Keefektifan Formula Inokulan Rhizobakteria untuk Meningkatkan Produksi Kedelai di Lahan Pertanian

KEEFEKTIFAN FORMULA INOKULAN RHIZOBAKTERIA
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI
DI LAHAN PERTANIAN

SAIFUL BAHRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Formula
Inokulan Rhizobakteria untuk Meningkatkan Produksi Kedelai di Lahan Pertanian
adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agusuts 2014

Saiful Bahri
NIM G351100231

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
SAIFUL BAHRI. Keefektifan Formula Inokulan Rhizobakteria untuk
Meningkatkan Produksi Kedelai di Lahan Pertanian. Dibawah bimbingan: ARIS
TRI WAHYUDI dan HAPPY WIDIASTUTI.
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kedelai adalah melalui
pendekatan teknologi pertanian, seperti pupuk hayati. Pupuk hayati mengandung
rhizobakteria yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan dapat digunakan
untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Rhizobakteria pemacu pertumbuhan

tanaman (PGPR) sebagai pupuk hayati dapat menjadi jawaban untuk
meningkatkan produksi kedelai. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ko-inokulasi
Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan BJ11 Bradyrhizobium japonicum diketahui
mampu meningkatkan pertumbuhan kedelai dan mengendalikan jamur patogen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh formulasi pupuk hayati
dalam bentuk serbuk, granul, dan tepung untuk meningkatkan produksi kedelai.
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa rancangan acak
kelompok dengan 12 perlakuan dan 3 blok. Viabilitas bakteri dalam pupuk hayati
diamati selama 6 bulan pada suhu ruang dan suhu 4 °C masa penyimpanan. Ratarata produktivitas paket inokulan bentuk serbuk, granul, dan tepung dengan
kombinasi pupuk NPK dosis penuh masing-masing mampu mencapai 2.76 ton ha 1
, 2.79 ton ha-1, dan 2.07 ton ha-1. Produksi ini meningkat sebesar 20%, 16,2%,
dan 15% dibandingkan dengan perlakuan kontrol NPK dosis penuh yang hanya
2.30 ton ha-1, 2.40 ton ha-1, dan 1.80 ton ha-1. Sementara paket rata-rata inokulan
dalam bentuk serbuk, granul, dan tepung dengan dosis NPK setengah mampu
mencapai 2.46 ton ha-1, 2.61 ton ha-1, dan 1.81 ton ha-1, produksi ini meningkat
29.5%, 45.8%, dan 10% dibandingkan dengan perlakuan kontrol pupuk NPK
dosis setengah yang hanya 1.90 ton ha-1, 1.79 ton ha-1, dan 1.64 ton ha-1.
Berdasarkan uji viabilitas bakteri, kisaran rata-rata jumlah sel bakteri yang
terkandung dalam bahan pembawa bentuk serbuk, granul, dan tepung dalam masa
simpan 6 bulan masih sesuai standar pupuk hayati yang dipersyaratkan, karena

jumlah populasi tiga isolat pada setiap formula mencapai 55.5% pada
penyimpanan dengan suhu ruang dan 66,6% pada suhu 4 °C dengan jumlah sel
rata-rata sebesar 107 sel g-1.
Kata kunci : rhizobakteria, kedelai, inokulan, pemacu pertumbuhan.

SUMMARY
SAIFUL BAHRI. Effectiveness of Inoculants Rhizobacteria Formula to Increase
Production of Soybean in Agricultural Field. Supervised by ARIS TRI
WAHYUDI and HAPPY WIDIASTUTI.
One way to increase soybean production was by agricultural technology
approach, such as biofertilizer. Biofertilizer containing rhizobakteria to promote
plant growth and could be used to reduce chemical fertilizer utilization. Plant
growth promoting rhizobacteria (PGPR) introduction as biofertilizer could be an
answer for the problem to increase soybean production. Based on previous
research, co-inoculation of Pseudomonas sp., Bacillus sp., and Bradyrhizobium
japonicum BJ11 known able to increase soybean growth and control pathogenic
fungi. The aim of this study was to examine effect of biofertilizer formula in
powder, granule, and talc forms to increase soybean production in Bogor, West
Java. Randomized block design with 12 treatments and 3 blocks was used as
design experiment. Bacterial viability was assayed after 6 months storage all room

and 4 °C temperature. The average productivity package inoculants of powder,
granule and talc forms with full NPK dosage were capable to reached the 2.76 ton
ha-1, 2.79 ton ha-1 and 2.07 ton ha-1, respectively. This production was increased
by 20%, 16.2% and 15% compared with the control treatment a full NPK dosage
which were only about 2.30 ton ha-1, 2.40 ton ha-1 and 1.80 ton ha-1, respectively.
While the average package of inoculants in the forms of powder, granule and talc
with a half NPK dosage were able to reach 2.46 ton ha-1 2.61 ton ha-1 and 1,81 ton
ha-1, production was increased 29.5%, 45.8% and 10% compared with the control
treatment that only half NPK dosage was only about 1.90 ton ha-1, 1.79 ton ha-1
and 1.64 ton ha-1, respectively. Based on bacterial viability assay, the range ofthe
average number of bacterial cells contained in the peat powder, granule, and talc
form for the shelf life of 6 months quality inoculant bacteria produced relatively
less well, because the average number of population of the three isolates in each
formula 66.6% at 4 °C and 55,5% at storage all room temperature of 107 cells g-1.
Key words: inoculant, PGPR, soybean, viability

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEEFEKTIFAN FORMULA INOKULAN RHIZOBAKTERIA
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI
DI LAHAN PERTANIAN

SAIFUL BAHRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA

Judul Tesis
Nama
NIM

: Keefektifan Formula Inokulan Rhizobakteria untuk
Meningkatkan Produksi Kedelai di Lahan Pertanian
: Saiful Bahri
: G351100231

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof DrAris Tri Wahyudi, MSi
Ketua


Dr Ir Happy Widiastuti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 20 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bukan September 2011 sampai Maret 2012 ini
ialah Rhizobakteria, dengan judul Keefektifan Formula Inokulan Rhizobakteria
untuk Meningkatkan Produksi Kedelai di Lahan Pertanian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si
dan Dr. Ir. Happy Widiastuti, M.Si selaku Komisi Pembimbing, serta Dr. Edi
Husen, M.Sc yang telah memberikan banyak saran dan bimbingan kepada penulis
sampai penyelesaian penulisan tesis ini. Penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar berkat pendanaan dari program penelitian RISTEK 2010-2011. Oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada program ini dan pihak-pihak yang
terkait. Di samping itu, ucapan terima kasih juga ditujukan untuk Ibu Henny, Pak
Jaka selaku laboran Mikrobiologi, Bapak Koko pekerja di lapang. Ucapan terima
kasih juga kepada teman-teman seperjuangan Bapak Sipriyadi, Bapak Seagams,
Wahyu Eka Sari atas support dan segala bantuan yang telah diberikan, serta
teman-teman Pasca Mikrobiologi angkatan 2010 dan mahasiswa penghuni Kostan
Baristar atas perhatian dan kerjasamanya. Secara khusus penulis menyampaikan
ucapan terima kasih untuk Evi Indahwati sang motivator dan nya’, babeh, serta
seluruh keluarga, atas doa dan dukungannya selama ini.
Demikian tesis ini penulis buat. Semoga tidak hanya bermanfaat bagi
penulis, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pembaca.


Bogor, Agustus 2014

Saiful Bahri

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kedelai
BakteriPseudomonas sp.
BakteriBacillus sp.
BakteriBradyrhizobium japonicum
Bahan Pembawa

2
2
3
3
4
4


3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Penelitian
Peremajaan Bakteri
Pembuatan Paket Pupuk Hayati
Bentuk Serbuk
Bentuk Granul
Bentuk Tepung
Uji Viabilitas Inokulan Bakteri
Analisis Kimia Tanah
Total Plate Count (TPC) Bakteri
Total Plate Count (TPC) Bakteri Penambat Nitrogen
Rancangan Percobaan

5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
8
8
8

4 HASIL
Formulasi Pupuk Hayati
Viabilitas Inokulan Bakteri Selama Masa Penyimpanan
Keefektifan Inokulan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai

10
10
11
11

5 PEMBAHASAN

19

6 SIMPULAN

21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1 Perlakuan, kode isolat, dan dosis pupuk NPK yang digunakan pada tiap
plot percobaan
9
2 Kepadatan sel bakteri yang diinokulasikan ke dalam bahan pembawa
11
3 Pengaruh pemberian paket inokulan pada kemasan Serbuk, Granul, dan
Tepung yang dikombinasikan dengan pupuk NPK terhadap Jumlah Bintil
(per rumpun) pada tanaman Kedelai berumur 45 hari setelah tanam
14
4 Pengaruh pemberian paket inokulan pada kemasan Serbuk, Granul, dan
Tepung dengan pupuk NPK terhadap produksi biji (ton ha-1) dengan
masa tanam 3 bulan
16

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan kemasan pupuk hayati bentuk Serbuk (a), Granul (b), dan
Tepung (c)
2 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Serbuk dan NPK terhadap
Berat Basah Tajuk (BBT), Berat Kering Tajuk (BKT), Berat Basah Akar
(BBA), dan Berat Kering Akar (BKA) per rumpun pada tanaman Kedelai
berumur 45 hari setelah tanam
3 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Granul dan NPK terhadap
Berat Basah Tajuk (BBT), Berat Kering Tajuk (BKT), Berat Basah Akar
(BBA), dan Berat Kering Akar (BKA) per rumpun pada tanaman Kedelai
berumur 45 hari setelah tanam
4 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Tepung dan NPK terhadap
Berat Basah Tajuk (BBT), Berat Kering Tajuk (BKT), Berat Basah Akar
(BBA), dan Berat Kering Akar (BKA) per rumpun pada tanaman Kedelai
berumur 45 hari setelah tanam
5 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Serbuk dan NPK Terhadap
Berat Polong, Berat Biji, dan Berat 100 Biji (per rumpun) dengan masa
tanam 3 bulan
6 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Granul dan NPK terhadap
Berat Polong, Berat Biji, dan Berat 100 Biji (per rumpun) dengan masa
tanam 3 bulan
7 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Tepung dan NPK terhadap
Berat Polong, Berat Biji, dan Berat 100 Biji (per rumpun) dengan masa
tanam 3 bulan

10

12

12

13

15

15

16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media Nutrient Agar, King’s B Agar, Yeast Manitol Agar,
dan Susu Skim + Molase yang digunakan dalam 100 ml aquades
27
2 Viabilitas sel bakteri pada paket dalam bentuk kemasan selama masa
penyimpanan pada suhu ruang
28
3 Viabilitas sel bakteri pada paket dalam bentuk kemasan selama masa
penyimpanan pada suhu 4 °C
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia kedelai (Glycine max (L.) Merr.)) merupakan salah satu
komoditas tanaman pangan yang sangat penting. Kebutuhan kedelai di Indonesia
± 2.4 juta ton per tahun sedangkan produksi kedelai pada tahun 2013 (ARAM I)
hanya mencapai 847.16 ribu ton biji kering. Produksi kedelai nasional belum
mencukupi akan kebutuhan masyarakat. Demi mencukupi permintaan dan
konsumsi dalam negeri, pada tahun 2013 pemerintah mengambil kebijakan impor
kedelai hingga mencapai 70% (BPS 2013). Oleh karena itu produksi kedelai harus
ditingkatkan demi tercapainya swasembada kedelai yang dicanangkan oleh
pemerintah. Upaya peningkatan produksi kedelai dihadapkan pada semakin
tingginya harga pupuk kimia dan residu di dalam tanah.
Penggunaan pupuk kimia saat ini sudah banyak dikurangi. Salah satu cara
mengurangi penggunaan pupuk kimia adalah dengan penggunaan pupuk hayati.
Penggunaan pupuk hayati merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
produksi kedelai melalui pengembangan teknologi pertanian, seperti penggunaan
pupuk hayati rhizobakteria. Menurut Vessey (2003), pupuk hayati adalah pupuk
yang mengandung mikroorganisme sehingga dapat memacu pertumbuhan
tanaman ketika diaplikasikan ke tanaman dengan mekanisme meningkatkan
ketersediaan unsur hara tanaman. Oleh karena itu mikroorganisme yang
diharapkan adalah kelompok rhizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman atau
disebut Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Dengan konsep PGPR,
rhizobakteria setidaknya memiliki dua kriteria yaitu kemampuan dalam
mengkolonisasi permukaan akar tanaman sehingga mampu memacu pertumbuhan
tanaman dan memiliki sifat sebagai biokontrol (Haas dan Defago 2005).
Kelompok bakteri rizosfer pemacu pertumbuhan tanaman (PGPR) telah
banyak dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Ashrafuzzaman et
al. 2009). Hal ini terkait dengan penelitian Wahyudi dan Mubarik (2008), yang
melaporkan bahwa isolat Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. memiliki kemampuan
dalam memproduksi hormon pertumbuhan, seperti Indole Acetic Acid (IAA) dan
kemampuannya dalam melarutkan unsur-unsur mineral seperti fosfat. Tahar
(2009) melaporkan terdapat beberapa isolat dari kelompok Pseudomonas sp. dan
Bacillus sp. toleran masam yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman kedelai yang diinokulasi secara bersama-sama.
Aplikasi bakteri PGPR untuk tujuan pemupukan tanaman membutuhkan
suatu bahan pembawa. Bahan pembawa inokulum yang lazim disebut sebagai
carrier pada dasarnya merupakan suatu bahan yang dapat digunakan sebagai
tempat hidup inokulum pupuk hayati sebelum diaplikasikan, sehingga harus dapat
mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu tumbuh dan berkembang pada saat
digunakan. Bahan carrier yang baik adalah bersifat tidak meracuni mikroba,
kemampuan absorpsi tinggi, mudah disterilkan dan dihaluskan, mudah menempel
pada bahan tanaman (biji misalnya) dan tersedia secara melimpah (Burton 1979).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, rhizobakteria isolat Pseudomonas sp.
(Crb 17, Crb 64, Crb 86) dan Bacillus sp. (Cr 24, Cr 55, Cr 76) yang
dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum (BJ 11) diketahui mampu

2
melarutkan fosfat, menghasilkan hormon pertumbuhan IAA, meningkatkan
pertumbuhan tanaman kedelai dan mampu mengendalikan cendawan patogen akar
tanaman kedelai (Siregar 2011).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memformulasi kombinasi bakteri PGPR
(Pseudomonas sp. dan Bacillus sp.) dengan bakteri penambat nitrogen B.
japonicum (Bj11) dengan bahan pembawa gambut dan talek dalam bentuk
kemasan serbuk, granul dan tepung sebagai pupuk hayati, serta
mengaplikasikannya pada tanamana kedelai untuk meningkatkan produksinya di
lahan pertanian.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kedelai
Kedelai dikelompokkan pada divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae,
ordo Rosales, famili Leguminoseae, sub famili Papilionaceae, genus Glycine,
spesies Glycine max (L.) Merill. Kedelai memiliki jumlah kromosom somatik 2n
= 40. Tanaman kedelai merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan
tinggi 40-90 cm, bercabang, dan umur tanaman antara 72-90 hari. Sistem
perakaran kedelai terdiri atas dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder
(serabut) yang tumbuh dari akar tunggang (Adie dan Krisnawati 2007).
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh
komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga
pertumbuhannya bisa optimal (Hidayat 1985). Kedelai merupakan tanaman
menyerbuk sendiri, yakni pada kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga
yang sama. Bunga kedelai biasanya membuka pada pagi hari pada kondisi suhu
relatif rendah dengan kelembaban yang cukup. Biasanya bunga kedelai telah
terserbuki sebelum bunga membuka. Kemungkinan untuk terjadi penyerbukan
silang sangat kecil yaitu kurang dari 1%. Keadaan ini mengakibatkan kedelai
menjadi homozigot dan kemurnian varietas dapat dipertahankan selama beberapa
generasi, sehingga biji-biji dalam satu polong adalah identik (Poelhman 1996).
Tanaman kedelai dapat memperoleh hara N dari tanah, dari pupuk (organik
dan anorganik) yang ditambahkan, maupun dari N bebas melalui fiksasi bakteri
Rhizobium sp. dalam bintil akar kedelai. Dengan demikian tanaman legum dapat
menyediakan pupuk N sendiri bahkan dapat memberi kontribusi pada tanaman
disekitarnya atau tanaman kompanionnya (Purwantari 2008). Pada kondisi
optimum, 60% kebutuhan N kedelai dapat dipenuhi dari mekanisme fiksasi N
bebas oleh bakteri Rhizobium sp. dalam bintil akar tersebut. Akan tetapi untuk
mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang maksimum tanaman kedelai masih
memerlukan penambahan nitrogen yang diberikan melalui pemupukan (Baharsjah,
1983). Meskipun demikian, hasil tanaman kacang berbiji biasanya tidak dapat

3
ditingkatkan dengan pupuk nitrogen, sebab penambatan N 2 menurun sejalan
dengan penambahan jumlah pupuk nitrogen yang diserap. Untuk pupuk nitrat,
penurunan ini akibat dari penghambatan penempelan rhizobium ke bulu akar,
pengguguran benang infeksi, penurunan laju pertumbuhan bintil, penghambatan
penambatan di dalam bintil yang telah terbentuk dan kematian bintil akar yang
lebih cepat bila NO3- atau NH4+ ditambahkan (Robertson dan Farnden 1990).
Kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati
netral, pada pH 5.5-7.0 dan pH optimal 6.0-6.5. Pada kisaran pH tersebut hara
makro dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi masam
(pH < 5.5), hara fosfor (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan
sulfur (S) tidak mudah tersedia bagi tanaman kedelai (Khan et al. 2001). Pada
tanah masam, unsur Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan, sehingga dapat
bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah masam yang mengandung Al tinggi yaitu
lebih dari 20% akan menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai,
sehingga akar tidak berkembang (pendek dan tebal), tanaman tumbuh kerdil, daun
berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk polong (Sumarno dan
Manshuri 2007).

Bakteri Pseudomonas sp.
Pseudomonas sp. merupakan bakteri Gram negatif yang memiliki ciri-ciri
berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5–0.11 x 1.5–4.0
µm, motil dengan satu atau beberapa flagel, aerob dan tidak membentuk
endospora (Madigan et al. 2000). Bakteri Pseudomonas sp. ini mampu
mendominasi daerah rizosfer dan berkembang secara cepat (Pelzar dan Chan
1986). Bakteri Pseudomonas sp. ditemukan secara luas di dalam ekosistem tanah
dan air, mendegradasi sejumlah besar senyawa organik, berinteraksi dengan
tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang bersifat menguntungkan di bidang
pertanian dan sebagian lainnya dapat sebagai agen biokontrol (Palleroni dan
Moore 2004). Chen et al. (2006) menyatakan bakteri ini memiliki kemampuan
dalam melarutkan fosfat. Wahyudi dan Rachmania (2008) melaporkan bahwa
isolat Pseudomonas sp. memiliki kemampuan dalam memproduksi hormon
pertumbuhan, seperti IAA dan kemampuannya dalam melarutkan unsur-unsur
mineral seperti fosfat.
Berdasarkan kemampuannya dalam berfluoresensi, bakteri Pseudomonas
dikelompokkan menjadi bakteri Pseudomonas berfluoresens dan non fluoresens
(Ballows et al. 1992). Beberapa bakteri bersifat patogen seperti P. fluoresens, P.
putida, dan P. syringaepada tanaman. Hal yang menarik dari bakteri patogen ini
adalah kemampuannya dalam menghasilkan hormon IAA yang tinggi (Fett et al.
1987).

Bakteri Bacillus sp.
Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif yang memiliki sel berbentuk
batang. Bakteri ini juga motil dan membentuk endospora pada kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan sehingga bakteri dapat bertahan hidup (Madigan et

4
al.2000). Endospora Bacillus berada di dalam sel vegetatif induk dan memilik
morfologi ultrastruktur yang kompleks. Endospora tahan terhadap panas,
kekeringan, radiasi dan kondisi lingkungan yang tak menguntungkan (Estiken et
al. 2002).
Bacillus sp. merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah
yang seringkali dijumpai di dalam rizosfer tanaman. Bacillus yang terdapat di
dalam rizosfer tanah secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman yaitu sebagai pengendali hayati, seperti berperan sebagai pengendali
penyakit layu pada tanaman (Nasrun dan Nuryani 2007).

Bakteri Bradyrhizobium japonicum
Bradyrhizobium japonicum merupakan bakteri berbentuk batang yang
memiliki ukuran 0.5–0.9 x 1.3–3.0 µm, motil, Gram negatif, memiliki flagel polar
atau subpolar, pertumbuhannya lambat dan membentuk bintil akar pada tanaman
leguminose (Madigan et al. 2000). B. japonicum termasuk dalam grup II
Rhizobiayang spesifik menodulasi kedelai. Grup II Rhizobiatumbuh lambat dan
menghasilkan basa. Anggota dari kelompok ini memerlukan waktu pertumbuhan
3–5 hari pada medium cair dan rata-rata waktu pembelahan 6–7 jam. Kebanyakan
galur dalam kelompok ini tumbuh dengan baik dengan menggunakan pentose
sebagai sumber karbon (Somasegaran dan Hoben 1994).
Rhizobia sebagian besar bersifat kemoorganotrof aerobik dan mudah
dikultur, tumbuh baik dengan keberadaan oksigen, menggunakan karbohidrat dan
asam amino sederhana. Beberapa galur Rhizobium memerlukan vitamin untuk
pertumbuhannya. Pertumbuhan optimum sebagian besar galur pada suhu 25
sampai 30°C dengan pH 6 sampai 7. Meskipun metabolismenya secara aerobik,
beberapa galur dapat tumbuh dengan baik pada keberadaaan oksigen yang minim
(mikroaerofilik) (Somasoegaran dan Hoben 1994).
Simbiosis Rhizobium-Legum dipengaruhi oleh penurunan pH tanah.
Penurunan pH tanah dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi proton,
kelarutan logam seperti aluminium yang bersifat toksik terhadap bakteri bintil
akar. Respon bakteri bintil akar terhadap tanah asam tergantung pada interaksi
sejumlah faktor seperti konsentrasi H+, aktivitas Al3+, dan kemampuan kompetisi
dan persistensi dari galur Rhizobium (Tiwari et al. 1992).
Mekanisme Bradyrhizobium dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
inang secara langsung melalui produksi IAA dan pengambilan nutrisi fosfat dan
mineral lainnya. Mekanisme secara tidak langsung dengan melindungi akar dari
serangan patogen melalui produksi metabolit sekunder seperti siderofor dan
rizobitoksin (Deshwal et al. 2002).

Bahan Pembawa
Viabilitas inokulan selama proses penyimpanan dalam jangka waktu
tertentu agar keberadaannya dapat dipertahankan, maka diperlukan bahan
pembawa yang dapat berfungsi sebagai sumber energi dan tempat tinggal mikroba
(Saraswati 1999). Menurut Burton (1979) bahan pembawa inokulum yang lazim

5
disebut sebagai carrier pada dasarnya merupakan suatu bahan yang dapat
digunakan sebagai tempat hidup inokulum pupuk hayati sebelum diaplikasikan,
sehingga harus dapat mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu tumbuh dan
berkembang pada saat digunakan. Produksi dan mutu inokulan Rhizobium di
beberapa negara berkembang dibatasi oleh ketersediaan bahan pembawa yang
sesuai dan keterbatasan teknologi (Khavasia et al. 2007). Nakkeeran et al. (2004)
menyatakan beberapa bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi
pupuk hayati baik organik seperti gambut dan anorganik seperti talek, zeolit,
kaolinit, monmorilonit, piropilit, dan vermikulit.
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya
yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.
Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah
yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses
pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik
(Hardjowigeno 1986). Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000
tahun yang lalu (pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara
6.800-4.200 tahun yang lalu (Andriesse 2003). Gambut merupakan bahan carrier
yang selama ini dianggap memenuhi persyaratan tersebut, namun demikian perlu
dicari alternatif bahan pembawa yang lain baik sebagai bahan utama atau sebagai
bahan substitusi (Burton 1979). Selanjutnya talek merupakan mineral yang sangat
lunak dengan rumus kimia (Mg3Si4O10(OH)2) dan mempunyai luas permukaan <
20 µm dan berada di dalam pasir, lumpur, dan liat yang mempunyai ikatan sangat
kuat. Umumnya terjadi sebagai mineral sekunder hasil hidrasi batuan pembawa
magnesium, seperti peridotit, gabro, dan dolomite. Talek juga merupakan jenis
tanah mineral yang dominan berasosiasi dengan kaolinit dan gibsit, dimana
stabilitasnya relatif berbeda dengan mineral lain, karena komponen talek
mempunyai kandungan tanah liat yang sangat kuat (Dixon 1989).
Bahan pembawa yang baik adalah bersifat tidak meracuni mikroba,
kemampuan absorpsi tinggi, mudah disterilkan, mudah dihaluskan, dan mudah
menempel pada bahan tanaman serta tersedia secara melimpah. Berdasarkan
penelitian di rumah kaca sebelumnya, menurut Siregar (2011) kedua bahan
pembawa talek dan gambut memiliki pengaruh yang berbeda dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan sebagai tempat hidup sementara bakteri inokulan. Oleh
karena itu, dalam penelitian lanjutan ini, kedua bahan pembawa akan diuji
kembali untuk diaplikasikan di tanah lapang.

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2011 hingga Maret 2012.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,
Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Tanah

6
Cimanggu-Bogor dan lahan pertanian di Kelurahan Ranca Bungur Kecamatan
Semplak, Bogor sebagai lokasi untuk pengujian formula inokulan.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah : benih kedelai tahan asam (Anjasmoro);
bahan pembawa (talek dan gambut); rhizobakteria yang digunakan terdiri dari 6
isolat yaitu galur Bacillus sp. Cr 24, Cr 55, Cr 76 dan Pseudomonas sp. Crb 17,
Crb 64, Crb 86 (Siregar 2011), dan bakteri penambat nitrogen yang bersimbiosis
dengan tanaman kedelai Bradyrhizobium japonicum Bj 11 (Wahyudi et al. 1998).
Media yang digunakan adalah; King’S B agar untuk Pseudomonas sp., Nutrient
Agar (NA) untuk Bacillus sp., dan Yeast Manitol Agar (YMA) untuk B.
japonicum (Bj 11) dan media susu skim molase dan Yeast Manitol Broth (YMB)
untuk formulasi kultur inokulum (Lampiran 1).

Peremajaan Bakteri
Peremajaan isolat bakteri yang digunakan dilakukan dengan menggoreskan
bakteri pada media padat yang sesuai yaitu King’s B agar, NA, dan YMA masingmasing untuk Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan Bradyrhizobium japonicum.
Pada media YMA untuk BJ 11 ditambahkan antibiotik rifampisin (50 µg/ml).

Pembuatan Paket Pupuk Hayati
Bakteri PGPR Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. ditumbuhkan ke dalam
media alternatif berupa susu skim molase, sedangkan bakteri B. japonicum Bj11
ditumbuhkan dalam media Yeast Manitol Broth (YMB). Waktu pemanenan
bakteri mengacu pada penelitian Siregar (2011), yaitu isolat Bj 11 selama 5 hari
inkubasi, isolat Pseudomonas sp (kode: CRB 17 dan CRB 64) dan Bacillus sp
(kode: CR 24 dan CR 55) dipanen setelah 2 hari masa inkubasi. Sedangkan isolat
Pseudomonas sp (kode: CRB 86) dan Bacillus sp (kode: CR 76) dipanen hanya 1
hari masa inkubasi. Bakteri yang telah mencapai kepekatan ± 10 8 sel/ml kemudian
dicampurkan dengan perbandingan 1:1:1 untuk selanjutnya dicampurkan pada
bahan pembawa gambut dan talek untuk menjadi bentuk serbuk, granul, dan
tepung. Pemilihan komposisi bakteri penyusun paket inokulan disesuaikan dengan
hasil penelitian sebelumnya, dimana ketiga komposisi isolat tersebut paling efektif
dalam memacu pertumbuhan tanaman kedelai pada percobaan rumah kaca
(Siregar 2011).
Persiapan bahan pembawa menyesuaikan dengan prosedur Somasegaran
dan hoben (1994). Komposisi pupuk bentuk serbuk yaitu gambut 85%, fosfat
alam 10%, dan kaptan 5% dari total berat campuran. Bahan-bahan ini kemudian
dicampur hingga merata, lalu dikemas dengan berat 25 g setiap kemasan.
Komposisi bahan pembawa granul yaitu gambut 50%, kaolin 10%, fosfat alam
10%, kaptan 10% dan zeolit 20% dari total berat campuran. Setelah itu bahan
diaduk hingga rata dan dikemas 250 g setiap kemasan. Berbeda dari pupuk serbuk

7
dan granul, persiapan bahan pembawa pupuk bentuk tepung mengikuti prosedur
Nandakumar et al. (2001), yaitu bahan talek ditambah kaptan sebanyak 1% dari
total berat campuran dan dikemas sebanyak 300 g setiap kemasan. Kedua jenis
bahan pembawa dimasukkan ke dalam plastik tahan panas untuk selanjutnya
disterillisasi terlebih dahulu menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C dan tekanan
1 atm selama 2 x 15 menit.

Bentuk Serbuk
Untuk kemasan bentuk serbuk disiapkan 50 g bahan pembawa gambut yang
sudah bercampur dengan kapur pertanian, dan fosfat alam steril yang telah dingin,
kemudian disuntikkan dengan campuran ketiga isolat sebanyak 15 ml secara
aseptis. Setelah diinokulasikan, ketiga inokulan disebar kesemua bagian
permukaan gambut secara merata dan kemasan bentuk serbuk siap untuk
digunakan dan disimpan pada suhu ruang.

Bentuk Granul
Gambut sebanyak 250 g yang sudah disterilisasi sebelumnya dikeringkan
untuk mencapai kadar air < 20%. Pemberian inokulan dilakukan dengan
memasukkan ketiga inokulan campuran kedalam botol semprot steril, yaitu
sebanyak 110 ml inokulan campuran ke dalam 250 g bahan pembawa gambut,
kemudian dilakukan penyemprotan pada gambut pada saat proses granulasi
dengan menggunakan mesin granulator khusus pembuatan pupuk hayati. Granul
yang terbentuk dikering-anginkan dalam ruang bersih dan siap dikemas serta
disimpan untuk selanjutnya digunakan.

Bentuk Tepung
Sebanyak 300 g talek yang sudah disterillisasi dan sudah didinginkan
selama satu malam dilakukan inokulasi ketiga biakan kultur cair, masing-masing
inokulan 35 ml dicampurkan secara aseptik hingga merata dan siap dicampurkan
pada talek. Campuran tersebut dikering-anginkan dalam ruang teduh dan bersih
untuk mencapai kadar air < 20%.

Uji Viabilitas Inokulan Bakteri
Viabilitas pupuk hayati diamati selama 6 bulan pada suhu penyimpanan 4
ºC dan suhu ruang dengan cara mencawankan bakteri secara berkala. Indikator
kestabilan inokulan dalam bahan pembawa ditentukan oleh jumlah sel hidup
setelah masa penyimpanan. Sebanyak 10 gram paket inokulan dilarutkan dalam 90
ml NaCl 0,85% lalu dilakukan pengenceran serial hingga kepekatan 10 -8 sel ml-1.
tiga pengenceran terakhir yaitu 10-6, 10-7, dan 10-8 disebar sebanyak 100 µl pada
media. Pencawanan pada media disesuaikan, yaitu media King’s B Agar untuk

8
populasi Pseudomonas sp. dengan penambahan antibiotik Ampicillin, media NA
untuk Bacillus sp. dengan penambahan antibiotik Chloramphenicol, dan media
YMA untuk populasi inokulan B. japonicum (Bj11) dengan penambahan
antibiotik Rifampisin.

Analisis Kimia Tanah
Analisis kimia tanah dilakukan untuk sampel tanah meliputi pH tanah, kadar
nitrogen tersedia, fosfor, dan kalium tersedia dengan metode standar.

Total Plate Count (TPC) Bakteri
Sebanyak 10 gram sampel tanah, kemudian disuspensikan dalam 90 ml
larutan garam fisiologis steril, untuk kemudian dilakukan pengenceran serial
dengan menggunakan 9 ml garam fisiologis steril hingga 10 -7. Suspensi tersebut
lalu diinokulasikan 100 µl ke dalam medium Standard Method Agar (SMA) dan
disebar secara merata dengan batang penyebar, kemudian diinkubasi selama 24-48
jam dan diamati pertumbuhannya serta dihitung total populasinya berdasarkan
metode TPC.

Total Plate Count(TPC) Bakteri Penambat Nitrogen
Sebanyak10 gram sampel tanah disuspensikan dalam 90 ml larutan garam
fisiologis steril, untuk kemudian dilakukan pengenceran serial dengan
menggunakan 9 ml garam fisiologis steril hingga 10 -7. Suspensi tersebut lalu
diinokulasikan ke dalam medium seleksi Yeast Manitol Agar (YMA) yang
ditambah Congo Red 0,25% dan disebar secara merata menggunakan batang
penyebar, kemudian diinkubasi selama 3-5 hari dan diamati pertumbuhannya serta
dihitung total populasinya berdasarkan metode TPC.

Rancangan Percobaan
Pengujian paket formula inokulan dilakukan dengan mengkombinasikan
dengan pupuk Urea untuk hara N, SP36 untuk hara P dan KCl untuk hara K.
Dosis yang digunakan berdasarkan petunjuk teknis pengelolaan tanaman kedelai,
yaitu 50 kg Urea/ha, 75 kg SP36/ha, dan 100 kg KCl/ha (BPTP 2010). Percobaan
disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan 12 perlakuan yang
masing-masing diulang 3 kali pada ketiga bentuk pupuk hayati yang digunakan
(serbuk, granul dan tepung) ditampilkan pada Tabel 1.
Pemupukan diberikan dua kali yaitu pada 11 hari setelah tanam dan 35 hari
setelah tanam (HST). Pupuk NPK yang diberikan pada tiap plot/petak percobaan
untuk perlakuan N:P:K dosis penuh (1) sebanyak 69:138:83 g plot-1 dan setengah
dosis (0.5) sebanyak 34.5:69:41.5 g plot -1 untuk perlakuan N:P:K. Tanah yang
digunakan pertama kali dilakukan pengukuran pH, kadar N, P, dan K serta jumlah

9
mikroorganisme. Inokulasi pupuk hayati dilakukan bersamaan dengan penanaman
benih kedelai. Benih kedelai Anjasmoro dibasahi dengan air dan kemudian
dicampur dengan paket inokulan bakteri dalam bentuk serbuk maupun tepung dari
masing-masing paket sesaat sebelum benih ditanam dengan dosis 50 g paket
inokulan untuk 1 kg biji kedelai. Selanjutnya untuk paket bentuk granul diberikan
bersamaan dengan waktu penanaman, yaitu dalam 1 lubang terdiri dari 1 butir
granul formula kemudian lubang ditutup. Kedelai ditanam dengan jarak tanam 40
cm x 15 cm pada plot tanaman sebesar 3.5 x 4 m dengan 2 biji kedelai per lubang
tanam. Lubang tanam pada plot percobaan sebanyak 230 lubang. Pemeliharaan
tanaman dilakukan dengan membersihkan gulma seminggu sekali. Pengamatan
pertumbuhan dilakukan terhadap berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah
akar, berat kering akar, dan jumlah bintil akar pada 45 HST. Pengamatan produksi
dilakukan terhadap berat polong per rumpun, berat biji per rumpun, berat 100 biji,
serta produktivitasnya dalam ton ha-1 yang diamati ketika tanaman dipanen setelah
mencapai 3 bulan. Data dianalisis dengan analisis ragam dan dilakukan uji
lanjutan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada α = 5%.
Tabel 1 Perlakuan, kode isolat, dan dosis pupuk NPK yang digunakan pada tiap
plot percobaan
Perlakuan

Kode Isolat dalam Formula

Dosis N:P:K
(g plot-1)

Bacillus Cr 76 + Pseudomonas Crb 86
69:138:83
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 76 + Pseudomonas Crb 86
M_RS+NPK 0.5
34.5:69:41.5
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 76 + Pseudomonas Crb 86
M_RS
0
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 24 + Pseudomonas Crb 17
M_FO+NPK 1
69:138:83
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 24 + Pseudomonas Crb 17
M_FO+NPK 0.5
34.5:69:41.5
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 24 + Pseudomonas Crb 17
M_FO
0
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 55 + Pseudomonas Crb 64
M_SR+NPK 1
69:138:83
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 55 + Pseudomonas Crb 64
M_SR+NPK 0.5
34.5:69:41.5
+ B. japonicum Bj 11
Bacillus Cr 55 + Pseudomonas Crb 64
M_SR
0
+ B. japonicum Bj 11
NPK 1
69:138:83
NPK 0.5
34.5:69:41.5
Kontrol
0
Keterangan : M_RS adalah paket formula pupuk hayati dan biokontrol fungi
patogen Rhizoctonia solani, M_FO adalah paket formula pupuk hayati dan
biokontrol fungi patogen Fusarium oxysporum, dan M_SR adalah paket formula
pupuk hayati dan biokontrol fungi patogen Sclerotium rolfsii.
M_RS+NPK 1

10

4 HASIL
Formulasi Pupuk Hayati
Bakteri PGPR yang digunakan ditumbuhkan dalam media alternatif susu
skim molase cair yang mengacu pada penelitian sebelumnya. Dalam perbanyakan
sel, ketiga jenis bakteri yang digunakan jumlahnya mencapai maksimum. Pada
media susu skim molase cair, tiga isolat Bacillus sp. berkisar antara 8.00 x 109 sel
ml-1 sampai 1.18 x 1011 sel ml-1, dan tiga isolat Pseudomonas sp. berkisar antara
1.5 x 1010 sel ml-1 sampai 3.00 x 1011 sel ml-1. Adapun waktu inkubasi ketiga isolat
Bacillus sp. berkisar antara 24 sampai 48 jam, dan untuk ketiga isolat
Pseudomonas sp. berkisar antara 12 sampai 48 jam. Selanjutnya pada isolat B.
japonicum (BJ 11) untuk mencapai jumlah sel maksimum dibutuhkan waktu
inkubasi selama 72 jam, yaitu dengan mencapai populasi sel 2.5 x 10 10 sel ml-1
(Tabel 2). Berdasarkan kegiatan pembuatan formulasi pupuk hayati diperoleh tiga
paket formulasi yang selanjutnya diberi kode M_RS, M_FO, dan M_SR dengan
tiga bentuk kemasan. Paket inokulan tersebut dikemas dalam serbuk, granul, dan
tepung yang dibungkus plastik dan diberi label (Gambar 1).

a

b

c
Gambar 1 Penampilan kemasan pupuk hayati bentuk Serbuk (a), Granul (b), dan
Tepung (c)

11
Tabel 2 Kepadatan sel bakteri yang diinokulasikan ke dalam bahan pembawa
Kode Isolat
Bacillus sp. Cr 24

Masa Inkubasi
(jam)
48

Jumlah Sel Maksimum
(sel ml-1)
3.10 x 1010

Bacillus sp. Cr 55

48

1.18 x 1011

Bacillus sp. Cr 76

24

8.00 x 109

Pseudomonas sp. Crb 17

48

1.85 x 1010

Pseudomonas sp. Crb 64

36

3.00 x 1011

Pseudomonas sp. Crb 86

12

1.50 x 1010

B. japonicum (Bj 11)

72

2.50 x 1010

Pemilihan komposisi bakteri penyusun paket inokulan disesuaikan dengan
hasil penelitian Siregar (2011), dimana ketiga komposisi tersebut efektif dalam
memacu pertumbuhan tanaman kedelai pada percobaan rumah kaca. Ketiga
bentuk paket formulasi pupuk memiliki kandungan air yang berdeda, pada paket
bentuk serbuk dengan bahan dasar gambut memiliki kadar air berkisar 44 sampai
46%, bentuk granul memiliki kadar air berkisar 5 sampai 10%, sedangkan bentuk
tepung dengan bahan dasar talek memiliki kadar air berkisar 2 sampai 6% (Siregar
2011).

Viabilitas Inokulan Bakteri Selama Masa Penyimpanan
Viabilitas sel bakteri pada pupuk dihitung dengan metode cawan sebar pada
penyimpanan suhu ruang dan suhu 4 °C dengan lama penyimpanan selama 6
bulan disajikan dalam Lampiran 2 dan 3. Jumlah konsentrasi bakteri per gram
bahan pembawa dalam bentuk serbuk, gambut, dan tepung mengalami penurunan
jumlah konsentrasi pada pengujian 0 bulan hingga bulan ke-6, karena sebagian
bakteri mengalami kematian sel. Berdasarkan hasil penghitungan jumlah sel
bakteri selama masa penyimpanan 6 bulan dalam suhu ruang berkisar 1.55 x 107
hingga 3.84 x 108 sel g-1 paket formulasi untuk isolat Cr, selanjutnya 2.50 x 10 7
hingga 1.27 x 108 sel g-1 paket formulasi untuk isolat Crb, dan untuk isolat Bj 11
jumlah sel antara 1.15 x 106 hingga 1.67 x 108 sel g-1 paket formulasi. Selanjutnya
untuk penghitungan jumlah sel bakteri pada suhu 4 °C berkisar 1.35 x 107 hingga
1.84 x 108 sel g-1 paket formulasi untuk isolat Cr, selanjutnya 2.00 x 10 7 hingga
1.15 x 108 sel g-1 paket formulasi, dan untuk isolat Bj 11 berkisar antara 1.66 x 106
hingga 1.82 x 108 sel g-1 paket formulasi.

Keefektifan Inokulan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai
Sampel tanah yang diambil dari areal penanaman kedelai diketahui memiliki
pH tanah sebesar 5.75 yang bereaksi asam dan mengandung total mikroorganisme
sebanyak 5.6 x 107sel g-1 bakteri melalui penghitungan total pada media SMA dan

12
mengandung 2.8 x 106 sel g-1 bakteri kelompok rhizobia yang dihitung
menggunakan cawan sebar YMA dengan masa inkubasi mencapi 5 sampai 7 hari.
Sementara itu jumlah bahan organik N serta mineral P dan K pada sampel tanah
kering sebelum penanaman diketahui berturut-turut sebesar 0.08%, 8.4 ppm, dan
622 ppm. Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas dari inokulan perlu adanya uji
efektivitas bakteri PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman yang
dilakukan di tanah lapang. Hasil uji efektivitas paket formulasi kemasan serbuk,
granul, dan tepung terhadap beberapa parameter pertumbuhan tanaman kedelai
disajikan dalam Gambar 2, 3, dan 4. Respon tanaman kedelai terhadap pemberian
inokulan berbeda-beda untuk setiap perlakuan yang diamati pada 45 hari setelah
tanam.
45

40
35

BBT

30
25

BKT

20
15
10
5

BBA
BKA

0

Gambar 2 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Serbuk dan NPK
terhadap Berat Basah Tajuk (BBT), Berat Kering Tajuk (BKT), Berat
Basah Akar (BBA), dan Berat Kering Akar (BKA) per rumpun pada
tanaman Kedelai berumur 45 hari setelah tanam
40
35
30
25
20
15

BBT
BKT

10
BBA
5
BKA
0

Gambar 3 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Granul dan NPK
terhadap Berat Basah Tajuk (BBT), Berat Kering Tajuk (BKT), Berat
Basah Akar (BBA), dan Berat Kering Akar (BKA) per rumpun pada
tanaman Kedelai berumur 45 hari setelah tanam

13

30
25
20
15
BBT
10

BKT

5

BBA
BKA

0

Gambar 4 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Tepung dan NPK
terhadap Berat Basah Tajuk (BBT), Berat Kering Tajuk (BKT), Berat
Basah Akar (BBA), dan Berat Kering Akar (BKA) per rumpun pada
tanaman Kedelai berumur 45 hari setelah tanam
Respon pertumbuhan yang lebih baik ditunjukkan oleh perlakuan inokulan
yang dikombinasikan dengan pupuk NPK terutama dengan dosis penuh. Seperti
halnya pada perlakuan kemasan serbuk dari ketiga paket inokulan dengan dosis
pupuk NPK penuh mampu meningkatkan berat basah tajuk, berat kering tajuk,
berat basah akar, dan berat kering akar. Perlakuan ini bahkan memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK penuh. Akan
tetapi, pemberian inokulan dengan pupuk NPK dosis setengah, hanya perlakuan
paket M_SR yang belum mampu meningkatkan berat basah tajuk yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dosis penuh. Untuk respon
pertumbuhan yang ditunjukkan oleh kemasan granul, perlakuan paket inokulan
dengan kombinasi pupuk NPK dosis penuh dan dosis setengah, mampu
meningkatkan berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah akar, dan berat
kering akar. Perlakuan kemasan granul ini memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dengan dosis penuh. Selanjutnya
pada perlakuan kemasan tepung dari ketiga paket inokulan dengan dosis pupuk
NPK penuh mampu meningkatkan berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat
basah akar, dan berat kering akar. Perlakuan ini bahkan memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol pemberian NPK dosis penuh.
Akan tetapi, pemberian inokulan dengan pupuk NPK dosis setengah, hanya
perlakuan paket M_SR yang mampu meningkatkan berat basah tajuk dan akar
serta berat kering tajuk dan akar yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan
pemberian NPK dosis penuh dan setengah.
Untuk respon pertumbuhan terhadap jumlah bintil akar pada kemasan
serbuk, granul, dan tepung ditampilkan pada Tabel 3. Ketiga kemasan baik paket
inokulan dengan kombinasi pupuk NPK dosis penuh maupun dosis setengah
mampu meningkatkan jumlah bintil dibandingkan dengan perlakuan pemberian
NPK dosis penuh dan dosis setengah. Dalam hal ini, perlakuan yang diberikan

14
mampu meningkatkan jumlah bintil akar dibandingkan dengan perlakuan dengan
pupuk NPK baik dosis penuh maupun dosis setengah.

Tabel 3 Pengaruh pemberian paket inokulan pada kemasan Serbuk, Granul, dan
Tepung yang dikombinasikan dengan pupuk NPK terhadap jumlah bintil
(per rumpun) pada tanaman Kedelai berumur 45 hari setelah tanam
Jumlah Bintil (per rumpun)
Perlakuan
Bentuk
Bentuk
Bentuk
Serbuk
Granul
Tepung
M_RS+NPK 1
21.76±8.66cd
11.29±7.31bc
20.53±14.62e
M_RS+NPK 0.5
26.14±18.91d
16.85±8.69c
14.04±5.43bcde
M_RS
31.25±16.27d
10.91±4.45bc
18.30±1.15de
M_FO+NPK 1
21.27±11.69bcd
10.04±5.30bc
16.43±6.28cde
M_FO+NPK 0.5
31.53±12.64d
6.06±5.61ab
6.27±1.64ab
M_FO
17.65±5.60abcd
7.49±3.39ab
7.16±1.36abc
M_SR+NPK 1
28.23±7.29d
9.08±4.77bc
11.50±1.88bcde
M_SR+NPK 0.5
22.64±4.58cd
5.82±3.15ab
11.65±3.24bcde
M_SR
28.02±3.25d
7.77±2.00ab
9.16±0.42abcd
NPK 1
5.94±7.46abc
0.21±0.36a
0.19±0.21a
NPK 0.5
0.33±0.27a
0.09±0.15a
0.02±0.03a
Kontrol
3.00±2.45ab
0.03±0.05a
0.07±0.13a
*Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (Uji Selang Berganda Duncan). Data adalah nilai
rata-rata ± standar deviasi (n =3).
Respon paket inokulan ketiga bentuk kemasan terhadap produksi biji
kedelai dengan masa tanam selama 3 bulan, diketahui dapat meningkatkan berat
polong, berat biji per rumpun, berat 100 biji (Gambar 5, 6, dan 7), dan produksi
dalam ton ha-1 biji tanaman kedelai (Tabel 4). Respon terhadap produksi biji
kedelai yang lebih baik ditunjukkan oleh perlakuan inokulan yang
dikombinasikan dengan pupuk NPK terutama dengan dosis penuh. Seperti pada
perlakuan kemasan serbuk, granul, dan tepung dari ketiga paket inokulan dengan
dosis pupuk NPK penuh dan dosis setengah mampu meningkatkan berat polong
per rumpun dan berat biji per rumpun. Perlakuan ini memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dengan dosis penuh dan
dosis setengah. Akan tetapi tidak untuk perlakuan kemasan serbuk paket M_SR
dosis NPK setengah dan kemasan tepung paket M_FO dosis NPK penuh dan
setengah, ketiga paket tersebut belum mampu meningkatkan berat biji per rumpun
yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dengan dosis
penuh dan kemasan granul paket M_FO dosis NPK setengah belum mampu
meningkatkan berat polong per rumpun dan berat biji per rumpun yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dengan dosis penuh.
Kemasan serbuk paket inokulan dengan NPK dosis penuh dan dosis
setengah mampu meningkatkan berat 100 biji yang lebih baik dibandingkan
dengan perlakuan pemberian NPK dosis penuh, tetapi tidak pada perlakuan paket
M_FO NPK dosis setengah yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan
pemberian NPK dosis penuh. Selanjutnya untuk respon berat 100 biji pada

15
perlakuan kemasan granul paket inokulan dengan pemberian NPK dosis penuh
maupun dosis setengah belum memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan perlakuan pemberian NPK dosis penuh. Akan tetapi paket inokulan
dengan pemberian NPK dosis setengah mampu meningkatkan berat 100 biji
dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dosis setengah. Sedangkan untuk
respon berat 100 biji pada kemasan tepung ketiga paket inokulan dengan
pemberian NPK dosis penuh dan dosis setengah mampu memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pemberian NPK dosis penuh dan dosis
setengah, tetapi tidak pada paket inokulan M_FO dengan pemberian NPK dosis
setengah belum mampu meningkatkan berat 100 biji dibandingkan dengan
perlakuan kontrol pemberian NPK dosis setengah.
40
35

30
25
20
Berat Polong (g)
15
Berat Biji (g)
10
Berat 100 Biji (g)
5
0

Gambar 5 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Serbuk dan NPK
terhadap Berat Polong, Berat Biji, dan Berat 100 Biji (per rumpun)
dengan masa tanam 3 bulan
30
25
20
15
Berat Polong (g)
10

5

Berat Biji (g)
Berat 100 Biji (g)

0

Gambar 6 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Granul dan NPK
terhadap Berat Polong, Berat Biji, dan Berat 100 Biji (per rumpun)
dengan masa tanam 3 bulan

16
35
30
25
20
15

Berat Polong (g)

10

Berat Biji (g)
Berat 100 Biji (g)

5

0

Gambar 7 Pengaruh pemberian paket inokulan kemasan Tepung dan NPK
terhadap Berat Polong, Berat Biji, dan Berat 100 Biji (per rumpun)
dengan masa tanam 3 bulan

Tabel 4 Pengaruh pemberian paket inokulan pada kemasan Serbuk, Granul, dan
Tepung dengan pupuk NPK terhadap produksi biji (ton ha-1) dengan
masa tanam 3 bulan
Perlakuan

Bentuk Serbuk

Produksi (ton ha-1)
Bentuk Granul

M_RS+NPK 1
2.54±0.01g
2.79±0.01e
M_RS+NPK 0.5
2.36±0.01f
2.44±0.02c
M_RS
2.13±0.02d
1.88±0.02b
M_FO+NPK 1
2.76±0.02j
2.63±0.02d
M_FO+NPK 0.5
2.73±0.01i
2.68±0.02de
M_FO
1.96±0.02b
1.38±0.03a
M_SR+NPK 1
2.85±0.01k
2.96±0.02f
M_SR+NPK 0.5
2.29±0.01e
2.73±0.03de
M_SR
2.59±0.02h
1.90±0.20b
NPK 1
2.30±0.02e
2.40±0.10c
NPK 0.5
1.90±0.01a
1.79±0.02b
Kontrol
2.08±0.02c
1.43±0.03a
*Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf
berbeda nyata pada taraf uji 5% (Uji Selang Berganda Duncan).
rata-rata ± standar deviasi (n =3).

Bentuk Tepung

2.31±0.01f
1.67±0.01b
1.14±0.01a
1.88±0.02c
1.57±0.02b
1.11±0.01a
2.03±0.03d
2.20±0.10e
1.21±0.01a
1.80±0.20c
1.64±0.02b
1.61±0.01b
yang sama tidak
Data adalah nilai

Produktivitas kedelai dalam ton ha-1, pada perlakuan kemasan serbuk ketiga
paket inokulan dengan dosis penuh rata-rata 2.76 ton ha-1 dan dosis setengah ratarata 2.46 ton ha-1. Kemasan tersebut memberikan hasil yang lebih tinggi dan
signifikan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh tanaman kedelai yang diberi
perlakuan pupuk NPK dosis penuh sebesar 2.30 ton ha-1 dan dosis setengah
sebesar 1.90 ton ha-1. Hasil yang sama pada perlakuan kemasan granul dari ketiga

17
paket inokulan dengan dosis penuh rata-rata mencapai 2.79 ton ha-1 dan dosis
setengah rata-rata 2.62 ton ha-1, hasil ini lebih tinggi dan memiliki nilai yang
signifikan terhadap perlakuan tanaman dengan pemberian NPK dengan dosis
penuh sebesar 2.40 ton ha-1 dan dosis setengah sebesar 1.79 ton ha-1. Selanjutnya
perlakuan kemasan tepung dari ketiga paket inokulan dengan dosis penuh rata-rata
mencapai 2.07 ton ha-1 dan dosis setengah 1.81 ton ha-1, hasil ini lebih tinggi dan
memiliki nilai yang signifikan dibandingkan dengan hasil perlakuan tanaman
dengan pemberian NPK dengan dosis penuh sebesar 1.80 ton ha-1 dan dosis
setengah sebesar 1.64 ton ha-1.

5 PEMBAHASAN
Jumlah sel bakteri yang terdapat dalam bahan pembawa dihitung secara
berkala untuk mengetahui viabilitas bakteri selama masa penyimpanan. Tinggi
rendahnya viabilitas bakteri di dalam bahan pembawa selama masa penyimpanan
menunjukkan kualitas inokulan bakteri yang diproduksi. Berdasarkan hasil
penghitungan jumlah sel bakteri selama masa penyimpanan 6 bulan dalam suhu
ruang berkisar 1.55 x 107 hingga 3.84 x 108 sel g-1 paket formulasi untuk isolat Cr,
selanjutnya 2.50 x 107 hingga 1.27 x 108 sel g-1 paket formulasi untuk isolat Crb,
dan untuk isolat Bj 11 jumlah sel antara 1.15 x 10 6 hingga 1.67 x 108 sel g-1 paket
formulasi. Selanjutnya untuk penghitungan jumlah sel bakteri dalam suhu 4 °C
berkisar 1.35 x 107 hingga 1.84 x 108 sel g-1 paket formulasi untuk isolat Cr,
selanjutnya 2.00 x 107 hingga 1.15 x 108 sel g-1 paket formulasi, dan untuk isolat
Bj 11 berkisar antara 1.66 x 106 hingga 1.82 x 10