ANALISIS KEUANGAN INKLUSIF DALAM PENCAPAIAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS DI ASEAN

(1)

ANALISIS KEUANGAN INKLUSIF DALAM PENCAPAIAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS DI ASEAN

ANALYSIS OF FINANCIAL INCLUSION IN THE ACHIEVEMENT OF SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS IN ASEAN

Oleh

IAN INDAH WINDA VIANDARI 20130430262

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

ANALYSIS OF FINANCIAL INCLUSION IN THE ACHIEVEMENT OF SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS IN ASEAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

IAN INDAH WINDA VIANDARI 20130430262

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Ian Indah Winda Viandari Nomor Mahasiswa : 20130430262

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS KEUANGAN INKLUSIF DALAM PENCAPAIAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT

GOALS DI ASEAN” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka, apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya saya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 17 Januari 2017


(4)

(HR.Turmudzi)

“Sebaik – baiknya orang diantara kamu adalah orang yang mempelajari Al – Qur’an dan mengajarkanya “.

( HR . Bukhari)

Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkannya mendapat jalan ke syurga

( H.R Muslim)

Harta yang tak pernah habis adalah Ilmu pengetahuan dan ilmu yang tak ternilai adalah pendidikan.

Tanpa ilmu dan pengetahuan, kita seperti dilorong gelap yang dipaksa untuk berjalan.


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

1. Ibu tersayang Purwanti dan Ayah tersayang Totok Sutamto sebagai tanda bakti hormat dan rasa terimakasih dari anakmu, yang tiada terhingga kuucapkan terimakasih atas kasih sayang, dukungan serta doa yang tiada hentinya sehingga karya kecil ini dapat kupersembahkan untuk Ibu dan Ayah tercinta. Semoga ini langkah awal yang bisa membuat Ibu dan Ayah bangga. 2. Kakak dan Adikku tersayang, Novian Cahyaningrum dan Reza Octavia

Kusumaningtyas terimakasih kalian selalu memberi motivasi dan support saat aku mengerjakan karya ini.

3. Muhamad Zul Fahmi terimakasih atas perhatian, kesabaran, semangat dan motivasi sehingga karya ini bisa selesai.

4. Teman terdekatku dan Sahabatku Yogie Yedia P., Luthfi Qadrunnada, Hisbullah Hunafa A., Amin Basnawi, Bayu Setiawati, Sarah Aulia, Anggi Damayanti, Annisa Hidayatus S., Amelia Anggita S.,yang selalu memberikan dukungan, menemani dan berjuang bersama-sama.

5. Almamater tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

6. Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

7. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2013.


(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iiI HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian... 8

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Teori Keuangan Inkusif ... 12

2. Konsep Keuangan Inklusif ... 12

3. Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif ... 14

4. Indikator Keuangan Inklusif ... 18

5. Perhitungan Indeks Keuangan Inklusif ... 19

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuangan Inklusif ... 20


(7)

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 35

C. Hipotesis ... 38

D. Model Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 41

A. Obyek/Subyek Penelitian ... 41

B. Jenis Data ... 41

C. Teknik Pengumpulan Data ... 42

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42

E. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 43

1. Uji Multikolinieritas ... 43

2. Uji Heterokedastisitas ... 44

G. Uji Hipotesis dan Analisa Data ... 45

1. Model Estimasi Data Panel ... 45

2. Pemilihan Model ... 46

3. Uji Statistik ... 50

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 52

A. Profil ASEAN ... 52

1. Asean ... 52

2. Kondisi Geografis ... 52

3. Iklim ... 53

4. Profil Negara ASEAN ... 54

B. Gambaran Umum Variabel ... 57

1. Indeks Keuangan Inklusif ... 57

2. Angka Melek Huruf ... 61

3. Infrastruktur Jalan ... 63

4. GDP Per Kapita ... 64

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Uji Kualitas Data ... 66

1. Uji Multikolinearitas ... 66

2. Uji Heterokedastisitas ... 67


(8)

E. Uji Statistik... 74

1. Uji t-statistik ... 74

2. Uji F-statistik ... 75

3. Koefisien Determinasi ... 76

F. Pembahasan ... 76

1. Tingkat Keuangan Inklusif Antar Negara ... 76

2. PengaruhInklusi Keuangan terhadap Tingkat Kemiskinan dalam Pencapaian SDGs di ASEAN ... 88

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuangan Inklusif dalam Pencapaian SDGs di ASEAN ... 92

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

C. Keterbatasan Penelitian ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Kelompok Sasaran KeuanganInklusif 15 Tabel 2.2 Indikator Perhitungan Indeks Keuangan Inklusi 24 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 42 Tabel 5.1 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Uji Park 67

Tabel 5.2 Uji Chow 69

Tabel 5.3 Uji Hausman 70

Tabel 5.4 Hasil Estimasi Model 71

Tabel 5.5 Hasil EstimasiFixed Effect Model 72

Tabel 5.6 Hasil Uji t-statistik 74

Tabel 5.7 Nilai Dimensi Indeks Keuangan Inklusi di ASEAN Tahun 2008-2015

78

Tabel 5.8 Dimensi Penetrasi Tingkat Negara ASEAN Tahun 2008-2015 80 Tabel 5.9 Dimensi Ketersediaan Jasa Perbankan di ASEAN Tahun

2008-2015

82

Tabel 5.10 Indeks Keuangan Inklusi Berdasarkan Negara di ASEAN Tahun 2008-2015

85

Tabel 5.11 Hasil Estimasi Regresi Sederhana 88


(10)

Tahun 2008-2015 (persen)

Gambar 2.1 Grafik Tiga Dimensi Indeks Keuangan Inklusi 26

Gambar2.2 Kerangka Pemikiran 39

Gambar4.1 Peta Administratif ASEAN 53

Gambar4.2 Jumlah Rekening Deposit di ASEAN (per 1000 orang dewasa) 58 Gambar4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Pelayanan Perbankan di

ASEAN (per 100000 orang dewasa)

60

Gambar 4.4 Perkembangan Jumlah DPK Per GDP dan Kredit Per GDP di ASEAN Tahun 2008-2015

61

Gambar4.5 Perkembangan Angka Melek Huruf di ASEAN Tahun 2008-2015

62

Gambar4.6 Perkembangan Jalan Aspal di ASEAN Tahun 2008-2015 (km) 64 Gambar4.7 Pendapatan Per Kapita ASEAN Tahun 2008-2015 65 Gambar 5.1 Indeks Keuangan Inklusi di ASEAN Tahun 2008-2015 77


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Komposisi Pembentuk Dimensi Penetrasi Perbankan 103 Lampiran 2 Komposisi Pembentuk Dimensi Ketersediaan Jasa

Perbankan

104 Lampiran 3 Komposisi Pembentuk Dimensi Penggunaan Jasa

Perbankan

105 Lampiran 4 Dimensi Penetrasi, Ketersediaan dan Penggunaan Jasa

Perbankan Antar Negara di ASEAN

106

Lampiran 5 Variabel Penelitian 109

Lampiran 6 Uji Fixed 111

Lampiran 7 Uji Chow 112

Lampiran 8 Uji Random 113

Lampiran 9 Uji Hausman 114

Lampiran 10 Uji Common 115

Lampiran 11 Uji Multikolinieritas 116

Lampiran 12 Uji Heteroskedastisitas 117


(12)

(13)

ABSTRACT

This research aims to analyze of financial inclusion as achievement sustainable development goals in ASEAN. Financial inclusion means to promote financial sector especially for easy banking services and financial access for people. The level of financial inclusion each countries in ASEAN will be measured by using the index of financial inclusion. Factors that offecting of financial inclusion that are Adult Literacy Rate, Paved Road and GDP Per capita, that will be analyzed using a panel regression with cross section of 8 countries across ASEAN from 2008-2015. The result shows that the level of financial inclusion in ASEAN is classified as middle, indicated by the value of financial inclusion index 0,4. Literacy Rates significant positive effect on Inclusive Finance in ASEAN. Paved road shows positive effect but not significant and positive effect on GDP per capita and significant impact on inclusive finance in ASEAN.

Keyword : Financial Inlusion, IFI, Literacy rate, Paved Road, GDP Per capita, SDGs, Panel Data.


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

World Commission on Environment and Development (WECD), sejak tahun 1987 memberikan deskripsi dari pembangunan berkelanjutan sebagai berikut:

“Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan

generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang

untuk memenuhi kebutuhan mereka”.

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan perbaikan yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, institusi nasional, pertumbuhan ekonomi, serta semua aspek dalam kehidupan bernegara (Todaro, 2009). Banyak kendala yang dihadapi dalam proses pembangunan, salah satunya adalah kemiskinan. Kemiskinan salah satunya disebabkan oleh terjadinya kesenjangan pendapatan di masyarakat.Negara anggota G20, OECD, the World Bank, IMF, ADB, dan ASEAN telah sepakat bahwa perlu diberi perhatian penuh terhadap kesenjangan pendapatan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan (Nazliana dkk, 2013). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Setiawan (2015) bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sebenarnya merupakan pertumbuhan yang mampu menciptakan pengentasan kemiskinan, memperluas kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.


(15)

2

Cara yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah dengan menerapkan pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru saja mengeluarkan program pembangunan untuk menggantikan program sebelumnya Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015 dengan program pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

(SDGs). Program pembangunan berkelanjutan tersebut akan diberlakukan bagi negara-negara maju dan berkembang untuk 15 tahun kedepan dengan mempunyai 17 tujuan dan 169 target (Suresh et al. 2015).

Pembangunan berkelanjutan sudah lama menjadi topik perbincangan di negara-negara Asia Tenggara dalam mengembangkan perekonomiannya. Munculnya program pembangunan berkelanjutan ini disambut dengan baik oleh ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), karena negara-negara ASEAN akan memanfaatkan kondisi ini untuk memperkuat dan memfokuskan kembali kerangka kerja untuk integrasi regional (ASEAN, 2016).Secara formal, SDGs didiskusikan pertama kali dalam United Nations Conference on Sustainabe Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro bulan Juni 2012, kemudian pada 25-27 September 2015 dokumen SDGs disahkan pada KTT Pembangunan berkelanjutan PBB yang berlangsung di New York. Sejak saat itu SDGs ada untuk menggantikan MDGs sampai tahun 2030 yang upaya terbesarnya adalah untuk mengatasi kemiskinan (Suresh et al. 2015).

Selama 15 tahun yang lalu MDGs sudah menjalankan tugas dan dibuktikan dengan kemajuan dalam beberapa bidang penting, langkah besar


(16)

3

yang paling signifikan yang telah dilakukan MDGs adalah memerangi HIV/AIDS dan berbagai penyakit lainnya. Pengalaman MDGs memberikan pandangan baru untuk memulai perubahan pembangunan yang lebih berkelanjutan guna meningkatkan kehidupan bagi generasi mendatang.

Komitmen yang ingin dicapai SDGs adalah untuk mengakhiri kemiskinan, SDGs berambisius untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang tertinggal dan memastikan bahwa semua orang menikmati perdamaian dan kemakmuran. Adanya 17 tujuan yang ingin dicapai SDGs saling berhubungan oleh karena itu kunci keberhasilan pada satu tujuan akan menangani masalah yang lain (UNDP, 2016).Menurut Sekretaris Jenderal ASEAN (2016), ASEAN mengakui pentingnya menciptakan sinergi antara ASEAN 2025 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam kerangka kerjasama ASEAN-PBB. Bagi ASEAN, pembangunan berkelanjutan adalah tujuan bersama bukan hanya ditingkat multilateral tetapi juga tingkat regional.

Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi ASEAN mencapai angka 4,25 persen, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Faktor pendukung utama pertumbuhan ekonomi di ASEAN didukung oleh tingkat konsumsi yang sangat besar di ASEAN. Tingginya tingkat konsumsi tersebut disebabkan oleh jumlah populasi negara hampir setengah dari penduduk dunia, yaitu sekitar 2,8 miliar penduduk atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk dunia (WorldBank, 2013).


(17)

4

GAMBAR 1.1

Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara di ASEAN tahun 2008-2015 (Persen)

Dampak krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008-2009 menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi di ASEAN pada tahun 2009 hanya mencapai angka 1,45 persen. Meskipun demikian dampak dari krisis dapat segera teratasi dengan adanya pemulihan ekonomi yang cepat dari negara ASEAN khususnya negara-negara berkembang.

Seperti yang dijelaskan dalam ASEAN (2016) pertumbuhan ekonomi yang stabil berada setelah tahun 2010 disebabkan oleh industri di sektor jasa yang belakangan semakin membaik bahkan menjadi tulang punggung perekonomian. Negara ASEAN menunjukkan ketahanan terhadap krisis keuangan global.ASEAN memiliki pasar yang terus berkembang, kurs mata uang yang stabil dan situasi regional yang damai sehingga menjadi daya tarik bagi pebisnis dan investor.

-5 0 5 10 15 20

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Indonesia Singapura Malaysia Brunei


(18)

5

Demirguc-Kunt et al. (2008) menyatakan keberhasilan pembangunan ditandai dengan adanya kestabilan suatu sistem keuangan yang ada di masyarakat serta sistem keuangan tersebut bermanfaat bagi masyarakat secara luas, karena inti dari proses pembangunan itu sendiri adalah sektor keuangan yang efektif dan stabil. Pembangunan sektor keuangan, terutama sektor perbankan, dapat meningkatkan akses dan penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat.Semakin terbukanya akses terhadap jasa keuangan, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan akses tersebut serta meningkatkan pendapatannya melalui penyaluran kredit oleh lembaga keuangan terutama apabila digunakan untuk kegiatan produktif(Ummah, 2015).

Dalam (Booklet Keuangan Inklusif, 2014) menjelaskan akses layanan jasa keuangan merupakan syarat penting bagi keterlibatan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian.Namun industri keuangan yang berkembang pesat saat ini belum tentu memiliki akses ke keuangan yang memadai.Sedangkan institusikeuangan memainkan peran penting melalui fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta pencapaian stabilitas sistem keuangan.Oleh karena itu perlu diadakannya peningkatan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan secara tepat, nyaman, serta informatif.

Keuangan inklusif telah menjadi agenda penting di tingkat internasional maupun nasional.Ditingkat internasional, financial inclusion telah dibahas dalam forum G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN (Booklet Keuangan Inklusif 2014). Strategi keuangan inklusif muncul karena rendahnya akses


(19)

6

keuangan oleh masyarakat yang diakibatkan dari tingkat pendapatan yang rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat akan keuangan dan perbankan, biaya administrasi bank yang dianggap tinggi serta jauhnya jangkauan bank dari pemukiman masyarakat. Tujuan dari strategi keuangan inklusif adalah untuk mengembangkan kegiatan perekonomian masyarakat yang belum mendapatkan akses layanan keuangan, sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan dan mendorong pemerataan pendapatan.

Untuk mewujudkan program keuangan inklusif yang berkelanjutan diperlukan koordinasi antara bank dengan kementerian dan insitusi terkait dalam rangka pengembangan, penetapan prioritas dan pelaksanaan program, serta pelaksanaan pengawasan dan evaluasi program, agar program keuangan inklusif yang akan dilaksanakan bisa berjalan dengan baik dan sinergis. Dengan koordinasi yang baik diharapkan tujuan peningkatan akses masyarakat kepada layanan keuangan dapat tercapai secara maksimal.Pembangunan yang berkelanjutan menjadi syarat yang penting bagi keberhasilan suatu negara, meskipun demikian belum cukup apabila tidak diikuti dengan pembangunan yang inklusif.

Pembangunan yang inklusif diartikan sebagai pertumbuhan yang tidak hanya menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga menjamin akses yang sama terhadap peluang yang diciptakan untuk semua segmen masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin (Ali dan Son, 2007).Keuangan yang semakin inklusif dapat memberikan akses terhadap jasa keuangan yang lebih luas bagi setiap penduduk, terutama bagi kelompok miskin dan marjinal yang


(20)

7

memiliki keterbatasan akses terhadap layanan keuangan.Masyarakat miskin memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi hidupnya menjadi lebih sejahtera dengan mengakses layanan keuangan.Hal ini dapat mendorong pendapatan masyarakat miskin semakin meningkat sehingga kesenjangan pendapatan dapat berkurang.

Sebuah sistem keuangan yang inklusif diinginkan karena berbagai alasan.Pertama, memfasilitasi alokasi sumber daya yang efisien produktif.Kedua, akses untuk tepat jasa keuangan secara signifikan dapat meningkatkan manajemen sehari-hari keuangan.Dan ketiga, sistem keuangan

all-inclusive dapat membantu mengurangi pertumbuhan sumber kredit informal (seperti rentenir) yang sering cenderung eksploitatif.Dengan demikian, sistem keuangan all-inclusive meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan dengan menyediakan jalan untuk praktek penghematan aman dan nyaman dengan memfasilitasi berbagai macam jasa keuangan yang efisien (Sarma, 2010).

Sarma dan Pais (2011) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuangan inklusif suatu negara dapat disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi dan infrastruktur. Beberapa faktor pada keadaan sosial ekonomi antara lain jumlah angka melek huruf, pendapatan per kapita, populasi desa dan pengangguran. Sementara itu yang termasuk dalam kategori infrastruktur dapat berupa jumlah jaringan jalan aspal, jumlah pengguna internet, jumlah pengguna telepon dan lain sebagainya.


(21)

8

Sanjaya (2014) mengatakan inklusi keuangan berdampak pada pengentasan kemiskinan karena masalah utama yang rentan dihadapi oleh masyarakat miskin adalah kebutuhan finansial. Oleh karena itu, keuangan inklusi akan menjadi akses yang disediakan untuk mengangkat permasalahan kemiskinan yang ada dinegara-negara maju maupun berkembang yang ada di ASEAN.

Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk menganalisis keuangan inklusif dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di ASEAN. Negara yang akan diteliti oleh penulis adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Singapura, dan Myanmar. Sedangkan dua negara anggota ASEAN seperti Laos dan Vietnam tidak masuk dalam penelitian dikarenakan kesulitan data untuk peneliti peroleh. Faktor terkait yang akan diteliti dalam mempengaruhi keuangan inklusif adalah faktor sosial ekonomi yang diwakilkan oleh angka melek huruf dan GDP Per kapita, serta faktor infrastruktur yang diwakilkan oleh jalan aspal.

B. Batasan Masalah Penelitian

Agar pembahasan tidak menyimpang dari yang diharapkan maka penelitian membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Data yang digunakan untuk menganalisis keuangan inklusif sebagai pencapaian SDGs yaitu berdasarkan hasil perhitungan dari dimensi penetrasi, ketersediaan dan penggunaan jasa perbankan.


(22)

9

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi redahnya indeks keuangan inklusif sangatlah beragam, dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi pada faktor angka melek huruf, infrastruktur (jalan aspal) dan GDP Per kapita dengan tahun perhitungan 2008-2015.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah tingkat Keuangan Inklusif di ASEAN?

2. Bagaimanakah pengaruh Angka Melek Huruf terhadapKeuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN?

3. Bagaimanakah pengaruh Infrastruktur (Jalan Aspal) terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN?

4. Bagaimanakah pengaruh GDP Per Kapita terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN?

5. Bagaimanakah pengaruh Indeks Inklusi Keuangan terhadap Kemiskinan di ASEAN?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan indeks keuangan inklusif dalam pencapaian SDGs di negara ASEAN. Namun secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu:


(23)

10

1. Mengetahui tingkat Keuangan Inklusif di ASEAN.

2. Mengetahui pengaruh Angka Melek Huruf terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.

3. Mengetahui pengaruh Infrastruktur (Jalan Aspal) terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.

4. Mengetahui pengaruh GDP Per Kapita terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.

5. Mengetahui pengaruh Indeks Inklusi Keuangan terhadap Kemiskinan yang ada di ASEAN.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya konsep atau teori yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan keuangan inklusif dan memberikan gambaran terkait keuangan inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.

2. Manfaat praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tinjauan bagi pihak-pihak terkait dalam merumuskan strategi peningkatan kesejahteraan, pemerataan distribusi pendapatan maupun peluang/kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sebagai implikasi dari keuangan inklusif.


(24)

11

3. Manfaat bagi penulis dengan dilakukannya penelitian ini adalah diharapkan dapat memperoleh kesempatan untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inklusifitas keuangan disuatu negara.


(25)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Keuangan Inkusif

Irving Fisher (1867 – 1947) dalam bukunya The Purchasing Power of Money (1911) mengemukakan teori kuantitas sederhana terkait uang.Menurutnya, dalam meningkatkan output ekonomi suatu bangsa yang terpenting bukan saja jumlah uang (Money Supply) melainkan juga kecepatan beredarnya (Velocity of Circulation).Dari argumen Fisher bisa didapatkan bahwa untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya berdasar pada kecepatan bank sentral dalam mencetak uang (yang tentu saja terbatas), namun juga bisa didapat dari kemampuan sistem keuangan di dalam negara tersebut untuk berputar lebih cepat dalam jumlah yang lebih masif (menyeluruh ke seluruh penduduk).

2. Konsep Keuangan Inklusif

Konsep keuangan inklusif muncul setelah adanya konsep keuangan eksklusif. Keuangan eksklusif diuraikan sebagai sebuah proses yang mencegah kelompok sosial dan individu dari memperoleh akses terhadap sistem keuangan formal (Leyshon dan Thrift, 1995). European Commision (2008) juga mendefinisikan bahwa keuangan eksklusif merupakan sebuah proses dimana orang menghadapi hambatan dalam mengakses atau


(26)

menggunakan jasa keuangan produk di pasar pada umumnya yang sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga mereka tidak dapat menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat ditempat mereka berada dengan mudah.

Sinclair (2001) menjelaskan bahwa keuangan eksklusif berarti ketidakmampuan untuk mengakses layanan keuangan yang diperlukan dalam bentuk yang tepat.Pengecualian dapat terjadi sebagai akibat dari masalah dengan akses, kondisi, harga, pemasaran atau pengecualian diri dalam menanggapi pengalaman negatif atau persepsi.Carbo et al. (2005) telah mendefinisikan keuangan eksklusif secara luas yaitu ketidakmampuan dari beberapa kelompok masyarakat untuk mengakses sistem keuangan.Dari berbagai definisi tersebut peneliti mendefinisikan keuangan inklusif sebagai kebalikan dari keuangan ekslusif.

Menurut (Sarma, 2010) inklusi keuangan sebagai proses yang menjamin kemudahan akses, ketersediaan dan penggunaan sistem keuangan formal untuk semua anggota ekonomi. Inklusi keuangan juga didefinisikan oleh (Rangarajan, 2008) sebagai proses untuk memastikan akses ke keuangan layanan dan kredit tepat waktu dan memadai ke kelompok berpenghasilan rendah agar akses keuangan bias dijangkau oleh kelompok-kelompok rentan. Inklusi keuangan juga dijelaskan sebagai penyediaan akses bagi masyarakat termarginalkan (masyarakat miskin dan tertinggal) untukdapat memiliki dan menggunakan layanan sistem keuangan (Sanjaya, 2014).


(27)

14

World Bank (2010) mengungkapkan terdapat empat jenis layanan jasa keuangan yang dianggap penting bagi kehidupan masyarakat yaitu layanan penyimpanan dana, layanan kredit, layanan sistem pembayaran dan asuransi termasuk di dalamnya dana pensiun. Keempat aspek inilah yang menjadi persyaratan mendasar yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

3. Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif

Keuangan inklusif ini merupakan strategi pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan.Strategi yang berpusat pada masyarakat ini perlu menyasar kelompok yang mengalami hambatan untuk mengakses layanan keuangan.Strategi keuangan inklusif secara eksplisit menyasar kelompok dengan kebutuhan terbesar atau belum dipenuhi atas layanan keuangan yaitu tiga kategori penduduk (orang miskin berpendapatan rendah, orang miskin bekerja/miskin produktif, dan orang hampir miskin) dan tiga lintas kategori (pekerja migran, perempuan, dan penduduk daerah tertinggal).


(28)

Berikut karakteristik kelompok sasaran dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif :

TABEL 2.1

Karakteristik Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif

Kapasitas Keuangan Sasaran Miskin Berpendapatan Rendah Miskin Bekerja/

Miskin Produktif Hampir Miskin

Kemampuan menabung Tidak memiliki kemampuan menabung sama sekali/memiliki kemampuan sangat kecil tanpa akses ke layanan tabungan Memiliki kemampuan menabung sebagian dari pendapatan, tetapi kebanyakan menabung secara informal Memiliki kemampuan menabung dan akses ke bank formal Akses ke kredit Tidak dapat Melunasi Memiliki akses ke kredit informal. Mampu melunasi kredit, tetapi tidak memiliki jaminan yang dapat menerima bank Memiliki akses ke beberapa sumber formal dan informal. Mampu melunasi kredit dan memiliki barang jaminan Kebutuhan asuransi Sangat rentan terhadap guncangan (ekonomi) pribadi dan masyarakat Memiliki beberapa penyangga, tetapi tetap bisa sangat berpengaruh terhadap guncangan Memiliki beragam instrument untuk menghadapi resiko Kebutuhan pengiriman uang Menerima remitansi dari anggota keluarga yan org menjadi pekerja migrant Memerlukan remitansi serta kemungkinan pengiriman uang melalui ponsel Mungkin perlu melakukan pengiriman melalui bank, membayar tagihan, dll Melek

keuangan Tidak ada Sedang

Sedang Identitas

keuangan Tidak ada Terbatas

Terbatas


(29)

16

a. Miskin Berpendapatan Terendah: Kategori ini mencakup mereka yang memiliki aksessangat terbatas atau tanpa akses sama sekali ke semua jenis layanan keuangan. Kategori inimengacu pada golongan sangat miskin yang mungkin menerima bantuan sosial, serta segmenbawah kategori miskin yang menjadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat.

b. Miskin Bekerja: Kategori ini mencakup orang miskin yang berusaha sendiri, termasuk didalamnya petani kecil dan marjinal, nelayan, seniman dan perajin, pedagang kecil, danpengusaha mikro di sektor informal baik di perkotaan dan perdesaan. Kurangnya sumber dayamembatasi kemampuan mereka untuk memperluas produksi atau melakukan perbaikan dalam hal produktivitas dan pendapatan.

c. Bukan Miskin: Kategori ini meliputi semua penduduk yang tidak memenuhi kriteria untukmasuk dalam kelompok masyarakat miskin berpendapatan terendah dan miskin bekerja.

d. Pekerja Migran Domestik dan Internasional: Indonesia merupakan negara penerimaremitansi ketiga terbesar di wilayah Asia-Pasifik. Sekitar 80 persen pekerja migran atau lazim disebut TKI (Tenaga Kerja Indonesia) adalah perempuan dan lebih dari 85 persen bekerja di sector informal. TKI biasanya kurang terlayani oleh sektor keuangan, atau memiliki akses yang terbataske layanan keuangan. Mereka terutama membutuhkan sarana untuk mengirim uang secaraaman, cepat, dan murah dari tempat kerja ke rumah, yang sering kali terletak


(30)

di daerahterpencil dan tertinggal. TKI umumnya berasal dari rumah tangga pertanian yang miskin, yangterletak di daerah perdesaan dengan tingkat pendapatan rendah. Mereka memiliki akses yangterbatas ke produk atau jasa keuangan formal untuk mendukung mereka selama prosestahapan migrasi (yaitu, pra, selama, dan pasca migrasi).

e. Perempuan: Di banyak negara berkembang, kerap terdapat perbedaan besar antara laki-lakidan perempuan dalam hal akses, kebutuhan, dan pilihan mereka terhadap jasa keuangan, sehingga dalam mengembangkan akses terhadap layanan keuangan, adalah penting untukmengenali perbedaan-perbedaan tersebut. Di Indonesia, laki-laki dan perempuan memilikikesempatan yang sama untuk mempunyai rekening tabungan. Namun, motivasi utama laki-lakisaat membuka rekening tabungan bank lebih sering adalah untuk memperoleh kredit,sedangkan perempuan menabung demi keperluan mendatang. Dalam hal kepemilikan asuransi,perempuan lebih sering membeli asuransi pendidikan, sementara laki-laki lebih memilihasuransi jiwa, dan pada taraf tertentu juga memiliki asuransi harta benda.

f. Penduduk daerah terpencil: Sekitar 52 persen penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan dan sekitar 60 persennya tidak memiliki akses ke jasa keuangan formal. Dari sekitar12,49 persen penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, sekitar 64 persen tinggal didaerah perdesaan. Angka-angka ini, ditambah dengan kondisi sebaran geografis dari kepulauanIndonesia, menunjukkan pentingnya


(31)

18

bagi strategi nasional keuangan inklusif untuk member perhatian khusus kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kesenjangan akses ke jasakeuangan untuk kategori ini sebagian dapat diatasi dengan penggunaan teknologi informasi dankomunikasi (misalnya, mobile money untuk memfasilitasi transfer dan transaksi pembayaranantar pulau, serta antar perdesaan dan perkotaan).

4. Indikator Keuangan Inklusif

World Bank (2009) menjelaskan bahwa di dalam dunia yang sempurna akses terhadap jasa keuangan dapat diukur dari jumlah individu, rumah tangga, maupun perusahaan yang menyimpan, menerima kredit, melakukan pembayaran, dan menggunakan produk keuangan lainnya dari berbagai lembaga keuangan baik yang formal maupun yang informal. Indikator yang paling baik untuk mengukur akses jasa keuangan adalah jumlah orang yang menggunakan jasa simpanan dan jumlah orang yang menggunakan jasa pinjaman di lembaga keuangan.Namun, tidak semua negara yang memiliki data tersebut, terutama dari lembaga keuangan mikro dan lembaga keuangan informal.Indikator yang paling tepat digunakan untuk mengukur akses terhadap penggunaan jasa simpanan adalah jumlah rekening deposit per 1000 orang dewasa.

Beberapa penelitian telah membedakan antara konsep akses jasa keuangan dengan penggunaan jasa keuangan. Akses jasa keuangan diukur dengan jumlah kantor perbankan dan jumlah ATM yang tersebar di suatu wilayah,


(32)

sedangkan penggunaan diukur dengan jumlah deposit dan kredit yang disalurkan (World Bank 2009).

5. Perhitungan Indeks Keuangan Inklusif

Perhitungan indeks inklusi keuangan yang dikembangkan oleh Sarma (2012) berdasarkan tiga dimensi, yaitu penetrasi perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan penggunaan jasa perbankan.

a. Dimensi Penetrasi Perbankan

Indikator penetrasi perbankan menjelaskan tentang sejauh mana masyarakat telah memiliki nomor rekening di perbankan.Hal ini dapat menunjukkan financial awareness (kesadaran keuangan) pada masyarakat untuk memanfaatkan produk perbankan.

b. Dimensi Ketersediaan Jasa Keuangan

Indikator ketersediaan jasa keuangan ini menjelaskan tentang sejauh mana industri perbankan mampu menjangkau masyarakat yang ada di sekitar wilayah tersebut. Apabila industri perbankan mampu diakses dengan mudah oleh masyarakat secara luas, maka masyarakat akan mudah untuk mengenal dan memanfaatkan produk perbankan, sehingga jelas hal ini dapat berdampak pada perilaku keuangan personal masyarakat tersebut.Ketersediaan layanan dapatditunjukkan dengan jumlah outlet bank (per 1000 penduduk) dan / atau dengan nomorATM per 1000 orang, atau jumlah karyawan bank per pelanggan.Dalamtidak adanya data pembanding pada jumlah ATM dan jumlah staf bank untuksejumlah besar negara, kita menggunakan jumlah cabang bank per 1000 penduduk untuk mengukur dimensi ketersediaan.


(33)

20

c. Dimensi Penggunaan Jasa Perbankan

Untuk indikator penggunaan jasa perbankan ini menjelaskan tentang sejauh manamasyarakat mampu menggunakanproduk-produk perbankan dalam aktivitasperekonomian.Hal ini dapat menjelaskanperilaku masyarakat dalam mengelolafinansial di dalam kehidupan sehari-hari melalui produk-produk perbankantersebut.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuangan Inklusif

Penelitian Sarma (2008) meneliti bagaimana pembangunan ekonomi dapat mempengaruhi keuangan inklusif disuatu negara dengan menggunakan data di semua tiga dimensi (penetrasi, ketersediaan dan penggunaan) untuk 55negara dan data untuk ketersediaan dan penggunaan dimensi untuk 100 negara. Dari hasil perhitungan korelasi antara indeks keuangan inklusif dengan pembangunan manusia, disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara keuangan inklusif dengan pembangunan manusia. Persamaan umum yang dipergunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

……….(1)

Dan persamaan umum yang digunakan adalah :

Y = a0 + a1X1 + a2X2 + … +anXn + ε ………...……… (2) Dimana X1, X2, Xnadalah variable bebas dan ε adalah error term. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pembangunan manusia dapat mempengaruhi keuangan inklusif.Negara yang memiliki GDP per kapita rendah, ketimpangan pendapatan yang tinggi, tingkat melek huruf dan


(34)

urbanisasi yang rendah menunjukkan rendahnya jaminan dalam mengakses sektor keuangan.Ketersediaan informasi yang dicerminkan oleh panjang jalan, penggunaan telepon dan internet juga memiliki peranan vital dalam meningkatkan keuangan inklusif.Dari peubah perbankan, proporsi non performing assets dan capital asset ratio (CAR) memiliki hubungan negatif dengan keuangan inklusif.Sedangkan kepemilikan asing maupun pemerintah di sektor perbankan, dan suku bunga tidak memiliki keterkaitan dengan keuangan inklusif.

Penelitian yang dilakukan Ummah (2015) mengenai faktor yang mempengaruhi keuangan inklusif di Indonesia tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sarma (2012) yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keuangan inklusif adalah ukuran perekonomian, distribusi pendapatan, yang digambarkan oleh koefisien indeks gini, jumlah pengguna internet dan jumlah pengguna telepon seluler. Sementara rasio panjang jalan dan pengangguran tidak berpengaruh terhadap tingkat keuangan inklusif.

Penelitian ini menggunakan Indeks Keuangan Inklusif (IKI) sebagai variabel dependen.Indeks keuangan inklusif merupakan ukuran untuk tingkat keuangan inklusif. Indeks keuangan inklusif akan dipergunakan untuk mengukur tingkat keuangan inklusif di delapan Negara di ASEAN dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2015. Perhitungan indeks keuangan inklusif dalam penelitian ini mengikuti konsep perhitungan yang telah dilakukan oleh Ummah (2015) dan Sanjaya (2014).


(35)

22

Pengukuran indeks keuangan inklusif mencakup tiga dimensi yaitu dimensi penetrasi perbankan, dimensi ketersediaan jasa perbankan dan dimensi penggunaan jasa perbankan.Indeks keuangan inklusif dapat dihitung apabila masing-masing dimensi telah mempunyai nilai indeks dimensi. Untuk mengetahui indeks dari setiap dimensi (di), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

………..(3)

Dimana:

di = dimensi ke-I (d1 = penetrasi, d2 = ketersediaan,

d3 = penggunaan)

Wi = bobot yang diberikan kepada dimensi ke- , 0 ≤ Wi ≤ 1 Ai = nilai aktual dari peubah i

Mi = nilai maksimum (batas atas) dari peubah i mi = nilai minimum (batas bawah) dari peubah i

Semakin tinggi nilai yang ditunjukkan oleh suatu dimensi maka semakin tinggi pula pencapaian di dalam dimensi tersebut.untuk menghitung indeks setiap dimensi diperlukan bobot. Bobot ditentukan berdasarkan seberapa besar dimensi tersebut dapat mempengaruhi keuangan inklusif. Mengacu kepadapenelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini seluruh dimensi diasumsikan memiliki peran penting dalam menentukan keuangan inklusif, sehingga masing-masing dimensi memiliki bobot 1 (Sarma, 2012).


(36)

Selain memerlukan bobot, perhitungan indeks keuangan inklusif memerlukan batas atas dan bawah dari masing-masing indikator. Batas atas maupun batas bawah harus dijadikan nilai tetap. Batas bawah atau nilai minimum (mi) setiap dimensi dalam penelitian ini adalah 0. Sedangkan untuk menentukan batas atas atau nilai maksimum (Mi) setiap indikator ditentukan oleh sebaran masing-masing setiap indikator.

Sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya, dimensi keuangan inklusif yang diukur terdiri dari tiga dimensi.Dimensi yang pertama adalah dimensi penetrasi perbankan yang menggambarkan banyaknya pengguna jasa perbankan. Indikator yang menggambarkan dimensi ini adalah jumlah rekening deposit. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk dimensi penetrasi perbankan adalah jumlah rekening deposit di bank umum konvensional yang terdapat di negara ASEAN kemudian dibagi dengan jumlah populasi dewasa di masing-masing negara.

Dimensi yang kedua adalah dimensi ketersediaan jasa perbankan yang menggambarkan jangkauan perbankan kepada masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan dimensi ini adalah berupa outlet dari perbankan misalkan jumlah kantor cabang atau ATM yang tersebar di suatu wilayah. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk dimensi ketersediaan jasa perbankan adalah jumlah kantor cabang bank umum konvensional di setiap Negara ASEAN yang kemudian dibagi dengan jumlah populasi dewasa di negara tersebut.


(37)

24

Dimensi yang ketiga adalah kegunaan jasa perbankan yang menggambarkan manfaat jasa perbankan yang diterima masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan dimensi ini dapat berupa jumlah tabungan, kredit, remitansi, asuransi, dan jasa lainnya yang ditawarkan oleh perbankan. Namun, dalam penelitian ini peneliti menggunakan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan bank umum konvensional di setiap Negara ASEAN dibagi dengan PDB negara tersebut. Untuk perhitungan indikator dimensi ketiga setiap negara pada tahun t, yaitu dimensi kegunaan menggunakan rumus:

………(4)

Ketiga dimensi keuangan inklusif beserta indikator yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum dalam tabel berikut :

TABEL 2.2

Indikator Perhitungan Indeks Keuangan Inklusi

Dimensi Indikator Bobot BatasBawah

(mi)

Batas Atas (Mi) Penetrasi

perbankan (d1)

Jumah rekening deposit dibagi jumlah populasi

dewasa

1 0 2.47866

Ketersediaan Jasa Perbankan

(d2)

Jumlah kantor cabang perbankan dibagi

jumlah populasi dewasa

1 0 0.0002329

Kegunan (d3) Proporsi kredit dan


(38)

Persamaan akan menghasilkan nilai 0 ≤ di ≤ 1. Semakin tinggi nilai dimaka semakin tinggi pula perolehan negara pada dimensi i. Apabila terdapat tiga dimensi dari keuangan inklusif yang dihitung, yaitu 1 untuk penetrasi, 2 untuk ketersediaan dan 3 untuk pengunaan, maka perolehan suatu negara dari dimensi tersebut diinterpretasikan dengan titik X = (d1, d2, d3) pada ruang 3-dimensi. Dalam ruang 3-dimensi, titik O = (0,0,0) menunjukkan titik kondisi keuangan inklusif yang buruk, sedangkan titik W = (W1, W2, W3) menunjukkan kondisi keuangan inklusif yang ideal dari setiap dimensi.

Letak titik X, O, dan W merupakan faktor penting dalam mengukur tingkat keuangan inklusif.Semakin besar jarak antara titik O dengan titik X, semakin tinggi pula tingkat keuangan inklusif. Semakin kecil jarak antara titik X dengan titik W, semakin tinggi tingkat keuangan inklusif. Kedua jarak tersebut dinormalisasi dengan jarak antara W dan O agar nilainya antara 0 dan 1. Olehkarena itu, nilai indeks keuangan inklusif akan berada antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks maka sistem keuangan semakin inklusif.

Jarak antara titik O dengan titik X dilambangkan dengan X1, yaitu:


(39)

26

1-X2

X1

X (d1, d2, d3)

(0, 0, w3)

X1

d3 (w1, 0, 0)

dd11

Jarak antara titik X dengan titik W dilambangkan dengan X2, yaitu:

√ ……….(6)

Maka nilai indeks keuangan inklusif adalah rata-rata keduanya, yaitu:

[ ]………(7)

Indeks keuangan inklusif yang digambarkan dalam ruang tiga dimensi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Sumber : Sarma, 2012 (dengan penyesuaian)

GAMBAR 2.1

Grafik Tiga Dimensi Indeks Keuangan Inklusif Ketersediaan(2)

Penggunaan (3) (0, W2, 0)

W (w1, w2, w3)

(0,0)

d2

1-X2 X1

Penetrasi (1)


(40)

Setelah masing-masing indeks dari ketiga dimensi dihitung, indeks keuangan inklusif setiap negara dapat dihitung. Dengan bobot masing-masing dimensi sebesar 1, batas bawah setiap dimensi 0, dan batas setiap indikator yang telahditentukan dari sebaran masing-masing indikator, indeks dari keuangan inklusif dari masing-masing negara dapat dihitung dengan:

IKI = [√

√ (

√ )]………….(8)

Nilai indeks keuangan inklusif berada antara 0 dan 1. Nilai IKI = 1 menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi keuangan inklusif terbaik di antara daerah yang lain. Sedangkan nilai IKI = 0 menunjukkan negara tersebut memiliki keuangan inklusif paling buruk. Tingkat keuangan inklusif semakin baik jika nilai indeks keuangan inklusif mendekati 1.

Dalam penelitian Ummah (2015), nilai indeks inklusi keuangan akan dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Tingkat inklusi keuangan tinggi jika nilai indeks inklusi keuangan 0,6< IIK ≤ 1, tingkat inklusi keuangan sedang jika nilai indeks inklusi keuangan 0,3 ≤ d ≤ 0,6, dan tingkat inklusi keuangan

rendah jika nilai indeks ≤ 0,3.

Variabel independen dari penelitian ini diadopsi dari penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya.Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keuangan inklusif di ASEAN, model penelitian yang digunakan adalah model dari penelitian Sanjaya (2014).Faktor-faktor yang mempengaruhi keuangan inklusif dalam penelitian ini dianalisis dengan


(41)

28

menggunakan regresi panel.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

a. Angka Melek Huruf

Melek huruf (juga disebut dengan melek aksara) adalah kemampuan menulis dan membaca.Lawan kata melek huruf adalah buta huruf atau tuna aksara.Melek huruf juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan, mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara.

Angka Melek Huruf merupakan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin, huruf arab dan huruf lainnya (seperti huruf jawa, kanji, dll), tanpa harus mengerti apa yang dibaca atau ditulisnya. Melek huruf memungkinkan manusia melalukan lompatan kuantum dalam peradaban karena dengan melek huruf masyarakat luas tercerahkan atau paling tidak memiliki daya dalam arti memiliki akses yang luas terhadap sumber informasi bahkan sumber ilmu pengetahuan yang sebelumnya dimiliki oleh segelintir elit.Lompatan itu dimungkinkan karena akses informasi merupakan sumber kekuatan (Suhaimi, 2010).


(42)

Angka melek huruf dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

= Jumlah penduduk 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan

menulis pada tahun ke t.

= Jumlah penduduk 15 tahun keatas pada tahun ke t.

Angka melek huruf berkisar antara 0-100, dimana tingkat melek huruf yang tinggi menunjukkan adanya sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif dan atau program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar penduduk untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan sehari-hari dan melanjutkan pembelajaran.Angka melek huruf merupakan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang melek huruf. Dengan demikian, dapat dikaji seberapa banyak penduduk di suatu wilayah yang memiliki kemampuan dasar untuk memperluas akses informasi, menambah pengetahuan dan ketrampilan, memudahkan komunikasi, serta mempromosikan pemahaman yang lebih baik sehingga penduduk tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup diri, keluarga, maupun negaranya diberbagai bidang kehidupan. Selain itu angka melek huruf dapat digunakan sebagai tolok ukur target perencanaan dan evaluasi program pemberantasan buta huruf, untuk mengevaluasi program pemberantasan kemiskinan, program pembangunan di bidang kesehatan dan program


(43)

30

pembangunan manusia lainnya serta dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis media informasi dan komunikasi yang dapat diakses masyarakat. Melek huruf dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas. Kondisi ini juga akan memudahkan penerimaan informasi dari berbagai sumber salah satunya adalah lembaga keuangan. Informasi yang diterima akan mudah diolah dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan diri. Migap, dkk (2015) juga menegaskan bahwa edukasi keuangan akan meningkatkan keuangan inklusif. Dengan demikian melek huruf akan mendukung program keuangan inklusif yang tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.

b. Infrastruktur Jalan

Infrastruktur merupakan hal mendasar yang dibutuhkan dalam kehidupanekonomi dan sosial.Infrastruktur fisik dan sosial dapat didefinisikan sebagaikebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untukjaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini umumnya merujuk kepada infrstruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur antara lain dapat berupa fasilitas jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal waduk, tanggul, pengelolahan limbah, pelistrikan, telekomunikasi, pelabuhan


(44)

secara fungsional, infrasturuktur selain sebagai fasilitas juga dapat mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, aliran produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat.

Infrastruktur dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan), kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara), kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air), kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat), kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar, dan kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas).

Jalan merupakan infrastruktur fisik yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan.Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam sektor perhubungan terutama untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan potensi daaerah. Kondisi jalan yang baik akan menjadi tolak ukur dari perekonomian dan akan memudahkan distribusi barang dan jasa serta kelancaran investasi. Pada umumnya jalan aspal merupakan salah satu infrastruktur yang mengindikasikan kondisi pembangunan yang baik dalam suatu negara. Selain itu, semakin baik kondisi jalan yang ada pada suatu negara akan memudahkan akses pada lembaga keuangan. Untuk


(45)

32

itu dalam penelitian ini infrastruktur yang digunakan adalah jumlah keseluruhan jaringan aspal yang ada di masing-masing negara.

c. GDP Per kapita

Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada periode tertentu (umumnya satu tahun). Pendapatan per kapita dapat dihitung dengan menggunakan salah satu rumus berikut:

h h h

Ada dua cara untuk menghitung pendapatan per kapita, yaitu berdasarkan harga yang sedang berlaku dan berdasarkan harga tetap (konstan). Jika kita menghitung berdasarkan harga yang berlaku maka hasilnya disebut pendapatan per kapita nominal, sedangkan jika dihitung berdasarkan harga tetap (konstan), hasilnya disebut pendapatan per kapita riil.Pendapatan per kapita nominal adalah pendapatan per kapita yang tidak memperhitungkan tingkat kenaikan harga atau inflasi.Sedangkan pendapatan per kapita riil adalah pendapatan per kapita yang sudah memperhitungkan tingkat kenaikan harga atau inflasi.GDP Per kapita dianggap penting karena semakin besar pendapatan seseorang, semakin besar pula kesempatan mengakses jasa keuangan.

7. Sustainable Development Goals (SDGs)

Sustainable development goals adalah sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan negara-negara


(46)

di dunia. Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015 MDGs

(Millenium Development Goals).Apabila MDGs terdiri dari 8 tujuan (goals), 18 sasaran (target) dan 58 indikator, sedangkan SDGs terdiri dari 17 tujuan (goals) yang terbagi menjadi 169 target dan 300 indikator.

Tujuan pembangunan berkelanjutan Sustainable Development Goals

(SDGs) untuk 2016-2030:

1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dimana-mana.

2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi, dan mempromosika pertanian berkelanjutan.

3. Pastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua segala usia.

4. Menjamin kualitas pendidikan inklusif, adil dan mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua.

5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua.

7. Menjamin akses keenergi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern untuk semua.

8. Mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan ekonomi, kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua.


(47)

34

9. Membangun infrastruktur tangguh, mempromosikan industrialisasi insklusif dan berkelanjutan dan mendorong inovasi.

10. Mengurangi kesenjangan didalam dan antar negara.

11. Membuat kota-kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan.

12. Pastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.

13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.

14. Melestarikan dan berkelanjutan menggunakan samudra, laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan.

15. Melindungi, memulihkan dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem darat, berkelanjutan mengelola hutan, memerangi desertifikasi, dan menghantikan dan membalikkan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

16. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif disemua tingkatan.

17. Memperkuat sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

Menurut UNDP, 2016 Komitmen yang ingin dicapai SDGs adalah untuk mengakhiri kemiskinan, SDGs berambisius untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang tertinggal dan memastikan bahwa semua orang menikmati


(48)

perdamaian dan kemakmuran. Adanya 17 tujuan yang ingin dicapai SDGs saling berhubungan oleh karena itu kunci keberhasilan pada satu tujuan akan menangani masalah yang lain.SDG’s memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Dari hasil pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, penulis menemukan beberapa literatur yang membahas tentang pengukuran keuangan inklusif, diantaranya:

1. Sarma (2012) melakukan penelitian mengenai indeks keuangan inklusif gunamengukur inklusifitas sektor keuangan yang menggunakan data dari 94 negara dengan tahun perhitungan 2004-2010. Metode yang digunakan dalampenelitian dianalisis dengan data panel. Hasil dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa indeks keuangan inklusif dapat digunakan untukmembandingkan tingkat keuangan inklusif di negara yang berbeda dan untukmemantau kemajuan ekonomi sehubungan dengan keuangan inklusif dari waktu ke waktu. Negara yang menerima pendapatan nasional rendah dan menengah ke bawah memiliki indeks keuangan inklusif rendah. Indeks keuangan inklusi menengah atau sedang didominasi oleh negara denganpendapatan nasional menengah ke atas dan negara yang memiliki pendapatan tinggi, sedangkan indeks


(49)

36

keuangan inklusif tinggi didominasi oleh negara yang berpendapatan tinggi pula. Dengan demikian bahwa keuangan inklusif danpendapatan nasional cenderung bergerak kearah yang sama meskipun ada beberapa perbedaan.

2. I Made Sanjaya (2014) melakukan penelitian tentang keuangan inklusifdan pertumbuhan inklusif sebagai strategi pengentasan kemiskinan diIndonesia periode 2007-2010. Metode yang digunakan dalam penelitianini menggunakan konsep fungsi peluang sosial (Social OpportunityFunction) yang hampir sama dengan fungsi kesejahteraan sosial untukmodel pembentukan indeks pertumbuhan inklusif. Sedangkan untukmenganalisis peran keuangan inklusif terhadap pertumbuhan inklusif diIndonesia digunakan model panel data. Dalam penelitian ini IndeksPertumbuhan Inklusif (IPI) digunakan sebagai variabel dependen,sedangkan variabel independennya menggunakan Indeks Keuangan Inklusif (IIK), Indeks Harga Konsumen (IHK), rasio penyaluran kredit mikro dan menengah terhadap PDRB dan Indeks Pembangunan Manusia.

3. Bintan Badriatul Ummah (2013) mengenai analisis keterkaitan inklusi keuangan dengan pembangunan di Asia periode 2004-2011. Regresi tobit adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat faktor pembangunan yang mempengaruhi inklusi keuangan. Sebanyak 8 negara di Asia yang digunakan dalam penelitian. 4 negara kawasan Asia Tenggara, 2 negara Asia Timur dan 2 negara Asia Selatan. Dalam


(50)

penelitian ini indeks inklusi keuangan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independennya menggunakan tingkat pendapatan per kapita, jumlah populasi desa dan pengangguran.

4. Bintan Badriatul Ummah (2015) menganalisis keuangan inklusif dan pemerataan pendapatan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data panel (pooling data). Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Keuangan inklusif sebagai variabel dependen dan variabel independen menggunakan faktor sosial ekonomi (PDRB, pengangguran, melek huruf, rasio gini) serta infrastruktur (rasio jalan, internet dan ponsel). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keuangan inklusif di Indonesia masih tergolong rendah, yang ditunjukkan dengan nilai indeks keuangan inklusif kurang dari 0,3. Hampir seluruh provinsi di Indonesia memiliki tingkat keuangan inklusif rendah, kecuali Jakarta. Dari pendekatan infrastruktur, jumlah pengguna telepon seluler dan internet mempengaruhi positif tingkat keuangan inklusif di Indonesia. Ketimpangan pendapatan dengankeuangan inklusif memiliki hubungan satu arah dimana ketimpangan pendapatan mempengaruhi keuangan inklusif di Indonesia tetapi tidak sebaliknya.

5. Irmawati Setyani (2013) meneliti tentang penerapan model keuangan inklusif pada UMKM berbasis pedesaan di Kabupaten Klaten. Metode yang digunakandalam peneitian ini yaitu analisis deskriptif dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model keuangan inklusif


(51)

38

untuk UMKM Batik di Kabupaten Klaten yaitu masuknya lembaga keuangan dalam segi permodalan yaitu berbentuk kredit bunga rendah dan KUR, yang selanjutnya dilakukan pendampingan dari lembaga keuangan. Sedangkan dari segi pemasaran, diperlukan adanya pendampingan intensif, pengikutsertaan pameran batik serta advertisement.

6. Job Pristine Migap, dkk (2015) melakukan penelitian tentang keuangan inklusif untuk pertumbuhan inklusif menurut perspektif Nigeria. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif. Variabel yang digunakan yaitu Indeks pertumbuhan inklusif dan indikator-indikator keuangan inklusif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa keuangan inklusif diperlukan untuk pertumbuhan inklusif di Nigeria, peningkatan penyebaran mobile banking dan layanan internet oleh lembaga keuangan meningkatkan akses terhadap perbankan dan layanan jasa keuangan lainnya begitu pula dengan partisipasi aktif dari lembaga pendidikan guna meningkatkan literasi keuangan.

C. Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga Angka Melek Huruf mempunyai pengaruh positif terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.

2. Diduga Infrastruktur (Jalan Aspal) mempunyai pengaruh positif terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.


(52)

+ +

+

3. Diduga GDP Per kapita mempunyai pengaruh positif terhadap Keuangan Inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN.

4. Diduga Indeks Inklusi Keuangan mempengaruhi Tingkat Kemiskinan yang ada di ASEAN.

D. Model Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti membuat kerangka pemikiran yang dapat disajikan sebagai landasan dalam penulisan yang mana pada akhirnya dapat diketahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap keuangan inklusif dalam pencapaian SDGs di ASEAN, maka dari itu kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut:

GAMBAR 2.2 KerangkaPemikiran Angka Melek Huruf

Infrastruktur (Jalan Aspal)

Indeks Keuangan Inklusif

GDP Per kapita

SDGs (Kemiskinan)


(53)

40

Dari gambar 2.2, penulis ingin mengkaji apakah Angka Melek Huruf, Infrastruktur (Jalan Aspal) dan GDP Per Kapita memiliki pengaruh terhadap indeks keuangan iklusif. Kemudian penulis ingin mengetahui pengaruh indeks inklusi keuangan terhadap program SDGs yang tujuan utama nya adalah memberantas kemiskinan. Untuk pengujian ini menggunakan analisis data panel.


(54)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek/Subyek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah rekening deposit, jumlah layanan jasa keuangan, proporsi kredit dan tabungan pada perbankan yang beroperasi di ASEAN, khususnya bank-bank umum yang beroperasi di negara Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Singapura, Thailand, Filipina, Myanmar. Pemilihan variabel tersebut dipergunakan untuk mengetahui tingkat keuangan inklusif dalam pencapaian

Sustainable Development Goals (SDGs) di ASEAN. Selain itu, untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keuangan inklusif di ASEAN, peneliti menggunakan variabel seperti Angka Melek Huruf, Infrastruktur (Jalan Aspal) dan GDP Per Kapita yang berada di ASEAN.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dan cross section atau lebih dikenal dengan istilah

pooling data atau datapanel. Data panel ini terdiri dari data delapan negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Myanmar dengan tahun perhitungan mulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari World Bank, International Monetary Fund, ASEAN dan beberapa sumber lain yang terkait dengan penelitian.


(55)

42

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

library research atau studi kepustakaan yaitu peelitian yang bahan atau materinya diambil melalui metode kepustakaan berupa tulisan-tulisan artikel ilmiah, berita, jurnal, majalah, peneitian ilmiah lainnya yang memiliki hubungan dengan topik penelitian yang diteliti.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel dibawah ini :

TABEL 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Simbol Definisi dan Satuan

Indeks Keungan Inklusif

IIK Indeks keuangan inklusif merupakan angka atau ukuran yang mencerminkan inklusifitas pada suatu negara dan diukur melalui dimensi penetrasi, ketersediaan, dan penggunaan jasa perbankan.

Angka Melek Huruf

AMH Proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin, huruf arab dan huruf lainnya (seperti huruf jawa, kanji, dll), tanpa harus mengerti apa yang dibaca atau ditulisnya. Angka Melek Huruf (persen).

Jalan Aspal JA Rasio panjang jalan aspal dengan kondisi baik dan sedang terhadap las wilayah (1/km)

GDP Per Kapita GDP Pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada periode tertentu (umumnya satu tahun). GDP Per Kapita yang digunakan dalam penelitian berdasarkan harga konstan pada tahun 2010.


(56)

43

Variabel Simbol Definisi dan Satuan

Sustainable Development

Goals

SDGs Program pembangunan berkelanjutan yang memiliki 17 tujuan dan 169 target. Target utama yang dicapai adalah memberantas kemiskinan dalam segala bentuk.

Kemiskinan Kemiskinan Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan (persen).

E. Uji Kualitas Instrumen dan Data

Untuk menguji kualitas data dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik.Uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linier dengan pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) meliputi uji Linieritas, Autokorelasi, Heterokedastisitas, Multikolinieritas dan Normalitas.Walaupun demikian, tidak semuauji asumsi klasik harus dilakukan pada setiap model regresi linier dengan pendekatan OLS.

Menurut (Basuki, 2015) pada regresi data panel, tidak semua uji asumsi klasik yang ada pada metode OLS dipakai, hanya multikolinieritas dan heterokedastisitas saja yang diperlukan. Maka dari itu, untuk menguji kualitas data dalam penelitian ini digunakan uji multikolinieritas dan uji heterokedastisitas.

1. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi panel ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.Model yang baik adalah model yang tidak terjadi korelasi antar variabel independennya.


(57)

44

Multikolinearitas muncul jika diantara variabel independen memiliki korelasi yang tinggi dan membuat kita sulit untuk memisahkan efek suatu variabel independen terhadap variabel dependen dari efek variabel lainnya. Hal ini disebabkan perubahan suatu variabel akan menyebabkan perubahan variabel pasangannya karena korelasi yang tinggi.

Cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah sebagai berikut:

a. R2 cukup tinggi (0,7-0,1), tetapi uji-t untuk masing-masing koefisien regresi tidak signifikan.

b. Tingginya R2 merupakan syarat yang cukup(sufficient) akan tetapi bukan syarat yang perlu (necessary) untuk terjadinya multikolinieritas, sebab pada R2 yang rendah <0,5 bisa juga terjadi multikolinieritas. c. Meregresikan variabel independen X dengan variabel-variabel

independen yang lain, kemudian dihitung R2nya dengan uji F. Jika F* > F tabel berarti H0 ditolak, ada multikolinieritas.

Jika F* < F tabel berarti H0 diterima, tidak ada multikolinieritas. d. Jika koefisien korelasi cukup tinggi diatas 0,85 maka diduga ada

multikolinieritas dalam model.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas dalam penelitian menguji apakah pada model regresi terjadi keseimbangan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians


(58)

45

berbeda disebut heterokedastisitas.Model regresi yang baik adalah tidak adanya heterokedastisitas.Pendeteksian ada atau tidaknya heterokedastisidas dengan melakukan uji white baik cross terms maupun nocross terms. Apabila nilai probability Obs*R Squared> dari nilai signifikasi α = 5% maka dapat

disimpulkan model diatas tidak terdapat heterokedastisitas. Apabila nilai probability Obs*R Squared< dari nilai signifikasi α = 5% maka dapat

disimpulkan model diatas terdpat heterokedatisitas.

G. Uji hipotesis dan Analisa Data

Data panel adalah sebuah satuan data yang berisi data sampel individu (negara) pada sebuah periode waktu tertentu. Dengan kata lain, data panel merupakan gabungan antara data deret waktu (time series) dengan data kerat lintang (cross-section).Simbol yang digunakan adalah r untuk periode observasi, sedangkan i, adalah unit cross-section yang diobservsi. Proses pembentukan data panel adalah dengan cara mengkombinasi unit-unit deret waktu dengan kerat lintang sehingga terbentuklah satu kumpulan data. Data panel dapat diolah jika memiliki criteria r > 1 dan n > 1. Jika jumlah periode observasi sama banyaknya untuk tiap-tiap unit cros-section, maka dinamakan

balanced panel. Sebaliknya jika jumlah periode observasi tidak sama untuk tiap-tiap unit cross-section maka disebut unbalanced panel.

1. Model Estimasi Data Panel

Menurut Basuki dan Yuliadi (2014), dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:


(59)

46

a. Common Effect Model

Common effect adalah pendugaan yang menggabungkan (pooled) seluruh data time series dan cross section dan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) untuk menduga parameternya. Metode OLS merupakan salah satu metode populer untuk menduga nilai parameter dalam persamaan regresi linear.

b. Fixed Effect Model

Pendugaan parameter regresi panel dengan Fixed Effect Model

menggunakan teknik penambahan variabel dummy sehingga metode ini seringkali disebut dengan Least Square Dummy Variable model.

c. Random Effect Model

Mengingat ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada MER juga perlu diurai menjadi error untuk komponen waktu dan error gabungan. Untuk Random Effect Model (REM), pendugaan parameternya dilakukan menggunakan Generalized Least Square.

2. Pemilihan Model

Untuk mengolah data panel, pemilihan model yang tepat dapat dilakukan seperti yang dijelaskan dalam (Basuki dan Yuliadi, 2014) yakni:


(60)

47

a. Uji Chow

Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Fixed Effet atau

Random Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah :

H0 : Common Effect Model atau pooled OLS H1 :Fixed Effect Model

Dasar penolakan terhadap hipotesis diatas adalah dengan membandingkan perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F hitung lebih besar (>) dari F tabel maka H0 ditolak yang berarti model yang paling tepat digunakan adalah FixedEffectModel. Begitupun sebaliknya, jika F hitung lebih kecil (<) dari F tabel maka H0 diterima dan model yang digunakan adalah Common EffectModel.

Dimana:

SSE1 : Sum Square Error dari model Common Effect

SSE2 : Sum Square Error dari model Fixed Effect

n : Jumlah perusahaan (cross section) nt : Jumlah cross section x jumlah time series

k : Jumlah variabel independen Sedangkan F tabel didapat dari:


(61)

48

Dimana:

α

: Tingkat signifikasi yang dipakai (alfa) n : Jumlah perusahaan (cross section) nt : Jumlah cross section x jumlah time series

k : Jumlah variabel independen

b. Uji Hausman

Uji ini digunakan untuk memilih model efek acak (random effect model) dengan model efek tetap (fixed effect model). Uji ini bekerja dengan menguji apakah terdapat hubungan antara galat pada model (galat komposit) dengan satu atau lebih variabel penjelas (independen) dalam model.

Pengujian Uji Hausman dilakukan denan hipotesis berikut :

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Statistik Uji Hausman ini mengikuti distribusi statistic Chi Square dengan

degree of freedom sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel independen. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Random Effect.


(62)

49

c. Uji Lagrange Multiplier

Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik daripada metodeCommon Effect (OLS) digunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Adapun nilai statistik LM dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

[

]

Dimana :

n = jumlah individu T = jumlah periode waktu

e = residual metode Common Effect (OLS) Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 :Common Effect Model

H1 :Random Effect Model

Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of freedom sebesar jumlah variabel independen.Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis statistik chi-squares maka kita menolak hipotesis nul, yang artinya estimasi yang tepat untuk model regresi data panel adalah metode

Random Effect dari pada metode Common Effect. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai nilai kritis, maka kita menerima hipotesis nul, yang artinya estimasi yang digunakan dalam regresi data panel adalah metode Common Effect bukan metode Random Effect.


(63)

50

3. Uji Statistik a. Uji-t

Pengujian dilakukan terhadap koefisien regresi populasi, apakah sama dengn nol, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol, yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikn terhadap variabel terikat.

Dalam pengambilan keputusan diperhatikan apabila probabilitas t-statistik lebih kecil dari taraf nyata maka variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.Sebaliknya jikat-statistik lebih besardari taraf nyata maka variabel independen dianggap tidakberpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Uji-f

Uji-F digunakan untuk menguji kofisien regresi secara bersamaan. Uji-F diperuntukkan guna melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan, dengan kata lain digunakan untuk memastikan bahwa model yang dipilih layak atau tidak untuk mengintrepretasikan pengaruh variabel dependen dengan variabel independen.

Uji-F dilakukan dengan menentukan tingkat signifikasi sehingga diperoleh F-tabel, kemudian membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel pada derajat kepercayaan α = 0,05 (5%). Apabila F-hitung lebih besar dari F-tabel maka hipotesis nol ditolak sehingga terdapat pengaruh signifikan secara bersama-sama antara variabel dependen dengan variabel independen.


(64)

51

c. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (Goodness of Fit) dinotasikan dengan R-squares

yang merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi.Nilai Koefisien Determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Bila nilai Koefisien Determinasi sama dengan 0, artinya variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebasnya sama sekali. Sementara bila nilai Koefisien Determinasi sama dengan 1, artinya variasi variabel terikat secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebasnya. Dengan demikian baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R-squares-nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu.


(65)

52

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Profil ASEAN

1. Asean

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebuah organisasi yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand) yang awalnya hanya terdiri dari 5 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand. Yang kemudian saat ini mempunyai 10 negara anggota yaitu Brunei Darussalam yang bergabung pada 7 Januari 1984, kemudian diikuti Vietnam bergabung pada 28 Juli 1995, pada tanggal 23 Juli 1997 masuk Negara Laos dan Myanmar, dan negara terakhir yang bergabung yaitu Kamboja pada 16 Desember 1998. Organisasi ini didirikan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas dan perdamaian, memberikan kesempatan negara-negara anggota untuk membahas perbedaan, serta mengembangkan kebudayaan negara anggotanya.

2. Kondisi Geografis

Kawasan Asia Tenggara memiliki banyak hutan tropis.Secara astronomis, Asia Tenggara terletak antara 280LU – 110LS dan 950BT – 1410 BT.Batas-batas administratif Asia Tenggara adalah sebagai berikut.

a. Sebelah utara berbatasan dengan daratan Cina dan India

b. Sebelah timur berbatasan dengan Samudra Pasifik dan Papua Nugini c. Sebelah selatan berbatasan dengan Benua Australia dan Samudra Hindia


(66)

53

d. Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia, Laut Andaman, dan Teluk Benggala.

Luas negara Asia Tenggara lebih kurang 3.091.116 km2.Di kawasan Asia Tenggara terdapat 10 negara yang tergabung dalam ASEAN. Negara yang paling luas adalah Indonesia, yaitu 4.919.443 km2.Negara yang memiliki wilayah paling sempit adalah Singapura dengan luas wilayah hanya 622 km2. Perbandingan luas wilayah Indonesia dengan Singapura adalah 3.292 : 1.

Peta administrative ASEAN :

GAMBAR 4.1

Peta Administratif ASEAN

3. Iklim

Menurut iklim matahari, sebagian besar wilayah negara-negara Asia Tenggara terletak pada iklim tropis, yaitu terletak antara garis balik (matahari) utara 23½O LU dan garis balik (matahari) selatan 23½O LS.Secara umum, negara-negara Asia Tenggara beriklim monsun dengan ciri-ciri setengah tahun


(1)

UJI RANDOM

Dependent Variable: IIK?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/26/17 Time: 00:15

Sample: 2008 2015 Included observations: 8 Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.875831 0.219909 -8.530032 0.0000

AMH? 0.002844 0.002108 1.349244 0.1823

LOG(JA?) 0.040520 0.012173 3.328826 0.0015

LOG(GDP?) 0.190397 0.017684 10.76645 0.0000

Random Effects (Cross)

_INDONESIA--C -0.114605

_MALAYSIA--C 0.074898

_FILIPINA--C -0.012785

_THAILAND--C 0.003444

_BRUNEI--C -0.043811

_KAMBOJA--C 0.203408

_SINGAPURA--C -0.071391

_MYANMAR--C -0.039159

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.072194 0.8761

Idiosyncratic random 0.027145 0.1239

Weighted Statistics

R-squared 0.662618 Mean dependent var 0.056003

Adjusted R-squared 0.645748 S.D. dependent var 0.052281

S.E. of regression 0.031117 Sum squared resid 0.058096

F-statistic 39.27990 Durbin-Watson stat 0.603867

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.826473 Mean dependent var 0.424985


(2)

UJI HAUSMAN

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 21.844115 3 0.0001

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

AMH? 0.005153 0.002844 0.000001 0.0013

LOG(JA?) 0.009812 0.040520 0.000450 0.1476

LOG(GDP?) 0.342384 0.190397 0.002026 0.0007

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: IIK?

Method: Panel Least Squares Date: 01/26/17 Time: 00:16 Sample: 2008 2015

Included observations: 8 Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.075749 0.356900 -8.617957 0.0000

AMH? 0.005153 0.002227 2.314486 0.0245

LOG(JA?) 0.009812 0.024454 0.401256 0.6898

LOG(GDP?) 0.342384 0.048358 7.080242 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.989045 Mean dependent var 0.424985

Adjusted R-squared 0.986977 S.D. dependent var 0.237872

S.E. of regression 0.027145 Akaike info criterion -4.220087

Sum squared resid 0.039053 Schwarz criterion -3.849029

Log likelihood 146.0428 Hannan-Quinn criter. -4.073909

F-statistic 478.4780 Durbin-Watson stat 1.107349


(3)

UJI COMMON

Dependent Variable: IIK? Method: Pooled Least Squares Date: 01/26/17 Time: 01:23 Sample: 2008 2015

Included observations: 8 Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

AMH? -0.019153 0.001543 -12.40903 0.0000

LOG(JA?) 0.043328 0.007115 6.090130 0.0000

LOG(GDP?) 0.206162 0.010368 19.88419 0.0000

R-squared 0.889410 Mean dependent var 0.424985

Adjusted R-squared 0.885784 S.D. dependent var 0.237872

S.E. of regression 0.080391 Akaike info criterion -2.158095

Sum squared resid 0.394223 Schwarz criterion -2.056897

Log likelihood 72.05903 Hannan-Quinn criter. -2.118228


(4)

UJI MULTIKOLINIERITAS

AMH

JA

GDP

AMH

1

0.2325050194316339 0.4074096894030135

JA

0.2325050194316339

1

-0.3822113415926104


(5)

UJI HETEROSKEDASTISITAS

Dependent Variable: RESID?

Method: Pooled Least Squares Date: 01/26/17 Time: 00:13 Sample: 2008 2015

Included observations: 8 Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 64

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.394366 0.200829 -1.963694 0.0548

AMH? 0.002651 0.001253 2.115831 0.0391

LOG(JA?) -0.009445 0.013760 -0.686370 0.4955

LOG(GDP?) 0.030763 0.027211 1.130549 0.2633

Fixed Effects (Cross)

_INDONESIA--C 0.054574

_MALAYSIA--C -0.011706

_FILIPINA--C 0.022264

_THAILAND--C 0.008289

_BRUNEI--C -0.089314

_KAMBOJA--C 0.079012

_SINGAPURA--C -0.105192

_MYANMAR--C 0.042071

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.338981 Mean dependent var 0.017830

Adjusted R-squared 0.214261 S.D. dependent var 0.017232

S.E. of regression 0.015275 Akaike info criterion -5.370094

Sum squared resid 0.012366 Schwarz criterion -4.999036

Log likelihood 182.8430 Hannan-Quinn criter. -5.223915

F-statistic 2.717928 Durbin-Watson stat 2.142322


(6)

REGRESI SEDERHANA

Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Least Squares

Date: 01/26/17 Time: 08:44 Sample: 1 48

Included observations: 48

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 28.39119 1.209912 23.46550 0.0000

IIK -34.85046 3.010283 -11.57714 0.0000

R-squared 0.744487 Mean dependent var 16.51667

Adjusted R-squared 0.738933 S.D. dependent var 8.701928

S.E. of regression 4.446229 Akaike info criterion 5.862763

Sum squared resid 909.3717 Schwarz criterion 5.940730

Log likelihood -138.7063 Hannan-Quinn criter. 5.892227

F-statistic 134.0301 Durbin-Watson stat 0.354995