Pengaruh dewan komisaris, komite audit, internal audit, komite manajemen risiko dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan enterprise risk management : dimensi iso 31000 : Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun

PENGARUH DEWAN KOMISARIS, KOMITE AUDIT, INTERNAL
AUDIT, KOMITE MANAJEMEN RISIKO DAN UKURAN PERUSAHAAN
TERHADAP PENGUNGKAPAN ENTERPRISE RISK MANAGEMENT
(DIMENSI ISO 31000)
(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode Tahun 2012-2013)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
ISBRIANDIEN CAHYA UTAMI
NIM. 1111082000122

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M


ii

iii

iv

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.

IDENTITAS DIRI
1. Nama Lengkap

: Isbriandien Cahya Utami

2. Tempat Tanggal Lahir

: Jakarta, 29 Juli 1992


3. Alamat

: Jl. Mandor Kecil RT.005/05 No. 42
Kel. Jurang Mangu Timur, Kec. Pondok
Aren, Tangerang Selatan 15222

4. Telepon

: 083895662320

5. Email

: isbriandien@gmail.com

II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Kereo 06

Tahun 1998-2004


2. SMP Negeri 48 Jakarta

Tahun 2004-2007

3. SMK Negeri 15 Jakarta Jurusan Akuntansi

Tahun 2007-2010

4. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2011-2015

III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Rohis SMK Negeri 15 Jakarta Sebagai Ketua Keputrian (2008-2009)
2. Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMK Negeri 15 Jakarta Sebagai
Sekretaris MPK (2008-2009)
3. KomDa FEB UIN Jakarta Sebagai Staff PSDM (2011-2012)
4. KomDa FEB UIN Jakarta Sebagai Ketua Keputrian (2012-2013)
5. UKM LDK Syahid 18 UIN Jakarta Sebagai Staff Keputrian (2013-2014)


vi

THE INFLUENCE OF COMMISSIONERS, AUDIT COMMITTEES,
INTERNAL AUDITOR, RISK MANAGEMENT COMMITTEE AND FIRM
SIZE TOWARD THE DISCLOSURE OF ENTERPRISE RISK
MANAGEMENT (DIMENSION BY ISO 31000)

ABSTRACT
The purpose of this research is to determine the influence of commissioners
financial experts, independency of audit committees, internal auditor, existence of
risk management committee and firm size are toward the disclosure of Enterprise
Risk Management (ERM) in nonfinancial and financial companies listed in
Indonesia Stock Exchange from 2012 to 2013. The sampling method in this research
is purposive sampling method with 412 companies as population and 206
companies as samples.
The ERM practice is measured based on ERM index, which considers the
five dimension of ERM by ISO 31000 framework. Hypothesis in this research are
tested by multiple regression model.
The result of this research showed that simultaneously had significant
influence toward the disclosure of Enterprise Risk Management (ERM) by ISO

31000 framework. While partially the existence of risk management committee and
size of company had significant and positive toward the disclosure Enterprise Risk
Management (ERM), but other variables which are commissioners financial
experts,independency of audit committees and internal auditor does not have a
significant influence toward the disclosure of Enterprise Risk Management (ERM).
Keywords : commissioners financial experts, independency of audit committees,
internal auditor, existence of risk management committee, firm size and
disclosure of Enterprise Risk Management (ERM).

vii

PENGARUH DEWAN KOMISARIS, KOMITE AUDIT, INTERNAL
AUDIT, KOMITE MANAJEMEN RISIKO DAN UKURAN PERUSAHAAN
TERHADAP PENGUNGKAPAN ENTERPRISE RISK MANAGEMENT
(DIMENSI ISO 31000)

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kompetensi
(keahlian keuangan) dewan komisaris, komite audit independen, internal audit,
komite manajemen risiko dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan

Enterprise Risk Management (ERM). Penelitian ini menggunakan sampel seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun2012-2013.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah populasi
penelitian sebesar 412 perusahaan dan sampel penelitian ini adalah 206 perusahaan.
Penerapan ERM diukur berdasarkan indeks ERM dengan mempertimbangkan
lima dimensi kerangka manajemen risiko ISO 31000. Pengujian hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan model regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kompetensi dewan
komisaris, komite audit independen, internal audit, komite manajemen risiko dan
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM dengan
kerangka manajemen risiko ISO 31000. Sementara secara parsial komite
manajemen risiko dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan positif
terhadap pengungkapan ERM. Sedangkan kompetensi dewan komisaris, komite
audit independen dan internal audit tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan ERM.
Kata kunci : kompetensi dewan komisaris, komite audit independen, komite
manajemen risiko, internal audit, ukuran perusahaan dan
pegungkapan Enterprise Risk Management (ERM).

viii


KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dewan Komisaris, Komite
Audit, Internal Audit, Komite Manajemen Risiko dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Pengungkapan Enterprise Risk Management (ERM) Dimensi ISO
31000 (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 20122013)”. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW, yang telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna
meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah
penulis hanturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah menganugerahkannya.
Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Tjahjono dan Ibu Sadiyem yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, serta doa yang tiada hentinya.
2. Kakak dan Adikku (Mas Maizin Aviv dan Cerdick Insegal) yang telah
memberikan semangat dan doanya dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. selaku Plt Ketua dan Sekretaris
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

ix

5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk
membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala
masukan, motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.
6. Bapak Abdul Hamid Cebba, MBA, Ak.,CPA. selaku dosen Pembimbing Skripsi
II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, berdiskusi,
dan memberikan motivasi kepada penulis. Terimakasih atas semua saran yang
Bapak berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang
skripsi.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang
sangat luas kepada penulis selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.
8. Seluruh Staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.
9. Keluarga besar Akuntansi C 2011, terimakasih atas kenangan dan semangatnya
selama ini.
10. Sahabat-sahabat “Demi Lulus 2015” yang solid mengingatkan dan memotivasi
lulus tepat waktu. Terimakasih banyak Bonita, Chandra, Eka, Elfi, Eva, Fahmi,
Faisal, Fauzi, Fazril, Fitria, Hadi, Irvan, Ilfi, Nazmuddin, Noviansyah, Sella.
11. Teman-teman seperjuangan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Angkatan 2011, terimakasih atas doa dan inspirasinya selama ini.
12. Adik-adik Azalea dan Komda FEB yang selalu menyemangati, memberikan
perhatian dan doa. Terimakasih ya, semoga selalu semangat memperbaiki diri
dan jangan pernah patah semangat karena setiap yang berusaha dengan benar
pasti akan meraih kemenangan.
13. Keluarga Besar LDK Syahid UIN Jakarta, terimakasih atas doa dan
semangatnya, semoga selalu menjadi bagian dari “someone great” someone that

can bring impactful benefit to people around and this world. Aamiin.
x

14. Seluruh pihak yang turut berperan dalam penelitian ini namun tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarnakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 12 Juni 2015

(Isbriandien Cahya Utami)

xi

DAFTAR ISI
Judul ............................................................................................................. i
Lembar Pengesahan Skripsi....................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ................................................ iii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ............................................................ iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ............................................ v
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................ vi
Abstract ......................................................................................................... vii
Abstrak ......................................................................................................... viii
Kata Pengantar ........................................................................................... ix
Daftar Isi ...................................................................................................... xii
Daftar Tabel................................................................................................. xiii
Daftar Gambar ............................................................................................ xvi
Daftar Lampiran ......................................................................................... xvii
BAB I

PENDAHULUAN......................................................................

1

A. Latar Belakang Penelitian .....................................................

1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 11
1. Tujuan Penelitian ............................................................ 11
2. Manfaat Penelitian .......................................................... 12
BAB II

LANDASAN TEORI................................................................. 14
A. Tinjauan Literatur.................................................................. 14
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ................................... 14
2. Good Corporate Governance (GCG) ............................. 17
3. Enterprise Risk Management (ERM) .............................. 19
4. International Standard Organization (ISO) 31000 ........ 23
5. Pengungkapan Risiko ...................................................... 25
6. Dewan Komisaris ............................................................ 28
7. Komite Audit................................................................... 29
8. Internal Audit .................................................................. 30
xii

9. Risk Management Committee (RMC) ............................. 31
10. Ukuran Perusahaan.......................................................... 32
B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis.......... 32
C. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu .......................................... 37
D. Kerangka Pemikiran .............................................................. 42
BAB III

METODELOGI PENELITIAN............................................... 43
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 43
B. Metode Penentuan Sampel .................................................... 43
C. Metode Pengumpulan Data ................................................... 44
D. Metode Analisis Data ............................................................ 45
1. Statistik Deskriptif .......................................................... 46
2. Analisis Regresi Berganda .............................................. 47
3. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 48
4. Koefesien Determinasi .................................................... 51
5. Pengujian Hipotesis ......................................................... 53
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian..................................... 54
1. Variabel Dependen .......................................................... 55
2. Variabel Independen ....................................................... 58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 64
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 64
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian......................................... 66
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ........................................... 66
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................. 71
a. Hasil Uji Normalitas ................................................. 71
b. Hasil Uji Multikolonieritas ....................................... 73
c. Hasil Uji Autokorelasi............................................... 74
d. Hasil Uji Heterokedastisitas ...................................... 75
3. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................... 76
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................... 76
b. Hasil Uji Statistik F ................................................... 77
xiii

c. Hasil Uji Statistik t .................................................... 78
BAB V

PENUTUP .................................................................................. 87
A. Kesimpulan ........................................................................... 87
B. Implikasi ................................................................................ 88
C. Saran ...................................................................................... 90

Daftar Pustaka ............................................................................................. 92
Lampiran-lampiran .................................................................................... 97

xiv

DAFTAR TABEL

No.

Keterangan

Halaman

2.1

Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ..........................................

39

3.1

Indeks Total Skor Pengungkapan ERM ................................

56

3.2

Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran ...........................

62

4.1

Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria .............................

65

4.2

Hasil Uji Statistik Deskriptif .................................................

66

4.3

Daftar Perusahaan dengan Komite Manajemen Risiko .......

69

4.4

Hasil Uji Multikolonieritas ...................................................

73

4.5

Hasil Uji Autokorelasi Durbin-Watson .................................

74

4.6

Hasil Uji Heterokedastisitas Glejser .....................................

75

4.7

Hasil Uji Koefisien Determinasi ...........................................

77

4.8

Hasil Uji Statistik F ...............................................................

78

4.9

Hasil Uji Statistik t ................................................................

79

xv

DAFTAR GAMBAR

No.

Keterangan

Halaman

2.1

Infrastruktur Manajemen Risiko ...........................................

22

2.2

Hubungan Komponen Kerangka Kerja Manajemen Risiko..

24

2.3

Kerangka Pemikiran ..............................................................

42

4.1

Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plots .....................................

72

4.2

Hasil Uji Durbin Watson .......................................................

74

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Keterangan

Halaman

1

Data Sampel ..........................................................................

98

2

Dimensi Pengungkapan ERM ISO 31000 ............................

134

3

Hasil Output SPSS ................................................................

136

xvii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Setiap perusahaan selalu dihadapi dengan berbagai macam risiko, baik
risiko finansial maupun operasional. Meningkatnya kompleksitas aktivitas dunia
usaha juga mengakibatkan semakin kompleksnya risiko bisnis yang harus
dihadapi perusahaan sehingga mempertegas pentingnya manajemen risiko yang
dapat diandalkan. Risiko tersebut perlu dikendalikan agar perusahaan dapat
mengembangkan usahanya.
Perubahan teknologi, globalisasi, dan perkembangan transaksi bisnis seperti
hedging dan derivative menyebabkan makin tingginya tantangan yang dihadapi
perusahaan dalam mengelola risiko yang harus dihadapinya (Beasley et al.,
2008). Manajemen risiko perusahaan atau Enterprise Risk Management (ERM)
merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengevaluasi dan mengelola
semua risiko dalam perusahaan.
Banyak contoh berbagai profil perusahaan besar yang memiliki kegagalan
dan skandal tata kelola perusahaan, akibatnya adalah hilangnya kepercayaan
investor di pasar keuangan dan jatuhnya nilai pasar (Maier, 2005). Browning dan
Weil (2002) menyatakan skandal akuntansi pada perusahaan terkemuka seperti
Healthsouth, Tyco, dan Worldcom telah mengguncang kepercayaan investor.
Dampak dari skandal ini, banyak perusahaan yang melihat nilai saham
perusahaan mereka turun drastis dan mengalami credit ratings, sehingga
1

perusahaan - perusahaan tersebut dipaksa untuk mengajukan chapter 11 tentang
perlindungan kebangkrutan dari kreditur. Kegagalan yang luas dalam pelaporan
keuangan umumnya menyalahkan sistem pengendalian internal yang lemah.
Kekhawatiran mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan akuntansi
banyak dikutip sebagai alasan kemerosotan pasar saham yang diikuti skandalskandal seperti yang disebutkan di atas.
Akibat terjadinya skandal korporasi dan penipuan akuntansi, pemerintah
dan regulator berusaha membuat undang-undang dan peraturan yang lebih kuat
untuk menghindari keruntuhan serupa di masa yang akan datang dan
mengembalikan

kepercayaan

investor

di

pasar

keuangan.

Beberapa

perkembangan legislatif terkait tata kelola perusahaan di berbagai negara
mempengaruhi kode tata kelola diseluruh dunia antara lain Cadbury report di
UK dan Sarbanas-Oxley Act di US.
Setelah runtuhnya Maxwell Publishing Group, The Cadbury Committee
report (1992) dikutip dari Maier (2005), merekomendasikan a Code of Best
Practice. Rekomendasi meliputi berbagai praktik tata kelola termasuk struktur
dan komposisi main board, komite audit, dan pentingnya non-executive
directors. Kode tersebut membangun prinsip “comply or explain” dimana
perusahaan harus menerapkan hal-hal yang dianjurkan atau menjelaskan
alasannya jika tidak menerapkan.
Perkembangan regulasi yang dijelaskan diatas menunjukan bahwa
penerapan manajemen risiko di suatu organisasi perusahaan tidak terlepas dari
praktik Good Corporate Governance (GCG). GCG diharapkan dapat
2

menciptakan nilai perusahaan (value of the firm) secara berkesinambungan
melalui pola pertumbuhan yang sehat dalam jangka panjang.
Menurut Cheung dan Chan (2004) tata kelola perusahaan mengacu pada
sistem dimana perilaku perusahaan dipantau dan dikendalikan. Tata kelola
penting karena dalam perusahaan besar pada perekonomian modern
berhubungan dengan banyak pihak yang menyediakan modal (shareholders) dan
pihak yang mengatur sumber daya (manajemen). Konflik kepentingan antara dua
kelompok ini muncul dan kemungkinan hak-hak pemegang saham. Dalam kasus
ini, sangat mungkin bahwa pemegang saham akan dirugikan dan memerlukan
sarana yang memastikan bahwa perusahaan dimonitor.
Menurut Handajani dkk. (2006) dalam Restuningdiah (2011), mekanisme
corporate governance dapat mengawasi manajemen dan pengambil keputusan,
sehingga memudahkan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Corporate
governance merupakan konsep yang didasarkan pada agency theory dan
diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada
para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikan. GCG digunakan sebagai sistem dan struktur yang mengatur
hubungan antara manajemen dengan pemilik baik mayoritas maupun minoritas
suatu perusahaan dengan kata lain sebagai bentuk perlindungan investor adanya
perbedaan kepentingan pemegang saham (principle) dengan pihak manajemen
(agent). Penerapan corporate governance menuntut adanya perlindungan yang
kuat terhadap hak-hak pemegang saham terutama pemegang saham minoritas.

3

Krisis keuangan global pada tahun 2008 menimbulkan banyak perdebatan
mengenai pentingnya GCG. Menurut Herwidayatmo (2000), diduga salah satu
penyebab terjadinya krisis di Indonesia adalah lemahnya pengawasan yang
dilakukan terhadap direksi perusahaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab
dewan komisaris. Dewan komisaris dapat lebih efektif dan lancar bekerja apabila
terorganisasi dengan baik. Dukungan dari sekretariat dewan komisaris yang
selain jumlahnya memadai, juga handal, adalah suatu keharusan mutlak. Apabila
perusahaan semakin besar dan kompleks, kecermatan analisis yang
mempermudah proses pengambilan keputusan dapat ditunjang dengan adanya
komite-komite seperti komite audit, komite manajemen risiko, komite
remunerasi, dan komite lainnya. Adanya komite-komite ini selain sebagai
wahana pengumpulan keahlian, juga berperan untuk memenuhi persyaratan
untuk menjalankan GCG, terutama dalam kaitannya dengan pemerolehan
informasi dan analisis independen.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penerapan GCG dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Davidson et al. (2005) menemukan bahwa
governance yang kuat merupakan keseimbangan antara kinerja perusahaan
dengan tingkat pengawasan (level of monitoring) yang cukup. Beberapa hal yang
terkait dengan monitoring melalui mekanisme internal governance adalah
dewan komisaris independen, komite audit, fungsi audit internal dan pemilihan
audit eksternal.
Menurut Peasnell et al. (2005), dewan komisaris dipercaya dapat memegang
peranan penting dalam corporate governance, terutama dalam memonitor
4

manajemen puncak. Dalam hal ini ada dua hal yang menarik berkaitan dengan
keefektifan dewan komisaris yaitu independensi dan kompetensi. Sebagaimana
menurut Cadbury Report (1992) kompetensi anggota dewan komisaris sangat
penting bagi terciptanya dewan komisaris yang efektif. Kompetensi yang
dibutuhkan oleh dewan komisaris dalam melakukan peran monitoring-nya
adalah pengetahuan mengenai bidang usaha perusahaan dan pemahaman
mengenai proses corporate governance.
Menurut Alzoubi & Selamat (2012), pemegang saham bergantung pada
kemampuan dewan komisaris dan komite audit untuk memantau kinerja
manajemen. Oleh karena itu, tanggung jawab kualitas pelaporan keuangan
terletak pada efektivitas peran dewan dan komite auditnya. Ikatan Komite Audit
Indonesia (IKAI) menegaskan keberadaan komite audit diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, serta mampu
mengoptimalkan mekanisme checks and balances, yang pada akhirnya ditujukan
untuk memberikan perlindungan yang optimum kepada para pemegang saham
dan stakeholder lainnya.
Menurut Krus dan Orowitz (2009) dewan komisaris berperan dalam
mengawasi penerapan manajemen risiko untuk memastikan perusahaan
memiliki program manajemen risiko yang efektif. Untuk meringankan beban
tanggung jawabnya yang begitu luas, dewan komisaris dapat mendelegasikan
tugas pengawasan risiko kepada komite pengawas manajemenrisiko. Komite
tersebut diharapkan dapat mendiskusikan kebijakan dan panduan untuk
mengatur proses manajemen risiko perusahaan.
5

Menurut Subramaniam et al. (2009) komite pengawas manajemen risiko
dapat sebagai komite audit atau komite lain yang terpisah dari audit dan berdiri
sendiri, meskipun demikian tanggung jawab utama dari pengawasan manajemen
risiko tetap di tangan dewan komisaris secara penuh.
Tugas pengawasan manajemen risiko membutuhkan pemahaman yang
cukup mengenai struktur dan operasi perusahaan secara keseluruhan beserta
risiko-risiko yang terkait, seperti risiko produk, risiko teknologi, risiko kredit,
risiko peraturan, dan sebagainya (Bates dan Leclerc, 2009). Dalam hal ini,
beberapa perusahaan menerapkan fungsi pengawasan tersebut pada suatu komite
pengawas manajemen yang terpisah dari audit dan berdiri sendiri, yang secara
khusus menangani peran pengawasan dan manajemen risiko perusahaan, atau
disebut dengan Risk Management Committee (RMC).
Di Indonesia sendiri, perkembangan RMC mulai meningkat. Dalam sektor
perbankan, istilah RMC disebut sebagai Komite Pemantau Risiko bagi bank
umum bersifat mandatory melalui Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance. Akan tetapi, berbeda dengan
industri perbankan yang diregulasi secara ketat, pembentukan RMC pada sektor
industri finansial non perbankan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary)
dan belum ada regulasi yang secara khusus mengaturnya.
Andarini dan Januarti (2010) menemukan hubungan bahwa ukuran
perusahaan berhubungan signifikan dan positif terhadap pembentukan RMC.
Perusahaan dengan ukuran besar umumnya juga cenderung untuk mengadopsi
praktek corporate governance dengan lebih baik dibanding perusahaan kecil.
6

Hal ini terkait dengan besarnya tanggung jawab perusahaan kepada para
stakeholder karena dasar kepemilikan yang lebih luas.
Beberapa peneliti terdahulu telah meneliti mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan Enterprise Risk Management (ERM). Namun,
dalam pengujian tentang faktor yang mempengaruhi pengungkapan ERM
menunjukan hasil yang tidak konsisten. Kleffner et al. (2003) menemukan
bahwa adanya Chief Risk Officer (CRO), jumlah dewan direksi, dan kepatuhan
atas pedoman yang dikeluarkan bursa efek merupakan kunci sukses penerapan
ERM. Hasil penelitian Beasley et al. (2005) dan Desender (2007) menunjukkan
bahwa keberadaan CRO, komisaris independen, tipe auditor dan ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan pada tingkat pengungkapan ERM.
Desender et al. (2009) menguji komisaris independen, ukuran audit komite,
pemisahan CEO-Chairman, biaya audit eksternal, reputasi auditor dan
konsentrasi kepemilikan, size dan leverage dengan pengungkapan Enterprise
Risk Management. Hasil penelitian menunjukan variabel size, komisaris
independen, reputasi auditor dan konsentrasi kepemilikan yang memiliki
hubungan positif sedangkan biaya audit eksternal berhubungan negatif.
Berbeda dengan hasil penelitian Rustiarini (2012) menunjukkan bahwa
komisaris independen dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh positif
terhadap pengungkapan ERM, sedangkan reputasi audit, keberadaan Risk
Management Committee (RMC), dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh
positif terhadap pengungkapan Enterprise Risk Management. Hasil Penelitian
Andarini dan Januarti (2011) yang menguji hubungan komisaris independen,
7

ukuran dewan, reputasi auditor, kompleksitas, risiko pelaporan keuangan,
leverage, ukuran perusahaan menunjukan hasil bahwa komisaris independen,
ukuran dewan, reputasi auditor, kompleksitas, risiko pelaporan keuangan dan
leverage tidak berhubungan signifikan dengan RMC, sedangkan ukuran
perusahaan secara signifikan berhubungan positif dengan keberadaan RMC dan
RMC yang terpisah dari komite lainnya.
Penelitian mengenai Risk Management Committee oleh Restuningdiah
(2010) yang merupakan kelanjutan dari penelitian Davidson et al. (2005)
menunjukkan bahwa mekanisme internal governance yang diproksi dengan
dewan komisaris independen, komite audit, fungsi audit internal dan risk
management committee tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme internal governance yang
diharapkan dapat mengatasi masalah keagenan terkait dengan manajemen laba
(incomesmoothing) belum merupakan jaminan sepenuhnya bagi perusahaan
dalam memaksimalkan fungsi pengawasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Meizaroh dan Lucyanda (2011) mengenai
pengaruh

corporate

governance

dan

konsentrasi

kepemilikan

pada

pengungkapan Enterprise Risk Management (ERM) yang diukur melalui
dimensi COSO ERM Framework dengan kriteria 108 pengungkapan
menghasilkan bahwa komisaris independen dan ukuran dewan komisaris tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Sementara itu,
keberadaan RMC, reputasi auditor dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan ERM.
8

Hasil penelitian lain ditunjukan oleh Kumalasari, dkk. (2014) yang menguji
pengaruh leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas dan reputasi auditor
terhadap luas pengungkapan manajemen risiko. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa leverage dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan manajemen risiko perusahaan, sedangkan ukuran perusahaan
dan reputasi auditor tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
manjemen risiko.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian mengenai ERM telah banyak
dilakukan dan memperoleh hasil-hasil yang berbeda sehingga menunjukan
adanya research gap. Dalam hal ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
karena adanya perbedaan dari beberapa hasil peneliti terdahulu. Maka penulis
mengajukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Dewan Komisaris, Komite
Audit, Internal Audit, Komite Manajemen Risiko dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Pengungkapan Enterprise Risk Management (Dimensi ISO
31000)” (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode Tahun 2012-2013).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai
berikut:
1.

Penelitian ini mengikutsertakan variabel internal governance yang secara
khusus menangani peran pengawasan dan manajemen risiko perusahaan.
Beberapa hal yang terkait dengan monitoring melalui mekanisme internal
governance adalah dewan komisaris independen, komite audit, fungsi
internal audit, dan pemilihan auditor eksternal. Adapun perbedaan dalam
9

penelitian ini, penulis tidak memasukkan variabel pemilihan auditor
eksternal karena pernyataan Subramaniam et al. (2009) bahwa pemilihan
auditor eksternal bukan merupakan mekanisme internal governance
melainkan external governance.
2.

Penelitian ini menguji kembali ukuran perusahaan sebagai salah satu
variabel independen karena penelitian terdahulu terdapat hasil yang tidak
konsisten dalam mempengaruhi pengungkapan ERM.

3.

Pengukuran pengungkapan ERM pada penelitian ini menggunakan dimensi
ISO 31000 yang telah diterapkan beberapa perusahaan di Indonesia mulai
tahun 2011.

4.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan publik
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) seluruh jenis sektor
perusahaan baik sektor keuangan maupun non keuangan sehingga hasil yang
diperoleh dapat digeneralisasi. Selain itu, periode pengamatan adalah
selama tahun 2012-2013 dimana periode penelitian yang lebih up to date
dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi dari pengaruh variabel-variabel
independen tersebut terhadap pengungkapan ERM. Sedangkan populasi
yang digunakan dalam penelitian terdahulu belum ada yang menggunakan
sampel seluruh perusahaan.

10

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kompetensi dewan komisaris, komite audit
independen, fungsi internal audit, komite manajemen risiko dan ukuran
perusahaan secara simultan terhadap pengungkapan Enterprise Risk
Management (ERM)?
2. Bagaimana pengaruh kompetensi dewan komisaris, komite audit
independen, fungsi internal audit, komite manajemen risiko dan ukuran
perusahaan secara parsial terhadap pengungkapan Enterprise Risk
Management (ERM)?
3. Variabel independen manakah yang paling dominan mempengaruhi
pengungkapan Enterprise Risk Management (ERM)?

C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1. Menganalisis pengaruh kompetensi dewan komisaris, komite audit
independen, fungsi internal audit, komite manajemen risiko dan ukuran
perusahaan secara simultan terhadap pengungkapan Enterprise Risk
Management (ERM).

11

2. Menganalisis pengaruh kompetensi dewan komisaris, komite audit
independen, fungsi internal audit, komite manajemen risiko dan ukuran
perusahaan secara parsial terhadap pengungkapan Enterprise Risk
Management (ERM).
3. Menganalisis pengaruh variabel independen yang paling dominan terhadap
pengungkapan Enterprise Risk Management (ERM).

D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan
kontribusi sebagai berikut:
1. Bagi dunia akademis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
menjadi bahan referensi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh
kompetensi dewan komisaris, komite audit independen, fungsi audit
internal, komite manajemen risiko, dan ukuran perusahaan terhadap
pengungkapan Enterprise Risk Management (ERM).
2. Bagi manajemen perusahaan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan perusahaan dapat memahami
urgensi pengelolaan manajemen risiko perusahaan dalam rangka
meningkatkan kualitas corporate governance dan laporan keuangan.

12

3. Bagi profesi akuntan publik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akuntan publik lebih memahami
tentang pengelolaan manajemen risiko perusahaan sebagai bahan
pertimbangan dalam menilai efektivitas pengendalian internal perusahaan.
4. Bagi satuan pengendali internal
Dengan adanya penelitian ini diharapkan satuan pengendali internal dapat
meningkatkan kualitas kerjasama dengan berbagai pihak dalam tingkatan
organisasi dan membuat kerangka kerja manajemen risiko dalam
pengelolaan manajemen risiko perusahaan.
5. Bagi investor dan analis pasar modal
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi
investor dan analis pasar modal dalam pengambilan keputusan.
6. Bagi regulator (pembuat kebijakan)
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
pertimbangan bagi pembuat regulasi yang berkaitan dengan penerapan
manajemen risiko perusahaan non financial di Indonesia mengingat
pengungkapan manajemen risiko perusahaan (ERM) masih bersifat
sukarela.

13

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Literatur
a.

Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency Theory pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling
pada tahun 1976, yang mengartikan hubungan agensi sebagai sebuah
kontrak di mana salah satu pihak (principal) menggunakan pihak lain
(agent) untuk mengerjaka suatu layanan tertentu untuk kepentingan
mereka, dengan melibatkan suatu pendelegasian wewenang pengambilan
keputusan oleh agent.
“A contract under which one or more persons (the principal/s)
engage another person (the agent) to perform some service on their
behalf which involve delegating some decisions making authority to
theagent.” (Jensen dan Meckling, 1976)
Teori ini menjelaskan tentang bagaimana hubungan antar yang
memberi wewenang (principal) dengan pihak yang menerima wewenang
(agent) untuk bekerja sama dalam memenuhi hak dan kewajiban satu sama
lain. Masing-masing pihak disini mempunyai kepentingan mereka sendirisendiri, dan perbedaan kepentingan ini bisa saja menyebabkan timbulnya
information asymetri (kesenjangan informasi) antara pemegang saham
(shareholders)

dan

organisasi.

Perbedaan

kepentingan

tersebut

menyebabkan masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar
keuntungan

bagi

diri

mereka

sendiri.

Principal

menginginkan

pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang
14

mereka tanamkan pada perusahaan, sedangkan agen menginginkan
kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/bonus/insentif
yang memadai dan sebesar-besarnya atas kinerjanya.
Ada beberapa kemungkinan konflik yang terjadi dalam hubungan
antara principal dan agent (agency conflict), konflik yang timbul sebagai
akibat dari keinginan manajemen (agent) untuk melakukan tindakan yang
sesuai dengan kepentingannya yang dapat mengorbankan kepentingan
pemegang saham (principal) untuk memperoleh return dan nilai jangka
panjang perusahaan. Agency conflict dapat timbul dalam berbagai bentuk,
antara lain :
a. Moral Hazard
Moral Hazard adalah perilaku tidak jujur dengan mengorbankan
kepentingan pihak lain. Dalam perspektif teori keagenan Moral Hazard
terjadi akibat konflik kepentingan dan asimetri informasi antara
principal dan agent. Bisa saja terjadi ketika manajemen lebih memilih
investasi yang paling sesuai dengan kemampuan mereka dan bukan
yang paling menguntungkan bagi perusahaan.
b. Earning Retention
Manajemen cenderung mempertahankan tingkat

pendapatan

perusahaan yang stabil, sedangkan pemegang saham lebih menyukai
distribusi kas yang lebih tinggi melalui beberapa peluang investasi
internal yang positif.

15

c. Risk Aversion
Manajemen cenderung mengambil posisi aman untuk mereka
sendiri dalam mengambil keputusan investasi. Dalam hal ini, mereka
akan mengambil keputusan investasi yang sangat aman dan masih
dalam kemampuan manajer. Mereka akan menghindari keputusan
investasiyang dianggap berisiko bagi perusahaannya, walaupun
mungkin hal tersebut bukan pilihan yang terbaik bagi perusahaan.
d. Time Horizon
Manajemen cenderung hanya memperhatikan cash flow perusahaan
sejalan dengan waktu penugasan mereka. Hal ini dapat menimbulkan
bias dalam pengambilan keputusan yaitu berpihak pada proyek jangka
pendek dengan pengembalian akuntansi yang tinggi.
Permasalahan asimetri informasi pada principal-agent dapat diatasi
atau dikurangi dengan menetapkan pengawasan efektif atau mekanisme
feedback yang mana dapat membuat kinerja dan hasil yang dicapai lebih
transparan dan terukur. Menurut Subramaniam et al. (2009) secara umum,
keberadaan komite-komite seperti komite audit, komite nominasi, komite
remunerasi, serta komite manajemen risiko merupakan mekanisme
pengawasan internal di dalam perusahaan dan keberadaan komite
pengawas yang dibentuk oleh dewan komisaris tersebut menyediakan
kualitas pengawasan yang lebih baik dan menuntun untuk menurunkan
perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajer. Komite-komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris tersebut diperkirakan ada dalam situasi
16

dimana biaya agensi tinggi, seperti leverage tinggi serta kompleksitas dan
ukuran perusahaan yang lebih besar.

b.

Good Corporate Governance
Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance (KNKCG) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko
Ekuin

Nomor:

KEP/31/M.EKUIN/08/1999

pernah

mengeluarkan

Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang pertama. Pedoman
tersebut telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001 dan
yang terbaru adalah tahun 2006 yang merupakan revisi pedoman tahun
2001 maka diterbitkan Pedoman Umum GCG Indonesia oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dalam kerangka dorongan etika.
Pedoman ini dijadikan acuan untuk melaksanakan sistem tata kelola yang
baik bagi dunia usaha untuk keberlangsungan usaha tetapi sifatnya masih
bersifat sukarela.
Bapepam-LK mengadopsi pedoman tersebut ke dalam peraturanperaturan Bapepam-LK yang sifatnya mandatory seperti kewajiban
pembentukan komite audit dan keberadaan komisaris independen dalam
perusahaan. Dengan begitu Bapepam-LK dapat memberikan sanksi jika
perusahaan tidak menerapkan peraturan tersebut. Bapepam-LK juga
mewajibkan Emiten dan Perusahaan Publik untuk mengungkapkan
pelaksanaan tata kelola perusahaan dalam laporan tahunan seperti
frekuensi rapat dewan komisaris dan direksi, frekuensi kehadiran anggota
17

dewan komisaris dan direksi dalam rapat tersebut, frekuensi rapat dan
kehadiran komite audit, pelaksanaan tugas dan pertanggungjawaban
dewan komisaris dan direksi serta remunerasi dewan komisaris dan
direksi.
Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan
antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham,
dan stakeholders lainnya. Corporate governance dapat menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan yaitu stakeholders. Ada
beberapa mekanisme yang sering dipakai dalam berbagai penelitian
mengenai GCG diantaranya kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit (Sari,
2013).
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan
pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu
transparansi, akuntabilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan (Zarkasyi, 2008:39). Perusahaan
diharapkan dapat mengimplementasikan praktik GCG ini misalnya dengan
melakukan penerapan sistem pengendalian internal yang efektif dan andal,
melakukan sosialisasi dan internalisasi penerapan GCG di setiap
perusahaan serta memberlakukan penerapan manajemen risiko di seluruh
lini kegiatan usaha perusahaan.
18

c.

Enterprise Risk Management (ERM)
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission (COSO, 2004) mendefinisikan Enterprise Risk Management
(ERM) sebagai:
“process, effected by an entity’s board of directors, management,
and other personnel, applied in strategy setting and across the
enterprise, designed to identify potential events that may affect the
entity, and manage risks to be within its risk appetite, to provide
reasonable assurance regarding the achievement of entity
objectives”.
Definisi ini mencerminkan konsep dasar bahwa manajemen risiko
perusahaan adalah:
a. Sebuah proses, yang sedang berlangsung dan mengalir melalui
suatu entitas.
b. Sebagai akibat oleh setiap orang dalam tingkat organisasi.
c. Diterapkan dalam pengaturan strategi.
d. Diterapkan di seluruh perusahaan, pada setiap tingkat dan unit, dan
termasuk dalam me-review pengambilan tingkat entitas portofolio
yang berisiko.
e. Dirancang untuk mengenali peluang kejadian yang jika terjadi
akan mempengaruhi jalannya usaha dan organisasi.
f. Mampu

untuk

memberikan

keyakinan

memadai

kepada

manajemen entitas dan dewan direksi.
g. Diarahkan untuk pencapaian tujuan.

19

Manajemen risiko perusahaan merupakan suatu strategi yang
digunakan untuk tetap bertahan dalam lingkungan usaha yang kompetitif.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadikan ERM sebagai bagian penting
perusahaan dalam mempertahankan kinerja dan tingkat profitabilitas
perusahaan. Kesadaran yang tinggi terhadap manajemen risiko sebagian
besar sebagai akibat dari beberapa bencana yang dihadapi perusahaan dan
kegagalan bisnis yang tidak diharapkan (Walker et al., 2002). Oleh karena
itu, setiap perusahaan membutuhkan ERM untuk mengurangi dan
menangani setiap risiko perusahaan yang mungkin muncul. Elemen yang
mendasari ERM, antara lain:
a. Komitmen Chief Executive Officer (CEO).
b. Kebijaksanaan risiko dan misi perusahaan.
c. Laporan unit bisnis dan jajaran eksekutif.
d. Pengembangan kerangka kerja (framework) risiko.
e. Pengembangan bahasa risiko yang umum.
f. Teknik untuk mengidentifikasi risiko.
g. Perangkat untuk memperkirakan risiko.
h. Perangkat untuk melaporkan dan memonitor risiko.
i. Keterkaitan risiko pada pihak-pihak yang sesuai dan bertanggung
jawab.
j. Keterkaitan risiko dengan fungsi keuangan dan pendanaan.
k. Identifikasi risiko dan perkiraan risiko ke strategi perusahaan yang
terintegrasi.
20

Penerapan manajemen risiko juga bertujuan untuk mengidentifikasi
risiko perusahaan pada setiap kegiatan, serta mengukur dan mengatasinya
pada level toleransi tertentu (Meizaroh dan Lucyanda, 2011). Oleh karena
itu, struktur manajemen risiko yang tepat dapat membantu dalam
mengelola risiko bisnis secara lebih efektif dan mengungkapkan hasil
manajemen risiko kepada stakeholders organisasi (Subramaniam et al.,
2009).
Menurut KNKG (2011), manajemen risiko adalah bagian terpadu
dari proses organisasi, maka proses manajemen risiko merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari manajemen umumnya dan harus masuk menjadi
bagian dari budaya organisasi, praktik terbaik organisasi, dan proses bisnis
organisasi. Dalam Pedoman Manajemen Risiko (KNKG, 2011), proses
manajemen risiko meliputi lima kegiatan, yaitu komunikasi dan
konsultasi, menentukan konteks, asesmen risiko, perlakuan risiko serta
monitoring dan review.
Menurut KNKG (2011), tidak terdapat model atau panduan baku
dalam penyusunan infrastruktur pengelolaan manajemen risiko. Hal yang
terpenting adalah kejelasan akuntabilitas dan tanggung jawab untuk
mendorong pelaksanaan manajemen risiko. Setiap organisasi harus
menyusun infrastruktur organisasi manajemen risiko sesuai dengan
kebutuhan dan jenis-jenis risiko yang dihadapi. Model ini adalah contoh
infrastruktur manajemen risiko yang lebih tepat diaplikasikan pada
organisasi yang cukup besar, dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
21

Gambar 2.1
Infrastruktur Manajemen Risiko
Sumber: Pedoman Manajemen Risiko
(diadopsi dari berbagai sumber oleh KNKG, 2011)

d. International Standard Organization (ISO) 31000
International Standard Organization (ISO) 31000 merupakan
standar manajemen risiko yang generik, berarti standar ini tidak menafikan
standar-standar manajemen risiko yang dibuat untuk keperluan yang
spesifik dan khusus. Keduanya dapat berjalan berdampingan dan saling
melengkapi. Satu hal yang membedakan ISO 31000 dengan standar
manajemen risiko yang lain adalah perspektif ISO 31000 yang lebih luas
dan lebih konseptual dibandingkan dengan lainnya. Juga adanya kerangka
kerja manajemen risiko yang merupakan implementasi prinsip manajemen
22

mutu dan dikenal dengan “Plan-Do-Check-Action”. (Susilo dan Kaho,
2011:7).
Prinsip dan Panduan Manajemen Risiko ISO 31000 yang diadopsi
oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) memuat bahwa
manajemen risiko suatu organisasi hanya dapat efektif bila mampu
menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Manajemen risiko melindungi dan menciptakan nilai tambah.
b. Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi.
c. Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan
keputusan.
d. Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian.
e. Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur dan tepat waktu.
f. Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang
tersedia
g. Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya (tailored)
h. Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya
i. Manajemen risiko harus transparan dan inklusif.
j. Manajemen risiko harus bersifat dinamis, berulang dan tanggap
terhadap perubahan
k. Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan
peningkatan organisasi secara berlanjut.
Walaupun standar ini menyediakan panduan generik, hal ini tidak
dimaksudkan untuk melakukan keseragaman penerapan manajemen
23

risiko akan tergantung pada kebutuhan yang bervariasi dari setiap
organisasi, khususnya sasaran dari setiap organisasi yang berbeda,
konteks, struktur, produk, jasa, proyek, dan proses operasi, serta praktikpraktik khas yang digunakan. Kerangka kerja manajemen risko ditujukan
untuk membantu organisasi mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam
keseluruhan sistem manajemen organisasi. Oleh karena itu, organisasi
harus mengadopsi komponen-komponen dari kerangka kerja manajemen
risiko ke dalam kebutuhan khas organisasi tersebut. Komponenkomponen dari kerangka kerja manajemen risiko yang diperlukan dalam
hubungan satu sama lain dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2
Hubungan komponen kerangka kerja manajemen risiko
Sumber: diadopsi dari AIRMIC, ALARM, IRM (2010).

24

e.

Pengungkapan Risiko
Pengungkapan risiko oleh perusahaan sangat berguna bagi para
stakeholder untuk pengambilan keputusan dalam menanamkan saham.
Pengungkapan risiko juga merupakan salah satu cara perusahaan untuk
berkomunikasi dengan para stakeholder-nya. Melalui pengungkapan
risiko, perusahaan dapat memberikan informasi khususnya informasi
mengenai risiko yang terjadi di perusahaan. Luas pengungkapan
manajemen risiko menunjukkan kemampuan sebuah perusahaan dalam
mengelola manajemen risikonya dan membuktikan bahwa perusahaan
berusaha untuk memuaskan kebutuhan akan informasi yang dibutuhkan
oleh para stakeholder (Kumalasari, 2014).
Pengungkapan resiko sendiri merupakan salah satu praktik Good
Corporate Governance (GCG). Dalam Pedoman Umum GCG Indonesia
yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
menyebutkan bahwa perlunya perusahaan untuk mengungkap informasi
salah satunya adalah informasi manajemen resiko. Dalam pedoman ini
juga diatur tentang wewenang struktur perusahaan dalam menangani
resiko baik antisipasi, penanggulangan dan pengendaliannya.
Institusi-institusi terkait menerbitkan peraturan-peraturan yang
menjadi dasar praktik pengungkapan risiko di Indonesia. Sebagai contoh,
bagi perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia, Bapepam
menetapkan regulasi yang mengatur tentang pengungkapan yang harus
dilakukan oleh emiten. Seperti yang diatur dalam Keputusan Ketua
25

Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep- 134/BL/2006 mengenai
Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan
Publik, bahwa perusahaan harus menyajikan penjelasan mengenai risikorisiko yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan
untuk mengelola risiko tersebut, misalnya: risiko yang disebabkan oleh
fluktuasi kurs atau suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku,
ketentuan negara lain atau peraturan internasional, dan kebijakan
pemerintah.
Bagi perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN membuat
suatu peraturan yang memberikan pedoman bagi perusahaan BUMN
dalam melakukan praktik pengungkapan. Pedoma

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

8 121 97

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 81 85

Pengaruh Kepemilikan Intitusional, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderating (Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 40 99

Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris, Komite Audit Terhadap Harga Sahan dengan Return On Investment (ROI) sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI tahun 2010 - 2013

21 91 114

Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Stres Kerja, Pergantian Auditor dan Biaya Eksternal Audit Terhadap Kualitas Audit pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

5 103 106

Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Audit Report Lag Pada Perusahaan Manufaktur Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012

3 90 92

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen, Komite Audit, Kualitas Audit, Leverage dan Profitabilitas Terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2010-2013

1 34 125

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 154 83

Analisis Pengaruh Struktur Governance dan Internal Control terhadap Fee Audit Eksternal (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011)

2 11 142

Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Ukuran Dewan, dan Struktur Kepemilikan terhadap Financial Distress(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011)

5 35 132