Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Pemulihan Peristalik Usus Pasca Pembedahan dengan Anestesi Umum di RS Haji Medan
Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Pemulihan Peristaltik Usus
Pasca Pembedahan
denganAnestesi Umum di RS Haji Medan
SKRIPSI
oleh
DESI IRNIDA SIREGAR 111101114
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
SKRIPSI
oleh
Desi Irnida Siregar 111101114
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
(4)
(5)
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan Karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasca Pembedahan dengan Anestesi Umum di RS Haji Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yaitu :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU
3. Ibu Cholina Trisa Siregar,S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini
4. Bapak Achmad Fathi, S.Kep.,Ns sebagai penguji I 5. Ibu Yesi Ariani,S.Kep.,Ns., M.Kep sebagai penguji II
6. Teristimewa kepada keluargaku, Ayahanda Alm.Halomoan Siregar, Ibunda Hj.Siti Hajrah,S.Pd, abang Putra, kakak Ima dan adik Rani yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril dan materil serta doa yang tiada henti bagi penulis.
7. Sahabat-sahabatku Ami, Maya, Yuli serta Fauzi yang telah memberi semangat dan dukungannya serta bantuan dan informasi yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.
(6)
angkatan 2011 yang banyak memberikan pelajaran dan pengalaman berharga selama ini
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas semua bantuan yang diberikan, semoga mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin Ya
Robbal A’lamin.
Medan, 7 Juli 2015 Peneliti,
(7)
halaman
Halaman judul ... i
Halaman pernyataan orisinalitas ... ii
Halaman pengesahan ... iii
Prakata ... iv
Daftar isi ... vi
Daftar tabel ... ix
Daftar Skema ... x
Abstrak ... xi
Abstract ... xii
Bab 1 Pendahuluan 1.1Latar belakang ... 1
1.2Perumusan masalah ... 3
1.3 Tujuan penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan umum ... 3
1.3.2 Tujuan khusus ... 4
1.4 Manfaat penelitian ... 4
Bab 2 Tinjauan pustaka 2.1 Mobilisasi ... 5
2.1.1 Definisi mobilisasi ... 5
2.1.2 Tahap-tahap mobilisasi ... 5
2.1.3 Manfaat mobilisasi ... 7
2.1.4 Rentang gerak dalam mobilisasi ... 8
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi ... 9
2.2 Pemulihan peristaltik usus... 10
2.3 Konsep pembedahan ... 12
2.3.1 Defenisi pembedahan ... 12
2.3.2 Jenis pembedahan... 12
2.4 Konsep anestesi umum ... 14
2.4.1 Defenisi anestesi umum ... 14
2.4.2 Tahapan anestesi umum ... 15
2.4.3 Teknik anestesi umum... 16
2.4.4 Pengaruh anestesi umum pada tubuh ... 21
Bab 3. Kerangka penelitian 3.1 Kerangka penelitian ... 23
3.2 Defenisi operasional ... 24
3.3 Hipotesa penelitian ... 24
Bab 4. Metode penelitian 4.1 Desain penelitian ... 25
(8)
4.2.2 Sampel ... 26
4.3 Tempat penelitian ... 27
4.4 Waktu penelitian ... 28
4.5 Pertimbangan etik... 28
4.6 Instrumen penelitian ... 29
4.6.1 Data demografi ... 29
4.6.2 Lembar prosedur pelaksanaan mobilisasi dini ... 29
4.6.3 Lembar pengukuran peristaltik usus ... 29
4.6.4 Lembar observasi pemulihan peristaltik usus ... 29
4.7 Alat dan bahan... 29
4.8 Prosedur pengumpulan data ... 30
4.9 Analisa data ... 32
Bab 5. Hasil dan pembahasan 5.1 Hasil penelitian... 34
5.1.1 Karakteristik demografi responden ... 34
5.1.2 Distribusi peristaltik usus sebelum mobilisasi dini ... 35
5.1.3 Distribusi peristaltik usus setelah mobilisasi dini ... 36
5.1.4 Distribusi rata-rata peningkatan peristaltik usus setelah mobilisasi dini ... 36
5.1.5 Distribusi uji normalitas perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini kelompok intervensi dan kontrol ... 37
5.1.6 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok intervensi ... 38
5.1.7 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok kontrol ... 39
5.1.8 Distribusi uji normalitas perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini antara kelompok intervensi dan kontrol ... 40
5.1.9 Perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini antara kelompok intervensi dan kontrol ... 41
5.2 Pembahasan ... 42
5.2.1 Pengukuran peristaltik usus sebelum mobilisasi dini... 42
5.2.2 Pengukuran peristaltik usus setelah mobilisasi dini ... 43
5.2.3 Rata-rata peningkatan peristaltik usus setelah mobilisasi dini ... 44
5.2.4 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok intervensi ... 45
5.2.5 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok kontrol ... 46
5.2.6 Perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini antara kelompok intervensi dan kontrol ... 47
(9)
6.2 Saran ... 50
Daftar Pustaka ... 52
Lmpiran-lampiran ... 55 1. Lembar persetujuan menjadi responden penelitian
2. Instrumen penelitian 3. Jadwal tentatif penelitian 4. Ethical clearance
5. Tabel frekuensi data demografi
6. Tabel peristaltik usus sebelum mobilisasi 7. Tabel peristaltik usus setelah mobilisasi
8. Tabel rata-rata peningkatan peristaltik usus setelah mobilisasi 9. Tabel uji normalitas
10. Tabel perbedaan peristaltik sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol
11. Tabel perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi 12. Master tabel penelitian
13. Persetujuan izin pengambilan data
. 14. Persetujuan telah menyelesaikan penelitian 15. Taksasi dana penelitian
16. Lembar bukti bimbingan 17. Daftar riwayat hidup
(10)
halaman
Tabel 3.1 Defenisi operasional dan variabel penelitian ... 24
Tabel 5.1 Karakteristik demografi responden ... 34
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi peristaltik usus sebelum mobilisasi dini ... 35
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi peristaltik usus setelah mobilisasi dini ... 36
Tabel 5.4 Distribusi rata-rata peningkatan peristaltik usus setelah mobilisasi dini... 36
Tabel 5.5 Distribusi uji normalitas perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini kelompok intervensi dan kontrol ... 37
Tabel 5.6 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok intervensi ... 38
Tabel 5.7 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok kontrol ... 39
Tabel 5.8 Distribusi uji normalitas perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini antara kelompok intervensi dan kontrol ... 40
Tabel 5.9 Perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini antara kelompok intervensi dan kontrol ... 41
(11)
halaman Skema 3.1 Kerangka penelitian... 23 Skema 4.1 Desain penelitian pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum ... 25
(12)
Penulis : Desi Irnida Siregar NIM : 111101114
Jurusan : S-1 Keperawatan
Abstrak
Anestesi merupakan obat bius yang dapat menghentikan beberapa sistem tubuh, salah satunya sistem gastrointestinal. Efek anestesi umum dapat memperlambat dan menghentikan gelombang peristaltik yang dapat berakibat terjadinya illeus
paralitik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum. Desain penelitian adalah Quasi-Eksperimen dengan pre-test and post-test. Penelitian dilakukan di RS Haji Medan dengan jumlah sampel 24 orang, menggunakan teknik purposive sampling. Pengolahan data menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan
=0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai sebelum dan setelah mobilisasi 6-8 jam (p=0,002) dan 12-24 jam pasca pembedahan (p=0,014) pada kelompok intervensi sedangkan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nilai yang signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol setelah mobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan (p=0,004) dan setelah mobilisasi 12-24 jam (p=0,012). Kesimpulan adalah mobilisasi dini berpengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus pada 6-8 jam dan 12-24 jam pasca pembedahan dengan anestesi umum sehingga semakin cepat pasien dilakukan mobilisasi dini maka akan semakin cepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan
(13)
(14)
Penulis : Desi Irnida Siregar NIM : 111101114
Jurusan : S-1 Keperawatan
Abstrak
Anestesi merupakan obat bius yang dapat menghentikan beberapa sistem tubuh, salah satunya sistem gastrointestinal. Efek anestesi umum dapat memperlambat dan menghentikan gelombang peristaltik yang dapat berakibat terjadinya illeus
paralitik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum. Desain penelitian adalah Quasi-Eksperimen dengan pre-test and post-test. Penelitian dilakukan di RS Haji Medan dengan jumlah sampel 24 orang, menggunakan teknik purposive sampling. Pengolahan data menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan
=0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai sebelum dan setelah mobilisasi 6-8 jam (p=0,002) dan 12-24 jam pasca pembedahan (p=0,014) pada kelompok intervensi sedangkan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nilai yang signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol setelah mobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan (p=0,004) dan setelah mobilisasi 12-24 jam (p=0,012). Kesimpulan adalah mobilisasi dini berpengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus pada 6-8 jam dan 12-24 jam pasca pembedahan dengan anestesi umum sehingga semakin cepat pasien dilakukan mobilisasi dini maka akan semakin cepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan
(15)
(16)
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDewasa ini pasien yang mendapatkan tindakan operasi bedah semakin banyak. Tindakan pembedahan harus menggunakan anastesi atau pembiusan untuk menghilangkan kesadaran pasien selama menjalani tindakan operasi. Jenis anestesi yang digunakan untuk pembedahan ada beberapa macam yaitu, anestesi umum, anestesi lokal dan anestesi regional (Keat, 2013). Data penggunaan anestesi general di Rumah Sakit Haji Medan pada bulan Juli-September 2014 menempati posisi kedua yaitu 118, penggunaan anestesi spinal pada posisi utama dengan jumlah 299 dan anestesi lokal berjumlah 43. Anestesi spinal merupakan anestesi yang paling banyak digunakan di RS Haji Medan dibandingkan anestesi umum dan lokal.
Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di PACU (Post Anaesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan (recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Mobilisasi mulai dilakukan pada saat masa pemulihan untuk mempercepat proses penyembukan luka pasca operasi (Rothrock, 1990).
Smeltzer & Bare (2001) mengatakan bahwa pasien pasca pembedahan mengalami kondisi lemah dan sulit beraktivitas. Masalah ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu anestesi, rasa nyeri disekitar luka operasi, pasien dibebani oleh balutan, bebat atau peralatan drainase sehingga pasien seringkali tidak mampu melakukan mobilisasi.
(17)
Mobilisasi memiliki banyak manfaat, yaitu mempercepat penyembuhan luka, mencegah retensi urin dan pemulihan peristaltik usus menjadi lebih cepat. Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa aktivitas dapat meningkatkan peristaltik sementara immobilisasi menekan peristaltik, melemahkan otot-otot dasar panggul dan abdomen serta merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intra abdomen. Hasil penelitian Windiarto (2008) yang dilakukan di RS Wira Bhakti Tamtama Semarang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu pemulihan peristaltik usus antara pasien yang melakukan ROM aktif dan ROM pasif. Perbedaan waktu cukup signifikan, yaitu 28,50 menit untuk ROM aktif dan 42,50 menit untuk ROM pasif.
Pasien yang sudah kembali ke ruang rawat inap sering mengeluh karena harus menunggu waktu yang lama untuk dapat makan dan minum, namun pemberian makanan tidak dapat diberikan sebelum peristaltik ususnya sudah aktif kembali (Windiarto, 2008). Perawat di unit perawatan akan terus memantau dan mengkaji peristaltik usus setiap 4 sampai 8 jam. Auskultasi perut dilakukan secara rutin untuk mendeteksi peristaltik usus apakah sudah kembali normal atau tidak, peristaltik normal 5-30x/menit pada masing-masing kuadran. Pada pasien dengan peristaltik usus yang sudah normal akan segera diberikan asupan nutrisi untuk mengganti sel-sel yang hilang pada saat pembedahan (Potter & Perry, 2010).
Hasil observasi dan wawancara terhadap pasien Ar-Rizal dan Annisa pada tanggal 9-12 Maret 2015 terhadap 4 orang pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum, 2 diantaranya belum flatus setelah 6 jam pasca pembedahan. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak dianjurkan oleh perawat untuk bergerak
(18)
diatas tempat tidur 6-8 jam pasca pembedahan padahal mobilisasi pasca pembedahan itu penting untuk mempercepat pemulihan peristaltik usus sehingga pasien lebih cepat flatus yang menandakan bahwa usus nya telah aktif kembali. Pergerakan atau aktivitas awal yang dilakukan pasien pasca pembedahan akan dapat membantu penyembuhan dan pencegahan komplikasi. Salah satu komplikasi pasca pembedahan yang dapat dicegah adalah distensi abdomen dan
illeus/obstruksi usus (Depkes RI (1998 dalam Akhrita,2011)
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasca Pembedahan dengan Anestesi Umum di RS Haji Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasca Pembedahan dengan Anestesi Umum di RS Haji Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian memiliki tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan.
(19)
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengindentifikasi frekuensi peristalik usus sebelum dilakukan mobilisasi dini di RS Haji Medan.
b. Untuk mengindentifikasi frekuensi peristalik usus setelah dilakukan mobilisasi dini di RS Haji Medan.
c. Untuk mengidentifikasi rata-rata peningkatan frekuensi peristaltik usus
d. Untuk membandingkan frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini pada kelompok intervensi dan kontrol di RS Haji Medan.
e. Untuk membandingkan frekuensi peristaltik usus antara kedua kelompok sebelum dan setelah mobilisasi dini
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi institusi terutama keperawatan medikal bedah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang mobilisasi pasca pembedahan dengan anestesi umum
1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan pada pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Untuk menambah wawasan tentang konsep pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan terhadap pemulihan peristaltik usus.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mobilisasi2.1.1 Definisi
Mobilisasi dalam konteks keperawatan mengacu pada tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).
Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Perry & Potter, 2010).
Mobilisasi dini dapat segera dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pada pasien pasca pembedahan dianjurkan untuk segera menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari-jarinya agar kerja organ pencernaan segera kembali normal (Kasdu, 2003). Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi (Carpenito, 2000).
2.1.2 Tahap - tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi
Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi menurut Cetrione (2009) meliputi:
a. Melakukan mobilisasi pada 6-8 jam pertama pasca pembedahan dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan,
(21)
mengkontraksikan otot-otot kaki dan tangan dan mengajarkan miring ke kiri atau ke kanan.
Latihan dilakukan selama 45 menit.
i. Pada 15 menit pertama setelah 6-8 jam pasca pembedahan pasien diajarkan menggerakkan kaki dan tangan dengan ditekuk dan diluruskan sebanyak 5 kali pada masing-masing ekstremitas.
ii. Pada 15 menit kedua setelah 6-8 jam pasca pembedahan pasien diajarkan mengkontraksikan otot-otot kaki dan tangan sebanyak 5 kali pada masing-masing ekstremitas.
iii. Pada 15 menit ketiga setelah 6-8 jam pasca pembedahan pasien diajarkan miring ke kanan dan ke kiri.
b. Melakukan mobilisasi pada 12-24 jam berikutnya pasien sudah diperbolehkan untuk duduk baik bersandar atau tidak dan fase selanjutnya duduk diatas tempat tidur dengan kaki dijatuhkan sambil digerak-gerakkan selama 15 menit.
c. Pada hari kedua pasca operasi, pasien yang dirawat di kamar atau bangsal sudah tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, pasien sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ke toilet atau kamar mandi sendiri. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca operasi untuk mengembalikan fungsi pasien kembali normal.
(22)
2.1.3 Manfaat Mobilisasi
Manfaat yang dapat diperoleh dari mobilisasi bagi sistem tubuh menurut Kozier (2004 ) adalah sebagai berikut :
a. Sistem Muskuloskeletal
Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat dipertahankan dengan melakukan latihan yang ringan dan dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan yang berat. Latihan yang dapat dilakukan adalah range of motion.
b. Sistem Kardiovaskular
Latihan atau mobilisasi yang adekuat dapat meningkatkan denyut jantung (heart rate), menguatkan kontraksi otot jantung, dan menyuplai darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac output) meningkat karena aliran balik dari aliran darah. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac output) normal adalah 5 liter/menit, dengan mobilisasi dapat meningkatkan
cardiac output sampai 30 liter/menit. c. Sistem Respirasi
Latihan mengakibatkan jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh paru (ventilasi) meningkat. Ventilasi normal sekitar 5-6 liter/menit. Pada mobilisasi yang berat, kebutuhan oksigen meningkat hingga mencapai 20x dari kebutuhan normal. Aktivitas yang adekuat juga dapat mencegah penumpukan sekret pada bronkus dan bronkiolus, menurunkan usaha pernapasan.
(23)
d. Sistem Gastrointestinal
Dengan beraktivitas dapat memperbaiki nafsu makan, meningkatkan tonus saluran pencernaan, memperbaiki pencernaan dan eliminasi seperti kembalinya pemulihan peristaltik usus dan mencegah terjadinya konstipasi serta menghilangkan distensi abdomen.
e. Sistem Metabolik
Latihan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme sehingga dapat meningkatan produksi dari panas tubuh dan hasil pembuangan. Selama melakukan aktivitas berat, kecepatan metabolisme dapat meningkat sampai 20x dari kecepatan normal. Berbaring di tempat tidur dan makan dapat mengeluarkan 1.850 kalori per hari. Aktivitas juga dapat meningkatkan penggunaan trigliserid dan asam lemak, sehingga dapat mengurangi tingkat trigliserid serum dan kolesterol dalam tubuh. f. Sistem Urinary
Aktifitas yang adekuat dapat menaikkan aliran darah dan tubuh dapat memisahkan sampah dengan lebih efektif, dengan demikian dapat mencegah terjadinya statis urinary. Kejadian retensi urin dapat dicegah dengan melakukan aktivitas.
2.1.4 Rentang Gerak dalam Mobilisasi
(24)
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif berguna untuk menjaga kelenturan otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif, misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan menggunakan otot-otot secara aktif, misalnya pasien berbaring sambil menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, (Potter & Perry, 2006) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilisasi dini adalah sebagai berikut :
a. Faktor fisiologis
Frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe penyakit, status kardiopulmonar, status muskuloskletal, pola tidur, keberadaan nyeri, frekuensi aktivitas dan kelainan hasil laboratorium.
b. Faktor emosional
Faktor emosional yang mempengaruhi mobilisasi adalah suasana hati, depresi, cemas, motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri.
(25)
c. Faktor perkembangan
Faktor perkembangan yang mempengaruhi mobilisasi adalah usia, jenis kelamin, kehamilan, perubahan masa otot karena perubahan perkembangan dan perubahan sistem skeletal.
2.2 Pemulihan peristaltik usus
Pembedahan dengan anestesi umum akan melumpuhkan semua fungsi tubuh antara lain saluran pencernaan, yang disebut illeus pasca bedah. Illeus
menyebabkan gangguan peristaltik hingga makanan yang seharusnya didorong ke bawah akan berhenti akibatnya usus meregang dan makanan itu dimuntahkan.
Illeus segera sembuh dan usus mulai berjalan kembali tergantung jenis dan lamanya operasi (Bahar, 2012).
Pengkajian dan manajemen pada sistem gastrointestinal pasca pembedahan adalah penting karena sistem gastrointestinal yang bermasalah akan menimbulkan ketidaknyamanan dan komplikasi bagi pasien. Disfungsi gastrointestinal seperti distensi pasca operasi, penurunan peristaltik dan pengerasan feses dapat dicegah dengan meningkatkan hidrasi dan aktivitas yang adekuat (Smeltzer & Bare, 2001). Teori lain menurut Mochtar (1998) menyebutkan bahwa dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas juga akan membantu mempercapat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
Perawat di unit perawatan akan memantau dan mengkaji peristaltik usus setiap 4 sampai 8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30x/menit pada masing-masing kuadran yang menunjukkan
(26)
gerak peristaltik telah kembali. Suara denting tinggi disertai oleh distensi perut menunjukkan bahwa usus tidak berfungsi dengan baik. Tanyakan apakah pasien telah flatus (membuang gas) yang menandakan bahwa fungsi usus telah normal kembali (Potter & Perry, 2010).
Mobilisasi pasca operasi dapat mempercepat fungsi peristaltik usus. Hal ini didasarkan pada struktur anatomi kolon di mana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke atas menuju fleksus hepatik, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri bawah menuju rektum. Mobilisasi dini yang dilakukan yaitu latihan di tempat tidur, berpindah ke tempat tidur lainnya dapat merangsang peristaltik dan kelancaran flatus (Doenges et al, (2000 dalam Kiik, 2012).
Dampak mobilisasi terhadap sistem gastrointestinal yaitu adanya gerakan peristaltik usus sehingga dapat memudahkan terjadinya flatus, mencegah distensi abdomen dan nyeri akibat adanya gas dalam abdomen (Smeltzer & Bare, 2001). Di samping itu juga mencegah konstipasi serta mencegah illeus paralitik.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan pemberian program diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan. Program diet pasca bedah diberikan setelah kembalinya fungsi peristaltik usus yang menandakan saluran gastrointestinal telah normal (Prayitno, 2011).
(27)
2.3 Konsep Pembedahan 2.3.1 Definisi Pembedahan
Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan anestesi, individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anestesi atau pembiusan yang meliputi anestesi general, regional atau lokal (Smeltzer & Bare, 2001). Proses pembedahan memerlukan perawatan perioperatif yang terdiri dari pra-operasi, intra-operasi, pasca-operasi sehingga dapat memberi kenyamanan pada pasien setelah operasi dan tidak terjadi infeksi nosokomial.
2.3.2 Jenis Pembedahan
Pembedahan dibagi menjadi 3 macam menurut Potter & Perry (2005), yaitu pembedahan menurut keseriusan, pembedahan menurut urgensinya dan pembedahan menurut tujuannya.
a. Klasifikasi pembedahan menurut keseriusannya adalah sebagai berikut: 1). Mayor
Melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh, menimbulkan risiko yang tinggi bagi kesehatan.
Contoh: reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru. 2). Minor
Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh, sering dilakukan untuk memperbaiki deformitas, mengandung risiko yang lebih rendah bila dibandingkan sengan prosedur mayor.
(28)
b. Pembedahan menurut urgensi dibagi menjadi: 1). Elektif
Dilakukan berdasarkan pada pilihan klien, tidak penting dan mungkin tidak dibutuhkan untuk kesehatan.
Contoh: perbaikan hernia, rekonstruksi payudara. 2). Gawat
Perlu untuk kesehatan klien, dapat mencegah timbulnya mmasalah tambahan (mis, destruksi jaringan atau fungsi organ yang terganggu), tidak harus selalu bersifat darurat.
Contoh: eksisi tumor ganas, pengangkatan batu kantung empedu. 3). Darurat
Harus dilakukan segera untuk menyelamatkan jiwa atau mempertahankan fungsi bagian tubuh.
Contoh: memperbaiki perforasi appendiks, mengontrol perdarahan internal, memperbaiki amputasi traumatik.
c. Klasifikasi pembedahan berdasarkan tujuan yaitu: 1). Diagnostik
Bedah ekplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter, termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Contoh: laparotomi eksplorasi (insisi rongga peritoneal untuk menginspeksi organ abdomen), biopsi massa payudara. 2). Ablatif
Eksisi atau pengangkatan bagian tubuh yang menderita penyakit. Contoh: amputasi, pengangkatan appendiks
(29)
3). Paliatif
Menghilangkan atau mengurangi intensitas gejala penyakit, tidak akan menyembuhkan penyakit.
Contoh: kolostomi, debridemen jaringan nekrotik. 4). Rekonstruksi
Mengembalikan fungsi atau penampilan jaringan yang mengalami trauma atau malfungsi.
Contoh: fiksasi internal pada fraktur, perbaikan jaringan parut. 5). Transpalantasi
Dilakukan untuk mengganti organ atau struktur yang mengalami malfungsi.
Contoh: transplantasi ginjal, kornea atau hati. 6). Konstruksif
Mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat anomali kongenital.
Contoh: memperbaiki bibir sumbing, penutupan defek katup atrium jantung.
2.4 Konsep Anestesi Umum 2.4.1 Definisi Anestesi Umum
Anestesi adalah suatu keadaan narkosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya refleks. Masukan dan eliminasi anestesi sangat dipengaruhi oleh ventilator pulmonari. Makin dalam (taraf) anestesi membutuhkan konsentrasi agens yang lebih kuat (Smeltzer & Bare, 2001). Anestesi general adalah anestesi
(30)
yang dilakukan dengan memblok pusat kesadaran otak untuk menghilangkan kesadaran, menimbulkan relaksasi dan hilangnya rasa. Metode pemberian anestesi general adalah dengan inhalasi dan intravena. Semua zat anestesi general menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernapasan yang vital.
2.4.2 Tahapan Anestesi Umum
Tahapan anestesi umum menurut Smeltzer & Bare (2001) dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
a. Tahap I (anestesi awal)
Pasien menghirup campuran anestetik, hangat, pening, dan perasaan terpisah dari lingkungan dirasakan oleh pasien. Pasien dapat mendengar bunyi deringan, auman, atau dengungan di telinganya dan meski sadar, ia sadar bahwa ia sudah tidak mampu lagi untuk menggerakkan ekstremitasnya dengan mudah.
b. Tahap II (excitement)
Pada fase ini ditandai dengan gerakan melawan, berteriak, berbicara, bernyayi, tertawa, atau bahkan menangis. Pupil berdilatasi tetapi berkontraksi jika dipanjankan terhadap cahaya, frekuensi nadi cepat dan pernapasan tidak teratur.
c. Tahap III (anestesi bedah)
Pada tahap ini pasien dalam keadaan tidak sadar, berbaring dengan tenang di atas meja operasi. Pupil mengecil tetapi akan lebih
(31)
berkontraksi ketika dipajan terhadap cahaya. Pernapasan teratur, frekuensi dan nadi normal dan kulit berwarna merah muda dan kemerahan.
d. Tahap IV (takarlajak)
Pada tahap ini pernapasan menjadi dangkal, nadi lemah dan cepat, pupil menjadi melebar dan tidak berkontraksi saat terpajan cahaya. Pasien mengalami sianosis kecuali pertolongan pertama tidak segera dilakukan. Jika tahap ini terjadi, anestesi harus segera dihentikan dan dibutuhkan dukungan respiratori dan sirkulasi untuk mencegah kematian.
2.4.3 Teknik Anestesi Umum
Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 2 cara menurut Boulton & Blogg (1994), yaitu:
a. Parenteral
Obat anestesi masuk ke dalam darah dengan cara suntikan IV atau IM untuk selanjutnya dibawa darah ke otak dan menimbulkan keadaan narkose. Obat anestesi yang sering digunakan adalah:
1). Tiopental
Tiopental (pentothal, tiopenton) dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml=25 mg). Tiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
(32)
Penggunaannya untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi. Dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hipnosis, anestesi atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah ke otak, tekanan likutor, tekanan intrakranial dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan oksigen. Tiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis harus dikurangi. Tiopental dapat diberikan secara kontinu pada kasus tertentu di unit perawatan intensif, tetapi jarang digunakan untuk anestesi intravena lokal. Cara pemberian larutan tiopental 2,5% dimasukkan secara IV pelan-pelan 4-8 cc sampai penderita tidur, pernapasan menjadi lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi maka operasi dapat dimulai. Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu sampai 1 gram. Tiopental dengan dosis menengah memiliki efek pemulihan lebih cepat karena obat mengalami redistribusi di dalam tubuh namun untuk metabolisme nya berlangsung lambat dan efek sedatif dapat bertahan sampai 24 jam.
2). Propofol
Propofol (dipprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml =10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri,
(33)
sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-13 mg/kg per jam atau 100-200 mg/kgbb/menit dengan syringe pump dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg atau 25-50 mg/kgbb/menit syringe pump. Propofol menjadi obat pilihan induksi anestesi, khususnya untuk mempercepat pemulihan pasien. Kecepatan onset sama dengan barbiturat intravena, masa pemulihan lebih cepat dan pasie dapat pulang lebih cepat untuk segera berobat jalan . Kelebihan lainnya pasien merasa lebih nyaman setelah pemberian propofol pada periode pasca bedah dibandikan anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah pasca bedah lebih jarang karena propofol memiliki efek anti muntah
3). Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Anestesi opioid menggunakan fentanil dengan dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit. Analgetik golongan opioid digunakan dalam mengatasi nyeri pasca pembedahan namun juga memberikan efek terjadinya illeus melalui aktivitas reseptor opioid di sistem gastrointestinal dengan menurunkan motilitas usus.
(34)
b. Inhalasi
Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestesi melalui udara pernapasan. Obat anestesi dihirup bersama udara pernapasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose. Hampir semua anestesi mengakibatkan sejumlah efek samping misalnya, menekan pernapasan, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretikan,
mengurangi kontraksi jantung, merusak hati, merusak ginjal (Boulton & Blogg, 1994). Obat-obat yang dipakai dalam anestesi inhalasi menurut Majid et al, (2011)adalah:
1). Nitrogen Monoksida (NO)
Nirogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan lebih berat daripada udara. Gas ini tidak mudah terbakar, tetapi bila dikombinasikan dengan zat anestesi yang mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan misalnya, campuran eter dan N2O. Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah.
Relaksasi otot kurang baik sehingga untuk mendapatkan relaksasi yang cukup, sering ditambahkan obat pelumpuh otot.
2). Eter (dietileter)
Eter merupakan cairan tidak berwarna yang mudah menguap berbau tidak enak, mengiritasi saluran napas, mudah terbakar, dan mudah meledak. Di udara terbuka eter teroksidasi menjadi peroksida dan bereaksi dengan alkohol membentuk asetaldehid, maka eter yang
(35)
sudah terbuka beberapa hari sebaiknya tidak digunakan lagi. Eter merupakan anestesi yang sangat kuat. Kadar 10-15 mg dalam darah arteri sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot dan hambatan neuromuskular yang tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuskular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polikmiksin, dan kanalmisin. Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter menekan kontraktilitas jantung.
3). Induksi halotan
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 campuran N2O dan O2.
Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 =
3:1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
4). Induksi sevofluran
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol % seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
(36)
2.4.4 Pengaruh Anestesi Umum pada tubuh
Pengaruh anestesi umum pada tubuh menurut Katzung & Berkowitz (2001) antara lain:
a. Pernapasan
Pasien dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernapasan dan peredaran darah. Bila hal ini terjadi pada waktu anestesi maka pertolongan resusitasi harus segera diberikan untuk mencegah kematian. Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pernapasan menyebabkan hipersekresi ludah dan lendir sehingga terjadi penimbunan mukus di jalan napas.
b. Kardiovaskuler
Keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba. Jantung dapat berhenti disebabkan oleh karena pemberian obat yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang terganggu, perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia dan anoksia, katekolamin darah berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung. Perubahan tahanan vaskuler sistemik (misalnya peningkatan aliran darah serebral) menyebabkan penurunan curah jantung.
c. Gastrointestinal
Dapat terjadi regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung ke faring tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini disebabkan oleh adanya cairan atau makanan dalam lambung, tingginya tekanan darah ke lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari letak faring. Menurut
(37)
Bahar (2012) pengaruh lain anestesi umum terhadap sistem gastrointestinal adalah dapat melumpuhkan fungsi saluran pencernaan, yang disebut illeus pasca bedah. Illeus menyebabkan gangguan peristaltik hingga makanan yang seharusnya didorong ke bawah akan berhenti akibatnya usus meregang dan makananitu dimuntahkan. Illeus segera sembuh dan usus mulai berjalan kembali tergantung jenis dan lamanya operasi.
d. Ginjal
Anestesi menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat menurunkan filtrasi glomerulus sehingga diuresis juga menurun.
e. Perdarahan
Selama pembedahan pasien dapat mengalami perdarahan, perdarahan dapat menyebabkan menurunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernapasan, denyut nadi melemah, kulit dingin, lembab, pucat serta gelisah dapat memberi kenyamanan pada pasien setelah operasi dan tidak terjadi infeksi nosokomial.
(38)
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka PenelitianKerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka penelitian dapat dilihat pada skema di bawah ini:
Skema 3.1 Kerangka penelitian pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan.
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
: Variabel yang diteliti : Hubungan antara variabel Kelompok
intervensi
Kelompok kontrol
Mobilisasi 6-8 jam, 12-24 jam, dan
hari kedua
Tanpa mobilisasi Pengukuran
peristaltik usus Pengukuran peristaltik usus
(39)
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian N
o
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
1 Variabel Independen: Mobilisasi Dini
Latihan pada 6-8 jam pertama selama 45menit (15 menit pertama meluruskan dan menekukkan kaki dan tangan, 15 menit kedua mengkontraksikan otot-otot kaki dan tangan, 15 menit ketiga miring kanan dan kiri ), 12-24 jam pertama selama 15 menit duduk di atas tempat tidur dan pada hari kedua
selama15 menit berjalan-jalan Lembar prosedur mobilisasi dini
2 Variabel Dependen: Pemulihan Peristaltik Usus
Terdengarnya frekuensi peristaltik usus pada 6-8 jam pertama, 12-24 jam pertama dan hari kedua
Stetoskop 1-≤4 (hipoaktif), 5-30 (normal), ≥ 30 (hiperaktif)
Interval
3. 3 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditentukan hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ha : Ada pengaruh antara mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umumdi RS Haji Medan
(40)
METODE PENELITIAN
4.1 Desain PenelitianDesain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pre-test and post-test untuk mengidentifikasi pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum. Penelitian ini mengggunakan dua kelompok yaitu, kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (Notoatmojo, 2010).
Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Kelompok Pre-test Perlakuan Post – test
K-A K-B
Test 1 Test 1
Diberikan Tidak diberikan
Test 2 Test 2
Skema 4.1 Desain penelitian Keterangan :
K-A : subjek (pasca pembedahan) intervensi K-B : subjek (pasca pembedahan) kontrol
Penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan mobilisasi dini dan kelompok kontrol yang tidak diberikan mobilisasi dini. Kedua kelompok diawali dengan pre-test untuk mendengar peristaltik usus menggunakan stetoskop. Kemudian kelompok intervensi diberikan dilatih mobilisasi dini kemmudian dilakukan kembali post-test pada 6-8 jam, 12-24 dan pada hari kedua pasca pembedahan terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
(41)
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan. Data kunjungan bulan Juli-September 2014 sebanyak 118 orang.
4.2.2 Sampel
Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui (Notoatmojo, 2010).
Kriteria inklusi sampel untuk penelitian ini adalah :
a. Pasien pasca pembedahan dengan anestesi general b. Berumur antara 17-65 tahun
c. Pasien pasca pembedahan tanpa komplikasi d. Bersedia menjadi responden penelitian. Kriteria ekslusi sampel pada penelitian adalah :
a. Tidak mampu berkomunikasi dengan baik
b. Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian. c. Memiliki penyakit penyulit (komplikasi)
Penentuan besar sampel dilakukan menggunakan rumus Arikunto (2006). Rumus yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah:
(42)
Keterangan: n: besar sampel N: besar populasi
Rumus tersebut berdasarkan pernyataan jika jumlah subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sedangkan jika jumlah subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-20% (Arikunto, 2006). Penghitungan sampel dengan menggunakan rumus tersebut adalah:
n= 10% x N n= 0,1 x 118
n= 11,8 (dibulatkan 12)
Maka pada penelitian jumlah sampel yang digunakan berjumlah 12 orang untuk kelompok intervensi dan 12 orang untuk kelompok kontrol. Pemilihan kelompok intervensi dan kontrol berdasarkan nomor ganjil dan genap pada nomor responden. Kelompok intervensi dipilih jika nomor responden genap dan jika nomor responden ganjil maka dipilih menjadi kelompok kontrol.
4.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RS Haji Medan di Ruang Rawat Inap Pasca bedah. Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan banyaknya pasien pasca pembedahan yang dirawat di rumah sakit tersebut dengan anestesi umum dan belum diterapkannya program mobilisasi dini bagi pasien pasca pembedahan tersebut.
(43)
4.4 Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilakukan pada bulan 5 Maret-6 April 2015 di RS Haji Medan.
4.5 Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian 1 hari sebelum mobilisasi dilakukan. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak atau mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadiresponden, baik secara fisik maupun psikologis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen dan menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan dan peneliti akan memusnahkan instrumen penelitian setelah proses analisa data selesai. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Pada kelompok kontrol akan diajarkan teknik mobilisasi dini seperti kelompok intervensi setelah pasien kelompok intervensi melakukan mobilisasi dini sesuai tahapan yang dibuat.
(44)
4.6 Instrumen Penelitian 4.6.1 Data demografi
Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, jenis operasi dan dosis anestesi . Data demografi ini berguna untuk mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian ini.
4.6.2 Lembar prosedur pelaksanaan mobilisasi dini
Lembar prosedur mobilisasi dini pasca pembedahan dengan anestesi umum sesuai dengan teori tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca bedah Cetrione (2009).
4.6.3 Lembar pengukuran peristaltik usus
Lembar prosedur pengukuran peristaltik usus sesuai panduan dalam Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb (2009).
4.6.4 Lembar observasi pemulihan peristaltik usus pre dan post intervensi Hasil pengukuran pemulihan peristaltik usus pre dan post intervensi disajikan dalam bentuk lembar observasi pada masing-masing kelompok dengan skala x/menit. Observasi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu, pertama 6-8 jam setelah mobilisasi selama 45 menit, kedua 12-24 jam setelah mobilisasi selama 15 menit dan ketiga pada hari kedua pasca operasi setelah 15 menit melakukan mobilisasi.
4.7 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop, lembar cara mengukur peristaltik usus, lembar prosedur mobilisasi dini dan lembar observasi pemulihan peristaltik usus.
(45)
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
4.8.1 Peneliti mengajukan permohonan kepada Fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan persetujuan penelitian. 4.8.2 Peneliti memberikan surat izin penelitian kepada Direktur RS Haji Medan. Setelah mendapatkan izin peneliti dapat memulai penelitian.
4.8.3 Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data kepada calon responden 1 hari sebelum mobilisasi dilakukan.
4.8.4 Mengelompokkan responden ke dalam dua kelompok, yaitu 12 orang kelompok intervensi dan 12 orang kelompok kontrol.
4.8.5 Memberikan informed consent kepada kedua kelompok responden.
4.8.6 Menjelaskan jadwal mobilisasi pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol tidak dilakukan mobilisasi.
4.8.7 Mengisi kuesioner data demografi responden dengan melakukan wawancara pada responden.
4.8.8 Melakukan pre-test sebelum melatih mobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan dengan menghitung peristaltik usus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
4.8.9 Melakukan mobilisasi pada 6-8 jam pertama pasca pembedahan pada kelompok intervensi dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan selama 15 menit, mengkontraksikan otot-otot kaki dan tangan 15 menit, mengajarkan miring ke kiri atau ke
(46)
kanan selama 15 menit sedangkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan mobilisasi. Kemudian melakukan post-test dengan menilai bunyi peristaltik pada kedua kelompok.
4.8.10 Melakukan mobilisasi pada 12-24 jam berikutnya dengan pasien diperbolehkan untuk duduk baik bersandar atau tidak dan fase selanjutnya duduk diatas tempat tidur dengan kaki dijatuhkan sambil digerak-gerakkan selama 15 menit. Kemudian melakukan post-test dengan menilai bunyi peristaltik pada kedua kelompok.
4.8.11 Pada hari kedua pasca operasi, pasien yang dirawat di kamar atau bangsal sudah tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, pasien sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ke toilet atau kamar mandi sendiri. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca operasi untuk mengembalikan fungsi pasien kembali normal. Kemudian melakukan post- test dengan menilai bunyi peristaltik pada kedua kelompok.
4.8.12 Setelah keompok intervensi selesai melakukan mobilisasi kontrol diberikan pengarahan dan diajarkan melakukan mobilisasi dini seperti yang dilakukan pada kelompok intervensi.
4.8.13 Selama latihan responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti jika ada arahan yang tidak dimengerti.
(47)
4.9 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap, pertama editing yaitu memeriksa kelengkapan data responden serta memastikan semua jawaban sudah diisi. Tahap kedua coding
yaitu memberikan kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk memudahkan peneliti dalam memasukkan data ke dalam komputer (entry). Setelah itu melakukan tabulasi dan analisa data dengan menggunakan bantuan program yang disesuaikan dengan langkah – langkah sebagai berikut :
4.9.1 Univariat
Data responden yaitu data demografi, frekuensi peristaltik usus sebelum dan sesudah mobilisasi dini dan rata-rata peningkatan frekuensi peristaltik usus. 4.9.2 Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini menggunakan 2 uji statistik, namun sebelum dilakukan uji statistik terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Hasil uji normalitas pertama yaitu sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan kontrol serta kedua sebelum dan sesudah antara kelompok intervensi dan kontrol didapatkan hasil data berdistribusi tidak normal (p<0,05). Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa 2 uji statistik yang digunakan adalah non-parametrik, pertama uji
Wilcoxon yakni untuk membandingkan frekuensi peristaltik sebelum dan sesudah mobilisasi dini pada kelompok intervensi dan kontrol. Uji bivariat kedua yang digunakan adalah Mann Whitney, yakni digunakan untuk membandingkan
(48)
peristaltik usus antara kedua kelompok sebelum dan setelah mobilisasi dini. Taraf
signifikan 95% (α = 0,05). Pedoman dalam menerima hipotesis: apabila nilai probabilitas (p) ≤ 0,05 maka Ha gagal ditolak sedangkan bila nilai (p) > 0,05 maka Ha ditolak. Hipotesa penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran Ha, yaitu ada pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum.
(49)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi general yang dilakukan di RS Haji Medan.
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 6 Maret-5 April 2015. Penelitian ini melibatkan sejumlah 24 orang responden yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 12 orang kelompok intervensi dan 12 orang kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan mobilisasi dini dalam 3 tahap, pertama 6-8 jam pasca pembedahan selama 45 menit, kedua 12-24 jam pasca pembedahan selama 15menit dan ketiga pada hari kedua selama 15menit sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan mobilisasi dini.
5.1.1 Karakteristik Demografi Respnden
Responden penelitian ini adalah pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan yang berjumlah 24 orang. Tabel 5.1 menunjukkan mayoritas jenis kelamin kelompok intervensi adalah perempuan 8 orang (66,7%) dan kelompok kontrol 7 orang (58,3%) berjenis kelamin perempuan. Usia mayoritas kelompok intervensi adalah 46-55 tahun sebanyak 5 orang (41,7%) sedangkan kelompok kontrol mayoritas berusia 36-45 tahun sebanyak 5 orang (41,7%). Jenis operasi terbanyak kelompok intervensi adalah laparotomi sebanyak 8 orang (66,7%) dan kelompok kontrol
(50)
sebanyak 7 orang (58,3%). Propofol adalah anestesi umum mayoritas pada kelompok intervensi dan kontrol yaitu sebanyak 6 kali (50%).
Tabel 5.1 Karakteristik demografi responden RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Karakteristik Data Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Demografi Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Jenis Kelamin
Laki-laki 8 66,7 7 58,3 Perempuan 4 33,3 5 41,7 Usia
17 – 25 tahun 0 0 1 8,3 26 – 35 tahun 1 8,3 1 16,7 36 – 45 tahun 2 16,7 5 41,7 46 – 55 tahun 5 41,7 1 16,7 56 – 65 tahun 4 33,3 4 33,3 Jenis operasi
Laparotomi 8 66,7 7 58,3 Mastektomi 1 8,3 2 16,7 Orif tibia 0 0 1 0 Fraktur klavikula 3 25 2 16,7 Nama Anestesi
Propofol 6 50 6 50 Tiopental 3 25 3 25 Induksi halotan 3 25 3 25
5.1.2 Distribusi Frekuensi Peristaltik Usus Sebelum Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 5.2 menggambarkan bahwa pengukuran peristaltik usus sebelum mobilisasi 6-8 jam pada kelompok intervensi adalah 2,92 (SD=0,793) dan kelompok kontrol 2,75 (SD=0,754). Pengukuran sebelum mobilisasi12-24 jam pada kelompok intervensi yaitu 7,00 (SD=0,603) dan kelompok kontrol 6,50 (SD=0,798). Pengukuran sebelum hari kedua didapatkan hasil kelompok intervensi 7,42 (SD=0,669) dan kelompok kontrol 7,17 (SD=0,389).
(51)
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi peristaltik usus sebelum mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Mean SD Mean SD Sebelum 6-8 jam 2,92 0,793 2,75 0,754 Sebelum 12-24 jam 7,00 0,603 6,50 0,798 Sebelum hari kedua 7,42 0,669 7,17 0,389
5.1.3 Distribusi Frekuensi Peristaltik Usus Setelah Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 5.3 menggambarkan bahwa pengukuran peristaltik usus setelah mobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan pada kelompok intervensi adalah 5,33 (SD=0,778) dan kelompok kontrol 3,00 (SD=1,044). Pengukuran setelah
mobilisasi 12-24 jam pada kelompok intervensi 7,50 (SD=0,674) dan kelompok kontrol 6,67 (SD=0,651). Pengukuran setelah hari kedua didapatkan hasil pada kelompok intervensi 7,50 (SD=0,674) dan kelompok kontrol 7,25 (SD=0,452). Tabel 5.3 Distribusi frekuensi peristaltik usus setelah mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Kelompok intervensi Kelompok kontrol Mean SD Mean SD Setelah 6-8 jam 5,33 0,778 3,00 1,044 Setelah 12-24 jam 7,50 0,674 6,67 0,651 Setelahhari kedua 7,50 0,674 7,25 0,452
5.1.4 Distribusi Rata-rata Peningkatan Frekuensi Peristaltik Usus Setelah Dilakukan Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 5.4 menggambarkan bahwa rata – rata frekuensi peristaltik usus setelah mobilisasi pada kelompok intervensi adalah 6,72x/menit (95% CI: 6,30-7,15), dengan standar deviasi 1,256. Frekuensi terendah yaitu 4x/menit dan tertinggi 9x/menit. Kelompok kontrol memiliki rata-rata frekuensi
(52)
peristaltik usus 6,03x/menit (95% CI: 5,53 – 6,53), dengan standar deviasi 1,483. Frekuensi terendah yaitu 3x/menit dan tertinggi 8x/menit.
Tabel 5.4 Distribusi rata-rata peningkatan frekuensi peristaltik usus setelah dilakukan mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Mean SD Min-Maks 95% CI Setelah mobilisasi
Kelompok intervensi 6,72 1,256 4-9 6,30-7,15 Kelompok kontrol 6,03 1,483 3-8 5,53-6,53
5.1.5 Distribusi Uji Normalitas perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol
Tabel 5.5 Distribusi uji normalitas perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Koef.Kolmogorov Smirnov p-value
Sebelum 6-8 jam pada 0,209 0,153 kelompok intervensi
Setelah 6-8 jam pada 0,304 0,003 kelompok intervensi
Sebelum12-24 jam pada 0,333 0,001 kelompok intervensi
Setelah 12-24 jam pada 0,354 0,000 kelompok intervensi
Sebelumhari kedua pada 0,400 0,000 kelompok intervensi
Setelahhari kedua pada 0,354 0,000 kelompok intervensi
Sebelum 6-8 jam pada 0,257 0,028 kelompok kontrol
Setelah 6-8 jam pada 0,333 0,001 kelompok kontrol
Sebelum12-24 jam pada 0,235 0,067 kelompok kontrol
Setelah 12-24 jam pada 0,279 0,784 kelompok kontrol
Sebelumhari kedua pada 0,499 0,000 kelompok kontrol
Setelahhari kedua pada 0,460 0,000 kelompok kontrol
(53)
Tabel 5.5 menggambarkan bahwa hasil uji normalitas sebelum dan sesudah mobilisasi 6-8 jam, 12-24 jam dan hari kedua pada kelompok intervensi dan kontrol berditribusi tidak normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang nilai nya lebih kecil dari nilai probabilitas (p<0,05). Hal ini berimplikasi dengan variabel penelitian sehingga lebih lanjut digunakan uji wilcoxon.
5.1.6 Perbedaan Peristaltik Usus Sebelum dan Setelah Mobilisasi pada Kelompok Intervensi
Tabel 5.6 menggambarkan nilai mean rank sebelum mobilisasi 6-8 jam adalah 0,00 dan setelah mobilisasi nilai mean rank=6,50. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z=-3,126 dan p=0,002, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini. Nilai mean rank sebelum 12-24 jam adalah 0,00 dan setelah mobilisasi adalah 3,50. Hasil uji statistik didapatkan nilaiZ= -2,449 dan p=0,014, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini. Pengukuran sebelum mobilisasi hari kedua didapatkan nilai mean rank=0,00 dan setelah mobilisasi adalah 1,00. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -1,000 dan p=0,317, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini.
(54)
Tabel 5.6 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok intervensi RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Mean Rank Z p- value
Sebelum 6-8 jam 0,00 -3,126 0,002 Setelah 6-8 jam 6,50
Sebelum12-24 jam 0,00 -2,449 0,014 Setelah 12-24 jam 3,50
Sebelum hari kedua 0,00 -1,000 0,317 Setelah hari kedua 1,00
5.1.7 Perbedaan Peristaltik Usus Sebelum dan Setelah Mobilisasi pada Kelompok Kontrol
Tabel 5.7 menggambarkan nilai mean rank sebelum mobilisasi 6-8 jam adalah 0,00 dan setelah mobilisasi nilai mean rank=2,00. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -1,732 dan p=0,083, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini. Nilai mean rank sebelum 12-24 jam adalah 0,00 dan setelah mobilisasi adalah 1,50. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -1,414 dan p=0,157, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini. Pengukuran sebelum mobilisasi hari kedua didapatkan nilai mean rank=0,00 dan setelah mobilisasi adalah 1,00. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -1,000 dan p=0,317, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini.
(55)
Tabel 5.7 Perbedaan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Mean Rank Z p- value
Sebelum 6-8 jam 0,00 -1,732 0,083 Setelah 6-8 jam 2,00
Sebelum 12-24 jam 0,00 -1,414 0,157
Setelah 12-24 jam 1,50
Sebelum hari kedua 0,00 -1,000 0,317 Setelah hari kedua 1,00
5.1.8 Distribusi Uji Normalitas Perbandingan Peristaltik Usus Sebelum dan Setelah Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 5.8 Uji normalitas perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015
Variabel Koef.Kolmogorov Smirnov p-value
Sebelum 6-8 jam pada 0,209 0,153 kelompok intervensi
Sebelum 6-8 jam pada 0,257 0,028 kelompok kontrol
Setelah 6-8 jam pada 0,257 0,028 kelompok intervensi
Setelah 6-8 jam pada 0,258 0,026 kelompok kontrol
Setelah 12-24 jam pada 0,400 0,000 kelompok intervensi
Setelah 12-24 jam pada 0,279 0,011 kelompok kontrol
Setelah hari kedua pada 0,354 0,000 kelompok intervensi
Setelah hari kedua pada 0,460 0,000 kelompok kontrol
Tabel 5.8 menggambarkan bahwa hasil uji normalitas perbandingan sebelum dan sesudah mobilisasi 6-8 jam, 12-24 jam dan hari kedua pada kelompok intervensi dan kontrol berditribusi tidak normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang nilai nya lebih kecil dari nilai probabilitas (p<0,05). Hal ini berimplikasi dengan variabel penelitian sehingga lebih lanjut digunakan uji
(56)
5.1.9 Perbandingan Peristaltik Usus Sebelum dan Setelah Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 5.9 menggambarkan pada kelompok intervensi, nilai mean rank=12,75 sedangkan kelompok kontrol mean rank=11,18. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -0,593 dan p=0,553, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus pada kelompok intervensi dan kontrol sebelum mobilisasi dini. Nilai mean rank setelah 6-8 jam pada kelompok intervensi adalah 16,50 dan kelompok kontrol 8,50. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -2,918 dan p=0,004, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus pada kelompok intervensi dan kontrol setelah mobilisasi dini.
Nilai mean rank setelah12 - 24 jam pada kelompokintervensi adalah 15,71 sedangkan pada kelompok kontrol nilai mean rank=9,29. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -2,502 dan p=0,12, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus pada kelompok intervensi dan kontrol setelah mobilisasi 12-24 jam pasca pembedahan. Pengukuran setelah hari kedua didapatkan nilai mean rank=13,63 dan kelompok kontrol mean rank=11,83. Hasil uji statistik didapatkan nilai Z= -0,945 dan p=0,345 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus pada kelompok intervensi dan kontrol setelah mobilisasi dini hari kedua.
(57)
Tabel 5.9 Perbandingan peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi pada kelompok intervensi dan kontrol RS Haji Medan 5 Maret-6 April 2015 Variabel Mean Rank Z p- value
Sebelum 6-8 jam pada 12,75 -0,593 0,553 kelompok intervensi
Sebelum 6-8 jam pada 11,18 kelompok kontrol
Setelah 6-8 jam pada 16,50 -2,918 0,004 kelompok intervensi
Setelah 6-8 jam pada 8,50 kelompok kontrol
Setelah 12-24 jam pada 15,71 -2,502 0,012 kelompok intervensi
Setelah 12-24 jam pada 9,29 kelompok kontrol
Setelah hari kedua pada 13,63 -0,945 0,345 kelompok intervensi
Setelah hari kedua pada 11,38 kelompok kontrol
5.2 Pembahasan
Penelitian ini membahas 2 variabel yaitu, mobilisasi dini dan pemulihan peristaltik usus.
5.2.1 Pengukuran Peristaltik Usus Sebelum Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Hasil penelitian ini didapatkan data awal pengukuran peristaltik usus sebelum mobilisasi 6-8 jam pada kelompok intervensi dan kontrol mengalami hipo peristaltik. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat (Keat, 2013) menyatakan bahwa anestesi memperlambat motilitas gastrointestinal dan menyebabkan mual, selama tahap pemulihan bising usus terdengar lemah atau menghilang. Menurun nya motilitas gastrointestinal dapat menyebabkan ileus paralitk yang mengakibatkan akumulasi gas dan distensi abdomen. Hal ini didukung oleh Potter & Perry (2010) yang mengemukakan bahwa seseorang yang
(58)
dilakukan operasi laparatomi akan diberikan anastesi umum yang menyebabkan pergerakan kolon yang normal menurun dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot kolon. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Black & Matassarin (1993) menyatakan bahwa efek anestesi sampai 24 jam setelah pembedahan mempengaruhi kerja sistem saraf pusat sehingga peristaltik usus menjadi lambat, konstipasi dan sulit flatus.
Pengukuran peristaltik sebelum mobilisasi 12-24 jam dan hari kedua pada kelompok intervensi dan kontrol adalah normal namun nilai peristaltik usus kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Potter & Perry (2010) yang menyatakan bahwa pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan penghentian pergerakan intestinal sementara, namun kondisi tersebut berakhir 24-48 jam setelah pembedahan itu dilakukan.
5.2.2 Pengukuran Peristaltik Usus Setelah Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Hasil penelitian ini didapatkan data pengukuran peristaltik usus setelah mobilisasi 6-8 jam kelompok intervensi sudah kembali normal namun kelompok kontrol masih mengalami hipo peristaltik. Mobilisasi dini 6-8 jam telah mengaktifkan peristaltik usus kembali normal pada kelompok intervensi sementara kelompok kontrol tidak diberikan mobilisasi sehingga tidak terjadi peningkatan frekuensi peristaltik usus. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kiik (2013) bahwa pasien dengan mobilisasi dini peristaltik ususnya pulih (44,44% n=18). Pemulihan peristaltik pada kedua penelitian
(59)
tersebut sesuai dengan pendapat Syam (2005) bahwa pemberian mobilisasi dini secara teratur pada pasien pasca bedah laparatomi di samping meningkatkan sirkulasi juga dapat merangsang kontraksi otot-otot abdomen pada dinding abdomen serta otot polos pada usus.
Setelah mobilisasi 12-24 jam dan hari kedua didapatkan rata-rata frekuensi peristaltik usus kelompok intervensi dan kontrol adalah normal. Hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok intervensi dan kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus walaupun kelompok intervensi telah diberikan mobilisasi. Pendapat tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Kiik (2013) bahwa mobilisasi pada 4 jam kedua lebih efektif dibandingkan 4 jam pertama dan ketiga terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca operasi abdomen di BP RSUD Labuang Baji Makassar.
5.2.3 Rata-rata Peningkatan Frekuensi Peristaltik Usus setelah Dilakukan Mobilisasi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Rata-rata peningkatan frekuensi peristaltik usus setelah mobilisasi pada kelompok intervensi adalah 6,72x/menit (SD=1,256) dan kelompok kontrol memiliki rata-rata frekuensi peristaltik usus 6,03x/menit (SD=1,483). Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata peningkatan frekuensi persitaltik usus kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal itu sesuai dengan pendapat Julian (2001) menyatakan bahwa mobilisasi merangsang kontrakti otot pada abdomen sehingga menstimulasi gerakan peristaltik usus. Hal tersebut sejalan dengan Bulling & Stokes (1982) mengatakan bahwa mobilisasi
(60)
dini menurunkan komplikasi dan merangsang tonus otot serta memperbaiki eliminasi usus sehingga pasien lebih cepat flatus.
5.2.4 Perbedaan Peristaltik Usus Sebelum dan Setelah Mobilisasi pada Kelompok Intervensi
Hasil uji wilcoxon terhadap peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi 6-8 jam menunjukkan ada perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Ajidah (2014) bahwa pasien post laparotomi dengan latihan mobilisasi peristaltik usus nya rata-rata pulih (100% n=15). Hal tersebut didukung juga oleh Hamilton (1995) bahwa mobilisasi dini salah satu hal yang penting dilakukan pasca operasi karena dapat memperlancar peredaran darah, mencegah komplikasi pasca operasi, mencegah kontraktur dan mempercepat penyembuhan luka.
Perbedaan nilai sebelum dan setelah mobilisasi 12-24 jam menunjukkan ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini. Hasil tersebut sesuai dengan data yang diperoleh bahwa mayoritas pasien pada penelitian ini menggunakan anestesi propovol (50%=6 orang) dan yang pulih dengan anestesi propovol sebanyak 4 orang (33,33%). Menurut Hasani, dkk (2012 ) anestesi propovol adalah anestesi dengan masa pulih lebih cepat dibanding anestesi lain nya. Anestesi propovol juga memiliki kelebihan lain yaitu efek anti muntah, anti kejang dan mengurangi konstriksi bronkus. Hasil uji sebelum dan setelah mobilisasi hari kedua menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus.
(61)
5.2.5 Perbedaan Peristaltik Usus Sebelum dan Setelah Mobilisasi pada Kelompok Kontrol
Hasil uji wilcoxon terhadap peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi 6-8 jam menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian didapatkan 7 orang dengan nilai selisih peristaltik usus 1 dan 4 diantaranya dikategorikan lansia dengan usia 57, 58, 59 dan 63 tahun. Hal tersebut berhubungan dengan teori Potter & Perry (2006) bahwa perubahan pada tahap perkembangan mempengaruhi status eliminasi terutama sistem gastrointestinal lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi. Akibatnya gerakan peristaltik menjadi menurun dan melambatnya pengosongan esofagus.
Perbedaan nilai sebelum dan setelah mobilisasi 12-24 jam menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus. Hasil penelitian didapatkan 7 dari 12 orang pasien menjalani operasi laparotomi sehingga pemulihan peristaltik nya menjadi lebih lama. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bahar (2012) yang mengemukakan bahwa pulih nya peristaltik usus tergantung jenis daan lamanya operasi, laparotomi adalah jenis operasi yang dapat membutuhkan waktu 24 jam untuk pemulihan peristaltik. Pemulihan akan lebih cepat terjadi pada operasi yang berlangsung cepat misalnya 1 jam, dibandingkan dengan berlangsung lama, misalnya 3 jam. Perbedaan nilai sebelum dan setelah mobilisasi pada hari kedua menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi peristaltik usus.
(62)
5.2.6 Perbandingan Peristaltik Usus Sebelum dan Sesudah Mobilisasi antara Kelompok Intervensi dan Kontrol
Hasil uji mann whitney terhadap peristaltik usus antara kelompok intervensi dan kontrol sebelum dilatih mobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna sedangkan hasil uji antara kelompok intervensi dan kontrol setelah dilatih mobilisasi 6-8 jam pasca pembedahan menunjukkan ada perbedaan yang bermakna. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini 6-8 jam berpengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus pasien pasca pembedahan dengan anestesi general di RS Haji Medan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2011) menyatakan bahwa ada pengaruh mobilisasi dini dengan pemulihan peristaltik usus pada klien pasca operasi laparatomi di Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Smeltzer & Bare (2001) bahwa pada pasien pasca operasi, sebaiknya dilakukan mobilisasi dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi. Julian (2001) menyatakan bahwa mobilisasi merangsang kontrakti otot pada abdomen sehingga menstimulasi gerakan peristaltik usus. Manfaat lain mobilisasi dini selain untuk mempercepat pemulihan peristaltik usus juga untuk mempercepat penyembuhan pada luka abdomen. Morison (2004) menyatakan bahwa mobilisasi dini mempercepat stadium proliferasi dengan merangsang makrofag untuk menghasilkan angiogenesis sehingga fibroplasia meletakkan substansi dasar dan serabut kolagen serta pembuluh darah mulai menginfiltrasi luka. Mobilisasi dini yang dilakukan secara teratur mengakibatkan sirkulasi di
(63)
daerah insisi menjadi lancar sehingga jaringan insisi yang mengalami cedera akan mendapatkan zat-zat esensial untuk penyembuhan seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral.
Hasil uji perbandingan peristaltik usus antara kelompok intervensi dan
kontrol setelah mobilisasi 12-24 jam menunjukkan ada perbedaan yang bermakna. Perbandingan antara kedua kelompok setelah mobilisasi hari kedua menunjukkan ada perbedaan yang bermakna namun pada hari kedua tidak ada perbedaan yang bermakna. Hasil penelitian yang didapatkan sejalan dengan pendapat Potter & Perry (2010) menyatakan bahwa pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan penghentian pergerakan intestinal sementara, namun kondisi tersebut berakhir 12-24 jam dan hari kedua setelah pembedahan itu dilakukan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mobilisasi 6-8 jam dan 12-24 jam pasca pembedahan berpengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus namun mobilisasi hari kedua tidak ada pengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus pasien pasca pembedahan dengan anestesi umum di RS Haji Medan.
(64)
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian quasi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi general di RS Haji Medan. Proses pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan dari Maret-April 2015. Pengumpulan data terbagi dalam tiga tahap, yaitu 6-8 jam, 12-24 jam dan hari kedua pasca pembedahan dan diawali dengan menghitung peristaltik usus pada kedua kelompok sebelum dan sesudah mobilisasi dengan stetoskop yang hasilnya dicatat dalam lembar observasi pemulihan peristaltik usus pre dan post test intervensi dengan skala x/menit. Pengolahan data dengan menggunakan program komputer dengan uji
Wilcoxon dan Mann-Whitney.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa:
- Kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum mobilisasi 6-8 jam masih hipo peristaltik namun pada 12-24 jam dan hari kedua peristaltik usus kedua kelompok sudah normal kembali
- Kelompok Intervensi dan kelompok kontrol setelah mobilisasi 6-8 jam, 12-24 jam dan hari kedua memiliki rata-rata frekuensi yang berbeda dengan kelompok intervensi memiliki rata-rata frekuensi peristaltik usus lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol
- Kelompok intervensi memiliki peningkatan frekuensi peristaltik usus lebih tinggi daripada kelompok kontrol
(65)
- Terdapat perbedaan frekuensi peristaltik usus sebelum dan setelah mobilisasi dini 6,8 jam, 12-24 jam pada kelompok intervensi namun tidak ada perbedaan pada keelompok kontrol
- Ada pengaruh antara mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pada 6-8 dan 12-24 jam pasca pembedahan dengan anestesi general di RS Haji Medan. Tidak ada pengaruh antara mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pada hari kedua pasca pembedahan dengan anestesi general di RS Haji Medan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa semakin cepat pasien dilakukan mobilisasi dini maka akan semakin cepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan dengan anestesi general.
6.2 Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada bidang pendidikan, pelayanan dan penelitian keperawatan. Adapun saran yang peneliti berikan adalah sebagai berikut:
6.2.1 Pendidikan Keperawatan
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa latihan mobilisasi dini berpengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi general. Mobilisasi dini dapat dijadikan materi ajar tutorial atau skillab di fakultas keperawatan USU.
(66)
6.2.2 Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini memperoleh bukti bahwa latihan mobilisasi dini berpengaruh terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan dengan anestesi umum sehingga mobilisasi dini ini dapat dijadikan salah satu pendkes kepada pasien pre-operatif dan prosedur mobilisasi dini dapat dijadikan SOP pasien post-operatif di rumah sakit Haji Medan.
6.2.3 Peneliti selanjutnya
Peneliti mengharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat menambahkan dan mengembangkan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pemulihan peristaltik usus, antara lain status riwayat kesehatan, berat badan pasien, lama operasi, serta pemeriksaan fisik secara lengkap.
(1)
89
Lampiran 13
(2)
Lampiran 14
(3)
91
Lampiran 15
TAKSASI DANA
Keterangan dana yang telah dipakai dan diperlukan untuk pembiayaan kegiatan mulai dari proses pembuatan proposal sampai dengan pembuatan skripsi.
1. Pembuatan Proposal Dana yang telah dipakai:
a. Photocopy bahan : Rp. 50.000,-
b. Internet : Rp. 100.000,-
c. Kertas A4 80gram : Rp. 47.000,-
d. Perbanyak proposal : Rp. 50.000,-
e. Konsumsi dosen penguji dan pembimbing :Rp. 300.000,-
f. Stetoskop lytman :Rp. 500.000,-
g. Dana tak terduga :Rp. 100.000,-
2. Pembuatan skripsi Dana yang diperlukan:
a. Perbaikan proposal : Rp. 50.000,-
b. Peralatan instrumen penelitian : Rp. 150.000,-
c. Kertas A4 80gram : Rp. 100.000,-
d. Konsumen dosen penguji dan pembimbing :Rp. 300.000,-
e. Souvenir responden :Rp. 200.000,-
f. Dana tak terduga : Rp. 200.000,-
Total Dana : Rp.2.147.000,-
(4)
(5)
93
(6)
Lampiran 17
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Desi Irnida Siregar
NIM : 111101114
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 Desember 1993 Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl.Rawa Cangkuk 3 No.44 Medan Pendidikan
1. SD Taman Siswa Medan : Tamat Tahun 2005 2. SMP Negeri 6 Medan : Tamat Tahun 2008 3. SMA Harapan Mandiri Medan : Tamat Tahun 2011 4. S1 Keperawatan USU : Tahun 2011- 2015