1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah secara luas dapat diartikan sebagai pemberian hak daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dengan demikian terlihat adanya semangat
desentralisasi sebagai titik tekan dalam undang-undang tersebut. Hak pengelolaan yang diberikan kepada daerah dari pemerintah pusat, salah satunya adalah sektor
pendidikan. Otonomi daerah yang dianggap sebagai wahana untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan di masyarakat, lancar dan tidaknya pelaksanaan otonomi
daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat itu sendiri. Kemampuan yang dibutuhkan di antaranya adalah kemampuan sumber daya manusia
SDM. Perlu ditegaskan bahwa istilah SDM di sini tidak hanya berhubungan dengan knowledge, tetapi juga berhubungan dengan skill masyarakat suatu daerah.
Peningkatan SDM perlu dilakukan karena SDM masyarakat suatu daerah dapat menentukan keberhasilan pembangunan dan pengembangan daerah tersebut.
Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan harus disesuaikan dengan perubahan masyarakat yaitu dari masyarakat agraris ke masyarakat indusrtri,
kemudian meningkat ke masyarakat informasi. Pendidikan, menurut Unesco Institute for Education dalam Sudjana 2004 : 398, “as an organized and sustained
communication designed to bring about learning” pendidikan merupakan 1
2
komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan belajar. Smith dalam Sudjana, 2004 : 398 juga menjelaskan bahwa “Education
can be defined as the organized, systematic effort to foster learning, to establish the conditions and to provide the activities through which learning can occur”
pendidikan dapat diartikan sebagai upaya terorganisasi dan sistematik untuk mendorong belajar, menyiapkan kondisi-kondisi dan menyediakan kegiatan-kegiatan
yang melalui kondisi dan kegiatan itu belajar dapat terjadi. Belajar yang dimaksud di atas bukan hanya sekedar untuk mengetahui sesuatu learning how to know, atau
belajar untuk mengetahui memecahkan masalah learning how to solve problems, melainkan yang lebih penting lagi adalah belajar untuk kemajuan hidup learning
how to be yang didalamnya termasuk learning to do, learning how to thing to gether.
Kegiatan belajar yang dipandang cocok di masa depan menurut Botkin dalam Sudjana, 2004 : 398 adalah belajar secara inovatif innovative learning yang
memadukan belajar mengantisipasi anticipative learning dan belajar bersama orang lain participative learning dengan cara berfikir dan bertindak di dalam dan
terhadap lingkungannya. Dalam menghadapi tantangan abad ke-21 adalah amat penting melakukan upaya secara besar-besaran di bidang pendidikan, khususnya
pelatihan, untuk membelajarkan masyarakat supaya memiliki kemampuan bersaing dalam era globalisasi melalui penguasaan pengetahuan dan ketrampilan baru sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan kehidupan global. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan tersebut adalah dengan
peningkatan mutu manusia Indonesia melalui perbaikan mutu pendidikan. Dalam hal
3
ini, sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 jalur pendidikan yang dapat ditempuh dapat berupa pendidikan formal sekolah maupun pendidikan
non formal pendidikan luar sekolah. Usaha melalui jalur pendidikan formal dapat ditempuh melalui proses belajar di bangku sekolah, mulai dari jenjang TK sampai
dengan perguruan tinggi PT, sedangkan untuk peningkatan mutu SDM melalui jalur pendidikan non formal pendidikan luar sekolah dapat ditempuh lewat pendidikan
kesetaraan yang meliputi Kejar Paket A setara SD, Kejar Paket B setara SMP, dan Kejar Paket C setara SMA. Program ini ditujukan bagi peserta didik berasal dari
masyarakat yang kurang beruntung, tidak sekolah, putus sekolah dan putus lanjutan, serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup, dan
warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM memiliki posisi yang strategis
dalam penyelenggaraan program pendidikan non formal atau dulu dikenal dengan pendidikan luar sekolah. Hal ini ditunjukkan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan PKBM sebagai salah satu satuan pendidikan non formal. Kejar Paket C merupakan salah satu PKBM
pendidikan berjenjang setara SMA. Program ini dikembangkan mengingat banyaknya warga masyarakat lulusan Paket B dan SMP yang tidak melanjutkan, serta
putus sekolah SMA Madrasah Aliyah, dan usia produktif yang ingin mengembangkan diri dalam kecakapan hidup sehingga perlu diadakan pola pelayanan
4
yang dapat memberikan kepada mereka untuk siap memasuki dunia kerja atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Namun keberhasilan suatu PKBM baik secara kualitas maupun kuantitas sangat ditentukan oleh baik tidaknya tenaga tutor yang menangani warga belajar
dalam proses pembelajaran. Tutor sebagai ujung tombak pembelajaran sangat berpengaruh dalam menentukan mutu hasil belajar di PKBM. Untuk itu dalam
peningkatan mutu hasil belajar diperlukan suatu manajemen pembelajaran yang baik. Tutor harus mampu melakukan manajemen pembelajaran dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kegiatan pembelajaran. Keterlibatan tutorpendidik akan efektif apabila ia ikut serta secara aktif dalam ketiga tahap
tersebut. Selain itu, Bloom 1976 : 11 dengan menggunakan pendekatan sistemik dengan memperhatikan process dan product, secara sistemik hasil belajar sebagai
indikator mutu pendidikan dipengaruhi oleh proses belajar mengajar, sedang proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disebut input. Siswa sebagai
raw input sangat mempengaruhi proses pembelajaran maupun hasil belajar. Faktor- faktor yang berasal dari siswa ini dapat berupa kondisi fisik maupun psikis. Kondisi
psikis antara lain intelegensi, bakat, sikap dan perhatian. Faktor-faktor yang berasal dari instrumen input meliputi kurikulum, guru, fasilitas sarana dan prasarana,
administrasi pendidikan. Faktor-faktor yang berasal dari proses pembelajaran adalah kualitas pembelajaran, penampilan guru, hadiah dan hukuman, kondisi siswa,
partisipasi dan tanggung jawab serta sifat organisasi. Seperti yang kemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono 1994 : 227 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses
dan hasil belajar siswa terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu
5
faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri di antaranya kemampuan, bakat, minat, persepsi, motivasi, dan konsep diri; sedangkan faktor ekstern adalah faktor
yang ada di luar diri siswa antara lain guru, orang tua, kurikulum, saran dan prasarana belajar serta kondisi kelas. Kondisi kelas yang baik sangat tergantung kepada
bagaimana kemampuan guru dalam mengelola kelasnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi prestasimutu hasil belajar warga belajar adalah faktor tutor. Oleh karena itu kualitas tutor dalam mengajar di PKBM diduga dapat mempengaruhi
mutu hasil belajar warga belajar. Dengan berpijak pada uraian di atas, peneliti tertarik pada program Kejar
Paket C di PKBM Sidoharjo dan PKBM Slogohimo Kabupaten Wonogiri sebagai masalah penelitian. Karena peneliti menganggap bahwa program ini merupakan
program baru sehingga masih perlu pemikiran lebih lanjut terutama dalam manajemen pembelajaran yang selama ini telah berlangsung. Oleh karena itu peneliti
mengangkat judul tentang manajemen pembelajaran Kejar Paket C setara SMA Di PKBM Sidoharjo dan PKBM Slogohimo Kabupaten Wonogiri .
B. Identifikasi masalah