Kajian protein yang mengkatalisis pembentukan silika dan asam lemak tak jenuh rantai panjang dari diatom Chaetoceros gracilis

KAJIAN PROTEIN YANG MENGKATALISIS
PEMBENTUKAN SILIKA DAN ASAM LEMAK TAK
JENUH RANTAI PANJANG DIATOM LAUT
Chaetoceros gracilis

ALBERTA RIKA PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
\
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Protein yang Mengkatalisis
Pembentukan Silika dan Asam Lemak Tak Jenuh Rantai Panjang Diatom Laut
Chaetoceros gracilis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.

Bogor, Juli 2010
Alberta Rika Pratiwi
NIM F241040061

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN PROTEIN YANG MENGKATALISIS
PEMBENTUKAN SILIKA DAN ASAM LEMAK TAK
JENUH RANTAI PANJANG DIATOM LAUT
Chaetoceros gracilis


ALBERTA RIKA PRATIWI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2010

Judul Disertasi : Kajian Protein yang Mengkatalisis Pembentukan Silika dan Asam
Lemak Tak Jenuh Rantai Panjang dari Diatom Chaetoceros
gracilis
Nama
: Alberta Rika Pratiwi
NIM

: F261040061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono,
Ketua

Dr. Ir. Dahrul Syah
Anggota

Dr. Ir. Linawati, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Haryadi, M.Sc


Tanggal ujian : 13 Juli 2010

Dekan Sekolah Pascasarjana
Program Doktor

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Kajian Protein yang
Mengkatalisis Pembentukan Silika dan Asam Lemak Tak Jenh Rantai Panjang
Diatom Chaetoceros gracilis sebagai syarat menempuh program doktor di Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja
Suhartono sebagai ketua komisi, Dr. Dahrul Syah dan Dr. Ir. Linawati, MS sebagai
anggota komisi, yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dalam

penelitian dan penulisan laporan selama menempuh pendidikan program doktor di
program studi Ilmu Pangan – Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Sanjaja melalui Rektor
Universiats Katolik Soegijapranata-Semarang yang telah memberikan beasiswa
program studi S3, Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah membiayai sebagian
penelitian melalui program Hibah Bersaing tahun 2007/2008 juga kepada Dekan
Sekolah Pascasarjana IPB untuk program Hibah Penelitian Doktor tahun 2009 hingga
penelitian ini dapat selesai. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada Dra. Lily M. Panggabean M.Sc di laboratorium Budidaya
Mikroalga LIPI Jakarta yang telah memperkenankan penulis menggunakan kultur
diatom Chaetoceros gracilis sebagai materi penelitian, kepada Dekanat Fakultas
Teknobiologi, Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, kepada Dr. Ita Juwita dari
Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan kepada Dr. Wiryono SJ dari Universitas Katolik
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memfasilitasi penelitian ini khususnya dalam
analisis 2 dimensi.
Kepada para staf dan teknisi yang telah membantu penelitian di laboratorium
Budidaya Mikroalga-LIPI Jakarta, laboratorium Mikrobiologi Keamanan Pangan,
Kimia Pangan Seafast Center IPB dan laboratorium di lingkungan Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi-IPB, laboratorium Kimia-LIPI Bandung,
laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim Fakultas Teknobiologi Atmajaya serta
laboratorium terpadu Fakultas Kedokteran Hewan-IPB, penulis mengucapkan

terimakasih atas bantuan dan semangatnya dalam menyelesaikan penelitian.
Kepada seluruh bapak ibu, saudara dan saudari di progarm S3 IPN serta semua
teman-teman di progdi Ilmu Pangan yang tergabung dalam FORMASIP. Kepada
semua rekan dan sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas doa, kerjasama dan persahabatan
selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu, adik-adik serta
saudara-saudara untuk doa dan semangat yang diberikan selama ini.
Semoga karya kecil ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di Indonesia.

Bogor 2010
Alberta Rika Pratiwi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 8 Mei 1966, sebagai anak pertama dari
5 bersaudara dari bapak Dominikus Soekisno (alm.) dan ibu Theresia Sri Partini.
Pendidikan sarjana strata satu ditempuh di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta lulus tahun 1991. Tahun 1996 melanjutkan pendidikan strata dua di
program studi Mikrobiologi, Departemen Biologi-FMIPA Institut Teknologi
Bandung lulus tahun 1999. Pada tahun 2004 penulis memperoleh kesempatan studi

jenjang S3 dari Yayasan Sanjaja-Universitas Katolik Soegijapranata di progran studi
Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.
Setelah lulus strata satu penulis menjadi staf di Lembaga Studi RealinoYogyakarta tahun 1991-1993. Tahun 1993 menjadi staf peneliti Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan tahun 1995 hingga
sekarang menjadi staf pengajar di program studi Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Sebagian hasil penelitian penulis pada program S3, telah dipresentasikan dan
dipublikasikan baik sebagai penulis utama maupun penulis kedua. Karya yang
berjudul Characterization of Silaffin-like protein which Catalyze Formation Silica
Stucture Isolated from Indonesian Marine Diatom telah dipresentasikan dalam bentuk
poster pada International Seminar and Workshop: Marine Biodiversity and Their
Potential for Developing Bio-pharmaceutical Industry in Indonesia pada Mei 2006;
Isolation and Characterization of Silaffin that Catalyze Biosilica Formation from
Marine Diatom Chaetoceros gracilis telah dipublikasikan oleh HAYATI Journal of
Bioscience September 2007; Komposisi asam lemak diatom laut Chaetoceros gracilis
telah disampaikan pada Seminar Nasional dan Konggres PATPI Oktober 2008 di
Palembang dan Fatty Acid Synthesis by Marine Diatom Chaetoceros gracilis telah
dipublikasikan oleh HAYATI Journal of Bioscience Desember 2009.

Penguji luar ujian tertutup:

drh. Sulistyani, M.Sc, Ph.D
Departemen Biokimia-FMIPA Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Alex Hartana
Departemen Biologi-FMIA Institut Pertanian Bogor
Penguji luar ujian terbuka:
Raymon Tjandrawinata, PhD,MS,MBA
Direktur Laboratorium Biomolekuler, PT Dexa Medica-Jakarta
Prof. Dr. Hari Eko Irianto
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Kementerian Perikanan dan Kelautan RI

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................


xii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

xiv

PENDAHULUAN...............................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................

1
5
5

TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................


6

Karakteristik Diatom Chaetoceros gracilis................................................
Polimer Silika, Biosilika dan Aplikasi dalam Bidang Pangan ..................
Asam Lemak Dan Biosintesis Polyunsaturated Fatty Acid Diatom..........

6
8
18

METODE DAN BAHAN ........ .........................................................................

24

Tempat Pelaksanaan Penelitian .................................................................
Bahan dan Alat ..........................................................................................
Tahap Penelitian I ......................................................................................
Tahap Penelitian II…………………………….........................................
Tahap Penelitian III ...................................................................................


24
25
26
28
30

HASIL DAN PEMBAHASAN

35

Profil Protein dan Lipid Chaetoceros gracilis Selama Pertumbuhan ........
Karakteristik Protein Total Berdasarkan Analisis 2 Dimensi ....................
Karakteristik Protein yang Terlibat dalam Biosintesis Nanosilika ............
Asam Lemak dan Karakteristik Protein Terlibat Biosintesis PUFA .........
Hipotesis Jalur Biosintesis DHA Chaetoceros gracilis.............................

35
41
45
54
76

SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

89
91

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Karakteristik protein SIT C. gracilis berdasarkan analisis 2 dimensi ………

46

2

Berat molekul protein silaffin yang telah diketahui dari berbagai jenis diatom

53

3

Prosentase relatif asam lemak terhadap asam lemak total dari fase akhir
eksponensial hingga fase kematian pertumbuhan C. gracilis ………………….

55

Berat molekul (kDa) dan titik isoelektrik protein protein terdeteksi yang terlibat
dalam sintesis PUFA C. gracilis …………………………

70

5

Karateristik berat molekul dan titik isoelektrik dari berbagai diatom………..

71

6

Protein enzim yang terlibat sintesis PUFA dan PUFA yang ditemukan dalam
setiap fase pertumbuhan C. gracilis………………………………………………..

75

Protein enzim yang teridentifikasi pada C. gracilis yang terlibat dalam
biosintesis PUFA dan asam lemak yang menjadi substrat serta produk yang
mungkin terbentuk sebagai hasil aktivitas protein enzimnya................................

77

Reaksi desaturasi dan elongasi yang dibuat berdasarkan 4 kategori yang
melibatkan unsur asam lemak substrat, enzim dan asam lemak produk .......

79

Reaksi desaturasi desaturase mikrosomal berdasarkan 4 kategori yang
melibatkan unsur asam lemak substrat, enzim dan asam lemak produk........

85

4

7

8

9

DAFTAR GAMBAR

0
1
2.
3.
4.
5.

Halaman

Skema reproduksi aseksual pada diatom secara skematis (Round et
al.1990) ................................................................................................
Struktur dinding sel silicaseous dari jenis diatom berbeda . A. Diatom
Cymathoneis sp. B. Diatom Anorthoneis sp (Round et al. 1990)....

12

Pembentukan dinding sel silicaseous dalam siklus sel diatom (Kröger
& Wetherbee, 2000) ..............................................................................

13

Hasil SEM presipitasi silika yang terbentuk dari katalis (A) sil 1A dan
(B) Silaffin campuran dari C. fuciformis (Kröger et al. 1999) ............

16

7

7.

Hasil SEM presipitasi silika dengan pori tak beraturan menggunakan
katalis gabungan Sil 2 dan Sil 1A C. Fuciformis (Poulsen et al. 2003)
Biosintesis keluarga PUFA omega 9, 6 dan 3 dari mikroalga (Yap &
Chen 2001) ....................... ...............................................................
Hipotesis biosintesa EPA P. tricornutum (Arao & Yamada 1994) ......

8.

Hipotesis biosintesa EPA P. tricornutum (Domergue et al. 2002) ......

23

9.

Skema garis besar penelitian ................................................................

24

10. Skema penelitian tahap I ......................................................................

26

11. Skema penelitian tahap II ....................................................................

29

12. Skema penelitian tahap III ...................................................................

31

13. Prinsip kerja metode analisis 2 dimensi ...............................................

33

14. Profil pertumbuhan C. gracilis dalam sistem batch culture………….

35

6.

16
22
23

15.

Profil protein dan lipid C. gracilis selama pertumbuhan dalam
sistem batch
culture……………….…………………………………………..
16. Konsentrasi seluler protein dan lipid C. calcitrans (Phatarpekar et al.
2000) (A) dan C. gracilis (B) pada pertumbuhan dalam kultur sistem
batch. Tanda garis merah (-----) menunjukkan fase atau umur kultur
yang menunjukkan konsentrasi protein lebih rendah dari lipid. ...

39

17. Protein yang terdeteksi hasil analisis 2 dimensi protein C. gracilis …

41

18. Hasil analisis 2 dimensi pada diatom Thalassiosira pseudonana
(Sandia National Laboratories-USA, http://www.sandia.gov) (A) dan
hasil 2 dimensi pada Chaetoceros gracilis (B)……………………

42

19. Jumlah noktah protein dan volume noktah protein hasil deteksi
program melanie selama pertumbuhan C. gracilis …………………..

44

20. Keluarga Protein SIT terdeteksi pada analisis 2dimensi dari diatom C.
gracilis. Tanda lingkaran warna hitam menunjukkan posisi noktah
protein SIT. …………………………………………………………

45

38

Halaman
21. Grafik hubungan antara volume total protein SIT dan bobot frustule
C. gracilis. ...................................................................................
22. Profil silaffin dan silika frustule yang terbentuk selama pertumbuhan
C. gracilis .....................................................................................
23. Analisis 2 dimensi terhadap protein silaffin (A), gambar 3 dimensi
tiap noktah 5 fraksi protein silaffin (B).…………………………..
24

25

26
27
28

29

Scanning Electron Microscope polimer silika hasil reaksi in vitro
protein silaffin C. gracilis dengan substrat TEOS (Manurung et al.
2007)............... ....................................................................................
Komposisi saturated fatty acid (SAFA), monounsaturated fatty acid
(MUFA) dan polyunsaturated fatty acid (PUFA) dari C. gracilis
selama pertumbuhan. ...................................................................
Komposisi SAFA (proporsi relatif dari total SAFA) selama
pertumbuhan C. gracilis. ……………………………………………...

54

56
58

Konsentrasi asam oleat (proporsi relatif dari total asam lemak)
sebagai substrat pembentukan total PUFA selama pertumbuhan C.
gracilis Lingkaran garis titik-titik menunjukkan umur kultur ketika
konsentrasi asam oleat terendah sedangkan PUFA tertinggi ………

60

Komposisi PUFA (proporsi relatif dari total PUFA) selama
pertumbuhan C. gracilis …………………………………………………..

61

34

Hipotesis II jalur biosintesis DHA diatom C. gracilis …………………..

32

52

59

33

31

50

Komposisi MUFA (proporsi relatif dari total MUFA) selama
pertumbuhan C. gracilis ………………………………………………

Pembentukan arachidonic acid/ AA(20:4-ω6) melalui asam
eikosadienoat (20:2ω6) and asam γ-linolenic (18:3ω6) yang
dikatalisis oleh desaturase ∆8, desaturase ∆5 dan elongase (Khozin et
al. 1997)……………………………………………………………..
Noktah protein yang terdeteksi berperan dalam sintesis PUFA C.
gracilis (tanda lingkaran merah) ……………………………………
Noktah protein transport asam lemak yang terdeteksi pada umur
kultur 1 hari (fase lag), umur 13 dan 14 hari (fase stasioner) …….
Hipotesis I jalur biosintesis DHA diatom C. gracilis ……….. ………

30

48

64
68
69
81
86

DAFTAR LAMPIRAN

halaman
1

Kurva standar titik isoelektrik dan berat molekul ……………….........................

98

2

Profil kromatogram GC/MS hasil analisis asam lemak …………………………

99

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanosilika adalah material silika berskala nano yang akhir-akhir ini menjadi
bahan penting untuk berbagai alat. Pada bidang pangan nanosilika dimanfaatkan
antara lain sebagai filtering agent, yakni komponen membran ultrafiltrasi industri
minuman, dan elemen alat analitik bionanosensor serta bahan komposit active
packaging. Silika sendiri merupakan polimer yang tersusun dalam tiga dimensi dari
silikon dioksida (SiO 2 ) yang banyak ditemukan di alam. Silika memiliki sifat tidak
berwarna, tidak berasa dan secara fisiologi bersifat inert, tahan terhadap reaksi kimia
pada temperatur biasa tetapi dapat mengalami berbagai transformasi pada temperatur
tinggi. Karakteristik demikian menyebabkan banyaknya aplikasi berbasis silika.
Metode-metode yang digunakan untuk memperoleh silika (polimer) dengan
kemurnian tinggi atau silikon (unsur silika) yang diaplikasikan di industri, pada
umumnya menggunakan kondisi-kondisi yang ekstrim seperti temperatur, tekanan
dan prekursor yang sering bersifat toksik. Misalnya silika-silika ultrapure
polycrystalline silicon dan silicon carbide sebagai bahan semikonduktor diperoleh
dengan cara meleburkan quartz pada tungku temperatur tinggi hingga ribuan derajat
celcius (Maeda & Komatsu 1996). Lapisan silikon diosida (wafer) silica chip yang
merupakan salah satu komponen penting komputer dibuat dari polisilikon yang
merupakan reaksi triklorosilane dengan hidrogen dengan suhu 1000° C dan
dikristalkan dengan suhu 1200 ° C (Rhicardson, 2001). Kondisi ekstrim yang juga
melibatkan bahan kimia berbahaya, menjadi evaluasi mendasar dalam industri silika
akhir-akhir ini.
Polyunsaturated fatty acid (PUFA) merupakan asam lemak dengan rantai
hidrokarbon panjang dan memiliki ikatan rangkap lebih dari satu dalam bentuk cis
sehingga mempunyai sifat tidak jenuh. PUFA dengan rantai sangat panjang seperti
omega 6 arachidonic acid (AA atau ARA), omega 3 eicosapentaenoic acid (EPA)
dan docosahexaenoic acid (DHA) merupakan asam lemak yang sangat dibutuhkan

2
karena peranannya dalam bidang kesehatan. Secara individu AA dalam tubuh
manusia berperan sebagai prekursor sejumlah eukosanoid atau sebagai prekursor
molekul proinflamantori untuk respon sistem imun. EPA diperlukan bagi penderita
depresi atau bipolar disorder sedangkan DHA bersama EPA diperlukan untuk
mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai proteksi terhadap
kanker. Meskipun AA, EPA dan DHA secara komersial telah diproduksi dari fungi,
ikan, minyak ikan dan jaringan hewan serta mikroalga, namun hal tersebut telah
menjadi bahan evaluasi yang berkaitan dengan produktivitas dan sumber bahan baku
yang tidak dapat diterima semua konsumen.
Sementara, di alam terdapat organisme salah satu keluarga mikroalga yakni
diatom yang menghasilkan silika dan PUFA hingga rantai panjang. Karakteristik
diatom adalah memiliki silika sekitar 90% sebagai komponen dinding selnya dengan
struktur teratur berskala nano, menyimpan cadangan makanannya berupa lipid
(Round et al. 1990) dan secara genetis memiliki kemampuan mensintesa PUFA
sendiri secara langsung karena enzim yang dimilikinya (Yap & Chen 2001). Hasil
penelitian Dunstan et al. (1994) menunjukkan bahwa diatom mampu menghasilkan
PUFA sekitar 3-62% dari total asam lemak. Kedua bahan tersebut (silika dan PUFA
diproduksi oleh diatom melalui suatu mekansime sintesis yang melibatkan biokatalis
protein tertentu.
Silika dengan morfologi yang teratur, presisi dan berukuran nano (10-9) yang
dimiliki setiap diatom, secara genetis dikontrol oleh protein yang berlangsung dalam
kondisi ringan. Protein yang berperan dalam proses silifikasi diatom telah ditemukan,
yakni silisic acid transport protein (protein SIT), yang berperan membawa asam
silikat dari lingkungannya melewati lipid bilayer masuk ke dalam silica deposition
vesicle (SDV) dan protein silaffin (silica affinity) yang berperan dalam polimerisasi
asam silikat menjadi nanosilika di dalam SDV (Hildenbrand et al. 1997; Kröger et al.
1999). Protein-protein tersebut telah diketahui mengatur biosilifikasi secara in vivo
dalam sistem metabolisme pada kondisi lingkungan alam yang ringan. Dengan
memahami berbagai molekul yang terlibat dalam biosilification in vivo maka
mempelajari pembentukan secara in vitro dapat lebih dipahami. Kröger et al. (2002)

3
telah melakukan reaksi in vitro protein silaffin diatom Chilindrotheca fuciformis
dengan susbtrat Tetraethoxyorthosilicate (TEOS) untuk menghasilkan polimer
nanosilika dalam beberapa menit pada temperatur ruang. Sementara Manurung et al.
(2007) juga telah berhasil mengekstraksi protein silaffin dari diatom Chaetoceros
gracilis dan mereaksikan secara in vitro dengan TEOS menghasilkan polimer silika
dalam waktu 10 menit pada suhu ruang (26-28° C).
Dengan mempelajari protein yang terlibat dalam biosilifikasi in vivo akan
membuka pemahaman baru dalam mendesain proses pembentukan material berbasis
silika secara ramah lingkungan. Menurut Poulsen & Kröger (2004), sekuen asam
amino protein silaffin yang diisolasi dari dua jenis diatom yang berbeda tidak saling
memiliki homologi, sehingga setiap jenis diatom diduga memiliki karakteristik
protein silaffin yang khusus sesuai dengan karakteristik struktur nanosilika yang
dimiliki. Dengan demikian masih diperlukannya informasi protein-protein yang
terlibat dalam biosintesis silika dari spesies-spesies diatom spesifik, misalnya dari
laut tropis seperti perairan wilayah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan
polimer nanosilika spesifik yang dapat diaplikasikan untuk setiap kebutuhan secara
khusus.
Diatom mensintesis omega 6 (AA) maupun omega 3 (EPA dan DHA) secara de
novo. Hal ini sangat berbeda dengan hewan termasuk mamalia yang hanya mampu
menghasilkan PUFA rantai panjang apabila memperoleh prekursor C18 (asam
linoleat dan asam α-linolenat) dari makanannya, sedangkan tanaman hanya mampu
menghasilkan PUFA hingga C18. Diatom dan juga mikroalga lainnya melakukan
reaksi desaturasi dan elongasi untuk memperpanjang rantai C18 dengan enzim
desaturase dan elongase yang dimiliki. Enzim desaturase Δ6, Δ5 dan Δ4 merupakan
karakteristik utama yang dimiliki mikroalga pada umumnya.
Berbagai karakterisasi protein enzim desaturase dan elongase khususnya
pembentuk AA, EPA dan DHA dari berbagai jenis mikroalga telah mulai dilaporkan.
Sebagai contohnya adalah protein enzim desaturase Δ6 yang mengkatalisis
pembentukan 18:3Δ6,9,12 (ω6) dan Δ5 yang bekerja pada asam lemak atom C20
menghasilkan

AA

(20:4Δ5,8,11,14ω6)

telah

diidentifikasi

dari

diatom

4
Phaeodactylum tricornutum (Demergue et al. 2002). Sementara Tonon et al. (2005),
telah mengidentifikasi gen-gen yang mengkode desaturase Δ6, Δ5 dan Δ4 yang
terlibat langsung dalam biosintesis EPA dan DHA dari diatom Thalassiosira
pseudonana. Setiap jenis diatom secara genetik dapat memiliki jenis PUFA yang
berbeda-beda dari C16 hingga C22 yang dipengaruhi oleh jalur biosintesis dan
protein pembentuknya. Jalur biosintesis long chain-PUFA diatom belum sepenuhnya
diketahui, karena begitu beragamnya jenis-jenis asam lemak yang dimiliki untuk
setiap jenis diatom. Berbagai studi gen maupun protein yang terlibat dalam sintesis
PUFA dari berbagai jenis organisme penghasil PUFA de novo telah dilakukan untuk
meningkatkan

produksi

PUFA

melalui

sumber-sumber

alternatif

termasuk

kemungkinan memproduksi vegetable oil yang dapat mengandung PUFA (Vrinten et
al. 2007).
Untuk itu masih sangat diperlukan kajian mendalam untuk memberikan
informasi dasar mekanisme biosintesis PUFA terkait dengan protein yang
mensintesisnya dari berbagai sumber termasuk jenis-jenis diatom. Studi protein yang
terlibat dalam biosintesis PUFA ini memberikan pengetahuan dasar dalam
meningkatkan produksi PUFA penting secara spesifik melalui berbagai kemungkinan
rekayasa bioteknologi untuk memproduksi misalnya DHA-enriched crops.
Dalam kultur sistem batch dengan medium yang mengandung silikat, diatom
mengakumulasi lipid ketika memasuki fase stasioner atau pada saat konsentrasi
nutrien medium mulai menurun. Roessler (1988), telah membuktikan bahwa aktivitas
enzim sitrat sintase dan asetil KoA karboksilase meningkat 3 kali ketika silica
depletion. Hal ini mengindikasikan adanya suatu hubungan yang berkaitan dengan
waktu sintesis silika dinding sel dan lipid atau asam lemak di dalam kultur diatom.
Sintesis dinding sel silicaseous sangat aktif ketika sel melakukan pembelahan.
Mekanisme demikian berpeluang mengeskplorasi organisme diatom ini dengan
mempelajari mekanisme dasar sintesis kedua bahan (silika dan PUFA) yang diketahui
memiliki nilai ekonomi penting saat ini.
Chaetoceros gracilis adalah salah satu jenis diatom yang banyak ditemukan di
perairan laut Indonesia, bukan merupakan jenis toksik serta belum banyak kajian dari

5
aspek molekuler untuk tujuan eksplorasi PUFA dan nanosilika. Diatom jenis tersebut
juga merupakan jenis yang dapat dan mudah dikulturkan. Disamping itu telah
dilakukan studi awal karakteristik ekstrak protein silaffin C. gracilis asal laut
Indonesia ini, yang terbukti mampu mengkatalisis pembentukan polimer silika secara
in vitro pada suhu ruang dalam beberapa menit.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan, maka tujuan umum dari
penelitian ini adalah mengkaji protein yang terlibat dalam biosintesis nanosilika dan
biosintesis asam lemak tak jenuh rantai panjang dari diatom laut C. gracilis asal
Indonesia. Secara lebih terperinci penelitian ini bertujuan, 1) mempelajari profil
protein dan lipid C. gracilis selama pertumbuhan dalam kultur sistem batch, 2)
mempelajari karakteristik (berat molekul dan titik isoelektrik) protein melalui analisis
2 dimensi dan studi bioinformatika untuk identifikasi protein yang terlibat dalam
biosintesis nanosilika dan 3) mempelajari karakteristik (berat molekul dan titik
isoelektrik) protein melalui analisis 2 dimensi dan studi bioinformatika untuk
mengidentifikasi jenis protein yang terlibat dalam biosintesis PUFA dan memprediksi
jalur biosintesis PUFA.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar pada tingkat
protein dalam mempelajari biosintesis nanosilika dan PUFA dari diatom C. gracilis
asal laut Indonesia. Informasi ini sebagai langkah awal di dalam pengembangan
industri strategis untuk merancang produksi material berbasis nanosilika secara
ramah lingkungan dan pengembangan industri asam lemak rantai panjang secara
produktif dari aspek sumber bahan baku.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Diatom Chaetoceros gracilis
Karakteristik Umum Diatom
Diatom adalah nama populer untuk semua organisme yang masuk dalam
kelas Bacillariophyceae. Diatom merupakan organisme uniseluler berukuran 10200 µm, memiliki pigmen klorofil a, c1, c2 dan karotenoid, hidup bebas secara
fotosintetik autotrof sebagai fitoplankton. Oleh karena ukurannya kecil, maka
disebut sebagai mikroalga, meskipun dapat ditemukan dalam bentuk koloni
hingga mencapai panjang beberapa milimeter membentuk spiral, heliks dan zigzag (Round et al. 1990).
Konstruksi dinding biosilika diatom yang disebut dengan frustule memiliki
bentuk seperti petridish, yang mempunyai bagian yang saling berpotongan disebut
girdle band (copulae). Bidang-bidang yang saling berpotongan tersebut, bagian
atas disebut epiteka dan bagian bawah disebut hipoteka. Bagian atas permukaan
setiap theca disebut valve mempunyai permukaan dengan pola pori-pori teratur
disebut areolae yang memberikan karakteristik setiap jenisnya. Secara garis besar
diatom, berdasarkan bentuknya digolongkan menjadi centris dengan bentuk sel
bulat dan pennate bentuk sel lonjong atau bulat memanjang (Round et al. 1990).
Sistem Reproduksi. Reproduksi diatom dapat terjadi secara aseksual
maupun seksual. Reproduksi aseksual merupakan reproduksi yang paling umum
untuk diatom. Reproduksi aseksual pada mahluk hidup ini terjadi dengan
pembelahan sitoplasma dalam frustule, sehingga epiteka induk akan menghasilkan
hipoteka yang baru dan hipoteka yang lama akan menjadi epiteka yang
menghasilkan hipoteka yang baru pula pada anakannya dan seterusnya. Maka
suksesi reproduksi aseksual ini akan menghasilkan ukuran sel yang semakin kecil.
Ketika ukurannya mencapai minimum maka selanjutnya akan dikompensasi
dengan tumbuhnya auksospora (expandable zygote cell) berukuran besar yang
akan membelah dan menghasilkan sel baru berukuran besar. Pembentukan
auksospora atau auksosporulasi merupakan bagian dari fase reproduksi seksual
yakni melahirkan kembali ke ukuran semula (original size) melalui reproduksi

7
seksual. Skema mekanisme reproduksi aseksual pada mikroalga dapat dilihat pada
Gambar 1A & 1B
A
auksospora

B
B

Auksosporulasi

Epiteka
Hipoteka

Gambar 1 Skema reproduksi aseksual diatom secara skematis
(Round et al. 1990)
Gordon & Parkinson (1999) menemukan bahwa frustule pada diatom
mengandung silika yang berpori dengan ukuran sekitar 40 nm atau 100-200 nm.
Karakteristik lainnya adalah mempunyai lipid dan crysolaminarin sebagai
cadangan makanannya dan silika sekitar 90% (Round et al. 1990). Diatom ratarata mengandung lipid 1-39 % dari berat kering (Becker 1994) dan dapat
mengandung asam lemak 1.6-70 pg/sel dengan PUFA antara 5-62% dari total
asam lemak (Dunstan et al. 1994). Diatom juga mengandung protein sekitar 2025% per berat kering, karbohidrat 5-7% per berat kering (Brown et al. 1997).

8
Chaetoceros gracilis
Chaetoceros gracilis merupakan salah satu anggota dari genus Chaetoceros,
Secara morfologi merupakan diatom tunggal dengan bentuk sel sentries. Selselnya membentuk rantai atau koloni hingga panjangnya mencapai 200µm. Rantai
tersebut dibentuk oleh hubungan internal antar spina. Menurut Isnansetyo &
Kurniastuty (1995), Chaetoceros yang ditemukan di perairan Indonesia umumnya
berukuran 3-30 µm, bentuk bulat berdiameter 4-6µm atau berbentuk segi empat
dengan ukuran 8-12 x 7-18µm.
Chaetoceros toleran terhadap suhu air hingga 40 oC, namun pertumbuhan
optimal pada kisaran suhu 25-30oC. Toleransi terhadap salinitas 6-50‰ dengan
salinitas optimum 17-25‰. Chaetoceros gracilis mudah dikulturkan dalam
medium yang mengandung silikat dengan pencahayaan minimal 3000 lx
(Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Menurut Bold & Wynne 1985, sistematika C.
gracilis adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

filum

: Chrysophyta

kelas

: Bacillariophyceae

ordo

: Centrales

subordo

: Biddulphioideae

familia

: Chaetoceraceae

genus

: Chaetoceros

spesies

: gracillis

Polimer Silika, Biosilika dan Aplikasi dalam Bidang Pangan
Polimer Silika dan Industri Silika
Silika merupakan polimer tersusun dalam susunan tiga dimensi dari silikon
dioksida (SiO 2 ). Silika (Silikon dioksida/ SiO 2 ) sangat banyak ditemukan secara
alami dalam bentuk bebas sebagai quartz dan campuran sebagai silikat. Silikat
adalah komponen kimia yang mengandung silikon, oksigen dan elemen metal,
seperti orthosilikat mengandung gugus SiO 4 -4 dan metalsilikat gugus SiO 4 -2.
Silika juga ditemukan sebagai sandstone dan silica sand.

9
Silika ditemukan dengan berbagai bentuk seperti crystalline (quartz atau
heksagonal, kristabolit atau tetrahedran, tridimit atau triklinat) dan silika
amorphous (bentuk opal, chaledony, flint, jasper dan diatomaceous earth) serta
glass. Silika tersebut memiliki sifat tidak berwarna, tidak berasa dan secara
fisiologi bersifat inert, mempunyai sifat tahan terhadap reaksi kimia pada
temperatur biasa tetapi dapat mengalami berbagai transformasi pada temperatur
tinggi (Ning 2002).
Silika untuk keperluan industri pada umumnya memerlukan tingkat
kemurnian tertentu, struktur tertentu atau bentuk spesifik berkaitan dengan bentuk
dan ukuran pori-porinya. Silika murni dan berpori skala nano selama ini diperoleh
antara lain dengan cara 1) acid deposition dari larutan Na 2 SiO 3 , 2) metode sol-gel
dari organo-silicone compound, 3) vapour deposition dari a silica fume dan 4)
metoda hidrothermal (Ono et al. 2001).
Metoda

hidrothermal

menggunakan

campuran

kalsium-silikat

yang

diperoleh dengan mencampurkan Ca(OH) 2 dengan berbagai silika seperti silika
amorf atau silika kristal, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dengan
temperatur 140 ºC, tekanan 0,4-1 MPa selama 8 jam (Ono et al. 2001). Kalapathy
et al. (2000), melaporkan silika murni yang diperoleh dari abu sekam padi
dilakukan dengan ekstraksi alkali dilanjutkan dengan pengendapan asam
kemudian dipanaskan hingga 80 ºC selama 12 jam. Menurut Harsono (2002),
silika dari abu sekam padi diperoleh dengan memanaskan hingga 190 ºC, namun
untuk memperoleh silika dengan kristalinitas tinggi, harus dipanaskan lebih lanjut
hingga 650 ºC sehingga dihasilkan fasa kristabolit dan tridimit.
Pada prinsipnya metoda untuk memperoleh silika atau silikon yang
diaplikasikan di industri pada umumnya menggunakan temperatur tinggi dan
suatu prekursor. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Maeda & Komatsu
(1996), yang melaporkan bahwa ultrapure polycrystalline silicon dan silicon
carbide bahan semikonduktor diperoleh dengan cara meleburkan quartz pada
tungku temperatur tinggi. Brinker & Scherer (1990), memperoleh silika dengan
menggunakan sodium silikat sebagai prekursor yang diperoleh dengan cara
melebur quartz sand dengan sodium karbonat menggunakan temperatur 1300 ºC.

10
Silikon semikonduktor dibuat dengan mereaksikan crude metal dengan
campuran gas hidrogen dan hidrogen klorida dalam fluidised bed sehingga
menghasilkan

SiHCl3 .

Selanjutnya

dilakukan

destilasi

dan

direduksi

menggunakan hidrogen menghasilkan filamen pre silikon, kemudian dipanaskan
hingga 1150 ºC. Demikian juga dengan produk-produk intermediet seperti silica
chip, fiber glass dan keramik juga dibuat dengan temperatur tinggi. Silica chip
digunakan sebagai sparepart komputer atau assay kit, dibuat dengan beberapa
tahap yang diawali dengan pembuatan lapisan silika yang disebut wafer.
Wafer dibuat dari polisilikon hasil reaksi triklorosilan dengan hidrogen pada
suhu 1000 ºC lalu dikristalkan dengan suhu 1200 ºC. Wafer ini sebagai template
untuk lapisan silika berikutnya hingga mencapai ketebalan beberapa mikron,
kemudian dilanjutkan pemberian muatan dan pengemasan menjadi chip
(Richardson 2001). Fiber glass sebagai bahan utama dalam alat pendeteksi seperti
stetoskop dibuat dengan cara oksidasi thermal silikon tetraklorida dan suhu sekitar
2500 ºC, dengan reaksi SiCl4 + O 2  SiO 2 + 2Cl2 (Fiber Tech 2004).
Metoda sol-gel dalam pembuatan silika merupakan metoda yang
menggunakan suhu ruang. Menurut Ester et al. (2005), proses sol-gel adalah suatu
teknik untuk memproduksi amorphous inorganic solid seperti glass. Istilah sol
didefinisikan sebagai suatu larutan koloidal dengan partikel berukuran < 100nm
dan gel adalah larutan koloid semisolid. Silika glass yang dibuat dengan metoda
sol-gel menghasilkan homogenitas yang baik, kemurnian tinggi dan porous. Hal
ini memungkinkan dibuat suatu matriks berpori, bening dan bersifat optik
sehingga dapat digunakan sebagai sensor. Lebih jauh, dengan ditemukan proses
sol-gel dapat membuat silica glass bening mengandung bahan organik maupun
inorganik pada suhu rendah.
Pada proses sol-gel, bentuk sol koloidal diperoleh dari hasil hidrolisis dan
polikondensasi prekursor metalorganik. Prekursor tersebut adalah metal alkoxide
dengan rumus molekul M(OR) n , dan OR- nya dapat berbentuk metoxy (OCH 3 )
atau ethoxy (OC 2 H 5 ). Bahan yang paling sering digunakan untuk membuat
material berbasis silika metode sol gel adalah tetramethoxysilane (TMOS) dan
tetraethoxysilane (TEOS). Dalam reaksi hidrolisis prekursor direaksikan dengan
air yang mengandung katalis, alkohol ditambahkan sebagai co-solvent. Tahap

11
hidrolisis merupakan tahap pembentukan gugus silanol (Si-OH) dengan
melepaskan alkohol atau H 2 O sebagai by product, kemudian dilanjutkan dengan
kondensasi membentuk gugus siloxane (Si-O-Si). Partikel silika amorphous yang
dapat dihasilkan dengan metoda sol-gel berdiameter 5-10 nm (Ester et al.2005).
Substrat TEOS juga digunakan dalam pembuatan thin-film dari silika dengan
metoda vacum ultraviolet radiation (Takezoe et al. 1999).
Adamson (2004) membuat lapisan tipis silika secara kimia dengan surfaktan
dan TEOS sebagai prekursor, tetap memerlukan template untuk dasar lapisan tipis
tersebut, namun juga dapat dilakukan tanpa template. Proses sintesis silika secara
kimia baik dengan temperatur rendah maupun temperatur tinggi memerlukan
prekursor, katalis dan template. Penggunaan ke tiga unsur tersebut juga ditemukan
dalam pembuatan polimer silika secara in vitro menggunakan katalis biologi
protein atau sering disebut sebagai proses biosilika yang berasal dari organisme
penghasil silika.

Biosilika
Silika juga diproduksi oleh banyak organisme termasuk binatang dan
tumbuhan tinggi, bakteri, protista, tanaman, invertebrata maupun vertebrata.
Mineral silika yang terjadi di alam menunjukkan sifat fisik dan memiliki derajat
hidrasi dengan struktur yang bervariasi. Selain itu, pembentukannya berada di
bawah kondisi sekelilingnya dengan pH netral dan suhu rendah kira-kira 4-40º C
(Perry 2003). Menurut Perry (2003), biosilika oleh organisme dapat terjadi secara
intraseluler atau ekstraseluler di suatu organel khusus yang juga terdapat
karbohidrat, lipid dan protein. Organel khusus tempat terdepositnya silika dan
pembentukannya disebut silica deposition vesicle yang dimiliki oleh diatom
(Kröger et al. 1999), sedangkan vakuola sel sclerocytes yang terletak di jaringan
mesophyl merupakan tempat terdepositnya asam silikat untuk membentuk spikula
silika pada spons (Brusca & Brusca 1990).
Diatom merupakan penyumbang terbesar silika di alam karena sebagian
besar selnya mengandung silika sebagai penyusun utama dinding sel endoskeleton
maupun eksosekeleton. Biota lain yang mengandung silika sebagai bagian
penyusun organ atau jaringan adalah dari kelompok Serealia, Sponge dan

12
Radiolaria. Dinding sel diatom silicaseous mengandung silika amorf atau opaline
96.5%, berpola teratur rapi (ornicate) dan berpori dengan skala nanometer.
Gambar 2 memperlihatkan struktur dinding sel dari jenis diatom berbeda.

A

B

Gambar 2 Struktur dinding sel silicaseous dari jenis diatom yang berbeda.
A. Diatom Cymathoneis sp. B. Diatom Anorthoneis sp (Round et al.
1990)
Pembentukan silika sebagai bagian dari penyusun endo mapun eksoskeleton
terkait dengan pembelahan sel itu sendiri. Menurut Kröger & Wetherbee (2000),
mekanisme pembentukan dinding sel silicaseous dimulai pada awal sitokinesis.
Menurut Kröger & Wetherbee (2000), secara umum mekanisme pembelahan sel
meliputi sitokinesis, perluasan valve SDV, eksositosis, pemisahan sel dan
pertumbuhan sel. Pada tahap sitokinesis, sitoplasma terbagi menjadi 2 bagian
masing-masing mengandung ruangan khusus yang disebut valve SDV yang
merupakan tempat terdepositnya silika, dilanjutkan dengan perluasan valve SDV
sebagai calon valve baru. Perluasan ini akan memperjelas pemisahan sitoplasma,
kemudian dilanjutkan dengan tahap eksositosis yakni menuju pemisahan sel. Pada
tahap ini, valve SDV yang mengalami perluasan akan menjadi calon valve.
Selanjutnya diikuti terbentuknya girdle band SDV yang diikuti proses diferensiasi
membentuk girdle band baru selama tahap pertumbuhan sel. Tahap pembentukan
girdle band baru diikuti dengan pematangan valve SDV atau diferensiasi menjadi
valve baru dan akhirnya membentuk sel utuh baru hasil pembelahan dengan
dinding sel silicaseous (Kröger & Wetherbee, 2000). Gambar 3 memperlihatkan

13
proses pembentukan dinding sel ketika sel mengalami pembelahan dalam siklus
sel diatom.

Replikasi
DNA

sitokinesis

SDV
ekspansi
Pertumbuh
an sel

eksositosis
Pemisahan sel

Gambar 3 Pembentukan dinding sel silicaseous dalam siklus sel diatom
(Kröger & Wetherbee, 2000).

Silika yang terbentuk sebagai penyusun dinding sel diatom merupakan salah
satu contoh peristiwa biologi organisme yang memanfaatkan langsung komponen
disekitarnya untuk menyusun bagian tubuhnya. Menurut Poulsen & Kröger
(2004), selama terjadi evolusi, diatom dan organisme penghasil silika lain seperti
spons dan radiolaria memerlukan asam monosilikat Si(OH) 4 yang ada di habitat
untuk pembentukan struktur yang spesifik pada setiap endo dan eksoskeleton.
Asam silikat Si(OH) 3 O- yang banyak terdapat diperairan laut ditransport
secara aktif masuk ke dalam appratus golgi. Dari apparatus golgi ini asam silikat
masuk ke dalam organel yang disebut a small silicon-laden vesicle oleh
mikrofilamen (Lee 1989). Hildenbrand et al. (1998) menemukan bahwa
mikrofilamen tersebut adalah sejenis protein transporter yang memiliki atom Na+

14
yang disebut protein silica transpoter. Selanjutnya a small silicon-laden vesicle
menjadi silica deposition vesicle (SDV) yakni organel yang mempolimerisasi
asam silikat menjadi polimer silika.
Di dalam SDV asam silikat mengalami reaksi kondensasi dengan gugus
hidroksi dari suatu protein. Kröger et al. (1997) dan Kröger et al. (1999)
memastikan adanya peran molekul organik yang terlibat dalam pembentukan
silika di dalam SDV. Mereka berhasil mengisolasi serta mengkarakterisasi sebagai
satu set peptida polikationik berberat molekul rendah dan peptida berberat
molekul tinggi. Selain itu ada komponen lain yakni non protein rantai poliamin
panjang dengan rantai spesifik yang berperan dalam penyusunan pola silika
(Sumper 2002). SDV silicaseous dalam pertumbuhan sel diatom mengalami
perluasan dan bergabung dengan silicalemma membentuk jaringan skeletal yang
diduga melibatkan protein trans-silicalemma dan elemen skeletal (Lee 1989).
Mekanisme pemindahan silika menjadi dinding sel silicaseous belum jelas
meskipun telah diketahui sebagian dari komponen yang terlibat biosilifikasi
diatom (Sumper & Kröger 2004).

Protein yang Terlibat dalam Biosilika Diatom
Kröger et al. (1997) telah menemukan adanya protein yang terlibat dalam
pembentukan silika dari diatom Cylindrotheca fucifomis yang kemudian dikenal
dengan protein silaffin. Protein tersebut bertanggungjawab pada tingkat molekuler
dalam membentuk struktur silika berukuran nano dari asam silikat (silikon) di
dalam lingkungannya. Protein silaffin sangat kuat terikat dengan silika dan hanya
ditemukan di dalam SDV yang telah terintegrasi menjadi dinding sel.
Protein silaffin diatom Cylindrotheca fuciformis terdiri tiga polipeptida yaitu
silaffin 1A (4 kDa), silaffin 1B (8 kDa) dan silaffin 2 (17 kDa), serta komponen
non-protein yakni poliamin (