Potensi Rhizobium dan Pupuk Nitrogen Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L) Pada Lahan Bekas Sawah

(1)

POTENSI RHIZOBIUM DAN PUPUK NITROGEN UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN BEKAS SAWAH

TESIS

Oleh:

NANDA MAYANI/AET 097001012

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

POTENSI RHIZOBIUM DAN PUPUK NITROGEN UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN BEKAS SAWAH

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Magister Pertanian dalam Program Studi Agroekoteknologi pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NANDA MAYANI/AET 097001012

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : POTENSI RHIZOBIUM DAN PUPUK NITROGEN UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN BEKAS SAWAH

Nama Mahasiswa : Nanda Mayani Nomor Pokok Mahasiswa : 097001012 Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS Dr. Deni Elfiati, SP. MP

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 03 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS Anggota : Dr. Deni Elfiati, SP, MP

Penguji : Dr. Ir. Lolly Agustina P Putri, M, Si Dr. Delvian, SP. MP

Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP


(5)

ABSTRACT

Nanda Mayani, 2012. "Potential Rhizobium and Nitrogen Fertilizer to Growth and Soybean Production (Glycine max L.) on the Former Rice Field". The research aims to determine the potential of Rhizobium on the former rice field to increase growth and soybean production. The research was conducted on the former rice field at Meunasah Alue Muara Dua Lhokseumawe, NAD province, from March until July 2011. The research method used was Randomized Block Design factorial pattern of two factors and three replications. The first factor was consisted three treatments on Rhizobium, namely: Without Rhizobium, Rhizobium Indigenous, and Rhizobium Introductions. The second factor was composed of nitrogen, namely: Without giving N, giving N 25 kg/ ha, and giving N 50 kg / ha. The results showed that Rhizobium been able to increase growth included plants height, number of nodule and nodule dry weight. Although statistics showed that was not significant. But significantly increased the production dry weight of seed planting, dry weight of seed per plot and weight of 100 seeds which the dry seed weight and highest weight of 100 seeds obtained from the aplication of indigenous Rhizobium. Nitrogen application increased doses of growth, althought statistic showed that was not significant as for the increased production of nitrogen application provide a great influence for the number of seeds per plant, the number seed per plot, dry seed weight per plant and dry seed weight per plot reached the highest dose of nitrogen aplication of 25 kg/ha. Keywords: Soybean, Rhizobium, Nitrogen Fertilizer, Former Rice Field.


(6)

ABSTRAK

Nanda Mayani, 2011. “ Potensi Rhizobium dan Nitrogen Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) Pada Lahan Bekas Sawah”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi Rhizobium asal lahan bekas sawah untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di lahan bekas sawah Desa Meunasah Alue Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe propinsi Aceh, dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah Rhizobium yang terdiri atas tiga perlakuan yaitu : Tanpa Rhizobium, Rhizobium Indigenous, dan Rhizobium Introduksi. Faktor kedua adalah Nitrogen yang terdiri atas: Tanpa pemberian N, pemberian N 25 kg/ha, dan Pemberian N 50 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi Rhizobium mampu meningkatkan pertumbuhan yang meliputi tinggi tanaman, jumlah bintil dan bobot kering bintil akar, walaupun secara statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Pemberian Rhizobium nyata meningkatkan produksi yaitu bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per plot dan bobot 100 biji dimana bobot biji kering dan bobot 100 biji tertinggi diperoleh pada aplikasi Rhizobium Indigenous. Aplikasi dosis Nitrogen meningkatkan pertumbuhan, walaupun secara statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata kecuali terhadap total luas daun, sedangkan untuk peningkatan produksi aplikasi nitrogen memberikan pengaruh yang nyata yaitu untuk jumlah biji per tanaman, jumlah biji per plot, bobot biji kering per tanaman dan bobot biji kering per plot tertinggi dicapai pada aplikasi dosis nitrogen sebanyak 25 kg/ha.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “ Potensi Rhizobium dan Pupuk Nitrogen Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L) Pada Lahan Bekas Sawah”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam meraih gelar magister pertanian pada program Studi Agroekoteknologi Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan tesis.

Medan, Januari 2012 Penulis


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penghargaan dan doa yang tulus penulis ucapkan kepada Ayahanda (Alm) dan Ibunda yang telah memberikan dorongan dan doa dalam menyelesaikan studi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Hapsoh, MS selaku pembimbing utama dan kepada Ibu Dr. Deni Elfiati, SP, MP selaku anggota pembimbing, atas segala bimbingan, petunjuk, koreksi dan saran yang diberikan sejak awal hingga akhir penelitian dan penulisan tesis.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister pada program pascasarjana USU. Juga kepada seluruh staf dan pegawai PPs USU yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

2. Ketua Program Studi Agroekoteknologi PPs USU, Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.

3. Rekan-rekan seakademisi yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(9)

Akhirnya kepada semua yang terlibat dan membantu yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang setulusnya. Semoga atas budi baik yang telah diberikan mendapat anugerah berlipat dari Allah SWT.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nanda Mayani, dilahirkan di Panton Labu, tanggal 15 Juni 1979, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari bapak M. Husin (Alm) dan Ibunda Faridah.

Jenjang pendidikan yang telah dicapai penulis sampai saat ini adalah :

1. Pada tahun 1991 tamat Sekolah Dasar Negeri Hagu Selatan Lhokseumawe dan pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Lhokseumawe.

2. Pada tahun 1994 tamat Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Lhokseumawe dan pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Lhokseumawe.

3. Pada tahun 1997 tamat Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Lhokseumawe dan pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

4. Pada tahun 2003 penulis tamat dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

5. Pada tahun 2003 penulis diterima menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas al Muslim Biureun.

6. Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa S2 pada Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi Agroekoteknologi.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ...

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...

UCAPAN TERIMA KASIH ...

RIWAYAT HIDUP ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

I ii iii iv vi vii ix xi

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ...

Perumusan Masalah Penelitian ... Tujuan Penelitian ... Hipotesis Penelitian ... Manfaat Penelitian ...

1 5 5 6 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7 Botani Tanaman Kedelai ...

Nitrogen dan Peranannya Bagi Tanaman ... Rhizobium ... Hubungan Rhizobium dengan Serapan Nitrogen ...

7 9 11 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 16 Tempat dan Waktu Penelitian ...

Bahan dan Alat Penelitian ... Model Rancangan Penelitian ... Pelaksanaan Penelitian ... Parameter yang Diamati ...

16 16 17 19 22

HASIL dan PEMBAHASAN ... 27 Hasil ... 27

Tinggi Tanaman ... Total Luas Daun ... Laju Tumbuh Relatif ... Laju Asimilasi Bersih ... Bobot Kering Berangkasan ... Jumlah Bintil Pertanaman ...

27 28 29 30 30 32


(12)

Bobot Kering Bintil ... Analisis Kandungan N Tajuk ... Serapan Nitrogen ... Jumlah Polong Per Tanaman ... Jumlah Polong Per Plot ... Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman ... Jumlah Biji Per Tanaman ... Jumlah Biji Per Plot ... Bobot Biji Kering Per Tanaman ... Bobot Biji Kering Per Plot ... Bobot 100 Biji ... Analisis Kandungan N Tanah ...

32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Pembahasan ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN ... 56 Kesimpulan ...

Saran ...

56 56

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

57 61


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Tinggi Tanaman Kedelai (cm) pada Perlakuan Rhizobium dengan

Nitrogen Umur 6 MST ... Total Luas Daun Tanaman Kedelai (cm2

Laju Tumbuh Relatif Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 4- 6 MST Serta Uji Bedanya ...

) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 6 MST Serta Uji Bedanya ...

Laju Asimilasi Bersih Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 4-6 MST Serta Uji Bedanya ... Bobot Kering Berangkasan Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 6 MST Serta Uji Bedanya ... Jumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen ... Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen ... Kadar N Tajuk Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen ... Serapan N Tanaman Kedelai (g/tan) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen ... Jumlah Polong Per Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji bedanya ... Jumlah Polong Per Plot Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ... Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ... Jumlah Biji Per Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ...

27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39


(14)

14.

15.

16.

17.

18.

Jumlah Biji Per Plot Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ... Bobot Biji Kering Per Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ... Bobot Biji Kering Per Plot Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ...

Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya ... Kadar N Tanah (%) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen ...

40

41

42 43


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro………... Hasil Analisis Tanah Sebelum penelitian ……….. Tinggi Tanaman, Bobot Kering Berangkasan, Jumlah Bintil Akar dan Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai Umur 4 MST ... Tinggi Tanaman, Total Luas Daun, Laju Tumbuh Relatif, Laju Asimilasi Bersih dan Bobot Kering Tanaman Kedelai 6 MST ... Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kedelai Umur 6 MST ... Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Kedelai Umur 6 MST ... Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Tanaman Kedelai Umur 4-6 MST ... Sidik Ragam Laju Asimilasi Tanaman Bersih Kedelai Umur 4-6 MST ...

61 62 63 64 64 65 65 65 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Sidik Ragam Bobot Kering Berangkasan Tanaman Kedelai Umur 6 MST Jumlah Bintil Akar dan Bobot Bintil Akar Tanaman kedelai Umur 6 MST ... Sidik Ragam Jumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai Umur 6 MST ... Sidik Ragam Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai Umur 6 MST . Kandungan N Tajuk dan Serapan N Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam N Tajuk Tanaman Kedelai Umur 6 MST ... Sidik Ragam Serapan Nitrogen Tanaman Kedelai ……….. Jumlah Polong Per Tanaman, Jumlah Polong Per Plot, Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman, Jumlah Biji Per Tanaman dan Jumlah Biji Per Plot Tanaman Kedelai ...

66 67 67 67 68 68 68 69


(16)

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Sidik Ragam Jumlah Polong Per Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Jumlah Polong Per Plot Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Jumlah Biji Per Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Jumlah Biji Per Plot tanaman Kedelai ... Bobot Kering Biji Per Tanaman, Bobot Kering Biji Per Plot dan Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Bobot Biji Kering Per Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Bobot Biji Kering Per Plot Tanaman Kedelai ... Sidik Ragam Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai ... Analisis Kandungan N Tanah ... Sidik Ragam Kandungan N Tanah Tanaman Kedelai ... Dokumentasi Penelitian ... Rangkuman Data Pertumbuhan Tanaman Kedelai Umur 6 MST Serta Kandungan N Tanah dan Serapan N Setelah Panen... Rangkuman Data Produksi Tanaman Kedelai ...

69 70 70 70 71 72 72 72 73 74 74 75 80 81


(17)

ABSTRACT

Nanda Mayani, 2012. "Potential Rhizobium and Nitrogen Fertilizer to Growth and Soybean Production (Glycine max L.) on the Former Rice Field". The research aims to determine the potential of Rhizobium on the former rice field to increase growth and soybean production. The research was conducted on the former rice field at Meunasah Alue Muara Dua Lhokseumawe, NAD province, from March until July 2011. The research method used was Randomized Block Design factorial pattern of two factors and three replications. The first factor was consisted three treatments on Rhizobium, namely: Without Rhizobium, Rhizobium Indigenous, and Rhizobium Introductions. The second factor was composed of nitrogen, namely: Without giving N, giving N 25 kg/ ha, and giving N 50 kg / ha. The results showed that Rhizobium been able to increase growth included plants height, number of nodule and nodule dry weight. Although statistics showed that was not significant. But significantly increased the production dry weight of seed planting, dry weight of seed per plot and weight of 100 seeds which the dry seed weight and highest weight of 100 seeds obtained from the aplication of indigenous Rhizobium. Nitrogen application increased doses of growth, althought statistic showed that was not significant as for the increased production of nitrogen application provide a great influence for the number of seeds per plant, the number seed per plot, dry seed weight per plant and dry seed weight per plot reached the highest dose of nitrogen aplication of 25 kg/ha. Keywords: Soybean, Rhizobium, Nitrogen Fertilizer, Former Rice Field.


(18)

ABSTRAK

Nanda Mayani, 2011. “ Potensi Rhizobium dan Nitrogen Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) Pada Lahan Bekas Sawah”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi Rhizobium asal lahan bekas sawah untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di lahan bekas sawah Desa Meunasah Alue Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe propinsi Aceh, dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah Rhizobium yang terdiri atas tiga perlakuan yaitu : Tanpa Rhizobium, Rhizobium Indigenous, dan Rhizobium Introduksi. Faktor kedua adalah Nitrogen yang terdiri atas: Tanpa pemberian N, pemberian N 25 kg/ha, dan Pemberian N 50 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi Rhizobium mampu meningkatkan pertumbuhan yang meliputi tinggi tanaman, jumlah bintil dan bobot kering bintil akar, walaupun secara statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Pemberian Rhizobium nyata meningkatkan produksi yaitu bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per plot dan bobot 100 biji dimana bobot biji kering dan bobot 100 biji tertinggi diperoleh pada aplikasi Rhizobium Indigenous. Aplikasi dosis Nitrogen meningkatkan pertumbuhan, walaupun secara statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata kecuali terhadap total luas daun, sedangkan untuk peningkatan produksi aplikasi nitrogen memberikan pengaruh yang nyata yaitu untuk jumlah biji per tanaman, jumlah biji per plot, bobot biji kering per tanaman dan bobot biji kering per plot tertinggi dicapai pada aplikasi dosis nitrogen sebanyak 25 kg/ha.


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L.) adalah salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional (Hasanuddin et al., 2005). Sementara itu produksi kedelai di Indonesia masih rendah, sedangkan kebutuhan terhadap tanaman kedelai semakin hari semakin tinggi sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk (Partohardjono, 2005).

Saat ini, kebutuhan kedelai mencapai 2 juta ton per tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya 0,8 juta ton per tahun. Untuk memenuhinya diperlukan impor sebanyak 1,2 juta ton per tahun yang berdampak menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 3 triliun per tahun. Selain itu, impor bungkil kedelai telah mencapai kurang lebih 1,3 juta ton per tahun yang menghabiskan devisa negara sekitar Rp.2 triliun per tahun (Alimoeso, 2006). Menurut Partohardjono (2005), terdapat berbagai kendala untuk meningkatkan produksi kedelai di Indonesia, antara lain: (a) faktor fisik, seperti tanah dan iklim terutama curah hujan, sebaran hujan, dan suhu udara; (b)

faktor biologis, terutama hama, penyakit, dan gulma; (c) faktor sosial yang meliputi

rendahnya adopsi teknologi oleh petani yang berakibat beragamnya pengelolaan tanaman kedelai di lapang; (d) faktor ekonomi yang mencakup rendahnya keuntungan (profitabilitas) usahatani dan lemahnya daya saing kedelai terhadap komoditas pertanian lainnya; dan (e) kurang berkembangnya kelembagaan penunjang usahatani


(20)

kedelai, diantaranya sistem perbenihan, kurang tersedianya sarana produksi penting lainnya seperti penyediaan inokulum Rhizobium bagi daerah-daerah pengembangan.

Di tingkat usahatani kedelai di lapangan, beberapa masalah yang dijumpai adalah benih bermutu, Rhizobium dan varietas unggul yang dianjurkan tidak tersedia. Selain itu pengolahan tanah juga tidak optimal, terutama pada lahan tegalan atau lahan kering. Lahan-lahan tersebut didominasi oleh sifat asam dan juga miskin akan unsur hara.

Lahan yang sering digunakan untuk pertanaman kedelai adalah lahan sawah dan lahan kering. Lahan kering atau tegalan memiliki luas lahan yang lebih besar dibandingkan dengan lahan sawah dan hingga saat ini masih sangat sedikit sawah yang memiliki irigasi, sehingga yang pada awalnya merupakan lahan sawah tadah hujan kemudian dialih fungsikan menjadi lahan kering.

Lahan kering atau lahan bekas sawah memiliki karakter tanah yang tidak optimal dimana tanahnya padat, pH rendah, tingkat kesuburannya rendah, sifat kimianya jelek terutama hara nitrogen yang tersedia sangat rendah. Hasil analisis tanah pendahuluan yang dilakukan pada lahan bekas sawah untuk penelitian menunjukkan 0,14 % dimana pada kisaran nilai tersebut menunjukkan kandungan hara nitrogen yang tersedia sangat rendah untuk mencukupi pertumbuhan tanaman (Harjowigeno, 1992). Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama produksi tanaman, baik di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Menurut Edmeades et al. (1994), sekitar 90% pertanaman kedelai di


(21)

daerah tropis pada lahan kering dan sawah tadah hujan, hasilnya dapat meningkat dengan pemberian pupuk nitrogen.

Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk melakukan penghematan dalam pemakaian pupuk anorganik adalah dengan meningkatkan nitrogen yang tersedia dalam tanah melalui penambatan nitrogen bebas (N2) melalui interaksi dengan

bakteri penambat N2

Hasil percobaan pada musim tanam 1998/99 di lahan lebak dangkal menunjukkan bahwa inokulasi Rhizobium baik yang berasal dari Rhizoplus, Legin maupun tanah bekas pertanaman kedelai dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai (Damanik, 2000). Inokulasi Rhizobium yang berasal dari Rhizoplus dan Legin yang dikombinasikan dengan pupuk N dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Perlakuan inokulasi Rhizobium dari Rhizoplus yang dikombinasikan dengan pupuk N (45 kg N/ha) memberikan hasil biji kedelai tertinggi yaitu 2.696 kg biji kering/ha. Di lahan lebak, pemberian Rhizobium dari Rhizoplus dan Legin dapat mengefisienkan pupuk N sampai 22,5 kg N/ha. Inokulan Rhizobium dapat menggantikan fungsi pupuk N sampai dengan 22,5 N/ha atau dapat mengefisienkan pemupukan N sampai 22,5 kg N/ha. (Noortasiah, 2005).

yaitu Rhizobium. Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk menambah hara nitrogen kedalam tanah adalah dengan melakukan pemupukan nitrogen, tetapi kendalanya adalah dosis pupuk nitrogen yang diberikan belum memberikan hasil sesuai yang diinginkan, sehingga pemberian nitrogen dengan dosis yang tepat menjadi faktor penting yang harus diperhatikan.


(22)

Tanaman kedelai mampu melakukan fiksasi N bebas dari udara yang dilakukan oleh bakteri yang bersimbiosis dengan bintil akar tanaman. Dari hasil fiksasi ini tanaman mampu mampu memenuhi sebagian besar kebutuhannya yaitu sekitar 50-75%. Namun pada kenyataannya dalam pemanfaatannya tidak mampu memberikan hasil yang optimal yang mungkin disebabkan karena ketidak sesuaian antara Rhizobium yang ada dengan varietas yang digunakan. Penggunaan varietas unggul atau varietas yang sesuai pada lingkungan (Agroekologi) setempat merupakan salah satu syarat penting dalam suatu usaha tani kedelai. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di lapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan pengelolaan kondisi lingkungan tumbuh. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik, maka potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai (Adisarwanto, 2007).

Dengan demikian perlu dicari suatu usaha agar kebutuhan nitrogen dapat terpenuhi dengan baik sehingga diperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu diperlukan penelitian guna mengetahui inokulasi berbagai jenis Rhizobium dengan berbagai dosis pemberian nitrogen yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada lahan bekas sawah yang diketahui tingkat kesuburannya rendah.


(23)

Perumusan Masalah

Produksi kedelai yang ada saat ini masih sangat rendah sementara sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk kebutuhannya juga semakin meningkat. Lahan untuk pertanaman kedelai yang paling banyak digunakan adalah lahan tegalan atau lahan kering yang berasal dari lahan sawah tadah hujan yang memiliki karakteristik tanah yang tidak optimal. Lahan bekas sawah memiliki pH yang rendah, tingkat kesuburannya rendah, dan sifat kimia yang jelek terutama kandungan hara nitrogen yang tersedia tidak mencukupi untuk pertumbuhan tanaman.

Diperlukan usaha untuk meningkatkan produktivitas lahan bekas sawah tersebut, khususnya peningkatan hara nitrogen dengan cara intensifikasi tanah dengan cara melakukan inokulasi Rhizobium dan memberikan pupuk N dengan dosis yang tepat. Tetapi sampai saat ini belum didapatkan dosis pemberian pupuk N yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi kedelai terbaik. Sehingga sejauhmanakah penggunaan Rhizobium yang dikombinasikan dengan pemakaian dosis pupuk N yang tepat mampu memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai seperti yang diharapkan belum diperoleh.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan Rhizobium yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai pada lahan bekas sawah.

2. Untuk mendapatkan dosis Nitrogen yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi kedelai dengan pemakaian Rhizobium yang sesuai pada lahan bekas sawah.


(24)

Hipotesis Penelitian

1. Interaksi antara perlakuan pemberian Rhizobium dan penggunaan Nitrogen yang sesuai akan memberikan pertumbuhan dan produksi kedelai tertinggi.

2. Pemberian Rhizobium indigenous mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai terbaik.

3. Pemberian Nitrogen sebanyak 25 kg/ha mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian akan berguna bagi peningkatan produksi budidaya kedelai dengan menggunakan varietas kedelai yang sesuai dengan penggunaan Rhizobium yang berasal dari lahan bekas sawah sehingga dapat menjadi sebagai potensi daerah untuk pertanaman kedelai secara intensifikasi.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang sekarang di kenal (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara), di Indonesia dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Andrianto dan Indarto, 2004).

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar cabang terdapat bintil-bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas yaitu nitrogen yang berasal dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil


(26)

pengikat nitrogen dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15–20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan

oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi3

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 50-100 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Sugeno, 2008)

) (Sugeno, 2008).

Kedelai dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok adalah Alluvial, Regosol, Grumosol, Latosol dan Andosol. Pada tanah-tanah Podsolik Merah Kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis (kacang panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi


(27)

yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras dan tanggul. Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman (Sugeno, 2008).

Nitrogen dan Peranannya Bagi Tanaman

Nitrogen merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis (Black, 1976; Jones et al. , 1991; Jones, 1998 dalam Sirappa, 2002) serta bahan penyusun komponen inti sel.

Kadar gas nitrogen di atmosfir bumi sekitar 79% dari volumenya. Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi, kecuali telah menjadi bentuk yang tersedia. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3) dan ion ammonium (NH4

Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Tanah yang

). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh akar. Ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air dan mengarah menuju lapisan di bawah daerah perakaran sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya ion amonium bermuatan positif tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002).


(28)

sangat basah atau sangat padat penyebab terjadinya kondisi anaerob (tidak terdapat cukup oksigen di dalam tanah), maka akibatnya terjadi reaksi yang mengubah nitrat menjadi gas nitrogen (Lingga, 2004)

Pencucian nitrat sering terjadi pada tanah berpasir atau tanah sangat gembur. Saat pencucian terjadi, air memindahkan nitrat menuju lapisan bawah daerah perakaran. Erosi pada tanah akan membawa nitrogen ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Selanjutnya akan terjadi proses pengembalian nitrogen ke tanah. Proses ini terjadi secara berkesinambungan yang dikenal dengan siklus nitrogen. Tanah yang kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhan tanaman lamban dan kecil yang ditandai dengan perubahan warna pada daun menjadi pucat dan layu serta menguning sebelum waktunya tiba. Selanjutnya daun pada tanaman akan mengering mulai dari bawah ke bagian atas daun. Jaringan-jaringan tanaman tersebut mati lalu mengering. Bila tanaman sempat berbuah, buahnya akan tumbuh kerdil kekuningan dan lekas matang (Lingga, 2004).

Menurut Soepardi (1983) di kenal empat cara penambatan Nitrogen dalam tanah pertanian :

1. Penambatan N oleh bakteri legum, 2. Penambatan bebas atau azofikasi, 3. Penambatan dari air hujan,

4. Penambatan dari pupuk buatan, pupuk kandang, dan pupuk hijau.

Nitrogen memasuki sistem tanah melalui perantaraan jasad renik penambatan N, hujan dan kilat. Jasad renik penambatan N bebas ini akan mengubah bentuk N2


(29)

menjadi senyawa N asam amino dan N protein. Jika jasad renik itu mati maka bakteri pembusuk akan melepaskan asam amino dari protein, dan bakteri amonifikasi melepaskan ammonium dari gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam larutan tanah. Ammonium ini dapat diserap oleh tanaman dan sisa amonium akan diubah menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat langsung diserap tanaman (Poerwowidodo, 1993).

Jones (1982) menambahkan nitrogen ini penting bagi tanaman karena merupakan bagian dari asam amino yang membentuk protein dan asam nukleat, dimana sebagian dari protein merupakan enzim yang amat penting bagi kelancaran proses metabolisme tumbuhan.

Rhizobium

Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5-0,9 μm. Bakteri ini termasuk famili Rhizobiaceae. Bakteri ini banyak terdapat di daerah perakaran (rizosfer) tanaman legum dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus (Yuwono, 2006).

Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar didalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium


(30)

terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 2007).

Bakteri Rhizobium bekerja dengan menambahkan unsur-unsur hara melalui proses alami dengan memfiksasi atau mengikat unsur nitrogen dari udara, mengubahnya menjadi nitrogen diazotropik yang dapat diserap oleh akar tanaman, dan menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui proses sintesa dari unsur-unsur pertumbuhan tersebut.

Bakteri Rhizobium aktif dapat diketahui secara visual dari bintil-bintil bundar di akar tanaman. Bila akar dibelah, di dalamnya akan tampak warna kemerahan dan bila bagian ini dipijit, akan keluar cairan kemerahan. Bakteri Rhizobium akan giat mengadakan fiksasi N pada tanah yang kandungan nitrogennya rendah dan akan berkurang pada tanah yang kandungan nitrogennya tinggi. Bakteri Rhizobium mampu bertahan di dalam tanah selama beberapa tahun (Ismawati, 2004).

Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memfiksasi 100–300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati, 2005).


(31)

Hubungan Rhizobium dengan Serapan Nitrogen

Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan anorganik. Penurunan penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya hanya dapat dicapai jika agen biologis pemfiksasi nitrogen diintegrasikan dalam sistem produksi tanaman ( Noortasiah, 2005).

Simbiosis antara Rhizobium dan tanaman kacang kedelai merupakan simbiosis mutualisme sebab Rhizobium mendapat tempat hidup di dalam bintil akar, sedangkan tanaman kedelai sendiri mendapatkan N dari hasil penambatan oleh bakteri (Dwijoseputro, 1985).

Bakteri penambat nitrogen yang terdapat didalam akar kacang-kacangan adalah jenis bakteri Rhizobium. Bakteri ini masuk melalui rambut-rambut akar dan menetap dalam akar tersebut dan membentuk bintil pada akar yang bersifat khas pada kacang-kacangan. Untuk menambat nitrogen, bakteri ini menggunakan enzim nitrogenase, dimana enzim ini akan menambat gas nitrogen di udara dan merubahnya menjadi gas amoniak dan kemudian asetylen menjadi ethylen. Gen yang mengatur proses penambatan ini adalah gen nif (Singkatan nitrogen–fixation) (Prentis, 1984 dalam Dewi, 2007).

Beberapa keuntungan dengan memanfaatkan Rhizobium adalah : 1. Tidak mempunyai bahaya atau efek sampingan,

2. Efisiensi penggunaan yang dapat ditingkatkan sehingga bahaya pencemaran lingkungan dapat dihindari,


(32)

3. Harganya yang relatif murah, dan 4. Teknologinya yang sederhana.

Pemanfaatan kelompok mikroorganisme ini telah diterapkan di negara- negara maju dan beberapa negara berkembang. Jumlah nitrogen yang ditambat oleh Rhizobia sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta lingkungannya termasuk ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Selandia Baru merupakan negara yang sangat mementingkan penggunaan pupuk nitrogen berasal dari penambatan N dari atmosfir. Banyak genus rhizobia yang hanya dapat hidup menumpang pada tanaman inang tertentu (spesifik). Sebagai contoh bakteri yang bersimbiosis dengan kedelai (Soybean) umumnya tidak dapat bersimbiosis dengan dengan tanaman alfalfa (Medicago). Agar kemampuan menambat nitrogen tinggi maka tanaman inang harus dinokulasi dengan inokulan yang sesuai (Dewi, 2007).

Inokulasi Rhizobium pada lahan yang telah mengandung bakteri ini merupakan usaha untuk menambah atau mengganti bakteri Rhizobium yang telah ada dan telah beradaptasi didalam tanah. Setiap jenis tanaman kedelai menghendaki Rhizobium untuk keserasian simbiosisnya sehingga inokulasi sering tetap diperlukan agar pembentukan bintil akar yang efektif dapat tercapai (Harnowo dan Brotonegoro, 1987)

Simbiosis antara strain-strain Rhizobium dengan spesies leguminosa terdapat perbedaan dalam keserasiannya, bahkan keserasian dalam hubungan simbiosis itu terdapat antara strain-strain Rhizobium dengan varietas-varietas tanaman leguminosa.


(33)

Hubungan yang serasi akan menghasilkan bintil akar yang sangat efektif dalam fiksasi nitrogen (Yutono, 1985).

Salah satu sifat penting dalam pola pembentukan bintil akar adalah waktu yang dibutuhkan untuk membentuk bintil akar dan memulai fiksasi N2

Jumlah senyawa N yang diberikan atau yang terdapat didalam tanah akan menghalangi pembentukan bintil akar dan penambatan N. Tingkat penghambatan ini tergantung dari konsentrasi dan bentuk N, periode penggunaan dan strain Rhizobium yang digunakan, aktifitas fotosintesis, kebutuhan N tanaman atau unsur tanaman (Hanafiah, 1991).

. Permulaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah strain rhizobia. Strain yang pertama membentuk bintil akar adalah strain yang mampu bersaing dengan bakteri yang membentuk bintil akar lebih lambat. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pembentukan bintil akar adalah populasi rhizobia, kelembaban tanah dan kandungan nitrogen tanah (Gibson et al., 1987).


(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011. Isolasi dan perbanyakan Rhizobium dilakukan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan di desa Meunasah Alue Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada ketinggian 2.8 m diatas permukaan laut dengan topografi datar.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah kedelai varietas Anjasmoro yang diperoleh dari Balai Benih Lhokseumawe. Berdasarkan dari uji pendahuluan yang dilakukan memperlihatkan bahwa penggunaan kedelai varietas Anjasmoro memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Kipas Merah dan varietas Sinabung, data hasil penelitiannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Rhizobium yang digunakan adalah jenis Bradyrhizobium yang merupakan Rhizobium indigenous yang berasal dari lahan bekas sawah yang terdapat di kota Lhokseumawe, sedangkan untuk Rhizobium introduksi diperoleh dari Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, SP-36, dan KCl diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan Lhokseumawe.

Alat-alat yang digunakan : Timbangan digital, oven, cangkul, gembor, label nama, plastik, hand traktor, papan nama, leaf area meter, dan alat tulis.


(35)

Model Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengunakan rancangan acak kelompok, pola faktorial, yang terdiri atas dua faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah Rhizobium (R) terdiri atas tiga taraf yaitu :

R0

R

= Tanpa Rhizobium

1

R

= Rhizobium Indigenous

2

Faktor kedua adalah Dosis Nitrogen (N) terdiri atas tiga taraf yaitu : = Rhizobium Introduksi

N0

N

= Tanpa Pupuk N

1

N

= Pemberian N sebanyak 25 kg/ha

2

Dengan demikian diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan di ulang sebanyak 3 kali, maka diperoleh 27 unit plot percobaan.

= Pemberian N sebanyak 50 kg/ha

Jumlah kombinasi plot dengan ulangan = 9

Jumlah ulangan = 3

Jumlah kombinasi plot keseluruhan = 27

Luas plot perlakuan = 250 cm x 150 cm

Jarak antara tanaman dalam plot = 40 cm x 10 cm

Jarak antara plot = 50 cm

Jarak antara ulangan = 100 cm


(36)

Jumlah sampel per plot = 25 tanaman

Jumlah seluruh tanaman = 2430 tanaman

Metode Analisis Data

Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan model statistik sebagai berikut :

Yijk = µ + pi + αj + βk + (αβ)jk + εi

Dimana :

jk

Yijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan Rhizobium taraf ke-j dan pemberian nitrogen taraf ke-k

µ = rata-rata umum nilai pengamatan pi = pengaruh kelompok pada taraf ke-i

αj = pengaruh perlakuan Rhizobium taraf ke-j

βk = pengaruh perlakuan pemupukan nitrogen taraf ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi Rhizobium taraf ke-j dan pemupukan nitrogen taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada taraf ke-i, dari kedua faktor yaitu Rhizobium taraf ke-j, dan pemberian nitrogen taraf ke-k.

i, j, k = 1, 2, 3, ...

Dari hasil pengamatan dianalisis dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati menunjukkan pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiples Range Test) pada taraf 5%.


(37)

Pelaksanaan Penelitian

1. Perbanyakan Rhizobium

Rhizobium yang digunakan adalah Rhizobium indigenous dan Rhizobium introduksi. Rhizobium indigenous berasal dari lahan yang akan digunakan untuk penelitian. Rhizobium diperoleh dengan cara menanam kedelai dilahan yang akan dipakai untuk penelitian lalu diambil bintil akarnya. Bintil akar kemudian dibawa ke laboratorium, diisolasi dan diseleksi. Isolasi bintil akar menghasilkan 9 isolat Rhizobium. Sembilan isolat yang diperoleh kemudian di karakterisasi dengan menggunakan Bronthymol Blue pada media YEMA untuk membedakan antara bakteri Rhizobium yang tumbuh cepat dan bakteri Rhizobium yang tumbuh lambat (Bradyrhizobium). Bakteri tumbuh cepat akan memberikan reaksi asam (media berubah menjadi kuning) sedangkan bakteri yang tumbuh lambat akan memberikan reaksi basa (media tetap berwarna biru). Hasil karakterisasi diperoleh 6 isolat bakteri Rhizobium dan 3 isolat Bradyrhizobium. Ketiga isolat Bradyrhizobium yang diperoleh kemudian di uji selama empat minggu pada tanaman kedelai yang ditanam dalam polibag. Dari hasil pengujian didapatkan satu tanaman kedelai yang paling baik pertumbuhannya, yang dapat dilihat pada tinggi tanaman dan bobot kering tanaman. Tanaman Kedelai tersebut merupakan tanaman kedelai yang diberikan isolat IBL1 (Lampiran 3). Isolat terbaik tersebut kemudian diperbanyak di laboratorium dengan kepadatan populasi 108 SPK/ml. Rhizobium introduksi berasal


(38)

dari laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Sumatera Utara yang diperbanyak di laboratorium dengan kepadatan populasi 108

2. Persiapan lahan

SPK/ml.

Lahan yang digunakan adalah lahan kebun di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Lahan dibersihkan dengan membabat semak dan membuang gulma yang tumbuh, kemudian tanah dicangkul untuk membalikan tanah. Pengolahan tanah kedua dilakukan 4 hari kemudian untuk menggemburkan tanah. Selanjutnya di buat plot dengan ukuran masing-masing 250 x 150 cm sehingga terdapat 27 plot sesuai dengan jumlah kombinasi perlakuan. Setiap ulangan dibatasi parit drainase selebar 100 cm dan jarak antar plot 50 cm.

3. Pemberian Pupuk Urea, SP-36, dan KCl

Pemberian pupuk Urea diberikan sesuai dengan perlakuan dan pemberiannya dilakukan dengan cara larikan. Pemberian urea dilakukan dalam dua tahap pemberian yaitu pemberian tahap pertama dilakukan pada saat tanam dan pemberian tahap kedua dilakukan pada tiga puluh hari setelah tanam. Jumlah urea yang diberikan pada tahap pertama adalah setengah dari jumlah keseluruhan urea yang diberikan sedangkan sisanya diberikan pada pemberian tahap kedua, dimana dosis pemberiannya disesuaikan dengan perlakuan. Pemberian pupuk SP-36 dan KCl yang diberikan sesuai rekomendasi yaitu 150 kg/ha SP-36 dan 75 kg/ha KCl. Pemberiannya dilakukan pada saat tanam.


(39)

4. Penanaman

Benih yang ditanam terlebih dahulu direndam dengan larutan Rhizobium dengan takaran 1 ml per biji. Perendaman benih dilakukan selama lima menit lalu ditiriskan. Setelah itu benih dimasukkan kedalam lubang tanam. Masing-masing lubang dimasukkan sebanyak 3 benih dengan jarak tanam 40 cm X 10 cm pada kedalaman 2-3 cm. Penanaman dilakukan secara tugal.

5. Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan dua kali sehari sesuai kondisi dilapangan. Penjarangan dilakukan saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman yang kurang bagus pertumbuhannya sehingga hanya tinggal satu tanaman. Penyiangan dilakukan setiap bulan sekali atau jika dibutuhkan untuk membuang gulma yang tumbuh.

6. Parameter Pengamatan

Pengamatan parameter dilakukan untuk komponen vegetatif sesuai dengan interval pengamatan dan komponen generatif mulai masa reproduktif hingga saat panen.

7. Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan kriteria panen yang ditandai dengan sebagian besar daun sudah menguning tetapi bukan karena serangan hama penyakit, lalu gugur, buah berubah warna dari hijau sampai kuning kecoklatan, batang berwarna kuning


(40)

agak kecoklatan dan gundul. Kemudian polong dijemur dibawah sinar matahari selama 4 hari dan biji diambil dari polongnya.

Parameter yang diamati 1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman diukur mulai leher akar sampai ujung tajuk tertinggi untuk 5 tanaman sampel. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST).

2. Luas Daun (cm2

Total luas daun dihitung dengan menggunakan leaf area meter pada 5 sampel destruktif umur 2, 4, 6, dan 8 MST.

)

3. Laju Tumbuh Relatif (LTR)

Relative Growth Rate (RGR) atau Laju Tumbuh Relatif (LTR) ditentukan dengan rumus :

LTR = (LnW2 – LnW1 (T

)

2 – T1

W

)

1 = Bobot kering tanaman pada waktu t1

W

.

2 = Bobot kering tanaman pada waktu t2

T = Waktu (minggu).

.

Pengukuran LTR dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST).


(41)

4. Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2. minggu-1)

Net Assimilation Rate (NAR) atau Laju Asimilasi Bersih (LAB) dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Harga LAB dihitung dengan rumus :

LAB = (W2 – W1) . (lnA2 – lnA1 (T

)

2 – T1) (A2 – A1)

Dimana :

W1 = Bobot kering tanaman pada waktu t1

W

.

2 = Bobot kering tanaman pada waktu t2

A

.

1 = Luas daun pada waktu t1

A

.

2 = Luas daun pada waktu t

Pengukuran LAB dilakukan pada 5 tanaman destruktif pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST).

2

5. Bobot Kering Berangkasan (g)

Sebanyak 5 tanaman sampel destruktif dicabut sampai akarnya pada umur 2, 4, 6, 8, minggu setalah tanam, kemudian dibersihkan, dikering ovenkan pada suhu 65oC hingga bobotnya konstan, selanjutnya tanaman di timbang.

6. Jumlah Bintil Per Plot (bh)

Penghitungan jumlah bintil akar dihitung pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah tanam.


(42)

7. Bobot Kering Bintil (g)

Bobot kering bintil dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah tanam, pengamatan dilakukan setelah bintil akar dikering ovenkan pada suhu 65oC selama 48 jam hingga bobotnya konstan, selanjutnya bintil akar ditimbang.

8. Analisis Kandungan N tajuk (%)

Pengukuran dilakukan dengan mengukur kandungan N yang terkandung dalam tubuh tanaman bagian atas yang dilakukan pada umur 6 MST.

9. Serapan Nitrogen (g/tan)

Pengukuran dilakukan dengan mengalikan kandungan N yang terkandung pada tubuh tanaman dengan bobot kering tanaman.

Serapan N = % N x Bobot Kering Tanaman

10. Jumlah Polong Per Tanaman (bh)

Jumlah polong per tanaman dihitung dengan menghitung jumlah polong yang terdapat pada tanaman sampel, yang dilakukan menjelang panen.

11. Jumlah Polong Per Plot

Jumlah polong per plot dihitung dengan menghitung jumlah polong dalam satu plot panen dan dilakukan pada umur 10 minggu setelah tanam yaitu menjelang panen.


(43)

12. Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman

Pengamatan jumlah cabang produktif dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada saat menjelang panen. Cabang yang diamati adalah cabang produktif yang menghasilkan polong.

13. Jumlah Biji Per Tanaman

Jumlah biji per tanaman dihitung dengan menghitung jumlah biji yang terdapat pada tanaman sampel dan dilakukan pada saat setelah panen.

14. Jumlah Biji Per Plot

Jumlah biji per plot dihitung dengan menghitung jumlah biji yang terdapat dalam satu plot panen dan dilakukan pada saat setelah panen.

15. Bobot Biji Kering Per Tanaman (g)

Pengamatan dilakukan setelah biji kedelai dikeringkan dengan kadar air 14%, pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran biji dibawah sinar matahari selama 2-3 hari, kemudian biji per tanaman sampel ditimbang.

16. Bobot Biji Kering Per Plot (g)

Pengamatan dilakukan setelah biji kedelai dikeringkan dengan kadar air 14%, pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran biji dibawah sinar matahari selama 2-3 hari, kemudian biji per plot ditimbang.


(44)

17. Bobot 100 Biji (g)

Pengukuran Bobot seratus biji dilakukan setelah panen menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Bobot Biji Per Tanaman X 100 Jumlah Biji Per Tanaman

18. Analisis Kandungan N Tanah (%)

Pengukuran dilakukan dengan mengukur kandungan N total yang terkandung didalam tanah yang dilakukan sebelum tanam dan setelah panen.


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 1. Tinggi Tanaman (cm)

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium, pupuk nitrogen dan interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman kedelai pada perlakuan Rhizobium dan nitrogen umur 6 MST disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Kedelai (cm) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 6 MST.

Perlakuan R0 (Tanpa R

Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 61.27 61.20 62.87 61.78

N1 (N 25 kg/ha) 64.67 70.80 72.67 69.38

N2 (N 50 kg/ha) 64.60 65.00 75.53 68.38

Rataan

Rhizobium 63.51 65.67 70.36

Dari Tabel 1 dapat dilihat, bahwa pada penggunaan Rhizobium yang terbaik untuk parameter tinggi tanaman adalah perlakuan R2 (Rhizobium introduksi), yang

diikuti perlakuan R1 (Rhizobium indigenous) dan R0 (tanpa Rhizobium). Dari

perlakuan nitrogen diperoleh pada N1 (25 kg N/ha), yang diikuti perlakuan N2 (50


(46)

2. Total Luas Daun (cm2)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang tidak nyata sedangkan perlakuan nitrogen memberikan pengaruh yang nyata. Interaksi perlakuan Rhizobium dengan nitrogen memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap total luas daun umur 6 MST. Uji beda rataan total luas daun (cm2

Tabel 2.

) umur 6 MST pada perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 2.

Total Luas Daun Tanaman Kedelai (cm2) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 6 MST Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R

Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 89.42 103.93 95.96 96.44 b

N1 (N 25 kg/ha) 102.76 112.67 107.71 107.71 a

N2 (N 50 kg/ha) 100.81 99.18 110.29 103.43 ab

Rataan

Rhizobium 97.66 105.26 104.65

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 2 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan 6 MST pemberian nitrogen yang terbaik untuk parameter total luas daun adalah perlakuan N1 (25 kg/ha)

yang berbeda nyata dengan perlakuan N0 (tanpa nitrogen) tetapi tidak berbeda nyata

dengan perlakuan N2 (50 kg/ha). Perlakuan N2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan


(47)

3. Laju Tumbuh Relatif

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan nitrogen memberikan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi perlakuan Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap laju tumbuh relatif umur 4-6 MST. Uji beda rataan laju tumbuh relatif perlakuan Rhizobium dengan nitrogen pada umur 4-6 MST disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Laju Tumbuh Relatif Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 4-6 MST Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R

Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 0.77 bc 1.21 ab 0.97 abc 0.80

N1 (N 25 kg/ha) 0.91 abc 0.94 abc 0.95 abc 0.889

N2 (N 50 kg/ha) 0.72 c 0.52 c 1.32 a 1.08

Rataan

Rhizobium 0.98 0.94 0.85

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Pada pengamatan 4-6 MST, laju tumbuh relatif tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan R2N2 (Rhizobium introduksi dan pemberian nitrogen 50 kg/ha)

yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R1N0 (Rhizobium indigenous

dan tanpa nitrogen), R1N2 (Rhizobium indigenous dan pemberian nitrogen 50

kg/ha), R2N0 (Rhizobium introduksi dan tanpa N), R2N1 (Rhizobium introduksi dan

N 25 kg/ha), R1N1 (Rhizobium indigenous dan N 25 kg/ha) dan R0N1 (tanpa

Rhizobium dan N 25 kg/ha)dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R0N2

(tanpa Rhizobium dan N 50 kg/ha) dan R1N2 (Rhizobium indigenous dan N 50


(48)

4. Laju Asimilasi Bersih

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan nitrogen memberikan pengaruh yang tidak nyata sedangkan interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap laju asimilasi bersih umur 4-6 MST. Uji beda rataan laju asimilasi bersih perlakuan Rhizobium dengan nitrogen pada umur 4-6 MST di sajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Laju Asimilasi Bersih Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 4-6 MST Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 0.040 bc 0.078 a 0.057 abc 0.058

N1 (N 25 kg/ha) 0.066 ab 0.051 abc 0.050 abc 0.056

N2 (N 50 kg/ha) 0.041 bc 0.030 c 0.078 a 0.050

Rataan Rhizobium 0.049 0.053 0.061

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Pada pengamatan 4-6 MST , laju asimilasi bersih tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan R1N0 (Rhizobium indigenous dan tanpa pemberian nitrogen)

yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi R2N2 (Rhizobium introduksi dan N 50

kg/ha) dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R1N2

5. Bobot Kering Berangkasan (g)

(Rhizobium indigenous dan N 50 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan nitrogen memberikan pengaruh yang tidak nyata sedangkan


(49)

interaksi perlakuan Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering berangkasan umur 6 MST. Uji beda rataan bobot kering berangkasan (g) perlakuan Rhizobium dengan nitrogen pada umur 6 MST di sajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Kering Berangkasan Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Umur 6 MST Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 6.09 c 10.22 a 6.96 abc 7.76

N1 (N 25 kg/ha) 8.74 abc 8.01 abc 7.86 abc 8.20

N2 (N 50 kg/ha) 7.06 abc 6.53 bc 10.06 ab 7.88

Rataan

Rhizobium 7.30 8.25 8.29

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Pada pengamatan 6 MST, bobot kering berangkasan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan R1N0 (Rhizobium indigenous dan tanpa pemberian nitrogen)

yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R2N2 (Rhizobium introduksi

dan N 50 kg/ha), R0N1 (tanpa Rhizobium dan N 25 kg/ha), R0N2 (tanpa Rhizobium

dan N 50 kg/ha), R1N1 (Rhizobium indigenous dan N 25 kg/ha), R2N0 (Rhizobium

introduksi dan tanpa N) dan R2N1 (Rhizobium introduksi dan N 25 Kg/ha) dan

berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R0N0 (tanpa Rhizobium dan tanpa


(50)

6. Jumlah Bintil Per Tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan pupuk nitrogen serta interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah bintil akar. Jumlah bintil akar pada perlakuan Rhizobium dan nitrogen disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 3.68 2.84 3.20 3.24

N1 (N 25 kg/ha) 2.98 3.83 1.54 2.78

N2 (N 50 kg/ha) 2.27 2.67 2.08 2.34

Rataan

Rhizobium 2.98 3.12 2.27

Dari Tabel 6 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan 6 MST Rhizobium yang tertinggi untuk parameter jumlah bintil pertanaman adalah perlakuan R1 (Rhizobium

indigenous), yang diikuti perlakuan R0 (tanpa Rhizobium) dan R2 (Rhizobium

introduksi). Dari perlakuan nitrogen diperoleh pada N0 (tanpa nitrogen), yang diikuti

dengan perlakuan N1 (25 kg/ha) dan N2

7. Bobot Kering Bintil (g)

(50 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan pupuk nitrogen serta interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot kering bintil akar. Bobot kering bintil akar pada perlakuan Rhizobium dan nitrogen disajikan pada Tabel 7.


(51)

Tabel 7. Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 0.857 0.768 0.797 0.808

N1 (N 25 kg/ha) 0.765 0.806 0.765 0.779

N2 (N 50 kg/ha) 0.739 0.842 0.803 0.795

Rataan

Rhizobium 0.787 0.805 0.788

Dari Tabel 7 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan 6 MST Rhizobium yang terbaik untuk parameter bobot kering bintil per tanaman adalah perlakuan R1

(Rhizobium indigenous), yang diikuti perlakuan R2 (Rhizobium introduksi) dan R0

(tanpa Rhizobium). Dari perlakuan nitrogen diperoleh pada N0 (tanpa nitrogen), yang

diikuti dengan perlakuan N2 (50 kg/ha) dan N1

8. Analisis Kandungan N Tajuk

(25 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan perlakuan pupuk nitrogen serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar N tajuk tanaman. Analisis kandungan N tajuk tanaman pada perlakuan Rhizobium dan Nitrogen disajikan pada Tabel 8.


(52)

Tabel 8. Kadar N Tajuk Tanaman (%) Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 2.05 2.29 2.50 2.28

N1 (N 25 kg/ha) 2.44 2.15 2.40 2.33

N2 (N 50 kg/ha) 2.29 2.17 2.38 2.28

Rataan

Rhizobium 2.26 2.20 2.43

Dari Tabel 8 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan 6 MST Rhizobium yang terbaik untuk N tajuk adalah perlakuan R2 (Rhizobium introduksi), yang diikuti

perlakuan R0 (tanpa Rhizobium) dan R1 (Rhizobium indigenous). Dari perlakuan

nitrogen diperoleh pada N1 (25 kg/ha), yang diikuti dengan perlakuan N2 (50 kg/ha)

dan N0

9. Serapan Nitrogen

(tanpa nitrogen).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan nitrogen serta interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap serapan N tanaman. Serapan nitrogen pada perlakuan Rhizobium dan Nitrogen disajikan pada Tabel 9.


(53)

Tabel 9. Serapan N Tanaman Kedelai (g/tan) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 0.26 0.23 0.31 0.26

N1 (N 25 kg/ha) 0.30 0.34 0.31 0.32

N2 (N 50 kg/ha) 0.20 0.23 0.30 0.25

Rataan

Rhizobium 0.25 0.27 0.31

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa, pada pengamatan serapan N Rhizobium

yang terbaik adalah perlakuan R2 (Rhizobium introduksi), yang diikuti perlakuan

R1(Rhizobium indigenous) dan R0 (tanpa Rhizobium). Dari perlakuan nitrogen

diperoleh pada N1 (25 kg/ha), yang diikuti dengan perlakuan N0 (tanpa nitrogen) dan

N2

10. Jumlah Polong Per Tanaman

(50 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah polong per tanaman sedangkan perlakuan pupuk nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uji beda rataan jumlah polong per tanaman perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 10.


(54)

Tabel 10. Jumlah Polong Per Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 32.33 41.07 34.33 35.91 b

N1 (N 25 kg/ha) 45.80 61.07 42.27 49.71 a

N2 (N 50 kg/ha) 40.53 40.93 32.93 38.13 b

Rataan

Rhizobium 39.56 47.69 36.51

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 10 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan jumlah polong per tanaman perlakuan nitrogen terbaik diperoleh pada N1 (25 kg/ha), yang berbeda

nyata dengan perlakuan N2 (50 kg/ha) dan N0 (tanpa nitrogen). Perlakuan N0 (tanpa

nitrogen) tidak berbeda nyata dengan perlakuan N2

11. Jumlah Polong Per Plot

(N 50 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah polong per plot sedangkan perlakuan pupuk nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uji beda rataan jumlah polong per plot perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 11.


(55)

Tabel 11. Jumlah Polong Per Plot Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 2101.67 2799.33 2231.67 2377.56 b

N1 (N 25 kg/ha) 2977.00 3969.33 2747.33 3231.22 a

N2 (N 50 kg/ha) 2894.67 2660.67 2140.67 2565.33 ab

Rataan

Rhizobium 2657.78 3143.11 2373.22

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 11 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan jumlah polong per plot nitrogen yang terbaik adalah pada perlakuan N1 (25 kg/ha), yang berbeda nyata

dengan perlakuan N0 (tanpa nitrogen) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan

N2 (50 kg/ha). Perlakuan N2 (50 kg/ha) tidak berbeda nyata dengan perlakuan N1

12. Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman

(25 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang produktif sedangkan perlakuan pupuk nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uji beda rataan jumlah cabang produktif per tanaman pada perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 12.


(56)

Tabel 12. Jumlah Cabang Produktif Per Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 2.40 4.13 2.27 2.93

N1 (N 25 kg/ha) 2.80 4.00 3.20 3.33

N2 (N 50 kg/ha) 3.20 3.00 2.53 2.91

Rataan

Rhizobium 2.80 b 3.71 a 2.67 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 12 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan jumlah cabang produktif per tanaman, Rhizobium yang terbaik adalah perlakuan R1 (Rhizobium indigenous),

yang berbeda nyata dengan perlakuan R0 (tanpa Rhizobium) dan R2 (Rhizobium

introduksi). Perlakuan R0 (tanpa Rhizobium) tidak berbeda nyata dengan perlakuan

R2

13. Jumlah Biji Per Tanaman

(Rhizobium introduksi).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah biji per tanaman sedangkan perlakuan pupuk nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uji beda rataan jumlah biji per tanaman perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 13.


(57)

Tabel 13. Jumlah Biji Per Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 87.00 119.93 94.33 100.42 b

N1 (N 25 kg/ha) 127.40 173.20 158.60 153.07 a

N2 (N 50 kg/ha) 119.87 112.87 89.33 107.36 b

Rataan

Rhizobium 111.42 135.33 114.09

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa, pada pengamatan jumlah biji per tanaman nitrogen yang terbaik adalah pada perlakuan N1 (25 kg/ha), yang berbeda nyata

dengan perlakuan N2 (50 kg/ha) dan N0 (tanpa nitrogen). Perlakuan N0 (tanpa

nitrogen) tidak berbeda nyata dengan perlakuan N2

14. Jumlah Biji Per Plot

(N 50 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah biji per plot sedangkan perlakuan pupuk nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uji beda rataan jumlah biji per plot perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 14.


(58)

Tabel 14. Jumlah Biji Per Plot Tanaman Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 5655.00 7795.67 6131.67 6527.44 b

N1 (N 25 kg/ha) 8281.00 11258.00 7709.00 9082.67 a

N2 (N 50 kg/ha) 7791.33 7336.33 5806.67 6978.11 b

Rataan

Rhizobium 2242.44 8796.67 6549.11

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 14 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan jumlah biji per plot nitrogen terbaik adalah pada perlakuan N1 (25 kg/ha), yang berbeda nyata dengan

perlakuan N2 (50 kg/ha) dan N0 (tanpa nitrogen). Perlakuan N0 (tanpa nitrogen) tidak

berbeda nyata dengan perlakuan N2

15. Bobot Biji Kering Per Tanaman

( N 50 kg/ha).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot biji kering per tanaman. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata. Uji beda rataan bobot biji kering per tanaman perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 15.


(59)

Tabel 15. Bobot Biji Kering Per Tanaman (g) Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 9.91 c 16.42 b 9.95 c 12.09

N1 (N 25 kg/ha) 15.84 b 23.54 a 11.65 bc 17.01

N2 (N 50 kg/ha) 10.62 c 12.04 bc 11.92 bc 11.53

Rataan

Rhizobium 12.13 17.33 11.17

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 15 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan parameter bobot biji kering pertanaman tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan R1N1 (Rhizobium

indigenous dan pemberian nitrogen 25 kg/ha) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R1N0 (Rhizobium indigenous dan tanpa nitrogen), R0N1 (tanpa Rhizobium

dan N 25 kg/ha), R0N0 (tanpa Rhizobium dan tanpa pemberian nitrogen) R0N2 (tanpa

Rhizobium dan N 50 kg/ha) dan R2N0 (Rhizobium introduksi dan Tanpa N).

16. Bobot Biji Kering Per Plot

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 24) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot biji kering per plot. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uji beda rataan bobot biji kering per plot perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 16.


(60)

Tabel 16. Bobot Biji Kering Per Plot Tanaman (g) Kedelai pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan

R0 (Tanpa R

Rhizobium)

1 R

(Rhizobium Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 582.89 723.53 454.05 586.82 b

N1 (N 25 kg/ha) 780.95 949.77 615.52 782.08 a

N2 (N 50 kg/ha) 542.91 631.35 346.70 506.99 b

Rataan

Rhizobium 635.58 ab 768.22 a 472.09 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 16 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan parameter bobot biji kering per plot Rhizobium tertinggi adalah perlakuan R1 (Rhizobium indigenous),

yang berbeda nyata dengan perlakuan R2 (Rhizobium introduksi) tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan R0 (tanpa Rhizobium). Perlakuan R0 (tanpa

Rhizobium) tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2 (Rhizobium introduksi). Dari

perlakuan nitrogen diperoleh pada N1 (25 kg/ha), yang berbeda nyata dengan

perlakuan N0 (tanpa nitrogen) dan N2 (50 kg/ha). Perlakuan N0 (tanpa nitrogen) tidak

berbeda nyata dengan perlakuan N2 (N 50 kg/ha).

17. Bobot 100 biji

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 25) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 biji sedangkan perlakuan pupuk nitrogen menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi Rhizobium dengan nitrogen menunjukkan pengaruh yang nyata. Uji beda rataan bobot 100 biji perlakuan Rhizobium dengan nitrogen disajikan pada Tabel 17.


(61)

Tabel 17. Bobot 100 biji Tanaman Kedelai (g) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen Serta Uji Bedanya.

Perlakuan R0 (Tanpa R Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 11.42 bcd 14.18 a 10.98 cd 12.19

N1 (N 25 kg/ha) 12.87 abc 14.06 ab 9.26 d 12.07

N2 (N 50 kg/ha) 9.64 d 11.20 cd 13.50 abc 11.45

Rataan

Rhizobium 11.31 13.15 11.25

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Dari Tabel 17 dapat dilihat, bahwa pada pengamatan parameter bobot 100 biji, bobot tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan R1N0 (Rhizobium

indigenous dan tanpa nitrogen) yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R1N1 (Rhizobium indigenous dan N 25 kg/ha) dan berbeda nyata pada perlakuan

R0N2 (tanpa Rhizobium introduksi dan pemberian nitrogen 50 kg/ha) dan R2N1

(Rhizobium introduksi dan N 25 kg/ha).

18. Analisis Kandungan N Tanah

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 27) menunjukkan bahwa perlakuan Rhizobium dan pupuk nitrogen serta interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar N tanaman. Kadar N tanah pada perlakuan Rhizobium dan nitrogen disajikan pada Tabel 18.


(62)

Tabel 18. Kadar N Tanah (%) pada Perlakuan Rhizobium dengan Nitrogen. Perlakuan R0 (Tanpa R

Rhizobium)

1 (Rhizobium R

Indigenous)

2 Rataan

Nitrogen (Rhizobium

Introduksi)

N0 (Tanpa N) 0.137 0.127 0.153 0.139

N1 (N 25 kg/ha) 0.130 0.137 0.140 0.136

N2 (N 50 kg/ha) 0.120 0.150 0.127 0.132

Rataan

Rhizobium 0.129 0.138 0.140

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa, pada pengamatan setelah panen Rhizobium yang terbaik untuk parameter kandungan N tanah adalah perlakuan R2 (Rhizobium

introduksi), yang diikuti perlakuan R1 (Rhizobium indigenous) dan R0 (tanpa

Rhizobium). Dari perlakuan nitrogen diperoleh pada N0 (tanpa nitrogen), yang diikuti

dengan perlakuan N1 (25 kg/ha) dan N2

Pembahasan

(50 kg/ha).

a. Pengaruh Interaksi Antara Pemberian Rhizobium dan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai.

Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan anorganik. Penurunan penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya hanya dapat dicapai jika agen biologis pemfiksasi nitrogen diintegrasikan dalam sistem produksi tanaman. Baik bakteri maupun legum tidak dapat menambat nitrogen


(63)

secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak terdapat dalam tanah, legum tersebut akan mati.

Pada kombinasi perlakuan Rhizobium dan nitrogen mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai pada parameter pengamatan laju tumbuh relatif, laju asimilasi bersih, bobot kering berangkasan, bobot biji kering per tanaman dan bobot 100 biji (Lampiran 4 dan 22), hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian Rhizobium secara bersamaan dengan nitrogen mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Pemberian yang diberikan bersama dengan nitrogen adalah sangat tepat dimana keduanya akan saling menguntungkan, dimana jika keduanya tidak ada maka tanaman kedelai tidak bisa tumbuh dan berproduksi.

Pemberian Rhizobium yang dikombinasikan dengan pemberian nitrogen yang berpengaruh terhadap meningkatnya laju tumbuh relatif membuktikan bahwa Rhizobium yang diberikan merupakan Rhizobium efektif sehingga mampu menyediakan hara nitrogen yang dibutuhkan tanaman kedelai untuk melaksanakan kegiatan metabolismenya yang berakibat meningkatnya total luas daun, dimana dengan meningkatnya luas daun maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik yang ditandai dengan meningkatnya laju tumbuh relatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju tumbuh relatif tanaman kedelai tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan R2N2 (Rhizobium introduksi dan pemberian nitrogen 50 kg/ha)

yang diikuti atau tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan R1N0 (Rhizobium


(64)

diperoleh pada kombinasi perlakuan R0N2 (tanpa Rhizobium dan pemberian nitrogen

50 kg/ha). Hal ini membuktikan bahwa perlakuan pemberian Rhizobium baik yang introduksi maupun yang indigenous mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju tumbuh relatif, dimana dengan meningkatnya laju tumbuh relatif maka laju asimilasi bersih dan bobot kering berangkasan juga meningkat, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan jumlah cabang produktif sehingga mampu memberikan bobot biji kering per tanaman dan bobot 100 biji tertinggi. Begitu juga dengan nitrogen, dimana nitrogen yang diberikan pada awal tanam dapat menjadi starter untuk merangsang tumbuhnya Rhizobium sehingga keduanya akan saling mendukung. Pemupukan nitrogen sebagai starter pada awal pertumbuhan kedelai perlu dilakukan untuk pertumbuhan dalam 1 minggu pertama. Pada keadaan tersebut, akar tanaman belum berfungsi sehingga tambahan nitrogen diharapkan dapat merangsang pembentukan akar. Hal ini akan membuka kesempatan pembentukan bintil akar. Selain itu, sistem perkecambahan kedelai berupa epigeal sehingga persediaan makanan di dalam kotiledon lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan awal vegetatif dan seringkali nitrogen yang dibutuhkan tidak tercukupi. Namun demikian, bila penggunaan pupuk nitrogen terlalu banyak, akan menekan jumlah dan ukuran bintil akar sehingga akan mengurangi efektivitas pengikatan N2

Kombinasi perlakuan Rhizobium indigenous dan pemberian N 25 kg/ha memberikan produksi terbaik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena pada kombinasi perlakuan tersebut sudah


(65)

menggunakan Rhizobium yang tepat yaitu Rhizobium indigenous yang berasal dari lahan itu sendiri dan pemberian nitrogennya juga sudah tepat yaitu 25 kg/ha yang merupakan pemberian 50% dari yang direkomendasikan untuk lahan tersebut. Pada pemberian N 25 kg/ha merupakan pemberian N dalam jumlah sedikit sehingga tidak mengganggu pertumbuhan bintil akar sehingga pemberian kombinasi ini mampu memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai tertinggi.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kombinasi pemberian antara Rhizobium indigenous dan nitrogen sebanyak 25 kg/ha memberikan produksi kedelai tertinggi yang ditunjukkan oleh besarnya bobot biji kering per plot (Lampiran 22) yaitu 949.77 g/plot panen, sedangkan produksi kedelai pada kombinasi perlakuan tanpa Rhizobium dan tanpa pemberian pupuk nitrogen diperoleh 582.89 g/plot panen (Lampiran 22). Jadi perlakuan kombinasi Rhizobium indigenous dan nitrogen 25 kg/ha merupakan kombinasi perlakuan terbaik dalam menghasilkan pertumbuhan dan produksi kedelai tertinggi (Lampiran 28 Gambar 2a dan 2b). Rekomendasi pemupukan N yang direkomendasikan untuk lahan bekas sawah adalah 50 kg/ha, akan tetapi dengan penggunaan Rhizobium indigenous maka penggunaan nitrogen dapat diperkecil dengan menggantikan kecukupan N dengan penggunaan Rhizobium.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Noortasiah (2005), dimana inokulasi Rhizobium yang dikombinasikan dengan pupuk N dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Perlakuan inokulasi Rhizobium yang dikombinasikan dengan pupuk N (45 kg N/ha) memberikan hasil biji kedelai tertinggi yaitu 2.696 kg biji kering/ha. Di lahan lebak, pemberian Rhizobium dapat mengefisienkan pupuk N


(66)

sampai 22,5 kg N/ha. Inokulan Rhizobium dapat menggantikan fungsi pupuk N sampai dengan 22,5 N/ha atau dapat mengefisienkan pemupukan N sampai 22,5 kg N/ha.

b. Pengaruh Pemberian Rhizobium Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai.

Inokulasi Rhizobium pada lahan yang telah mengandung bakteri ini merupakan usaha untuk menambah atau mengganti bakteri Rhizobium yang telah ada dan telah beradaptasi didalam tanah. Setiap varietas tanaman kedelai menghendaki Rhizobium untuk keserasian simbiosisnya sehingga inokulasi sering tetap diperlukan agar pembentukan bintil akar yang efektif dapat tercapai (Harnowo dan Brotonegoro, 1987).

Pemberian Rhizobium memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan jumlah cabang produktif, bobot biji kering per tanaman, bobot biji kering per plot dan bobot 100 biji dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman, total luas daun, laju tumbuh relatif, laju asimilasi bersih, jumlah bintil per tanaman, bobot kering bintil per tanaman, jumlah biji per tanaman, jumlah biji per plot, kandungan N tajuk, kandungan N tanah dan serapan N (Lampiran 30).

Meningkatnya jumlah cabang produktif pada pertanaman kedelai akibat pemberian Rhizobium membuktikan bahwa Rhizobium yang diberikan merupakan Rhizobium efektif sehingga mampu membantu tanaman kedelai untuk memfiksasi nitrogen bebas sehingga tersedia bagi tanaman. Rhizobium efektif dapat diketahui dengan cara membelah bintil akar sehingga didalamnya akan terlihat bagian yang


(1)

Gambar 3. Tanaman Kedelai berumur 2 Minggu Setelah Tanam


(2)

Gambar 5. Tanaman Kedelai berumur 6 Minggu Setelah Tanam


(3)

Gambar 7. Tanaman Kedelai yang sudah memiliki Polong


(4)

(5)

Lampiran 29. Rangkuman Data Pertumbuhan Tanaman Kedelai Umur 6 MST Serta Kandungan N Tanah dan Serapan N

Setelah Panen.

Perlakuan Tinggi

Tanaman (cm)

Total Luas Daun (cm2

Laju Tumbuh Relatif ) Laju Asimilasi Bersih (g.cm

-2 .minggu-1 Bobot Kering Berangkasan (g) ) Jumlah Bintil Pertanaman Bobot Kering Bintil Per Tanaman (g) Kandungan N Tajuk (%)

Kandungan N Tanah

(%)

Serapan N

R0 63.51 97.66 0.98 0.049 7.30 9.07 0.123 2.26 0.129 0.25

R1 65.67 105.26 0.94 0.053 8.25 9.96 0.154 2.20 0.138 0.27

R2 70.36 104.65 0.85 0.061 8.29 6.47 0.128 2.43 0.140 0.31

N0 61.78 96.44 b 0.80 0.058 7.76 11.69 0.158 2.28 0.139 0.26

N1 69.38 107.71 a 0.889 0.056 8.20 8.31 0.108 2.33 0.136 0.32

N2 68.38 103.43 ab 1.08 0.050 7.88 5.49 0.138 2.28 0.132 0.25

R0N0 61.27 89.42

0.77

bc

0.040

bc 6.09 c 13.80 0.238 2.05 0.137 0.26

R0N1 64.67 102.76

0.91

abc

0.066

ab 8.74 abc 8.60 0.086 2.44 0.130 0.30

R0N2 64.60 100.81

0.72

c

0.041

bc 7.06 abc 4.80 0.046 2.29 0.120 0.20

R1N0 61.20 103.93

1.21

ab

0.078

a 10.22 a 7.93 0.091 2.29 0.127 0.23

R1N1 70.80 112.67

0.94

abc

0.051

abc 8.01 abc 14.20 0.150 2.15 0.137 0.34

R1N2 65.00 99.18

0.52

c

0.030

c 6.53 bc 7.73 0.220 2.17 0.150 0.23

R2N0 62.87 95.96

0.97

abc

0.057

abc 6.96 abc 13.33 0.147 2.50 0.153 0.31

R2N1 72.67 107.71

0.95

abc

0.050

abc 7.86 abc 2.13 0.089 2.40 0.140 0.31

R2N2 75.53 110.29

1.32

a

0.078

a 10.06 ab 3.93 0.149 2.38 0.127 0.30

Keterangan : R0

R

: Tanpa Rhizobium 1

R

: Rhizobium Indigenous 2

N

: Rhizobium Introduksi 0

N

: Tanpa Nitrogen 1

N

: Pemberian N 25 kg/ha : Pemberian N 50 kg/ha


(6)

Lampiran 30. Rangkuman Data Produksi Tanaman Kedelai

Perlakuan

Jumlah

Polong Per

Tanaman

Jumlah

Polong Per

Plot

Jumlah

Cabang

Produktif

Per

Tanaman

Jumlah Biji

Per Tanaman

Jumlah Biji

Per Plot

Bobot

Kering Biji

Per

Tanaman

(g)

Bobot

BijiKering

Per Plot (g)

Bobot 100 Biji

R

0 39.56 2,657.78 2.80 b 111.42 2,242.44 12.13 b 635.58 ab 11.31 b

R

1 47.69 3,143.11 3.71 a 135.33 8,796.67 17.33 a 768.22 a 13.15 a

R

2 36.51 2,373.22 2.67 b 114.09 6,549.11 11.17 b 472.09 b 11.25 b

N

0 35.91 b 2,377.56 b 2.93 100.42 b 6,527.44 b 12.09 b 586.82 b 12.19

N

1 49.71 a 3,231.22 a 3.33 153.07 a 9,082.67 a 17.01 a 782.08 a 12.07

N

2 38.13 b 2,565.33 ab 2.91 107.36 b 6,978.11 b 11.53 b 506.99 b 11.45

R

0

N

0

32.33

2,101.67

2.40

87.00

5,655.00

9.91

c

582.89

11.42

bcd

R

0

N

1

45.80

2,977.00

2.80

127.40

8,281.00

15.84

b

780.95

12.87

abc

R

0

N

2

40.53

2,894.67

3.20

119.87

7,791.33

10.62

c

542.91

9.64

d

R

1

N

0

41.07

2,799.33

4.13

119.93

7,795.67

16.42

b

723.53

14.18

a

R

1

N

1

61.07

3,969.33

4.00

173.20

11,258.00

23.54

a

949.77

14.06

ab

R

1

N

2

40.93

2,660.67

3.00

112.87

7,336.33

12.04

bc

631.35

11.20

cd

R

2

N

0

34.33

2,231.67

2.27

94.33

6,131.67

9.95

c

454.05

10.98

cd

R

2

N

1

42.27

2,747.33

3.20

158.60

7,709.00

11.65

bc

615.52

9.26

d

R

2

N

2

32.93

2,140.67

2.53

89.33

5,806.67

11.92

bc

346.70

13.50

abc

Keterangan : R0

R

: Tanpa Rhizobium 1

R

: Rhizobium Indigenous 2

N

: Rhizobium Introduksi 0

N

: Tanpa Nitrogen 1

N

: Pemberian N 25 kg/ha