UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% AKAR KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% AKAR KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% AKAR KUMIS KUCING
(Orthosiphon stamineus) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS
PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus) YANG
DIINDUKSI ALOKSAN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Oleh:
MAHARANI EKA SAPUTRI
J500130036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

1

2


3

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL 70% AKAR KUMIS KUCING (Orthosiphon
stamineus) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH
JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
ALOKSAN
Maharani Eka Saputri, EM Sutrisna
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak
Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus) memiliki kandungan kimia
berupa flavonoid yang banyak ditemukan pada bagian daun, akar dan bunga yang
di duga memiliki kemampuan dapat merangsang pankreas dalam menghasilkan
insulin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70%
akar kumis kucing (Orthosiphon stamineus) terhadap penurunan kadar glukosa
darah tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus) yang telah diinduksi
dengan aloksan. Jenis penelitian eksperimental dengan metode pre and post test
with controlled group design. Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor tikus
putih jantan galur Wistar dibagi dalam 5 kelompok yaitu perlakuan dengan
aquadest 2ml/200gBB (kontrol negatif), glibenklamid 0.126 mg/200gBB tikus
(kontrol positif) serta dosis ekstrak I 50 mg/200gBB, II 150 mg/200gBB, dan III

250 mg/200gBB semua perlakuan dilakukan selama 14 hari. Hasil uji KruskallWallis didapatkan nilai p = 0.000 artinya terdapat perbedaan penurunan kadar
glukosa darah yang signifikan. Dosis ekstrak etanol 70% akar kumis kucing I 50
mg/200gBB, II 150 mg/200gBB, dan III 250 mg/200gBB memiliki efek
penurunan kadar glukosa darah.. Ekstrak etanol 70% akar Kumis Kucing dosis
ekstrak I 50 mg/200gBB, II 150 mg/200gBB, dan III 250 mg/200gBB memiliki
efek penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan galur Wistar yang
diinduksi aloksan. Namun hanya dosis 1.25 g/kgBB yang memiliki efektivitas
mendekati glibenklamid bila diberikan selama 14 hari.
Kata kunci : Ekstrak etanol 70% akar kumis kucing (Orthosiphon stamineus),
kadar glukosa darah
Abstract
Orthosiphon stamineus contains flavonoid found on its leaves, roots, and flowers
which has an effect to stimulate pancreas to produce insulin. To determine the
effect of 70% ethanolic extract of Orthosiphon stamineus roots in decreasing
blood glucose level of white male Wistar rats induced by alloxan. It was an
experimental study using pre and post-test with controlled group design method.
The animals used were 25 white male Wistar rats divided into 5 treatment groups:
2 ml/200g distilled water (negative control), 0.126 mg/200g glibenclamide
(positive control), with the doses of extract I 50 mg/200g, II 150 mg/200g, and III
250 mg/200g of body-weight this study was done for 14 days. Kruskall-Wallis test

result showed p = 0.000 which means there was significant differences on blood

1

glucose level reduction. The doses of 70% ethanolic extract of Orthosiphon
stamineus roots I 50 mg/200g, II 150 mg/200g, and III 250 mg/200g. 70%
ethanolic extract of Orthosiphon stamineus roots with the doses of I 50 mg/200g,
II 150 mg/200g, and III 250 mg/200g of body-weight can reduce blood glucose
level on Alloxan–induced white male rats Wistar. However, only the dose of 250
mg/200g of body-weight is almost as effective as glibenclamide administered for
14 days.
Keywords: 70% ethanol extract of Orthosiphon stamineus roots, blood glucose
level
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan dunia yang terjadi hampir
diseluruh lapisan masyarakat didunia (Shadine, 2010). Diabetes mellitus yang
lebih dikenal sebagai non communicable disease adalah salah satu penyakit yang
paling sering diderita dan merupakan penyakit kronik yang serius di Indonesia
saat ini (Suyono, 2007).
World


Health

Organization

(WHO)

telah

memprediksi

adanya

peningkatan jumlah penyandang diabetes mellitus yang cukup besar untuk tahuntahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Jumlah
tersebut menempati urutan ke empat setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 Juta),
dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan prevalensi tersebut akan terus
meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat
(30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta). Dari berbagai penelitian epidemiologi yang
dilakukan di Indonesia menunjukkan prevalensi DM berkisar antara 1,5 – 2,3%

pada penduduk usia lebih dari 15 tahun (Darmono, 2007).
Di Indonesia, menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013)
prevalensi penyakit DM pada tahun 2013 sebesar 6,9% dimana telah mengalami
peningkatan dibandingkan pada tahun 2007. Prevalensi DM tertinggi terdapat di
provinsi D.I Yogyakarta dengan nilai prevalensi sebesar 2,6% yang kemudian
diikuti oleh D.K.I Jakarta dengan prevalensi sebesar 2,5% dan Sulawesi Utara
dengan prevalensi sebesar 2,4%.
Diabetes melitus disebabkan karena kekurangan hormon insulin yang
berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak.

2

Kekurangan hormon insulin ini akan menyebabkan glukosa bertumpuk didalam
darah (hiperglikemia) dan disekresi lewat kemih tanpa digunakan yang disebut
juga dengan istilah glycosuria (Tjay dan Rahardja, 2007). Hiperglikemia timbul
karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya juga
terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% karbohidrat yang digunakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes semua proses
tersebut terganggu dan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, oleh karena itu

energi yang dipergunakan hanya diperoleh dari metabolisme protein dan lemak
(Suherman, 2007).
Pengobatan modern untuk diabetes mellitus dengan obat-obatan
pharmaceutik seperti sulfonylurea dan biguanides telah memiliki hasil yang
maksimal dan memuaskan, tetapi juga memiliki efek samping yang tidak
diinginkan (Maiti et al., 2005). Penyakit DM memerlukan pengobatan jangka
panjang dengan biaya yang mahal, sehingga perlu untuk mencari obat DM yang
relatif murah dan terjangkau bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu dicarikan
cara alternatif untuk mengobati DM. Salah satunya adalah menggunakan obat
yang ada pada lingkungan sekitar yaitu tanaman obat dengan melakukan
penelitian tentang obat tradisional yang mempunyai efek terhadap penurunan
kadar gula darah (Hariana, 2007).
Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah menyebutkan
bahwa obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berasal dari bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahan tersebut yang telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(DEPKES RI, 2007).
Banyak tanaman liar yang telah dikembangkan menjadi obat tradisional,
salah satunya adalah tanaman kumis kucing atau Orthosiphon stamineus yang
merupakan bagian dari keluarga Lamiaceae. Kumis kucing dikenal sebagai

tanaman yang memiliki manfaat cukup banyak untuk mengobati berbagai
penyakit (Wibowo, 2013). Tanaman kumis kucing merupakan tanaman berakar
serabut yang memiliki bunga berwana putih seperti kumis kucing. Bunga tersebut

3

merupakan penanda utama tanaman kumis kucing. Kumis kucing dapat hidup di
dataran rendah maupun di dataran tinggi (Soeryoko, 2011).
Pada umumnya, kumis kucing memiliki kandungan kimia berupa alkaloid,
saponin, flavonoid dan polifenol, zat samak, orthosiphon glikosida, minyak
lemak, sapofonin, garam kalium (0,6-3,5%) dan myoinositol (Hariana, 2007),
serta minyak atsiri sebanyak 0,02-0,06 % yang terdiri dari 6 macam
sesquiterpenes dan senyawa fenolik, glikosida flavonol, turunan asam kaffeat
(Yulaikhah, 2009). Zat yang berperan dalam penurunan kadar glukosa darah yaitu
flavonoid (Hossain et al., 2016).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain : ekstrak etanol
96% daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dosis 0,75 dan 1,25 g/kgBB
memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa darah lebih baik dari
aquades namun hanya dosis 1,25 g/kgBB yang memiliki efektifitas sebanding
dengan metformin apabila diberikan selama 28 hari (Astuti, 2012). Terdapat

penurunan yang bermakna kadar glukosa darah tikus yang telah diberi beban
glukosa setelah pemberian ekstrak aqueous Orthosiphon stamineus dosis 1
g/kgBB yang dilarutkan dengan menggunakan chloroform (Mohamed et al.,
2011). Kombinasi ekstrak kering daun kumis kucing dan perikarpium manggis
menunjukkan adanya aktivitas antidiabetes dan secara statistik mempunyai
kemampuan yang sama dengan glibenklamid dalam menurunkan kadar gula darah
pada mencit, dengan perbandingan 1:1 dan 1:2 (Ainurrohma, 2015). Uji aktivitas
antidiabetes kombinasi ekstrak etanol 70% daun kumis kucing dan umbi bawang
putih pada mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan, dengan perbandingan
1:1 terdapat penurunan kadar gula darah rata-rata sebanyak 246,4 mg/dL
(51,68%), perbandingan 1:2 didapatkan penurunan kadar gula darah rata-rata
sebanyak 201,8mg/dL (50,73%), dan perbandingan 2:1 didapatkan penurunan
kadar gula darah terendah yaitu 189,8 mg/dL (44,16%) (Suryandari, 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70% akar kumis
kucing (Orthosiphon stamineus) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus
putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus) yang telah diinduksi dengan
aloksan.

4


METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratorik dengan
rancangan metode penelitian pre and post test with controlled group design.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
November 2016. Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan di Laboratorium
FIK UMS. Subjek penelitian yaitu akar kumis kucing (Orthosiphon stamineus).
Keseluruhan akar diperoleh dari daerah Degulan, Toriyo, Bendosari Sukoharjo,
Jawa Tengah pada bulan Oktober 2016. Objek penelitian yaitu tikus (Rattus
norvegicus) putih jantan, galur Wistar, berumur ± 2 bulan dan berat badan ± 200
gram,. Tikus dipilih secara random atau acak. Tikus diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive
sampling. Teknik randomisasi menggunakan pengundian. Jumlah sample yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus untuk perlakuan. Pada
masing-masing tikus kontrol dan pemberian ekstrak berbagai konsentrasi,
dikalikan dengan jumlah pengulangan sebanyak 5 kali. Banyaknya ulangan
(replikasi) dalam eksperimen dihitung dengan rumus Federer didapatkan jumlah
tikus 4,75 yang selanjutnya dibulatkan menjadi 5 tikus untuk setiap kelompok
perlakuan sebanyak 5 kelompok, sehingga didapatkan jumlah keseluruhan tikus

dalam penelitian ini adalah 25 tikus. Kelompok 1 adalah kelompok kontrol negatif
yang diberikan aquades, kelompok 2 adalah kelompok kontrol positif yang
diberikan glibenklamid, kelompok 3 adalah kelompok perlakuan pemberian
ekstrak akar kumis kucing dengan dosis I sebanyak dosis 50 mg/200gBB,
kelompok 4 adalah kelompok perlakuan pemberian ekstrak akar kumis kucing
dengan dosis II sebanyak 150 mg/200gBB, dan kelompok 5 adalah kelompok
perlakuan dengan pemberian ekstrak akar kumis kucing dosis III sebanyak 250
mg/200gBB.
Tikus diadaptasikan selama 1 minggu dengan pemberian makan standar
dan air minum. Pada hari ke 0, seluruh hewan uji diperiksa kadar glukosa
darahnya sebagai rujukan awal dan semua hewan uji diinduksi dengan aloksan.

5

Hari keempat seluruh hewan uji diperiksa kadar glukosa darahnya dan hari
keempat hingga hari kedelapan belas diberikan perlakuan dan selanjutnya diukur
kadar glukosa darah setelah perlakuan.
Data yang diperoleh akan dianalisis secara statistik dengan uji normalitas
dan uji homogenitas dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis karena syarat uji
ANOVA tidak terpenuhi. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data

yang di dapat mempunyai distribusi normal. Data yang mempunyai distribusi
normal dapat dikatakan mempunyai sebaran data yang normal sehingga dapat
dianggap mewakili populasi. Uji Kruskal-Wallis adalah salah satu uji nonparametrik dan jika hasilnya signifikan maka dapat dilanjutkan dengan uji MannWhitney yang digunakan untuk membandingkan antar kelompok.
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan pengukuran glukosa awal, setelah induksi aloksan, dan
setelah perlakuan maka didapatkan hasil nilai glukosa yang berbeda signifikan,
hasil dari pengukuran glukosa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Glukosa Awal, Setelah Induksi Aloksan dan Setelah
Perlakuan.
Kelompok

N

Rerata Glukosa
Awal (mg/dl)

Kontrol (-)
5
100,2±9,833
Kontrol (+)
5
80,8±17,268
Dosis 1
5
86,4±10,737
Dosis 2
5
63,4±9,044
Dosis 3
5
70,6±10,667
Total
25
Sumber : Data Primer yang diolah

Rerata Glukosa
Setelah Induksi
Aloksan (mg/dl)
311±20,124
306,6±47,705
326,88±46,503
301,66±18,750
310,14±36,990

Rerata Glukosa
Setelah
Perlakuan(mg/dl)
334±21,201
129,2±37,117
282,5±42,560
201,42±17,099
156,94±31,605

Dilakukan uji t untuk mengetahui apakah kadar glukosa pada hewan uji
setelah pemberian aloksan dan ekstrak etanol 70% akar kumis kucing mengalami
peningkatan yang signifikan atau tidak. Hasil dari uji t kelompok awal dengan
kelompok setelah induksi aloksan menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa didapatkan peningkatan rata-rata kadar glukosa darah yang
signifikan. Setelah diketahui terdapat peningkatan glukosa yang signifikan
melalui uji t berpasangan maka dapat dijelaskan rata-rata persentase peningkatan

6

glukosa kelompok awal dan kelompok setelah induksi aloksan. Persentase
peningkatan glukosa kelompok awal dengan kelompok setelah induksi aloksan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Peningkatan Glukosa Setelah Induksi Aloksan (pretest).
Kelompok

N

Rerata Tiap Kelompok
Glukosa Setelah
Glukosa Awal
Induksi Aloksan
(mg/dl)
(mg/dl)
100,2±9,833
311±20,124
80,8±17,268
306,6±47,705
86,4±10,737
326,88±46,503
63,4±9,044
301,66±18,750
70,6±10,667
310,14±36,990

Rerata
Peningkatan (%)

Kontrol (-)
5
Kontrol (+)
5
Dosis 1
5
Dosis 2
5
Dosis 3
5
Total
25
Sumber : Data Primer yang diolah

210,38
279,46
278,33
375,80
339,29

Hasil tersebut menunjukkan terdapat peningkatan glukosa pada seluruh
kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dosis 1, dosis 2, dan dosis 3.
Selanjutnya setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk
dan didapatkan hasil distribusi data normal maka dilakukan uji t berpasangan.
Dari uji t berpasangan data glukosa kelompok setelah induksi aloksan dan
kelompok setelah perlakuan didapatkan hasil nilai p = 0,000 (p < 0,05) sehingga
dapat disimpulkan terdapat penurunan rata-rata glukosa yang signifikan.
Setelah diketahui terdapat penurunan glukosa yang signifikan melalui uji t
berpasangan maka dapat dijelaskan rata-rata persentase penurunan glukosa
kelompok setelah induksi aloksan dan kelompok setelah perlakuan. Persentase
penurunan glukosa kelompok setelah induksi aloksan dan kelompok setelah
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

7

Tabel 3. Persentase Penurunan Glukosa Setelah Perlakuan (posttest).
Kelompok

N

Rerata Tiap Kelompok
Glukosa Setelah
Glukosa Setelah
Induksi Aloksan
Perlakuan
(mg/dl)
(mg/dl)

Kontrol (+)
5
306,6±47,705
Dosis 1
5
326,88±46,503
Dosis 2
5
301,66±18,750
Dosis 3
5
310,14±36,990
Total
25
Sumber : Data Primer yang diolah

Rerata Penurunan
(%)

129,2±37,117
282,5±42,560
201,4±17,099
156,94±31,605

61,317
15,419
39,701
53,012

Hasil tersebut menunjukkan terdapat penurunan glukosa pada kelompok
dosis 1, dosis 2, dosis 3 dan kontrol positif.
Kemudian didapatkan hasil potensi efek penurunan kadar glukosa
kelompok uji dibandingkan dengan glibenklamid yang akan diketahui dengan cara
membandingkan rata-rata efek setiap dosis perlakuan dengan rata-rata efek
kontrol positif yaitu glibenklamid. Hasil ini akan digunakan untuk mengetahui
efektifitas dosis perlakuan dibandingkan dengan efektifitas kontrol positif. Potensi
efek penurunan glukosa kelompok uji akan dibandingkan dengan kontrol positif
yaitu glibenklamid dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Efek Penurunan Kadar Glukosa Kelompok Uji dibandingkan dengan
Glibenklamid
Kelompok
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Total
Sumber : Data Primer yang diolah

N
5
5
5
25

Rerata Penurunan (%)
25,146
64,747
86,455

Hasil tersebut menunjukkan dari ketiga dosis uji didapatkan dosis 3
memiliki efek rata-rata persentase yang paling mendekati dengan kontrol positif
yaitu glibenklamid.
Karena data kelompok setelah perlakuan didapatkan hasil normal namun
tidak homogen, maka selanjutnya dilakukan uji Kruskall-Wallis. Uji KruskalWallis ini digunakan untuk mengetahui perbandingan rata-rata tiap kelompok
yang lebih dari dua kelompok perlakuan yang memiliki distribusi data tidak
normal dan sebaran data tidak homogen atau salah satunya. Uji Kruskal-Wallis
8

dilakukan pada kelompok setelah perlakuan dan didapatkan nilai p = 0,000 (p <
0,05) maka dapat disimpulkan bahwa dalam perlakuan terdapat perbedaan yang
nyata.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek ekstrak etanol
70% akar kumis kucing (Orthosiphon stamineus) terhadap penurunan kadar
glukosa darah tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang telah
diinduksi aloksan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental
dengan metode pre and post test with controlled group design. Hewan uji yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 25 tikus dan dibagi kedalam 5
kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif hanya diberikan aquades 20
ml/200gBB, kelompok kontrol positif diberikan glibenklamid dosis 0,126
mg/200gBB, kelompok perlakuan 1 diberikan ekstrak etanol 70% akar tanaman
kumis kucing (Orthosiphon stamineus) dengan dosis 50 mg/200gBB, kelompok
perlakuan 2 diberikan ekstrak

etanol 70% akar tanaman kumis kucing

(Orthosiphon stamineus) dengan dosis 150 mg/200gBB, dan kelompok perlakuan
3 diberikan ekstrak etanol 70% akar tanaman kumis kucing (Orthosiphon
stamineus) dengan dosis 250 mg/200gBB.
Sebelum dilakukan perlakuan, seluruh tikus diinduksi dengan aloksan
untuk membuat kondisi tikus menjadi diabetes eksperimental. Pengukuran kadar
glukosa darah setelah diinduksi aloksan (pretest) dilakukan pada hari keempat
setelah diinduksi aloksan karena reaksi aloksan akan bekerja lebih efektif pada
hari keempat. Menurut Lenzen (2008) degranulasi dan hilangnya sel β pankreas
sudah dapat terlihat pada 12 – 48 jam setelah induksi.namun untuk dapat melihat
hasil peningkatan glukosa darah yang signifikan maka ditunggu empat hari
setelahnya. Empat hari setelah diinduksi aloksan dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah yang kemudian kadarnya dibandingkan dengan pemeriksaan
glukosa awal.
Dari uji t berpasangan antara data glukosa awal dan data glukosa setelah
diinduksi aloksan didapatkan perbedaan yang sangat signifikan dengan nilai p =
0,000 (p < 0,05). Pada kontrol negatif didapatkan peningkatan 210,38%, kontrol

9

positif 279,46%, dosis 1 278,33%, dosis 2 375,80%, dosis 3 339,29%. Sehingga
dapat disimpulkan seluruh kelompok mengalami peningkatan glukosa setelah
diinduksi aloksan.
Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, reaksinya diawali dengan
absorpsi oleh

sel β Langerhans

sehingga membentuk oksigen reaktif yang

merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut (Szkudelski, 2001).
Hipotesis lain menyebutkan mekanisme aksi aloksan sebagai diabetogen antara
lain melalui mekanisme pembentukan khelat terhadap Zn dan mempengaruhi
enzim-enzim sel β pankreas sehingga terjadi deaminasi dan dekarboksilasi asam
amino yang berakibat pada kerusakan sel dan timbulnya reaksi radang. Hal itu
dibuktikan adanya peningkatan aliran darah dalam pulau Langerhans akibat
pemberian aloksan yang bekerja pada sel β pankreas (Nugroho, 2006).
Aquadest sebagai kontrol negatif, glibenklamid sebagai kontrol positif,
dan ekstrak etanol 70% akar tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus)
sebagai dosis uji yang terbagi menjadi 3 dosis yaitu 50 mg/200gBB, 150
mg/200gBB, dan 250 mg/200gBB dan diberikan dalam kurun waktu 14 hari.
Selanjutnya glukosa darah diukur kembali dan dibandingkan antara glukosa
setelah induksi aloksan dan setelah perlakuan. Dari uji t berpasangan antara data
glukosa setelah induksi aloksan dan setelah perlakuan didapatkan perbedaan yang
sangat signifikan dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Pada dosis 1 didapatkan
penurunan glukosa 15,419%, dosis 2 39,701%, dosis 3 53,012%, kontrol positif
61,317%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh kelompok dosis1, dosis 2,
dosis 3 dan kontrol positif mengalami penurunan glukosa setelah perlakuan.
Pada uji Kruskall-Wallis didapatkan nilai p = 0,000 maka dapat
disimpulkan bahwa dalam perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna karena
nilai p < 0,05 maka hipotesis 1 terbukti, yaitu terdapat efek penurunan kadar
glukosa darah tikus putih galur Wistar (Rattus norvegicus) yang diberikan ekstrak
etanol 70% akar tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus) yang diinduksi
aloksan.
Kumis kucing memiliki kandungan kimia berupa alkaloid, saponin,
flavonoid dan polifenol, zat samak, orthosiphon glikosida, minyak

10

lemak,

sapofonin, garam kalium (0,6-3,5%) dan myoinositol (Hariana, 2007), serta
minyak atsiri sebanyak 0,02-0,06 % yang terdiri dari 6 macam sesquiterpenes
dan senyawa fenolik, glikosida flavonol, turunan asam kaffeat (Yulaikhah, 2009).
Zat yang berperan dalam penurunan kadar glukosa darah yaitu flavonoid.
Flavonoid ini banyak ditemukan pada bagian daun, akar, bunga tanaman kumis
kucing (Hossain et al., 2016).
Flavonoid yang terkandung dalam tanaman kumis kucing memiliki
kemampuan dalam menghambat enzim glukosidase dan alfa amylase yang
berfungsi

dalam

memecah

karbohidrat

menjadi

monosakarida.

Dengan

penghambatan tersebut, maka pemecahan karbohidrat menjadi monosakarida
mengalami kegagalan sehingga tidak ada glukosa yang dapat diserap oleh usus
dan terjadilah penurunan kadar glukosa dalam darah. Selain itu, flavonoid juga
dapat merangsang pankreas untuk meningkatkan fungsi sel beta pancreas dalam
menghasilkan insulin (Hossain et al., 2016).
Efek penurunan kadar glukosa kelompok uji dibandingkan dengan
glibenklamid sebagai kontrol positif didapatkan hasil dosis 1 memiliki efek
25,146% dibandingkan dengan glibenklamid, pada dosis 2 memiliki efek 64,747%
dibandingkan dengan glibenklamid dan dosis 3 memiliki efek 86,455% saat
dibandingkan dengan glibenklamid. Dari ketiga dosis uji didapatkan dosis 3
memiliki efek rerata persentase yang paling mendekati dengan glibenklamid yaitu
85,37% saat dibandingkan dengan glibenklamid.
PENUTUP
Ekstrak etanol 70% akar kumis kucing (Orthosiphon stamineus) mampu
menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna. Ekstrak etanol 70% akar
kumis kucing (Orthosiphon stamineus) dosis 250 mg/200gBB

memiliki

efektivitas mendekati glibenklamid bila diberikan selama 14 hari.
PERSANTUNAN
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus
kepada: DR. Dr. E.M. Sutrisna, M.kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta serta selaku pembimbing utama skripsi,
Dr. Erna Herawati., Sp.KJ Selaku Kepala Biro Skripsi, Dr. Devi Usdiana

11

Rosyidah, M.Sc selaku ketua penguji skripsi, Ibu Riandini Aisyah, S.Si, M.Sc
selaku anggota penguji, segenap dosen dan staff Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Keluarga tercinta, dan semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ainnurrohma F., 2015. Uji Aktivitas Antidiabetes Kombinasi Ekstrak Kering
Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Dan Perikarpium Manggis
(Garcinia mangotana linn) Terhadap Mencit Yang Diinduksi
Aloksan.[skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya
Astuti V.C.Y., 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kumis Kucing
(Orthosiphon aristatus) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah
Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan.[skripsi]. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang
Darmono, 2007. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam: Naskah
lengkap diabetes mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. pp. 15-29
DEPKES RI, 2007. Kebijakan Obat Tradisional. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Keputusan Menteri Kesehatan 381/Menkes/SK/III/2007
Hariana, A., 2007., Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 1. Jakarta: Penebar
Swadaya. pp. 10
Hariana, A.H., 2007., Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Penebar Swadaya. pp. 65
Hossain, Mohammed Kawser, et al., 2016. Molecular Mechanisms of the AntiObesity and Anti-Diabetic Properties, of Flavonoids. Int J. Mol. Sci. (17).
569 : pp. 4-7
Lenzen, S., 2008. The Mechanisms of alloxan-and streptozotocin-induced
Diabetes. Journal of Springer : Institute of Clinical Biochemistry Hannover
Medical School. Diabetologia. Vol 51 : pp. 216-226
Maiti, R., Das,V.K., dan Ghosh, D. 2005. Attenuation of Hyperlipidemia in
Streptozotocin Induce Diabetic Rats by Aqueous Extract of Seed of
Tamarindus indica. Biology Pharmaceutical Bulletin. Vol 28(7) : pp. 1173
Mohamed E.A.H., Ali J.M., Asmawi M.Z., Amirin S., Ebrika O.S., 2011.
Antihyperglycemic Effect of Orthosiphon stamineus benth Leaves
Extract and Its Bioassay-Guided Fractions. J. Molecules. Vol 16: pp.
3788
Nugroho, A.E., 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus : Pathology Mekanisme
Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. Vol 7(4) : pp. 381, 378-382
12

Shadine, M., 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan
Serangan Jantung. Jakarta: Keen Books. pp. 64
Soeryoko, H., 2011. Tanaman Obat Paling Favorit Penghancur Batu Ginjal.
Yogyakarta: Andi. pp. 1-22, 51-52
Suherman, S. K. 2007. Insulin, Glikagon dan Antidiabetek Oral. Dalam :
Farmakologi dan Terapi. Editor : Sulistia G. Gunawan. Edisi V. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI. pp. 484, 487-488
Suryandari P.D., 2105. Uji Aktivitas Antidiabetes Campuran Ekstrak Kering Daun
Kumis Kucing (Orthosiphon stamines) Dan Umbi Bawang Putih (Allium
sativum L.) Terhadap Mencit (Musmusculus) Yang Diinduksi Aloksan.
[skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya
Suyono, S., 2007. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes.
Dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., ed. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. pp. 1-4
Szkudelski, T. 2001. The Mechanism Of Alloxan And Streptozotocin Action in
β Cells Of The Rat pancreas. Physiol Res 50. pp. 536-546
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek samping. Edisi VI. Jakarta: Elex Media Komputindo. pp.
48-49, 738, 740-742, 747-749
Wibowo, S., 2013. Herbal Ajaib Tumpas Macam-macam Penyakit, Cetakan I.
Jakarta: Pustaka Makmur. pp. 110, 114
Yulaikhah, Y. U., 2009, Pengaruh Kadar Bahan Pengikat Polivinil
Pirolidon Terhadap Sifat Fisik Tablet Effervescent Campuran Ekstrak
Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight.) dan Kumis Kucing
(Orthosiphon aristatus [Blume] Miq.). [skripsi]. Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

13

Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK DAUN BUNGUR (Lagerstroemia speciosa) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR

0 3 22

EFEK PAPARAN SIDESTREAM CIGARETTE SMOKE PADA KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)

0 2 17

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia Lynn) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR JANTAN DIABETIK YANG DIINDUKSI ALOKSAN

0 4 15

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

6 42 76

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbbi L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI ALOKSAN

1 6 7

EFEK EKSTRAK ETANOL SEMUT JEPANG (Tenebrio Sp) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH JANTAN

0 4 7

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA MENCIT PUTIH JANTAN

1 1 7

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH

1 0 69

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH TERONG BELANDA(SOLANUMBETACEUMCAV.)TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) HIPERKOLESTEROLEMIAYANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF TAMARILLOPEELS(SOLAN

1 2 13

UJI EFEK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS ((Cinnamomum burmannii (Nees T.Nees) Blume)) DAN MADU TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS JANTAN SKRIPSI

0 0 15