apotek

Undang-undang kesehatan
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PERAPOTEKAN
Oleh
Jayanti Pratiwi (1301042)
SI VII A
Dosen: Erniza Pratiwi, M.Farm,Apt

Latar belakang
• Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian di Apotek yang berorientasi kepada
keselamatan pasien, diperlukan suatu standar yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan
kefarmasian di Apotek
• bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Apotek sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum
• c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4) Peraturan

Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri

DEFINISI APOTEK
• Menurut PP No. 26 tahun 1965 tentang
apotek Pasal 1. Yang dimaksud dengan
apotik dalam Peraturan Pemerintah ini ialah
suatu tempat tertentu, dimana dilakukan
usaha-usaha dalam bidang farmasi dan
pekerjaan kefarmasian.
• Menurut UU No. 41 tahun 90 pasal 1 ayat 2,
apotek adalah tempat dilakukannya
pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

DEFINISI APOTEK
• Menurut PERMENKES RI No.
922/MENKES/PER/X/1993, apotek adalah

suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
perbekalan farmasi kepada masyarakat.
• Menurut KEPMENKES RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002, apotek adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan Farmasi, perbekalan Kesehatan
lainnya kepada masyarakat

• Menurut Kepmenkes RI
No.1027/MENKES/SK/IX/2004, apotek adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
Sediaan Farmasi, perbekalan Kesehatan
lainnya kpd masyarakat.
• Menurut Peraturan Pemerintah no. 51 tahun
2009 pasal 1 ayat 13 Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker.

• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi,
Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian pasal 1 ayat 3 apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah

DEFINISI APOTEK

DEFINISI APOTEK
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2014 Apotek Adalah
Sarana Pelayanan Kefarmasian Tempat
Dilakukan Praktik Kefarmasian Oleh
Apoteker.

Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek

Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).

Tugas dan fungsi apotek
Berdasarkan PP RI No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang
Apotek, tugas dan fungsi apotekadalah:
a.    Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker
yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.   Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya kegiatan
peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat.

c.    Sebagai sarana penyaluran perbekalan farmasi yang
harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat
secara luas dan merata.
d.   Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan
perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga kesehatan lain
dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan
mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat 

• Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah:
• a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
• b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian
• c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi
sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
• d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Aspek pendirian apotek
Sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/20
02 pasal 4 (2)
menyatakan bahwa
wewenang pemberian
izin apotek dilimpahkan
oleh Menteri kepada
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

Dasar hukum pemberian Izin
Pendirian Apotek
1.
2.
3.


Undang-undang Obat Keras ( St. 1937 No. 541 );
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;
Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran
Negara No. 3671 );
4. Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika
(Lembaran Negara tahun 1997 No. 67, Tambahan Lembaran
Negara No. 378 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965
tentang Apotik; (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3169);

Lanjutan…
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara RI
Nomor 49 tahun 1996, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998

tentang pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan ( Lembaran Negara Nomor 138 tahun
1998 Tambahan Lembaran Negara Nomor
3781 );
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1332 / Menkes / SK / X / 2002 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.
922 / Menkes / Per / X / 1993 tentang ketentuan
dan tata cara pemberian izin Apotik.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922 / Menkes
/ Per / X / 1993 tentang ketentuan dan tata cara

Aspek pendirian apotek
• A. persyaratan apotek
• Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
dalam mendirikan Apotek, menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek pada BAB IV Pasal 6 antara lain:
• Untuk mendapatkan izin Apotik, Apoteker atau

Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana
yang telah memenuhi persyaratan harus siap
dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan
milik sendiri atau milik pihak lain.
• Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang
samadengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya

Persyaratan lain yang harus diperhatikan
untuk mendirikan Apotek antara lain:
1. Lokasi dan Tempat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 922/MENKES/Per/X/1993, jarak
minimum antara Apotek tidak lagi
dipersyaratkan, tetapi tetap
mempertimbangkan segi penyebaran dan
pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk dan kemampuan daya beli
penduduk di sekitar lokasi Apotek, jumlah
dokter, sarana pelayanan kesehatan,

lingkungan yang higienis, keamanan dan
mudah dijangkau masyarakat dengan
kendaraan. Selain itu Apotek dapat didirikan di
lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

Lanjutan..

2. Bangunan dan Kelengkapannya
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik
Indonesia No. 287/MENKES/SK/V/1981 tentang
persyaratan luas Apotek minimal 50 m2,
selanjutnya pada Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.
922/MENKES/Per/X/1993 luas Apotek tidak
diatur lagi. Bangunan Apotek harus
mempunyai luas yang memadai dan
memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi Apotek serta memelihara mutu

perbekalan kesehatan dibidang farmasi.

Lanjutan..
Persyaratan teknis bangunan Apotek
sekurang-kurangnya terdiri dari (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2002):
 Ruang tunggu pasien
 Ruang peracikan dan penyerahan
resep
 Ruang administrasi dan Ruang Kerja
Apoteker
 Ruang penyimpanan obat
 Ruang pencucian alat
 Kamar kecil (WC)

Lanjutan..
Selain persyaratan diatas bangunan apotek juga
harus dilengkapi dengan (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2002):
 Sumber air yang memenuhi persyaratan
kesehatan yang dapat diperoleh dari sumur,
PAM, sumur pompa dan lain-lain.
 Penerangan harus cukup terang sehingga dapat
menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi Apotek.
 Alat pemadam kebakaran yang berfungsi
dengan baik sekurang-kurangnya dua buah.
 Ventilasi dan sanitasi yang baik serta memenuhi
persyaratan hygiene lainnya.
 Papan nama berukuran minimal dengan panjang
60 cm dan lebar 40 cm, yang memuat nama
Apotek, nama APA, nomor Surat Izin Apotek
(SIA), alamat apotek dan nomor telpon apotek.

Lanjutan..
3. Perlengkapan
Apotek
Perlengkapan yang harus tersedia di
Apotek menurut Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (2002) antara lain:
Alat pembuatan, pengolahan dan
peracikan seperti timbangan
miligram dan gram minimal 1 set,
mortar, serta perlengkapan lain
yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
Perlengkapan dan alat perbekalan
farmasi seperti lemari penyimpanan
obat, lemari pendingin, serta lemari
untuk penyimpanan narkotika dan
psikotropika.

Lanjutan..
 Wadah pengemas dan pembungkus seperti
etiket dan plastic pengemas.
 Alat administrasi seperti blanko pesanan
obat, blanko kartu stok obat blanko salinan
resep, blanko faktur, blanko nota
penjualan buku pencatatan dan pesanan
obat narkotika serta form laporan obat
narkotika yang jumlahnya sesuai dengan
kebutuhan.
 Buku standar yang diwajibkan seperti
Farmakope Indonesia edisi terbaru 1 buah.
 Kumpulan peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan Apotek.
 

Lanjutan..
4. Tenaga kesehatan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, tenaga
kesehatan antara lain:
• Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah
apoteker yang telah diberi Surat Izin
Apotek (SIA).
• Apoteker Pendamping adalah apoteker
yang bekerja di Apotek di samping
Apoteker Pengelola Apotek dan atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu
pada hari buka Apotek.

Lanjutan..
• Apoteker Pengganti adalah apoteker yang
menggantikan Apoteker Pengelola Apotek
selama selama Apoteker Pengelola Apotek
tersebuttidak berada di tempat lebih dari
3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja dan tidak
bertindak sebagai Apoteker Pengelola
Apotek di Apotek lain.
• Asisten Apoteker adalah mereka yang
berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian sebagai asisten
apoteker.

Lanjutan..
Selain diatas terdapat tenaga lainnya yang
dapat mendukung kegiatan di Apotek antara
lain:
• Juru resep adalah petugas yang
membantu pekerjaan asisten apoteker.
• Kasir adalah orang yang bertugas
menerima uang, mencatat penerimaan
dan pengeluaran uang.
• Pegawai tata usaha adalah petugas yang
melaksanakan administrasi Apotek dan
membuat laporan pembelian, penjualan,
penyimpanan dan keuangan Apotek.

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1332 tahun 2002 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek pasal 4 (2) bahwa
wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan oleh Menteri
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan
pada pasal 7 proses pemberian izin apotek sebagai berikut :
1. Permohonan Ijin Apotek diajukan apoteker kepada Kepala
Dinas Kesehatan (DinKes) Kabupaten/Kota setempat (Form Apt1).
2.  Kepala Dinkes Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari
kerja setelah menerima permohonan (Form Apt-1) dapat
meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek
untuk melakukan kegiatan (Form Apt-2).
3. Tim Dinkes Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari
Kepala DinKes Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
kepada DinKes Kabupaten/Kota (Form Apt-3).
4.   Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor

5.  Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah
diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud nomor 3, atau
pernyataan yang dimaksud nomor 4, Kepala
DinKes Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat Ijin Apotek (Form Apt-5).
6.   Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinkes
Kabuapaten/Kota atau Kepala Balai POM yang
dimaksud nomor 3 masih belum memenuhi
persyaratan, Kepala DinKes Kabupaten/Kota
setempat dalam waktu 12 hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan (Form Apt-6).
7.  Terhadap surat penundaan sebagaimana
dimaksud nomor 6, apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan
yang belum dipenuhi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal

Tata cara pemberian ijin apotek sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002

Berdasarkan atas Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.
32/Menkes/SK/X/2002 pasal 9
terhadap permohonan izin apotek
yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan dimaksud pasal 5 dan
atau pasal 6, atau lokasi apotek tidak
sesuai dengan permohonan, maka
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 12
(dua belas) hari kerja wajib
mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya.

Lampiran KepMenKes No.
1332/MenKes/SK/X/2002 mencantumkan
syarat-syarat administrasi yang harus
dilampirkan dalam permohonan izin
apotek adalah sebagai berikut :
1.      Salinan/fotokopi Surat Izin Kerja
Apoteker
2.      Salinan/fotokopi KTP.
3.      Salinan/fotokopi denah bangunan.
4.      Surat yang menyatakan status
bangunan dalam bentuk akta hak
milik/ sewa/ kontrak.
5.      Daftar asisten apoteker dengan
mencantumkan nama, alamat,
tanggal lulus, dan nomor surat izin
kerja.

6.      Asli dan salinan/fotokopi daftar terperinci alat
perlengkapan apotek.
7. Surat pernyataan dari apoteker pengelola apotek
bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi dan
tidak menjadi apoteker pengelola apotek di apotek lain.
8. Asli dan salinan/fotokopi surat izin atasan bagi
pemohon pegawai negeri, anggota ABRI, dan pegawai
instansi pemerintahan lainnya.
9.    Akte perjanjian kerjasama apoteker pengelola
apotek dengan pemilik sarana apotek.
10.Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat
pelanggaran peraturan perundangan di bidang apotek.

Pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Pelaksanaan
praktik
profesi
dan
pelayan
kefarmasian di Apotek diatur dalam Kepmenkes RI
Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Terdiri dari :

Pengelolaan
Sumber Daya
Pelayanan Resep

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI APOTEK

• Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek meliputi standar:
• a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
• b. pelayanan farmasi klinik.

• Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
• a. perencanaan;
• b. pengadaan;
• c. penerimaan;
• d. penyimpanan;
• e. pemusnahan;
• f. pengendalian; dan
• g. pencatatan dan pelaporan


Pelayanan farmasi klinik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah
(home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat
(MESO)

• Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
• Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien.
• (2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
• a. sumber daya manusia; dan

• Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian.
• (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu
Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
• Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian.
• (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu
Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

• Apotek wajib mengirimkan laporan
Pelayanan Kefarmasian secara
berjenjang kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan
Provinsi, dan Kementerian Kesehatan
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA

Prosedur Tetap Penyimpanan Sediaan Farmasi
Dan Perbekalan Kesehatan

d. Pemusnahan
Prosedur Pemusnahan :
1.Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan
dimusnahkan.
2.Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita
acara pemusnahan).
3.Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat
pemusnahan kepada pihak terkait
4.Menyiapkan tempat pemusnahan
5.Pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan.
6.Membuat laporan pemusnahan, yg memuat:
a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan
b. Nama dan jumlah
c. Nama apoteker pelaksana pemusnahan

e. Pengendalian dan
Pelaporan
Prosedur Tetap Pengelolaan Resep (Administrasi) :
1.Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan
diurutkan sesuai nomor resep.
2.Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah
dengan tinta merah.
3.Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta
biru.
4.Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya.
5.Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah
dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan
6.Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan
teratur sehingga memudahkan untuk penelusuran resep
7.Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran
harus dikembalikan pada bendel semula tanpa merubah urutan
8.Resep yang telah disimpan selama dari tiga tahun dapat
dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan

PELAYANAN RESEP
proses pelayanan permintaan tertulis dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan perundangan yang berlaku
Prosedur pelayanan resep :
1. Skrining resep
2. Penyiapan
farmasi

perbekalan

3. Penyerahan
farmasi

perbekalan

Pelayanan Resep Resep
Nakotik

• Skrining Resep

Penyiapan Resep Narkotik

Penyerahan Obat Narkotik

Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh
apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi
secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah
dimengerti, etis dan bijaksana.

Prosedur PIO

Promosi & Edukasi

Prosedur Swamedikasi

Konseling
Suatu proses yang sistematis untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah pasien yang berkaitan
dengan pengambilan dan
Pasien yg
perlu mendapatkan konseling :
penggunaan
obat.

1. Pasien dengan penyakit kronik
seperti : diabetes, TB, dan asma, dll.
2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan
dalam pengobatan
3. Pasien yang menerima obat dengan
indeks terapi sempit yang
memerlukan pemantauan.
4. Pasien dengan resep polifarmasi
5. Pasien lansia
6. Pasien pediatrik melalui orang tua atau

Prosedur
Konseling

Pelayanan Residensial (Home Care)
Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada
pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk
kelompok lanjut usia dan pasien dengan penyakit
kronis serta pasien dengan pengobatan paliatif
Tujuan :
Agar pasien yang karena
keadaan fisiknya tidak
memungkinkan datang ke
apotek masih
mendapatkan pelayanan
kefarmasian secara optimal

Prosedur Tetap Home
Care

Evaluasi Mutu Pelayanan
Proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian di apotek yang
meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM),
pengelolaan perbekalan sediaan farmasi dan kesehatan, pelayanan
kefarmasian kepada pasien

Indikator mutu
pelayanan di apotek :
• kepuasan pasien,
• kepatuhan pasien dan
• keberhasilan
pengobatan

mengetahui mutu pelayanan
kefarmasian  dengan
mengukur kepuasan pasien
dengan cara angket.

Tujuan :
• mengevaluasi seluruh
kegiatan pelayanan
kefarmasian di apotek,
dan