Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor)

(1)

PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA

PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA

(Studi Kasus di Kota Bogor)

Tahrir Aulawi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2 0 0 5


(2)

SURAT PERNYATAAN

MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor) adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2005

Tahrir Aulawi NRP F 251 020 221


(3)

ABSTRAK

TAHRIR AULAWI. Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor). Di bimbing oleh H. Musa Hubeis dan Fransiska R Zakaria.

Produk suplemen merupakan produk yang mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi beberapa bahan tersebut sebagai sumber asupan energi yang dapat dikonsumsi saat beraktivitas berat dan atau berolahraga untuk memulihkan stamina.

Trend produk suplemen telah merambah Indonesia yang ditandai beredarnya produk Lipovitan sebelum merek- merek seperti Kratingdaeng, Hemaviton, Extra Joss dan lain- lain. Faktor yang diduga sangat mendukung pertumbuhan bisnis ini adalah kemampuan produsen menciptakan citra produk suplemen sebagai produk minuman kesehatan (health drink), minuman berenergi tinggi (energy drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink) yang dapat meningkatkan dan mempertahankan stamina melalui berbagai media promosi informasi dengan

positioning yang berbeda dari produk sebelumnya sebagai kekuatan preferensi konsumen.

Komponen preferensi yang mempengaruhi konsumsi adalah karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi. Karakteristik produk yang meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga. Karakteristik lingkungan meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas.

Perkembangan produk suplemen ya ng pesat, sangat menarik untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap preferensi produk suplemen dan seberapa jauh semua peubah saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain terhadap preferensi konsumsi produk suplemen yang sudah beredar, khususnya di kota Bogor

Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat kepuasan dan pengetahuan gizi konsumen terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginannya serta mengidentifikasi faktor- faktor kunci yang berpengaruh terhadap preferensi konsumsi produk suplemen. Penelitian dilakukan dengan teknik survei terhadap 150 orang berusia 17 – 45 tahun, dengan alat bantu kuesioner untuk mendapatkan data primer. Data sekunder diperoleh dari Kantor Statistik Kota Bogor, dan Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor yang dianalisa secara deskriptif untuk profil responden, analisis indeks untuk preferensi responden dan analisis regresi untuk faktor- faktor penentu konsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen penstimulasi stamina pertama sekali diminum tertinggi adalah produk Kratingdaeng (76,7%), Extra Joss (18%), M-150 (5,3%) dan sering dikonsumsi adalah produk Extra Joss (68%), Kratingdaeng (12%), M-150 (8%), Fit-Up (6%), Kuku Bima Ener-G! (3,3%) dan Lipovitan (2,7%). Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek produk suplemen penstimulasi stamina mengatakan produk suplemen yang manjur (55,3%), sudah terbiasa/cocok (13,3),


(4)

efeknya cepat terasa (9,3%), kandungannya alami (6,7%) dan alasan terendah hanya tersedia merek tersebut (0,7%).

Tingkat preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina di Kota Bogor tinggi, ditandai dengan tingkat kepuasan responden terhadap produk suplemen, yakni 44,6% puas, 32% sangat puas, agak puas 16,0% dan 5,3% kurang puas, serta 2,0% menyatakan tidak puas. Tingkat kepuasan responden terhadap atribut produk dengan nilai indeks tertinggi (123,0) pada instrumen ukuran kemasan dan terendah (75,0) pada instrumen warna kemasan, atribut harga dengan nilai indeks tertinggi (114,6) pada instrumen harga terjangkau dan terendah (93,2) pada instrumen harga normal dan tingkat kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan dengan nilai indeks tertinggi (116,2) dengan instrumen produk mudah diperoleh dan terendah pada instrumen kesediaan produk kontinyu (111,2), serta atribut promosi dengan nilai indeks tertinggi terdapat pada instrumen peran tokoh (118,2) dan yang terendah pada instrumen potongan harga (91,8).

Terdapat empat faktor yang mendasari pilihan konsumen terhadap produk suplemen penstimulasi stamina, secara berurutan yaitu mutu produk (rasa, aroma, tekstur, warna dan kemasan), tempat pembelian, harga dan kemudahan dalam mendapatkan produk suplemen penstimulasi stamina tersebut. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dimulai dari menerima stimulus, memahami permasalahan, mencari informasi tentang produk, menilai dan memilih, membeli dan evaluasi yang diakhiri dengan perilaku konsumen setelah membeli.

Produsen harus melakukan segmentasi pasar, memperluas jaringan pemasaran dan mencari terobosan baru untuk penguasaan pasar melalui penggalian informasi top of mind, sehingga dapat memenuhi kepuasan konsumen. Sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi produk suplemen, konsumen sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan, mencari informasi yang berhubungan dengan produk, mencari alternatif, memutuskan dan mengevaluasi sesegera mungkin, agar kondisi negatif dapat diminimalisir.


(5)

Hak cipta milik Tahrir Aulawi, tahun 2005

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(6)

Judul Tesis : Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina

(Studi Kasus di Kota Bogor) Nama : Tahrir Aulawi

NRP : F 251 020 221

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.S Prof. Dr. Ir. Hj. Sjafrida Manuwoto, M.Sc


(7)

PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA

PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA

(Studi Kasus di Kota Bogor)

Tahrir Aulawi

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2 0 0 5


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi nikmat rezeki, kesehatan dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada abah Bukhari Ardhi dan mama Hamrah AM atas dorongan moril dan materil, serta kasih sayang yang telah diberikan, terima kasih kepada kakak Afwani Hardis dan suami Masdar, S.Pd, kakak Dewi Harpita, abang Arhadi dan istri Yanti, serta adikku Khairullah, A.Md atas do’a dan dorongan semangat. Terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, M.S, Dipl. Ing, DEA dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc sebagai penguji tesis.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Ibu Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan yang telah banyak memberi saran. 3. Segenap dosen Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor yang

telah memberikan bekal pengetahuan untuk penyusunan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa H, M.Sc, Bapak Ir. Said Umar, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku dosen di Universitas Sumatera Utara yang telah memberi motivasi dan rekomendasi untuk melanjutkan studi ke strata dua.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Saran dan perbaikan dari pembaca dengan senang hati langsung ditujukan ke alamat E- mail: tahrira@yahoo.com

Bogor, Oktober 2005


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Salak Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal 14 Juli 1974 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Bukhari Ardhi dan Hamrah AM. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara, lulus pada tahun 2000. Tahun 2001, penulis mengikuti pendidikan Akta IV, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister di Program Studi Ilmu Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2002 dan menamatkannya pada tahun 2005.

Selama mengikuti program S2, penulis menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Pangan periode 2002-2004 dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Pascasarjana IPB periode 2003-2005, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Asal Sumatera Utara (HIMAPSU-IPB) periode 2003-2005. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Manfaat Pangan Fungsional Bagi Kesehatan pada Tabloid Suara USU 45/IX/April 2005.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujua n Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Produk Suplemen ... 4

Komponen Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ... 8

Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .. 14

Preferensi Konsumen ... 15

Pengambilan Keputusan Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ... 22

Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ... 27

Kerangka Pemikiran ... 31

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

Penentuan Responden ... 34

Bahan Penelitian ... 35

Metode Penelitian ... 35

Analisis Data ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

Kondisi Umum Wilayah Kota Bogor ... 42

Karakteristik Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ... 45

Karakteristik Responden ... 58

Preferensi Konsumen ... 66

Proses Pengambilan Keputusan ... 77

Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ... 88

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 92

Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halama n

1 Produsen dan kapasitas produksi produk suplemen, 2004 ... 6

2 Sebaran industri produk suplemen menurut permodalan, 2004 ... 7

3 Pemanis buatan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya ... 12

4 Perkembangan produksi produk suplemen, 2000-2004 ... 31

5 Kerangka dan ukuran responden berdasarkan lapisan populasi ... 34

6 Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut kelompok usia dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 ... 42

7 Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 ... 43

8 Komposisi dan klaim produk suplemen Lipovitan ... 44

9 Komposisi dan klaim produk suplemen Hemaviton Jreng ... 45

10 Komposisi dan klaim produk suplemen Kratingdaeng ... 47

11 Komposisi dan klaim produk suplemen Extra Joss ... 48

12 Komposisi dan klaim produk suplemen Fit-Up ... 49

13 Komposisi dan klaim produk suplemen Kuku Bima Ener G ! ... 50

14 Sebaran responden berdasarkan usia terhadap produk suplemen ... 58

15 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terhadap produk sup lemen penstimulasi stamina ... 59

16 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ... 60

17 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ... 62

18 Sebaran responden menurut suku terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ... 64

19 Sebaran responden menurut pernikahan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ... 64

20 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 65

21 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan memilih merek produk suplemen penstimulasi stamina ... 66


(12)

22 Sebaran responden berdasarkan tingkat kepuasan setelah

meminum produk suplemen penstimulasi stamina ... 67 23 Sebaran nilai indeks terhadap atribut produk suplemen

penstimulasi stamina ... 68 24 Sebaran nilai indeks terhadap atribut harga produk suplemen

penstimulasi stamina ... 70 25 Tingkat kepuasan responden berdasarkan atribut promosi

produk suplemen penstimulasi stamina ... 72 26 Kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan

produk suplemen penstimulasi stamina ... 75 27 Sebaran responden berdasarkan tempat dan yang membeli

produk suplemen penstimulasi stamina ... 76 28 Sebaran responden berdasarkan sumber informasi utama ... 78 29 Sebaran responden berdasarkan cara mencari informasi produk

suplemen penstimulasi stamina ... 79 30 Sebaran responden berdasarkan kesadaran, kesehatan dan

kebugaran sebelum dan setelah mengetahui informasi ... 80 31 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan jenis merek

produk suplemen penstimulasi stamina ... 81 32 Sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen

yang pertama sekali diminum dan sering dikonsumsi ... 82 33 Sebaran responden berdasarkan umur terhadap lama waktu

mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina ... 83 34 Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi

produk suplemen penstimulasi stamina ... 84 35 Sebaran responden berdasarkan kepuasan setelah meminum

produk suplemen penstimulasi stamina ... 85 36 Sebaran responden berdasarkan ada tidaknya pengaruh sex

setelah mengkonsumsi produk suplemen berdasarkan usia ... 86 37 Sebaran responden berdasarkan saat apa mengkonsumsi

produk suplemen penstimulasi stamina ... 88 38 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan sebelum dan setelah

diminta menuliskan komposisi ... 89 39 Sebaran responden berdasarkan alasan memilih merek terbaik ... 90 40 Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Rumus bangun tiamin dan riboflavin ... 8

2 Rumus bangun vitamin B6 ... 10

3 Pemanis bua tan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya ... 12

4 Model perilaku konsumen ... 18

5 4 P dalam bauran pemasaran ... 21

6 Tahap-tahap pengolahan informasi ... 24

7 Piramida kesadaran merek ... 20

8 Diagram alir kerangka pemikiran ... 33


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Lembar kuesioner ... 98

2 Pokok penelitian, jenis data, sumber data dan metode pengumpulan ... 103

3 Peubah segmentasi untuk pasar konsumen ... 104

4 Siklus hidup keluarga ... 105

5 Gambaran umum wilayah Kota Bogor tahun 2004 ... 106

6 Peta Kota Bogor ... 108

7 Angkatan kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, kelompok umur dan tingkat pendidikan di Kota Bogor tahun 2002 ... 109

8 Pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya ... 110

9 Zat warna yang digunakan sebagai bahan berbahaya ... 111

10 Angka Kecukupan Gizi (AKG), dampak positif dan negatif dari berbagai zat gizi ... 112


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, produk suplemen semakin berkembang yang ditandai dengan makin banyaknya produk suplemen yang beredar dipasaran, seperti Lipovitan, Kratingdaeng, Extra Joss, Himaviton Jreng, M-150, Vit Up. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan konsumen, meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan dan peningkatan stamina. Produk suplemen merupakan sumber asupan energi yang dapat dikonsumsi pada saat beraktivitas berat dan berolahraga untuk memulihkan stamina dan meningkatkan vitalitas bagi konsumen.

Faktor yang diduga sangat mendukung pertumbuhan bisnis ini adalah kemampuan produsen menciptakan citra produk suplemen sebagai produk minuman kesehatan (health drink), minuman berenergi tinggi (energy drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink), yang dapat meningkatkan dan mempertahankan stamina, melalui berbagai media promosi.

Selain promosi melalui iklan untuk memperluas pangsa pasar, produsen mensponsori berbagai kegiatan olah raga agar konsumen lebih cepat mengenal produk dan manfaatnya, beberapa perusahaan membuka kounter-kounter khusus di lapangan- lapangan golf, klub-klub olah raga dan memberikan produknya secara gratis. Bahkan beberapa perusahaan lainnya mulai menekan keuntungan denga n menurunkan harga, sehingga produk dapat dibeli oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini akan menjadi preferensi konsumen terhadap produk suplemen.

Di Indonesia trend produk suplemen terlihat meningkat sejak 1999, dan permintaannya terus meningkat. Penentua n suplai produk suplemen didasarkan pada besarnya produksi, ditambah impor, dikurangi ekspor. Berdasarkan asumsi ini, perkembangan total suplai produk suplemen secara nasional pada tahun 2001 diperkirakan mencapai 69.536 ton, artinya dibandingkan dengan suplai pada tahun 2000 meningkat 18,9% dari jumlah 58.498 ton. Dari sisi trend pada tahun 2000 hingga tahun 2004, rataan peningkatan suplai produk suplemen meningkat 16,5% per tahun dari 58.498 ton menjadi 107.345 ton (BPS, 2004).


(16)

Melihat perkembangan produk suplemen, sangat menarik untuk dilakukan pengkajian yang lebih mendalam terhadap preferensi produk suplemen dan seberapa jauh semua peubah saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain terhadap preferensi konsumsi produk suplemen yang sudah beredar, khususnya di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Preferensi merupakan gambaran kesan yang mengarah kepemahaman dan ingatan sehingga terbentuk persepsi serta tersimpan dan melekat dalam pikiran konsumen yang diwujudkan dalam bentuk sikap seseorang yang ditunjukkan dengan derajat suka atau tidak suka terhadap suatu jenis produk suplemen. Komponen preferensi yang mempengaruhi konsumsi produk suplemen terdiri dari beberapa komponen yaitu karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; karakteristik produk yang meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; karakteristik lingkungan yang meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas.

Produsen yang secara terus menerus menanamkan asosiasi-asosiasi produk suplemen kepada konsumen, baik melalui iklan atau promosi, maka dalam benak konsumen akan terbentuk preferensi produk tersebut. Jika preferensi telah terbentuk dan suatu produk dianggap baik oleh konsumen, maka konsumen akan melakukan pembelian dan jika konsumen merasa puas dengan produk suplemen tersebut, konsumen menjadi loyal. Hal inilah yang menjadi tujuan utama setiap produsen. Dengan demikian informasi tentang preferensi produk suplemen penstimulasi stamina menjadi sangat penting.

Masalah yang muncul adalah faktor- faktor apa yang dominan dalam menentukan preferensi, tingkat kepuasan dan citra atribut, serta tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun preferensi produk suplemen terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen ?. Melalui informasi ini produsen dapat lebih mudah dalam merancang strategi perusahaannya, khususnya dalam meningkatkan preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina.


(17)

Tujuan Penelitian

a. Menganalisis tingkat kepuasan dan citra atribut terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen.

b. Mengidentifikasi faktor- faktor dominan yang berpengaruh terhadap preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina.

c. Mengetahui tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun preferensi produk suplemen penstimulasi stamina.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, baik keputusan pemasaran bagi para pemasar maupun keputusan pembelian bagi konsumen. Sedangkan bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pustaka dan sebagai pembanding dalam penelitian preferensi selanjutnya.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Produk Suplemen

Produk suplemen pada dasarnya merupakan pangan olahan, karena dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan dikatakan bahwa, pangan olahan adalah makanan dan minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (Syah et al. 2005). Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM, 1996), minuman suplemen adalah salah satu bentuk produk makanan suplemen yang mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi, atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi beberapa bahan tersebut.

Bisnis minuman di Indonesia sedikitnya telah mengalami lima periode perkembangan. Periode pertama sekitar tahun 60-an ditandai dengan mulai dipasarkannya jenis minuman soft drink. Sekitar tahun 70-an mulai dikenal minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya teh botol yang saat itu sempat menguasai pasaran. Produk tersebut selanjutnya digantikan oleh air mineral pada tahun 90-an. Periode 1990-1995 dikenal produk baru yang disebut minuman sari buah (fruit juice) dan akhirnya pada tahun 1995, minuman kesehatan (suplemen) mulai banyak diproduksi dan dipasarkan (Yunita, 1997).

Berbagai produk minuman baru yang oleh produsen sering disebut sebagai minuman kesehatan (health drink), meliputi produk yang diklaim sebagai minuman untuk meningkatkan kesehatan, minuman berenergi tinggi (energy/stamina drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink), minuman isotonik (isotonik drink) dan minuman kesehatan dari susu (milk base). Minuman berenergi dibedakan menjadi dua, yaitu dengan dasar vitamin dan mineral (vitamin base) dan minuman dengan dasar ginseng (ginseng base). Minuman isotonik juga dibedakan menjadi dua, yaitu berflavor (flavour base) dan tidak berflavour (non flavour base) (BPOM, 1996).


(19)

Trend produk suplemen telah merambah Indonesia yang ditandai beredarnya produk Lipovitan produksi PT. Taisho Indonesia (TI). Produk Lipovitan dapat dikatakan sebagai biangnya, karena sebelum merek- merek seperti Kratingdaeng, Hemaviton dan Extra Joss, Lipovitan sudah menguasai pasar lebih dari 10 tahun. Di tengah maraknya produk suplemen, merek Lipovitan yang menjadi pioner dalam industri produk suplemen justru menurun, walaupun tetap melakukan upaya pemasaran dan periklanan. Lipovitan tertinggal jauh dibanding produk suplemen Kratingdaeng, Hemaviton dan Extra Joss. Lipovitan mulai goyah pada awal 1990-an setelah hadirnya produk suplemen Kratingdaeng dengan menawarkan cita rasa dan konsep pemasaran yang strategis pada tahun 1993 (Durianto et al, 2004a).

Sementara PT. Bintang Toejoe pada tahun 1994 meluncurkan langkah spektakuler dengan produk suplemen Extra Joss dalam bentuk serbuk yang di kemas sachet dengan harga jual murah (Hidayat, 2002). Tiga kekuatan produk suplemen Extra Joss tersebut mendapat minat konsumen yang umumnya sering mengkonsumsi produk suplemen dalam bentuk cair kemasan botol dan harga relatif mahal. Permintaan dan prospek pasar menjanjikan ini, mendorong produsen lain untuk mencari positioning baru yang berbeda dari produk terdahulu. Salah satu kelebihan yang ditawarkan produsen adalah komposisi. Hemaviton Energy Drink produksi PT. Tempo Scan Pacifik memposisikan diri sebagai produk suplemen yang cenderung memiliki atribut seksualitas, seperti yang melekat pada produk sebelumnya, Hemaviton kapsul. Tidak dapat dipungkiri (Yunita, 1997), produk-produk suplemen sangat dekat dengan atribut seksual. Apalagi unsur ginseng dan madu selain vitamin dijadikan kekuatan utama untuk menstimulasi stamina. Oleh karena itu, konsumen semakin tertarik untuk mengkonsumsi produk suplemen, sehingga pertumbuhan produk terus berkembang di Indonesia.

Perkembangan produk suplemen ternyata tidak selalu berjalan lancar. Pada tahun 2001, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan menarik empat jenis produk suplemen: Kratingdaeng, Kratingdaeng-S, Galian Bugar dan M-150 dari peredaran, karena ketidakcocokan antara kandungan produk dengan label yang tertera.


(20)

Hingga saat ini, kurang lebih terdapat 42 perusahaan yang memperoleh izin untuk memproduksi produk suplemen dengan total kapasitas sebesar 164 juta liter per tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Produsen dan kapasitas produksi produk suplemen, 2004

No Produsen Kapasitas

(L) Merek Wilayah

1 Perusahaan Tandu Rusa Banteng Sulawesi

Utara 2 PT. Asia Health Energi

Beverages

55.000.000 Kratingdaeng Kratingdaeng-S Kratingdaeng Low Sugar

Jawa Barat

3 PT. Bintang Toejoe 1.250.000 Extra Joss, Carnitine, Extra Joss LG

DKI Jakarta

4 PT. Bud icita Multirasa 1.100.000 Panther DKI Jakarta 5 PT. Cipta Rasa Sempurna Energic DKI Jakarta 6 PT. Everfresh

Indobeverage

Turbo Jawa Tengah

7 PT. Henson Farma Ultra Joss Jawa Timur

8 PT. Inti Guna Sari Power Yess DKI Jakarta

9 PT. Jamu Air Mancur 1.400.000 Mukasa Jawa Tengah

10 PT. Jamu Iboe Jaya Gingseng

Prakoso Plus

Jawa Timur

11 PT. Jamu Jitu Amstrong Jawa Timur

12 PT. Konimex

Pharmaceutical Lab. Ind.

990.000 Fit-Up Jawa Tengah

13 PT. Kurnia Alam Segar Enerjos Jawa Timur

14 PT. Leo Agung Raya 500.000 Leo Gingseng Jawa Tengah 15 PT. M-150 Indonesia/PT.

Osotspa ABC Indonesia

M-150, Shark DKI Jakarta

16 PT. Madu Nusantara Bee Jelly DKI Jakarta

17 PT. Mentari Anugerah Sakti

Kuat Josss Jawa Tengah

18 PT. Molek Ayus Enerfos Jawa Barat

19 PT. Monysaga Prima Bomba, Saga

Energi

Jawa Barat 20 PT. Nala Vini Eka

(Navika) Beverages

Qolbu DKI Jakarta 21 PT. Panjangjiwo

Panganmakmur

Stamina Plus Jawa Timur 22 PT. Pradja

Pharmaceutical Industries

1.200.00 Bacchus D, Matador

Jawa Barat 23 PT. Rama Pharmaceutical

Industry

Vitas Plus Gingseng


(21)

No Produsen Kapasitas

(L) Merek Wilayah

24 PT. Saka Farma 150.000 Sakatonik Grenk

Jawa Tengah 25 PT. Saka Farma Sehat Saka Gingseng Jawa Tengah 26 PT. Sari Enesis Indah Nature Gold DKI Jakarta 27 PT. Schering Indonesia 102.000 Ginsana DKI Jakarta 28 PT. Serasi Indah Sehat Terajana Jawa tengah

29 PT. Sido Muncul Kuku Bima

Ener G !

Jawa Tengah 30 PT. Simex

Pharmaceutical Indonesia

Xtra Jreng DKI Jakarta 31 PT. Sinde Budi Sentosa

Pharmaceutical

150.000 Wonbi-D, Ena’O

Jawa Barat 32 PT. Soho Industri

Pharmasi

Heparfit DKI Jakarta 33 PT. Taisho Indonesia 3.950.000 Lipovitan, Zena Jawa Barat 34 PT. Tempa Scan Pacific 1.700.000 Hemaviton

Energy Drink, Hemaviton Jreng

Jawa Barat

35 PT. Triyasa Nagamas Farma

595.000 Nagatan, Nagatan-G

DKI Jakarat 36 PT. Ultra Prima Abadi 1.000.000 Galian Bugar Jawa timur 37 PT. Ultrajaya Milk Ind 175.000 Ultra Joss Jawa Barat 38 PT. Universal Prima

Indomandiri

Ener Bee Jawa Barat

39 PT. Wing Surya Energi Joss DKI Jakarta

40 PT. Woltrow Multika Ginger Spice DKI Jakarta

41 Sinar Pusaka Krakatau

Berenergi

Jawa Tengah 42 PT. Sari Nusantara

Beverages

Starting DKI Jakarta Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.

Dari data di atas menunjukkan bahwa, industri produk suplemen menurut permodalan, status perusahaan 71% produsen belum memanfaatkan fasilitas penanaman modal. Hanya 21% yang memanfaatkan fasilitas penanaman modal dalam negeri dan 7% memanfaatkan fasilitas penanaman modal asing, yaitu: PT. Taisho Indonesia, PT. M-150 Indonesia dan PT. Schering Indonesia (BPS, 2004).


(22)

Komponen Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Vitamin

Vitamin dibagi atas kelarutannya, yaitu vitamin larut dalam air dan vitamin larut dalam minyak (Linder, 1992). Sementara Wina rno (1982) mengemukakan bahwa, vitamin yang larut air mudah diserap ke dalam darah, tidak melalui saluran lymphe dan tidak dapat ditimbun di dalam tubuh. Vitamin yang ditambahkan ke dalam produk suplemen umumnya berupa vitamin yang larut dalam air (Hidayat, 2002).

Produk suplemen sebagian besar mengandung multivitamin B dan zat non gizi, stimulant dan flavouring. Jenis vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B komplek, yaitu vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin

(asam nikotinat, niasinamida), vitamin B6 (pyridoxine) asam pantotenat,

inositol dan vitamin B12 (Sianokobalamin).

Tiamin hidro klorida

Tiamin pirofosfat (kokarboksilase)

Riboflavin (6,7-dimetil-9-(1-D-ribitil)- isoaloksazina) Gambar 1. Rumus bangun tiamin dan riboflavin (Winarno, 1982)

N N

NH2HCL

N S

CH3

CH2 CH2OH

H3C

N N

NH2

N S

CH3

CH2 CH2

H3C

O O

O P P

OH

OH OH

N

N

H3C N

H3C

O

NH O CH2(CHOH)3CH2OH


(23)

Semua bahan pangan baik hewani maupun nabati mengandung vitamin B1 (tiamin) (Hendler, 2001). Menurut Winarno (1982), tiamin berperan

sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi. Kekurangan tiamin akan terjadi polyneuritis yang disebabkan terganggunya transmisi syaraf atau jaringan syaraf menderita kekurangan energi. Hal yang sama diungkapkan Tallaksen et al. (1997) bahwa, vitamin B1 dikenal esensial

bagi tubuh untuk fungsi pertumbuhan, menambah nafsu makan, memperbaiki fungsi saluran pencernaan dan memelihara proses kehidupan sel-sel dalam tubuh. Winarno (1982) mengatakan bahwa, vitamin B2 (riboflavin) larut dalam air dan memberi warna fluoresens kuning-kehijauan merupakan komponen suatu sistem enzim yang dikenal sebagai flavoprotein dan terlibat dalam reaksi-reaksi metabolisme intermediet.

Niasin merupakan dua komponen koenzim, yaitu nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

(NADP) (Hendler and Rorvik, 2001) yang berfungsi sebagai katalis reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi guna menjaga sistem syaraf dan sistem pencernaan, menurunkan kolesterol dan trigliserida dalam darah (Carpenter. 1981), serta menjaga agar suplai energi dalam jaringan tubuh berjalan normal (Winarno, 1982).

Vitamin B6 (pyridoxine HCl) merupakan kelompok piridina dengan

keasaman tinggi (Winarno, 1982) yang terdiri dari piridoksin, piridoksal dan piridoksamina (Hanna, 1997). Vitamin B6 berfungsi sebagai koenzim piridoksal fosfat yang banyak berperan dalam reaksi enzim, terutama dalam metabolisme asam amino, membantu fungsi otak, produksi energi (Tsuge, 1997), mencegah stress, memacu pembentukan sel darah merah, memelihara keseimbangan cairan tubuh dan pengaturan eksresi air (Griffith, 1988). Menurut Winarno (1982), vitamin B12 (sianokobalamin) merupakan senyawa

berbentuk kristal, berwarna merah yang berperan menjaga agar sel-sel berfungsi normal, terutama sel-sel saluran pencernaan dan sistem syaraf .


(24)

Piridoksin

Piridoksal

Piridoksamina

Gambar 2. Rumus bangun vitamin B6 (Winarno, 1982)

2. Kafein

Kafein merupakan derivate xantin berbentuk serbuk berwarna putih dan sedikit rasa pahit yang dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat dan otot sehingga mencegah rasa mengantuk, menaikkan daya tangkap pancaindra, mempercepat daya pikir dan mempengaruhi rasa lelah (Konarek et al. 1994), mempengaruhi sistem pernapasan, sistem pembuluh darah dan jantung, mempercepat laju sperma, serta mempertahankan ereksi, sering dimanfaatkan untuk menciptakan efek penstimulasi stamina (Ashurst, 1998) dan menumbuhkan kewaspadaan tingkat tinggi (Martindale, 1997). Oleh karena itu, setiap mengkonsumsi kopi 85–200 mg atau 1-3 cangkir/hari stamina terasa meningkat, bersemangat dan tidak mudah lelah atau mengantuk (Yunita, 1997).

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan kandungan

kafein dalam produk suplemen tidak boleh melebihi 50 mg. Jika dikonsumsi C

CH2OH

C

HO C

CH N

C CH2OH

H3C

C

CHO C

HO C

CH N

C CH2OH

H3C

C

CH2NH2

C

HO C

CH N

C CH2OH


(25)

melebihi dosis, dalam jangka panjang konsumen akan terkena penyakit

jantung, darah tinggi, ginjal dan penyakit gula serta efek kecanduan yang diindikasikan dengan rasa lesu jika tidak mengkonsumsi produk suplemen (BPOM, 1996). Hal senada dikemukakan Linder (1992) bahwa, konsumsi

kafein berlebih dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, pembengkakan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, peningkatan aktivitas usus, pengeluaran asam lambung, gagal ginjal, (Martindale, 1997) rasa gelisah, susah tidur, sering buang air kecil, nafsu makan turun dan iritasi pada lambung sehingga produksi getah lambung meningkat.

3. Pemanis buatan

Pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam produk suplemen merupakan pengganti gula, karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis, membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori dan harga lebih murah. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah aspartam, sorbitol, sakarin dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan masing- masing 30-80 dan 300 kali gula alami (Syah et al. 2005).

Menurut Permenkes 208/Menkes/Per/IV/85, pemanis buatan hanya digunakan untuk penderita diabetes dan penderita yang memerlukan diet rendah kalori, yaitu aspartam, sakarin dan sorbitol. Aspartam merupakan molekul dipeptida dari asam amino fenilalanin sebagai metil ester dan L-asam aspartat dengan tingkat kemanisan mencapai 160-220 kali sukrosa dan stabil pada kisaran pH 3 hingga 5, serta titik isoelektriknya 5,2 (Brannen et al, 1990), sementara sakarin yang merupakan pemanis buatan tanpa energi ( non-nutritive) memiliki daya kemanisan 300 kali lipat lebih kuat dibanding gula (Syah et al, 2005). Menurut Brannen et al, (1990), sorbitol merupakan gula alkohol yang banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam produk diet dan juga berguna sebagai humektan maupun penstabil, namun penggunaan sorbitol dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan flatulensi dan diare, (Syah et al, 2005) derajat kemanisannya berkisar 50-70% gula dan energi yang dihasilkan 2,6 kalori per gr.


(26)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam produk pangan. Surat keputusan ini merupakan panduan bagi produsen dalam menambahkan pemanis buatan untuk produk yang dihasilkan, dan sebagai rujukan konsumen untuk memilih dan menggunakan produk yang aman bagi kesehatan.

Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya

No Pemanis buatan ADI mg/kg Berat badan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Acesulfam-K (Acesulfame-K) Alitam (Alitame) Aspartame (Aspartame) Siklamat (Cyclamate) Neotam (Neotame) Sakarin (Saccharin) Sukralosa (Sucralose) Isomalt Laktitol (Lactitol) Maltitol Manitol (Mannitol) Sarobitol Xilitol (Xylitol) 15 0.34 50 11 2 5 10-15 Not specified Not specified Not specified Not specified Not specified Not specified Keterangan: Not specified berarti dapat digunakan dalam pangan tanpa pembatas selain dari pada sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (GMP).

Acceptable daily intake (ADI). Sumber: Syah et al, 2005.

4. Mineral

Secara alamiah, air telah mengandung bermacam- macam mineral, seperti fluor, kalsium, magnesium, iodium, natrium, kalium dan lain- lain. Kadar mineral dalam air minum sangat bervariasi dan terbatas jumlahnya, yang ditentukan oleh sumber air dan proses pengolahannya, sehingga beralasan bahwa, mineral sangat penting ditambahkan ke dalam berbagai jenis produk suplemen. Winarno (1982) mengemukakan bahwa, mineral dapat dibagi atas mineral makro dan mikro.

Mineral mikro merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem biologis dalam jumlah sedikit (Winzerling


(27)

and Law, 1997). Sementara Fessenden and Fessenden (1997) mengemukakan bahwa, metabolisme tubuh cenderung me manfaatkan kembali mineral yang ada di dalam tubuh daripada membuangnya.

Menurut Linder (1992), natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang yang terdapat dalam tubuh cukup besar. Natrium dan klorida biasanya berhubungan erat, baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Griffith (1988) mengatakan bahwa, natrium dan klorida membantu mempertahankan tekanan osmotik sehingga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel, disamping membantu menjaga keseimbangan asam dan basa dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam, transmisi syaraf, kontraksi otot dan absorpsi glukosa. Kalsium dalam sel tubuh berbentuk ion yang berperan pada pembentukan tulang, transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, proses penyerapan vitamin B12,

struktur dan pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim (Winarno, 1982).

Iodium merupakan komponen esensial tiroksin dan kelenjar tiroid (Griffith, 1988). Ohtaki et al. (1985) mengungkapkan bahwa, tiroksin mempunyai peran dalam meningkatkan laju oksidasi dalam sel-sel tubuh, sehingga meningkatkan basal metabolic rate (BMR), menghambat proses fosforilasi oksidatif, sehingga terbentuk nya adenosin tripospat (ATP) berkurang dan lebih banyak dihasilkan panas.

Kalsium berperan dalam aktivitas enzim, menurunkan permeabilitas membran sel dan pembuluh kapiler, membantu proses pembekuan atau koagulasi darah, transmisi impuls syaraf, kontraksi dan kekenyalan otot, membantu fungsi jantung (Winarno, 1982). Sedangkan kalium berperan sebagai kation utama dalam cairan intrasel, bergerak dari sel ke cairan ekstraseluler, berkaitan dengan fungsi sel dan metabolisme, terutama metabolisme karbohidrat dan penyimpanan glikogen, membantu sintesa protein, membantu potensi transmembran, berperan terhadap kerja otot, termasuk otot jantung, dan aktivator enzim.


(28)

Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) memberi batasan mengenai suplemen sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan dan mengandung satu atau lebih bahan-bahan seperti, vitamin, mineral, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi dalam bentuk konsentrat, metabolit, ekstrak atau kombinasi dari bahan-bahan sebelumnya (BPOM, 1996).

Pemerintah melalui Departemen Perindustrian cq. Dewan Standarisasi Nasional telah melakukan standarisasi terhadap produk suplemen untuk menjaga mutu produksi. Standar mutu produk atau yang dikenal dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) dibentuk pemerintah dengan pertimbangan melindungi produsen, menunjang ekspor non migas, mendukung perkembangan agroindustri dan melindungi konsumen.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 38 meyatakan bahwa, setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus bertanggungjawab atas keamanan, mutu, dan gizi pangan (Syah et al. 2005). Keamanan pangan merupakan kondisi yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan demi kepentingan kesehatan manusia. Mutu pangan dimaksud adalah jaminan yang wajib dilakukan oleh produsen, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Sementara gizi pangan yang dimaksud dalam ketentuan UU tersebut adalah setiap orang yang memproduksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan.

Dalam surat keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.00.023060 tahun 1996 tent ang suplemen ditegaskan bahwa, penandaan (label) tidak boleh mencantumkan (a) klaim efek produk terhadap kesehatan dan pencegahan atau penyembuhan penyakit; (b) informasi yang tidak benar dan menyesatkan; (c) perbandingan dengan produk lain; (d) promosi produk suplemen tertentu; (e) informasi tentang bahan dalam bentuk stiker atau bentuk


(29)

lain yang belum disetujui. Penandaan dapat mencantumkan klaim fungsi gizi dengan ketentuan hanya menjelaskan peran gizi dalam mekanisme tubuh seperti; kalsium membantu perkembangan tulang gigi yang kuat (BPOM, 1996).

Terkait dengan iklan produk suplemen, dijelaskan dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen bahwa (a) iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk; (b) iklan tidak boleh menyatakan/memberi kesan bahwa vitamin dan mineral selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya; (c) iklan tidak boleh menyatakan memberi kesan bahwa penggunaan vitamin/mineral adalah syarat mutlak bagi semua orang; (d) iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan dapat diperoleh hanya dari menggunakan vitamin dan mineral; (e) iklan tidak boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan sex secara langsung atau tidak langsung (Widjaya dan Yani, 2000).

Preferensi Konsumen 1. Teori preferensi

Preferensi merupakan gambaran sikap seseorang yang ditunjukkan dengan derajat suka atau tidak suka terhadap suatu jenis makanan dan atau minuman (Sanjur, 1982). Sikap suka atau tidak suka terhadap pangan ya ng diperoleh dari pengalaman belum menjadi perbuatan (action), tetapi dari sikap seseorang dapat diramalkan perbuatannya sebagai salah satu alasan yang membentuk preferensi. Menurut Assael (1992) preferensi merupakan kesan yang mengarah kepemahaman dan ingatan sehingga terbentuk persepsi serta tersimpan dan melekat dalam pikiran konsumen. Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda–beda terhadap obyek rangsangan yang sama, hal ini di pengaruhi oleh penerimaan ransangan, perubahan makna informasi, dan pengingatan sesuatu secara selektif. Sementara Engel et al. (1998) mendefinisikan preferensi adalah evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang memiliki respon dengan cara menguntungkan atau tidak.

Namun Sumarwan (2003) berpendapat bahwa, preferensi bersifat ”murni”, tidak tergantung (independent) terhadap pendapatan dan harga. Preferensi mewakili keinginan dan hasrat individu terhadap suatu


(30)

produk dibandingkan produk lainnya, artinya pilihan konsumen tidak bersifat

independent, karena dipengaruhi oleh pendapatan dan harga. Lebih jauh (Mowen and Minor, 1999) mengatakan bahwa, teori preferensi mempunyai implikasi kuat dan banyak dipakai dalam menjelaskan perilaku konsumen.

Berdasarkan definisi di atas, ada tiga anggapan yang digunakan dalam menerangkan teori preferensi yaitu (1) konsumen harus dapat memberikan

urutan kesukaan terhadap berbagai jenis barang dan jasa yang ada; (2) pemberian urutan kesukaan, haruslah berlaku tetap (consistent or transitive)

artinya urutan itu berlaku juga jika diband ingkan dengan barang lainnya; (3) konsumen adalah rasional, artinya jumlah barang dan jasa yang banyak lebih disukai dari pada jumlah yang sedikit.

2. Faktor yang mempengaruhi preferensi

Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk yang disukai dan diyakini mempunyai peranan besar dalam menentukan mutu produk dan kepuasan konsumen, yaitu (1) karakteristik individu, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; (2) karakteristik produk, meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; (3) karakteristik lingkungan, meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Semua peubah tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.

Pendapat ini diperkuat Krisnadi (2003) yang menyatakan bahwa, jumlah dan jenis produk suplemen yang dikonsumsi, selain dipengaruhi preferensi juga dipengaruhi sosial budaya setempat serta karakteristik produk itu sendiri. Hal senada juga dikemukakan Sutisna (2001) bahwa, interaksi dengan keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi.

Sedangkan menurut Sanjur (1982) faktor yang mempengaruhi terhadap

food preference adalah (1) intrinsik, seperti penampakan, aroma, temperatur, tekstur, mutu, kuantitas, dan cara penyajian makanan; (2) ekstrinsik, seperti lingkungan, iklan produk, variasi waktu dan musim; (3) biologis, fisiologis dan psikologis, seperti umur, jenis kelamin, perubahan fisiologis, pengaruh


(31)

psikologis dan aspek biologis; (4) personal, seperti tingkat harapan, kepribadian, selera, suasana hati, emosi, persepsi dan pengaruh orang lain; (5) sosial ekonomi, seperti pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial dan keamanan; (6) pendidikan, seperti status pengetahuan, individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; (7) kultur, agama dan daerah, seperti asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi serta letak daerah.

Preferens i konsumen terhadap suatu produk pada dasarnya bersifat plastis dan akan semakin terpengaruh dengan adanya pendekatan produsen melalui media masa seperti radio, televisi, pamflet, iklan dan sebagainya, beberapa diantaranya telah mencapai daerah terpencil dan hal ini tentu sangat efektif untuk merubah kebiasaan konsumsi, terutama pada usia muda dan akan bersifat permanen bila seseorang telah berusia tua dengan gaya hidup yang kuat (Sutisna, 2001). Disamping itu, faktor lingkungan dan budaya, pengaruh waktu dan kondisi konsumen saat disediakan, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi (Nurismanto, 2000), yang ditunjukkan dengan sikap penerimaan hedonik atau cita rasa makanan yang dapat diukur secara verbal dengan skala atau ekspresi wajah (Razin and Vollmecke, 1986).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk adalah (1) perbedaan individu, yakni kebutuhan dan motivasi, gaya hidup, tingkat

pengetahuan dan sikap; (2) faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi, jumlah keluarga, kelompok acuan, situasi konsumen.

3. Preferensi konsumen terhadap produk

Menurut Assael (1984) mengatakan bahwa, produk adalah suatu sifat yang kompleks, baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk kemasan (packaging), warna, harga, prestise, layanan (service) perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan konsumen. Produk merupakan tawaran (market offer) berbentuk fisik, tempat, organisasi, dan ide- ide yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dibeli, digunakan ataupun dikonsumsi (Kotler, 2000), sehingga memenuhi kebutuhan atau memuaskan konsumen.


(32)

Sebelum membeli atau tidak terhadap tawaran produsen, menurut Kotler (2000) konsumen harus mempertimbangkan (1) atribut, yaitu mutu, harga, fungsi (fitur), desain, dan layanan purna jual; (2) merek, merek (branding) sangat penting bagi keberhasilan produk; (3) kemasan, kemasan (packaging) berpengaruh terhadap daya tarik konsumen, sehingga menimbulkan citra (image) produk; (4) label, pemberian label (labeling) berhubungan dengan kebutuhan konsumen dan atau ketentuan pemerintah; (5) pendesainan layanan produk pendukung (product-support services). Hal senada diungkapkan oleh Engel et al. (1998) bahwa, konsumen sebelum membeli perlu menilai mutu harga, (Yunita, 1997) warna, sanitasi, daya tahan, status dan garansi suatu produk secara obyektif, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko.

Kenyataannya, konsumen cenderung kurang mengetahui produk yang sebenarnya dibutuhkan, tetapi memilih berdasarkan kebiasaan, tingkat keterlibatan rendah dan tidak dapat membedakan antara merek, sehingga tidak membentuk sikap yang kuat terhadap merek produk dan menimbulkan perasaan yakin bahwa produk tersebut bermanfaat bagi dirinya tanpa mengevaluasi (Gambar 4).

Gambar 4. Model perilaku konsumen (Assael, 1984) Individu

konsumen

Penerapan perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran Pengaruh

lingkungan

Pengambilan keputusan oleh konsumen

Tanggapan konsumen Umpan balik

ke konsumen

Umpan balik ke produsen


(33)

4. Preferensi konsumen terhadap harga

Uang yang dibayar konsumen terhadap produk atau jasa, merupakan apresiasi konsumen terhadap kepuasan yang diperoleh dari pembelian produk atau jasa. Menurut Peter and Olson (2000), harga meliputi biaya produksi, laba usaha dan tingkat kompetisi. Sementara Kotler (2000) mengatakan bahwa, harga adalah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk suatu manfaat atas pengkonsumsian, penggunaan, kepemilikan barang atau jasa.

Penentuan harga oleh suatu perusahaan dilakukan untuk mencapai keseimbangan antara laba dengan tingkat kepuasan konsumen (Mowen and Minor, 1999), disamping segmen pasar yang jelas dan mencapai tingkat penjualan yang sesuai dengan perencanaan perusahaan (Assael, 1984). Artinya, harga tidak boleh lebih rendah dari biaya rataan per produk, jika produsen ingin memperoleh keuntungan.

Namun, faktor harga tidak selalu dapat digunakan untuk memenangkan persaingan, karena (Simamora, 2003) harga tidak dapat digunakan sebagai alat untuk memenangkan persaingan. Harga rendah bukan andalan, jika atribut yang diperhatikan konsumen adalah keindahan produk. Oleh sebab itu, produsen harus melakukan analisis terhadap sejumlah peubah finansial dan non- finansial dalam konteks lingkungan bisnis secara keseluruhan dan menggunakan pengalaman untuk fokus memberikan kepuasan.

5. Preferensi konsumen terhadap distribusi

Distribusi merupakan seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikan dari titik produksi sampai ke titik konsumsi (Peter and Olson, 2000). Strategi distribusi, berkaitan dengan pemilihan saluran distribusi yang akan digunakan dalam mencapai pelanggan, baik secara langsung, tidak langsung ataupun kombinasi dari keduanya. Pendistribusian produk membutuhkan lokasi yang mudah dijangkau oleh konsumen, seperti penjualan secara eceran di swalayan dan toko-toko kecil. Keputusan mengenai tempat konsumen akan membeli suatu produk, dipengaruhi oleh atribut yang mencolok dari tempat tersebut, seperti harga, iklan dan promosi, personil penjualan, pelayanan yang diberikan, atribut fisik, kenyamanan, pelanggan toko dan pelayanan setelah transaksi.


(34)

Simamora (2003) mengatakan bahwa, distribusi produk perlu didesain dengan cara: (1) menganalisis kebutuhan pelanggan, mencakup ukuran pembelian (loz size), waktu tunggu (waiting time), kenyamanan tempat (spatial convenience), variasi produk (product variety), dan dukungan layanan; (2) menetapkan sasaran dan pembatas saluran, yakni menetapkan sasaran konsumen yang ingin dilayani dan berapa service level yang diinginkan dengan mempertimbangkan faktor pembatas perusahaan; (3) mengidentifikasi, alternatif utama distribusi dibentuk dengan mempertimbangkan tipe saluran pemasaran (types of business intermediaries), luas saluran pemasaran (number of intermediaries) dan tanggungjawab masing- masing saluran pemasaran yang berpartisipasi dalam saluran; (4) evaluasi alternatif-alternatif saluran utama, untuk mengevaluasi mana yang paling sesuai, produsen dapat menggunakan kriteria-kriteria ekonomi, kriteria pengendalian dan kriteria adaptif.

6. Preferensi konsumen terhadap promosi

Promosi merupakan salah satu peubah yang digunakan oleh produsen untuk menarik minat pembeli dengan memberikan stimulus melalui daya persuasinya dalam menciptakan brand awareness dan membentuk persepsi terhadap produk (Mowen and Minor, 1999). Kotler (2000) mengemukakan bahwa, promosi adalah kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar menjadi kenal dan senang untuk membeli produk tersebut. Sementara Peter and Olson (2000) mengatakan promosi adalah arus informasi dalam bentuk iklan untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan pertukaran dalam pemasaran sehingga konsumen menjadi yakin.

Kotler (2000) mengemukakan bahwa, iklan merupakan salah satu dari empat alat utama bauran pemasaran yang digunakan produsen untuk komunikasi langsung dalam meyakinkan publik agar dapat menimbulkan perhatian (attention), menarik (interesting), meningkatkan keinginan (desire) dan akhirnya melakukan kegiatan membeli (action). Oleh sebab itu, konsumen harus bersikap dewasa dalam menanggapi serbuan berbaga i iklan produk suplemen, (Sumarwan, 2003) mengingat besarnya potensi terjadinya iklan yang mis-leading, over-promised dan over-claimed. Kotler (2000) menyarankan agar 4 P penjualan merupakan tanggapan terhadap customer


(35)

needs and wants, cost to the customer, convenience, dan communication (4C) atau dengan kata lain, bauran pemasaran digunakan untuk memberikan kebutuhan, keinginan dan kepuasan konsumen terhadap suatu produk.

Gambar 5. 4 P dalam bauran pemasaran (Kotler, 2000)

Pencapaian bauran pemasaran produk, menurut Peter and Olson (2000) harus memberikan manfaat (1) kegunaan bentuk (form utility), perubahan bentuk menjadi produk bernilai; (2) kegunaan tempat (place utility) sehingga mudah didatangi konsumen; (3) kegunaan waktu (time utility), produk mudah diperoleh pada saat diinginkan; (4) kegunaan informasi (information utility), dapat memberikan informasi maupun hal- hal yang berkaitan dengan produk; (5) kegunaan kepemilikan (possession utility), terjadi pada saat konsumen membeli produk dan kepemilikan dialihkan dari penjual kepada konsumen.

Produk (

product

)

Keanekaragaman produk Pengembangan

Pelayanan Kemasan Kualitas Desain Bentuk Merek Ukuran Jaminan

Pemasaran

Distribusi (

place

)

Ruang lingkup Pengangkutan Penyortiran Persediaan Saluran Lokasi

Promosi (

promotion

)

Pesan Sasaran Anggaran

Metoda

Harga (

price

)

Daftar harga Rabat Potongan Syarat kredit


(36)

Pengambilan Keputusan Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Penerimaan stimulus

Stimulus merupakan isyarat, baik yang bersifat sosial (dari teman, rekan kerja, anggota keluarga atau orang lain yang tidak berhubungan dengan produsen), komersial (disponsori sebuah perusahaan pedagang atau yang berhubungan dengan produsen), maupun non-komersial (pemerintah atau majalah konsumen) atau suatu alat pendorong yang bersifat fisik (rasa haus, dingin, panas, lapar dan lain- lain) untuk memotivasi seseorang dalam bertindak (Engel et al. 1998).

Kotler (2000) berpendapat bahwa, stimulus yang bertentangan dengan harapan seringkali mendapat perhatian lebih besar bila dibandingkan dengan yang sesuai harapan. Hal inilah yang dikatakan Sumarwan (2003) bahwa, konsumen yang memperhatikan stimulus (suara yang keras, warna yang indah, atau huruf yang besar) karena daya tarik dari stimulus tersebut, pada dasarnya konsumen tersebut tidak sukarela (involuntarily attention). Oleh sebab itu, produsen harus kreatif berkomunikasi dengan konsumen, agar apa yang disampaikan memperoleh perhatian dan respon serius dari konsumen. Perilaku konsumen untuk mengenal stimulus, mencari informasi tentang stimulus yang dibutuhkan dan diikuti evaluasi alternatif berupa solusi penyelesaian dan tahap keputusan pembelian, diakhiri dengan perilaku konsumen setelah membeli dengan landasan kepuasan.

2. Tahap pencarian dan mengolah informasi

Menurut Engel et al. (1998) dan Kotler (2000), informasi dapat menjadi stimulus dalam pengenalan dan pemahaman masalah, sehingga menjadi faktor penting yang mempengaruhi proses penentu konsumsi. Pencarian informasi (informasi search) dapat dilakukan ke dalam (pengalaman), atau ke luar (melibatkan sumber-sumber komersial, non-komersial, maupun sosial) sesuai dengan jumlah dan jenis informasi yang dicari. Engel et al. (1998) menambahkan, pencarian informasi lebih lanjut perlu dilakukan, agar pemakaian produk benar-benar dapat memecahkan masalah yang dihadapi.


(37)

Sumarwan (2003) mengungkapkan bahwa, puluhan atau ratusan informasi yang didapat konsumen akan diolah dan akhirnya diputuskan untuk membeli atau menolak berdasarkan persepsi yang terbentuk. Pengolahan informasi diawali ketika salah satu pancaindera menerima input dalam bentuk stimulus, baik berbentuk produk, bau, rasa, nama merek, kemasan, iklan dan nama produsen yang dikemas dan ditampilkan dalam bentuk iklan, baik yang ditayangkan di televisi, radio maupun spanduk.

Jika dalam ketidakpastian (informasi sama sekali belum lengkap) dan konflik (dua atau lebih saling bertentangan dalam situasi kompetitif), pengambilan keputusan akan berjalan sulit dan memiliki tingkat resiko yang tinggi, namun pada prinsipnya keputusan yang diambil konsumen tidak terlepas dari kondisi lingkungan (Sutisna, 2001), pengaruh konsumen sebagai individu, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Assael, 1982).

Engel et al. (1998) mengutip pendapat McGuire menyatakan bahwa, ada lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model), yaitu (1) pemaparan (exposure) stimulus, konsume n menyadari keberadaan stimulus tersebut melalui pancaindera, (2) perhatian (attention), yakni kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap stimulus; (3) pemahaman (comprehension), yaitu interpretasi terhadap makna stimulus; (4) penerimaan (acceptance), yang berkaitan dengan dampak persuasif stimulus kepada konsumen; (5) retensi (retention), yakni pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory), sehingga mempengaruhi stimulus baru (exposure, attention dan comprehension).

3. Pemahaman masalah

Perilaku konsumen pada prinsipnya untuk memahami ”why do consumers do what they do” yang sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk suplemen sebagai awal dari pengenalan masalah, yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen.

Menurut Kotler (2000) bahwa, stimulus yang kuat belum tentu mempunyai pemecahan masalah bermanfaat. Hal ini menunjukkan tidak semua stimulus mendapat tanggapan dari konsumen, hanya stimulus yang


(38)

telah teruji dan dapat memecahkan masalah yang akan dikonsumsi. Sementara Mowen and Minor (1999) mengatakan bahwa, tahap ini merupakan pemberi makna kepada stimulus, tergantung bagaimana stimulus diklasifikasikan dan dielaborasi dalam kaitannya dengan pengetahuan konsumen.

Sumarwan (2003) mengemukakan bahwa, stimulus yang diterima konsumen cenderung dikelompokkan menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan (perceptual organization atau stimulus organization) untuk memperoleh makna menyeluruh (1) gambar dan latar belakang (figure and ground), yakni obyek atau stimulus yang ditempatkan di latar belakang dari tampilan iklan; (2) pengelompokan (grouping), yakni kemudahan untuk mengingat informasi dalam bentuk kelompok dengan prinsip kedekatan (proximity), karena dianggap memiliki hubungan yang erat, dan prinsip kesamaan (similarity), karena kesamaan bentuk, nama, atau lainnya dan prinsip kesinambungan (continuity), penyatuan obyek ke dalam satu kesatuan tanpa terpisah-pisah; (3) closure, yakni konsumen dituntut untuk memahami suatu objek dalam arti yang utuh walaupun ada bagian dari obyek yang hilang atau tidak lengkap. Tahap-tahap pengolahan informasi lebih lengkap dimuat pada Gambar 6.

Gambar 6.Tahap-tahap pengolahan informasi (Engel et al. 1998)

Stimulus

Memori

Pemaparan

Perhatian

Retensi Pemahaman


(39)

4. Evaluasi alternatif

Setiap alternatif harus dievaluasi (evaluation alternative) berdasarkan suatu kriteria tertentu atau prioritas (Kotler, 2000). Kegiatan evaluasi berusaha memisahkan antara alternatif yang dipertaha nkan (memenuhi syarat) dan yang ditinggalkan (tidak memenuhi syarat), karena konsumen cenderung mempertimbangkan satu atau lebih aspek-aspek, seperti aspek teknis, ekonomis, gizi dan kesehatan (mutu dan kuantitas), sosial-budaya-agama, atau kombinasi dari berbagai aspek tersebut (Peter and Olson, 2000).

Menurut Engel et al. (1998), kriteria yang digunakan konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, yaitu pengaruh situasi dan kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan. Selain itu, (Nurismanto, 2000) evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap citra suatu produk dapat berupa penilaian merek, pelayanan, harga, mutu, toko dan penilaian terhadap produsen secara keseluruhan.

Tingkat kerumitan proses evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen sangat tergantung kepada model pengambilan keputusan yang dijalani konsumen. Jika pengambilan keputusan adalah kebiasaan, maka konsumen hanya membentuk keinginan untuk membeli ulang produk yang sama seperti yang telah dib eli sebelumnya. Apabila konsumen tidak memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan dibelinya, kemungkinan konsumen lebih mengandalkan rekomendasi dari teman atau kerabatnya mengenai produk yang akan dibelinya.

Menurut Mowen and Minor (1999), proses evaluasi alternatif akan mengikuti pola apakah mengikuti model pengambilan keputusan (the decision-making persepective), model eksperiental (the experiental perspective), atau model perilaku (the behavioral perspective). Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement dicision making), maka proses evaluasi alternatif akan melalui tahapan pembentukan kepercayaan, pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku (behavioral intentions).


(40)

5. Tahap membeli

Pembelian produk suplemen yang dilakukan konsumen dapat digolongkan ke dalam tiga jenis (Engel et al, 1998), yaitu (1) pembelian yang terencana sepenuhnya, yakni konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan; (2) pembelian yang separoh terencana, yakni keinginan konsumen untuk membeli suatu produk, namun tidak mengetahui merek yang akan dibeli hingga dapat informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan; (3) pembelian yang tidak terencana, yakni keinginan untuk membeli sering muncul di toko atau mal.

Kotler (2000) mengatakan, pada tahap pembelian konsumen harus mengambil tiga keputusan, yaitu apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli, siapa yang membeli dan bagaimana cara pembelian. Simamora (2003) mengilustrasikan pembelian sebagai fungsi dari dua determinan (1) niat, dikelompokkan atas (a) produk dan merek; (b) kelas produk. Niat pembelian kategori satu disebut pembelian terencana sepenuhnya, karena seringkali merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan ma salah yang diperluas. Engel et al. (1998) mengatakan, niat pembelian dapat dipandang sebagai pembelian terencana, walaupun pilihan sering diputuskan ditempat penjualan; (2) pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu.

Keputusan membeli berkaitan denga n kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayar yang ditentukan oleh mutu, merek produk. Apabila membeli produk suplemen hanya sekedar satu proses yang bersifat low involvement decision, maka untuk menjadi penggemar dan membeli merek produk secara rutin, diperlukan proses habituation yang panjang.

6. Tahap perilaku setelah membeli dan konsumsi

Tahap ini menerangkan kilas balik atau tanggapan konsumen pada saat dan setelah mengkonsumsi produk. Alternatif yang dipilih harus dievaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan dan harapan setelah menggunakan atau mengkonsumsi, agar dihasilkan respon berupa keputusan menerima atau menolak. Keputusan menerima produk suplemen setelah mengkonsumsi disebabkan keinginan konsumen telah terpenuhi yang ditandai dengan


(41)

kepuasan. Sebaliknya, akan terjadi penolakan jika harapan konsumen tidak sesuai atau bahkan menimbulkan masalah ketidak puasan.

Engel et al. (1998) mendefinisikan kepuasan dengan satisfaction is defined here as a post-consumption evaluation that a chosen alternative at least meets or exceeds expectations. Mowen and Minor (1999) mengartikan kepuasan sebagai consumer satisfaction is defined as the overall attitude consumers have toward a good or service after they have acquire and used it. It is a postchoice evaluative judgement resulting from a specific purchase selection and the experience of using/consuming it.

Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Pengalaman mengkonsumsi

Secara umum, faktor-faktor yang diduga menjadi penentu persepsi dan konsumsi sangat berkaitan dengan proses kognitif yang dipengaruhi pengalaman, serta konsep pribadi yang dikelompokkan ke dalam beberapa faktor, yaitu: (1) faktor demografi (umur, pendapatan, pendidikan dan tahap siklus hidup); (2) faktor sosial (budaya, kelas sosial, kelompok rujukan dan pengeluaran waktu); dan (3) faktor psikologi (sikap, kepribadian, tingkat kesadaran akan kelas sosial, motivasi, resiko yang dirasakan, pendapatan para tokoh, dan lain- lain) (Sutisna, 2001).

Jika pengalaman konsumen saat mengkonsumsi merasakan sesuai dengan yang dijanjikan, maka rasa puas dan kemungkinan untuk melakukan pembelian ulang sangat besar (Sutisna, 2001). Bukan hanya itu, kemungkinan memberikan referensi kepada orang lain tentang produk suplemen yang berkaitan dengan klaim, rasa dan harga terjangkau akan cepat tersebar. Tetapi sebaliknya, jika konsumen merasakan produk suplemen tidak sesuai yang dijanjikan, konsumen akan kecewa yang diwujudkan dengan tidak melakukan pembelian ulang, lebih berbahaya lagi, jika konsumen mengekspresikan kekecewaannya kepada pihak lain, atau media massa.

Memang tidak akan ada bedanya antara pengalaman konsumen ketika meminum cairan yang mengandung gula seperti teh manis dan lainnya, tetapi produk suplemen sering dikons umsi, karena dianggap dapat menstimuli


(42)

stamina dan menyegarkan (menghilangkan rasa kantuk). Rasa menyegarkan, peningkat stamina dan tidak mengantuk ini disebabkan oleh kafein yang memang terkandung di dalam produk suplemen. Martindale (1997) mengemukakan bahwa, sensasi segar ditimbulkan dari kafein dosis tertentu dan jika dosisnya melebihi 50 mg justru akan merusak kesehatan.

2. Pengetahuan konsumen akan gizi

Mowen and Minor (1999) mendefinisikan pengetahuan

konsumen sebagai ”

the amount of experience with and

information about particular products or services a person has

”.

E ngel

et al.

(1998) mengartikan ”

at a general level, knowledge

can be defined as the information stored within memory. The

subset of total information relevant to consumers functioning in

the marketplace is called consumer knowledge

”. Dari dua

definisi tersebut Sumarwan (2003) mengartikan bahwa,

pengetahuan konsumen merupakan semua informasi yang

dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan

jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk

dan jasa.

Pengetahuan konsumen menurut Mowen and Minor (1999)

terbagi atas tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan objektif

(

objective knowledge

), yakni informasi yang benar mengenai

kelas produk yang diingat konsumen dalam jangka panjang; (2)

pengetahuan subjektif (

subjective knowledge

), yakni persepsi

konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui

mengenai kelas produk; (3) pengetahuan lainnya yang

berkaitan dengan suatu produk.

Memilih suatu produk suplemen memang tidak terlepas

dari masalah selera, namun tidak melupakan segi kesehatan

dan gizi. Jika konsumen memiliki pengetahuan positif tentang

produk (kelas produk, bentuk produk, merek, model/ fitur),

maka kemampuan untuk memilih mutu produk dengan

ketersediaan zat gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup dapat

sesuai kebutuhan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengetahuan

gizi seseorang, maka semakin tinggi kepentingan kualitas

produk daripada kuantitasnya. Hal inilah yang diungkapkan

oleh Sanjur (1982) bahwa, salah satu faktor pribadi yang

mempengaruhi jumlah dan jenis produk yang dikonsumsi,

berkaitan erat dengan kemampuan seseorang untuk


(43)

menerapkan pengetahuan gizi dalam memilih dan cara

pemanfaatan produk sesuai dengan kebutuhan.

3. Merek produk suplemen

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi yang ditujukan untuk mengidentifikasi produk dari produsen sehingga mudah dikenali konsumen (Sumarwan, 2003). Pendapat senada dikemukakan Durianto et al. (2004a) bahwa, merek bukan terletak di kemasan produk, tetapi dalam persepsi konsumen. Bahkan Aaker (1997) mempertegas, merek lebih penting dari produk itu sendiri.

Dinamika kompetisi yang ketat antara merek, menuntut merek harus mempunyai kedudukan unik, jika dibandingkan dengan merek lain, sehingga diperlukan positioning merek yang tajam dan menggambarkan diferensiasi dibandingkan dengan pesaing (Aaker, 1997). Dalam hal ini, merek harus diasosiasikan dengan sejumlah atribut dalam bentuk manfaat yang ditawarkan oleh merek dan berbeda dengan pesaing. Oleh sebab itu, Sumarwan (2003) mengatakan merek (brand) adalah janji produsen sebagai jaminan mutu terhadap atribut produk, manfaat, nilai merek, budaya, kepribadian, dan pemakai produk tersebut.

Agar komunikasi dapat terbentuk dan menimbulkan asosiasi kuat antara merek dan atributnya, setiap positioning merek harus diiringi positioning claim, yakni serangkaian kata yang menggambarkan sebuah janji dan dengan sendirinya harus ditepati (Sutisna, 2001). Janji inilah yang membedakan dengan merek pesaing dan menjadi daya tarik agar konsumen mencoba, sehingga terbentuk ikatan emosional antara produsen dan konsumen untuk membangkitkan kesadaran merek (brand awareness). Menurut Durianto et al. (2004a), kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya guna memperluas pasar yang berpengaruh terhadap persepsi dan tingkah laku.

Aaker (1997) membagi brand awareness (Gambar 7), yaitu (1) unaware of brand (tidak menyadari merek), konsumen tidak menyadari adanya suatu merek; (2) brand recognition (pengenalan merek), pengenalan merek akan muncul setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall); (3) brand recall (mengingat kembali terhadap merek), mengingat kembali


(44)

terhadap suatu merek tanpa bantuan (unaided recall); (4) top of mind (puncak pikiran), merek utama yang ada dalam benak konsumen. Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa, merek merupakan suatu aset penting dan berharga bagi perusahaan.

Gambar 7. Piramida kesadaran merek (Aaker, 1997)

4. Karakteristik demografi

Sanjur (1982) mengatakan bahwa, faktor demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Konsumen dengan karakteristik demografi dan karakteristik sosial ekonomi yang sama cenderung memiliki perilaku konsumsi yang sama, jika dibandingkan dengan konsumen yang memiliki karakteristik demografi dan sosial ekonomi berbeda (Kotler, 2000). Kotler (2000) dan Sutisna (2001) mengilustrasikan, pertama, pembelian produk atau merek tertentu dipengaruhi oleh faktor sumber daya ekonomi (daya beli) yang dimiliki sekarang atau di masa akan datang. Kedua, usia mempengaruhi persepsi seseorang untuk membuat keputusan dan dapat mempengaruhi selera terhadap beberapa produk. Hal senada diungkapkan Sumarwan (2003) bahwa, keputusan konsumen mengkonsumsi berhubungan dengan faktor daya beli, usia, jenis kelamin dan status perkawinan.

Brand Recall

Unaware of Mind Brand Recognition


(45)

Kerangka Pemikiran

Produk suplemen pada dasarnya terkait dengan banyak aspek, mulai dari perizinan, pengadaan bahan baku, kapasitas mesin hingga permintaan pasar. Secara umum, meskipun berfluktuasi terdapat kecenderungan peningkatan produksi produk suplemen, karena kecenderungan meningkatnya total konsumsi masyarakat, masuknya beberapa industri baru dan produk impor yang secara langsung memacu produsen untuk meningkatkan produksi.

Sebagai contoh adalah produk Lipovitan yang dalam sebulan dapat diproduksi sekitar 1,5-2 juta botol, artinya dalam tahun 2001, produksi PT. Taisho Indonesia mampu menghasilkan antara 2.700-3.600 ton produk suplemen. Secara umum, pada tahun 2000 total produksi nasional produk suplemen mencapai 40.9 ribu ton. Tahun 2004 seiring dengan persaingan bisnis produk suplemen ini cenderung meningkat dengan semakin banyaknya perusahaan yang menanamkan modal untuk memperebutkan pangsa pasar, total produksi produk suplemen meningkat lagi 14% menjadi 84.8 ribu ton. Rataan peningkatan produksi selama lima tahun terakhir mencapai 20%. Laju pertumbuhan total produksi terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu 34%. Sedangkan laju pertumbuhan terkecil pada tahun 2003 yaitu 9% (BPS, 2004).

Tabel 4. Perkembangan produksi produk suplemen, 2000-2004 Tahun Produksi (Ton eq ’000 Liter) %

2000 2001 2002 2003 2004

40.852 50.750 67.926 74.300 84.817

24% 34% 9% 14%

Rataan 20%

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.

Produsen yang memproduksi produk suplemen tentu akan memberikan merek, sehingga lebih mudah dikenal. Setelah pemberian merek dan klaim yang melekat dilakukan, produsen berusaha melakukan bauran pemasaran (marketing mix) yang tepat agar produk suplemen dapat diterima dan menjadi pilihan, serta


(46)

selalu diingat konsumen. Perkembangan produk suplemen, perlu diketahui dari tingkat permintaan dan kesukaan, frekuensi, serta motivasi konsumsi konsumen yang ditandai dengan kepuasan terhadap janji yang diberikan.

Engel et al. (1998) berpendapat bahwa, keterlibatan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti sikap tersebut. Pendapat senada dikemukakan Sumarwan (2003) bahwa, sikap konsumen merupakan segala yang dilakukan seseorang atau individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan produk, termasuk proses pengambilan keputusan. Proses keputusan didasarkan pada stimulus menurut faktor internal seperti perbedaan individu terhadap suatu produk dan berdasarkan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan. Stimulus ini akan membangkitkan kesadaran dan pemahaman konsumen terhadap masalah dalam menilai produk suplemen. Pemahaman masalah muncul, ketika konsumen menilai adanya perbedaan keadaan aktual dengan keadaan ideal dari produk suplemen. Hal ini terjadi karena adanya motif bersifat internal seperti penilaian tentang dirinya (konsep diri) atau stimulus bersifat eksternal seperti klaim produk yang merupakan bagian dari promosi. Beragam pilihan produk menuntut konsumen untuk mencari informasi untuk menentukan pilihan. Setelah produk digunakan, konsumen membutuhkan penilaian kembali terhadap produk yang dipilih, apakah memenuhi kebutuhan, puas atau tidak terhadap produk tersebut. Artinya, konsumen akan melakukan evaluasi alternatif berupa solusi penyelesaian dan tahap keputusan pembelian dan rasa puas atau tidak yang diakhiri dengan sikap konsumen setelah membeli, sehingga konsumen yang merasa puas akan bersikap positif terhadap produk dan menjadikannya sebagai stimulus dalam proses pengambilan keputusan selanjutnya, namun jika konsumen bersikap negatif, maka konsumen tidak melakukan pembelian ulang. Secara rinci, hal tersebut dimuat pada Gambar 8.


(47)

Keterangan: --- Ruang lingkup penelitian

Gambar 8. Diagram alir kerangka pemikiran Produk Minuman Suplemen

Pemberian Merek

Marketing Mix

Produk

Merek-merek produk suplemen yang ada dipasar

Harga Promosi Lokasi

Brand Awareness Brand Perceived Quality Brand Loyality

Brand Awareness Struktur Equation Modelling

Brand Equitay Terkuat

Proses Keputusan Stimulus Pemahaman masalah

Pencarian informasi Penilaian alternatif

Pembelian dan kepuasan

Sikap Konsumen Perbedaan

Individu - Kebutuhan &

Motivasi - Gaya hidup - Pengetahuan - Pendidikan - Pengolahan

informasi dan persepsi - Sikap

Faktor Lingkungan - Budaya - Sosial

ekonomi - Jumlah

keluarga - Kelompok

acuan - Situasi


(1)

Lampiran 7. Angkatan kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, kelompok umur dan tingkat pendidikan di Kota Bogor tahun 2002

2002

Lapangan Usaha

L P L+P

Industri Perdagangan Jasa

Angkutan & Komunikasi Pertanian

- Tanaman Pangan - Perkebunan - Perikanan - Peternakan - Lainnya

26.838 40.180 72.355 10.051 4.285 1.013 469 704 2.028 11.917 12.209 28.163 470 780 186 65 88 344 38.755 52.390 100.518 10.520 5.065 1.198 533 792 2.372 Jumlah 157.923 54.222 212.143

Status Pekerjaan L P L+P

Berusaha sendiri

Berusaha dengan buruh tidak tetap Berusaha dengan buruh tetap Buruh/karyawan

Pekerja tidak dibayar

59.759 7.193 4.339 119.566 12.011 14.963 1.342 1.211 45.629 32.778 74.722 8.535 5.550 165.196 44.790 Jumlah 202.868 95.923 298.793

Kelompok Umur L P L+P

15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59

60 +

10.472 24.880 33.599 32.827 27.756 24.208 19.136 12.725 8.582 15.597 11.447 19.176 16.684 13.549 10.777 8.807 6.346 4.263 2.908 6.211 21.919 44.053 50.283 46.375 38.532 33.016 25.482 16.988 11.490 21.809 Jumlah 209.782 100.168 309.947

Tingkat Pendidikan L P L+P

T/BTSD SD SLTP SLTA Diploma Universitas 16.612 63.402 35.248 68.453 9.631 16.435 9.696 31.497 16.070 29.782 5.990 7.130 26.308 94.899 51.318 98.235 15.621 23.565

Jumlah 209.781 100.165 309.946

Keterangan : T/BTSD = Tidak/belum tamat sekolah dasar Sumber : Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor, 2003


(2)

Lampiran 8. Pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya Nama Pemanis Buatan

No

Indonesia Inggris

ADI* Jenis Bahan Makanan

Batas Maksimum Penggunaan 1 Aspartam ** Aspartame 0 – 40 mg

2 Sakarin (serta garam Natrium)

Saccharin (and sodium salt)

0 – 2,5 mg Makanan berkalori rendah :

- Permen karet - Permen - Saus

- Es krim & sejenisnya - Es lilin - Jem & Jelly - Minuman

ringan - Yoghurt - Minuman

ringan fermentasi

50 mg/kg (Sakarin) 100 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 50 mg/kg (Sakarin) 3 Siklamat

(serta garam natrium dan kalsium)

Cyclamate and sodium salt & calcium salt

0 – 11 mg Makanan berkalori rendah :

- Permen karet - Permen - Saus

- Es krim & sejenisnya - Es lilin - Jem & Jelly - Minuman

ringan - Yoghurt - Minuman ringan

fermentasi

500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat

4 Sorbitol Sorbitol - Kismis

- Jem, Jelly, Roti

- Makanan lain

5 g/kg 300 g/kg 120 g/kg

Sumber : Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, PerMenKes Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985 Departemen Kesehatan

* ADI (Acceptable Daily Intake) adalah ukuran banyaknya pemanis buatan yang dapat dikonsumsi setiap hari per kg berat badan.


(3)

Lampiran 9. Zat warna yang digunakan sebagai bahan berbahaya

No Nama No Indeks Warna

(C.I. NO)

1 Auramine (C.I. Basic Yellow 2) 41000

2 Alkanet 75520

3 Butter Yellow (C.I. Solvent Yellow 2) 11020

4 Black 7984 (Food Black 2) 27755

5 Burn Umber (Pigment Brown 7) 77491

6 Chrysoidine (C.I. Basic Orange 2) 11270

7 Chrysoidine S (C.I. Basic Orange 8) 14270

8 Citrus Red No. 2 12156

9 Chocolate Brown FB (Food Brown 2) -

10 Fast Red E (C.I. Food Red 4) 16045

11 Fast Yellow AB (C.I. Food Yellow 2) 13015 12 Guinea Green B (C.I. Acid Green No. 3) 42085 13 Indanthrene Blue RS (C.I Food Blue 4) 69800

14 Magenta (C.I. Basic Violet 14) 42510

15 Metanil Yellow (Ext. D & C Yellow No. 1) 13065 16 Oil Orange SS (C.I. Solvent Orange 2) 12100 17 Oil Orange XO (C.I. Solvent Orange 7) 12140 18 Oil Yellow AB (C.I. Solvent Yellow 5) 11380 19 Oil Yellow OB ( C.I. Solvent Yellow 6) 11390

20 Orange G (C.I. Food Orange 4) 16230

21 Orange GGN (C.I. Food Orange 2) 15980

22 Orange RN (Food Orange 1) 15970

23 Orchil and Orcein -

24 Ponceau 3R (C.I. Red 6) 16155

25 Ponceau SX (C.I. Food Red 1) 14700

26 Ponceau 6R (C.I. Food Red 8) 16290

27 Rhodamin B (C.I. Food Red 15) 45170

28 Sudan 1 (C.I. Solvent Yellow 14) 12055

29 Scarlet GN (Food Red 2) 14815

30 Violet 6B 42640

Sumber : Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, PerMenKes Nomor 239/Men.Kes/Per/IV/1985 Departemen Kesehatan


(4)

Lampiran 10. Angka Kecukupan Gizi (AKG), dampak positif dan negatif dari berbagai zat gizi

No Bahan AKG (mg) Dampak Positif Dampak Negatif

1 Inositol Belum ditentukan secara resmi. Anjuran 100 mg/hari7

Tambahan inositol akan meningkat sehubungan dengan penggunaan antibiotik jangka panjang dan konsumsi kafein secara berlebihan3.

- Dapat menyebabkan mual dan flatulensi, meskipun tidak menimbulkan efek toksik. - Asam fitat dapat mengganggu penyerapan

beberapa jenis mineral valensi dua, misalnya kalsium, magnesium, besi, mangan dan seng. 2 Kalsium 700 mg untuk

pangan umum7

Mencegah osteoporosis yang mengakibatkan rapuhnya tulang sehingga menjadi mudah patah dan sulit bersambung kembali.

Secara teoritis konsumsi kalsium yang tinggi akan meningkatkan risiko pembentukan batu kalsium dalam saluran kemih.

3 Magnesium 260 mg untuk pangan umum7

Membantu mengatasi migren, kehilangan pendengaran (noise-related hearing loss), batu ginjal, hipertensi dan jantung koroner 5.

Dosis tinggi diduga dapat menyebabkan diare dan iritasi saluran pencernaan5. Hasil yang serupa diperoleh pada studi buta ganda lain2,9.

4 vitamin B1 (tiamin)

1,2 mg untuk pangan umum7

- Mencegah ensefalopati

- Memperbaiki mood dan kemampuan kognitif - Mempertahankan fungsi saraf tepi5.

Lebih dari 200 mg per hari tidak menimbulkan efek samping, namun tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara berlebihan1. 5 vitamin B2

(riboflavin)

1,3 mg untuk pangan umum7

- Mencegah migren - Anti oksidan

tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara berlebihan1.

6 Niasin, nikotinamida

16 mg untuk pangan umum 35 mg/hari konsumsi maksimum7

mencegah pellagra, gangguan saluran cerna, mual- mual, anemia, mudah tersinggung (irritable), bingung (confusion).

- Konsumsi dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan niacin/nicotinic flush karena pelebaran pembuluh darah, dapat diikuti rasa gatal, panas, dan sakit kepala.

- Efek samping lain adalah jantung berdebar, sulit tidur (insomnia), keringat berlebihan,


(5)

mual- mual, sakit otot, kadar asam urat darah meningkat, dan gangguan pada hati.

No Bahan AKG (mg) Dampak Positif Dampak Negatif

7 vitamin B5 10 mg per hari7 Tidak ada bukti tentang manfaat vitamin B5 untuk penanganan artritis.

Vitamin B5 kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi alergi berupa eksim pada kulit2.

8 vitamin B6 (piridoksin)

1,3 mg untuk pangan umum7

- Mengurangi kelainan saraf tepi.

- Menurunkan kadar homosistein dalam darah yang tinggi

- Mempengaruhi sistim imun terutama pada lanjut usia dengan komposisi makanan yang tidak baik dan mengalami defisiensi marginal

Batas maksimum 200 mg per hari, tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara berlebihan1.

9 vitamin B12 (Kobalamin)

2,4 mcg untuk pangan umum7

- Membentuk sel baru

- Mencegah dan mengobati anemia,

keterbelakangan perkembangan

motorik, sosial dan intelektual

- Mencegah hiperhomosisteinemia

Meskipun tidak ada efek toksik yang dilaporkan dan jarang timbul reaksi alergi, konsumsi

sebaiknya tetap dibatasi sesuai kebutuhan. Batas maksimum sebagai suplemen adalah 200 mcg per hari1.

Referensi :

1

Alhadeff. LC, Gualteri T, Lipton, M. 1984. Toxic effects of water soluble vitamins. Nutrition Reviews 42:33-40

2

Facchinetti F, Sances G, Borella P, et al. Magnesium prophylaxis of menstrual migraine: effects on intracellular magnesium. Headache. 1991;31:298–301 3

Lisa Colodny, Pharm D. and Ronald L. Hoffman, M.D.Levine J, Barak Y, Gonzalves M, et al. Inositol Clinical Applications for Exogenous Use. Altern Med Rev 1998;3(6):432-447

4


(6)

5

Peikert A, Wilimzig C, Kohne-Volland R. Prophylaxis of migraine with oral magnesium: results from a prospective, multi-center, placebo-controlled and double-blind randomized study. Cephalalgia. 1996;16:257–263.

6

Schmidl MK and Labuza TP. Essentials of Functional Foods. An Aspen Publication. Gaitherburg, Maryland.2000

7

SK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1142 tanggal 25 Maret 2003 tentang Acuan Pencantuman Persentase Angka Kecukupan Gizi pada Label Produk Pangan US-

8

http://www.consumerlab.com/. Natural Products Encyclopedia: Herbs and Supplements.

9