tantu (alm) dan ibu Kuraisin Abdulwali (alm). Penulis merupakan anak kesebelas dari duabelas bersaudara.

Tahun 1986 penulis lulus dari SMA Negeri Tinombo Kab. Donggala dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tadulako. Penulis memilih Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1992. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Universitas Tadulako Jurusan Peternakan sejak tahun 1997 melalui jalur beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Departemen Pendidikan Nasional. Penulis menikah dengan Nikmat Abd Hamid Dg. Parebba, S.Pd tahun 2002 dan telah dikaruniai dua anak yaitu Syaskiah Zaima Putri (alm) dan Muhammad Ziyadatullah.

Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor beasiswa DUE LIKE Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


(11)

FENOTIPE DAN GENOTIPE

AYAM HUTAN MERAH (

Gallus gallus gallus

)

DAN AYAM KAMPUNG (

Gallus gallus domesticus

)

DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

RIZAL Y. TANTU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Rizal Y. Tantu

NIM. D051020061


(13)

ABSTRAK

RIZAL Y. TANTU. Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI MANSJOER dan WIRANDA G. PILIANG.

Penelitian bertujuan mendapatkan informasi karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan, mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2006. Jumlah ayam yang diamati pada pengamatan sifat kuantitatif dan kualitatif sebanyak 54 ekor ayam hutan merah dan 119 ekor ayam kampung. Dua ekor ayam hutan merah digunakan untuk analisis crop. Peubah yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dan sifat kualitatif meliputi warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam hutan merah jantan, ayam kampung jantan dan betina memiliki keragaman tinggi (>10%) pada bobot badan, sedangkan ayam hutan merah betina pada panjang paha. Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan dan ayam kampung jantan adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Ayam hutan merah dan ayam kampung betina penciri ukuran tubuh adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Penciri bentuk tubuh ayam hutan betina adalah panjang sayap dan panjang paha. sedangkan ayam kampung betina adalah panjang bulu ekor dan panjang sayap. Fenotipe dan genotipe sifat-sifat kualitatif ayam hutan merah di dua lokasi penelitian relatif seragam. Nilai heterozigositas ayam kampung 0,447 di Watutela dan 0,358 di Ngatabaru. Jarak genetik antar ayam hutan merah dan ayam kampung di dua lokasi 0,15. Berdasarkan analisis crop pada dua ekor ayam hutan merah ditemukan biji-bijian dari jenis tanaman ketumbar hutan (Lantana camara L.) dan kayu kuning (Maclura amboinensis L.), serta pucuk-pucuk rumput dan insekta.

Kata Kunci : fenotipe, genotipe,ayam hutan merah, ayam kampung, Sulawesi Tengah


(14)

ABSTRACT

RIZAL Y. TANTU. Phenotype and Genotype of Red Jungle Fowl (Gallus gallus gallus) and Kampung Chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru Central Sulawesi. Under the supervisions of SRI SUPRAPTINI MANSJOER and WIRANDA G. PILIANG.

The research was aimed to search informations concerning phenotypes and genotypes characteristics of red jungle fowl (Gallus gallus gallus) and kampung chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru, Central Sulawesi. The research was carried out from March till June 2006. There were 54 red jungle fowls and 119 kampung chickens observed for quantitative and qualitative characteristics. Two red jungle fowls were used for crop analysis. The quantitative characteristics observation were body weight and body measurements. The qualitative characteristics were observed for feather colors, color patterns, feather brightness, shank colors and comb shapes. The results showed significant variation (>10%) on body weight of male Red jungle fowls, male and female of kampung chickens, whereas on female red jungle fowls, significant variation was only observed on leg lengths. The principal component analysis showed the body size and body shape characteristics of male red jungle fowls and kampung chickens were tail and body lengths. Whereas, the body size characteristics of both females were tail and body lengths. In addition, the characteristics of female shapes of red jungle fowls were wing and leg lengths, but the characteristics of female shapes of kampung chicken were tail and wings lengths. The phenotypes and genotypes characteristics of Red jungle fowls were relatively homogenous. The heterozigosity values of kampung chickens were

0,447 in Watutela and 0,358 in Ngatabaru. The genetic distance between Red jungle fowls and kampung chickens in both locations was 0,15. From crop analysis of the two red jungle fowls, seeds of Lantana camara L and Maclura amboinensis L, grass and insects were found.

Keywords : phenotype, genotype, kampung chicken, red jungle fowl, Central Sulawesi


(15)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(16)

FENOTIPE DAN GENOTIPE

AYAM HUTAN MERAH (

Gallus gallus gallus

)

DAN AYAM KAMPUNG (

Gallus gallus domesticus

)

Di WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

RIZAL Y. TANTU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak (PTK)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(17)

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.


(18)

Judul Tesis : Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah

Nama : Rizal Y. Tantu NIM : D051020061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Depatermen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2007 Tanggal Lulus: 7 September 2007

viii


(19)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan sehingga tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru di Sulawesi Tengah dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibunda Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Program Studi Ilmu Ternak Kurniawan Sinaga, Gatot Muslim, Firman Harahap, Hamdan, Urip Rosani, Yuni, Nandari, Asriani, Lamalesi, Kiston Simanuhuruk, Yuniar Sirait, Amiruddin Dg. Malewa, Syahrir Akil, dan Moh Rusdin. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Nachrowi, M.Sc. Bapak Zakaria, Ibu Ir. Hj. Warda, M.Sc., Suyanti, S.Pt. M.Si, Dr. Ir. Andi Ete, MS., Bapak H. Dadang Suhendar dan rekan-rekan HIMPAST (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah).

Ungkapan Terima kasih juga disampaikan kepada masyarakat Watutela dan Ngatabaru khususnya bapak Masludin yang selama penelitian membantu penulis sebagai pemandu dilapangan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Kuraisin Abdulwali (alm) dan ayahanda Yasin Tantu (alm) atas segala doa dan kasih sayang mereka sehingga penulis dapat melanjutkan sekolah di IPB. Buat kakanda Ismat Y. Tantu, Moeh. Roem Y. Tantu, Ramli Y. Tantu (alm), Usman Y. Tantu, Rukyani Y. Tantu, Maryam Y. Tantu, Fadli Y. Tantu, Isra Y. Tantu dan Adinda Irfan Y. Tantu yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama masa studi di IPB.

Ungkapan terima kasih secara khusus buat Istri tercinta Nimat Abdul Hamid Dg. Parebba dan Anakda Muhammad Ziyadatullah, yang telah memberikan motivasi dan dukungan dengan penuh kesabaran dan keihlasan menanti penyelesaian studi penulis.

Semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2007

Rizal Y. Tantu


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tinombo Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah (setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Parigi Moutong) pada tanggal 20 Desember 1967 (18 Ramadhan 1387 H) dari pasangan ayah Yasin Tantu (alm) dan ibu Kuraisin Abdulwali (alm). Penulis merupakan anak kesebelas dari duabelas bersaudara.

Tahun 1986 penulis lulus dari SMA Negeri Tinombo Kab. Donggala dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tadulako. Penulis memilih Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1992. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Universitas Tadulako Jurusan Peternakan sejak tahun 1997 melalui jalur beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Departemen Pendidikan Nasional. Penulis menikah dengan Nikmat Abd Hamid Dg. Parebba, S.Pd tahun 2002 dan telah dikaruniai dua anak yaitu Syaskiah Zaima Putri (alm) dan Muhammad Ziyadatullah.

Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor beasiswa DUE LIKE Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat penelitian... 2

Kerangka Pikir Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ayam Hutan dan Ayam Kampung... 5

Asal usul Ayam ... 5

Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah ... 5

Sifat Kualitatif... 8

Sifat Kuantitatif ... 13

Analisis Komponen Utama (AKU)... 14

Konservasi Satwaliar... 15

MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 17

Tempat dan Waktu ... 17

Materi dan Alat Penelitian... 18

Metode Penelitian... 18

Cara Pengumpulan Data... 19

Analisis Data ... 23

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 27

Letak geografis ... 27

Topografi ... 27

Keadaan Iklim... 27

Potensi Peternakan... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29


(22)

Karakteristik Fenotipe ... 29

Sifat Kuantitatif ... 29 Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Jantan.... 29 Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Jantan ... 30 Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Betina... 32 Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Betina... 33 Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Jantan ... 36 Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Jantan ... 36 Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina... 38 Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Betina ... 39 Studi Komparasi Ayam Kampung dan Ayam Hutan... 42 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam

hutan jantan Watutela... 42 Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan

Watutela ... 43 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam

hutan betina Watutela... 46 Analisis Komponen Utama Ayam kampung dan ayam hutan betina

Watutela ... 47 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan

ayam hutan jantan Ngatabaru... 49 Analisis Komponen Utama ayam kampung dan

ayam hutan jantan Ngatabaru... 50 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kapung dan ayam hutan

betina Ngatabaru ... 52 Analisis Komponen Utama ayam kapung dan ayam hutan

betina Ngatabaru ... 53 Karakteristik Genotipe ... 55 Sifat Kualitatif... 55 Genotipe Ayam Hutan Merah ... 56 Genotipe Ayam Kampung ... 59 Frekuensi Gen dan Heterozigositas ... 63 Kesamaan dan Jarak Genetik ... 66 Aktivitas Masyarakat ... 67

KONSERVASI ... 71


(23)

Ayam Hutan ... 71 Ayam kampung ... 74 Habitat Ayam Hutan ... 75 Habitat Ayam Kampung ... 77 Sumberdaya Manusia ... 77 SIMPULAN ... 78 DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 83


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ... 9 2. Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh Ayam Hutan

Merah Jawa (Gallus gallus Javanicus), ayam hutan merah Sumatera

(Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) ... 13 3. Populasi beberapa jenis ternak yang dipelihara/digembalakan

di sekitar/dalam kawasan TAHURA... 28 4. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ... 29 5. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ... 30 6. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing

ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ... 31 7. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ... 33 8. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ... 34 9. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing

ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian... 35 10.Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian ... 36 11.Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam kampung jantan di lokasi penelitian ... 37 12.Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing

ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian... 37 13.Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian ... 39 14.Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam kampung betina di lokasi penelitian... 40 15.Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing

ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian ... 40 16.Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran- ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan

merah jantan Watutela... 42 17.Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung jantan

di Watutela ... 43


(25)

18.Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran

tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di lokasi Watutela...44 19.Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah

betina Watutela... 46 20 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah betina

di Watutela... 47 21.Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran

tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina

di lokasi Watutela... 47 22.Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah

jantan di Ngatabaru ... 49 23.Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah

jantan di Ngatabaru ... 50 24.Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing

ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan

di lokasi Ngatabaru ... 51 25.Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah

betina di Ngatabaru ... 53 26.Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)

dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung betina

di Ngatabaru ... 53 27.Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing

ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina

di lokasi Ngatabaru... 54 28. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi

penelitian ... 56 29. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian... 60 30 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat

kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian ... 64 31 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat

kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian ... 65 32 Kesamaan (I) dan jarak genetik (D) ayam hutan merah

dan ayam kampung antar lokasi penelitian ... 66 33 Karakteristik responden di Lokasi Penelitian ... 68 34 Jenis pakan yang dimakan ayam hutan merah di lokasi penelitian... 76


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan

ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya... 4 2. Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam

hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982) ... 7 3. Peta lokasi penelitian ... 17 4. Kerangka tubuh ayam (Jull 1951) ... 21 5. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan

di lokasi penelitian ... 32 6. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina

di lokasi penelitian ... 35 7. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung jantan

di lokasi penelitian ... 38 8. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina

di lokasi penelitian ... 41 9. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung

dan ayam hutan jantan di lokasi Watutela ... 45 10.Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung

dan ayam hutan betina Watutela ... 48 11.Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung

dan ayam hutan merah jantan Ngatabaru ... 52 12.Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung

dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru ... 55 13.Warna bulu ayam hutan merah jantan dan betina ... 57 14. Kerlip bulu ayam hutan merah betina (B) dan jantan (A) ... 58 15.Bentuk jengger ayam hutan merah jantan (a) dan betina (b) ... 59 16.Variasi warna bulu pada ayam kampung jantan dan betina ... 62 17.Variasi bentuk jengger ayam kampung jantan ... 63 18.Dendogram jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung

di lokasi penelitian ... 66 19. Bantara alat penangkap ayam hutan merah... 69 20. Aktivitas masyarakat berburu satwa liar ... 71 21. Strategi konservasi sumberdaya genetik ayam hutan merah... 73 22. Tembolok ayam hutan merah jantan (a) dan isi tembolok (b) ... 76


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Uji t ayam hutan merah jantan Watutela VS Ngata Baru ... 83 2. Uji t ayam hutan merah betina Watutela VS Ngata Baru ... 86 3. Uji t ayam kampung jantan Watutela VS Ngata Baru ... 89 4. Uji t ayam kampung betina Watutela VS Ngata Baru ... 92 5. Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela ... 95 6. Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela ... 98 7. Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Watutela ... 101 8. Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Ngatabaru ... 104 9. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah jantan di

Watutela dan Ngatabaru... 107 10.Analisis Komponen Utama ayam hutan merah betina di

Watutela dan Ngatabaru... 108 11.Analisis Komponen Utama ayam kampung jantan di

Watutela dan Ngatabaru... 109 12.Analisis Komponen Utama ayam kampung betina di

Watutela dan Ngatabaru... 110


(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Letak geografis suatu pulau dapat menentukan jumlah jenis penghuninya. Kepulauan Indonesia terletak diantara dua wilayah geografis utama, yaitu wilayah Oriental dan Australia. Pulau Sulawesi tidak memiliki hubungan daratan terhadap Benua Asia dan Benua Australia, sehingga wilayah ini memiliki jenis-jenis flora dan fauna yang khas dan unik.

Menurut Alikodra (1990) satwa liar mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi. Ayam hutan merah merupakan salah satu satwa liar yang ada di Sulawesi.

Ayam hutan (jungle fowl) yang merupakan nenek moyang dari ayam domestik, mempunyai bentuk dan warna bulu yang indah, sehingga selain merupakan sumber genetik, juga memiliki nilai ornamental yang tinggi.

Didunia ini terdapat empat jenis ayam hutan, yaitu: ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii Temminck), ayam hutan jingga (Gallus lafayetii Lesson), ayam hutan merah (Gallus gallus Linnaeus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw&Nodder). Keempat jenis ayam hutan tersebut diklasifikasikan kedalam genus Gallus, famili Phasianidae dan Ordo Galliformes (Delacour 1977).

Di Indonesia terdapat dua spesies ayam hutan yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Salah satu spesies ayam hutan yang ada di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah ayam hutan merah (Gallus gallus gallus).

Ayam hutan merah di Watutela dan Ngatabaru khususnya ayam hutan jantan banyak diburu orang untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan. Hal ini menunjukkan suatu realita bahwa ayam hutan merah menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat di sekitar Watutela dan Ngatabaru. Disisi lain, perburuan tersebut juga berpotensi besar sebagai ancaman bagi kelestarian ayam hutan merah.

Pelestarian ayam hutan merah di Indonesia khususnya di Sulawesi Tengah sampai saat ini dalam perkembangannya relatif lambat dan bersifat tradisional.


(29)

2 Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, serta perhatian masyarakat terhadap jenis unggas tersebut. Informasi dan penelitian mengenai ayam hutan ini masih sangat terbatas, khususnya karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah di Sulawesi Tengah. Informasi yang didapat sangat dibutuhkan karena ayam hutan merupakan sumber genetik unggas di Sulawesi. Menurut Mansjoer (1985) ayam hutan yang ada di Indonesia sekarang ini masih merupakan ayam liar yang belum dilindungi oleh peraturan untuk menjaga kelestariannya.

Selain ayam hutan, ayam kampung merupakan salah satu sumber daya lokal yang potensial dalam menunjang pendapatan masyarakat lokal. Ayam kampung mempunyai variasi fenotipe yang cukup besar didaerah yang berbeda di Indonesia. Ayam di Jawa Barat sebagian besar berkaki panjang, sedangkan ayam dari Bali lebih mirip ayam Bantam dan seringkali berjambul, sehingga ayam kampung belum dapat dimasukkan dalam suatu ras tertentu (Kingston 1979).

Berdasarkan pemikiran diatas, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah.

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari karakteristik sifat-sifat kuantitatif berupa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru

2. Mendapatkan karakteristik genotipe melalui sifat-sifat kualitatif eksternal ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru.

Manfaat Penelitian

1. Melengkapi data yang sudah ada, serta dapat menunjang upaya pelestarian ayam hutan merah secara in-situ.


(30)

3 Kerangka Pikir Penelitian

Populasi satwa liar akan berubah mengikuti perubahan atau dinamika lingkungan. Perubahan kualitas hutan yang terjadi karena berbagai aktivitas manusia, akan berpengaruh negatif terhadap satwa liar yang secara alami mempunyai habitat di hutan primer.

Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya gangguan satwa liar, oleh karena itu dalam melakukan analisis terhadap rangkaian permasalahan gangguan satwa liar, seharusnya dimulai dari unsur manusia yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan yang sangat besar dalam penurunan populasi satwaliar khususnya ayam hutan merah di habitatnya.

Selain satwa liar ternak lokal seperti ayam kampung keberadaanya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang hidup di sekitar habitatnya. Secara teoritis berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi satwa liar dan ayam kampung disajikan pada Gambar 1.

Diduga bahwa populasi ayam hutan dari waktu kewaktu semakin menurun. Selain itu kemurnian genetik ayam hutan merah juga terancam akibat terjadi persilangan dengan ayam kampung yang berada disekitar habitatnya. Penurunan popolasi terjadi akibat adanya perburuan dan kerusakan habitat akibat penebangan liar. Kecendurungan manusia dalam melakukan perburuan dan penebangan liar yang berlebihan disebabkan berbagai faktor, antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika hal ini berlanjut tanpa kendali maka dipastikan akan terjadi kepunahan satwa ini oleh karena itu, konsevasi terhadap satwa ini harus di lakukan.


(31)

4

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya.

Identifikasi Sifat-sifat Kuantitatif

Kondisi : - Perburuan - Seleksi negatif

Analisis komparatif

Simpulan Penelitian Identifikasi Sifat-sifat Kualitatif

Aspek Sosial Ekonomi

Rekomendasi Ayam Hutan

Merah Sulawesi (Gallus gallus

gallus)

Ayam Kampung (Gallus gallus

domesticus) Ayam

- Studi komparatif: - Performa kualitatif

dan kuantitatif - Genetik ayam

Sistem pemeliharaan tradisional


(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Hutan dan Ayam Kampung Asal usul ayam

Ayam yang ada sekarang ini berasal dari empat jenis ayam liar yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam Srilangka (Galluslafayetti), ayam hutan abu-abu atau ayam Sonnerati (Gallus sonnerattii) dan ayam hutan Jawa (Gallus varius), meskipun kemungkinan bahwa diantara jenis ayam liar itu, Gallus gallus adalah nenek moyang ayam yang utama (Williamson dan Payne 1993).

Nenek moyang ayam-ayam piara yang sekarang tersebar diberbagai wilayah di dunia, berasal dari daerah India, Burma, Srilangka, Semenanjung Malaka, Filipina, Sumatera dan Jawa. Ada empat spesies ayam liar yang semua digolongkan dalam genus Gallus. Keempat ayam liar tersebut dikenal dengan sebutan ayam hutan; ayam hutan merah (Gallus gallus Linneaus), ayam hutan Ceylon (Gallus lafayetii Lesson), ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii Temnick), dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw).

Ayam hutan merah yang disebut juga Gallus bankiva atau Gallus ferrugineus terdapat di daerah India bagian Timur, Burma, Muangthai, Semenanjung Malaka dan Sumatera; ayam hutan Ceylon terdapat di Srilangka; ayam hutan abu-abu terdapat di India bagian Barat dan Timur; ayam hutan hijau yang dikenal juga dengan nama ayam hutan Jawa (Gallus furcatus atau Gallus javanicus) terdapat di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya. Selanjutnya terjadi perkawinan campuran antara keempat spesies ayam-ayam hutan tersebut, kemudian para penemu dan pemelihara ayam–ayam liar mengembangbiakan dan menjinakkan sehingga menjadi ayam-ayam piara. Di Indonesia ada dua macam ayam hutan yaitu ayam hutan hijau dan ayam hutan merah. Ayam hutan merah merupakan salah satu ayam hutan yang menjadi nenek moyang ayam kampung yang banyak di temukan diseluruh Indonesia (Mansjoer 1985).

Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah

Klasifikasi ayam hutan merah menurut Gautier (2002) adalah sebagai berikut: Kerajaan Animalia, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Aves,


(33)

6 Ordo Galliformes, Famili Phasianidae, Genus Gallus dan Spesies Gallus gallus gallus.

Ciri-ciri umum ordo Galliformes paruh pendek, kaki umumnya beradaptasi untuk mencakar, mengais dan berlari. Hewan muda yang baru menetas berbulu halus dan cepat dewasa (cepat dapat berjalan dan makan sendiri), merupakan hewan buru daratan, beberapa spesies hidup didaratan, berkelompok-kelompok, bersarang di darat, makanan terutama tanam-tanaman dan biji-bijian (Murad 1977). Grzimek,s (1972) menambahkan ayam hutan terdiri dari empat spesies diantaranya Gallus gallus (Red jungle fowl; ayam hutan merah) atau di Indonesia disebut ayam hutan merah Melayu, Gallus varius (Green jungle fowl; ayam hutan hijau), Gallus sonnerattii (Sonnerat’s jungle fowl; ayam hutan india/ayam hutan abu-abu), Gallus lafayettii (Lafayette,s jungle fowl; ayam hutan Ceylon/ayam hutan jingga Ceylon). Peta penyebaran tiga sub spesies ayam hutan dapat dilihat pada Gambar 2.

Mansjoer (1985) menyatakan dari keempat spesies di atas, ayam hutan merah dan ayam hutan hijau merupakan jenis ayam hutan yang hidup di Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) atau gallus gallus bankiva merupakan nenek moyang ayam kampung (Gallus gallus var. domesticus) yang terdapat di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan melihat jarak genetik antara ayam kampung dengan ayam hutan merah lebih dekat dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius) (Mansjoer 1990, Fumihito et al. 1994).

Tingkah laku

Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ayam hutan merah di Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Sulawesi musim kawin sepanjang tahun kecuali pada bulan basah (musim hujan), sedangkan di daerah Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa musim kawin terbatas hanya pada musim kering.


(34)

7

Menurut Soeratmo (1979) ayam hutan tidak toleran terhadap sesama kelompok lainnya dan sering terjadi perkelahian diantara mereka. Sifat ayam hutan sangat liar, penakut dan susah dijinakkan, terutama ayam betinanya. Ayam hutan jantan bersifat poligami yaitu mempunyai pasangan betina yang banyak. Ayam hutan merah hidup berkelompok membentuk suatu kumpulan yang paling besar diantara kerabatnya. Pejantan yang kuat dapat menguasai tiga sampai lima ekor betina. Pejantan muda hidup menyendiri atau membentuk kelompok sendiri sampai tiga ekor.

Scott (1972) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ayam hutan disebut rangsangan, stimulasi atau agants. Rangsangan dalam tubuh berupa perasaan lapar, sifat bermusuhan dan nafsu untuk kawin yang dipengaruhi oleh sistem syaraf dan reaksi hormonal dalam tubuh. Rangsangan dari luar tubuh berupa suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia. Aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan respon (Soeratmo 1979).

Grzimek,s (1972) menyatakan inisiatif ayam hutan untuk bergerak, beristirahat maupun tidur biasanya dimulai dari ayam hutan betina. Ayam hutan

Gambar 2 Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982).


(35)

8 jantan hanya mengawasi anggota/kelompoknya dari ancaman dan bahaya. Salah satu sifat ayam hutan yaitu pandai terbang meskipun dalam jarak pendek, tetapi lebih suka hidup di tanah untuk mencari makan sehingga terkenal dengan hewan terestrial (Burton 1975).

Ayam hutan merah pemakan tumbuhan dan insekta seperti jagung, kacang kedelai, cacing, rumput, dan bermacam butiran yang ditemukan disekitarnya. Ayam hutan merah tidak dapat mendeteksi rasa manis, tetapi dapat mendeteksi rasa asin, walaupun tidak disukainya (Damerow 1995 ; Limburg 1975 ; Ponnampalam 2000).

North (1978) menyatakan genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku ayam. Perilaku sosial yang berlaku dalam kelompok ayam dapat saja berbeda. Pembentukan tingkat sosial tidak dapat dicegah, terjadi secara lambat atau cepat bergantung pada keadaan kelompok, sifat individu dan luas tempat kelompok. Menurut Hafez (1969) ayam yang ditempatkan dalam kandang yang luas tetapi padat, masing-masing individu jantan dan betina kurang dapat mengenal satu sama lain, dengan demikian akan sukar dan lama terbentuk tingkat sosial. Craig (1981) menyatakan sifat relatif perbedaan besar badan, umur lebih tua dan jenis kelamin merupakan faktor penentu tingkat sosial di dalam kelompok. Hubungan sosial dalam suatu kelompok berubah bila diadakan perubahan susunan individu dalam kelompok. Hubungan sosial yang stabil terbentuk bila dominasi kelompok sudah tercapai.

Sifat Kualitatif

Sifat yang dapat dibedakan atau dikelompokkan, seperti warna bulu, warna shank dan bentuk jengger pada ayam disebut sebagai sifat kualitatif. Ekspresi sifat kualitatif ditentukan oleh satu gen tunggal sampai dua pasang gen. Perbedaan sifat ini hampir seluruhnya ditentukan oleh perbedaan genetik, sedangkan perbedaan lingkungan memberikan pengaruh yang kecil bahkan tidak ada, sehingga variasi sifat kualitatif juga merupakan variasi genetik (Warwick at al. 1995). Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan, karena sifat-sifat ini dapat dijadikan merek dagang tertentu atau dapat juga dijadikan ciri dari breed tertentu. Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau


(36)

9 beberapa pasang gen (Warwick at al. 1995 ; Noor 1996). Menurut (Noor 1996) bahwa sifat-sifat kualitatif, seperti warna, pola warna, sifat bertanduk, atau tidak bertanduk sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya.

Tabel 1 menjelaskan lokus dan tipe gen yang mengendalikan karakteristik sifat kualitatif pada ayam.

Tabel 1 Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian

Ekspresi Lokus Genotipe Fenotipe

Warna bulu I-i I-

ii

Putih Berwarna Pola bulu E-e+-e

E- e+- ee

Hitam Liar Pola kolumbian

Kerlip bulu S-s

(terkait kelamin)

ZSZ- Zs Zs ZS W Zs W

Jantan Perak Jantan Emas Betina Perak Betina Emas

Corak bulu B-b

(terkait kelamin)

ZB Z- Zb Zb ZBW ZbW

Jantan lurik Jantan polos

Betina lurik Betina polos Warna shank Id-id

(terkait kelamin)

ZId Z -Zid Zid

ZId W Zid W

Jantan Kuning/putih Jantan Hitam/abu-abu

Betina Kuning/putih Betina Hitam/abu-abu

Bentuk Jengger P-p P-

pp

Kapri Tunggal

Sumber : Nishida (1982)

Hutt (1949), Jull (1951), Lasley (1978) dan Buntaran (1984) menyatakan bahwa ayam yang sekarang banyak dipelihara orang mempunyai 78 buah kromosom yang terdiri atas 38 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (jantan ZZ dan betina ZW). Ciri-ciri kegenetikaan luar dapat dijadikan patokan untuk menentukan suatu bangsa ayam. Ciri-ciri ini ditentukan oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosom maupun kromosom kelamin. Beberapa sifat kualitatif penting yang merupakan ciri-ciri


(37)

10 khas yang dipakai sebagai patokan untuk penentuan suatu bangsa ayam diantaranya adalah warna bulu, warna kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk jengger yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Selanjutnya kemurnian suatu bangsa ayam dapat ditentukan dari keseragaman dalam ciri-ciri kegenetikaan luar tersebut.

Ayam mempunyai warna bulu, warna shank dan bentuk jengger yang bervariasi. Warna bulu ada yang hitam (E-), pola warna bulu tipe liar (e+), pola warna bulu kolumbian (ee), bulu putih (I- atau cc) serta corak bulu lurik (B-). Warna shank ada yang putih/kuning (Id), hitam (id) atau kehijauan. Begitu juga pada bentuk jengger ada yang tunggal (rrpp), ros (R-pp) atau bentuk kapri (rrP-) (Mansjoer et al. 1989).

Ayam Kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri khas, dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Sifat-sifat kualitatif seperti warna bulu sangat bervariasi, ada yang berwarna hitam (EE, Ee+, Ee), warna bulu tipe liar (e+e+, e+e), tipe columbian (ee), bulu putih (I-cc) serta warna lurik (B-, Bb) masih bercampur baur. Demikian pula warna kulit ada yang putih/kuning (Id), hitam/abu-abu atau kehijauan (idid). Bentuk jengger ada yang tunggal (pprr), ros (ppR-), walnut (P-R-) atau bentuk kacang polong/Pea (P-rr). Mansjoer et al. (1989) mengemukakan bahwa pada ayam Kampung yang dipelihara di pedesaan, frekuensi gen warna bulu hitam sebesar 0,20, warna bulu tipe liar 0,43, tipe columbian 0,35, warna kulit putih/kuning sebesar 0,34 dan bentuk jengger tunggal sebesar 0,37.

Warna Bulu

Warna bulu dipengaruhi oleh adanya pigmen melanoblast yang dibentuk saat awal embrio sekitar 8 jam inkubasi (Jull 1951). Pada ayam terdapat warna dan pola warna bulu. Keragaman warna bulu pada banyak situasi bergantung pada letak bulu di tubuh ayam. Pola warna bulu adalah hasil interaksi genetik serta adanya pengaruh dari hormon kelamin jantan dan betina (North dan Bell 1990).

Karakteristik pola bulu terkait jenis kelamin, yaitu pola bulu lurik (B-) dan pola bulu keperakan (S-). Gen pola bulu lurik (B-) bersifat dominan tidak lengkap dan penampilannya bervariasi yang disebabkan oleh faktor jenis kelamin dan pertumbuhan bulu. Pada betina gen terkaitnya bersifat homozigot, sedangkan


(38)

11 pada jantan bisa bersifat homozigot atau heterozigot. Gen pola bulu keperakan (S-) dan pola bulu keemasan (ss) merupakan gen terkait kelamin. Hal ini ditemukan oleh Hutt (1949) melalui persilangan berulang antar ayam Brown Leghorn dan Columbian Wyandott. Lebih lanjut dijelaskan bahwa genotip hitam dan putih dapat mempengaruhi alel S dan s yang hanya dapat dibedakan melalui uji perkawinan.

Hutt (1949) menyatakan bahwa ayam yang berbulu hitam polos selain memiliki warna hitam (E) juga mempunyai gen warna (C) yang mengatur penampilan warna bulu. Warna bulu keemasan (ss) bersifat resesif terhadap warna hitam dan warna perak (S-). Warna bulu putih yang terdapat pada Leghorn bersifat dominan terhadap bulu berwarna, warna putih tersebut disebabkan oleh adanya gen penghambat (I) terhadap pigmen hitam. Warna buluh putih pada unggas ada juga yang disebabkan oleh tidak adanya pigmentasi pada bulu dan memang tidak memiliki gen warna (C). Ayam tersebut adalah ayam Albino dan sifat gen buluh putih ini bersifat resesif terhadap gen bulu berwarna. Gen warna bulu keemasan (ss) dan perak (S-) terpaut pada kromosom kelamin, demikian pula pola bulu lurik.

Ayam hutan merah jantan warna dominan yang tampak adalah bulu tubuh coklat kemerahan, bulu kepala jingga kecoklatan, bulu leher merah, bulu punggung merah kekuningan, bulu dada hitam kemerahan, bulu sayap hitam dan merah, bulu ekor hitam mengkilap, sedangkan ayam hutan merah betina mempunyai warna dominan pada tubuh yaitu merah kekuningan dan lurik coklat, bulu kepala kuning kecoklatan, bulu leher coklat, bulu punggung lurik coklat hitam, bulu sayap coklat kehitaman, bulu ekor coklat (Rostikawati 1995).

Warna Cakar (Shank)

Menurut Ensminger (1992), beberapa warna cakar berbeda ditemukan pada ayam dari kombinasi pigmen yang berbeda di lapisan atas dan bawah kulit. Warna cakar kuning dipengaruhi oleh adanya pigmen karotenoid pada epidermis dan tidak adanya pigmen melanin. Warna cakar hitam dipengaruhi oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Bila kedua pigmen tersebut tidak ada maka cakar berwarna putih.


(39)

12 Karakteristik warna cakar kuning atau putih (id) disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit (dermis). Kandungan melanin dalam lapisan kulit (dermis) dikontrol oleh gen resesif terkait kelamin (id) dalam keadaan homozigot atau heterozigot. Warna cakar hitam Id (inhibitor dari melanin dermis) bersifat dominan tidak lengkap terhadap id. Pada ayam yang memiliki warna kulit putih dan mengandung gen resesif (idid), warna cakarnya biru gelap dan pada ayam berwarna kulit kuning memiliki warna cakar hijau tua atau abu-abu (Somes 1988; Hutt 1949).

Bentuk Jengger

Menurut Hutt (1949) sebagian besar ayam piara sekarang ini memiliki bentuk jengger tunggal, seperti yang dimiliki ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan abu-abu dan ayam hutan Ceylon. Selama proses domestikasi terjadi mutasi sehingga ada perubahan-perubahan bentuk jengger diantaranya bentuk ros, bentuk kapri (pea), bentuk kemiri (Walnut), bentuk V, bentuk dupleks dan bahkan tidak berjengger sama sekali.

Bentuk jengger pea (kapri) (P) bersifat dominan tidak lengkap terhadap bentuk jengger tunggal (p). Bentuk jengger kapri (P) pada keadaan homozigot adalah bilah kecil dengan tiga baris memanjang dari papillae dan seringkali baris tengah sedikit mencuat keatas. Gen bentuk jengger kapri (P) merupakan gen tidak terkait kelamin yang bersifat dominan tidak lengkap, pada keadaan heterozigot terlihat jelas bilah bagian tengah mencuat keatas dengan dua bilah disampingnya yang lebih pendek dan kecil (Somes 1988; Hutt 1949).

Sifat Kuantitatif

Sifat-sifat produksi dan reproduksi (produktivitas) atau sifat yang dapat diukur seperti bobot badan, ukuran ukuran tubuh, produksi daging dan telur disebut sebagai sifat kuantitatif. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen (poligen) dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Warwick 1995).

Berdasarkan ukuran tubuhnya, diketahui bahwa ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ayam hutan hijau; tetapi ayam hutan merah jawa memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan berat tubuh yang lebih ringan dibandingkan dengan


(40)

13 ayam hutan merah Sumatera maupun ayam hutan hijau (Nishida et al. 1980; 1982).

Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius)

Gallusgallus

Javanicus

Gallus gallus

gallus Gallus varius

Ukuran-ukuran tubuh Jantan (n=5) Betina (n=1) Jantan (n=6) Betina (n=2) Jantan (n=7) Betina (n=7)

Bobot badan (g) 718,8 700 863,3 675 745 479

Panjang Paha (mm) 73,48 56,3 83,22 70,9 79,79 66,21

Panjang betis (mm) 108,82 92,2 120 105 109,87 96,77

Panjang cakar (mm) 76,50 61,4 82,43 70,1 81,20 68,06

Linkar cakar (mm) 24 24 33,42 27,5 26,71 22,86

Panjang Jari ketiga (mm) 56,92 52 61,18 53,7 60,20 51,91

Panjang Sayap (mm) 190 165 218,5 193 217,1 181,7

Tinggi Jengger (mm) 21,13 - 31,48 11,04 21,16 -

Panjang bulu ekor (mm)* 249,77 142,96

(n=5) - -

239,15 (n=5)

121,92 (n=5)

Sumber: Nishida at al. 1982; Mansjoer 1985 dan Rostikawati 1995*

Keragaman sifat-sifat kualitatif dapat menggambarkan keragaman sifat-sifat produksinya, seperti halnya dikemukakan Mansjoer (1985) bahwa koefisien keragaman performans ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional untuk bobot badan dapat mencapai 21,9–24,8%, produksi telur 26%, bobot telur 17,6%, dan daya tetas 23,3%. Koefisien keragaman tersebut dapat dijadikan patokan untuk memperbaiki mutu genetik/seleksi lebih lanjut.

Ukuran-ukuran tubuh (morfometrik tubuh) yang penting untuk diamati dan dijadikan penentu karakteristik jenis ayam antara lain adalah bobot tubuh, panjang bagian-bagian kaki, panjang sayap, panjang paruh dan tinggi jengger (Mansjoer et al. 1989). Lebih lanjut Mansjoer et al. (1996) mengemukakan bahwa untuk ayam Kampung jantan dewasa, rataan bobot badan sebesar 2,24 kg, panjang tulang paha/femur 10,93 cm, panjang tulang betis/tibia 16,29 cm, panjang tulang cakar tarsometatarsus 11,67 cm dan tinggi jengger 3,47 cm dengan koefisien keragaman


(41)

14 untuk bobot badan, panjang tulang paha, panjang tulang betis, panjang tulang cakar dan tinggi jengger berturut-turut sebesar 16,96, 9,61; 9,27, 10,28 dan 48,13%. Ayam Kampung betina dewasa, rataan bobot badan sebesar 1,67 kg panjang tulang paha/femur 9,12 cm, panjang tulang betis/tibia 12,86 cm, panjang tulang cakar/tarsometatarsus 8,99 cm dan tinggi jengger 1,82 cm dengan koefisien keragaman berturut-turut sebesar 19,16; 10,42; 9,33; 8,90 dan 57,69%. Tinggi jengger baik pada jantan maupun betina dewasa mempunyai koefisien keragaman yang paling tinggi.

Analisis Komponen Utama (AKU)

Principal Componen Anaysis (PCA) diterjemahkan sebagai Analisis Komponen Utama (AKU) adalah salah satu metode multivariat yang paling tua dan banyak digunakan (Everitt dan Dunn 1991). Hayashi et al. ( 1982) menyatakan bahwa AKU merupakan metode yang populer untuk membedakan keragaman suatu populasi. Mulyono dan Pangestu (1996) menambahkan bahwa AKU sering digunakan sebagai penentu diskriminasi diantara populasi-populasi ternak.

Nishida et al. (1982) menggunakan AKU untuk membedakan ukuran dan bentuk tubuh pada ayam. Komponen Utama I disetarakan dengan ukuran tubuh, sedangkan komponen Utama II disetarakan dengan bentuk tubuh.

Everiit dan Dunn (1991) menyatakan bahwa penggunaan aplikasi AKU dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan matriks kovarian dan matriks korelasi. Menurut Hayashi et al. (1982) Komponen-komponen utama yang berasal dari matriks kovarian mampu menerangkan keragaman total populasi sekitar 76%, sedangkan matriks korelasi hanya sekitar 69%. Komponen-komponen utama yang berasal dari matriks kovarian juga lebih efektif untuk membedakan suatu populasi.

Konservasi Satwaliar

Sumberdaya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun hayati yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya. Kategori sumberdaya alam meliputi: (1) sumberdaya alam yang dapat diperbaharui/dipulihkan, seperti tanah, air, hutan,


(42)

15 padang rumput dan satwa; (2) sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui/dipulihkan, seperti minyak bumi, batubara, gas bumi dan biji logam; (3) Sumberdaya alam yang tidak akan habis yaitu energi matahari, energi pasang surut air laut, udara dan air dalam fungsinya sebagai pengatur tata air (siklus hidrologi).

Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilanya. Kegiatan konservasi berasaskan pelestarian dan kemampuan serta pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Asas tersebut adalah landasan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Widada dkk. 2003).

Satwa adalah semua jenis sumberdaya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun dipelihara oleh manusia (Widada dkk. 2003)

Konsevasi sumberdaya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan dan pengembangan (Anonim 1985). Sesuai dengan pengertian konservasi sumber daya alam secara umum, maka Alikodra (1990) menyatakan bahwa konservasi satwa liar merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan dan pengembangan satwa liar. Jadi tujuan kegiatan konservasi satwa liar adalah terjaminnya kelangsungan hidup satwa liar dan terjaminnya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkannya baik langsung ataupun tidak langsung berdasarkan prinsip pelestarian.

Alikodra (1990) menyatakan bahwa tujuan kegiatan konservasi dapat dicapai melalui upaya-upaya sebagai berikut :


(43)

16 2) melakukan pengendalian persaingan dan pemangsaan,

3) pembinaan wilayah (suaka) tempat berlindung, tidur, dan berkembang biak baik berupa taman-taman, hutan, maupun suaka margasatwa, cagar alam, taman nasional, dan taman hutan raya ataupun kebun raya,

4) melakukan pengawasan terhadap kuantitas dan kaulitas lingkungan hidup satwa liar seperti ketersediaan makanan, air, pelindung, penyakit, dan faktor-faktor lainnya,

5) meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi satwa liar, 6) pengembangan pendayagunaan satwa liar baik untuk rekreasi, berburu, obyek

wisata alam ataupun penangkaran, dan 7) pengembangan penelitian.


(44)

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian genotipe dan fenotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah telah dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu di lokasi Watutela dan Ngatabaru selama empat bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2006.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian. Watutela


(45)

18 Materi dan Alat Penelitian

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah ayam hutan merah dan ayam kampung berasal dari lokasi Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Ayam hutan merah berjumlah 54 ekor, diperoleh dari Watutela 28 ekor (15 ekor jantan dan 13 ekor betina) dan di Ngatabaru 24 ekor (13 ekor jantan dan 11 ekor betina). Ayam lokal berjumlah 119 ekor, diperoleh dari Watutela 60 ekor (30 ekor jantan dan 30 ekor betina) dan Ngatabaru 59 ekor (29 ekor jantan dan 30 ekor betina). Peralatan

Peralatan yang digunakan: timbangan duduk dengan kapasitas 2 kg, pita ukur, jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm, handycam, dan foto kamera, global position sistem (GPS), kompas, alat ukur (pita ukur), binoculer, kantung plastik, tenda dan peta lokasi serta alat tulis menulis.

Metode Penelitian Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan memilih dua lokasi yaitu Watutela dan Ngatabaru sebagai lokasi sampel dari 5 lokasi yang ada disekitar Taman Hutan Raya (TAHURA) Palu.

Orientasi Lapangan (survei awal)

Orientasi lapangan ini dilakukan di dua lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran awal kondisi habitat dan mengenal kondisi lapangan. Setelah itu dilakukan pengamatan langsung dilapangan berdasarkan informasi masyarakat setempat tentang keberadaan ayam hutan merah di lokasi penelitian untuk pengambilan data selanjutnya.

Habitat. Pada pengamatan ini peneliti mengamati tempat-tempat yang sering ditemui ada ayam hutan merah, baik melalui informasi masyarakat maupun hasil survei dilapangan, kemudian mencatat kondisi habitat dan aktivitas masyarakat di sekitar tempat tersebut.


(46)

19 Survei Masyarakat. Untuk mengetahui aktivitas masyarakat dalam

pemanfaatan hutan dan sikap terhadap keberadaan ayam hutan, maka

dilakukan survei dengan metode wawancara semi terstruktur. Wawancara ini dirancang dalam bentuk borang untuk mendapatkan jawaban secara terbuka. Penentuan responden tidak dilakukan secara acak, tetapi dengan melakukan pemilihan atas responden berdasarkan pendidikan, pekerjaan, umur dan yang terutama mempunyai akses terhadap hutan. Survei masyarakat ini akan ditambah dari data sekunder yang berasal dari kepala desa, dan survei pasar yang akan dilakukan pada beberapa desa di sekitar lokasi penelitian. Hasil wawancara semi terstruktur dianalisis secara deskriptif.

Cara Pengumpulan Data

Pengamatan fenotipe ayam hutan dan ayam kampung. Data kuantitatif yang diamati meliputi pengukuran tubuh yang terdiri atas bobot badan, panjang paha (femur), panjang betis (tibia), panjang cakar (tarsometatarsus), lingkar cakar, panjang sayap, panjang jari ketiga, panjang bulu ekor, panjang tubuh total, tinggi jengger, panjang paruh atas dan panjang paruh bawah, pengukuran dilakukan pada tubuh bagian sebelah kanan.

Sifat Kuantitatif yang diamati :

1) bobot badan, diukur dengan menggunakan timbangan (satuan gram),

2) panjang paha, merupakan panjang tulang femur yaitu dari persendian tulang pangkal paha sampai dengan persendian pangkal atas tulang tibai, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),

3) panjang betis, merupakan panjang tulang tibia yaitu dari persendian pangkal tulang atas tulang tibia sampai dengan persendian bawah tulang tibia, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),

4) panjang cakar, merupakan panjang tulang metatarsus yaitu dari persendian bagian bawah tulang tibia sampai dengan persendian awal jari tengah, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),


(47)

20 5) lingkar cakar, merupakan keliling dari cakar yang diukur pada pertengahan

tulang metatarsus dengan menggunakan pita ukur (satuan mm),

6) panjang sayap, merupakan jarak antara pangkal tulang humerus sampai tulang phalanges, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),

7) panjang jari ketiga, merupakan jarak antara pangkal tarsometatarsus dengan ujung jari tengah, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 8) panjang bulu ekor, awal bulu ekor sampai bulu ekor terpanjang, diukur

dengan menggunakan pita ukur (satuan mm),

9) panjang tubuh total, panjang tubuh dari ujung paruh sampai ujung ekor (posisi leher lurus), diukur dengan menggunakan pita ukur (satuan mm),

10)tinggi jengger, jarak antara pangkal bawah jengger dengan pangkal atas jengger, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),

11)paruh atas (Culmen), jarak antara pangkal maxilla sampai ujung maxilla, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), dan

12) paruh bawah (Gape), jarak antara pangkal mandibula sampai ujung mandibula, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm).

Pengukuran ukuran-ukuran tubuh ayam dilakukan berdasarkan sistem kerangka (skeletal system) menurut Jull (1951), seperti yang tertera pada Gambar 4.


(48)

21


(49)

22 Pengamatan genetik. Data kualitatif yang diamati meliputi warna bulu, bentuk jengger dan warna cakar.

Warna Bulu

1) individu dengan warna dasar hitam polos digolongkan pada fenotipe polos membawa gen berwarna (i) dan gen (E),

2) individu dengan bulu seperti garis-garis memanjang dipunggung digolongkan pada fenotipe warna bulu tipe liar, membawa gen pola warna bulu tipe liar (e+),

3) individu dengan bagian ujung ekor dan ujung sayap berwarna hitam digolongkan pada fenotipe warna bulu pola kolombian, membawa gen pola warna bulu kolombian (e),

4) individu dengan warna bulu hitam dengan totol-totol putih atau sebaliknya digolongkan pada fenotipe warna bulu lurik, membawa gen pola warna bulu lurik (B), dan

5) individu dengan warna kerlip bulu keperakan dan keemasan masing-masing membawa gen bulu kerlip keperakan ( S) dan keemasan (s).

Bentuk Jengger

1) individu dengan jengger ros digolongkan pada fenotipe bentuk jengger ros (R_pp),

2) individu dengan jengger kapri digolongkan pada fenotipe bentuk jengger kapri (rrP_), dan

3) individu dengan jengger tunggal digolongkan pada fenotip bentuk jengger tunggal (rrpp).

Warna Cakar (shank)

1) individu dengan cakar berwarna putih/kuning digolongkan pada fenotipe warna cakar berwarna putih/kuning (Id_), dan

2) individu dengan cakar berwarna hitam digolongkan pada fenotipe warna cakar hitam/abu-abu (idid_).

Pengumpulan Data Jenis Pakan

Untuk mengetahui jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi ayam hutan merah dilakukan analisis krop. Tiga ekor ayam hutan merah yang baru di


(50)

23 ; ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 2 − + − − + − = n n S n S n S

tangkap dari lokasi Watutela diambil temboloknya, tembolok tersebut ditimbang, setelah itu tembolok dibedah dan isi tembolok di timbang, kemudian dilakukan pencacatatan terhadap jenis-jenis bahan pakan.

Analisis Data Fenotipe Sifat Kuantitatif

Ukuran dan Bentuk Tubuh. Data sifat-sifat kuantitatif berupa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung dianalisis secara statistik. Uji t digunakan pada masing-masing populasi yang berbeda dan memiliki ragam yang tidak sama, seperti yang disarankan oleh Steel dan Torrie (1995). ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = 2 2 2 1 2 1 2 1 n S n S ) X X ( t ;

Dengan persamaan ragam:

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 n n S 1 n n S n S n S db

Keterangan: t = nilai t-hitung 1

X = rataan populasi pertama 2

X = rataan populasi kedua

n1 = jumlah individu pada kelompok pertama n2 = jumlah individu pada kelompok kedua S2 = varian gabungan

S12 = varian populasi pertama S22 = varian populasi kedua db = derajat bebas


(51)

24 Hasil Uji t diperjelas dengan Analisis Komponen Utama (AKU) untuk memberikan diskriminasi terhadap ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan dan betina. AKU yang digunakan pada penelitian ini menurut Gaspersz (1991) sebagai berikut:

Yj = a1jX1+ a2jX2+ a3jX3+…+ a11jX11 Keterangan:

Yj = komponen utama ke-j (j=1,2; 1=ukuran, 2=bentuk) X1,2,3,…11 = peubah ke 1,2,3,….11

a1j,2j,3j…11j = vektor eigen peubah ke-1,2,3,…11 dengan komponen utama ke-j.

Pengolahan data dibantu dengan menggunakan paket perangkat lunak statistik yaitu Minitab Release 14. Penyajian gambar juga menggunakan perangkat lunak tersebut.

Hubungan keeratan (korelasi) antara Yj (1 = ukuran, 2 = bentuk) dan Xi (1 = panjang betis, 2 = panjang paha, 3 = panjang cakar, 4 = lingkar cakar, 5 = panjang sayap, 6 = panjang jari ketiga, 7 = panjang bulu ekor, 8 = panjang tubuh total 9 = tinggi jengger, 10 = panjang paruh atas, 11 = panjang paruh bawah) dihitung dengan menggunakan rumus yang disarankan oleh Gasperz (1991) sebagai berikut:

i ij ij ij ZiYj

S a r

r = = λ ;

Keterangan:

rZiYj = koefisien korelasi peubah ke-i dan komponen utama ke-j. aij = vektor Eigen peubah ke-i dengan komponen utama ke-j. λij = nilai Eigen (akar ciri) komponen utama ke-j.

S1 = simpangan baku peubah ke-i.

Nilai Eigen (λi) merupakan jumlah kuadrat dari masing-masing korelasi antara komponen utama dan peubah (rZiYj) dapat diperoleh dari rumus

Gaspersz (1991):

λ1 = r2Z1Y1+ r2Z2Y1+ r2Z3Y1+ ….+ r2ZnY1

Everitt dan Dunn (1991) menyatakan bahwa nilai kovarian dan peubah-peubah dengan j buah komponen dapat diperoleh dengan rumus:


(52)

25 = λj aj.

Fenotipe Sifat Kualitatif

Data sifat-sifat kualitatif berupa warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger dianalisis secara deskriptif berdasarkan frekuensi fenotipenya. Frekuensi fenotipe warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger dihitung berdasarkan pada jumlah fenotipe yang muncul dibagi dengan jumlah seluruh individu ayam yang diamati dikali 100%.

Analisis genetik

1. Frekuensi gen dominan dan resesif dihitung berdasarkan rumus Nishida et al. (1980):

q = 1 – (R/N)1/2 p = 1 – q

Keterangan:

q = frekuensi gen dominan otosomal

R = jumlah individu dengan ekspresi resesif (homozigot resesif) N = jumlah total individu yang diamati

p = frekuensi gen resesif otosomal

2. Frekuensi gen dominan terkait kelamin dihitung berdasarkan rumus Nishida et al. (1980):

2N♂ N♀

q = q♂ + q♀ 2N♂ + N♀ 2N♂ + N♀

Keterangan:

q♂ = frekuensi gen dominan pada kelompok jantan q♀ = frekuensi gen dominan pada kelompok betina N♂ = jumlah individu jantan

N♀ = jumlah individu betina

3. Frekuensi gen alel ganda dihitung berdasarkan rumus Stanfield (1983): r = √r2


(53)

26 p = 1 – q – r

Keterangan:

p = frekuensi gen alel I q = frekuensi gen alel II r = frekuensi gen alel III Keragaman Genetik

Pendugaan nilai keragaman genetik dihitung dengan menggunakan rumus heterozigositas (h) dan rataan heterozigositas (H) menururt Nei (1987). Frekuensi alel dihitung dengan rumus: Xi = [ Xii / ( ∑Xij ) ] x 100%

Keterangan:

Xi = frekuensi alel ke-i, Xii = jumlah alel ke-i, dan Xij = jumlah seluruh alel.

Nilai heterozigositas (h) merupakan ukuran keragaman genetik pada populasi yang kawin acak. Nilai ini dihitung berdasarkan frekuensi alel di setiap lokus rumus :

h = 1 - ( ∑Xi2 ) dan H = 1 - ( ∑Xi2 ) / r Keterangan:

Xi = frekuensi alel ke-i, dan r = jumlah lokus yang diamati. Kesamaan dan Jarak Genetik

Pendugaan kesamaan genetik (I) dan jarak genetik (D) dihitung dengan menggunakan rumus Nei (1987) sebagai berikut:

I = [ ∑qij x qik / (∑ q2ij xq2ik )1/2 ] D = -Ln (I)

Keterangan:

qij = frekuensi gen pada lokus ke-i kelompok ayam ke-j, dan qik = frekuensi gen pada lokus ke-i kelompok ayam ke-k.


(54)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis

Watutela masuk dalam Wilayah Pemerintahan Kota Palu dan Ngatabaru masuk dalam Wilayah Kabupaten Donggala. Wardana (2004) menggambarkan secara geografis Watutela dan Ngatabaru terletak diantara 0o48’ – 0o59’ lintang selatan dan 119o54’ – 120o00’ bujur timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1) sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Palu Utara, 2) sebelah Barat berbatasan dengan Kota Palu,

3) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Biromaru, dan 4) sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong. Topografi

Dusun Watutela masuk dalam Wilayah Kelurahan Tondo Kecamatan Palu Timur Kota Palu, Sedangkan Desa Ngatabaru masuk dalam Wilayah Kecamatan Biromaru Kabupaten Donggala. Keadaan tanah menurut bentuk permukaan tanah di Kelurahan Tondo yaitu yaitu 50% dataran, 40% perbukitan, 10% pegunungan dan ketinggian dari permukaan laut 2,5 -310,0m dari permukaan laut (dpl), sedangkan di Desa Ngatabaru yaitu 80% dataran, 15% perbukitan, 5% pegunungan dan ketinggian dari permukaan laut 200-300m dpl.(BPS,2004). Keadaan Iklim

Kawasan TAHURA memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober –Maret .

Suhu udara rata rata tertinggi terjadi pada bulan Maret, dan Oktober (28,1°C) dan suhu udara terendah terjadi pada bulan Pebruari (25,4°C). Kelembaban udara berkisar antara 70–82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Mei yang mencapai 82%, sedangkan kelembaban udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 70%.


(55)

28 Curah hujan tertinggi tahun 2005 terjadi pada bulan Juni 6,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada Februari yaitu 0,66 mm. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 3 – 5 knots. Tahun 2005 arah angin terbanyak datang dari arah Utara, kecuali pada bulan Juni dan Juli datang dari arah Barat Laut (BPS 2005).

Potensi Peternakan

Populasi beberapa jenis ternak di lokasi penelitian di sajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Populasi beberapa jenis ternak yang dipelihara/digembalakan di sekitar/dalam kawasan TAHURA

Jenis Ternak (Ekor)

Desa/Kelurahan

Sapi Kuda Kambing Domba Ayam

kampung

Ayam Ras Petelur

Tondo/Watutela 425 14 875 180 1300 56500

Ngatabaru 35 - 500 128 500 -

Sumber: BPS (2004).

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa populasi ternak kuda hanya di jumpai di Kelurahan Tondo dalam jumlahnya kecil, sedangkan ternak sapi dijumpai di Tondo dan Ngatabaru dalam jumlah yang besar. Populasi ternak kambing lebih besar dibanding populasi ternak domba. Ternak ayam ras petelur hanya di jumpai di Kelurahan Tondo (Watutela) dan mempunyai populasi yang lebih besar dibanding ayam kampung.


(1)

Two-sample T for TJ AKBNGA vs T. J AHNGAB N Mean StDev SE Mean TJ AKBNGA 30 8,63 6,21 1,1 T. J AHNGAB 11 2,455 0,522 0,16

Difference = mu (TJ AKBNGA) - mu (T. J AHNGAB) Estimate for difference: 6,17212

95% CI for difference: (3,83268; 8,51157)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,39 P-Value = 0,000 DF = 30

Two-sample T for PA AKBNGA vs P.Pa AHNGAB N Mean StDev SE Mean PA AKBNGA 30 18,47 1,48 0,27 P.Pa AHNGAB 11 16,764 0,304 0,092

Difference = mu (PA AKBNGA) - mu (P.Pa AHNGAB) Estimate for difference: 1,70303

95% CI for difference: (1,12359; 2,28247)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,97 P-Value = 0,000 DF = 34

Two-sample T for PBW AKBNGA vs P.Pbw AHNGAB N Mean StDev SE Mean PBW AKBNGA 30 11,473 0,714 0,13 P.Pbw AHNGAB 11 10,764 0,329 0,099

Difference = mu (PBW AKBNGA) - mu (P.Pbw AHNGAB) Estimate for difference: 0,709697

95% CI for difference: (0,377345; 1,042049)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 4,33 P-Value = 0,000 DF = 36


(2)

Lampiran 9. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah jantan di Watutela dan

Ngatabaru

Eigenanalysis of the Covariance Matrix

Eigenvalue 8526,8 313,0 94,3 34,4 19,1 10,4 6,5 3,4 2,1 Proportion 0,946 0,035 0,010 0,004 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000 Cumulative 0,946 0,981 0,991 0,995 0,997 0,999 0,999 1,000 1,000 Eigenvalue 1,0 0,4

Proportion 0,000 0,000 Cumulative 1,000 1,000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 Paha 0,015 0,021 -0,130 -0,131 -0,083 -0,695 -0,443 0,457 Betis 0,012 0,064 -0,091 -0,105 -0,333 0,200 0,567 0,671 Cakar 0,006 0,070 -0,106 -0,075 -0,654 0,415 -0,577 0,002 Lingkar 0,008 -0,009 -0,094 0,076 -0,033 0,215 -0,026 -0,216 PS -0,006 0,277 -0,037 0,944 -0,104 -0,082 -0,016 0,101 j3 0,007 0,036 -0,124 -0,063 -0,610 -0,464 0,382 -0,488 pe 0,631 -0,741 -0,001 0,204 -0,093 -0,008 -0,003 0,051 pt 0,773 0,603 0,092 -0,153 0,076 0,008 0,001 -0,048 tj 0,068 0,027 -0,963 -0,014 0,212 0,063 0,024 -0,055 pa 0,004 0,014 -0,041 -0,002 -0,097 0,159 0,013 0,158 pb 0,005 -0,010 -0,018 -0,026 -0,040 0,088 -0,043 -0,110 Variable PC9 PC10 PC11

Paha -0,144 -0,223 -0,017 Betis 0,088 -0,190 0,093 Cakar 0,196 0,085 0,017 Lingkar -0,265 -0,843 -0,332 PS 0,006 0,021 0,053 j3 -0,049 0,061 -0,046 pe 0,013 0,014 0,006 pt -0,006 -0,006 -0,009 tj 0,063 0,097 0,027 pa -0,794 0,406 -0,377 pb -0,475 -0,135 0,856


(3)

Lampiran 10. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah betina di Watutela dan

Ngatabaru

Eigenanalysis of the Covariance Matrix

Eigenvalue 132,41 98,46 30,28 13,93 2,43 1,07 0,49 0,19 0,08 Proportion 0,474 0,352 0,108 0,050 0,009 0,004 0,002 0,001 0,000 Cumulative 0,474 0,826 0,935 0,984 0,993 0,997 0,999 0,999 1,000 Eigenvalue 0,06 0,02

Proportion 0,000 0,000 Cumulative 1,000 1,000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 Paha 0,027 0,652 0,736 0,025 -0,156 -0,065 -0,055 0,015 Betis 0,017 0,136 0,031 0,003 0,573 -0,254 0,753 0,116 Cakar -0,017 0,123 0,008 -0,080 0,720 -0,090 -0,527 -0,396 Lingkar -0,039 0,036 0,046 -0,144 0,315 0,452 -0,226 0,773 PS -0,156 0,727 -0,648 -0,034 -0,109 0,112 0,022 -0,025 j3 0,118 0,039 -0,153 0,036 -0,056 -0,794 -0,296 0,399 pe -0,449 -0,065 0,073 -0,866 -0,100 -0,158 0,053 -0,034 pt 0,870 0,072 -0,079 -0,467 -0,041 0,075 0,038 -0,055 tj 0,011 -0,029 -0,018 0,039 -0,061 -0,207 -0,060 0,129 pa 0,012 -0,000 -0,012 0,030 -0,006 -0,029 0,063 0,069 pb 0,004 0,015 -0,004 0,008 -0,005 -0,034 0,025 0,214 Variable PC9 PC10 PC11

Paha -0,009 -0,004 -0,011 Betis -0,053 -0,050 0,037 Cakar 0,028 0,130 -0,012 Lingkar -0,097 -0,104 -0,036 PS -0,030 0,018 0,006 j3 0,118 -0,249 -0,051 pe 0,004 0,022 -0,018 pt -0,016 0,032 0,005 tj -0,755 0,579 0,162 pa 0,118 0,386 -0,909 pb 0,623 0,650 0,376


(4)

Lampiran 11. Analisis Komponen Utama ayam kampung jantan di Watutela dan

Ngatabaru

Eigenanalysis of the Covariance Matrix

Eigenvalue 13973 602 194 74 46 21 14 9 3 Proportion 0,935 0,040 0,013 0,005 0,003 0,001 0,001 0,001 0,000 Cumulative 0,935 0,976 0,989 0,994 0,997 0,998 0,999 1,000 1,000 Eigenvalue 2 1

Proportion 0,000 0,000 Cumulative 1,000 1,000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 Paha 0,028 0,195 -0,082 -0,039 -0,283 -0,275 0,411 -0,700 Betis 0,039 0,209 -0,092 -0,216 -0,570 0,441 -0,580 -0,191 Cakar 0,017 0,178 -0,125 -0,387 -0,472 0,002 0,482 0,563 Lingkar 0,030 0,028 0,014 0,011 -0,181 -0,083 0,212 -0,204 PS 0,038 0,471 -0,795 0,307 0,202 0,027 -0,019 0,076 j3 0,000 0,073 -0,041 -0,097 -0,170 -0,825 -0,454 0,091 pe 0,654 -0,631 -0,362 0,082 -0,182 -0,025 0,006 0,002 pt 0,753 0,497 0,354 -0,097 0,223 0,012 -0,010 0,018 tj 0,029 0,106 0,284 0,821 -0,432 -0,019 0,035 0,194 pa 0,002 0,047 0,004 -0,083 0,022 -0,170 -0,091 0,208 pb -0,001 0,010 0,007 -0,023 -0,020 -0,105 0,031 0,137 Variable PC9 PC10 PC11

Paha -0,331 0,165 0,015 Betis -0,041 -0,045 0,068 Cakar 0,052 0,130 -0,105 Lingkar 0,566 -0,741 0,053 PS 0,045 -0,036 0,009 j3 0,197 0,125 -0,068 pe -0,054 0,004 -0,001 pt 0,040 0,021 -0,000 tj -0,068 0,034 -0,029 pa -0,710 -0,621 -0,143 pb -0,110 -0,026 0,978


(5)

Lampiran 12. Analisis Komponen Utama ayam kampung betina di Watutela dan

Ngatabaru

Eigenanalysis of the Covariance Matrix

Eigenvalue 1052,9 181,7 130,5 58,3 39,8 25,7 14,0 11,4 6,6 Proportion 0,691 0,119 0,086 0,038 0,026 0,017 0,009 0,007 0,004 Cumulative 0,691 0,811 0,896 0,935 0,961 0,978 0,987 0,994 0,999 Eigenvalue 1,6 0,6

Proportion 0,001 0,000 Cumulative 1,000 1,000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 Paha 0,067 0,203 -0,173 -0,028 0,306 -0,833 -0,290 -0,182 Betis 0,127 0,122 0,106 0,704 0,035 -0,062 0,515 -0,304 Cakar 0,110 0,015 0,048 0,634 -0,096 0,129 -0,672 0,026 Lingkar 0,040 -0,015 0,099 0,073 -0,123 0,001 -0,242 0,575 PS 0,187 0,631 -0,681 -0,038 -0,061 0,302 -0,010 0,003 j3 0,072 0,096 -0,090 0,192 0,031 -0,300 0,354 0,716 pe 0,283 -0,726 -0,598 0,101 0,132 0,016 0,032 -0,004 pt 0,919 0,053 0,315 -0,214 -0,061 0,004 0,005 -0,032 tj 0,020 0,074 0,136 0,020 0,924 0,321 -0,043 0,125 pa 0,012 0,014 0,002 0,036 -0,005 0,008 0,100 0,113 pb -0,000 -0,005 -0,003 0,002 0,025 -0,025 0,039 0,038 Variable PC9 PC10 PC11

Paha 0,123 -0,055 -0,026 Betis 0,312 0,038 -0,006 Cakar -0,321 -0,037 0,025 Lingkar 0,761 0,025 -0,013 PS 0,079 0,005 0,011 j3 -0,436 0,145 -0,009 pe 0,073 -0,001 -0,011 pt -0,051 0,002 0,006 tj 0,021 0,014 -0,015 pa -0,031 -0,954 -0,255 pb 0,012 -0,251 0,966


(6)

pada ayam hutan merah (

Gallus gallus gallus

) jantan didapat pada sifat bobot badan,

sedangkan ayam hutan merah betina (>10%) didapat pada panjang paha. Koefisien

keragaman (>10%) yang berhubungan dengan sifat produktivitas pada ayam

kampung (

Gallus gallus domesticus

) jantan dan betina didapat pada sifat bobot

badan.

Panjang tubuh total dan panjang bulu ekor merupakan penciri utama ukuran

tubuh ayam hutan merah jantan dan betina, serta merupakan penciri bentuk tubuh

ayam hutan jantan di kedua lokasi penelitian. Panjang sayap dan panjang paha

merupakan penciri ayam hutan merah betina. Panjang tubuh total dan panjang bulu

ekor juga merupakan penciri ukuran tubuh ayam kampung jantan, sedangkan panjang

sayap dan panjang paha merupakan penciri bentuk tubuh ayam kampung betina di

kedua lokasi penelitian.

Dari hasil analisis fenotipe dan genotipe ayam hutan merah di Watutela dan

Ngatabaru masih murni, sedangkan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru sudah

mendapat gen dari ayam luar Indonesia dengan nilai heritabilitas (0,447 di Watutela

dan 0,358 di Ngatabaru).

Jarak genetik ayam hutan di Watutela dan ayam hutan di Ngatabaru sebesar

0,0001, sedangkan jarak genetik ayam kampung antar dua lokasi sebesar 0,0287.

Jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela (0,1464) sama

dengan jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di Ngatabaru (0,1483).

Konservasi ayam hutan merah dan ayam kampung di lokasi penelitian harus

mendapatkan perhatian khusus, dalam menjamin kelangsungan hidup satwa ini dan

terjaminnya kebutuhan masyarakat sekitar untuk memanfaatkannya baik langsung

ataupun tidak langsung berdasarkan prinsip kelestarian. Partisipasi masyarakat lokal,

Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dan Perguruan Tinggi sangat diperlukan dalam

peningkatan kualitas kawasan konservasi.