DI PENGADILAN NEGERI SALATIGA

2. Faktor-faktor Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap istri antara lain:

a. Istri melakukan Nusyuz, suami boleh memukul bagian badan istri kecuali wajah istri, sebab hal ini merupakan hak istri manakala istri melakukan kesalahan. Hal ini boleh dilakukan jika memang membawa

faedah, jika tidak maka tidak perlu malakukan pemukulan 52 .

b. Istri tidak mengindahkan kehendak suami untuk berhias dan bersolek. Juga karena istri menolak diajak ke tempat tidur.

c. Istri keluar dari rumah tanpa izin, istri memukul anaknya menangis.

d. Istri menghina suami dengan kata-kata yang tidak enak didengar.

e. Istri berbincang-bincang dengan laki-laki lain bukan muhrimnya.

51 Depertemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah al Qur’an, 1997. hlm. 37.

52 Muhammad bin Umar An-Nawawi, Syarah Uqudullujain Etika Rumah Tangga, Pustaka Amani, Jakarta, Cet II, 2000. hlm. 22.

f. Istri tidak mandi haid ketika sudah memasuki waktu suci. 53 Hal ini menyebabkan suami tidak bisa menggauli istrinya.

3. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga

Korban kekerasan bisa mengenali fakta kekerasan psikis sementara waktu, sebagai pengenalan awal untuk menyadari seseorang diketahui menjadi korban atau sedang menderita gangguan psikologis sebagai variasi dan tanda-tanda terganggunya kondisi psikologis

a. Ketakutan (fear). Diantara gejala yang muncul seperti jika seseorang berada dalam keadaan kecemasan berkelanjutan karena relasi dirasa tidak berimbang. Seseorang merasa sama sekali tidak bisa mengambil keputusan terutama dalam situasi mendesak. Selalu khawatir bersikap karena ketergantungan permanen.

b. Rasa tidak percaya diri (PD). Rasa tidak PD dapat berarti orang tidak bisa membuat konsep diri positif orang kemudian terjangkiti dan didominasi oleh konsep diri negatif hingga tidak menemukan cara menghargai dirinya. Gejala ini ditandai dengan oleh sikap merendah terus menerus atau minder (inferior), selalu menyerahkan urusan kepada orang lain, dan merosotnya eksistensi diri hingga tidak lagi memiliki harapan untuk membuat nilai positif dalam hidupnya.

c. Hilangnya kemampuan untuk bertindak. Orang dengan situasi trauma atau mengalami kejenuhan permanen akibat harga dirinya lemah akan jatuh pada situasi pesimis dalam memandang hidup dan hingga enggan

53 Ibid, 35.

melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang diharapkanya. Efek kekerasan psikis menimbulkan trauma degenetatif (mematahkan semangat berkembang generasi)

d. Adanya situasi tidak berdaya (helplessness) situasi ini juga merupakan gangguan pribadi dan dikatakan orang sakit secara psikologis. Ciri-ciri helplessness antara lain putus asa, menyerah sebelum berbuat, fatalistic, dan selalu menggantung diri, pada otoritas. Orang yang tidak

berdaya akan sulit melakukan komunikasi 54

54 op cit, hlm. 94.

BAB III

PUTUSAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP KDRT DI PENGADILAN NEGERI SALATIGA

D. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga

1. Sejarah Pengadilan Negeri Salatiga

Pengadilan Negeri Salatiga dibentuk pada abad ke-19 yaitu tahun 1896 berupa Landraad untuk keperluan Warga Negara Asing dan Belanda, Pemerintah Daerah pada masa itu berupa Kabupaten Semarang dan Kawedanan Salatiga yang berpusat di Salatiga berbentuk Gamanto yang pada perubahannya setelah kemerdekaan menjadi kota Pbebek dan kini berbentuk Kotamadya. Pada waktu berbentuk Landraad hakim-hakim di Salatiga terdiri atas tokoh Ahli Hukum pada jaman itu yaitu:

1) Mr. Whirlmink

2) Mr. Carnalis

3) Mr. Peter

4) Mr. Ter Haar

5) Mr. Lekkerkarkar

6) Mr. Sebeeler

7) Mr. Rykee

8) Mr. Cayauk

9) Mr. Dr. Gondo Koesoemo

10) Mr. Shoot

11) Mr. Wiednar

12) Mr. R. Soeprapto Pada masa Pendudukan Jepang (Tihoo-Ho-in)

1) Mr. Lio Oen Hok

2) P. Salamoon Pada Jaman ReVolusi kemerdekaan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga adalah:

1) Mr. Trank

2) Mr. Kresno Setelah Indonesia Merdeka, yang pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Salatiga adalah:

1) Mr. Soebiyono

2) Mr. Woeryanto

3) Soehono Soedjo, SH.

4) Soenarso, SH.

5) Soeharto, SH.

6) Acmadi, SH.

7) Imam Soetikno, SH. 8)

H. Mohammad Hatta, SH.

9) Soetopo, SH.

10) Djautan Purba, SH.

11) Agus Air Guliga, SH.

12) Sarwono Soekardi, SH.

13) Sabirin Janah, SH.

14) Suhartatik, SH.

15) Tewer Nussa Steven, SH.

16) Winaryo, SH.MH. (Sekarang). Dalam perkembanganya Wilayah daerah Pemerintahan mengalami perubahan demikian juga daerah Hukum Pengadilan Negeri Salatiga. Untuk mengatur Wilayah Kabupaten Semarang yang begitu luas, pada tahun 1963 Pengadilan Negeri Salatiga terpecah menjadi dua yaitu:

1) Pengadilan Negeri Salatiga dengan wilayah Hukum Kabupaten Semarang bagian Selatan dan Kotamadya Salatiga.

2) Pengadilan Negeri Ambarawa dengan wilayah Kabupaten Semarang bagian Utara. Setelah pembagian wilayah Hukum tersebut, maka pada tahun 1983 berdasarkan proses pengurangan Wilayah Hukum maka kejaksaan Negeri Salatiga mempunyai 2 (dua) wilayah hukum, yaitu:

1) Kejaksaan Negeri Salatiga sebagai penuntut umum di Wilayah Kotamadya Salatiga yang terdiri atas satu kecamatan.

2) Kejaksaan Ambarawa dengan wilayah Hukum Kabupaten Semarang bagian Selatan, namun setelah Pengadilan Negeri Kabupaten Ungaran diresmikan, Wilayah Pengadilan Negeri Salatiga yang tadinya meliputi Kabupaten Semarang bagian Selatan, maka Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Salatiga tinggal 1 (satu) Kecamatan terdiri dari 9 (sembilan) Kelurahan. Dan dalam perkembangannya saat ini Wilayah

Hukum Pengadilan Negeri Salatiga meliputi 4 (empat) Kecamatan terdiri dari 22 (dua puluh dua) Kelurahan.

2. Kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga.

a. Tugas dan Wewenang Ketua Pengadilan:

1) Menetapkan/menentukan hari-hari tertentu untuk melakukan persidangan perkara.

2) Menetapkan panjar biaya perkara. Dalam hal penggugat atau tergugat tidak mampu, ketua dapat mengizinkannya untuk beracara secara prodeo.

3) Membagi perkara gugatan dan permohonan kepada hakim untuk disidangkan

4) Dapat mendelegasikan wewenang kepada Wakil Ketua untuk membagi perkara permohonan dan menunjuk Hakim untuk menyidangkannya.

5) Menunjuk Hakim untuk mencatat gugatan atau permohonan secara lesan

6) Memerintahkan kepada Jurusita untuk melakukan pemanggilan, agar terhadap termohon eksekusi dapat dilakukan teguran (anmaning) untuk memenuhi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, putusan serta merta, putusan provisi dan melaksanakan eksekusi lainnya.

7) Memerintahkan kepada Jurusita untuk melaksanakan somasi.

8) Berwenang menangguhkan eksekusi untuk jangka waktu tertentu dalam hal ada gugatan perlawanan. Berwenang memerintah, memimpin, serta mengawasi eksekusi sesuai ketentuan yang berlaku.

9) Menetapkan biaya Jurusita dan menetapkan biaya eksekusi.

10) Menetapkan: - Pelaksanaan lelang - Tempat pelaksanaan lelang - Kantor lelang Negara sebagai pelaksana lelang

11) Melaksanakan putusan serta merta: - Dalam hal perkara dimohonkan banding wajib meminta izin kepada Pengadilan Tinggi. - Dalam hal perkara dimohonkan kasasi wajib meminta izin kepada Mahkamah Agung

12) Menyelesaikan permohonan kewarganegaraan

13) Melakukan penyumpahan terhadap permohonan kewarganegaraan yang telah memperoleh Surat Keputusan Presiden.

14) Menyediakan buku khusus untuk anggota Hakim Majlis yang ingin menyatakan berbeda pendapat dengan kedua anggota Hakim Majlis lainya dalam memutuskan perkara serta merahasiakannya

15) Mengawasi pelaksanaan court calender dan mengumumkannya pada pertemuan berkala para Hakim. Meneliti court calender yang 15) Mengawasi pelaksanaan court calender dan mengumumkannya pada pertemuan berkala para Hakim. Meneliti court calender yang

16) Mengevaluasi laporan mengenai penanganan perkara yang dilakukan Hakim dan Panitera Pengganti, selanjutnya mengirimkan laporan dan hasil evaluasinya secara periodik kepada Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

17) Memberikan izin berdasarkan ketentuan undang-undang untuk membawa keluar dari ruang Kepaniteraan: daftar, catatan, berita acara serta berkas perkara.

18) Meneruskan SEMA, PERMA dan surat-surat dari Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi yang berkaitan dengan hukum dan perkara kepada para Hakim, Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Jurusita.

b. Tugas dan Wewenang Wakil Ketua Pengadilan

a. Melaksanakan tugas ketua apabila ketua berhalangan.

b. Melaksanakan tugas yang didelegasikan oleh ketua kepadanya.

c. Dalam hal Ketua mendelegasikan wewenang pembagian perkara permohonan, harus membagikannya kepada Hakim secara merata.

c. Tugas dan Wewenang hakim/Ketua Majlis

a. Menetapkan hari sidang

b. Menetapkan sita jaminan

c. Bertanggung jawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan.

3. Struktur Pengadilan Negeri Salatiga

Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Salatiga adalah sebagai berikut:

BAGAN SUSUNAN PENGADILAN NEGERI SALATIGA

KETUA ERWIN TUMPAK PASARIBU, SH. MH.

WAKIL KETUA SRI HERAWATI, SH. MH

MAJELIS HAKIM

VICTOR TOGI R., SH

HISBULLAH, SH.

PANITERA / SEKRETARIS

NELSON P., SH

SUTJIPTO HADI, SH.

NINIK H., SH FERI SUMELANG, SH.

WAKIL PANITERA

WAKIL SEKRETARIS

SRI PRIHUTAMI

SUSI HANDAYANI W., SH.

KEPANITERAAN PERDATA/ PANITERA MUDA PERDATA.

KEPANITERAAN PIDANA/

KEPANITERAAN HUKUM/

PANITERA MUDA PIDANA.

PANITERA MUDA HUKUM.

URUSAN KEPEGAWAIAN

URUSAN KEUANGAN

URUSAN UMUM

SOETARNO DWI SETYONINGRUM, SH

S.ER.RIJADI, SH NIKEN PRAMESTI

ABADI, SH.

ENDANG WUEDIAATI, SH.

IVAN R.A. TULANDI

MASRUR SHOKEH WINARNO

ENDANG SUMARNI

ERI PRIHANTONO

CATUR PRIO KUNCORO

WIDODO

YUWONO

AHMAD WAHYUDIN

JUWARINI

SITI KHOTIJAH, SH.

WEDOWATI, SH.

S. YUNANTO AW,SH

S. HANANTA, SH.

SUBARDI NGARBI ARTIYANI

KELOMPOK FUNGSIONAL KEPANITERAAN 1. PANITERA PENGGANTI 2. JURUSITA/JURUSITA PENGGANTI

SUKARMAN KAMAMI SURYA KARYOSA MARGANA E.M. DWI ANGGOROWATI SRI TEGUH WALUYO, SH.

RINI ADRIATI, SH. WIGATI HARYATI

SUMINAH, SH. ACHMAD RAFFIK ARIEF, SH. R. RUDI HARSOJO MULYADI, SH.

E. Putusan Hakim Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga Di Pengadilan Negeri Salatiga.

Perkara kekerasan dalam rumah tangga selama adanya Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga terdapat empat putusan, satu putusan terhadap adik ipar, satunya lagi putusan terhadap kemenakan dan dua putusan terhadap istri. Dalam pembahasan ini, penulis hanya mencantumkan dua putusan kekerasan terhadap istri.

1. Putusan Nomor : 116/Pid.B/PN.Sal/2005

Pengadilan Negeri Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa: Nama

: BMB Bin SD

Tempat Lahir

: Semarang

Umur/ tanggal lahir : 26 tahun / 24 Nopember 1979 Jenis Kelamin

: Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia Alamat

: Karang Kepoh I Rt. 6/I Kel. Tegalrejo Kc.

Argomulyo Kota Salatiga

Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMA Terdakwa tidak di tahan:

Terdakwa tidak didampingi penasehat hukum tetapi akan menghadapi sendiri perkaranya di Pengadilan Negeri tersebut; Telah membaca:

1. Surat pelimpahan perkara biasa dari penuntut umum/ kepala Kejaksaan Negeri Salatiga No. B-1354/0.3.20/ Ep. 2/12/2005, yang isinya pada pokoknya meminta agar Ketua Pengadilan Negeri Salatiga menetapkan hari persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut dan menetapkan pemanggilan terhadap para Terdakwa dan saksi-saksi serta mengeluarkan penetapan untuk tetap menahan para Terdakwa.

2. Surat dakwaan Penuntut Umum tanggal: 21 Desember 2005, Nomor regester perkara PDM-/SALTI / Ep.2 / 12 / 2005 serta surat-surat yang berkaitan dengan perkara tersebut.

a. Setelah memperhatikan barang bukti didalam perkara tersebut

b. Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan Terdakwa dimuka persidangan

c. Setelah memperhatikan Visum Et Repertum

d. Setelah mendengar pula pembacaan tuntutan Pidana dari Penuntut Umum tanggal 16 Februari 2006 No. Reg. Perk. PDM- 45/SALTI/Ep. 2.12/2005 yang pada pokoknya agar Majlis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: - Menyatakan Terdakwa BMB Bin SD bersalah melakukan

perbuatan pidana melakukan kekerasan fisik dalam lingkup

rumah tangga sebagaimana dalam dakwaan Primair melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004.

- Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa BMB Bin SD dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dengan masa percobaan 2 (dua) tahun

- Menyatakan barang bukti berupa lembaran kertas putih ukuran panjang 40 cm lebar 30 cm tebal 0,5 cm terbungkus plastik warna putih dirampas untuk di musnahkan

- Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000. (seribu rupiah) Setelah mendengar dan memperhatikan pembelaan secara lisan dari Terdakwa dimuka persidangan pada tanggal 16 Februari 2006 yang pada pokoknya memohon agar Majlis Hakim menjatuhkan putusan yang seringan-ringanya bagi diri terdakwa.

Menimbang bahwa selanjutnya Terdakwa oleh Penuntut Umum dihadapkan ke muka persidangan karena telah didakwa

Primair

Bahwa Terdakwa BMB bin SD pada hari Rabu tanggal 28 September 2005 sekira jam 13.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain di tahun 2005 bertempat di Rumah Jl. Karang Kepoh I Rt. 6/I Kel. Tegalrejo Kec. Argomulyo Kota Salatiga atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 UU No. 23 tahun 2004, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas terdakwa BMB Bin SD hendak pamitan pergi kepada istri yaitu saksi korban RA kemudian saksi korban menjawab dengan kata-kata “paling kamu keluar bersama cewek yang bernama GTN” lalu terdakwa bilang “kamu sok tahu” dari kata-kata tersebut akhirnya terjadi pertengkaran mulut antara terdakwa dengan saksi korban RA selanjutnya terdakwa mengibaskan satu bendel kertas folio mengenai dahi saksi korban sebanyak satu kali, lalu saksi korban RA membalas memukul terdakwa menggunakan sapu lidi mengenai pinggang sebelah kiri sebanyak tujuh kali. Setelah mendapat perlawanan (balasan) dari saksi korban RA lalu terdakwa menjadi emosi dan langsung memukul saksi korban RA dengan tangan kosong mengenai pelipis mata sebelah kiri sebanyak satu kali, akibat pukulan terdakwa tersebut saksi korban RA menderita sakit atau membuat saksi korban RA terhalang untuk menjalankan pekerjaan sementara itu, sebagaimana hasil pemeriksaan Visum Et Repertum No. 370/1652 tanggal 11 Oktober 2005 yang ditandatangani oleh Dr. Jamaludin pada Badan Pengelolaan RSUD Kota Salatiga dengan kesimpulan: memar pada pipi kiri, bergaris 0,5 cm dapat disebabkan oleh persentuhan benda tumpul.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 44 ayat 1 Undang-undang No. 23 tahun 2004.

Subsidair:

Bahwa terdakwa BMB Bin SD pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan dalam dakwaan primair tersebut di atas melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a UU. Nomor 23 tahun 2004 yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari hari, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas, ketika terdakwa hendak pamitan pergi kepada istri yaitu saksi korban RA kemudian saksi korban menjawab dengan kata kata “paling kamu keluar bersama cewek yang bernama “GTN” lalu terdakwa bilang “kamu sok tau” dari kata-kata tersebut akhirnya terjadi pertengkaran mulut antara tedakwa dengan saksi korban RA membalas memukul terdakwa menggunakan sapu lidi mengenai pinggang sebelah kiri sebanyak 7 kali, setelah mendapat perlawanan (balasan) dari saksi korban RA menderita luka sebagaimana hasil pemeriksaan Visum et Repertum Nomor 370/1652 tanggal 11 Oktober 2005 Kota Salatiga dengan kesimpulan: Memar pada pipi bergaris 0,5 cm dapat disebabkan oleh benda tumpul.

Perbuatan terdakwa sebagaimana dasar dan diancam pidana dalam pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2004.

Menimbang : bahwa terdakwa di muka persidangan telah mendengar, mengerti dan membenarkan isi surat dakwaan tersebut serta tidak akan mengajukan keberatan/eksepsi:

Menimbang : bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut, majlis hakim akan meneliti apakah Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum

Menimbang : bahwa Terdakwa oleh Penuntut Umum telah didakwa melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal Primair melanggar pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004, Subsider melanggar pasal 44 ayat (1) UU No.

23 Tahun 2004 yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Setiap Orang

Menimbang : bahwa yang dimaksud setiap orang adalah orang atau

pribadi yang merupakan subyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang mampu melakukan perbuatan yang dapat dipidana dan dipersalahkan sebagai pelaku suatu tindak pidana.

Menimbang : bahwa Terdakwa BMB bin SD adalah pribadi atau orang

yang beridentitas sebagaimana tersebut dalam dakwaan, keadaan jasmani/ rohani sehat dan cukup umur/ dewasa keterangan mana sesuai dengan pemeriksaan disidang,

terdakwa mengerti dan membenarkan dakwaan apabila ternyata terdakwa sebagai subyek hukum adalah pelaku perbuatan dari tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan bukan orang lain selain terdakwa

Menimbang : bahwa namun demikian unsur setiap orang ini telah terpenuhi pula sehingga terbukti secara sah dan meyakinkan

2. Melakukan Perbuatan Kekerasan Fisik

Menimbang : bahwa yang dimaksud dengan kekerasan fisik dalam pasal 6 UU No. 23 Tahun 2004 adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat;

Menimbang : bahwa berdasarkan pengertian di atas dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yang didukung oleh keterangan saksi dan juga terdakwa serta bukti Visum Et Revertum terdakwa telah melakukan kekerasan fisik berupa pemukulan terhadap istrinya yaitu saksi korban RA pada hari Rabu tanggal 28 September 2005 antara jam 13.00 WIB sampai dengan 13.30 WIB di dalam kamar di rumah Terdakwa dengan menggunakan gulungan kertas yang mengenai muka saksi korban RA dan dengan menggunakan tangan kosong yang mengenai pipi sebelah kirinya dan kepalanya merasa pusing sehingga harus beristirahat selama tiga hari.

Menimbang : bahwa unsur melakukan perbuatan kekerasan Fisik telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

3. Dalam Lingkup Rumah tangga

Menimbang : bahwa ketika Terdakwa melakukan pemukulan tersebut saksi korban masih merupakan istri Terdakwa yang sah yang dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah Nomor: 182/19/VIII/2005, sehingga unsur dalam Lingkup Rumah Tangga telah tebukti secara sah dan meyakinkan

Menimbang : bahwa sesuai dengan pengakuan terdakwa dan dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi serta barang bukti yang juga dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di atas maka semua unsur-unsur yang terkandung dalam pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tersebut telah terpenuhi, maka Majlis Hakim berkesimpulan bahwa Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakan oleh Penuntut Umum tersebut, sehingga oleh karenanya Terdakwa harus dinyatakan bersalah tentang perbuatan yang telah terbukti itu dan oleh karenaya harus dijatuhi pidana

Menimbang : bahwa dengan memperhatikan keadaan Terdakwa di Persidangan, ternyata bahwa terdakwa dipertanggungjawabkan atas perbuatanya tersebut,

disamping itu pula berdasarka fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak dikemukakan adanya alasan alasan pemaaf dan pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum atas perbuatan para Terdakwa tersebut;

Menimbang : bahwa sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa tersebut terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi diri terdakwa tersebut:

Hal-hal yang memberatkan ƒ Terdakwa main hakim sendiri ƒ Terdakwa sebagai suami tidak melindungi istrinya. Hal-hal yang meringankan ƒ Terdakwa mengaku bersalah dan sudah minta maaf kepada istrinya ƒ Terdakwa dan saksi masih berhubungan suami istri meskipun

perkaranya sudah diproses di Pengadilan ƒ Terdakwa belum pernah dihukum Menimbang : bahwa oleh karena Terdakwa telah dijatuhi pidana, maka

biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Terdakwa

Mengingat, pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 jo pasal 197 KUHAP serta pasal lain dari Undang-undang yang bersangkutan.

MENGADILI

1. Menyatakan bahwa Terdakwa BMB BIN SD secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga.

2. Memidana Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

3. Menetapkan Pidana tersebut tidak perlu dijalani Terdakwa kecuali dalam tenggang waktu masa percobaan 2 (dua) tahun terdakwa melakukan perbuatan yang dapat di pidana berdasarkan putusan Hakim atau berdasar atas perintah hakim.

4. Menetapkan barang bukti berupa: lembaran kertas putih ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm, tebal 0,5 cm terbungkus plastik warna putih dirampas untuk dimusnahkan.

5. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000 (seribu rupiah) Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah Majlis Hakim pada hari Jum’at Tanggal 17 Februari 2006 oleh Kami Eddy Pangaribuan, SH. MH, sebagai Ketua Majlis, Hariyadi, SH dan Victor Togi Rumahorbo, SH.MH, masing-masing sebagai Hakim Anggota Majelis, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari kamis tanggal 23 Februari 2006, oleh Hakim Ketua Majlis dengan didampingi oleh Hakim-hakim Anggota Majlis tersebut serta dibantu oleh S. ER.

Rijadi, SH, sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh Wagino, SH, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Salatiga dan Terdakwa.

2. Putusan Nomor : 20/Pid.B/PN.Sal/2006.

Pengadilan Negeri Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa: Nama

: AS Bin HM Tempat lahir

: Kabupaten Semarang Umur/tanggal lahir : 34 tahun/ 22 Mart 1971 Jenis kelamin

: laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat tinggal

: Dsn Wiroyudan R.01/ RW. 03 Kelurahan Tingkir Tengah Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Agama

: Islam Pekerjaan

: Pengemudi Pendidikan

Dalam perkara ini terdakwa ditahan berdasarkan surat perintah penetapan penahanan yang sah oleh :

1. Penyidik tanggal 6 Februari 2006 Nomor Pol.SP.Han/10/II/2006/Reskrim sejak tanggal 6 Februari 2006 sampai dengan 25 Februari 2006;

2. Perpanjangan Penuntut Umum tanggal 22 Februari 2006 Nomor : B.126/0.3.20/Epp.1/02./2006 sejak tanggal 26 Februari 2006 sampai dengan tanggal 6 April 2006.

3. Penuntut Umum tanggal 4 April 2006 Nomor: Print.90.0.3.20/04/2006 sejak tanggal 4 April 2006 sampai dengan 23 April 2006;

4. Majlis Hakim Pengadilan Negeri Salatiga tanggal 17 April 2006 sampai dengan tanggal 16 Mei 2006.

Terdakwa tidak didampingi penasehat Hukum tetapi akan menghadapi sendiri perkaranya: Pengadilan Negeri tersebut: Telah membaca:

1. Surat pelimpahan perkara biasa dari Penuntut Umum / Kepala kejaksaan Negeri Salatiga No. B-256/0.3.20/Ep.2./4/2006, yang isinya pada pokoknya meminta agar Ketua Pengadilan Negeri Salatiga menetapkan hari persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut dan menetapkan pemanggilan terhadap para Terdakwa dan saksi-saksi serta mengeluarkan penetapan untuk tetap menahan para Terdakwa:

2. Surat Dakwaan Penuntut Umum tanggal : 5 April 2006, Nomor Register perkara PDM-13/ SALTI/ Ep.2/12/2006 serta surat-surat yang berkaitan dengan perkara tersebut:

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan Terdakwa di muka Persidangan

Setelah memperhatikan Visum Et Repertum Setelah mendengar pula pembaca Tuntutan Pidana dari Penutut

Umum tanggal 29 Mei 2006 No. Reg.Perk.PDM-13/SALTI/Ep.2/04/2006 yang pada pokoknya agar majlis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:

1. Menyatakan Terdakwa AS Bin HM bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 44 (1) UU No. 23 Tahun 2004

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AS Bin HM dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi salama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap di tahan.

3. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 500 (lima ratus rupiah).

Setelah mendengar dan memperhatikan pembelaan secara lisan dari Terdakwa di muka persidangan pada tanggal 29 Mei 2006 yang pada pokoknya memohon agar Majlis Hakim menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya bagi diri terdakwa.

Menimbang bahwa selanjutnya terdakwa oleh Penuntut Umum dihadapkan ke muka persidangan karena telah didakwa:

Pertama:

Bahwa ia terdakwa AS Bin HM pada hari sabtu tanggal 4 Februari 2006 sekitar jam 17.00 WIB. Atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2006 bertempat di belakang rumah saksi Eko di Dsn. Tanjung Rt.01

RW.02 Kel. Tingkir Tengah Kec. Tingkir Kota Salatiga atau setidak- tidaknya pada suatu tepat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2004 perbuatan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: Awal mulanya pada hari Selasa tanggal 31 Januari 2006 ketika itu terdakwa mendengar informasi dari petugas keamanan Café Cinsyo Ngawen Salatiga kalau istri Terdakwa yang bernama NKH diboking oleh orang lain dan saat itu juga terdakwa diperlihatkan SMS yang ada pada hand phone milik LS yang berisi kata-kata menghina dan mengancam dari istri terdakwa yang di ajukan kepada teman kerja istri terdakwa yang bernama LS tersebut setelah mendengar dari informasi tersebut, sehingga terdakwa menjadi jengkel, kemudian pada hari Sabtu tanggal 4 Februari 2006 terdakwa mendatangi saksi NKH yang berada di rumah Eko untuk mengetahui kebenaran berita tersebut, ketika terdakwa bertemu dengan saksi NKH lalu terjadi pertengkaran mulut, kemudian saksi NKH mencakar terdakwa mengenai bagian muka terdakwa, akibat perbuatan saksi NKH kepada Terdakwa tersebut, terdakwa menjadi emosi lalu menjambak rambut saksi NKH sehingga saksi NKH terjatuh kemudian saksi NKH melakukan perlawanan dengan mencakar dada Terdakwa, selanjutnya Terdakwa membalas dengan memukul saksi NKH dengan menggunakan tangan kosong mengenai bagian pipi kanan sebanyak 2 (dua) kali atau setidak-tidaknya lebih dari (satu) kali, akibat pukulan

tersebut saksi NKH menderita sebagaimana hasil pemeriksaan Visum et Repertum nomor 370/425 tanggal 16 Februari 2006 yang ditandatangani oleh dr. Husna, dokter pada bagian pengelola rumah sakit Umum Daerah Kota Salatiga dengan kesimpulan ; lecet pada dagu bergaris tengah satu centimeter, bengkak dan kebiruan pada sudut perbuatan terdakwa tersebut saksi NKH tidak dapat menjalankan pekerjaan sahari-hari lebih kurang selama 3 (tiga) hari dirawat di rumah sakit.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004

Kedua

Bahwa ia Terdakwa AS Bin HM pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan dalam dakwaan ke satu di atas melakukan panganiayaan dengan menggunakan tangan kosong terhadap terdakwa yang bernama NKH, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Awal mulanya pada hari Selasa tanggal 31 Januari 2006 ketika itu terdakwa yang bernama NKH diboking oleh orang lain yang saat itu juga terdakwa diperlihatkan SMS yang ada pada hand phone milik LS yang berisi kata-kata menghina dan mengancam dari istri terdakwa yang bernama LS tersebut sehingga terdakwa menjadi jengkel, kemudian pada hari Sabtu tanggal 4 Februari 2006 terdakwa mendatangi NKH yang berada di rumah Eko untuk mengetahui kebenaran berita tersebut, ketika terdakwa bertemu dengan saksi NKH lalu terjadi pertengkaran mulut,

kemudian saksi NKH mencakar terdakwa mengenai bagian muka terdakwa, akibat perbuatan saksi NKH kepada terdakwa tersebut, terdakwa menjadi emosi lalu menjambak rambut saksi NKH sehingga NKH terjatuh kemudian saksi NKH melakukan perlawanan dengan mencakar dada Terdakwa, selanjutnya terdakwa membalas dengan memukul saksi NKH dengan menggunakan tangan kosong mengenai bagian pipi kanan sebanyak 2 (dua) kali atau setidak-tidaknya lebih dari 1 (satu) kali, akibat pukulan terdakwa tersebut saksi NKH menderita sakit sebagaimana hasil pemeriksaan Visum et Revertum No. 370/425 tanggal 16 Pebruari 2006 yang ditandatangani oleh dokter Husna dokter pada bagian pengelola Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga dengan kesimpulan : lecet pada dagu bergaris tengah satu centimeter bengkak dan kebiruan pada sudut mata kanan dapat disebabkan oleh persentuhan benda tumpul, akibat perbuatan Terdakwa tersebut saksi NKH tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-hari lebih kurang selama 3 (tiga) hari dirawat di Rumah Sakit.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 356 ke-1 KUHP. Menimbang : bahwa terdakwa di muka persidangan telah menerangkan

bahwa ia telah mendengar, mengerti dan membenarkan isi surat dakwaan tersebut serta tidak akan mengajukan keberatan / eksepsi.

Menimbang : bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut, majelis Hakim akan meneliti apakah terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum.

Menimbang : bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan alternatif melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam ke satu melanggar pasal 44 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004, atau Kedua melanggar pasal 356 pasal ke-1 KUHP.

Menimbang : bahwa oleh karena terdakwa telah didakwa dengan dakwaan alternatif maka Majlis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan ke satu terlebih dahulu yaitu pasal 44 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Setiap Orang

Menimbang : bahwa yang dimaksud setiap orang adalah orang atau pribadi yang merupakan subjek hukum pendukung dan kewajiban yang mampu melakukan perbuatan yang dapat di pidana dan dipersalahkan sebagai pelaku suatu tindak pidana.

Menimbang : bahwa terdakwa AS Bin HM adalah pribadi atau orang yang beridentitas sebagaimana tersebut dalam dakwaan, keadaan jasmani / rohani sehat dan cukup umum / dewasa

keterangan mana sesuai dengan pemeriksaan di sidang, terdakwa mengerti dan membenarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa terdakwa sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan segala sesuatu yang diperbuatnya. Dan bukan orang lain selain terdakwa, sehingga unsur barang siapa telah terbukti secara sah meyakinkan

2. Melakukan perbuatan kekerasan fisik

Menimbang : bahwa yang dimaksud dengan kekerasan fisik dalam pasal

6 UU No.23 Tahun 2004 adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat; Menimbang : bahwa berdasarkan pengertian di atas fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yang didukung oleh keterangan saksi dan juga terdakwa serta Visum et Repertum terdakwa telah melakukan kekerasan fisik berupa pemukulan istrinya yaitu saksi korban NKH Binti Muh. Jupri pada hari Sabtu tanggal 4 Februari 2006 sekitar jam 17.00 WIB di rumah Mas Eko di Dusun Tanjung RT.1 Rw.2, Kelurahan Tingkir Tengah Kota Salatiga dengan menggunakan tangan kosong yang mengenai muka saksi korban NKH Binti Jupri yang mengakibatkan bengkak dan kebiruan pada sudut mata kanan dan lecet pada dagu.

Menimbang : bahwa akibat pemukulan tersebut saksi korban mengalami penderitaan secara fisik sebagaimana tersebut dalam Visum et Repertum di atas dan berdasarkan bukti surat berupa tanda bukti penerimaan No.01736 tanggal 4 Februari 2006 dan tanda terima perincian biaya perawatan No.00113/II/2006 tanggal 6 Februari 2006 saksi korban harus di opname di RSU Salatiga selama 2 (dua) hari;

Menimbang : bahwa unsur melakukan perbuatan kekerasan fisik telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

3. Dalam Lingkup Rumah Tangga

Menimbang : bahwa yang dimaksud dalam lingkup rumah tangga dalam pasal ayat 1 huruf a UU No. 23 Tahun 2004 meliputi suami, istri dan anak;

Menimbang : bahwa dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta alat bukti surat berupa fotocopy kutipan Akta Nikah No.341/44/VII/2001 tertanggal 24 Agustus 2001, terdakwa dengan saksi korban memiliki status sebagai suami istri, sehingga unsur dalam Lingkup Rumah Tangga telah terbukti dan secara sah meyakinkan.

Menimbang : bahwa oleh karena telah terpenuhi unsur ini maka semua unsur yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan ke satu telah terbukti dan terpenuhi.

Menimbang : bahwa karena terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan ke satu maka dakwaan kedua tidak perlu dipertimbangkan lagi.

Menimbang : bahwa dengan memperhatikan keadaan terdakwa di persidangan ternyata bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut, di samping itu pula berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak dikemukakan adanya alasan-alasan pemaaf dan pembenar yang dapat menghapus sifat melawan hukum atas perbuatan Terdakwa tersebut, sehingga putusan yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa dalam amar putusan menurut Majlis Hakim telah pantas dan adil.

Menimbang : bahwa sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan pidana atas diri terdakwa tersebut terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi diri terdakwa tersebut.

Hal-hal yang memberatkan: ƒ Terdakwa main hakim sendiri ƒ Terdakwa sebagai suami tidak melindungi istrinya. ƒ Terdakwa tidak minta maaf kepada korban. Hal-hal yang meringankan ƒ Terdakwa mengaku bersalah dan menyesalinya dan tidak akan

mengulangi lagi perbuatannya.

ƒ Terdakwa belum pernah dihukum Menimbang : bahwa selanjutnya oleh karena sebelum putusan ini

berkekuatan hukum tetap terdakwa telah menjalani masa pertahanan maka lamanya masa penahanan tersebut dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Menimbang : bahwa apabila terdakwa dijatuhkan pidana lebih lama dari masa penahanan dan terdakwa masih akan menjalani pidanya tersebut maka terhadap terdakwa diperintahkan untuk tetap berada dalam tahanan.

Menimbang : bahwa karena terdakwa dihukum maka kepadanya perlu dihukum pula dengan dibebani membayar biaya perkara ini. Menimbang : pasal 44 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 jo pasal 197 KUHAP serta pasal-pasal lain dari undang-undang yang bersangkutan.

MENGADILI

1. Menyatakan bahwa terdakwa AS bin HM secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga.

2. Menghukum terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan

5. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah).

Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah majlis Hakim pada hari Senin tanggal 5 Juni 2006 oleh kami Edi Pangaribuan, SH.MH. sebagai Hakim Ketua Majlis, Sutiyono, SH. Dan Viktor Togi Rumahorbo, SH.MH. masing-masing sebagai Hakim Anggota Majlis, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Senin Tanggal 5 Juni 2006, oleh Hakim Ketua Majlis tersebut dengan didampingi Hakim-hakim Anggota Majlis tersebut serta dibantu oleh Rini Andriati, SH. Sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh Widayati, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Salatiga dan Terdakwa.

F. Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim Mengenai Perkara Kekerasan Terhadap Istri dalam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Salatiga.

Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan tindak pidana, dimana dalam menyelesaikan masalah ini dimulai dari penyelidikan, penyidikan, tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan dimuka persidangan, dan pembuktian. Pembuktian disini adalah sebagai duduk perkara pidana yaitu segala sesuatu yang terjadi di Persidangan.

Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Tahap yang kedua adalah penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengpumpulkan

bukti dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Sedangkan pembuktian adalah sebagai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.

Dari hasil wawancara dengan hakim, pertimbangan dan dasar putusan hakim terhadap perkara kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai

berikut: 55 Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara kekerasan dalam rumah tangga di kelompokan menjadi tiga landasan, 1). Landasan hukum 2). Landasan filosofi 3). Landasan Sosiologi.

Landasan hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini tertuang dalam pasal 44 ayat (1) yaitu “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf

a di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000 (lima belas juta Rupiah )”. Apabila dalam hal sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya, yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000 (lima juta rupiah)

Apabila mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000 (tiga puluh juta rupiah).

55 Wawancara dengan Hakim Ketua Pengadilan Negeri Salatiga pada tanggal 13 September 2006.

Apabila mengakibatkan matinya korban, di pidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000 (empat puluh juta rupiah).

Hal ini di jadikan rujukan dasar bagi hakim dalam memutuskan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga di tinjau dari hukum formil atau hukum acaranya. Hukum formil adalah rangkaian peraturan yang memutat cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan perjalanan atau hukum materiil.

Landasan yang kedua yaitu landasan filosofi yaitu gambaran tentang bagaimana perkara itu terjadi dengan pertimbangan keterangan beberapa saksi, apakah ia sudah sering melakukan tindak pidana atau baru satu kali. Selain mengacu pada Undang-undang hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringakan. Seperti apakah terdakwa menyesali perbuatanya dan minta maaf kepada korban atau tidak, terdakwa pernah dihukum atau tidak. apakah kekerasan terjadi karena kesalahan dari pihak istri ataukah pihak suami, Dan dengan pertimbangan sesuai dengan derita yang dialami oleh korban tersebut termasuk luka ringan atau luka berat, serta keterangan dari beberapa saksi Majlis Hakim memutuskan berdasarkan Undang-undang yang ada. Dalam penagambilan keputusan boleh kurang dari ketentuan yang ada, akan tetapi tidak boleh melebihi ketentuan yang telah di tetapkan dalam Undang-undang.

77

Sedangkan pertimbangan yang ketiga yaitu pertimbangan sosiologi, yaitu bagaimana kehidupan masyarakat mereka. Apakah lingkungan yang ada juga sering terjadi kekerasan atau kekerasan di anggap hal yang sangat dilarang dalam kehidupan masyarakatnya. Landasan filosofi dan sosiologi di sini tidak di atur dalam undang-undang, sebagaimana landasan hukum yang ada.

Dalam setiap putusan terdapat panjar biaya yang di jatuhkan bagi diri terdakwa, mengenai besar kacilnya dilihat dari perkaranya apakah merupakan tindak pidana ringan atau tindak pidana biasa. Sedangkan mengenai pidana yang dijatuhkan dengan masa percobaan, tidak perlu dijalani. Akan tetapi jika sewaktu-waktu Terdakwa melakukan pelanggaran sekalipun itu pelanggaran lalu lintas, maka hukumam yang dijatuhkan tersebut harus dijalaninya terlebih dahulu.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

C. Analisis Kekerasan dalam Rumah Tangga Dari hasil observasi yang penulis lakukan di Pengadilan Negeri Salatiga selama adanya Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ada dua putusan kekerasan yang di ajukan oleh istri. Maka dalam analisis ini penulis hanya menganalisis pada dua putusan, yaitu putusan kekerasan terhadap istri.

a. Putusan No. 116/Pid.B/PN.Sal/2005. Perkara No.116/Pid.B/PN.Sal/2005. Kasus ini adalah kasus pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a Undang-undang No. 23 tahun 2004 yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari. Dalam kasus ini sebenarnya Terdakwa juga tidak berniatan untuk melakukan tindak pidana tersebut, hanya karena Terdakwa merasa jengkel dengan pembicaraan korban mengenai mantan pacar suaminya, sehingga terjadilah pertengkaran mulut, yang kemudian menjadikan emosi, kemudian Terdakwa mengibaskan satu bendel kertas folio yang mengenai dahi saksi korban sebanyak satu kali, dan kemudian saksi korban membalas dengan menggunakan sapu lidi yang mengenai pinggang Terdakwa sebanyak 7 (tujuh) kali, setelah Terdakwa mendapat

perlawanan dari saksi korban, terdakwa menampar saksi korban dengan tangan kosong sebanyak 3 (tiga) kali. Akibat dari pemukulan Terdakwa tersebut saksi korban terhalang untuk menjalankan pekerjaanya dikarenakan memar pada pipi bergaris 5 (lima) centi meter. Dalam kasus ini terdapat salah paham tentang mantan pacarnya terdakwa yaitu GTN. Sehingga dengan kesalah pahaman tersebut membuat saksi korban cemburu kepadanya.

Berdsarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, maka sampailah pada pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu perbuatan Terdakwa melanggar pasal 44 ayat (1) UU No. 23 tahun 2004 yang isinya “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000 (lima belas juta Rupiah)”, Subsidair perbuatan Terdakwa tersebut di ancam dengan pasal 44 ayat (4) UU No. 23 tahun 2004 yang isinya “Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah)”.

Selanjutnya dengan memperhatikan bahwa selama pemeriksaan dipersidangan tidak terungkap adanya alasan pemaaf atau pembenar, maka

kepada Terdakwa harus dianggap sebagai orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya sebagai perbuatan yang melawan hukum dan kepada Terdakwa harus dituntut sesuai dengan kesalahannya.

Setelah melihat hal-hal tang meringankan dan hal-hal yang memberatkan dan memperhatikan undang-undang yang bersangkutan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Salatiga mengadili perkara ini memutuskan:

1. Menyatakan terdakwa BMB bin SD bersalah melakukan perbuatan pidana dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dalam dakwaan primair melanggar pasal 44 ayat (1) UU No. 23 tahun 2004.

2. Menyatakan barang bukti berupa : lembaran kertas putih ukuran panjang 40 cm lebar 30 cm tebal 05 cm terbungkus plastik warna putih dirampas untuk dimusnahkan.

3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa BMB bin SD dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dengan masa percobaan 2 (dua) tahun.

4. Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani Terdakwa kecuali dalam tenggang waktu masa percobaan dua tahun terdakwa melakukan perbuatan yang dapat di pidana berdasarkan putusan hakim atau berdasar perintah hakim.

5. Menetapkan terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000.

b. Putusan No. 20/Pid.B/PN.Sal/2006. Perkara No. 20/Pid.B/PN.Sal/2006. ini juga merupakan kasus pidana, kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a Undang-undang No, 23 tahun 2004 yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari. Dalam kasus ini juga terdapat kesalah pahaman antara Terdakwa dan saksi korban, sehingga Terdakwa merasa jengkel ketika mendengar berita bahwa istrinya boking oleh orang lain. Dari kesalah pahaman tersebut terjadi pertengkaram mulut, kemudian saksi NKH mencakar Terdakwa mengenai bagian muka Terdakwa, akibat perbuatan saksi korban tersebut Terdakwa menjadi emosi lalu menjambak rambut saksi sehingga terjatuh. Kemudian saksi korban melakukan perlawanan dengan mencakar dada Terdakwa selanjutnya Terdakwa memukul dengan tangan kosong mengenai pipi sebanyak 2 (dua) kali. Akibat pemukulan Terdakwa tersebut saksi NKH menderita sakit, tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-hari lebih kurang selama 3 (tiga) hari dan dirawat di rumah sakit dengan ketentuan lecet pada dagu bergais tengah 1 (satu) centi meter dan bengkak pada sudut mata kanan.

Dalam kasus ini kesalah pahaman saksi korban diboking adalah saksi korban menginap di Hotel. Dari hasil perkawinan mereka telah di karuniai seorang anak laki-laki berumur 2 tahun 7 (tujuh) bulan, sebelumnya keadaan rumah tangga mereka sudah tidak harmonis lagi

dikarenakan Terdakwa tidak bekerja. Kekerasan ini terjadi karena kurangnya komunikasi dalam keluarga, karena sudah pisah rumah selama

1 (satu) tahun dan keadaan ekonomi keluarga. Berdsarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Maka sampailah pada pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu perbuatan Terdakwa melanggar dan dipidana pasal 44 ayat (1) UU No. 23 tahun 2004 yang isinya “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000 (lima belas juta Rupiah)” atau melanggar pasal 356 ke I KUHP.

Dalam persidangan Terdakwa dapat mempertanggung jawabkan atas perbuatanya tersebut, dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak ditemukanya pemaaf dan pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum sehingga Majlis Hakim menjatuhkan amar putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Terdakwa AS bin HM secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga.

2. Menghukum terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan

5. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 500 (lima ratus rupiah).

D. Analisis Putusan dan Pertimbangan Hakim Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Salatiga. Perkara yang diputuskan di Pengadilan harus mempunyai alasan-alasan yang jelas, Majlis Hakim butuh pembuktian tersebut untuk biasa memutuskan perkaranya dengan menghadirkan saksi-saksi dan bukti.

Dasar putusan hakim meliputi dua hal yaitu landasan yang tersurat dan landasan yang tersirat. Landasa yang tersurat yaitu pasal 44 ayat (1) dan ayat (4), UU PKDRT yaitu: Pasal 44 ayat (1) yang isinya:

”Setiap orang yang malakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15. 000.000,00 (lima belas juta rupuah)”

Pasal 44 ayat (4) yang isinya:

”Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan

sehari-hari, di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah)” Unsur undang-undang ini adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang yang dimaksud setiap orang adalah setiap pribadi yang merupakan subyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang mampu melakukan perbuatan dapat di pidana artinya sehat jasmani atau rohani dan cukup umur.

2. Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, hal ini diatur dalam pasal 6 UU PKDRT adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

3. Dalam lingkup rumah tangga pasal 2 ayat (1) huruf a UU PKDRT meliputi suami, istri dan anak.

Sebagaimana ketentuan diatas dapat di pidana sesuai dengan Undang- undang yang di atur dalam pasal 44 sampai dengan pasal 53. Selain landasan yang ada dalam Undang-undang Majlis Hakim juga memperhatikan landasan- landasan yang tersirat yaitu landasan filosofi dan landasan sosiologis. Hal ini hanya diperlakukan dalam hukum formilnya saja. Selain itu semua perkara yang bisa di ajukan ke Pengadilan Negeri harus mempunyai alasan-alasan yang sah, hal ini sebagai dasar bagi hakim dalam memutuskan perkara. Hakim akan minta bukti kebenaran tersebut, untuk bisa memutuskan perkaranya, alasan tersebut adalah sebagai dasar hukum materiilnya.

Proses awal dalam menyelesaikan perkara dimulai dari penyelidikan, penyidikan, tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan di Persidangan

dan pembuktian. Dengan ini Majlis Hakim dalam memutuskan perkara kekerasan dalam rumah tangga sudah sesuai dengan perundang-undangan yang ada.

Persoalan kekerasan terhadap istri berkaitan erat dengan persoalan tindakan kriminalitas, meskipun pada awalnya dimulai dari persoalan sepele, kemudian dilakukan terus menerus yang berakumulasi sampai pada puncaknya menjadi sebuah kriminalitas yang pada mulanya hal seperti ini dimulai dari stres masalah tekanan ekonomi, suami cemburu buta, ketidak adilan gender yang dipengaruhi oleh faktor budaya. Dari sekian permasalah ini suami bisa melakukan tindakan semena-mena terhadap istrinya.

Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 34 jika dipahami dengan teliti kekerasan dalam rumah tangga tidak diperbolehkan. Jika istri Nusyuz tindakan-tindakan yang patut dilakukan suami terhadap istri yaitu dengan cara beri mereka petunjuk dan pengajaran, ajari mereka dengan baik, sadarkan mereka akan kesalahanya. Jika dengan cara ini istri tetap saja membangkang, maka pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, Adapun mendiamkan istri dengan tidak mengajak berbicara tidak boleh lebih dari 3 (tiga) hari. Ada pula perempuan yang harus dihadapi dengan cara yang lebih kasar, yaitu dengan cara yang ketiga pukulah mereka, akan tetapi pemukulan ini tidak boleh membuat luka pada istri. Dalam memukul hendaknya dijauhkan dari tempat- tempat yang menghawatirkan seperti muka serta dijauhkan dari pandangan anak-anaknya. Karena tujuan dari pemukulan ini yaitu untuk memberi pelajaran dan bukan untuk membinasakan.

Dalam pemukulan ini ada statemen yang perlu diperhatikan yaitu pertama, pemukulan tidak boleh diarahkan ke wajah, kedua, pemukulan tidak boleh sampai melukai, dianjurkan dengan benda yang paling ringan, seperti sapu tangan. Ketiga pemukulan dilakukan dalam rangka mendidik. Keempat, pemukulan dilakukan dalam rangka sepanjang memberikan efek manfaat bagi kutuhan dan keharmonisan kembali relasi suami istri

Apabila suami telah memberikan nafkah pada istrinya akan tetapi istri tetap membangkang dan menyeleweng, suami berhak meminta kembali sisa nafkah yang telah diberikanya, artinya jika istri tetap membangkang pada suaminya mereka tidak berhak mendapatkan nafkah. Karena nafkah diterima sebagai imbalan terikatnya istri ditangan suami. Hal ini disepakati oleh imam

Syafi’i dan Muhammad bin Hambal 56 . Dalam kafarat zihar ketika suami mengilla’ istrinya selama 4 bulan

berturut-turut maka tidak boleh menjima’nya. ketika suami akan menjima’ istrinya lagi ia harus membayar kifarat yaitu memerdekakan budak jika ada. Apabila tidak menemukan budak, maka puasa dua bulan berturut-turut, apabila tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin

Dari beberapa uraian di atas terdapat perbedaan dan persamaan antara Undang-undang PKDRT dengan hukum Islam yang diantaranya yaitu:

56 Meminta kembali nafkah yang telah diberikan pada istrinya ini ada beberapa pendapat. Pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf: suami tidak berhak meminta kembali nafkahnya, karena

nafkah itu sekalipun sebagai imbalan dari pengurungan namun di situ ada semi hibungan suami di samping telah dipegang oleh istri.

1. Perbedaan

a. Dalam hal pemberlakuan hukum Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada tanggal 14 September 2004 RUU disetujui oleh anggota DPR, dan pada tanggal 22 September 2004 menjadi Undang-undang. Sedangkan hukum Islam itu sendiri diberlakukan sebelum 2 (dua) abad

b. Dalam hal tujuanya Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mempunyai beberapa tujuan diantaranya: ƒ Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga ƒ Melindungi korban kekerasan ƒ Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga ƒ Memelihara keutuhan rumah tangga

Sedangkan dalam hukum Islam yaitu berbicara mengenai relasi suami istri yang memberikan pengertian bahwa sebuah perkawinan harus dijalani dengan suasana hati yang damai, keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri yang tidak lain tujuanya untuk menjadikan keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah.

c. Dalam hal ketentuan hukum pidana Ketentuan pidana dalam Undang-undang sudah terperinci yaitu pasal 44 sampai dengan pasal 50, sedangkan dalam hukum Islam tindak pidana bersifat umum dan elastis sehingga bisa mencakup semua peristiwa seperti dalam had, qishos dan diyat dibatasi,

sedangkan mengenai hal-hal yang sekiranya merupakan tindakkan penganiayaan dalam firman Tuhan akan dihukum dengan dosa bagi orang yang melakukannya.

Dalam UU PKDRT ditentukan satu atau dua hukuman dengan batas terendah dan tertinggi sehingga hakim terbatas dalam menentukan hukumanya. Sedangkan dalam hukum Islam ditentukan secara jelas sehingga hakim tidak menciptakan sendiri dalam had, qishos dan diyat, sedang dalam ta’zir memberi pilihan dan hakim bisa menghentikan pelaksanaan hukumanya.

2. Persamaan

a. Dalam hal melakukan kekerasan Pasal 5 huruf a “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik, kerasan psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga.

Sedangkan dalam hukum Islam menjelaskan pola relasi yang didasarkan pada mu’asyarah bil ma’ruf, maka jangan saling melakukan kekerasan baik istri maupun suami.

b. Dalam hal asas yang digunakan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 dengan asas penghormatan terhadap martabat manusia, serta anti kekerasan atau diskriminasi dan juga asas perlindugan terhadap korban. Sedangkan dalam al-Qur’an itu sendiri merupakan semangat pembebesan dalam menjalin keseimbangan antara nilai kemanusiaan.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sebagai bab terakhir dari seluruh pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka pada bab ini penulis menyimpulkan sebagai rumusan terakhir dengan harapan mendapatkan saran-saran dari semua pihak untuk menuju kesempurnaan selanjutnya. Maka dengan ini penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Kekerasan terhadap perempuan ialah segala bentuk tindakan kekerasan yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan termasuk ancaman, menghambat, mengekang, meniadakan kenikmatan, dan mengabaikan Hak Asasi Manusia yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, psikologis atau seksual, baik yang terjadi di area publik maupun domestik.

2. Bentuk-bentuk kekerasan dapat berupa:

a. Kekerasan fisik (Physical abuse) Kekerasan fisik yaitu setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, atau luka berat seperti suami memukul, menampar, menendang atau melukai istri, ataupun mengakibatkan cacat pada tubuh seseorang atau menyebabkan kematian.

b. Kekerasan psikis (Emotional or psychologikal abose) Kekerasan psikis adalah segala perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk

betindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

c. Kekerasan seksual (Sexual abuse) Kekerasan seksual ialah semua kekerasan seks yang mencakup semua aktifitas seks yang dipaksakan pada istri (tanpa persetujuan istri) ataupun pemaksaan hubungan seks dengan cara yang tidak wajar, memaksakan istri untuk berhubungan seks pada saat istri tidak siap karena lelah, sakit, haid, atau sebab lainya, atau tidak memenuhi kebutuhan seks istri.

d. Kekerasan ekonomi (Economical abuse) Kekerasan ekonomi yaitu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau diluar rumah sehingga korban dibawah kendali tersebut, atau menelantarkan anggota keluarga dengan tidak memberikan nafkah atau tidak memenuhi kebutuhan keluarga.

3. Sebuah pernikahan banyak di artikan sebagai suami memiliki istri secara mutlak, sehingga suami dapat memperlakukan istrinya sesuai dengan kehendaknya.

4. Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam jangan dipahami secara tekstual, namun harus dilihat juga tujuannya. Yang pada dasarnya tujuan utama dari pernikahan adalah untuk memperoleh kehidupan yang sakinah, mawadah, warahmah.

5. Persoalan UU PKDRT dan Hukum Islam mempunyai semangat yang sama yang melandasi dua hukum tersebut, adalah penghormatan terhadap

martabat manusia, kaitanya dengan hak-hak suami istri dalam rumah tangga, serta arti kekerasan atau diskriminasi terhadap perempuan. Hanya saja dalam Undang-undang sudah jelas mengenai ketentuan pidananya, sedangkan dalam hukum islam tidak di dapatkan ketentuan pidana bagi mereka yang melakukan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga, akan tetapi kembali pada konsep perkawinan yaitu sakinah, mawadah, warahmah. Dari sini jelaslah bahwa kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga menurut UU PKDRT dan hukum islam tidak diperbolehkan.

6. Putusan Hakim terhadap kekerasan dalam rumah tangga ditinjau dari perundangan-undangan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah/ ketentuan yang berlaku di Indonesia. Sehingga Majlis Hakim dalam memutuskan perkara kekerasan dalam rumah tangga sudah memenuhi syarat keadilan, tidak memberatkan salah satu pihak, karena sudah sesuai dengan hukum formil dan hukum materiilnya. Ditinjau dari Hukum Islam hakim Pengadilan Negeri tidak berlandaskan pada kaidah-kaidah hukum Islam, akan tetapi secara tidak langsung prinsip Hukum Islam sudah terkandung didalamnya.

7. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara kekerasan dalam rumah tangga dimulai dari penyelidikan, penyidikan, tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan dimuka persidangan, dan pembuktian. Pembuktian disini adalah sebagai duduk perkara pidana yaitu segala

sesuatu yang terjadi di Persidangan. Apabila pembuktian tersebut benar dan hakim yakin atas perkara tersebut Majlis Hakim akan

mempertimbangkan perkara berdasarkan pada landasan-landasan hukum baik yang tersurat maupun yang tersirat.

B. SARAN

1. Sosialisasi terhadap undang-undang terhadap masyarakat harus terus dilakukan karena sampai saat ini banyak masyarakat yang belum tahu UU PKDRT, sosialisasi pertama difokuskan kepada aparat penegak hukum, kepada masyarakat dengan memberi penyuluhan-penyuluhan hukum. Sosialisasi kepada kalangan agamawan dan pemuka agama untuk mengubah kultur dan interpretasi agama.

2. Masih perlunya diadakan di masyarakat tentang kesetaraan gender, bukan hanya kaum perempuan saja tapi juga laki-laki agar mereka lebih dapat memahami hak dan kewajiban suami istri.

3. Agar para istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga jangan takut untuk melaporkan kasusnya pada pihak yang berwenang, kalau hal seperti ini dibiarkan terus menerus, mereka akan menganggap kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang sudah biasa.

DAFTAR PUSTAKA

“Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG)”,Peket Informasi, Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Jogyakarta.

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktrek, Rineka Cipta, Jakarta, 1998.

Awwalin Fithri, Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga (Studi Komparatif Hukum Islam dengan UU No. 23 Tahun 2004) , Skripsi untuk memperoleh gelar S-1 pada Ilmu Hukum Islam, STAIN Salatiga, 2006.

Batara Ratna Munti, Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga, Lembaga Kajian Agama dan Gender, Jakarta, Cet. I,1999.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Depertemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah al Qur’an, 1997.

Fakih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. I, 1996.

Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga belajar dari kehidupan Rasulullah SAW , PT. Lembaga Kajian Agama dan Jender, Jakarta, Cet. I, Desember 1999.

Hajar Ibnu al Asqolani, Bulughul Maram, PT. Toha Putra, Semarang.

Hamka, Tarsir al-Azhar, Juz V, Pustaka Panjimas, Jakarta. Hasan Iqbal, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, PT. Bumi Aksara,

Jakarta, Cet. 1, 2004.

Herkutanto, Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana, dalam buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, PT. Alumni, Bandung, 2000.

Ibrahim Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Jakarta, Cet II, 2006.

JST. Simorangkir, et. al, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. VI, 2000.

Kasir Ibnu, Tafsir Ibnu Kasir, diterjemahkan oleh Bahreisy Salim, dalam buku Tarjamah Tafsir Ibnu Kasir, Jilid II, PT, Bina Ilmu, Surabaya,1990.

Kusrini, Eni, Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU KDRT (Studi Kasus di Polres Salatiga), Skripsi untuk memperoleh gelar S-1 pada Ilmu Hukum Islam, STAIN Salatiga, 2006.

M. Leter H. Bgd, Tuntutan Rumah Tangga Muslim dan Keluarga Berencana, Angkasa Raya, Padang, 1985.

M. Tatang Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Rajawali, Jakarta, Cet. III, 1990.

Marlia Milda, Marital Rape,Kekerasan Seksual Terhadap Istri, PT, LKiS Pelangi Aksara, Yogjakarta, Cet. 1, 2007.

Mas’udi Masdar F, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, PT. Mizan Hazanah Ilmu-ilmu Islam, Bandung, Cet. II, 1997.

Mufidah et al, Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan? Panduan Pemula Untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, PT. PSG dan Pilar Media, 2006.

Muhammad Husen, Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kiai Pesantren, LKiS, Yogjakarta, Cet. I, 2004.

Muhammad Tengku Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al Qur’anul Majid An-Nuur, Jilid I, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, tt.

Nakiyah Siti, Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan Perceraian , (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga ) Skripsi untuk mempereh gelar S-1 pada Ilmu Hukum Islam, STAIN Salatiga, 2004.

Poerwandari Kristi, Kekerasan Terdahap Perempuan Tinjauan Psikologis dalam buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandung, 2000.

Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Gema Insani, Jakarta, 2003. Suara Merdeka, 7 Agustus 2007.

Suara Rahima, No. 14 Th. 15 April 2005. Thalib Muhammad, Ketentuan Nafkah Istri dan Anak, PT. Irsyad Baitus Salam,

Bandung, Cet. I, 2000.

Umar Muhammad An-Nawawi, Syarah Uqudullujain Etika Rumah Tangga, Pustaka Amani, Jakarta, Cet II, 2000.

UU RI No. 1 tahun 1974, tentang Perkawinan, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, Cet. I, 2004.

UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga . Pustaka fokusmedia, Bandung, Cet. II, Desember, 2006.

UU RI No. 8 tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana, PT. Karya Anda, Surabaya, tt.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Widodo Erna Mukhtar, Konstruksi Ke Arah Penelitian Diskriftif, Avyrouz, Yogjakarta, 2000.

96

Zuhri Muh, Dipl. Talf dkk, Tarjamah Sunan at-Tirmidzi, Jilid III, CV. Asy Syifa, Semarang, tt, hal. 533.

Zumrotun Siti, Membongkar Fiqh Patriarkhis; Refleksi atas Keterbelengguan Perempuan dalam Rumah Tangga, STAIN Press, Cet.I, 2006.

97

DAFAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Mulyati

Tempat, Tanggal Lahir

: Liwa, 10 April 1984

Alamat

: Air Dadapan Rt. 03/IV Tri Mulyo, Gedung Surian

Lampung Barat

Agama : Islam Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan :

SEKOLAH LULUS NAMA SEKOLAHAN TAHUN SDN 02

2007 Gunung Terang, Lampung Barat

MTs

2000 Al Manar Bener, Tangaran

MA

2003 Al Manar Bener, Tangaran

STAIN

2007 Salatiga

Pengalaman Organisasi

NO

JABATAN ORGANISASI TAHUN

RESIMEN 1. Sekretaris MAHASISWA 2005-2007

Edi 2. Rayon Mancoro 2006-2007 Pi