Karakterisasi Dan Pemurnian Minyak Ikan Makerel (Scomber Japonicus) Hasil Samping Penepungan.

KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN MINYAK IKAN
MAKEREL (Scomber japonicus) HASIL SAMPING
PENEPUNGAN

I WAYAN KUKUH FERYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakterisasi
dan Pemurnian Minyak Ikan Makerel (Scomber japonicus) Hasil Samping
Penepungan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

I Wayan Kukuh Feryana
NRP C351124031

RINGKASAN
I WAYAN KUKUH FERYANA. Karakterisasi dan Pemurnian Minyak Ikan
Makerel (Scomber japonicus) Hasil Samping Penepungan. Dibimbing oleh
SUGENG HERI SUSENO dan NURJANAH.
Ikan makerel (Scomber japonicus) merupakan sumber nutrisi potensial
terutama omega-3. Pemanfaatan ikan makerel di Indonesia sebagai bahan baku
ikan kaleng dan hasil sampingnya digunakan sebagai bahan baku produksi tepung
ikan. Hasil samping proses penepungan diketahui mengandung nutrisi yang
potensial yaitu minyak ikan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
minyak ikan dari hasil samping penepungan. Metode yang digunakan yaitu
netralisasi alkali (NaOH) dengan 3 konsentrasi yang berbeda (19,70%; 17,87%;
dan 16,09%)
dan penambahan adsorben (kitosan dan atapulgit) dengan

konsentrasi masing-masing yaitu 3%, 4% dan 5%. Ikan makerel mengandung
lemak yang tinggi yaitu 9,23±0,32%; residu logam berat kadmium (Cd) sebesar
0,02±0,005 ppm; timbal (Pb) 0,65±0,093 ppm.
Hasil analisis menunjukkan bahwa minyak ikan makerel kasar tanpa
perebusan memiliki nilai oksidasi lebih rendah dibandingkan dengan minyak ikan
makerel kasar dengan perebusan dengan nilai peroksida (PV) 28,06±1,38 meq/kg;
nilai anisidin (AnV) 19,19±1,36 meq/kg; bilangan asam (AV) 31,52±0,14 mg
KOH/kg; persentase asam lemak bebas (FFA) 15,88±0,06%; total oksidasi
(TOTOX) 75,31±2,06 meq/kg. Perlakuan konsentrasi NaOH terbaik adalah
17,87% (24oBe) dan menghasilkan nilai peroksida (PV) 5,60±0,42 meq/kg; nilai
anisidin (AnV) 14,31±0,15 meq/kg; bilangan asam (AV) 4,30±0,49 mg KOH/kg;
persentase asam lemak bebas (FFA) 2,16±0,25%; total oksidasi (TOTOX)
25,53±0,71 meq/kg.
Jenis dan konsentrasi adsorben terbaik untuk proses pemurnian adalah
atapulgit 5% dan menghasilkan nilai peroksida (PV) 3,52±0,16 meq/kg; nilai
anisidin (AnV) 5,36±1,86 meq/kg; bilangan asam (AV) 2,32±0,63 mg KOH/kg;
persentase asam lemak bebas (FFA) 1,17±0,32%; total oksidasi (TOTOX)
12,4±0,32 meq/kg. Kandungan PUFA pada bahan baku penepungan adalah
17,21% (3,90% EPA: 9,91% DHA); kandungan PUFA pada minyak kasar tanpa
perebusan adalah 29,74% (7,86% EPA :17,38% DHA); kandungan PUFA pada

minyak kasar dengan perebusan adalah 29,33% (7,73% EPA:17,04% DHA);
kandungan PUFA pada minyak ikan hasil netralisasi adalah 33,48% (8,86%
EPA:20,33% DHA); kandungan PUFA pada minyak ikan hasil penambahan
adsorben adalah 33,79% (8,95% EPA : 20,31% DHA).
Kata kunci : ikan makerel, karakterisasi, minyak ikan, pemurnian

SUMMARY
I WAYAN KUKUH FERYANA. Characterization and Purification of Mackerel
(Scomber japonicus) Fish Oil from Fishmeal Processing Byproduct. Supervised
by SUGENG HERI SUSENO and NURJANAH.
Mackerel is a potential source of nutrition especially ω-3. Utilization of
mackerel in Indonesia as canning raw material and it's byproduct used as material
of fish meal production. The fishmeal byproduct known still contain potential
nutrition such fish oil. This study aims were to improve quality of fish oil from
fish meal processing byproduct. The method used were neutralization with three
different NaOH concentration (19,70%; 17,87%; and 16,09%) and refining with
two different adsorbent (attapulgite and chitosan) in three concentration (3%, 4%
and 5%).
Mackerel contained high fat of 9.23±0.32%, residue of cadmium and lead
were 0.02±0.005 ppm and 0.65±0.093 ppm. The oxidation values of fresh was

lower compare to boiled crude fish oil with PV 28.06±1.38 meq/kg; AnV
19.19±1.36 meq/kg; AV 31.52±0.14 mg KOH/kg; FFA 15.88±0.06%; TOTOX
75.31 meq/kg. The best concentration of NaOH was 17.87% (24oBe) with PV
5.60±0.42 meq/kg; AnV 14.31±0.15 meq/kg; AV 4.30±0.49 mg KOH/kg; FFA
2.16±0.25%; TOTOX 25.53±0.71 meq/kg.
The concentration of choosen adsorbent were attapulgite 5% with PV
3.52±0.16 meq/kg; AnV 5.36±1.86 meq/kg; AV 2.32±0.63 mg KOH/kg; FFA
1.17±0.32%;TOTOX 12.4±0.32 meq/kg. PUFA recovered were 17.21% (3.90%
EPA: 9.91% DHA) of raw material; 29.74% (7.86% EPA :17.38% DHA) of crude
fish oil; 29.33% (7.73% EPA:17.04% DHA) of crude boiled fish oil; 33.48%
(8.86% EPA:20.33% DHA) of neutralized fish oil; 33.79% (8.95% EPA : 20.31%
DHA) of adsorbent refined fish oil. Thus the best purification were using NaOH
17.87% and attapulgite 5%.
Keyword : characterization, fish oil, mackerel, refining

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN MINYAK IKAN
MAKEREL (Scomber japonicus) HASIL SAMPING
PENEPUNGAN

I WAYAN KUKUH FERYANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi

HALAMAN PENGESAHAN

Judul
Nama
NRP

: Karakterisasi dan Pemurnian Minyak Ikan Makerel
(Scomber japonicus) Hasil Samping Penepungan
: I Wayan Kukuh Feryana
: C351124031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi
Ketua


Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Anggota

Diketahui Oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Mei 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Karakterisasi dan Pemurnian Minyak
Ikan Makerel (Scomber japonicus) Hasil Samping Penepungan.
Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak
terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan
Prof Dr Ir Nurjanah, MS sebagai anggota komisi pembimbing atas
kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan
selama penyusunan tesis ini.
2. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku penguji luar komisi.
3. Dr Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
4. Keluarga besar penulis teruntuk Ayahanda I Wayan Tusta dan Ibunda Ni
Luh Simpen serta adik adik tercinta Ni Kadek Fera Yunika Atmajayani,
I Komang Tangguh Widyalaksana dan Ni Luh Putu Febri Satriani atas
motivasi, doa, semangat dan dukungan baik moril maupun material selama
penulis menempuh studi.
5. Pimpinan dan staf PT. Maya Food Industries yang telah berkenan
memberikan bantuan sampel penelitian.

6. Teman-teman S2 THP 2011, 2012 dan 2013 atas kerjasama yang baik
selama studi.
7. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya tesis ini
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Semoga
karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan
masyarakat Indonesia umumnya.

Bogor, September 2015

I Wayan Kukuh Feryana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii


DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Ruang Lingkup
Luaran

1
1
3
3
3
3
4


2 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur
Analisis Data

5
5
5
5
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Residu Logam Berat Bahan Baku dan Minyak Ikan Makerel
Karakteristik Parameter Oksidasi
Profil Asam Lemak

15
15
16
17
24

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat Baumé (Hodgum 1995)
Proporsi ikan makerel
Proksimat bahan baku penepungan ikan makerel
Residu logam berat bahan baku penepungan dan minyak ikan hasil
samping penepungan
5 Karakteristik parameter oksidasi minyak ikan makerel
6 Karakteristik parameter oksidasi minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan konsentrasi NaOH
7 Profil asam lemak bahan baku penepungan dan minyak ikan makerel

6
15
15
16
17
19
25

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses karakterisasi bahan baku dan minyak ikan makerel
2 Diagram alir proses netralisasi minyak ikan makerel hasil samping
penepungan
3 Struktur kimia atapulgit
4 Struktur kimia kitosan
5 Diagram alir proses pemurnian minyak ikan makerel hasil netralisasi
dengan penambahan adsorben
6 Reaksi safonifikasi (http//: asuhankakseto.blogspot.com)
7 Nilai peroksida minyak ikan makerel dengan jenis dan perlakuan
adsorben yang berbeda ( =atapulgit ; = kitosan; huruf superscript
menunjukkan nilai yang berbeda nyata)
8 Persentase asam lemak bebas minyak ikan makerel dengan jenis
perlakuan adsorben yang berbeda ( =atapulgit ; = kitosan; huruf
superscript menunjukkan nilai yang berbeda nyata)
9 Bilangan asam minyak ikan makerel dengan jenis dan perlakuan
adsorben yang berbeda ( =atapulgit ; = kitosan; huruf superscript
menunjukkan nilai yang berbeda nyata
10 Nilai p-anisidin minyak ikan makerel dengan jenis dan perlakuan
adsorben yang berbeda ( =atapulgit ; = kitosan; huruf superscript
menunjukkan nilai yang berbeda nyata)
11 Nilai total oksidasi minyak ikan makerel dengan jenis dan perlakuan
adsorben yang berbeda ( =atapulgit; = kitosan; huruf superscript
menunjukkan nilai yang berbeda nyata)

6
7
7
8
8
19

21
22

22

23

24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik kitosan kulit udang (Cahyono 2015)
2 Karakteristik atapulgit (NCBI 2015)
3 Kromatogram Gas Chromatography standar uji profil asam lemak
(supelco37)
4 Kromatogram Gas Chromatography bahan baku penepungan makerel
(Scomber japonicus)
5 Kromatogram Gas Chromatography minyak ikan makerel kasar hasil
samping penepungan tanpa perebusan
6 Kromatogram Gas Chromatography minyak ikan makerel kasar hasil
samping penepungan dengan perebusan
7 Kromatogram Gas Chromatography minyak ikan makerel hasil
perlakuan netralisasi terbaik
8 Kromatogram Gas Chromatography minyak ikan makerel hasil
perlakuan adsorben terbaik
9 ANOVA nilai peroksida minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
konsentrasi NaOH
10 Uji lanjut (LSD) nilai peroksida minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan konsentrasi NaOH
11 ANOVA nilai anisidin minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
konsentrasi NaOH
12 Uji lanjut (LSD) nilai anisidin minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan konsentrasi NaOH
13 ANOVA bilangan asam minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
konsentrasi NaOH
14 Uji lanjut (LSD) bilangan asam minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan konsentrasi NaOH
15 ANOVA persentase asam lemak bebas minyak ikan makerel pada
tiap perlakuan konsentrasi NaOH
16 Uji lanjut (LSD) persentase asam lemak bebas minyak ikan makerel
pada tiap perlakuan konsentrasi NaOH
17 ANOVA total oksidasi minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
konsentrasi NaOH
18 Uji lanjut (LSD) total oksidasi minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan konsentrasi NaOH
19 ANOVA rendemen minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
konsentrasi NaOH
20 Uji lanjut (LSD) rendemen minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
konsentrasi NaOH
21 ANOVA nilai peroksida minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
jenis dan konsentrasi adsorben
22 Uji lanjut (LSD) nilai peroksida minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan jenis dan konsentrasi adsorben
23 ANOVA nilai anisidin minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
jenis dan konsentrasi adsorben
24 Uji lanjut (LSD) nilai anisidin minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan jenis dan konsentrasi adsorben

36
36
36
37
37
38
38
39
39
39
39
40
40
40
40
40
41
41
41
41
41
42
42
42

25 ANOVA bilangan asam minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
jenis dan konsentrasi adsorben
26 Uji lanjut (LSD) bilangan asam minyak ikan makerel pada tiap
perlakuan jenis dan konsentrasi adsorben
27 ANOVA persentase asam lemak bebas minyak ikan makerel pada
tiap perlakuan jenis dan konsentrasi adsorben
28 Uji lanjut (LSD) persentase asam lemak bebas minyak ikan makerel
pada tiap perlakuan jenis dan konsentrasi adsorben
29 ANOVA total oksidasi minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
jenis dan konsentrasi adsorben
30 Uji lanjut (LSD) total oksidasi minyak ikan makerel pada tiap perlakuan
jenis dan konsentrasi adsorben
31 Analisis residu logam berat bahan baku penepungan ikan makerel
32 Analisis residu logam berat minyak ikan makerel kasar
33 Analisis residu logam berat minyak ikan makerel hasil netralisasi

42
43
43
43
43
44
44
45
46

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan makerel (Scomber japonicus) adalah jenis ikan pelagis yang termasuk
dalam keluarga Scombridae yang merupakan perenang cepat dan predator. Ikan
makerel merupakan salah satu ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Produk olahan
ikan makerel berupa fillet, ikan kaleng, ikan beku, ikan kering dan ikan asap.
Pemanfaatan ikan makerel di Indonesia sebagai bahan baku ikan kaleng.
Pengalengan ikan merupakan salah satu pengolahan ikan yang memiliki prospek
usaha yang tinggi. Produksi olahan ikan kaleng Indonesia pada tahun 2014
tercatat 77.253 ton. Data impor ikan beku tahun 2014 yaitu 94.329 ton dengan
nilai US$ 29,811 juta (KKP 2015).
Proses pengalengan ikan memanfaatkan bagian daging (chub) sebagai
bahan baku utama, sedangkan bagian kepala, jeroan dan ekor dimanfaatkan
sebagai bahan baku penepungan. Proses penepungan dilakukan dengan perebusan
bahan baku kemudian dilakukan pengepresan. Proses tersebut menghasilkan
produk utama berupa tepung ikan dan minyak yang bercampur air sebagai produk
samping. Junker et al. (2006) menyatakan bahwa hasil samping pengolahan ikan
masih banyak mengandung senyawa organik yang baik untuk kesehatan yaitu
asam lemak ɷ-3. Penelitian produksi minyak ikan dari by-product hasil perikanan
telah banyak dilakukan, antara lain ikan makerel (Fuadi et al. 2014), ikan patin
(Arifianto et al. 2013), ikan lele (Kalalo et al. 2013), ikan sarden (Suseno et al.
2012), ikan walleye pollock (Wu et al. 2009), ikan herring (Aidos et al. 2002),
dan ikan tuna (Chantachum et al. 2000). Permasalahan minyak dari hasil byproduct tersebut yaitu kualitas yang rendah sehingga masih perlu usaha
peningkatan mutu.
Proses penepungan melalui beberapa tahapan pengolahan, yaitu
pengukusan, pengepresan, perebusan dan penyimpanan selama beberapa waktu
sebelum dipasarkan. Proses ekstraksi dilakukan dengan steaming/pengukusan (wet
rendering) dan pengepresan sehingga menghasilkan hasil berupa fraksi padat
(tepung ikan) dan fraksi cair (campuran minyak dan air). Tepung ikan merupakan
produk utama dari proses ekstraksi tersebut, sedangkan campuran minyak dan air
merupakan hasil samping ekstraksi. Fraksi cair (minyak dan air) kemudian direbus
dengan cara mengalirkan udara panas sehingga dapat menguapkan air pada
minyak. Proses ekstraksi yang dilakukan saat penepungan menggunakan suhu
yang tinggi sehingga mempengaruhi kualitas dari asam lemak yang terkandung.
Proses pengolahan minyak menghasilkan karakteristik yang berbeda
berupa nilai oksidasi dan profil asam lemak pada setiap tahapan. Permasalahan
utama dari minyak ikan tersebut adalah kualitas yang rendah (feed grade) dengan
warna gelap dan bau khas ikan yang menyengat, sehingga diperlukan proses
pemurnian untuk mendapatkan minyak ikan sesuai dengan International Fish Oil
Standard (IFOS) (Suseno et al. 2011). Pemurnian dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dan menstabilkan karakterisitik
minyak (Crexi et al. 2009). Pemurnian juga perlu dilakukan berhubungan dengan
harga jual minyak, selain itu pemurnian juga dapat menurunkan nilai oksidasi
(Estiasih et al. 2004; Suseno et al. 2011). Senyawa hasil oksidasi yang terdapat

2

dalam minyak kasar yaitu senyawa hidroperoksida, aldehid dan keton dapat
berdampak buruk pada kesehatan manusia. Senyawa hasil oksidasi merupakan
radikal bebas yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif yaitu kanker dan
penyakit jantung koroner (Sidhu et al 2003). Pemurnian minyak ikan dapat
dilakukan dengan metode fisik ataupun kimia. Metode pemurnian secara kimia
salah satunya dilakukan dengan proses netralisasi alkali sedangkan secara fisik
dilakukan dengan penambahan adsorben.
Penggunaan agen netralisasi dikarenakan memiliki beberapa kelebihan,
salah satunya mudah didapat dengan harga terjangkau. Metode ini mudah
diaplikasikan secara massal untuk meningkatkan kualitas minyak ikan dengan
mengurangi kandungan bahan pengotor (impurities) yang terkandung dalam
minyak (Huang et al. 2010). Pemurnian minyak ikan dengan alkali yang telah
dilakukan antara lain dengan NaOH (Huang et al. 2010; Pestana-Bauer et al.
2012; Estiasih et al. 2013), KOH (Haas et al. 2000). NaOH efektif sebagai alkali
pilihan dalam pemurnian karena terbukti mampu menurunkan nilai asam lemak
bebas (FFA) (Pestana-Bauer et al. 2012; Estiasih et al. 2013). Huang dan Sathivel
(2010) melaporkan penurunan asam lemak bebas (FFA) sebesar 96,57% pada
minyak ikan salmon dengan perlakuan NaOH.
Pemurnian minyak ikan dapat dilakukan secara fisika yaitu dengan
perlakuan sentrifugasi dan penambahan adsorben. Adsorben merupakan zat padat
yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida (Singh et al. 2007).
Adsorben secara umum merupakan bahan yang berpori dan memiliki daya serap
tinggi. Mekanisme adsorpsi yang terjadi antara adsorben dengan senyawa oksidasi
berupa ikatan kovalen pada sisi aktif adsorben dengan senyawa oksidasi, selain itu
mekanisme adsorpsi juga dapat terjadi akibat pembentukan ikatan hidrogen antara
gugus silanol (Si-OH) dengan senyawa hidrogen peroksida (Lewandowski et al.
2014). Senyawa oksidasi menempel pada permukaan adsorben dengan ikatan
kovalen selain itu trigliserida dan asam oleat berikatan secara fisik dengan
magnesium silika melalui ikatan hidrogen pada gugus karbonil dengan permukaan
silanol (Si-OH). Asam oleat juga secara kimia diserap melalui ikatan ionik antara
ion karboksilat (COO-) dan logam oksida (Yates et al. 1997; Suseno et al. 2014).
Minyak ikan yang telah dicampurkan adsorben kemudian di sentrifugasi untuk
memisahkan adsorben dengan minyak. Atapulgit merupakan salah satu jenis
adsorben magnesium silika yang umum dimanfaatkan sebagai bahan baku obat
diare. Atapulgit layak digunakan sebagai bahan pemurnian minyak karena nilai
ekonomis yang rendah dan mudah diperoleh. Jenis adsorben lain yang banyak
tersedia yaitu kitosan. Kitosan merupakan jenis adsorben alami yang diperoleh
melalui ekstraksi kitin (karapas crustacean). Penggunaan kitosan sebagai
adsorben dilakukan sebagai usaha penerapan zerowaste system pada pengolahan
produk perikanan.
Adsorben yang ditambahkan dalam minyak dapat menghilangkan senyawa
oksidasi, pigmen, residu logam berat, dan mencerahkan warna (Suseno et al.
2014; Zuta 2003). Jenis adsorben yang telah digunakan dalam pemurnian minyak
ikan diantaranya adalah zeolit (Ahmadi 2009), magnesol XL (Suseno et al. 2012),
arang aktif (García-Moreno et al. 2013), ampas tebu (Wannahari et al. 2012),
kombinasi atapulgit+bentonit (Tambunan et al. 2014), dan kerang simping
(Batafor et al. 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Huang dan Sathivel (2010)
yaitu mengkombinasikan proses netralisasi dengan penambahan adsorben (arang

3

aktif) pada pemurnian minyak ikan salmon. Attapulgit merupakan jenis adsorben
sintetik yang efektif menurunkan 85% nilai peroksida dan 56,08% nilai p-anisidin
(Tambunan et al. 2014).
Perumusan Masalah
Minyak ikan makerel hasil samping penepungan memiliki kualitas buruk
berupa kandungan bahan pengotor dan nilai oksidasi yang tinggi, sehingga tidak
layak untuk dikonsumsi manusia. Minyak ikan makerel mengandung asam lemak
tidak jenuh (PUFA) yang tinggi sehingga perlu dilakukan usaha untuk
peningkatan kualitas. Solusi yang diperlukan yaitu metode pemurnian yang tepat
untuk menghasilkan minyak dengan kualitas yang baik dan memiliki nilai
ekonomis. NaOH digunakan sebagai agen netralisasi pemurnian minyak karena
efektif menghilangkan impurities dan dapat diaplikasikan secara massal.
Adsorben kitosan dan atapulgit digunakan untuk memurnikan minyak ikan karena
dapat menghilangkan senyawa oksidasi serta bau (odor) pada minyak ikan
makerel.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik bahan baku
penepungan dan minyak ikan makerel kasar hasil samping penepungan, serta
untuk menentukan metode pemurnian minyak ikan dengan proses netralisasi dan
penambahan adsorben terbaik sehingga diperoleh minyak ikan dengan kualitas
sesuai IFOS.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu mendapatkan teknologi untuk pemurnian
minyak ikan hasil samping penepungan sehingga dapat meningkatkan kualitas
minyak hasil samping penepungan sehingga dimanfaatkan sebagai sumber
omega-3.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis karakteristik bahan baku dan
minyak ikan makerel kasar hasil samping penepungan meliputi pengujian
proksimat, uji logam berat, parameter oksidasi (PV, AV, FFA, AnV, dan
TOTOKS) dan profil asam lemak. Cakupan lain dalam penelitian ini meliputi
proses pemurnian netralisasi alkali (NaOH) dengan tiga konsentrasi yang berbeda
(19,70%; 17,87%; dan 16,09%) dan pemurnian dengan penambahan adsorben
yaitu kitosan dan atapulgit dengan 3 konsentrasi yang berbeda (3%, 4% dan 5%).
Pengujian minyak ikan hasil pemurnian meliputi pengujian logam berat, uji
parameter oksidasi, dan profil asam lemak.

4

Luaran
Luaran dari penelitian ini adalah produk minyak ikan makerel hasil
samping penepungan yang memiliki kualitas sesuai IFOS dan informasi formulasi
untuk optimasi produksi minyak ikan makerel dari hasil samping penepungan.

5

2 METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2014.
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Bahan Baku
Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium Terpadu
Fakultas Peternakan; Laboratorium Pusat Rekayasa Pangan Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Terpadu Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan makerel
bahan baku penepungan, minyak hasil samping penepungan makerel dari PT
Maya Food Industries, Pekalongan, larutan standar pengujian parameter oksidasi
asam lemak seperti kloroform, asam asetat, KI jenuh, ethanol, trimetylpenthane,
natrium thiosulfat, KOH, air, p-anisidine, indikator PP.
Alat-alat yang digunakan adalah jerigen, gelas ukur, beaker glass,
erlenmeyer, labu takar, tabung reaksi, pipet, timbangan analitik, thermometer,
penangas, panci, stopwatch, perangkat titrasi (buret dan statif), spektrofotometer
merk Agilent 8453 dan alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara
lain oven, kjeldahl sistem, soxlet, alat titrasi, cawan porselen, gegep, tanur,
destilator. Alat-alat yang digunakan untuk analisis logam berat antara lain alat
destruksi, labu destruksi, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk
Aanalyst 100 Perkin Elmer HGA 850, Massachusetts USA dan perangkat
kromatografi gas (gas chromatography) Shimadzu GC 2010 Plus, Kyoto Japan
untuk pengujian profil asam lemak.
Prosedur
Bahan baku penepungan dan minyak kasar hasil samping penepungan
diperoleh dari PT. Maya Food Industries, Pekalongan, Jawa Tengah. Proses
pengumpulan sampel dilakukan segera setelah proses penepungan selesai. Bahan
baku penepungan yang digunakan sebagai bahan uji adalah ikan makerel utuh
beku. Sampel minyak yang telah dikoleksi ditampung dengan jerigen kemudian
diletakan dalam kardus dan dibawa ke laboratorium. Sampel disaring untuk
memisahkan bahan pengotor berupa sisa penepungan yang masih tertinggal dalam
minyak dan disimpan dalam freezer dengan suhu -10 °C.
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama yaitu karakterisasi
bahan baku dan minyak ikan kasar hasil samping penepungan. Minyak kasar
dengan kualitas terbaik pada tahap pertama dipilih dan dilanjutkan pada tahap
kedua. Tahap kedua yaitu pemurnian minyak ikan kasar dengan netralisasi alkali.
Minyak ikan hasil netralisasi terbaik kemudian dilanjutkan pada tahap ketiga.
Tahap ketiga yaitu pemurnian minyak ikan dengan penambahan adsorben.
Adsorben yang digunakan yaitu atapulgit dan kitosan. Bahan baku penepungan

6

dianalisis proksimat, residu logam berat dan profil asam lemak. Minyak ikan pada
setiap tahapan dianalisis kualitasnya yang meliputi parameter oksidasi, residu
logam berat dan profil asam lemak.
Prosedur tahap karakterisasi bahan baku dan minyak ikan makerel hasil
samping penepungan sebelum dan setelah perebusan. Analisis yang dilakukan
yaitu analisis proksimat, analisis logam berat, profil asam lemak dan analisis
parameter oksidasi yang meliputi nilai peroksida (PV), nilai p-anisidin (AnV),
bilangan asam (AV), persentase asam lemak bebas (FFA), dan nilai total oksidasi
(TOTOX). Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kepala, jeroan
dan ekor ikan
makerel

Analisis
Proksimat,
Logam Berat, dan
Profil Asam Lemak

Ekstraksi wet
rendering
Pengepresan
Pemisahan
Fraksi
Air

Minyak kasar
segar
Perebusan

Analisis Logam Berat,
Parameter Oksidasi, dan
Profil Asam Lemak

Minyak kasar
rebus
Gambar 1 Diagram alir proses karakterisasi bahan baku dan minyak ikan makerel
Proses netralisasi minyak ikan makerel dilakukan menggunakan larutan
NaOH. Minyak terpilih pada tahap pertama yaitu minyak ikan kasar segar
dinetralisasi dengan larutan NaOH dengan derajat Baume (konsentrasi NaOH)
yang berbeda. Kebutuhan larutan NaOH dihitung berdasarkan konsentrasi NaOH
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi NaOH dengan berbagai derajat Baumé (Hodgum 1995)
Derajat Boume pada suhu 15oC
Konsentrasi larutan NaOH (%)
16
11,06
18
12,68
20
14,36
22
16,09
24
17,87
26
19,70

7

Kebutuhan jumlah NaOH dihitung dengan rumus berikut :
0,142 x FFA (%) + ����
NaOH (%)/100
Penentuan jumlah NaOH yang digunakan berdasarkan persentase asam
lemak bebas (FFA) pada minyak. Diagram alir proses tahap kedua dapat dilihat
pada Gambar 2.
Perlakuan =

Minyak ikan
terpilih tahap I
Penambahan NaOH
(16,09%; 17,87%; 19,70%)

Pengadukan pada suhu
60oC selama 30 menit
Pengendapan 15 jam
Penyaringan
Pemisahan fraksi
Sabun

Minyak Murni
Terpilih

Analisis Logam Berat,
Parameter Oksidasi, dan
Profil Asam Lemak

Gambar 2 Diagram alir proses netralisasi minyak ikan makerel hasil samping
penepungan

Minyak ikan terpilih pada tahap kedua kemudian dimurnikan dengan
penambahan adsorben. Jenis adsorben yang digunakan adalah atapulgit (Gambar
3) dan kitosan (Gambar 4) dengan konsentrasi 3%, 4% dan 5%.

Gambar 3 Struktur kimia atapulgit

8

Gambar 4 Struktur kimia kitosan
Penentuan konsentrasi adsorben berdasarkan modifikasi penelitian yang
dilakukan Tambunan et al. 2014; Batafor et al. 2014. Penambahan adsorben
dilakukan untuk menurunkan kandungan produk oksidasi pada minyak ikan.
Karakteristik atapulgit dan kitosan yang digunakan sebagai bahan adsorben
disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Adsorben memiliki kemampuan untuk
menyerap senyawa – senyawa sederhana seperti senyawa aldehid dan keton yang
terdapat dalam minyak. Atapulgit umumnya digunakan untuk menyerap senyawa
yang beukuran kecil sehingga digunakan sebagai bahan obat sakit perut. Fraksi
cair (minyak ikan) yang diperoleh kemudian dipisahkan sehingga diperoleh
minyak ikan murni yang bebas pengotor (impurities). Diagram alir proses
pemurnian disajikan pada Gambar 5.
Minyak Netralisasi
Terpilih
Penambahan adsorben
Atapulgit
(3%, 4%, 5%)

Kitosan
(3%, 4%, 5%)

Pengadukan 20 menit
Sentrifugasi
10.500 rpm selama 30 menit
Padatan
Supernatan
Penyaringan
Minyak ikan
makerel murni

Analisis Parameter
Oksidasi, dan Profil
Asam Lemak

Gambar 5 Diagram alir proses pemurnian minyak ikan makerel hasil netralisasi
dengan penambahan adsorben
Adsorben yang ditambahkan dalam minyak diaduk selama 20 menit
dengan menggunakan magnetic stirrer. Proses pengadukan dilakukan pada suhu

9

ruang menyebabkan terjadinya ikatan fisik antara adsorben dengan adsorbat
(pengotor). Adsorpsi dengan ikatan fisik terjadi akibat gaya van der waals antara
molekul adsorben dengan molekul pengotor. Karakteristik proses adsorpsi secara
fisik terjadi pada suhu dibawah 100 ºC. Ikatan yang terbentuk antara adsorben dan
adsorbat tidak terlalu kuat dan ikatan fisik yang terbentuk bersifat reversible
(Patterson 2009; Suseno et al. 2014).
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan jika berpengaruh nyata maka diuji
lanjut menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993). Analisis data dilakukan
pada tahapan penelitian kedua dan ketiga. Pada penelitian tahap kedua dilakukan
analisis ragam dengan faktor konsentrasi NaOH yaitu 16,09%; 17,87%; 19,70%).
Pada tahapan penelitian ketiga dilakukan analisis ragam untuk 2 jenis adsorben yaitu
kitosan dan atapulgit dengan taraf konsentrasi adsoben yaitu 3%, 4% dan 5%.

Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar
air, abu, lemak dan protein.
Kadar air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali
hingga beratnya konstan, sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan
tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau
hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses pengeringan kemudian cawan
tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan
selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air :
B−C
Kadar air % =
× 100%
B−A

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
Kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105 C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak
berasap lagi. Sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC
selama 1 jam, dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
o

10

Perhitungan kadar abu:
Kadar abu % =

C−A
× 100%
B−A

Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
Kadar protein (AOAC 2005)
Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri atas tiga tahap yaitu
destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium
dan 3 mL H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih
1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu
Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian
dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi
ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam
borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red yang
berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna
hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1
N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
Larutan blanko dianalisis seperti contoh.
Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
N % =
Ket

mL HCl − mL blanko × N HCl × 14,007
× 100%
berat sampel × faktor koreksi alat

: *) Faktor koreksi alat = 2,5
% Kadar protein
= % N x faktor konversi *
*) Faktor konversi = 6,25
Kadar Karbohidrat (AOAC 2005)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar
lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal
ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya.
Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
Kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke

11

dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan
dengan tabung soklet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian
dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya
konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak :
Kadar lemak % =

W3 − W2
× 100%
W3

Keterangan : W1= Berat sampel (gram)
W2= Berat labu lemak kosong (gram)
W3= Berat labu lemak dengan lemak (gram)
Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, Ni dan As (BSN 2009)
Analisis dilakukan menggunakan 1 gram contoh, kemudian dimasukkan
ke dalam labu destruksi 100 mL, dengan ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan
5 mL HClO4, kemudian didiamkan 24 jam. Sampel didestruksi hingga jernih,
didinginkan, dan ditambahkan 10-20 mL air bebas ion, dilakukan pemanasan ±10
menit, diangkat, dan didinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu
takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke
dalam labu takar). Larutan ditambahkan air sampai batas tanda tera. Kemudian
dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel dipreparasi dan
dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis
air (APHA 3110 untuk logam Cd, Pb, dan Ni; metode 3114 untuk As; dan metode
3112 untuk Hg). Filtrat dianalisis menggunakan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS).
Analisis residu logam dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Residu logam ppm =

konsentrasi kurva standar µg/mL × V pelarutan
berat sampel

Analisis Bilangan Peroksida/Peroxide Value (PV) (AOAC 2005)
Metode penentuan bilangan peroksida menggunakan prinsip titrasi iodin
yang dilepaskan dari senyawa kalium iodida oleh peroksida dengan menggunakan
standar larutan thiosulfat sebagai titran dan larutan pati sebagai indikator. Metode
ini mendeteksi semua zat yang mengoksidasi kalium iodida dalam kondisi asam.
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan dalam labu erlenmeyer ukuran 250 mL,
kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat dan kloroform dengan
perbandingan 3:2, kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan kalium iodida (KI)
jenuh, larutan kemudian dikocok dengan hati-hati agar tercampur, kemudian

12

ditambahkan 30 mL aquades. Selanjutnya dilakukan titrasi larutan dengan 0,01 N
natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berubah warna menjadi kuning, setelah
itu ditambahkan 0,5 mL larutan indikator kanji 1% yang akan mengubah warna
larutan menjadi biru, titrasi kemudian dilanjutkan bersamaan dengan terus
mengocok larutan hingga berubah warna menjadi biru muda yang menandakan
pelepasan iodin dari lapisan kloroform, dilanjutkan titrasi dengan hati-hati hingga
warna biru pada larutan hilang.
Perhitungan nilai peroksida dilakukan dengan persamaan berikut:
Nilai Peroksida (PV) =

S × M × 1000
berat sampel (g)

S = Jumlah natrium tiosulfat (mL)
M = Konsentrasi natrium tiosulfat (0,01)
Analisis Nilai p-anisidin/Anisidine Value (AnV) (Watson 1994)
Penentuan nilai p-anisidin dilakukan dengan membandingkan nilai
absorbansi dua larutan uji. Larutan uji 1 dibuat dengan cara melarutkan 0,5 g
sampel kedalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 1 diukur nilai absorbansinya
pada panjang gelombang 350 nm dengan menggunakan trimethylpentane sebagai
larutan kompensasi. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan
p-anisidine (2,5 g/L) kedalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok dan
dihindarkan dari cahaya. Larutan referensi uji 2 dibuat dengan cara menambahkan
1 mL larutan p-anisidine (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan trimethylpentane,
kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Pengujian absorbansi larutan
uji 2 dilakukan pada panjang gelombang 350 nm tepat 10 menit setelah larutan
disiapkan.
Nilai anisidine ditetapkan dengan persamaan berikut:
Nilai anisidin (AnV) =

25 × (1,2 A2 − A1)
m

A1 = Absorbansi larutan uji 1
A2 = Absorbansi larutan uji 2
m = Massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1
Analisis Asam Lemak Bebas/ Free Fatty Acid (FFA) (AOAC 1995)
Asam lemak bebas sangat berkaitan dengan flavour dan tekstur yang
kurang menarik pada minyak. Pada industri pengolahan minyak nilai FFA sangat
berkaitan dengan jumlah alkali yang akan digunakan pada proses pemurnian
(Sathivel et al. 2003). Sampel minyak sebanyak 10 gram ditambahkan 25 mL
alkohol 95% (erlenmeyer 200 mL), larutan dipanaskan di dalam penangas air
selama 10 menit, kemudian campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 5
mL. Setelah itu campuran tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0.1 N
hingga timbul warna merah muda yang tidak hilang dalam 10 detik.

13

Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut:
FFA (%) =

AxNxM
10G

A = Jumlah titrasi KOH (mL)
N = Normalitas KOH
G = Berat sampel
M = Bobot molekul asam lemak dominan (282,5)
Analisis bilangan asam/acid value (AV) (Wrolstad et al. 2005)
Penentuan bilangan asam dilakukan dengan cara titrasi KOH terhadap
sampel, yang menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk
menetralkan 1 g lemak. berikut persamaan untuk mendapatkan derajat kejernihan
(mg KOH/ mL lipid)

Bilangan asam AV =
V
N
M
G

V ×N ×M
G

= Jumlah KOH yang diperlukan untuk titrasi (mL)
= Normalitas KOH (mg/mL)
= Berat molekul KOH (56,1)
= Berat sampel (g)

Penentuan Nilai Total Oksidasi (Perrin 1996)
Penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) dilakukan dengan metode Perrin
(1996) dengan persamaan dibawah ini:
Nilai Total Oksidasi = (2PV + AV)
PV = Nilai bilangan peroksida
AV = Nilai p-anisidin
Analisis Profil Asam Lemak (AOAC 2005)
Metode analisis menggunakan prinsip mengubah asam lemak menjadi
turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Gas
chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan
tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan (Fardiaz 1989). Hasil analisis akan
terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan
melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter
masing-masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Sebelum
melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu
dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak
yang didapat.

14

Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya
sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan
merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOHmetanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana. Sebanyak 0,02 g minyak dari sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N
lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 ºC. Larutan
kemudian didinginkan. Sebanyak 5 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu
tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 ºC selama 20 menit
dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan dikocok.
Selanjutnya, ditambahkan 5 mL isooktan, kemudian dikocok dengan baik. Larutan
isooktan di bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam
tabung reaksi. Sampel lemak sebanyak 1 μL diinjeksikan ke dalam gas
chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh
flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada
akan tercatat melalui kromatogram (peak).
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut : jenis alat kromatografi gas
yang digunakan adalah Shimadzu GC 2010 Plus, gas yang digunakan sebagai fase
bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas
pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary
column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.
Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus :
Asam Lemak (%) =

100−





� �

� �





��

X 100%

Kondisi alat GC pada saat analisis:
a) Kolom
= Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Dimensi kolom
= P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 μm film
Tickness
c) Laju alir N2
= 30 mL/menit
d) Laju alir H2
= 40 mL/menit
e) Laju alir udara
= 400 mL/menit
f) Suhu injektor
= 220 °C
g) Suhu detektor
= 240 °C
h) Suhu terprogram = 125-225 °C
i) Inject volume
= 1 μL

15

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Ikan makerel di Indonesia digunakan sebagai bahan baku ikan kaleng.
Ukuran ikan yang digunakan sebagai bahan baku berkisar antara 196,67±19,04 g
dengan panjang 26±1 cm. Persentase bagian ikan yang digunakan sebagai bahan
baku ikan kaleng 67,80% dari bobot utuh ikan atau 133,33±13,79 g per ekor.
Hasil samping (by-product) dari pengalengan ikan makerel yaitu kepala, jeroan
dan ekor (63,33±12,23 g) atau sebanyak 32,20% digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung ikan. Data berat bagian/proporsi ikan makerel dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Proporsi ikan makerel
Morfometrik Ikan Makerel
Bagian
Berat (g)
196,67 ± 19,04
Utuh
133,33 ± 13,79
Daging
Kepala
38,00 ± 6,08
Jeroan
20,67 ± 4,62
Ekor
4,67 ± 1,53

Proporsi (%)
100,00
67,80
19,32
10,51
2,37

Komposisi kimia dari bahan baku penepungan (kepala, ekor dan jeroan)
yang meliputi analisis kandungan lemak, protein, lemak, karbohidrat, kadar abu
dan kadar air dapat dilihat pada Tabel 3. Proksimat menunjukkan persentase
kandungan gizi dari bahan baku hasil penepungan. Persentase kadar air tertinggi
yaitu 69,38±0,53%, kemudian protein dengan persentase 18,67±0,27%.
Kandungan lemak memiliki persentase yang tinggi yaitu 9,23±0,32%. Hasil uji
sejalan dengan yang dilaporkan oleh Lim (2012) yang menganalisis kandungan
lemak ikan makerel yaitu 9,04% dan Fuadi (2014) dengan kadar lemak 9,93%
pada bagian daging.
Tabel 3 Proksimat bahan baku penepungan ikan makerel
Komposisi
Persentase (%)
Protein
18,00 ± 0,31
Karbohidrat
1,22 ± 0,32
Lemak
9,23 ± 0,32
Abu
2,18 ± 0,24
Air
69,38 ± 0,53
Persentase kandungan lemak pada sampel yang diuji lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Osako et al. (2006) yaitu kandungan
lemak pada viscera makerel Scomber australasicus sebesar 8,1%. Suseno et al.
(2014) juga melaporkan kandungan lemak yang lebih rendah pada viscera ikan
Ambylgaster sirm yaitu 7,2% dan 4,43% pada bagian kepala ikan Sardinella
gibbosa. Komposisi kimia yang terkandung pada ikan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan hidup, jenis kelamin dan musim (Nakamura 2007). Boran dan

16

Karacam (2011) menambahkan bahwa spesifik spesies dan perbedaan lokasi
penangkapan juga mempengaruhi kandungan proksimat ikan makerel. Kadar
karbohidrat dan abu bahan baku yaitu 0,55±0,26% dan 2,17±0,24%.
Residu Logam Berat Bahan Baku dan Minyak Ikan Makerel
Hasil analisis residu logam berat menunjukkan bahwa pada bahan baku
penepungan terdapat residu kadmium (Cd) sebesar 0,02 ppm dan timbal (Pb)
sebesar 0,65 ppm. Hasil analisis residu Pb berada diatas ambang IFOS yaitu ≤0,1
ppm. Minyak ikan yang dihasilkan dari proses penepungan juga masih
mengandung residu logam berat yaitu kadmium (Cd) sebesar 0,002 ppm dan
timbal (Pb) sebesar 0,022 ppm. Konsentrasi residu logam berat Cd dan Pb pada
minyak kasar mengalami penurunan dibandingkan pada bahan baku penepungan.
Residu logam berat bahan baku dan minyak hasil samping penepungan dapat
dilihat pada Tabel 4. Residu logam berat pada ikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor salah satunya adalah habitat ikan (Nakamura et al. 2007; Bae et al. 2011;
Bae et al. 2012; Bae et al. 2013).
Tabel 4 Residu logam berat bahan baku penepungan dan minyak ikan hasil
samping penepungan
Konsentrasi Logam Berat (ppm)
SNI
Minyak Ikan
Minyak Ikan
Logam Berat
IFOS (ppm)
Bahan Baku
(ppm)
Kasar (ppm)
Netralisasi
(ppm)
(ppm)
0,002±0,001
TTD
≤ 0,1
Cd
0,02±0,005
0,5
0,022±0,014
TTD
≤ 0,1
Pb
0,65±0,093
1
TTD
TTD
≤ 0,1
Hg
TTD
1
TTD
TTD
≤ 0,1
Ni
TTD
1
TTD
TTD
≤ 0,1
As
TTD
1
Keterangan : TTD = tidak terdeteksi; Cd =kadmium; Pb =timbal; Hg =raksa; N/i=nikel; As =arsen

Netralisasi merupakan salah satu metode untuk menghilangkan bahan
pengotor yang terdapat dalam minyak. Logam berat merupakan salah satu bahan
pengotor yang umum terdapat dalam hasil perikanan. Pengujian residu logam
berat sangat penting dilakukan terkait keamanan bahan pangan. Residu logam
berat minyak ikan makerel kasar dan hasil netralisasi disajikan pada Tabel 4.
Hasil analisis residu logam berat menunjukkan bahwa pada minyak ikan
makerel kasar terkandung kadmium (Cd) sebesar 0,002±0,001 ppm, timbal (Pb)
sebesar 0,022±0,014 ppm sedangkan untuk logam berat jenis merkuri (Hg), nikel
(Ni) dan arsen (As) tidak terdeteksi. Residu kadmium dan timbal berada dibawah
IFOS yaitu