Kajian Kinerja dan Organisasi Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di Propinsi Kalimantan Selatan

ICAJIAN KINERJA DAN ORGANISASI
PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI PROPINSI ULIMANTAN SELATAN

OLEH :
NURUL KARTINI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANWN BOGOR
2002

ABSTRAK
NURUL KARTINI, Kajian Kinerja dan Organisasi Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri di Propinsi Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh AFFENDI ANWAR,
HERMANTO SIREGAR dan SETLA £IADI.

Produksi kayu bulat yang berasal dari HTI yang diharapkan mampu
meningkatkan pasokan kayu di Indonesia saat ini produksinya masih relatif kecil.
Dalam pelaksanaan pembangunan HTI di Propinsi Kalimantan Selatan, bila dihitung
tanpa HTI BUMN maka realisasi tanam adalah 149.193,80 dari luas pencadangan
HTI Non B U M N 396.383 ha atau 37,6496.

Penelitian ini bermaksud untuk menggali permasalahan dalam pelaksanaan
pengelolaan HTI yang berlangsung selama ini dan mengkaji kemungkinan
pelaksanaan serta pola pelaksanaan HTI selanjutnya. Permasalahan yang terjadi
berkaitan dengan kinerja perusahaan adalah kesesuaian jenis tanaman dengan kondisi
tanah, kerancuan peruntukan penggunaan lahan, penyaluran Dana Reboisasi (DR),
pemberian Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK), aspek perencanaan, penataan hutan,
pengorganisasian, permodalan dan pemasaran, konflik sosial dan politik.
Jenis tanaman HTI di Propinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh tanaman
Akasia (terutama Akasia mangium) yaitu 6 1,1696, walaupun untuk beberapa wilayah
seperti Kabupaten Tanah Laut, Tapin, Banjar dan Tabalong tidak disarankan. Lebih
dari 134.814 ha atau sekitar 25,49% dari keseluruhan pencadangan HTI seluas
528.8 12 ha, adalah berada di luar kawasan hutan. Tumpang tindih lahan HTI dengan
peruntukan lain adalah kurang lebih seluas 69.785 ha. Perusahaan pelaksana HTI
penerima DR berjumlah 6 (50%). Jika dilihat berdasar keluasan areal konsesi maka
didominasi oleh perusahaan HTI penerima DR. Realisasi volume IPK pada
perusahaan HTI penerima DR adalah 494.188,34 M3 (93,60%) sedangkan
perusahaan HTI non penerima DR adalah 33.779,25 M3 (6,4096). Ini dapat
menggambarkan juga besarnya ketergantungan perusahaan HTI-DR selain kepada
DR juga kepada IPK. Itulah nampaknya mengapa setelah DR dihentikan
pembangunan HTI juga stagnan karena juga tidak diperolehnya pendanaan dari IPK

yang telah mulai habis potensi kayunya. Perrnasalahan utama dalam pemasaran kayu
HTI addah tidak adanya industri yang bahan baku utamanya berasal dari jenis kayu
yang banyak ditanam perusahaan HTI daerah ini. Permasalahan lainnya adalah
konflik lahan dengan masyarakat dan masa transisi pelaksanaan otonomi daerah.
Perhitungan NPV di wilayah penelitian dengan analisis finansial (df 10%)
adalah sebesar Rp. 2.029.091,- per hektar yang menunjukan terjadinya keuntungan.
Nilai BCR adalah 1,75 sedangkan nilai IRR 14%, berarti pengusahaan HTI di lokasi
penelitian layak untuk dilaksanakan, walau masih perlu penyempurnaan kebijakan.
Jika dilihat dari berbagai alternatif strategi dalam pelaksanaan pembangunan
HTI, maka hasil analisis dengan metode AHP terhadap responden dari Pemerintah
Daerah, LSM, DPRD, Swasta dan Masyarakat, rataan nilai tertinggi adalah
pembentukan kemitraan Fang sejajar antara perusahaan HTI dengan masyarakat.
Alternatif ini dipandang paling baik untuk dijalankan dan lebih memungkinkan
karena lebih dapat menjamin kelancaran pelaksanaan dan keamanan di lapangan.

KAJIAN KINERJA DAN ORGANISASI
PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

OLEH :


NURUL KARTINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
h4agister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

PROGRAM PASCASARJANA
TNSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judui Tesis

: Kajian Kinerja dan Organisag. Pengusahaan Hutan Tanaman

Industri di Propinsi Kalimantan Selatan
Nama

: Nurul Kartini


NRP

: P.15500015

Program Studi

: llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui,
1 . Komisi Pembimbing

Prof Dr.Ir. H. Affendi Anwar. h4Sc.
Ketua

-

.-

J


Dr. I r Hermabto ~ir&r, M.Ec.
Anggota

Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si
Anggota

Mengetahui,

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
KAJlAN KlNERJA DAN ORGANISAS1 PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN

INDIJSTRI DI PROPTNSI KALIMANTAN SELL4TAN
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.


Bogor, Nopember 2002

RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara, lahir di Banjarmasin pada
tanggal 21 April 1967 dari Ibu bernama Hj. Nursiah Nansi dan Ayah Prof H.
Muhammad Nansi. Penulis menamatkan pendidikan dasar sampai dengan menengah
di Banjarmasin. Pada tahun 1992 penulis lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Manghrat Banjarbaru, dan pada tahun 2000 penulis mendapat kesempatan
tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan (PWD) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasis~va
Pusdiklat Renbang-OTO Bappenas.
Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan mulai
tahun 1994 dan diperbantukan pada Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan.
Tahun 1997 diangkat menjadi Kepala Ranting Dinas Kehutanan Rantau Kabupaten
Tapin, dan tahun 1999 menjabat sebagai Kepala Seksi Hasil Hutan pada Cabang
Dinas Kehutanan Hulu Sungai, hingga berangkat tugas belajar ke PS-PNQ PPs-IPB
tahun 2000.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei

-

Juli 2002 ini adalah mengenai

pelaksanaan Hutan Tanaman Industri, dengan judul Kajian Kinerja dan Organisasi
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di Propinsi Kalimantan Selatan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Affendi

Anwar, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar,

M.Ec. serta Bapak Dr. Tr. Setia Hadi, M.Si. sebagai anggota Komisi Pembimbing.
Terima kasih kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan
Pembangunan (Pusdiklat Renbang-OTO) BAPPENAS, selaku penyandang dana
pendidikan. Juga penghargaan kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan Propinsi
Kalimantan Selatan beserta seluruh staf, Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten
Tanah Laut, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tapin, Bapak Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar dan Kabupaten

Tanah Laut beserta seluruh staf, Bapak Ketua DPRD Propinsi beserta anggota dewan,
Pimpinan PT. Inhutani 111, PT. Kirana Rimba dan PT. Menara Hutan Buana (PT.
Hutan Rindang Banua) beserta seluruh staf, Ketua PPLH, LSM Bastari, LSM
Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia, LSM Kompas Borneo, yang telah banyak
membantu dalam pengumpulan bahan dan data serta bersedia sebagai responden
penelitian. Juga kepada Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PWD PPs-IPB, serta
keluarga besar Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan di Bogor. Serta semua pihak
yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta dukungan, sejak persiapan,
pelaksanaan penelitian, sampai dengan penyusunan hasil.
Terima kasih khusus untuk yang tercinta M. Ryzaldi dan Ir. Zainal Arifin,
juga kepada Ibunda Hj. Nursiah dan saudara-saudaraku yang banyak memberikan
dukungan dan doa. Kupersembahkan untuk Ayahnda Prof H. Muh. Nansi (alm.)
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Nopember 2002

Nzml Kartini

DAPTAR IS1

DAFTAR IS1


vii

DAFTAR TABEL

X

xiv

DAFTAR G,4MBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1

J. PENDAHULUAN

1 . I . Latar Belakang.. ...................................................................
1

1.2. Perumusan h4asalah.. .............................................................

.6

..

13 . Tujuan Penelltlan. ..................................................................8
11.

TINJAUAN PUSTAKA

10

2.1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang Lestari.................................10
2.2. Kelembagaan Pemanfaatan dan Pengelolaan Hutan.. .......................1 6
2.2.1. Kelembagaan Adat Masyarakat Komunal Dalam
dan Sekitar Kawasan Hutan.. ...........................................16
2.2.2. Kelembagaan Ekonomi Pengelolaan Hutan. .........................17
2.2.3. Kemitraan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Nam. ................. .21
2.3. Hutan Tanaman Industri. ......................................................
.24
2.3.1. ,410kasi Lahan Hutan Tanaman lndustri. ..............................27

2.3.2. Realisasi Pelaksanaan Pembangunan Hutan Tanaman
Industri di Indonesia.. ...................................................30
2.3.3. Beberapa Aspek Berkaitan Pembangunan Hutan
Tanaman Industri.. .......................................................3 1
2.3.4. Peranan Hutan Tanaman Industri Dalam Penyediaan
Kayu Nasional ...........................................................
.36
2.3.5. Peranan Pengembangan Ekonomi Komunitas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .39
111.

KERANGKA PEMIKIRAN

42

3.1. Kerangka Berfikir. ..............................................................
.42

3.2. Pendekatan Studi.. ................................................................49

3.2. Pendekatan Studi.........................................................

49

3.3. Hipotesis..................................................................

51

4.1. Lokasi dan ?Jaktu Penelitian............................................
4.2. Metode Pengumpulan Data ............................................
4.3. Jenis dan Sumber Data .............................................
4.4. Metode Analisis Data ....................................................
4.4.1. Analisis Kelayakan Finansial..................................
4.4.2. Policy ,4naZysis Matrix ( P A M )................................
4.4.3. AnaZytical Hierarchy I'ruccss (AHP) ........................
4.4.4. Metode Game l'heury..........................................
V.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN
PROGRAM HUTAN TANAMAN TNDUSTRl
5. I . Keadaan Umum Daerah Penelitian ...................................
5.1.1. Wilayah Administratif ..........................................
5.1.2. Letak Geografi ...................................................
5.1.3. Keadaan Fisik ....................................................
5.1.4. Demografi .........................................................
5.1.5. Keadaan Sosial...................................................
5.1.6. Keadaan Ekonomi ................................................
5.2. Program Hutan Tanaman Industri .....................................

VI. PEMBANGUNAN HUT AN TANAM AN TNDUSTRI
DI KALTMANTAN SELATAN
6.1. Kinerja Usaha ............................................................
6.1.1. Realisasi Tanaman..............................................
6.1.2. Produksi Hutan Tanaman Industri ............................
6.1.3. Permasalahan Pembangunan Hutan Tanaman Industri ....
6.2. Permodalan dan Pemasaran Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri ...........................................................
6.3. Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Industri .........................
6.4. Kelayakan Usaha Berdasarkan Harga Privat dan
Harga Sosial.............................................................
6.4.1. Kelayakan Ekonomi .............................................

6.4.2. Darnpak Kebijakan Pemerintah.................................
6.5. Pengelalaan Hutan Tanaman Industri Ke Depan ....................
6.5.1. Analisis Metode AHP ............................................
6.5.2. Anali sis ( h e Theory............................................
VI1 . PEMBAHASAN MENYELURUH

VIII . KESlMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan..................................................................
8.2. Saran ...........................................................................

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Realisasi Tanam dan Realisasi Produksi Hutan Tanaman
Industri Seluruh Indonesia
Rekapitulasi Penyaluran Dana Reboisasi untuk Pembangunan
HutanTanaman lndustri Seluruh Indonesia
Perubahan Fungsi (Penambahan) Kawasan Hutan Produksi
Sampai Maret 1998
Kondisi Penutupan Lahan Beberapa Areal Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman lndustri di Indonesia
Rekapitulasi Pembangunan Hutan Tanaman Industri di Indonesia
Penggunaan Lahan di Propinsi Kalimantan Selatan
Tahun 1995 -- 1999 (Ha)
Formulasi Model Policy Analysis Matrix
Bobot Perbandingan Kriteria Pemilihan Skala Prioritas
Perincian Luas Lahan Berdasarkan Kelas Lereng
Propinsi Kalimantan Selatan
Kelas Kedalaman Efektif Tanah Propinsi Kalimantan Selatan
Alokasi Pemanfaatan Ruang Kalimantan Selatan Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi 2000
Luas Hutan Berdasarkan Fungsi dan Sebaran di Kalimantan
Selatan Berdasarkan Peta Paduserasi Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi dan Tata Guna Hutan Kesepakatan Tahun 1999

Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut KabupateniKota
Tahun 1990 dan 2000
Penduduk Kalimantan Selatan Menurut Kelompok Umur
Tahun 2000
Penduduk Remaja dan Penduduk Tua yang Bekerja Seminggu
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Tahun 1999
Kepadatan Penduduk Menurut KabupatedKota Propinsi
Kalimantan Selatan Tahun 1990 dan 1999
Rasio Murid Dengan Guru dan Sekolah Kalimantan Selatan
Tenaga Medis Per 100.000Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 1998-1999
Produk Domestik Regional Bruto Kalimantan Selatan
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1997 dan 1998 Berdasarkan
Harga Konstan 1993 (Dengan Migas)
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
1993 (Dengan Migas) Menurut Kabupaten/Kota 1997/1998
Struktur Perekonomian Kalimantan Selatan Tanpa Minyak
Burni Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1997-1998
Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Selatan Menurut Sektor
Atas Dasar Harga Konstan 1993
PDRB Perkapita Kal imantan Selatan dan Perturnbuhannya
Tahun 1994-1998
Luas Areal Hak Pengusahaan Hutan Aktif Propinsi Kalimantan
Selatan
Luas Tebangan dan Produksi Kayu Bulat Dari Tahun 199511996
Propinsi Kalimantan Selatan
Produksi Kayu Bulat (h43) Menurut Jenis Kayu Tahun 199912000

Jumlah Produk Kayu Olahan Industri Propinsi Kalimantan Selatan
Rasio Target dan Realisasi Penanaman Hutan Tanaman Industri
Kalimantan Selatan
Produksi Kayu (Tebangan) Tanaman Hutan Tanaman Industri
Propinsi Kalimantan Selatan
Proyeksi Produksi Kayu Hutan Tanaman lndustri Propinsi
Kalimantan Selatan
Kriteria dan Standar Kegiatan Pengusahaan Hutan Tanaman
Pada Hutan Produksi
Tumpang Tindih Pelaksanaan PT. Menara Hutan Buana
Dengan Penggunaan Lain
Sisa Areal Kerja SK HPHTI PT. Menara Hutan Buana Menurut
RTRW Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000
Kesesuaian Jenis Tanaman Berdasarkan Lokasi Kegiatan HTI
di Propinsi Kalimantan Selatan
Rasio Target dan Realisasi Penanaman Pemsahaan HTI
Penerima Dana Reboisasi Propinsi Kalimantan Selatan
Rasio Target dan Realisasi Penanaman Pemsahaan HTl
Non Penerima Dana Reboisasi Propinsi Kalimantan Selatan
Target dan Realisasi Penebangan Ijin Pemanfaatan Kayu
Areal HTI Propinsi Kalimantan Selatan
Mitra Swasta Perusahaan HTI Propinsi Kalimantan Selatan
Rata-rata Pembiayaan Pembangunan HTI Propinsi Kalimantan
Selatan
Matriks Analisis Kebijakan Hutan Tanaman lndustri
di Propinsi Kalimantan Selatan, 2002
Resume Penilaian Responden : Skor AHP Terhadap Strategi
Kebijakan Pengelolaan HTI

42.

Resume Penilaian Responden : Skor AHP Terhadap
Strategi Pelaku/Pelaksana

43.

Matriks Pay-off dalam Interaksi "Permainan" Antara
Perusahaan dan Masyarakat dalam Pelaksanaan HTI

44.

Matriks Pay-off dalam Interaksi "Permainan" Antara
Perusahaan dan Masyarakat Pada Pelaksanaan HTI
Jika Terjadi Konflik

45.

Analisis Karakteristik Bentuk Pembangunan HTI
Berdasar Pola Pengembangan yang Dinilai Secara Kualitatif

siii

DAFTAR GAhlBAR

Interaksi Antar Faktor Dalam Kegiatan Pengelolaan
Sumberdaya Hutan
Struktur Hirarki Penetapan Kebijaksanaan Pengusahaan
Hutan Alam Produksi Berdasarkan Kepentingan dan
Daya Tawar Pemerintah dan Pemegang HPH
Spektrum Kontinum Dari Kemungkinan Bentuk-bentuk
Organisasi Ekonomi
Kerangka Berfikir Tiga Dimensi Tentang Keberlanjutan
(Su.stai~zu
biJity)
Bagan Alur Kerangka Penelitian
Hubungan Yang Lebih Kompleks Antara
Struktur-Perilaku-Kinerja
Struktur Hirarki Kebijakan Pengelolaan HTI
Dengan Memperhitungkan Masing-masing Kepentingan
Struktur Hirarki Pengelolaan (Manajemen) HTI Berkelanjutan
Tren Luas Penanaman HTI dan Luas Penebangan HPH
Tren Volume Penebangan HPH dan Penebangan Tanaman HTI
Tren Target dan Realisasi Penanaman Perusahaan HTI
Penerima DR Propinsi Kalsel 1990 - - 2000
Tren Target dan Realisasi Penanaman Perusahaan HTI
Non Penerima DR Propinsi Kalimantan Selatan
Target dan Realisasi Luas IPK Pada Areal HTl Penerima DR
Dan Non DR Propinsi Kalimantan Selatan
Target dan Realisasi Volume IPK (M3) Pada Areal HTI
Penerima DR dan Non DR Propinsi Kalimantan Selatan

DAFTAR LAMPIRAN

Resume Penilaian Responden : Skor AFfP Model
Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Resume Penilaian Responden Unsur Masyarakat :
Skor AHP Model Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Resume Penilaian Responden Unsur DPRD : Skor AHP
h4odel Pengelolaan Hutan Tanaman lndustri
Resume Penilaian Responden Unsur Dunia UsahdSwasta :
Skor AHP Model Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Resume Penilaian Responden Unsur LSM : Skor N B
Model Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Resume Penilaian Responden Unsur Pemeintah Daerah :
Skor AHP Model Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Propinsi Kalimantan Selatan
Analisis Ekonomi Pengelolaan Hutan Tanaman Industri
Propinsi Kalimantan Selatan

Policy At~a/y,sis
Matrix untuk Hutan Tanaman Industri
Propinsi Kalimantan Selatan
Target-Realisasi Tanaman HTI Propinsi Kalimantan
Selatan Berdasarkan Daur Tanaman Pokok
Target dan Realisasi Penanaman HTI Non Penerima
Dana Reboisasi (DR) Propinsi Kalimantan Selatan

Target dan Realisasi Penanaman HTI Penerima
Dana Reboisasi (DR) Propinsi Kalimantan Selatan
DaRar Ijin Pemanfaatan Kayu (TPK) dari Areal
HTI Propinsi Kalimantan Selatan
DaRar Pembiayaan Pernbangunan HTI dari Dana
Reboisasi di Propinsi Kalimantan Selatan
Identitas Responden Partisipan AHP
Perhitungan Pay-qff dari Model Permainan Dalam
Pelaksanaan HTI di Propinsi Kalimantan Selatan
Perhitungan Pay-of dari Model Permainan Dalam
Pelaksanaan HTI di Propinsi Kalimantan Selatan
Jika Terjadi Konflik

Game Ihcory untuk HTI
T - Test HTI DR - HTI Non DR
Peta Kalimantan Selatan

1 .I. Latar Belakang

Hutan di lndonesia mengalami degradasi secara terus-menerus dan sudah
berada pada taraf yang rnengkhawatirkan. Proses degradasi sumberdaya hutan dan
lahan ini telah berlangsung selama kurun waktu dua puluh tahun terakhir. Data
Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Rekapitulasi Inventarisasi Tata Guna Hutan
Sampai Maret 1998) menyebutkan luas kerusakan tersebut mencapai 56,98 juta
hektar yang terdiri dari: 1) lahan kritis di luar kawasan 15,10 juta hektar, 2) lahan
kritis dalam kawasan 8,13 juta hektar, 3) hutan rusak dalam dan ex areal HPH 14,4
juta hektar, 4) I,og over urea termasuk dalam dan ex HPH 13,5 juta hektar, dan 5)
hutan mangrove rusak dalam dan luar kawasan hutan 5,8 juta hektar. Kerusakan
hutan dan lahan tersebut disebabkan karena interaksi masalah-masalah yang kornplek
yang muncul dalam bentuk, seperti : 1) lemahnya pengawasan dan pengendalian
operasionalisasi HPH sehingga terjadi over logging, 2) pembukaan kaxvasan hutan
dalam skala besar untuk keperluan pembangunan sektor lain seperti perluasan lahan
pertanian dan pemukiman, dll, 3) ilZegaI loggzrzg oleh HPH dan juga masyarakat
lokal, 4) penjarahan dan perambahan, 5) kebakaran hutan dan 6) kurangnya kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan. Disamping itu, dampak dari kapasitas terpasang industri
pengolahan kayu yang melebihi kemampuan penyediaan bahan baku juga memberi
kontribusi terhadap peningkatan proses degradasi hutan dan lahan serta lingkungan
yang ada.

Data tingkat kerusakan tahun 2001 menunjukkan bahwa laju degradasi
kawasan hutan di Indonesia diperkirakan lebih 1,5 juta hektar per tahunnya.
Sedangkan data realisasi hasil reboisasi dan r-ehabilitasi hutan dan lahan per tahun
adalah 50.000 s/d 70.000 hektar dan kegiatan penghijauan 400.000 s/d 500.000 hektar
pertahun. Dari realitas data ini terlihat bahwa upaya rehabilitasi yang dilakukan
selama ini belum mampu memulihkan kondisi hutan dan lahan yang rusak.
Kerusakan hutan tersebut juga diperparah dengan kegiatan pembangunan
Hutan Tanaman Industri (HTI) yang ternyata tidak seperti diharapkan. Pembangunan
HTI di Indonesia pada awalnya merupakan upaya uantuk mengurangi degradasi hutan
alam, terutama akibat penebangan hutan secara berlebihan dalam kegiatan Hak
Pengusahaan Hutan (HPH). Tujuan utama pembangunan HTI adalah untuk tulut
menjamin penyediaan bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh industri pengolahan
kayu

di Indonesia. Dalarn perken~bangannya, pembangunan

HTI banyak

mengorbankan hutan alam. Program HTI dilakukan hanya untuk mencari keuntungan
semata melalui Ijin Pemanhatan Kayu (TPK) yang diperoleh bersamaan dengan
diperolehnya Hak Pengusahaan HTI. Realisasi pernbangunan HTI yang tidak sesuai
dengan target juga diperparah dengan adanya dugaan manipulasi terhadap pinjaman
Dana Reboisasi @R) yang dikeluarkan oleh pemerintah. Diduga para pengusaha
mengajukan Hak Pengusahaan HTI hanya agar dapat memperoleh pinjaman dana dari
DR ini.
Jumlah Unit HTI pertukangan jauh lebih banyak dari HTI pulp, namun luas
areal konsesi HTI pulp dua kali lebih besar dari HTI pertukanganJperkaltas. Dalam
realisasi tanamnya diperoleh prosentase yang tidak berbeda jauh antara kedua kelas

perusahaan tersebut, ~ ~ a l a u p ujika
n dilihat dari keluasan maka realisasi tanam HTI
pulp jauh lebih besar. Berikut realisasi tanaman dan realisasi produksi (sampai
Oktober 2001) dan rekapitulasi penyaluran DR

sebagai gambaran dari kinerja

pengusahaan HT1 dilihat dari kegiatan penanaman dan penyerapan dana kegiatan.
Produksinya sampai saat ini masih didominasi oleh jenis tanaman Fast Growing

,q~ecies (FGS) khususnya Acucia nzangium, I.kica/ypius sp.,

Pat~~~~erlarzthcr.

fafcat~rrictdan Gmeliria mhorea
Tabel 1. Realisasi Tanarnan dan Realisasi Produksi HTI Seluruh Indonesia
(sampai Oktober 200 1)
HPHTI DAN KELAS
PERUSAHAAN
BUMN PERTWANGAN
NON TRANSMIGRASi
A. PULP
B. PERTUKANGAN
POLA TRANSMIGRASI
A. PIJLP
B PERTUKANGAN
SWASTA MURNI

I

JUMLAH

I

I
I

I

13
9
1

67

LUAS AREAL
(HA)

I

REALISASI
TANAMAN ((HA)

185.061 I
1.947.566
108.398

1

12.000
770.526

107.002

I
I

801.768
27.057

1
I-

9.312
303.254

%

5732

I

77.60
39.36

-

I

735.301

41,16
24.96

1

REALISASI
PRODUKSI
(M3)

1

26.341

1

B. PERTUKANCAN
416 340
66.864 [ 1G,06
JLMLAH :
A. PULP
1
28 1
3.669.759 1
1.342.774 1 36.59 ]
3.611.607
504.177 34.06
B. PERTUKANGAN
103
1.480.325
131 1
1.846.951 35,86 1
JUMLAH A + B
5.150.084
3.611.607
1
I
I
I
I
Surnber : Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tamnm Departemen Kehutanan clan Perkcbunan.
200 1.

1

1

Untuk seluruh Indonesia, DR yang telah disalurkan adalah sebesar Rp. 2,34
triliun, dan jika dikurangi dengan pinjarnan dengan bunga komersial menjadi Rp.
2,02 triliun, kepada 101 perusahaan HTI dengan realisasi penanaman mencapai 1,28
juta hektar.

Tabel 2. Rekapitulasi Penyaluran Dana Reboisasi (DR) Untuk Pembangunan
HTI Seluruh Indonesia
HTI

IINI'r

KEAI.ISASI
TANAMAN
(Ha)

HUMN

PINJAMAN DR
BUNGA 0% (Rp.)

PEjVYEIITLAN
MODAT,
PEMWNTAH-DR
(KP.)

PIN;ltLMAV

J U M W (Rp.)

KoMKRSIArj

(Rp.1

II

107 002

360.'367.439.500

79 032 697 IS0

25.071 251 S(X1

465 071 388 500

22

862 358

371 825 410 538

705.786.500.013

2'33 981 667 323

1.371 593 577 874

NON
T M S

--

I'ATCiN
'RANS

JIJM1,AH

Su~nber

68

312 5G6

178 72 1 850 647

101

1.281.926 ,

91 1.514.700.685

1

32 1 288.427.482

1 106 516.000

501.1 16 794 129

1.106.107.624.645

320.159.134.823

2.337.781.710.503

. Direklorat Bina Pengembangan Wutan Tanaman Departeinen Kel~utanandan Perkebunan,
2001.

Kelerangan :BUMN = Badan Usaha Milik Negara
Trans = HTI Transmigmsi
Patgn = Patmgan BUMN dan Swasfa

Bila diasumsikan biaya rata-rata operasional pembangunan HTT sebesar
Rp.3.000.000,-/Ha, maka uang negara yang telah tertanam di seluruh areal
peinbangunan HTI pada 101 perusahaan tersebut rata-rata lebih dari Rp. 1,5 juta/ha,
atau 50?4 dari total biaya operasional HTI. Dengan besarnya geranan DR dalam
operasional HTI maka terhentinya penyaluran DR sejak tahun 2000 mengakibatkan
kesulitan pendanaan bagi pembangunan HTI, selain juga karena unit Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) sebagai initra usaha HTI banyak yang SK WH-nya
berakhir atau dicabut.
Rendahnya kinerja HTT juga dapat dilihat dari kecilnya pasokan kayu dan
kontribusinya terhadap produksi kayu nasional. Produksi kayu HTI sampai saat ini
baru mencapai sekitar 500.000 m3ltahun sedangkan produksi kayu dari hutan alam
dan areal lainnya sekitar 19 juta m3 pada tahun 1998!1999. Dengan perbandingan ini

-

kontribusi peroduksi kayu HTI dalam produksi kayu nasional hanya berkisar I ,75%
pertahun.
Yang paling merasakan dampak dari degradasi sumberdaya hutan adalah
masyarakat, utmanya masyarakat komunal di dalam dan sekitar hutan. Umumnya
masyarakat yang hidup di sekitar hutan memiliki tingkat ketergantungan tinggi
terhadap hutan, dimana merelca memenuhi kebutuhan hidupnya dari aktifitas di dalam
hutan dengan keanekaragaman sumberdaya hayati di dalam hutan yang menjadi
sumber kehidupan mereka.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan
kehutanan ke depan adalah implementasi dari desentralisasi dengan diberlakukannya
UU Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 mengenai Otonomi daerah. Pemberian hak dan

wewenang kepada daerah dalam menjalankan rumah tangga pemerintahan di daerah
disadari juga akan memberikan dampak terhadap pelaksanaan kegiatan HTI
selanjutnya. Ada beberapa ha1 positif yang dapat diambil diantaranya adalah
keuntungan secara ekonomi yaitu adanya yr@d sharing antara pusat dan daerah yang
lebih seimbang, yang berarti kesejahteraan masyarakat akan meningkat, dan secara
sosial kelembagaan masyarakat menjadi berfungsi dan dirangsang pertumbuhannya,
dengan demikian konflik diharapkan dapat diredam. Ada juga kekhawatiran bahwa
otonomi daerah akan menimbulkan dampak negatif bagi sumberdaya alam karena
dipacunya upaya untuk meningkatkan PAD, selain kesiapan daerah sendiri dalam
menerima wewenang tersebut. Untuk itu perlunya juga penelitian ini dikaitkan
dengan pelaksanaan otonomi daerah.

diakibatkan oleh hilangnya beberapa komponen dari ekosistem tersebut, seperti
hilangnya satwa liar, dan juga mengubah sistem tanaman heterokultur menjadi
tanaman monohltur. Di lain pihak, sebelumnya masyarakat menggantungkan sumber
mata pencaharian mereka pada lahan hutan. Seperti halnya HPH, adanya proyek HTI
menyebabkan terbatasinya aktifitas masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Kondisi
ini memicu munculnya konflik yang lebih besar antara masyarakat dengan para
pengusaha HTI.
Selama ini ada indikasi bahwa proyek HTI sering dilakukan tanpa persiapan
yang matang. Aspek perencanaan yang meliputi pembuatan Studi Kelayakan, Amdal,
Rencana Karya Pengusahaan HTI (RKP-HTI) dan Rencana Karya Tahunan HTI
(RKT-HTT) tidak dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Sehingga dalam
ha1 pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan HTI seringkali terjadi tumpang
tindih lahan dan juga terdapat wilayah yang tidak efektif. Wilayah yang tidak efektif
yang umurn terjadi biasanya adalah karena adanya tanah yang kurang subur untuk
ditanami, kesesuaian dan kemampuan lahan tidak cocok, atau karena adanya hak
ulayat atau adat serta karena kemiringan lahan yang tidak memadai. Kemudian juga
sebagian besar areal hutan yang dilepas bagi pembangunan HTT merupakan kawasan
hutan bekas kegiatan HPH.
Dari gambaran di atas, masalah-masalah penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur pelaksanaan HTI di daerah penelitian.
2. Bagaimana kinerja perusahaan pelaksana HTI yang ada di Kalimantan Selatan.
3 . Bagaimana permasalahan yang menyebabkan realisasi penanaman sangat kecil.

4. Bagaimana strategi kebijakan yang sebaiknya diterapkan serta struktur insentif

apa yang dapat diterapkan agar HTI dapat berhasil, baik secara ekonomis maupun
tenvujudnya kelestarian hutan dan tersedianya bahan baku kayu untuk kebutuhan
industri serta dapat memberikan dampak peningkatan kesejahteraan masyarakat.
1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum
permasalahan dan

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
faktor-faktor yang menjadi penyebab kurang berhasilnya

pelaksanaan HTI, juga bagaimana kinerja dan organisasi pelaksana HTI di Propinsi
Kalimantan Selatan. Kemudian dari sini mencari alternatif yang mungkin dapat
diterapkan untuk mengeliminir kegagalan tersebut dengan penekanan pada
keikutsertaan masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu tindakan agar dimasa akan
datang tujuan pembangunan kehutanan dapat tercapai, yaitu terpenuhinya kebutuhan
akan bahan baku kayu dan kelestarian sumberdaya alam hutan serta keseimbangan
ekosistem, juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu
alternatifnya diharapkan adalah dengan penataan pengelolaan HTI.
Secara lebih spesifik penelitian ini akan membahas :
1. Mengkaji beberapa permasalahan dalam pelaksanaan pengusahaan HTI yang

berlangsung selama ini.
2. Mengkaji alternatif pengelolaan HTI di daerah penelitian dengan mengutamakan

aspek peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3. Mengkaji pola kebijakan pemerintah dan perusahaan yang sebaiknya diterapkan

dalam pelaksanaan HTI.

4. Mengkaji struktur insentif dan pengembangan pengelolaan HTI selanjutnya.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan
dalam membuat perencanaan dan kebijakan, baik bagi perencana dan para pengainbil
keputusan pada sektor kehutanan maupun bagi pernerintah propinsi dan kabupaten di
daerah penelitian. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dicarikan solusi untuk
pembangunan HTI selanjutnya termasuk setelah diterapkannya otonomi daerah.
Dengan demikian pembangunan kehutanan di inasa yang akan datang, khususnya
dalam pembangunan HTI dapat rnemberikan dampak peningkatan kesejahteraan
masyarakat, kelestarian hutan dan aspek finansial perusahaan. Disamping itu juga
bermanfaat bagi peneliti sebagai bahan kajian untuk pengeloiaan HTI yang benar dan
menalnbah wawasan ilmu pengetahuan.

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang Lestari

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 menyebutkan hutan mempunyai tiga
fungsi, yaitu hngsi konsenrasi, hngsi lindung dan hngsi produksi. Secara umum
sering pula disebutkan bahwa hutan mempunyai fungsi ekologi, hngsi sosial, dan
fungsi ekonomi. Pengelolaan terhadap sumberdaya hutan dimaksudkan agar dapat
tercapai apa yang disebut hutan lestari, yaitu kelestarian hngsi ekologi, kelestarian
fungsi sosial dan kelestarian hngsi ekonomi tersebut.
Yang dimaksud hutan lestari adalah tercapainya hngsi pokok hutan sebagai
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
sehingga menjamin keberlanjutan fungsi-hngsi produksi, ekologi dan sosial.
Kelestarian hngsi ekologi adalah fbngsi hutan sebagai penyangga kehidupan
berbagai spesies asli dan ekosistem di dalam unit manajemen sehingga tercapai
ukuran keseimbangan dinamis dari struktur dan hngsi ekosistem hutan. Kelestarian
fungsi ekonomi/produksi adalah hngsi hutan sebagai penjamin keberlanjutan
pemanfaatan hasil hutan dan usahanya yang memberi keuntungan sesuai daya dukung
hutan. Kelestarian fungsi sosial adalah fungsi hutan sebagai penjamin kehidupan
masyarakat setempat yang tergantung kepada hutan, baik langsung maupun tidak
langsung secara lintas generasi dimana sistem tenurial komunitas hutan dapat
terjamin serta dapat terjaminnya keberlangsungan integrasi sosial dan kultural
masyarakat setempat (Lembaga Ekolabeling IndonesiaILEI, 1999).

Di dalam 1JU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahlva
penyelenggaraan kehutanan haruslah berazaskan manfaat dan lestari, kerakyatan,
keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Disebutkan di dalam pasal 3
bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
yang berkeadilan dan berkelanjutan, yang dilaksanakan dengan cara :
1. Nenjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional.
2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konsenrasi, hngsi

lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya
dan ekonomi, yang seimbang dan lestari.
3 . Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.

4 Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan

masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan benvawasan lingkungan sehingga
mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap
akibat perubahan eksternal.
5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Secara substantif isi undang-undang tersebut mengandung makna bahwa
penyelenggaraan kehutanan di Indonesia diarahkan kepada tercapainya suatu
kelestarian hngsi dari hutan.

Begitu pula dengan maksud penguasaan untuk

mengatur hutan oleh negara ditujukan pula untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya serta lestari untuk kemakmuran sakyat. Walaupun kemudian dalam
perjalanannya justru penguasaan pada negara ini salah satu yang menyebabkan
deforestasi yang sangat cepat.

Dalam kegiatan pemanfaatan hasil hutan pun diatur bahwa izin usaha
pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan
aspek kepastian usaha. Terhadap para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
yang ban yak berperan dalam pemanfaatan hasil hutan, kedua ha1 tersebut penting
untuk ditekankan dengan maksud agar kegiatan usaha dapat dilakukan dalam jangka
panjang serta tidak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan.
llntuk dapat mencapai ha1 tersebut di atas, dua aspek yang berperan adalah: I )
institusi dan kontrol pelaksanaannya, dan 2) Perilaku dan kapabilitas pemegang W H
(Kartodihardjo, 1998). Karena kayu di hutan berfungsi ganda yaitu sebagai aset tetap
Vjxed aLs,~c!t)
pada saat pohon masih berdiri dan dapat sebagai produk pada saat pohon

sudah ditebang, maka penilaian hutan tidak dapat dinyatakan secara eksak dan
obyektif Pada saat pohon masih sebagai tegakan berdiri banyak nilai yang sulit untuk
dihitung yang menyertainya, diantaranya sumbangannya sebagai tempat pengau7etan
tumbuhan dan hewan, adanya nilai estetika dan keindahan dan peranannya sebagai
I!fi sz~pportit.?g
sysfenz. Kemudian dalam penilaian hutan sebagai aset, Openshaw
(1980) dalam Kartodihardjo (1998) menyatakan bahwa perlu untuk diketahui
berbagai asumsi seperti lama rotasi tebang, riap, biaya dan harga.
Berikut ini disajikan kriteria dan indikator pengelolaan hutan alam produksi
lestari dari LEI (1999), yaitu :

A. Kelestarian Fungsi Produksi
Kriteria 1 : Kelestarian sumberdaya hutan, yaitu dilihat dari : Perencanaan

dan

implementasi penataan hutan menurut hngsi dan tipe hutan, besaran perubahan
penutupan lahan hutan akibat perambahan dan alih hngsi kawasan hutan atau

adanya kebakaran serta gangguan lainnya, pemilihan dan penerapan sistem
silvikultur yang sesuai dengan ekosistem hutan setempat, m acam dan jumlah
hasil hutan non kayu, investasi untuk penataan dan perlindungan hutan, realisasi
dana yang dialokasikan untuk

pengelolaan kawasan dilindungi dan untuk

menjaga keanekaragaman hayati temasuk spesies endemik atau langka.
Kriteria 2 : Kelestarian hasil hutan, yaitu dilihat dari : pengorganisasian kawasan
yang menjamin kegiatan produksi yang kontinyu, produksi tahunan sesuai dengan
kemampuan produktifitas hutan, efisiensi pemanfaatan hutan, tingkat kerusakan
hutan, pengaturan pemanfaatan hasil hutan bagi masyarakat, dan lain-lain.
. stem
Kriteria 3 : Kelestarian usaha, yaitu dilihat dari : kesehatan perusahaan, ,9'

Tnformasi Manajemen (SIM), Satuan Pemeriksaan Internal (SPI), tersedianya
tenaga teknis profesional untuk perencanaan, perlindungan, produksi dan
pembinaan hutan dan manajemen bisnis, investasi dan reinvestasi untuk
sumberdaya manusia dan sarana prasarana, serta peningkatan modal hutan

B. Kelestarian Fungsi Ekologi
Kriteria 1 : Stabilitas ekosistem, yaitu dilihat dari : proporsi luas kawasan yang
dilindungi, intensitas gangguan terhadap total kawasan dilindungi, kondisi
keanekaragaman species flora dan atau fauna di dalam kawasan dilindungi pada
berbagai formasiltipe hutan yang ditemukan dalam unit manajemen, iqtensitas
dampak kegiatan terhadap tanah, intensitas dampak kegiatan terhaQap air,
efektivitas pengelolaan kerusakan struktur dan komposisi tegakqNhutan,
efektivitas teknik pengendalian dampak kegiatan terhadap tanah, efektivitgs teknik

pengendalian dampak kegiatan terhadap air, dan efektivitas penjwluhan mengenai
pelestarian ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan.
Kriteria 2 :

Sintasan species langka/endemik/dilindungi,yaitu dilihat dari :

proporsi luas kawasan dilindungi yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan
species langkkaiendernik atau kawasanJekosistem unik, telah dikukuhkan, luas
kawasan di atas pada poin a) sudah ditata batas di lapangan, intensitas gangguan
terhadap

species langkdendemik

di

kawasan

khusus,

kondisi

species

langka/endemik rang dilindungi di dalarn kawasan khusus, intensitas dampak
kegiatan produksi terhadap tumbuhan/hewan langkdendemik yang dilindungi dan
habitatnya, dan pengamanan tumbuhadsatwa liar/endemik/langka dan habitatnya.
C. Kelestarian Fungsi Sosial

Kriteria 1 : Sistem tenurial hutan komunitas terjamin, yaitu dilihat dari

.

batas

antara kawasan konsesi dengan kawasan komunitas setempat terdelineasi secara
jelas dan melalui persetujuan antara pihak yang terkait, akses dan kontrol penuh
inasyarakat secara lintas generasi di dalarn kawasan konsesi terjamin, tata cara dan
mekanisme penyelesaian sengketa yang tepat atas hutan yang sama.
Kriteria 2 . Ketahanan dan pengembangan ekonomi komunitas dan karyawan

terjamin, yaitu dilihat dari : sumber-sumber ekonorni komunitas minimal tetap
mampu mendukung kelangsungan hidup secara lintas generasi, komunitas mampu
mengakses kesempatan kerja dan peluang berusaha yang terbuka, modal domestik
berkembang, dan peninjauan berkala terhadap kesejahteraan karyawan dan
jaminan atas fasilitas akomodasi yang rnemadai.

Kriteria 3 : Integrasi sosial dan kultural komunitas dan karyawan terjamin

kelangsungannya, yaitu : terjaminnya hak-hak azasi manusia, minimasi darnpak
unit manajemen terhadap integrasi sosial dan kultural, $an proinosi pemberdayaan
komunitas dan karyawan,
Pelestarian produksi dalam hutan alam tidak hanya bermanfaat bagi
kelanjutan usaha pemegang HPH tapi juga bermanfaat bagi keseluruhan sistem yang
ada di dalam hutan, Untuk itu, dalam penyelenggaraan pemanfaatan hutan alam
sangat tergantung dari

institusi dan perilaku pelaksananya, mereka haruslah

mernperhatikan bahura jumlah produksi yang dipungut tidak sampai melebihi riapnya
atau sesuai dengan rotasi tebang, clan pengusaha hams mampu untuk mengamankan
hutan dari berbagai kerusakan baik yang terjadi secara alami maupun non alami atau
karena perbuatan rnanusia, Selanjutnya dengan ditambah sistem kontrol yang baik
maka kelestarian hutan dengan fungsi-kngsi seperti disebutkan di atas akan dapat
dicapai,
Berikut ini digambarkan bahwa hutan merupakan suatu ekosistem yang terdiri
dari berbagai komponen dan unsur dimana di dalamnya terjadi berbagai proses dan
interaksi antara faktor biotik (vegetasi) dan faktor fisik seperti tanah, air dan iklim,
serta manusia dengan segala tindakan yang dilakukan di dalamnya untuk mengambil
manfaatnya. Gambar ini aslinya adalah merulpakan bagan ekosistem sumberdaya di
dalain daerah aliran sungai (Ruslan, 1992).

EKOSISTEM SUMBERDAYA
HUTAN

--.-----.-

--

TTDAK

USAHA PEMANFAATAN

PRTNSIP AZAS
LESTARI :
penurcuwn kualitas
clan kuantitas

Pe~~an~unan,
pemeM~waan,
pcmungutill1/pemanenan,
pe~lgolahandan pemasaraiz lmil
hutan (UU No.41 T,?hun 1999)

PENGELOLAAN
HUTAN BIJAKSANA :
Setimbang dinarmk,
optimal. lestari.
peningkatan
kescjahteram
mnasyaraht secara adil

Gambar 1. Tnteraksi Antar Faktor dalam Kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan
2.2. Kelembagann Pemanfaatan dan Pengelolaan Hutan

2.2.1 Kelembagaan Adat Masyarakat Komunal Dalam dan Sekitar Kawasan
Hutan

Masyarakat pedesaan yang tinggal di sekitar hhutn merasakan betapa
pentingnya fungsi hutan dalam menunjang kehidupan mereka, Selain menyediakan

vitamin, mineral, protein serta kalori bagi keperluan hidup sehari-hari, hutan juga
menyediakan peluang yang dapat memberikan pendapatan tambahan, seperti k a p ,
rotan, sarang burung, madu dan lain-lain. Hubungan hutan dengan masyarakat
pedesaan sangat erat khususnya aspek ekonomi, kebutuhan pangan dan kebutuhan
kesehatan. Hutan telah memberikan berbagai macam keperluan rumah tangga seperti
buah-buahan, kesuburan tanah, kayu bakar, kayu gaharu, getah damar, rotan, kayu
untuk bangunan, sarang burung hitam dan putih, ikan sungai, binatang dan padang
penggembalaan, Disamping itu persediaan pangan juga diperoleh dari hasil-hasil
bercocok tanam di ladang-ladang.
Masyarakat adat Dayak sebagaimana masyarakat adat lainnya memiliki
kelembagaan tertentu mengenai lahan hutan. Bagi mereka hutan dipersepsikan secara
holistik, tidak hanya semata-mata bermakna ekonomis melainkan juga sosio-budaya
dan religius. Dengan demikian hutan bukan hanya berisi beraneka ragam flora dan
fauna yang menunjang kehidupan dan memberikan pendapatan kepada mereka, tetapi
juga mereka sendiri merupakan bagian dari hutan secara tak terpisahkan. Bagi
masyarakat Dayak tanah diyakini sebagai rantai penghubung antara generasi
masyarakat Dayak masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Oleh karena itu lahan
hutan di dalam wilayah kedaulatan mereka mempunyai hak kepemilikan yang jelas
dan terpastikan secara hukum adat setempat.
2.2.2. Kelembagaan Ekunomi Pengelulaan Hutan

Pemahaman terhadap kelembagaan yang dikaitkan dengan perty~nbuhan
ekonomi wilayah dan tingkat kesejahteraan masyarakat sangat diperlukaq karena

perubahan kelembagaan akan berdampak secara luas terhadap kegiatan ekonomi
secara keseluruhan.
Kelembagaan menurut Hayami dan Kikuchi (1987) dan Bardan (1989) dalam
Pieter (1999), sebagai suatu aturan main (rt~lcof the gan~e) dalam interaksi
interpersonal. Dalam ha1 ini kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan aturan baik
formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan
manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-haknya
dan tanggung jawabnya. Kedua, kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki
hirarki. Kelembagaan sebagai suatu organisasi dalam pengertian ekonomi
menggambarkan aktifitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem hargaharga, tetapi oleh mekanisme administratif dan kewenangan, Sedangkan Gillin dan
Gillin (1954) dalam Pieter (1999) menyatakan bahwa kelembagaan diartikan sebagai
organisasi dari pola pemikiran dan pola peri kelakuan yang diwujudkan melalui
berbagai aktivitas kehidupan (sosial, ekonomi dan budaya) dan hasil-hasilnya.
Kelembagaan dicirikan oleh tiga komponen utama ( Shaffer dan Smith dalam
Pakpahan, 1989), yaitu batas kewenangan (j~~ri~sdiicionaZ
bourrdary) hak kepemilikan
0,roperty right) dan aturan penvakilan ( n ~ l e sof reyresenbfiorl) yang uraiannya
sebagai berikut :
Pertama, batas kewenangan diartikan sebagai batas wilayah kekuasaan atau
batas otoritas yang dirniliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya
faktor produksi, barang dan jasa. Qleh karena sumberdaya tersebut h a s dikonsumsi
secara bersama (kolektif), maka batas kewenangan menjadi penting dalam
merefleksikan keinginan para pengguna sumberdaya tersebut dalam aturan

pengambilan keputusan. Batas kewenangan ini akan menghasilkan keragaman seperti
yang diharapkan, ditentukan oleh ernpat ha1 yaitu : perasaan para peserta sebagai
suatu bagian masyarakat (sense of ('ommutrifyl,

eksternalitas

(exfertla/ity),

homogenitas (homt~genity)dan skala ekonomi ( economies uf ,~ca/e).Anwar (2001b)
menyatakan bahwa batas kewenangan berperan untuk mengatur penggunaan
sumberdaya, dana dan tenaga dalam organisasi. Selain itu juga berperan dalam
menentukan laju pemanfaatan surnberdaya, sehingga pada gilirannya akan
menentukan sifat keberlanjutan (su.stait1~1biliiy)surnberdaya tersebut dan pembagian
(share) manfaat bersih yang diperoleh masing-masing pihak.
Kedua, hak kepemilikan adalah hak yang dimiliki oleh seseorang atau
masyarakat terhadap sumberdaya atau output tertentu

yang diatur oleh suatu

peraturan, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan anggota
masyarakat. Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak rnilik atau
hak penguasaan apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Irnplikasinya
adalah : 1) hak seseorang adalah kewajiban orang lain, dan 2) hak yang tercermin
oleh kepemilikan (vu)t~ership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh
sumberdaya.
Ketiga, aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalarn
proses pengambilan keputusan, dan akan ditentukan oleh kaidah penvakilad
representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini
bentuk partisipasi lebih banyak ditentukan oleh kebutuhan kebijaksanaan organisasi
dalarn membagi beban dan manfaat terhadap anggota yang terlibat dalam organisasi
tersebut. Adapun kngsi pokok kelembagaan ekonomi pedesaan adalah : a) mengatur

pola hubungan kerja antara para pelaku ekonomi pedesaan, b) penghimpun kekuatan
untuk memobilisasi sumberdaya secara maksimum untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi,

c)

pengatur

arus informasi

pembangunan,

d)

pemusyawaratan

pembengunan sosial ekonomi pedesaan, dan e) pemberi pedoman umum kepada
warga komunitas tentang pola aktifitas ekonomi yang lebih baik.
Kelembagaan ekonomi pengelolaan hutan di Indonesia umumnya diserahkan
pemerintah kepada perusahaan pemegang hak pen~wsahaanhutan (HPH). Untuk
melihat pengaruh kepentingan dan daya tawar (hargai~ingyositiotz) antara
pemerintah dan pemegang HPH dalam menetapkan kebijaksanaan pengusahaan hutan
produksi, Kartodihardjo (1998) menggambarkan dalam struktur hirarki sebagai
berikut

f-\
Tujuan

/

Pemerintah

1

I Pemegang HPH I

Gambar 2. Struktur Hirarki Penetapan Kebijaksanaan Pengusahaan Hutan Alap
Produksi Berdasarkan Kepentingan dan Daya Tawar Pemerintah dap
Pemegang HPH (Kartodihardjo, 1998).

Tujuan yang hams dicapai pemerintah :

LOG-IND
LOG-LOK
MN-RUS
MCOhR

= pemenuhan

kayu bulat untuk industri perkayuan nasional
= pemenuhan kayu bulat untuk konsumsi lokal
= meminimumkan kerusakan hutan alam produksi
= memaksimumkan pendapatan pemerintah dari pengusahaan hutan

Tujuan pemegang HPH :

UNTUNG
LOG-BAK
SES-SK

= memaksimumkan

keuntungan
= memenuhi kebutuhan kayu bulat bagi industrinya sendiri
= memenuhi peraturan pemerintah dalarn pelaksanaan pengusahaan
hutan

Alternatif kebijaksanaan pemerintah :
ASSMH-

= memperhitungkan kaju di hutan sebagai aset pemegang HPH
= rnenjalankan manajemen hutan seperti yang telah berlangsung

Alternatif keputusan perusahaan HPH :
-PAN
-MII
-PEN

= berupaya

mencapai usaha jangka panjang
= mengikuti manajemen hutan sesuai peraturan pemerintah
= mempercepat usaha karena lebih menguntungkan.

2.2.3. Kemitraan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kemitraan merupakan suatu inovasi untuk mengatur atau mengontrol
interdepensi antar partisipan dalam suatu hubungan usaha, dimana dimungkinkan
semua partisipan mempunyai perasaan memiliki terhadap kelembagaan tersebut clan
memiliki peran yang proporsional dalam me-cvujudkan tujuan yang hendak dicapai.
Aspek ini sekaligus untuk rnenghindari adanya dominasi suatu kelompok tertentu
terhadap partisipan lainnya. Kemitraan usaha dibangun dengan tujuan saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan perlu memilih strategi yang tepat
dan sesuai dengan kondisi usaha yang dikernbangkan sehingga sistem koordinasi

organisasinya lebih efisien. Dalam kemitraan dibutuhkan strategi yang mampu
menekan biaya-biaya transaksi hingga ke tingkat paling minimum (Anwar, 1998)
Dalam pedoman hubungan kerja sama antara pengusaha kecil dengan
pengusaha menengah atau besar yang dikeluarkan Dirjen Pembinaan Pengusaha kecil
Departemen Koperasi dan PPK (1995), kemitraan diartikan sebagai suatu kerja sama
usaha antara usaha kecil dan atau koperasi dengan usaha menengah atau usaha besar
dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan menguntungkan.
Menurut Spekman et.nl. dalam Anwar, 1998, terdapat beberapa pilihan
strategi dalam kemitraan usaha menuju integrasi vertikal. Garis diagonal
mencerminkan pencampuran (nzixed) dari peranan harga sebagai im~i,siblch d dan
karakteristik organisasi yang dikelola secara koordinasi yang terdapat dalam kelima
alternatif strategis untuk koordinasi integral vertikal. Pada ujung kiri spektrum
dicirikan oleh karakteristik koordinasi it~visiblehatxi yang dilakukan oleh peranan
harga sebagai sumber informasi. Pada ujung lain, koordinasi yang terkendali
dibangun atas dasar mufzcal interest dari aktor ekonomi yang mempertukarkan barang
dan jasa dan mengikuti hubungan yang bersifat jangka panjang, membagi keuntungan
dan terbuka kepada aliran informasi yang mantap yang saling mendukung dalam
hubungan interdependen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti ditunjukkan
gambar berikut ini.

PiliEu~~pililml
Strategis ke arah Koordi~lasiVeiZikal
Market

Slstenl Kontrak

Strdtegic
Alliance

Kooperasi
Formal

lntegrasi
VertikJ

I

I

1

Karakteristik
Koordinasi dari
'Invisible Hand'

Karakteristik
Koordinasi yang
Dikelola

Self Interest
Hubungan Short-

Mutual Interest
Hubnngan Longtenr1

run

Pembagian
Keuntllllgan
Pernbagim
pistribusi)
Infon~msiyg
terbuka

Pengendalian
Harga dan
Kuditas

yang lain

Stmktlu

Stnlktur

tralisasi

sasi

Sistenl Pengex~dalian(Cunlroi System)

Gambar 3 : Spektmm Kontinum dari Kemungk

Dokumen yang terkait

Model Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Dalam Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

1 43 4

Valuasi ekonomi pengusahaan hutan tanaman industri dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam perspektif pembangunan berkelanjutan

6 145 298

Desain Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Pada Kawasan Konservasi Perairan Di Kabupaten Kepulauan Anambas

5 34 152

Limbah Pemanenan dan Faktor Eksploitasi Pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

1 10 85

Kajian Potensi Pengembangan Industri Kecil Berbasis Perikanan Air Tawar di Kawasan Danau Bangkau Propinsi Kalimantan Selatan.

0 12 141

Tingkat Pemanfaatan Dan Kehilangan Kayu Sortimen Kayu Pertukangan Pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Acacia mangium Wild (Studi Kasus di HPHTI PT. Inhutani II, Pulau Laut - Kalimantan Selatan)

0 15 72

Analisis Biaya Pengeluaran Limbah Pemanenan HUtan Tanaman Industri dengan Metode Pengikatan Manual, Uji Coba di Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Inhutani II Pulau Laut-Kalimantan Selatan

0 6 60

Kajian Teknis Pengeluaran Limbah Pemanenan Hutan Tanaman Industri Dengan Metode Pengikatan Manual (Uji Coba di Hutan Tanaman Industri PT. Inhutani II, Pulau Laut-Kalimantan Selatan)

0 5 82

Analisis Sebaran Waktu Kerja Pengeluaran Limbah Pemanenan Dengan Metode Pengikatan Manual (Uji Coba di Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Inhutani II Pulau Laut Kalimantan Selatan)

0 9 62

Kajian Kinerja dan Organisasi Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di Propinsi Kalimantan Selatan

0 11 233