87
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Sampel
Determinasi sampel buah pare belut dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa buah yang diteliti merupakan jenis Trichosanthes anguina L. Hasil determinasi sampel buah pare belut selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 2.
B. Preparasi Sampel
Sampel basah buah pare belut 24,06 kg dikeringkan dalam oven suhu 55
o
C selama 72 jam. Pengeringan dengan suhu rendah 55
o
C, karena pengeringan yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia
pada kandungan senyawa aktif Anonim, 1985. Pengeringan dalam oven tersebut berfungsi untuk mempercepat penghilangan air dan mendapatkan bahan dengan
kadar air yang rendah, sehingga bahan tidak menjadi busuk dalam penyimpanan. Dari proses pengeringan tersebut diperoleh sampel kering simplisia sebanyak
1137,81 g. Sampel yang sudah kering kemudian digiling sehingga diperoleh serbuk
buah pare belut sebanyak 1001,551g. Penggilingan dilakukan dengan maksud untuk memperluas luas permukaan agar sel jaringan yang mengandung senyawa
yang akan diisolasi mudah diikat oleh pelarut dan senyawa tersebut dapat larut sebanyak mungkin dalam pelarut. Serbuk buah pare belut selanjutnya dilakukan
ekstraksi maserasi.
C. Maserasi Simplisia
Serbuk buah pare belut diekstraksi dengan metode maserasi perendaman bahan menggunakan pelarut metanol selama 4 x 24 jam sambil diaduk tiap 1 jam.
Maserasi dipilih karena ekstraksi ini tidak melibatkan pemanasan sehingga perubahan-perubahan senyawa dapat dihindari, selain itu sampel yang digunakan
43
87 banyak untuk maserasi. Menurut Lenny 2006, proses maserasi sangat
menguntungkan untuk isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman ekstrak tumbuhan dapat menyebabkan pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan
ekstraksi senyawa akan sempurna. Maserasi juga dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Nobre, Moura 2005 : 562-565 membandingkan kadar flavonoid
Momordica charantia L. menggunakan metode maserasi dan perkolasi, hasilnya bahwa metode maserasi lebih baik.
Metanol dipilih sebagai pelarut karena memiliki kepolaran yang tinggi sehingga mampu melarutkan sebagian besar senyawa yang ada dalam simplisia
sehingga diharapkan senyawa-senyawa yang bersifat antijamur dapat terekstrak di dalam metanol. Pelarut dengan kepolaran rendah, lebih sedikit menarik ekstrak
aktif dibandingkan dengan campuran etanol dan metanol atau metanol saja Tsuda:1994 dalam Ismail, et al., 2004 : 581-586. Penelitian Oluwaseun, Ganiyu
2008 : 3138-3142 juga mempergunakan metanol untuk mengekstraksi Viscum Album dan terbukti tanaman tersebut banyak mengandung fenolat.
Maserasi berupa serbuk bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga interaksi pelarut dengan senyawa yang akan diambil lebih efektif dan senyawa
dapat terekstrak sempurna. Pengadukan berkala bertujuan untuk menghindari memadatnya serbuk sehingga pelarut sulit menembus bahan dan kesulitan
mengambil senyawa-senyawa aktif karena serbuk yang digunakan banyak. Dari ekstraksi maserasi dapat dihasilkan ekstrak metanol kental yang berwarna hijau
kecoklatan sebanyak 204,409 g dengan rendemen 20,409 bb. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 7. Ekstrak metanol kental yang diperoleh
dari ekstraksi maserasi ini, kemudian dilakukan uji aktivitas antijamur pada ekstrak metanol.
D. Pengujian Aktivitas Antijamur Ekstrak Metanol