isokuersertin, elligatanin, triterpenoid, kalsium oksalat, dan pati. Kulit akar dan kulit kayunya mengandung elligatanin dan senyawa alkaloid. Daunnya
mengandung alkaloid, tanin, kalsium oksalat, lemak, sulfur, dan peroksidase. Jus buah mengandung asam sitrat, asam malat, glukosa, fruktosa, maltosa, vitamin A
dan C, mineral kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, natrium, dan kalium, dan tanin Dalimartha, 2000.
5. Uji aktivitas antibakteri
Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan mengukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba Pratiwi,
2008. Penting sekali untuk menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba. Penentuan kepekaan
bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi Jawetz et al., 2005.
a. Metode dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri
uji dan dieramkan. Pada tahap akhir, antimikroba dilarutkan dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja. Uji kepekaan cara dilusi cair dengan mengunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai, namun kini
ada cara yang lebih sederhana dan banyak dipakai, yakni menggunakan microdilution plate. Keuntungan uji mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini
memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah anti mikroba yang dibutuhkan untuk mematikan bakteri Jawetz et al., 2005.
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi cakram agar metode Kirby-Bauer Jawetz et al., 2005. Keunggulan metode ini mencakup
fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat yang akan diperiksa, kemudahan mengenali biakan campuran, dan biaya yang relatif murah Sacher,
2004.
Pada metode difusi cakram agar ini, cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi
bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap
organisme uji Jawetz et al., 2005. Metode difusi dipengaruhi beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor
antara obat dan organisme misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular, dan stabilitas obat. Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor
tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik Jawetz et al., 2005.
E. Landasan Teori
Sebiomo et al. 2011 menunjukkan bahwa kloramfenikol mampu
menghambat S. aureus dengan diameter zona hambat sebesar 30 mm pada
konsentrasi 10 µgdisk. Stefanovic dan Comic 2012 menunjukkan bahwa kombinasi antibiotik kloramfenikol dan ekstrak Melissa officinalis lemon balm
menghasilkan efek sinergis dalam menghambat Staphylococcus aureus. Antibiotik
kloramfenikol mampu menghambat S. aureus dengan diameter zona hambat
sebesar 30 mm. Aktivitas antibiotik kloramfenikol terhadap S. aureus meningkat setelah dikombinasi dengan ekstrak etanol, air, dan etil asetat daun Melissa
officinalis yang diperlihatkan dengan penambahan diameter zona hambat masing-masing menjadi 34,5 mm, 33,5 mm dan 34,5 mm.
Sinergisme kombinasi ekstrak dari bahan alam dan antibiotik juga diperlihatkan oleh Braga et al. 2005. Sinergisme kombinasi Kloramfenikol dan
ekstrak metanol buah Punica granatum ditunjukkan dengan penurunan Minimum Inhibitory Concentration MIC kloramfenikol setelah dikombinasikan dengan
ekstrak metanol buah Punica granatum pada 65,5 populasi S. aureus yang diuji. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit delima Punica granatum L. terhadap
Staphylococcus aureus diperlihatkan oleh Abdollahzadeh et al. 2011 menggunakan metode disk difusi. Ekstrak metanol kulit delima pada konsentrasi
40 µgdisk, 80 µgdisk, dan 120 µgdisk mampu menghambat S. aureus dengan