Fenotipe Dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) Dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) Di Watutela Dan Ngatabaru Sulawesi Tengah

FENOTIPE DAN GENOTIPE
AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus)
DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus)
DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

RIZAL Y. TANTU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam
Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus
domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah karya saya sendiri
dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Rizal Y. Tantu
NIM. D051020061

ii

ABSTRAK

RIZAL Y. TANTU. Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus
gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan
Ngatabaru Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI MANSJOER
dan WIRANDA G. PILIANG.
Penelitian bertujuan mendapatkan informasi karakteristik fenotipe dan genotipe
ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus
domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan,
mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2006. Jumlah ayam yang diamati pada

pengamatan sifat kuantitatif dan kualitatif sebanyak 54 ekor ayam hutan merah dan
119 ekor ayam kampung. Dua ekor ayam hutan merah digunakan untuk analisis crop.
Peubah yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi bobot badan dan ukuran-ukuran
tubuh dan sifat kualitatif meliputi warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank,
dan bentuk jengger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam hutan merah
jantan, ayam kampung jantan dan betina memiliki keragaman tinggi (>10%) pada
bobot badan, sedangkan ayam hutan merah betina pada panjang paha. Analisis
Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh dan bentuk tubuh
ayam hutan merah jantan dan ayam kampung jantan adalah panjang total dan
panjang bulu ekor. Ayam hutan merah dan ayam kampung betina penciri ukuran
tubuh adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Penciri bentuk tubuh ayam hutan
betina adalah panjang sayap dan panjang paha. sedangkan ayam kampung betina
adalah panjang bulu ekor dan panjang sayap. Fenotipe dan genotipe sifat-sifat
kualitatif ayam hutan merah di dua lokasi penelitian relatif seragam. Nilai
heterozigositas ayam kampung 0,447 di Watutela dan 0,358 di Ngatabaru. Jarak
genetik antar ayam hutan merah dan ayam kampung di dua lokasi 0,15.
Berdasarkan analisis crop pada dua ekor ayam hutan merah ditemukan biji-bijian
dari jenis tanaman ketumbar hutan (Lantana camara L.) dan kayu kuning
(Maclura amboinensis L.), serta pucuk-pucuk rumput dan insekta.


Kata Kunci : fenotipe, genotipe, ayam hutan merah, ayam kampung, Sulawesi
Tengah

iii

ABSTRACT
RIZAL Y. TANTU. Phenotype and Genotype of Red Jungle Fowl (Gallus gallus
gallus) and Kampung Chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru
Central Sulawesi. Under the supervisions of SRI SUPRAPTINI MANSJOER and
WIRANDA G. PILIANG.

The research was aimed to search informations concerning phenotypes and
genotypes characteristics of red jungle fowl (Gallus gallus gallus) and kampung
chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru, Central Sulawesi. The
research was carried out from March till June 2006. There were 54 red jungle fowls
and 119 kampung chickens observed for quantitative and qualitative characteristics.
Two red jungle fowls were used for crop analysis. The quantitative characteristics
observation were body weight and body measurements. The qualitative characteristics
were observed for feather colors, color patterns, feather brightness, shank colors and
comb shapes. The results showed significant variation (>10%) on body weight of

male Red jungle fowls, male and female of kampung chickens, whereas on female red
jungle fowls, significant variation was only observed on leg lengths. The principal
component analysis showed the body size and body shape characteristics of male
red jungle fowls and kampung chickens were tail and body lengths. Whereas, the
body size characteristics of both females were tail and body lengths. In addition,
the characteristics of female shapes of red jungle fowls were wing and leg lengths,
but the characteristics of female shapes of kampung chicken were tail and wings
lengths. The phenotypes and genotypes characteristics of Red jungle fowls were
relatively homogenous. The heterozigosity values of kampung chickens were
0,447 in Watutela and 0,358 in Ngatabaru. The genetic distance between Red
jungle fowls and kampung chickens in both locations was 0,15. From crop
analysis of the two red jungle fowls, seeds of Lantana camara L and Maclura
amboinensis L, grass and insects were found.
Keywords : phenotype, genotype, kampung chicken, red jungle fowl, Central
Sulawesi

iv

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencamtumkan atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

v

FENOTIPE DAN GENOTIPE
AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus)
DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus)
Di WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH

RIZAL Y. TANTU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak (PTK)

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
vi

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

vii

Judul Tesis

: Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus
gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di
Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah

Nama


: Rizal Y. Tantu

NIM

: D051020061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer
Ketua

Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Depatermen
Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2007

Tanggal Lulus: 7 September 2007

viii

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan sehingga tesis dengan judul
Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam
Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru di Sulawesi
Tengah dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Dr. Ir. Sri Supraptini
Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibunda Prof. Dr. Ir. Wiranda G.
Piliang, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat
diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Program
Studi Ilmu Ternak Kurniawan Sinaga, Gatot Muslim, Firman Harahap, Hamdan,
Urip Rosani, Yuni, Nandari, Asriani, Lamalesi, Kiston Simanuhuruk, Yuniar
Sirait, Amiruddin Dg. Malewa,
Syahrir Akil, dan Moh Rusdin. Dalam
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Nachrowi, M.Sc. Bapak Zakaria, Ibu Ir. Hj. Warda, M.Sc., Suyanti, S.Pt. M.Si,
Dr. Ir. Andi Ete, MS., Bapak H. Dadang Suhendar dan rekan-rekan HIMPAST
(Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah).
Ungkapan Terima kasih juga disampaikan kepada masyarakat Watutela dan
Ngatabaru khususnya bapak Masludin yang selama penelitian membantu penulis
sebagai pemandu dilapangan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Kuraisin Abdulwali
(alm) dan ayahanda Yasin Tantu (alm) atas segala doa dan kasih sayang mereka
sehingga penulis dapat melanjutkan sekolah di IPB. Buat kakanda Ismat Y. Tantu,

Moeh. Roem Y. Tantu, Ramli Y. Tantu (alm), Usman Y. Tantu, Rukyani Y. Tantu,
Maryam Y. Tantu, Fadli Y. Tantu, Isra Y. Tantu dan Adinda Irfan Y. Tantu yang
telah memberikan bantuan moril maupun materil selama masa studi di IPB.
Ungkapan terima kasih secara khusus buat Istri tercinta Nimat Abdul Hamid
Dg. Parebba dan Anakda Muhammad Ziyadatullah, yang telah memberikan motivasi
dan dukungan dengan penuh kesabaran dan keihlasan menanti penyelesaian studi
penulis.
Semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, September 2007
Rizal Y. Tantu

i

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tinombo Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi
Tengah (setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Parigi Moutong) pada tanggal 20
Desember 1967 (18 Ramadhan 1387 H) dari pasangan ayah Yasin Tantu (alm)
dan ibu Kuraisin Abdulwali (alm). Penulis merupakan anak kesebelas dari
duabelas bersaudara.

Tahun 1986 penulis lulus dari SMA Negeri Tinombo Kab. Donggala dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tadulako. Penulis memilih
Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian dan
meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1992. Penulis bekerja sebagai staf
pengajar Universitas Tadulako Jurusan Peternakan sejak tahun 1997 melalui jalur
beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis menikah dengan Nikmat Abd Hamid Dg. Parebba, S.Pd tahun 2002 dan
telah dikaruniai dua anak yaitu Syaskiah Zaima Putri (alm) dan Muhammad
Ziyadatullah.
Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu
Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor beasiswa
DUE LIKE Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.

ii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................

1

Latar Belakang .............................................................................................

1

Tujuan Penelitian ........................................................................................

2

Manfaat penelitian........................................................................................

2

Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................

5

Ayam Hutan dan Ayam Kampung.....................................................................

5

Asal usul Ayam ...........................................................................................

5

Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah ..........................................

5

Sifat Kualitatif..............................................................................................

8

Sifat Kuantitatif ........................................................................................... 13
Analisis Komponen Utama (AKU).............................................................. 14
Konservasi Satwaliar.................................................................................... 15
MATERI DAN METODE PENELITIAN .............................................................. 17
Tempat dan Waktu ............................................................................................ 17
Materi dan Alat Penelitian................................................................................. 18
Metode Penelitian.............................................................................................. 18
Cara Pengumpulan Data.................................................................................... 19
Analisis Data ..................................................................................................... 23
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN........................................................ 27
Letak geografis ................................................................................................... 27
Topografi ............................................................................................................ 27
Keadaan Iklim..................................................................................................... 27
Potensi Peternakan.............................................................................................. 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 29

iii

Karakteristik Fenotipe ............................................................................................. 29

Sifat Kuantitatif ........................................................................................... 29
Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Jantan....
Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Jantan ...........................
Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Betina.....
Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Betina...........................

29
30
32
33

Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Jantan ............ 36
Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Jantan ............................... 36
Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina............ 38
Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Betina ............................... 39
Studi Komparasi Ayam Kampung dan Ayam Hutan......................................... 42
Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam
hutan jantan Watutela................................................................................. 42
Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan
Watutela ...................................................................................................... 43
Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam
hutan betina Watutela.................................................................................. 46
Analisis Komponen Utama Ayam kampung dan ayam hutan betina
Watutela ...................................................................................................... 47
Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan
ayam hutan jantan Ngatabaru...................................................................... 49
Analisis Komponen Utama ayam kampung dan
ayam hutan jantan Ngatabaru...................................................................... 50
Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kapung dan ayam hutan
betina Ngatabaru ......................................................................................... 52
Analisis Komponen Utama ayam kapung dan ayam hutan
betina Ngatabaru ......................................................................................... 53
Karakteristik Genotipe ....................................................................................... 55
Sifat Kualitatif.............................................................................................. 55
Genotipe Ayam Hutan Merah ..................................................................... 56
Genotipe Ayam Kampung ............................................................................. 59
Frekuensi Gen dan Heterozigositas .................................................................... 63

Kesamaan dan Jarak Genetik ........................................................................ 66
Aktivitas Masyarakat ..................................................................................... 67

KONSERVASI .................................................................................................. 71

iv

Ayam Hutan .................................................................................................. 71
Ayam kampung ............................................................................................. 74
Habitat Ayam Hutan ..................................................................................... 75
Habitat Ayam Kampung ............................................................................... 77
Sumberdaya Manusia .................................................................................... 77
SIMPULAN ....................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................. 83

v

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ....................... 9
2. Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh Ayam Hutan
Merah Jawa (Gallus gallus Javanicus), ayam hutan merah Sumatera
(Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) ....................... 13
3. Populasi beberapa jenis ternak yang dipelihara/digembalakan
di sekitar/dalam kawasan TAHURA............................................................ 28
4. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian .......... 29
5. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ............. 30
6. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing
ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ..................... 31
7. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ....... 33
8. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ............. 34
9. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing
ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian...................... 35
10. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian ............. 36
11. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam kampung jantan di lokasi penelitian .................. 37
12. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing
ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian........................... 37
13. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian .............. 39
14. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam kampung betina di lokasi penelitian.................... 40
15. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing
ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian .......................... 40
16. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran- ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan
merah jantan Watutela.................................................................................. 42
17. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung jantan
di Watutela ................................................................................................... 43

vi

18. Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran
tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di lokasi Watutela...44
19. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah
betina Watutela...........................................................................................

46

20 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah betina
di Watutela.................................................................................................... 47
21. Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran
tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina
di lokasi Watutela........................................................................................ 47
22. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah
jantan di Ngatabaru ..................................................................................... 49
23. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah
jantan di Ngatabaru ...................................................................................... 50
24. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing
ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan
di lokasi Ngatabaru ..................................................................................... 51
25. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah
betina di Ngatabaru ..................................................................................... 53
26. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT)
dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung betina
di Ngatabaru ................................................................................................. 53
27. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing
ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina
di lokasi Ngatabaru...................................................................................... 54
28. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi
penelitian ..................................................................................................... 56
29. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian....... 60
30 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat
kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian ........................................ 64
31 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat
kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian ............................................. 65
32 Kesamaan (I) dan jarak genetik (D) ayam hutan merah
dan ayam kampung antar lokasi penelitian .............................................. 66
33 Karakteristik responden di Lokasi Penelitian .............................................. 68
34 Jenis pakan yang dimakan ayam hutan merah di lokasi penelitian.............. 76

vii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan
ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya...................

4

2. Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam
hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982) ............................... 7
3. Peta lokasi penelitian ............................................................................. 17
4. Kerangka tubuh ayam (Jull 1951) ......................................................... 21
5. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan
di lokasi penelitian ................................................................................. 32
6. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina
di lokasi penelitian ................................................................................. 35
7. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung jantan
di lokasi penelitian ................................................................................ 38
8. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina
di lokasi penelitian ................................................................................ 41
9. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung
dan ayam hutan jantan di lokasi Watutela ............................................. 45
10. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung
dan ayam hutan betina Watutela .......................................................... 48
11. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung
dan ayam hutan merah jantan Ngatabaru .............................................. 52
12. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung
dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru ......................................... 55
13. Warna bulu ayam hutan merah jantan dan betina ............................... 57
14. Kerlip bulu ayam hutan merah betina (B) dan jantan (A) ................... 58
15. Bentuk jengger ayam hutan merah jantan (a) dan betina (b) ................. 59
16. Variasi warna bulu pada ayam kampung jantan dan betina .................. 62
17. Variasi bentuk jengger ayam kampung jantan ..................................... 63
18. Dendogram jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung
di lokasi penelitian ................................................................................. 66
19. Bantara alat penangkap ayam hutan merah........................................... 69
20. Aktivitas masyarakat berburu satwa liar ................................................ 71
21. Strategi konservasi sumberdaya genetik ayam hutan merah.................. 73
22. Tembolok ayam hutan merah jantan (a) dan isi tembolok (b) ................ 76

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Uji t ayam hutan merah jantan Watutela VS Ngata Baru .................. 83
2. Uji t ayam hutan merah betina Watutela VS Ngata Baru .................. 86
3. Uji t ayam kampung jantan Watutela VS Ngata Baru ...................... 89
4. Uji t ayam kampung betina Watutela VS Ngata Baru ....................... 92
5. Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela ............... 95
6. Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela ............... 98
7. Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Watutela ............... 101
8. Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Ngatabaru ............. 104
9. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah jantan di
Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 107
10. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah betina di
Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 108
11. Analisis Komponen Utama ayam kampung jantan di
Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 109
12. Analisis Komponen Utama ayam kampung betina di
Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 110

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Letak geografis suatu pulau dapat menentukan jumlah jenis penghuninya.
Kepulauan Indonesia terletak diantara dua wilayah geografis utama, yaitu wilayah
Oriental dan Australia. Pulau Sulawesi tidak memiliki hubungan daratan terhadap
Benua Asia dan Benua Australia, sehingga wilayah ini memiliki jenis-jenis flora
dan fauna yang khas dan unik.
Menurut Alikodra (1990) satwa liar

mempunyai peranan penting bagi

kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan
kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi. Ayam hutan merah merupakan
salah satu satwa liar yang ada di Sulawesi.
Ayam hutan (jungle fowl) yang merupakan nenek moyang dari ayam
domestik, mempunyai bentuk dan warna bulu yang indah, sehingga selain
merupakan sumber genetik, juga memiliki nilai ornamental yang tinggi.
Didunia ini terdapat empat jenis ayam hutan, yaitu: ayam hutan abu-abu
(Gallus sonneratii Temminck), ayam hutan jingga (Gallus lafayetii Lesson), ayam
hutan merah (Gallus gallus Linnaeus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius
Shaw&Nodder). Keempat jenis ayam hutan tersebut diklasifikasikan kedalam
genus Gallus, famili Phasianidae dan Ordo Galliformes (Delacour 1977).
Di Indonesia terdapat dua spesies ayam hutan yaitu ayam hutan merah
(Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Salah satu spesies ayam
hutan yang ada di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah ayam hutan
merah (Gallus gallus gallus).
Ayam hutan merah di Watutela dan Ngatabaru khususnya ayam hutan
jantan banyak diburu orang untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan.

Hal ini

menunjukkan suatu realita bahwa ayam hutan merah menjadi salah satu sumber
pendapatan masyarakat di sekitar Watutela dan Ngatabaru. Disisi lain, perburuan
tersebut juga berpotensi besar sebagai ancaman bagi kelestarian ayam hutan
merah.
Pelestarian ayam hutan merah di Indonesia khususnya di Sulawesi Tengah
sampai saat ini dalam perkembangannya relatif lambat dan bersifat tradisional.

2
Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, serta perhatian masyarakat
terhadap jenis unggas tersebut. Informasi dan penelitian mengenai ayam hutan ini
masih sangat terbatas, khususnya karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan
merah di Sulawesi Tengah. Informasi yang didapat sangat dibutuhkan karena
ayam hutan merupakan sumber genetik unggas di Sulawesi. Menurut Mansjoer
(1985) ayam hutan yang ada di Indonesia sekarang ini masih merupakan ayam
liar yang belum dilindungi oleh peraturan untuk menjaga kelestariannya.
Selain ayam hutan, ayam kampung merupakan salah satu sumber daya lokal
yang potensial dalam menunjang pendapatan masyarakat lokal. Ayam kampung
mempunyai variasi fenotipe yang cukup besar didaerah yang berbeda di
Indonesia. Ayam di Jawa Barat sebagian besar berkaki panjang, sedangkan ayam
dari Bali lebih mirip ayam Bantam dan seringkali berjambul, sehingga ayam
kampung belum dapat dimasukkan dalam suatu ras tertentu (Kingston 1979).
Berdasarkan

pemikiran

diatas,

maka

dilakukan

penelitian

untuk

mendapatkan informasi fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus
gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus

domesticus) di Watutela dan

Ngatabaru Sulawesi Tengah.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari

karakteristik

sifat-sifat kuantitatif berupa bobot badan dan

ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan
Ngatabaru
2. Mendapatkan karakteristik genotipe melalui sifat-sifat kualitatif eksternal
ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru.
Manfaat Penelitian
1. Melengkapi data yang sudah ada, serta dapat menunjang upaya pelestarian
ayam hutan merah secara in-situ.
2. Menunjang upaya budidaya ayam hutan merah secara ex-situ.

3
Kerangka Pikir Penelitian
Populasi satwa liar akan berubah mengikuti perubahan
lingkungan.

atau dinamika

Perubahan kualitas hutan yang terjadi karena berbagai aktivitas

manusia, akan berpengaruh negatif terhadap satwa liar yang secara alami
mempunyai habitat di hutan primer.
Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya
gangguan satwa liar, oleh karena itu dalam melakukan analisis terhadap rangkaian
permasalahan gangguan satwa liar, seharusnya dimulai dari unsur manusia yang
mempunyai kekuasaan dan kemampuan

yang sangat besar dalam penurunan

populasi satwaliar khususnya ayam hutan merah di habitatnya.
Selain satwa liar ternak lokal seperti ayam kampung keberadaanya sangat
dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang hidup di sekitar habitatnya. Secara
teoritis berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan
populasi satwa liar dan ayam kampung disajikan pada Gambar 1.
Diduga bahwa populasi ayam hutan dari waktu kewaktu semakin menurun.
Selain itu kemurnian genetik ayam hutan merah juga terancam akibat terjadi
persilangan dengan ayam kampung yang berada disekitar habitatnya. Penurunan
popolasi

terjadi

penebangan liar.

akibat adanya perburuan dan kerusakan habitat akibat
Kecendurungan manusia

dalam melakukan perburuan dan

penebangan liar yang berlebihan disebabkan berbagai faktor, antara lain untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika hal ini berlanjut tanpa kendali maka
dipastikan akan terjadi kepunahan satwa ini oleh karena itu, konsevasi terhadap
satwa ini harus di lakukan.

4

Ayam
Ayam Hutan
Merah Sulawesi
(Gallus gallus
gallus)

Kondisi :
- Perburuan
- Seleksi negatif

Identifikasi
Sifat-sifat Kuantitatif

-

Ayam Kampung
(Gallus gallus
domesticus)

Studi komparatif:
Performa kualitatif
dan kuantitatif
Genetik ayam

Identifikasi
Sifat-sifat Kualitatif

Sistem
pemeliharaan
tradisional

Aspek Sosial
Ekonomi

Analisis
komparatif

Simpulan
Penelitian

Rekomendasi

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan ayam kampung
di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Hutan dan Ayam Kampung
Asal usul ayam
Ayam yang ada sekarang ini berasal dari empat jenis ayam liar yaitu
ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam Srilangka (Gallus lafayetti), ayam hutan
abu-abu atau ayam Sonnerati (Gallus sonnerattii) dan ayam hutan Jawa (Gallus
varius), meskipun kemungkinan bahwa diantara jenis ayam liar itu, Gallus gallus
adalah nenek moyang ayam yang utama (Williamson dan Payne 1993).
Nenek moyang ayam-ayam

piara yang sekarang tersebar diberbagai

wilayah di dunia, berasal dari daerah India, Burma, Srilangka, Semenanjung
Malaka, Filipina, Sumatera dan Jawa. Ada empat spesies ayam liar yang semua
digolongkan dalam genus Gallus. Keempat ayam liar tersebut dikenal dengan
sebutan ayam hutan; ayam hutan merah (Gallus gallus Linneaus), ayam hutan
Ceylon (Gallus lafayetii Lesson),

ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii

Temnick), dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw).
Ayam hutan merah yang disebut juga
ferrugineus terdapat di daerah

Gallus bankiva atau Gallus

India bagian Timur, Burma, Muangthai,

Semenanjung Malaka dan Sumatera; ayam hutan Ceylon terdapat di Srilangka;
ayam hutan abu-abu terdapat di India bagian Barat dan Timur; ayam hutan hijau
yang dikenal juga dengan nama ayam hutan Jawa (Gallus furcatus atau Gallus
javanicus) terdapat di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya.
perkawinan campuran antara keempat spesies

Selanjutnya terjadi

ayam-ayam hutan tersebut,

kemudian para penemu dan pemelihara ayam–ayam liar mengembangbiakan dan
menjinakkan sehingga menjadi ayam-ayam piara. Di Indonesia ada dua macam
ayam hutan yaitu ayam hutan hijau dan ayam hutan merah. Ayam hutan merah
merupakan salah satu ayam hutan yang menjadi nenek moyang ayam kampung
yang banyak di temukan diseluruh Indonesia (Mansjoer 1985).
Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah
Klasifikasi ayam hutan merah menurut Gautier (2002)

adalah sebagai

berikut: Kerajaan Animalia, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Aves,

6
Ordo Galliformes, Famili Phasianidae, Genus Gallus dan Spesies Gallus gallus
gallus.
Ciri-ciri umum ordo Galliformes paruh pendek, kaki umumnya beradaptasi
untuk mencakar, mengais dan berlari. Hewan muda yang baru menetas berbulu
halus dan cepat dewasa (cepat dapat berjalan dan makan sendiri), merupakan
hewan buru daratan, beberapa spesies hidup didaratan,
bersarang di darat, makanan

terutama

berkelompok-kelompok,

tanam-tanaman

dan

biji-bijian

,

(Murad 1977). Grzimek s (1972) menambahkan ayam hutan terdiri dari empat
spesies diantaranya Gallus gallus (Red jungle fowl; ayam hutan merah) atau di
Indonesia disebut ayam hutan merah Melayu, Gallus varius (Green jungle fowl;
ayam hutan hijau), Gallus sonnerattii (Sonnerat’s jungle fowl; ayam hutan
india/ayam hutan abu-abu), Gallus lafayettii (Lafayette,s jungle fowl; ayam hutan
Ceylon/ayam hutan jingga Ceylon). Peta penyebaran tiga sub spesies ayam hutan
dapat dilihat pada Gambar 2.
Mansjoer (1985) menyatakan dari keempat spesies di atas, ayam hutan
merah dan ayam hutan hijau merupakan jenis ayam hutan yang hidup di
Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ayam hutan merah Sumatera (Gallus
gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) atau gallus
gallus bankiva merupakan nenek moyang ayam kampung (Gallus gallus var.
domesticus) yang terdapat di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan melihat
jarak genetik antara ayam kampung dengan ayam hutan merah lebih dekat
dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius) (Mansjoer 1990, Fumihito
et al. 1994).
Tingkah laku
Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ayam hutan merah di Sumatera,
Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Sulawesi musim kawin sepanjang tahun
kecuali pada bulan basah (musim hujan), sedangkan di daerah Jawa Timur, Bali,
Lombok dan Sumbawa musim kawin terbatas hanya pada musim kering.

7

Gambar 2 Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam hutan
hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982).
Menurut Soeratmo (1979) ayam hutan tidak toleran terhadap sesama
kelompok lainnya dan sering terjadi perkelahian diantara mereka. Sifat ayam
hutan sangat liar, penakut dan susah dijinakkan, terutama ayam betinanya. Ayam
hutan jantan bersifat poligami yaitu mempunyai pasangan betina yang banyak.
Ayam hutan merah hidup berkelompok membentuk suatu kumpulan yang paling
besar diantara kerabatnya. Pejantan yang kuat dapat menguasai tiga sampai lima
ekor betina. Pejantan muda hidup menyendiri atau membentuk kelompok sendiri
sampai tiga ekor.
Scott (1972) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku
ayam hutan disebut rangsangan, stimulasi atau agants. Rangsangan dalam tubuh
berupa perasaan lapar, sifat bermusuhan dan nafsu untuk kawin yang dipengaruhi
oleh sistem syaraf dan reaksi hormonal dalam tubuh. Rangsangan dari luar tubuh
berupa suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia. Aktivitas yang
ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan respon (Soeratmo 1979).
Grzimek,s (1972) menyatakan inisiatif ayam hutan untuk bergerak,
beristirahat maupun tidur biasanya dimulai dari ayam hutan betina. Ayam hutan

8
jantan hanya mengawasi anggota/kelompoknya dari ancaman dan bahaya. Salah
satu sifat ayam hutan yaitu pandai terbang meskipun dalam jarak pendek, tetapi
lebih suka hidup di tanah untuk mencari makan sehingga terkenal dengan hewan
terestrial (Burton 1975).
Ayam hutan merah pemakan tumbuhan dan insekta seperti jagung, kacang
kedelai, cacing, rumput, dan bermacam butiran yang ditemukan disekitarnya.
Ayam hutan merah tidak dapat mendeteksi rasa manis, tetapi dapat mendeteksi
rasa asin, walaupun tidak disukainya (Damerow

1995 ;

Limburg 1975 ;

Ponnampalam 2000).
North (1978) menyatakan genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku ayam. Perilaku sosial yang berlaku dalam kelompok ayam dapat saja
berbeda. Pembentukan tingkat sosial tidak dapat dicegah, terjadi secara lambat
atau cepat bergantung pada keadaan kelompok, sifat individu dan luas tempat
kelompok. Menurut Hafez (1969) ayam yang ditempatkan dalam kandang yang
luas tetapi padat, masing-masing individu jantan dan betina kurang dapat
mengenal satu sama lain, dengan demikian akan sukar dan lama terbentuk tingkat
sosial. Craig (1981) menyatakan sifat relatif perbedaan besar badan, umur lebih
tua dan jenis kelamin merupakan faktor penentu tingkat sosial di dalam kelompok.
Hubungan sosial dalam suatu kelompok berubah bila diadakan perubahan
susunan individu dalam kelompok. Hubungan sosial yang stabil terbentuk bila
dominasi kelompok sudah tercapai.
Sifat Kualitatif
Sifat yang dapat dibedakan atau dikelompokkan, seperti warna bulu, warna
shank dan bentuk jengger pada ayam disebut sebagai sifat kualitatif. Ekspresi
sifat kualitatif ditentukan oleh satu gen tunggal
Perbedaan sifat ini

sampai dua pasang gen.

hampir seluruhnya ditentukan oleh perbedaan genetik,

sedangkan perbedaan lingkungan memberikan pengaruh yang kecil bahkan tidak
ada, sehingga variasi sifat kualitatif juga merupakan variasi genetik (Warwick at
al. 1995). Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan,
karena sifat-sifat ini dapat dijadikan
dijadikan ciri dari breed tertentu.

merek dagang tertentu atau dapat juga

Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau

9
beberapa pasang gen (Warwick at al. 1995 ; Noor 1996). Menurut (Noor 1996)
bahwa sifat-sifat kualitatif, seperti warna, pola warna, sifat bertanduk, atau tidak
bertanduk sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya.
Tabel 1 menjelaskan lokus dan tipe gen yang mengendalikan karakteristik
sifat kualitatif pada ayam.
Tabel 1 Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian
Ekspresi

Lokus

Genotipe

Fenotipe

Warna bulu

I-i

I-

Putih

ii

Berwarna

Ee+ee

Hitam
Liar
Pola kolumbian

ZSZZs Zs
ZS W
Zs W

Jantan Perak
Jantan Emas
Betina Perak
Betina Emas

ZB ZZb Zb
ZBW
ZbW

Jantan lurik
Jantan polos
Betina lurik
Betina polos

(terkait kelamin)

ZId ZZid Zid
ZId W
Zid W

Jantan Kuning/putih
Jantan Hitam/abu-abu
Betina Kuning/putih
Betina Hitam/abu-abu

P-p

Ppp

Kapri
Tunggal

+

Pola bulu

Kerlip bulu

Corak bulu

Warna shank

E-e -e

S-s
(terkait kelamin)

B-b
(terkait kelamin)
Id-id

Bentuk Jengger
Sumber : Nishida (1982)

Hutt (1949), Jull (1951), Lasley (1978) dan Buntaran (1984) menyatakan
bahwa ayam yang sekarang

banyak dipelihara orang mempunyai 78 buah

kromosom yang terdiri atas 38 pasang kromosom autosom dan sepasang
kromosom kelamin (jantan ZZ dan betina ZW). Ciri-ciri kegenetikaan luar
dapat dijadikan patokan untuk menentukan suatu bangsa ayam. Ciri-ciri ini
ditentukan oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosom maupun
kromosom kelamin. Beberapa sifat kualitatif penting yang merupakan ciri-ciri

10
khas

yang dipakai sebagai patokan untuk penentuan suatu bangsa ayam

diantaranya adalah warna bulu, warna kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk
jengger yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Selanjutnya kemurnian suatu
bangsa ayam dapat ditentukan dari keseragaman dalam ciri-ciri kegenetikaan luar
tersebut.
Ayam mempunyai warna bulu, warna shank

dan bentuk jengger yang

bervariasi. Warna bulu ada yang hitam (E-), pola warna bulu tipe liar (e+), pola
warna bulu kolumbian (ee), bulu putih (I- atau cc) serta corak bulu lurik (B-).
Warna shank ada yang putih/kuning (Id), hitam (id) atau kehijauan. Begitu juga
pada bentuk jengger ada yang tunggal (rrpp), ros (R-pp) atau bentuk kapri (rrP-)
(Mansjoer et al. 1989).
Ayam Kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri
khas, dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Sifat-sifat
kualitatif seperti warna bulu sangat bervariasi, ada yang berwarna hitam (EE, Ee+,
Ee), warna bulu tipe liar (e+e+, e+e), tipe columbian (ee), bulu putih (I-cc) serta
warna lurik (B-, Bb) masih bercampur baur. Demikian pula warna kulit ada yang
putih/kuning (Id), hitam/abu-abu atau kehijauan (idid). Bentuk jengger ada yang
tunggal (pprr), ros (ppR-), walnut (P-R-) atau bentuk kacang polong/Pea (P-rr).
Mansjoer et al. (1989) mengemukakan bahwa pada ayam Kampung yang
dipelihara di pedesaan, frekuensi gen warna bulu hitam sebesar 0,20, warna bulu
tipe liar 0,43, tipe columbian 0,35, warna kulit putih/kuning sebesar 0,34 dan
bentuk jengger tunggal sebesar 0,37.
Warna Bulu
Warna bulu dipengaruhi oleh adanya pigmen melanoblast yang dibentuk
saat awal embrio sekitar 8 jam inkubasi (Jull 1951). Pada ayam terdapat warna
dan pola warna bulu. Keragaman warna bulu pada banyak situasi bergantung pada
letak bulu di tubuh ayam. Pola warna bulu adalah hasil interaksi genetik serta
adanya pengaruh dari hormon kelamin jantan dan betina (North dan Bell 1990).
Karakteristik pola bulu terkait jenis kelamin, yaitu pola bulu lurik (B-) dan
pola bulu keperakan (S-). Gen pola bulu lurik (B-) bersifat dominan tidak lengkap
dan penampilannya bervariasi yang disebabkan oleh faktor jenis kelamin dan
pertumbuhan bulu. Pada betina gen terkaitnya bersifat homozigot, sedangkan

11
pada jantan bisa bersifat homozigot atau heterozigot. Gen pola bulu keperakan
(S-) dan pola bulu keemasan (ss) merupakan gen terkait kelamin. Hal ini
ditemukan oleh Hutt (1949) melalui persilangan berulang antar ayam Brown
Leghorn dan Columbian Wyandott. Lebih lanjut dijelaskan bahwa genotip hitam
dan putih dapat mempengaruhi alel S dan s yang hanya dapat dibedakan melalui
uji perkawinan.
Hutt (1949) menyatakan bahwa ayam yang berbulu hitam polos selain
memiliki warna hitam (E) juga mempunyai gen warna (C)

yang mengatur

penampilan warna bulu. Warna bulu keemasan (ss) bersifat resesif terhadap
warna hitam dan warna perak (S-). Warna bulu putih yang terdapat pada Leghorn
bersifat dominan terhadap bulu berwarna, warna putih tersebut disebabkan oleh
adanya gen penghambat (I) terhadap pigmen hitam. Warna buluh putih pada
unggas ada juga yang disebabkan oleh tidak adanya pigmentasi pada bulu dan
memang tidak memiliki gen warna (C). Ayam tersebut adalah ayam Albino dan
sifat gen buluh putih ini bersifat resesif terhadap gen bulu berwarna. Gen warna
bulu keemasan (ss) dan perak (S-) terpaut pada kromosom kelamin, demikian pula
pola bulu lurik.
Ayam hutan merah jantan warna dominan yang tampak adalah bulu tubuh
coklat kemerahan, bulu kepala jingga kecoklatan, bulu leher merah, bulu
punggung merah kekuningan, bulu dada hitam kemerahan, bulu sayap hitam dan
merah, bulu ekor hitam mengkilap, sedangkan ayam hutan merah betina
mempunyai warna dominan pada tubuh yaitu merah kekuningan dan lurik coklat,
bulu kepala kuning kecoklatan, bulu leher coklat, bulu punggung lurik coklat
hitam, bulu sayap coklat kehitaman, bulu ekor coklat (Rostikawati 1995).
Warna Cakar (Shank)
Menurut Ensminger (1992), beberapa warna cakar berbeda ditemukan
pada ayam dari kombinasi pigmen yang berbeda di lapisan atas dan bawah kulit.
Warna cakar kuning dipengaruhi oleh adanya pigmen karotenoid pada epidermis
dan tidak adanya pigmen melanin. Warna cakar hitam dipengaruhi oleh adanya
pigmen melanin pada epidermis. Bila kedua pigmen tersebut tidak ada maka
cakar berwarna putih.

12
Karakteristik warna cakar kuning atau putih (id) disebabkan oleh
kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit (dermis). Kandungan melanin
dalam lapisan kulit (dermis) dikontrol oleh gen resesif terkait kelamin (id) dalam
keadaan

homozigot atau heterozigot. Warna cakar hitam Id (inhibitor dari

melanin dermis) bersifat dominan tidak lengkap terhadap id. Pada ayam yang
memiliki warna kulit putih dan mengandung gen resesif (idid), warna cakarnya
biru gelap dan pada ayam berwarna kulit kuning memiliki warna cakar hijau tua
atau abu-abu (Somes 1988; Hutt 1949).
Bentuk Jengger
Menurut Hutt (1949) sebagian besar ayam piara sekarang ini memiliki
bentuk jengger tunggal, seperti yang dimiliki ayam hutan merah (Gallus gallus),
ayam hutan abu-abu dan ayam hutan Ceylon. Selama proses domestikasi terjadi
mutasi sehingga ada perubahan-perubahan bentuk jengger diantaranya bentuk ros,
bentuk kapri (pea), bentuk kemiri (Walnut), bentuk V, bentuk dupleks dan bahkan
tidak berjengger sama sekali.
Bentuk jengger pea (kapri) (P) bersifat dominan tidak lengkap terhadap
bentuk jengger tunggal (p). Bentuk jengger kapri (P) pada keadaan homozigot
adalah bilah kecil dengan tiga baris memanjang dari papillae dan seringkali baris
tengah sedikit mencuat keatas. Gen bentuk jengger kapri (P) merupakan gen tidak
terkait kelamin yang bersifat dominan tidak lengkap, pada keadaan heterozigot
terlihat jelas bilah bagian tengah mencuat keatas dengan dua bilah disampingnya
yang lebih pendek dan kecil (Somes 1988; Hutt 1949).
Sifat Kuantitatif
Sifat-sifat produksi dan reproduksi (produktivitas) atau sifat yang dapat

diukur seperti bobot badan, ukuran ukuran tubuh, produksi daging dan telur
disebut sebagai sifat kuantitatif. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak
pasangan gen (poligen) dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Warwick 1995).
Berdasarkan ukuran tubuhnya, diketahui bahwa ayam hutan merah
Sumatera

(Gallus gallus gallus) memiliki ukuran tubuh

yang lebih besar

dibandingkan dengan ayam hutan hijau; tetapi ayam hutan merah jawa memiliki
ukuran tubuh lebih kecil dan berat tubuh yang lebih ringan dibandingkan dengan

13
ayam hutan merah Sumatera maupun ayam hutan hijau (Nishida et al. 1980;
1982).
Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah
Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus
gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) disajikan pada Tabel 2
Tabel 2

Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah
Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus
gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius)

Bobot badan (g)

Gallus gallus
Javanicus
Jantan Betina
(n=5)
(n=1)
718,8
700

Gallus gallus
gallus
Jantan
Betina
(n=6)
(n=2)
863,3
675

Jantan
(n=7)
745

Betina
(n=7)
479

Panjang Paha (mm)

73,48

56,3

83,22

70,9

79,79

66,21

Panjang betis (mm)

108,82

92,2

120

105

109,87

96,77

Panjang cakar (mm)

76,50

61,4

82,43

70,1

81,20

68,06

Linkar cakar (mm)

24

24

33,42

27,5

26,71

22,86

56,92

52

61,18

53,7

60,20

51,91

Panjang Sayap (mm)

190

165

218,5

193

217,1

181,7

Tinggi Jengger (mm)

21,13

31,48

11,04

Panjang bulu ekor (mm)*

249,77

142,96
(n=5)

-

-

21,16
239,15
(n=5)

121,92
(n=5)

Ukuran-ukuran tubuh

Panjang Jari ketiga (mm)

Gallus varius

Sumber: Nishida at al. 1982; Mansjoer 1985 dan Rostikawati 1995*

Keragaman sifat-sifat kualitatif dapat menggambarkan keragaman sifat-sifat
produksinya, seperti halnya dikemukakan Mansjoer (1985) bahwa koefisien
keragaman performans ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional untuk
bobot badan dapat mencapai 21,9–24,8%, produksi telur 26%, bobot telur 17,6%,
dan daya tetas 23,3%. Koefisien keragaman tersebut dapat dijadikan patokan
untuk memperbaiki mutu genetik/seleksi lebih lanjut.
Ukuran-ukuran tubuh (morfometrik tubuh) yang penting untuk diamati dan
dijadikan penentu karakteristik jenis ayam antara lain adalah bobot tubuh, panjang
bagian-bagian kaki, panjang sayap, panjang paruh dan tinggi jengger (Mansjoer et
al. 1989). Lebih lanjut Mansjoer et al. (1996) mengemukakan bahwa untuk ayam
Kampung jantan dewasa, rataan bobot badan sebesar 2,24 kg, panjang tulang
paha/femur 10,93 cm, panjang tulang betis/tibia 16,29 cm, panjang tulang cakar
tarsometatarsus 11,67 cm dan tinggi jengger 3,47 cm dengan koefisien keragaman

14
untuk bobot badan, panjang tulang paha, panjang tulang betis, panjang tulang
cakar dan tinggi jengger berturut-turut sebesar 16,96,

9,61; 9,27, 10,28 dan

48,13%. Ayam Kampung betina dewasa, rataan bobot badan sebesar 1,67 kg
panjang tulang paha/femur 9,12 cm, panjang tulang b