28
darah Anwar, 2010; Mietzner, 2006. reformasi 1998 mengubah pemerintahan, di mana budaya politik yang lebih modern dan demokratis muncul. sejak saat
itu, demokrasi telah menjadi sistem politik yang diterapkan oleh negara dalam berbagai tingkatan pemerintahan, dari pemilihan tingkat presidensial sampai
pejabat daerah.
sejauh ini, perubahan budaya politik Indonesia terlihat berjalan seperti seharusnya. tetapi untuk mencapai bentuk demokrasi yang tertinggi, budaya politik harus
lebih dikarakterisasi oleh sistem politik demokratis dan rasional. sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, hal ini tampak menjanjikan bagi Indonesia.
Aspek hirarki yang semakin menghilang dari budaya politik modern akan memungkinkan rakyat berinteraksi dengan pemerintah atau perwakilan politik
mereka secara lebih bebas dan menjadi sarana pertukaran ide. Maka, kemungkinan rakyat untuk bertindak sebagai kelompok penekan untuk menyampaikan aspirasi
mereka kepada pemerintah, menurut inti demokrasi, sangatlah rendah.
demokrasi di Indonesia meluas dari sistem politik hingga ke nilai-nilai universal dari hak-hak asasi manusia. Walaupun masih sering diuji dalam prakteknya, kebebasan
berbicara, berekspresi, dan berorganisasi dilindungi oleh hukum dan tercantum dalam konstitusi negara. setelah reformasi, masuknya organisasi masyarakat sipil,
termasuk lsM dan kelompok penekan lainnya, menandai tahap awal dari proses demokratisasi, karena banyak dari mereka yang terlibat dalam wacana politik
lim, 2006. Kelompok-kelompok ini secara politik menekan pemerintah untuk menerapkan pemerintahan yang baik dalam berbagai bidang. Komisi untuk orang
hilang dan Korban tindak KekerasanKontras di bidang hak asasi manusia dan transparency International Indonesia di bidang gerakan anti-korupsi adalah contoh
dari kelompok-kelompok tersebut. lebih dari itu, pemerintah juga membentuk beberapa lembaga untuk mempertahankan akuntabilitas dan transparansinya.
Komisi Pemberantasan KorupsiKPK dan Mahkamah KonstitusiMK merupakan contoh upaya tersebut, dan mengajak rakyat untuk semakin terlibat aktif dalam
melaporkan dan mendaftarkan kasus-kasus tertentu. dalam batas tertentu, hal tersebut mempengaruhi kesadaran publik akan isu-isu politik.
hal penting lainnya mengenai budaya politik Indonesia adalah terciptanya kebebasan pers. Pada masa orde baru, pers dianggap sebagai perpanjangan
tangan dari pemerintah, karena media waktu itu merupakan objek elit yang berkuasa. tetapi setelah reformasi, kebebasan pers secara bertahap menjadi milik
masyarakat Indonesia nugroho et al., 2012b:36. Penetapan UU Pers1999 menjamin kebebasan pers yang berarti tidak ada lagi lisensi, sensor, atau pelarangan pers
dan media, yang sering terjadi pada rezim soeharto basorie, 2011. sejak saat itu, situasi media di Indonesia terus menjadi salah satu yang paling hidup di kawasan
freedom house, 2011. Pers dan media di Indonesia, dalam beberapa hal, dapat
29
menjalankan fungsi sebagai pilar keempat demokrasi yang menyediakan arena publik bagi masyarakat untuk menyalurkan dan menyebarkan aspirasi merka.
sejalan dengan ngos dan organisasi sipil lainnya, media juga dipandang sebagai salah satu kesatuan utama di antara kelompok penekan. tetapi secara keseluruhan,
freedom house memandang pers Indonesia hanya bebas sebagian, berdasarkan fakta semakin meningkatnya tindakan kekerasan terhadap jurnalis dan munculnya
rangkaian kebijakan yang dianggap mendukung serangan terhadap pihak-pihak yang memiliki perspektif berbeda freedom house, 2011.
Perkiraan di atas menunjukkan beberapa aspek dinamika budaya politik di Indonesia dalam artian keterlibatan masyarakat dalam politik, masyarakat sipil
yang aktif, dan peran pers dan kebebasannya. Walaupun perkembangan tersebut tampaknya menuju kepada budaya politk modern dan demokratis, satu hal yang
pasti: masyarakat adalah kesatuan yang dinamis, dan oleh karena itu budayanya termasuk politik juga secara konstan berubah. sesungguhnya, budaya adalah
tatanan nilai, keyakinan dan kebiasaan yang dapat berubah mengikuti konteks perubahan dan dinamika lingkungan, yang dapat menghasilkan nilai-nilai
politik yang berbeda dalam generasi yang berbeda liddle, 1988; 1996. hal itu mengimplikasikan bahwa budaya politik yang kita adopsi saat ini kemungkinan
akan berubah seiring dengan nilai-nilai generasi mendatang.
2.4. Kecenderungan dan gambaran masa depan yang mungkin terjadi
Memandang masa depan selalurumit terlebih lagi ketika harus memetakan gambarannya. Masa depan perkembangan sosial politik dan sosial ekonomi
Indonesia tidak dapat diprediksi dengan mudah dengan cara apa pun. Melalui bagian ini, kami berupaya sebaik mungkin untuk mengindikasikan bagaimana
masa depan tersebut dapat terungkap dengan cara memahami berbagai kejadian di masa lalu dan kini. secara politik, Indonesia akan melanjutkan upaya untuk
menjunjung sistem demokrasi, walaupun dikritik bahwa demokrasi Indonesia hanya bersifat secara prosedural dan bukan substansi. ekonomi Indonesia juga
akan terus berkembang meski perlahan, melalui produksi dan perdagangan barang dan jasa. namun, Indonesia memerlukan waktu lama sebelum bisa mengembalikan
statusnya sebagai ‘macan’ ekonomi Asia, yang sebelumnya diberikan pada pertengahan tahun 1990-an, dan karena itu, Indonesia sekarang kehilangan
kepemimpinan dalam ekonomi AseAn walaupun optimisme tetap ada. secara sosial, masyarakat sipil Indonesia telah menjadi semakin dinamis dan dinamisme
tersebut akan terus berkembang di masa mendatang. berbagai kelompok dan organisasi masyarakat sipil – baik yang terorganisir maupun yang tidak – akan
menjadi semakin penting dan berpengaruh terhadap keberlangsungan negara
30
dan sektor swasta. secara budaya, Indonesia menganut gaya hidup yang lebih modern, meskipun beberapa orang khawatir akan implikasi sosial, yang berarti
bahwa sebagian masyarakat bahkan ingin menahannya.
diskusi tentang gambaran masa depan yang mungkin terjadi sepertinya paling baik jika dihubungkan dengan budaya politik daripada yang lainnya. setidaknya
dari apa yang dibicarakan di sini, kemajuan negara ini sejak reformasi 1998 selalu dihubungkan dengan dinamika dan budaya politik. Karena generasi yang berbeda
menganut budaya politik yang berbeda pula, tidak ada yang tetap dalam politik. seperti halnya budaya yang merupakan tatanan nilai, keyakinan dan kebiasaan,
budaya politik juga selalu diuji. di Indonesia setidaknya ada dua kelompok: satu kelompok yang selalu ingin mempertahankan keyakinan dan kebiasaan mereka
seperti yang diterapkan dalam budaya politk sebelumnya; dan kelompok lain yang meyakini bahwa demokrasi merupakan bentuk sistem politik yang terbaik dan
oleh karenanya mencari cara untuk menerapkan sistem yang lebih demokratis. dalam konteks Indonesia, liddle menyebut kelompok pertama sebagai ‘pembela’
dan kelompok kedua sebagai ‘inovator’ liddle, 1988; 1996 – sebuah kategorisasi umum yang masih sesuai dengan kondisi saat ini dan oleh karenanya akan
digunakan di sini.
‘Pembela’ harus mempertahankan status-quo dan oleh karena itu menolak untuk ditantang oleh gerakan-gerakan sosial. Mereka dikarakterisasi memiliki sumber
daya seperti:
Pendukung berupa puluhan juta pengikut, banyak dari mereka dapat digerakkan melawan perubahan; inersia budaya dan sosial yang biasanya mengikuti kepercayaan yang lama dianut;
kemampuan yang tinggi untuk pulih kembali atau beradaptasi terhadap situasi baru; dan jejaring sosial yang kuat dengan tujuan untuk keberlangsungan mereka liddle, 1996:153.
sebaliknya, ‘inovator’ berupaya membentuk budaya politik untuk mendapatkan sistem politik yang lebih demokratis liddle, 1988; 1996. Kelompok-kelompok ini
biasanya, tapi tidak selalu, terdiri dari kaum terpelajar, aktivis politik dan sebagian aparat negara. berbagai lsM organisasi masyarakat sipil dan kelompok penekan
sipil lainnya yang menuntut sistem yang lebih demokratis dapat dikategorisasikan sebagai ‘inovator‘. dianggap ilegal pada masa orde baru, sejak reformasi, mereka
dapat beraktivitas secara terbuka dengan dukungan nasional atau internasional, terutama yang memiliki perhatian terhadap demokratisasi negara Marijan, 2010.
Pada masa apa pun, kedua kelompok ini selalu bertentangan satu sama lain. contohnya dalam budaya politik Indonesia saat ini, pertentangan tersebut dapat
ditemukan dalam kasus sensor internet yang diterapkan pemerintah. dengan atmosfer demokratis dan tuntutan bahwa kebebasan berbicara sebagai nilai
terpenting, penetapan UU Informasi dan transaksi elektronik2008 yang sedikitnya mencerminkan pandangan ‘pembela’ selalu dipertanyakan oleh publik, khususnya
31
mereka yang mempromosikan kebebasan yang sedikitnya mencerminkan pandangan ‘inovator’. Pemerintah bersikukuh bahwa penerapan UU tersebut
ditujukan untuk melindungi negara, terutama dari hal-hal yang dipandang berbau pronograi reuters, 2010a. tetapi banyak yang meyakini bahwa tindakan sensor
internet pada akhirnya akan mempengaruhi aspek masyarakat yang lebih luas dari sekedar pornograi. enda nasution, blogger Indonesia yang terkemuka, menyatakan
bahwa sensor tersebut dapat digunakan oleh elit penguasa untuk meredam oposisi politik dalam arena online
31
. di dunia dengan perkembangan teknologi yang cepat dalam atmosfer demokratis, sensor hanya terhadap konten internet, tanpa
membuat kebijakan menyeluruh akan penggunaannya, dapat mengindikasikan keengganan pemerintah ditantang oleh warganya yang canggih.
sebagai renungan, menurut Almond dan Verba 1989, tujuan dari kelompok ‘inovator’ yakni ‘budaya sipil’ ditentukan oleh budaya politik demokratis.
Perkembangan masyarakat Indonesia, di mana publik memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai seberapa penting memiliki atmosfer demokratis agar
didengar oleh pemerintah, mendorong kelompok ‘inovator’ ini untuk berkembang. Mereka secara konstan menantang pemerintah, melalui cara apa pun yang
dimungkinkan, untuk memastikan bahwa nilai-nilai demokrasi diterapkan. sangat mungkin bahwa masa depan Indonesia yang demokratis, terbuka dan adil
tegantung pada sebarapa banyak kelompok ‘inovator’ dapat menguasai ranah publik di dalam negeri untuk menyebarkan wacana mereka. dalam masyarakat
modern, tujuan seperti itu dapat dicapai melalui penggunaan salah satu penemuan penting dalam peradaban manusia: media.
31 Lihat Jakarta Globe, “Glitches in Blocking ‘Offensive’ Indonesian Web Sites Provokes Anger”
http:www.thejakartaglobe.comhomeglitches-in-blocking-offensive-sites-provokes-indonesian- ire390768. Diakses pada 4 Mei 2012.
32
33
3. Media di Indonesia: tatanan yang dinamis
Media dari bahasa latin: medium merupakan pusat dari masyarakat modern. Memegang peranan penting dalam perkembangan masyarakat, media sangat
diuji. Kontrol media semakin sejalan dengan kontrol publik dalam hal wacana, kepentingan, dan bahkan selera curran, 1991. Prinsip dasar media, baik isik
maupun non-isik, telah bergeser dari medium dan mediator ruang publik yang memungkinkan keterlibatan kritis masyarakat habermas, 1984; 1987; 1989,
menjadi alat bagi kekuasaan untuk ‘menghasilkan persetujuan’ herman and chomsky, 1988. Pengertian ini penting untuk memahami dinamika media saat
ini – khususnya media massa dalam berbagai bentuk – dalam konteks apa pun, termasuk di Indonesia.
sejak ‘orde lama’ soekarno, hingga ‘orde baru’ soeharto, dan pemerintahan yudhoyono sekarang, media telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
mekanisme penerapan kekuasaan rezim. Media selalu digunakan sebagai alat politik: dulu sebagai alat propaganda dalam era soekarno, kemudian
sebagai bentuk kontrol terutama pada masa soeharto, dan sekarang sebagai alat untuk membangun citra pemerintah dalam masa yudhoyono. reformasi
tahun 1998 membawa perubahan besar dalam tatanan media di Indonesia, di mana perkembangan bisnis media mulai terlihat jelas. Perkembangan tersebut
ditentukan tidak hanya oleh kemajuan teknologi, tetapi juga yang lebih penting oleh dinamika pasar dan kepentingan politik. hal itu terlihat jelas dalam kasus
Indonesia. Karena media mewakili – dan merupakan perwujudan – kekuasaan, kepemilikan media dan kebijakan media sangatlah penting untuk memahami
dinamika tatanan media di Indonesia.
3.1. Industri media
32
Industri media di Indonesia telah berkembang sejak akhir 1980-an, dari yang dikontrol oleh negara sebagai alat kekuasaan, menjadi yang sangat mengejar
keuntungan dan diliberalisasi. reformasi 1998 menjadi titik balik, di mana bisnis media mulai berkembang dan membentuk oligopoli media dan pemusatan
kepemilikan. Pada saat ini, terdapat dua belas kelompok media swasta besar yang mengontrol hampir semua saluran media di Indonesia, termasuk penyiaran,
media cetak dan online. Mereka adalah Mnc group, Kompas gramedia group, elang Mahkota teknologi, Visi Media Asia, Jawa Pos group, Mahaka Media, ct
group, beritasatu Media holdings, Media group, MrA Media, femina group, dan tempo Inti Media nugroho et al., 2012a. lihat tabel 2 di bawah ini.
32 Untuk informasi lengkap mengenai tatanan industri media di Indonesia, lihat laporan terakhir penulis, yang menjadi landasan bagian ini Nugroho et al., 2012a.