Pemodelan Regresi Data Panel Pada Kasus Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kota Bogor.

PEMODELAN REGRESI DATA PANEL PADA KASUS JUMLAH
PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KOTA BOGOR

ZAMAHSARY MARTHA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Regresi Data
Panel pada Kasus Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Zamahsary Martha
NIM G151110071

RINGKASAN
ZAMAHSARY MARTHA. Pemodelan Regresi Data Panel pada Kasus Jumlah
Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bogor. Dibimbing oleh BUDI
SUSETYO dan MUHAMMAD NUR AIDI.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue dan ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD menimbulkan gejala
adanya demam tinggi mendadak, pendarahan dan bisa menimbulkan syok yang
berakibat pada kematian. Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan
di Indonesia. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian 190 m sampai 330 m di
atas permukaan laut, curah hujan yang tinggi serta kota yang padat penduduk.
Kondisi ini menjadikan Kota Bogor berpotensi besar penyebaran DBD. Kasus
penyakit DBD ditemukan sepanjang tahun di Kota Bogor. Penduduk di daerah
yang sama bisa menderita DBD di tahun berikutnya dikarenakan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus sebagai penyebar virus dengue terus berkembang

dan menyebar sepanjang tahun. Berdasarkan karakteristik tersebut maka
digunakan data gabungan antara data lintas lokasi (cross section) dan data deret
waktu (time series) yang disebut data panel.
Terdapat tiga metode untuk menduga model regresi data panel, yaitu model
gabungan, model pengaruh tetap dan model pengaruh acak. Pendugaan parameter
model gabungan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (MKT). Pendugaan
parameter model pengaruh tetap menggunakan metode Least Square Dummy
Variable (LSDV). Pendugaan parameter model pengaruh acak menggunakan
metode Generalized Least Square (GLS).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model regresi data panel terbaik
pada kasus faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD di Kota
Bogor dari tahun 2009 sampai 2013. Data yang digunakan diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Bogor dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Peubah respon yang
digunakan adalah jumlah penderita DBD. Peubah bebas yang diamati antara lain
kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata usia penderita DBD dan
jumlah puskesmas/puskesmas pembantu pada 68 kelurahan di Kota Bogor.
Berdasarkan hasil analisis data panel, model pengaruh tetap dengan
menggunakan peubah respon yang ditransformasikan dan penambahan peubah
bebas jumlah penderita DBD tahun sebelumnya merupakan model yang dapat
menggambarkan pengaruh peubah bebas terhadap jumah penderita DBD di Kota

Bogor dari tahun 2009 sampai 2013. Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap
jumlah penderita DBD adalah kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata
usia penderita DBD dan jumlah penderita DBD tahun sebelumnya dengan
koefisien determinasi (R2) sebesar 72.76% dan MSE sebesar 0.2763.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Model Pengaruh Tetap, Regresi Data
Panel

SUMMARY
ZAMAHSARY MARTHA. Panel Data Regression Model for Case of Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) in Bogor. Supervised by BUDI SUSETYO and
MUHAMMAD NUR AIDI.
Dengue hemorrhagic fever (DHF) is acute febrile disease caused by dengue
virus infection and transmitted to humans through the bite of Aedes aegypti and
Aedes albopictus mosquitoes. DHF causes symptoms of sudden high fever,
bleeding and cause shock resulting in death. DHF is one health problems in
Indonesia. Bogor has an average altitude of 190 m to 330 m above sea level, the
high rainfall and density. This condition makes the Bogor city has great potential
spread of DHF. DHF is found throughout the year in Bogor. Residents in the same
area could be suffering from DHF in the next year because of Aedes aegypti and
Aedes albopictus mosquitoes as dengue virus spreaders continue to grow and

spread throughout the year. Based on these characteristics, the combination of
cross section data and time series data called panel data.
There are three methods for estimating the panel data regression model,
those are Pooled Least Square, Fixed Effects Model and Random Effects Model.
Parameter on Pooled Least Square approach be estimated by Ordinary Least
Square (OLS) method. On Fixed Effects Model approach, parameters be
estimated by Least Square Dummy Variable (LSDV). Parameter on Random
Effects Model be estimated by Generalized Least Square (GLS).
This research aims to determine the best panel data regression model in the
case of the factors that influence the number of patients with dengue in Bogor
City from 2009 to 2013. The data used was obtained from the Health Department
of Bogor and Central Bureau Statistics of Bogor. Response variable used is the
number of DHF patients. Independent variables were observed among others,
population density, population mobility, the average age of patients with DHF and
the number of health centers in 68 villages in Bogor.
Based on the results of the analysis of panel data regression, fixed effect
models using the transformed response variable and the addition of independent
variable previous year the number of DHF patients is a model that can describe
the influence of independent variables on the sheer number of patients with DHF
in Bogor from 2009 to 2013. Variables that influence of DHF are density,

mobility, the average age of DHF patients and the number of DHF patients
previous year with a coefficient of determination (R2) of 72.76% and MSE of
0.2763.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Fixed Effects Model, Panel Data
Regression

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMODELAN REGRESI DATA PANEL PADA KASUS JUMLAH
PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KOTA BOGOR


ZAMAHSARY MARTHA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Kusman Sadik, MSi

Judul Tesis : Pemodelan Regresi Data Panel pada Kasus Jumlah Penderita
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bogor
Nama
: Zamahsary Martha
NIM

: G151110071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Budi Susetyo, MS
Ketua

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Kusman Sadik, MSi


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemodelan Regresi
Data Panel pada Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bogor”.
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk
dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa selama proses perkuliahan dan penyusunan tesis
ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta yaitu Ayah M Thahar, Ibu Mawarty Nasution (Almh), Abang
Hadi Anshary Martha dan keluarga, Uda Emeraldy Martha dan keluarga, serta
seluruh keluarga besarku atas segala kasih sayang, doa, dan dukungannya
sampai saat ini.
2. Bapak Dr Ir Budi Susetyo MS dan Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi MS

selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dengan
sabar membimbing penulis sampai menyelesaikan tesis ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Kusman Sadik MSi selaku
dosen penguji dan Ketua Program Studi Statistika atas segala masukan dan
sarannya kepada penulis. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh Dosen dan Staf Program Studi Statistika IPB.
3. Dinas Kesehatan Kota Bogor dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor atas segala
informasi yang telah diberikan.
4. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Statistika IPB atas bantuan serta
kebersamaanya selama ini.
5. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis
sebutkan satu per satu.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2015
Zamahsary Martha

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Analisis Data Panel
Model Gabungan
Model Pengaruh Tetap
Model Pengaruh Acak
Uji Chow
Uji Hausman
Pengujian Asumsi

2
2
5
6

6
6
7
7
8

3 METODE
Data
Metode Analisis

9
9
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Analisis Data Panel
Pemilihan Model Terbaik

11
11
13
16

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

18
18
18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Struktur data panel
Peubah yang digunakan dalam penelitian
Deskriptif jumlah penderita DBD per tahun per kelurahan di Kota Bogor
Korelasi peubah-peubah
Korelasi jumlah penderita DBD di Kota Bogor tahun 2009 sampai 2013
Hasil uji Chow
Hasil uji Hausman
Hasil uji multikolinearitas model pengaruh tetap
Hasil uji multikolinearitas model pengaruh tetap dengan menggunakan
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)

5
9
12
12
13
14
14
15
15

DAFTAR GAMBAR
1. Grafik pergerakan jumlah penderita DBD per kecamatan di Kota Bogor

11

DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabulasi Data
2. Deskriptif jumlah penderita DBD per kelurahan per tahun di Kota
Bogor
3. Hasil analisis model gabungan
4. Hasil analisis model pengaruh tetap
5. Hasil analisis model pengaruh acak
6. Nilai pengaruh spesifik kelurahan pada model pengaruh acak
7. Nilai pengaruh spesifik kelurahan pada model pengaruh tetap
8. Uji Normalitas Jarque-Bera model pengaruh tetap
9. Hasil analisis model pengaruh tetap menggunakan transformasi data
peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)
10. Uji Normalitas Jarque-Bera model pengaruh tetap menggunakan
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)
11. Nilai pengaruh spesifik kelurahan model pengaruh tetap menggunakan
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)
12. Hasil analisis model pengaruh tetap menggunakan transformasi data
peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1) pada model dengan
peubah bebas yang signifikan
13. Hasil uji multikolinearitas model pengaruh tetap menggunakan
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)
pada model dengan peubah bebas yang signifikan
14. Hasil uji Durbin-Watson model pengaruh tetap menggunakan
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)
pada model dengan peubah bebas yang signifikan
15. Hasil uji BPG model pengaruh tetap menggunakan transformasi data
peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1) pada model dengan
peubah bebas yang signifikan

20
21
23
24
26
27
28
29
30
32
33

34

36

36

36

16. Uji normalitas Jarque-Bera model pengaruh tetap
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan
pada model dengan peubah bebas yang signifikan
17. Nilai pengaruh spesifik kelurahan model pengaruh tetap
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan
pada model dengan peubah bebas yang signifikan

menggunakan
peubah Yi,(t-1)
36
menggunakan
peubah Yi,(t-1)
37

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam yang timbul
secara mendadak dan cepat memburuk yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.
Virus ini ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Nyamuk penular virus dengue ini terdapat hampir di seluruh
Indonesia, kecuali di tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah
sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembang biak.
Penyakit DBD menimbulkan gejala adanya demam tinggi mendadak disertai
manifestasi pendarahan dan bertedensi menimbulkan syok (renjatan) yang
berakibat pada kematian (Kemenkes 2004).
Kota Bogor merupakan kota di Provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah
118.5 km2 dan kepadatan penduduk pada tahun 2013 mencapai 8549 jiwa/km2
serta curah hujan yang tinggi sekitar 333-630 mm setiap bulan. Kota Bogor
mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m di atas
permukaan laut (BPS 2014). Kondisi ini menjadikan Kota Bogor cocok untuk
perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sehingga berpotensi
besar penyebaran penyakit DBD. Berdasarkan laporan Kinerja Dinas Kesehatan
Kota Bogor, jumlah kasus DBD di Kota Bogor pada tahun 2013 tercatat sebanyak
849 dengan kematian sebanyak 8 orang. Jumlah kasus DBD tertinggi pada
Kelurahan Bantarjati sebanyak 41 penduduk dan kelurahan yang tidak terdapat
penduduk dengan kasus DBD pada Kelurahan Kertamaya dan Kelurahan
Bojongkerta (Dinkes Kota Bogor 2014).
Kasus penyakit DBD ditemukan sepanjang tahun di Kota Bogor. Penduduk
di lokasi yang sama bisa menderita penyakit DBD di tahun berikutnya
dikarenakan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai penyebar virus
dengue, terus berkembang dan menyebar sepanjang tahun. Berdasarkan
karakteristik tersebut maka diperlukan data yang merupakan data gabungan antara
data lintas lokasi (cross section) dan data deret waktu (time series).
Data panel adalah gabungan dari data lintas lokasi dan data deret waktu.
Data lintas lokasi merupakan data beberapa lokasi yang diamati dalam satu waktu
tertentu, sedangkan data deret waktu merupakan data satu lokasi yang diamati dari
beberapa periode waktu (Baltagi 2005). Dengan demikian data panel merupakan
data beberapa lokasi yang diamati secara berulang-ulang di beberapa periode
waktu tertentu. Terdapat beberapa keunggulan dalam menggunakan data panel
dibandingkan dengan data lintas lokasi atau deret waktu saja. Keunggulan itu
antara lain, memberikan informasi yang lebih banyak, data memiliki variabilitas
yang besar dan mengurangi kolinearitas antar peubah bebas sehingga
menghasilkan pendugaan yang lebih efisien, serta mengontrol keheterogenan
lokasi yang tidak teramati.
Menurut Gujarati (2009) terdapat tiga metode untuk menduga model regresi
data panel, yaitu model gabungan (Pooled Least Square), model pengaruh tetap
(Fixed Effects Model) dan model pengaruh acak (Random Effects Model). Model
gabungan merupakan model data panel yang tidak memperhatikan perbedaan

2
pengaruh lokasi dan waktu. Model ini mengasumsikan koefisien regresi
(konstanta ataupun kemiringan) yang sama untuk semua lokasi dan waktu.
Berbeda dengan model gabungan, model pengaruh tetap mengasumsikan bahwa
persamaan regresi memiliki kemiringan konstan, sedangkan konstanta bervariasi
antar lokasi. Untuk menangkap adanya perbedaan antar lokasi maka digunakanlah
penambahan peubah boneka. Model pengaruh acak mengasumsikan bahwa
pengaruh lokasi merupakan peubah acak yang dimasukkan dalam model sebagai
bentuk sisaan (Judge et al. 1980).
Yussanti (2011) menerapkan regresi data panel semiparametrik untuk
memodelkan DBD di Jawa Timur berdasarkan faktor iklim dan sosial ekonomi.
Rahmat (2014) menerapkan model regresi spasial-temporal dengan pendekatan
data panel pengaruh waktu pada faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran
penyakit DBD di Kota Bogor. Faktor tersebut adalah mobilitas penduduk dan
jumlah puskesmas/puskesmas pembantu di Kota Bogor.
Apabila analisis terhadap jumlah penderita DBD hanya menggunakan data
lintas lokasi yang mengamati hanya pada satu titik waktu, sehingga perkembangan
jumlah penderita DBD dari waktu ke waktu tidak dapat terlihat. Begitupun jika
hanya menggunakan data deret waktu yang hanya mengamati satu lokasi,
sehingga perkembangan jumlah penderita DBD tidak dapat terlihat untuk
beberapa lokasi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menerapkan
analisis regresi data panel dengan lokasi berupa kelurahan untuk melakukan
pemodelan jumlah penderita DBD di Kota Bogor dan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah penderita DBD di Kota Bogor dari tahun 2009
sampai 2013.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model regresi data panel
terbaik pada kasus faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD di
Kota Bogor dari tahun 2009 sampai 2013.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk tersebut terdapat hampir di
seluruh Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut. Penyakit ini mempunyai ciri-ciri demam tinggi
mendadak disertai manifestasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan syok
bahkan kematian (Kemenkes 2004).

3
Penyakit DBD memperlihatkan berbagai macam gejala utama antara lain
(WHO 1997):
1. Demam
Penyakit DBD didahului dengan demam tinggi yang mendadak, terus
menerus, berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan muka kemerahan.
Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat terjadi kejang
demam. Keluhan seperti anoreksia (tidak mau makan), sakit kepala, nyeri otot,
tulang, sendi, mual dan muntah sering ditemukan. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung
menurun dan pasien tampak seakan sembuh, perlu lebih berhati-hati karena
pada fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok dan biasanya pada hari
ketiga dari demam.
2. Tanda-tanda pendarahan
Penyebab pendarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati (kerapuhan
pembuluh darah), trombositopenia (trombosit di bawah normal), gangguan
fungsi trombosit, serta koagulasi intravascular yang menyeluruh. Jenis
pendarahan yang terbanyak adalah pendarahan kulit seperti uji Tourniquet
positif, petekie, purpura, ekimosis dan pendarahan konjungtiva. Pendarahan
lain yaitu epitaksis, pendarahan gusi, melena dan hematemesis.
3. Hepatomegali (pembesaran hati)
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati dari tidak teraba menjadi teraba
dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati
berhubungan dengan adanya pendarahan.
4. Syok
Setelah 2-7 hari demam, penurunan cepat suhu tubuh sering diikuti
tanda-tanda gangguan sirkulasi. Pasien tampak berkeringat, menjadi gelisah,
akan terasa dingin, dan menunjukkan perubahan pada frekuensi denyut nadi
dan tekanan darah. Pada kasus yang kurang berat, perubahan ini minimal dan
sementara. Sedangkan pada kasus berat, ketika kehilangan banyak melampaui
batas kritis maka syok pun terjadi dan berkembang kearah kematian bila tidak
ditangani dengan cepat.
Menurut Sutaryo (2005) faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
DBD adalah faktor host (kerentanan), faktor lingkungan, kondisi demografi dan
jenis nyamuk sebagai penular penyakit.
1. Faktor host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa
faktor yang mempengaruhi manusia adalah:
a. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue,
meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir.
b. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin.

4
c. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
d. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya
infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.
e. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah
ke daerah lain. Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada
transmisi penularan infeksi virus dengue.
2. Faktor lingkungan yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut,
curah hujan, angin, kelembaban dan musim). Faktor lingkungan yang
mempengaruhi timbulnya penyakit DBD adalah:
a. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar di negara
tropis dan subtropis yang terletak antara 300 LU dan 400 LS seperti Asia
Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
b. Musim
Pada negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim
panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di
Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia,
Thailand, Malaysia dan Filipina epidemi DBD terjadi beberapa minggu
setelah musim hujan.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan
erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena
didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.
3. Kondisi demografi antara lain kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, mata
pencaharian, perilaku, adat istiadat dan sosial ekonomi penduduk.
4. Jenis nyamuk sebagai penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Menurut Siregar (2004) nyamuk yang paling berperan dalam
penularan DBD adalah nyamuk Aedes aegypti karena hidupnya di dalam dan
sekitar rumah, sedangkan nyamuk Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun
sehingga lebih jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan
ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian
tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk
untuk hidup dan berkembang biak.
Penularan DBD dapat terjadi di tempat yang terdapat nyamuk penularnya.
Siregar (2004) menjelaskan bahwa tempat yang potensial untuk terjadinya
penularan DBD adalah:
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis)
2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa virus dengue cukup besar. Tempat-tempat umum tersebut antara lain

5
sekolah, rumah sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, hotel,
pertokoan, restoran, tempat ibadah, dll.
3. Pemukiman baru yang penduduknya berasal dari berbagai wilayah dimana
kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa virus dengue.

Analisis Data Panel
Data panel adalah gabungan dari data lintas lokasi dan data deret waktu.
Data lintas lokasi merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap
banyak lokasi, sedangkan data deret waktu merupakan data yang dikumpulkan
dari waktu ke waktu terhadap suatu unit lokasi (Gujarati 2009). Dengan demikian
data yang digunakan dalam analisis data panel adalah data lintas lokasi yang
diamati secara berulang-ulang di beberapa periode waktu tertentu. Tabel 1
menunjukkan struktur data panel, dengan N adalah banyaknya unit lintas lokasi
dan T adalah banyaknya unit deret waktu. Data pada peubah respon dan peubah
bebas pada analisis data panel disusun berdasarkan unit lintas lokasi terlebih
dahulu, selanjutnya berdasarkan unit deret waktu.
Lokasi
i=1

i=2

Waktu
t=1
t=2
:
t=T
t=1
t=2
:
t=T

Tabel 1 Struktur data panel
Yit
X1it
X2it
y11
x111
x211
y12
x112
x212
:
:
:
y1T
x11T
x21T
x21
x121
x221
x22
x122
x222
:
:
:
x2T
x12T
x22T

:

:

:

:

:

i=N

t=1
t=2
:
t=T

xN1
xN2
:
xNT

x1N1
x1N2
:
x1NT

x2N1
x2N2
:
x2NT









Xkit
xk11
xk12
:
xk1T
xk21
xk22
:
xk2T
:





xkN1
xkN2
:
xkNT

Regresi data panel berbeda dengan analisis regresi biasa atau analisis deret
waktu. Regresi data panel memperhatikan dua dimensi (lokasi dan waktu) di
dalam modelnya. Menurut Baltagi (2005), bentuk persamaan umum dari analisis
regresi data panel sebagai berikut:

dengan i merupakan unit lintas lokasi, t merupakan unit deret waktu, β0 adalah
koefisien konstanta dan β adalah vektor berukuran k x 1 dengan k menyatakan
banyaknya peubah bebas. Selanjutnya yit adalah peubah respon untuk lokasi ke-i
periode waktu ke-t dan Xit adalah lokasi ke-i periode waktu ke-t pada peubah
bebas ke-k, sedangkan uit merupakan sisaan pada lokasi ke-i periode waktu ke-t.

6
Model Gabungan
Model gabungan merupakan salah satu model dalam analisis data panel
yang tidak memperhatikan pengaruh lokasi dan waktu. Model ini mengasumsikan
koefisien regresi (konstanta ataupun kemiringan) yang sama untuk semua lokasi
dan waktu, dengan kata lain model ini merupakan bentuk model yang sama seperti
model regresi linear. Persamaan model yang digunakan juga mengikuti bentuk
regresi linear dengan komponen sisaan hanya berasal dari pendugaan tanpa
adanya unsur pengaruh lokasi sebagai penyusunnya. Bentuk persamaan model
gabungan sebagai berikut:
Pendugaan parameter model gabungan dilakukan dengan menggunakan Metode
Kuadrat Terkecil (MKT). Asumsi yang terdapat pada model ini yaitu sisaan
menyebar bebas stokastik identik Normal (0,σu2) (Gujarati 2009).
Model Pengaruh Tetap
Model pengaruh tetap merupakan model yang dapat menunjukkan
perbedaan tetap antar lokasi. Model ini mengasumsikan bahwa persamaan regresi
memiliki kemiringan konstan, sedangkan konstanta bervariasi antar lokasi. Secara
umum pendugaan parameter model pengaruh tetap dilakukan dengan metode
Least Square Dummy Variable (LSDV), dimana LSDV merupakan suatu metode
yang dipakai dalam pendugaan parameter regresi linier dengan menggunakan
metode MKT pada model yang melibatkan peubah boneka sebagai salah satu
peubah bebasnya (Greene 2012). Pada model pengaruh tetap, peubah boneka yang
dibentuk adalah sebanyak N-1. Bentuk persamaan model pengaruh tetap adalah
sebagai berikut:
untuk i=(2,3,…,N)
dengan D2=1 untuk lokasi ke-2 dan 0 selainnya, D3=1 untuk lokasi ke-3 dan 0
selainnya, dan seterusnya untuk setiap lokasi ke-i (i=2,3,…,N). β01 merupakan
nilai pengaruh spesifik lokasi ke-1 dan β0i merupakan nilai pengaruh spesifik
lokasi lainnya yang diperoleh dengan penambahan β01 dengan nilai konstanta
peubah boneka (Ci) ke-i. Asumsi pada model ini yaitu sisaan menyebar bebas
stokastik identik Normal (0,σu2), E(Xit,uit)=0 Xit saling bebas dengan uit untuk
setiap i dan t (Gujarati 2009).

Model Pengaruh Acak
Model pengaruh acak atau disebut juga error component model memiliki
asumsi pengaruh lokasi merupakan peubah acak yang dimasukkan dalam model
sebagai bentuk sisaan (Judge et al. 1980). Menurut Winarno (2009) model
pengaruh acak merupakan perbaikan dari model pengaruh tetap. Model ini tidak
lagi menggunakan peubah boneka seperti yang dilakukan pada model pengaruh

7
tetap, melainkan menggunakan sisaan yang diduga memiliki hubungan antar
lokasi. Pendugaan parameter dengan menggunakan MKT akan menghasilkan
penduga yang bias dan tidak efisien, sehingga penggunaan metode Generalized
Least Square (GLS) dilakukan dalam pendugaan pada model pengaruh acak
(Baltagi 2005). Bentuk persamaan model pengaruh acak dituliskan sebagai
berikut:

dengan εi merupakan sisaan acak ke-i dengan εi menyebar bebas stokastik identik
Normal (0,σε2), sisaan menyebar bebas stokastik identik Normal (0,σu2),
E(Xit,εi)=0 dan E(Xit,uit)=0 Xit saling bebas dengan εi dan uit untuk setiap i dan t.
merupakan nilai pengaruh spesifik lokasi ke-i (Gujarati 2009).

Uji Chow
Uji Chow merupakan pengujian hipotesis antara model gabungan dan model
pengaruh tetap. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H0 : β01 = β02 = … = β0N = 0 (model gabungan)
H1 : minimal terdapat satu β0i dimana β0i ≠ 0 (model pengaruh tetap)
Statistik uji yang digunakan sebagai berikut:

JKGgab merupakan jumlah kuadrat sisaan pada model gabungan dan JKGMPT
merupakan jumlah kuadrat sisaan pada model pengaruh tetap. Keputusan tolak H0
jika Fhit > F(N-1,NT-N-K) atau jika nilai-p lebih kecil dari taraf nyata 5% (Baltagi
2005).

Uji Hausman
Uji Hausman merupakan pengujian hipotesis antara model pengaruh acak
dan model pengaruh tetap. Menurut Gujarati (2009) untuk mengetahui model acak
dapat dibuat asumsi mengenai korelasi antara komponen sisaan dan peubah
bebasnya. Jika diasumsikan tidak terdapat korelasi antara sisaan dengan peubah
bebas maka model yang sesuai adalah model pengaruh acak dan sebaliknya adalah
model pengaruh tetap. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H0 : E(uit | Xit) = 0 (model pengaruh acak)
H1 : E(uit | Xit) ≠ 0 (model pengaruh tetap)
Statistik uji yang digunakan sebagai berikut:
(6)
dengan
adalah vektor koefisien peubah bebas dari model pengaruh acak dan
adalah vektor koefisien peubah bebas dari model pengaruh tetap. Keputusan

8
tolak H0 jika
>
dengan k banyaknya peubah bebas atau jika nilai-p lebih
kecil dari taraf nyata 5% (Baltagi 2005).
Pengujian Asumsi
Analisis regresi data panel memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi
sehingga diperoleh penduga parameter yang bersifat penduga tak bias terbaik atau
Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Asumsi tersebut adalah tidak terdapat
multikolinearitas antar peubah bebas, kebebasan autokorelasi, kehomogenan
ragam sisaan dan kenormalan sisaan.
Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui korelasi di antara
peubah bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan menggunakan Variance
Inflation Factor (VIF). Nilai VIF diperoleh dari:

dengan
merupakan koefisien determinasi bila Xk diregresikan terhadap semua
peubah bebas lainnya. Adanya multikolinearitas dalam model ditandai dengan
besarnya korelasi antar peubah bebas lebih dari 0.8 atau minimal salah satu
peubah bebasnya memiliki nilai VIF > 10 (Gujarati 2009).
Kebebasan Autokorelasi
Uji kebebasan autokorelasi dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson.
Hipotesis uji Durbin-Watson pada data panel adalah (Baltagi 2005):
H0 : = 0 (tidak terdapat autokorelasi)
H1 : ≠ 0 (terdapat autokorelasi)
Statistik uji yang digunakan sebagai berikut:






(



)

dengan uit merupakan sisaan lokasi ke-i pada waktu ke-t, dan ui(t-1) adalah sisaan
lokasi ke-i pada waktu ke-(t-1). Nilai d tersebut kemudian dibandingkan dengan
nulai d pada tabel Durbin-Watson. Jika nilai d terletak antara dU dan 4-dU, maka
dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi dalam sisaan, dengan dU
merupakan batas atas nilai d.
Kehomogenan Ragam Sisaan
Kehomogenan ragan sisaan dapat dideteksi dengan menggunakan uji
Breusch Pagan Godfrey (BPG). Uji BPG ini mengasumsikan bahwa
. Jika α1=α2=α3=α4=0 maka σu2=α
yang artinya konstan. Hipotesis yang terbentuk pada pengujian ini adalah:
H0 : α1=α2=α3=α4=0 (ragam sisaan homogen)
H1 : minimal ada satu αk≠0, k=1,2,3,4 (ragam sisaan tidak homogen)
Statistik uji yang digunakan sebagai berikut:

9

dengan

̂

, ̂

∑∑ ̂

̅

merupakan sisaan lokasi ke-i pada waktu ke-t. Jika

pada taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa ragam sisaan tidak
homogen (Gujarati 2009).
Kenormalan Sisaan
Uji kenormalan sisaan dapat dilakukan dengan menggunakan uji JarqueBera (JB). Hipotesis untuk pengujian ini adalah:
H0 : sisaan menyebar normal
H1 : sisaan tidak menyebar normal
Statistik uji yang digunakan sebagai berikut:
]

[

dengan S merupakan kemencengan (skewness) sebaran data dan K merupakan
keruncingan (kurtosis) sebaran data. Jika nilai statistik uji JB lebih kecil dari
atau nilai-p lebih besar dari taraf nyata 5%, maka dapat disimpulkan bahwa
sisaan menyebar normal (Gujarati 2009).

3 METODE
Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor (Dinkes Kota Bogor) dan Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor. Data jumlah penderita DBD dan rata-rata usia
penderita DBD diperoleh dari Dinkes Kota Bogor. Data kepadatan penduduk,
mobilitas penduduk dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu diperoleh dari
BPS Kota Bogor. Pengamatan pada penelitian ini dilakukan pada 68 kelurahan di
Kota Bogor dengan periode pengamatan lima tahun yaitu dari tahun 2009 sampai
2013. Tabulasi data yang digunakan dalam penelitian ini terangkum pada
Lampiran 1. Peubah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 2.
Peubah
Y
X1
X2
X3
X4

Tabel 2 Peubah yang digunakan dalam penelitian
Keterangan peubah
Jumlah penderita DBD per kelurahan (jiwa)
Kepadatan penduduk per kelurahan (jiwa/km2)
Mobilitas penduduk per kelurahan (jiwa)
Rata-rata usia penderita DBD per kelurahan(tahun)
Jumlah puskesmas/puskesmas pembantu per kelurahan (buah)

10
Metode Analisis
Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengeksplorasi data untuk melihat gambaran umum dari data jumlah penderita
DBD di Kota Bogor dari tahun 2009 sampai 2013.
2. Melakukan analisis data panel dengan tahapan:
a. Melakukan pendugaan model gabungan. Model umum untuk model
gabungan dalam penelitian ini sebagai berikut:
dengan i=1,2,…,68 menunjukkan kelurahan di Kota Bogor dan t=1,2,…,5
menunjukkan periode waktu pengamatan yakni dari tahun 2009 sampai
2013.
b. Melakukan pendugaan model pengaruh tetap. Model umum untuk model
pengaruh tetap dalam penelitian ini sebagai berikut:
dengan D2=1 untuk kelurahan ke-2 dan 0 selainnya, D3=1 untuk kelurahan
ke-3 dan 0 selainnya, dan seterusnya untuk setiap kelurahan ke-i
(i=2,…,68). β01 merupakan nilai pengaruh spesifik kelurahan ke-1 dan β0i
merupakan nilai pengaruh spesifik lokasi lainnya yang diperoleh dengan
penambahan β01 dengan nilai konstanta peubah boneka (Ci) ke-i.
c. Spesifikasi model tahap pertama dilakukan dengan menggunakan Uji Chow
untuk menentukan antara model gabungan dan model pengaruh tetap.
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Uji Chow terdapat dua
alternatif model yang dapat disimpulkan yaitu:
(i) Jika dari pengujian hipotesis diperoleh hasil H0 tidak ditolak, maka
model yang sesuai adalah model gabungan (berhenti dan lanjut ke
langkah 3).
(ii) Jika dari pengujian hipotesis diperoleh hasil H0 ditolak, maka model
yang dapat digunakan adalah model pengaruh tetap (lanjut ke langkah
d).
d. Melakukan pendugaan model pengaruh acak. Model umum untuk model
pengaruh acak dalam penelitian ini sebagai berikut:

dengan β0i merupakan nilai pengaruh kelurahan ke-i (i=1,2,…68), β0
merupakan skalar, εi merupakan sisaan acak kelurahan ke-i, uit merupakan
sisaan acak model pengaruh acak.
e. Spesifikasi model tahap kedua dilakukan dengan menggunakan Uji
Hausman untuk menentukan antara model pengaruh acak dan model
pengaruh tetap.
3. Melakukan pengujian asumsi serta melakukan penanganan pada asumsi yang
dilanggar. Berdasarkan pelanggaran asumsi pada penelitian ini dilakukan
penanganan yaitu dengan transformasi dan penambahan peubah bebas satu
periode waktu sebelumnya.
4. Pemilihan model terbaik.

11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data

Jumlah Penderita DBD (Jiwa)

Kota Bogor terdiri dari 68 kelurahan yang tersebar di 6 kecamatan, yaitu
Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor
Barat dan Tanah Sareal. Eksplorasi data dilakukan untuk memberikan gambaran
dan informasi dari data tanpa mengambil keputusan secara umum. Agar
memudahkan dalam memahami eksplorasi data, maka grafik pergerakan jumlah
penderita DBD di Kota Bogor dari tahun 2009 sampai 2013 ditampilkan untuk
setiap kecamatan. Selain itu menampilkan deskriptif jumlah penderita DBD di
Kota Bogor per kelurahan maupun per tahun, korelasi jumlah penderita DBD di
Kota Bogor dengan peubah-peubah bebasnya, serta korelasi data jumlah penderita
DBD pada tahun 2009 sampai 2013.
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Bogor Tengah
Bogor Barat
Tanah Sareal
2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 1 Grafik pergerakan jumlah penderita DBD per kecamatan di Kota Bogor
Grafik pergerakan jumlah penderita DBD per kecamatan di Kota Bogor dari
tahun 2009 sampai 2013 pada Gambar 1 menunjukkan jumlah penderita DBD per
kecamatan di Kota Bogor dari tahun 2009 sampai 2013 berfluktuasi atau tidak
stabil. Kecamatan Bogor Barat yang terdiri dari 16 kelurahan memiliki jumlah
penderita DBD tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Kecamatan Bogor
Timur yang terdiri dari 6 kelurahan dan Kecamatan Bogor Selatan yang terdiri
dari 16 kelurahan merupakan dua kecamatan yang paling sedikit jumlah penderita
DBD dari tahun 2009 sampai 2013. Kecenderungan turunnya angka jumlah
penderita DBD terjadi pada tahun 2011. Hal ini terjadi pada seluruh kecamatan di
Kota Bogor.
Deskriptif jumlah penderita DBD per kelurahan di Kota Bogor dari tahun
2009 sampai 2013 dapat dilihat pada Lampiran 2 yang memuat rataan, simpangan
baku, nilai minimum, nilai maksimum dan total dari jumlah penderita DBD untuk
masing-masing kelurahan di Kota Bogor. Kelurahan Bantarjati yang terletak di
Kecamatan Bogor Utara memiliki nilai rataan jumlah penderita DBD terbesar jika
dibandingkan dengan kelurahan lainnya yaitu sebesar 65 jiwa per tahun, dengan
total jumlah penderita DBD dari tahun 2009 sampai 2013 sebesar 326 jiwa.
Kelurahan Kedungbadak yang terletak di Kecamatan Tanah Sareal memiliki

12
simpangan baku terbesar dibandingkan kelurahan lainnya, yang artinya jumlah
penderita DBD di Kelurahan Kedungbadak berfluktuasi paling tinggi. Kelurahan
dengan total jumlah penderita DBD terkecil adalah Kelurahan Kertamaya yang
terletak di Kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar 1 jiwa dari tahun 2009 sampai
2013.
Tabel 3 Deskriptif jumlah penderita DBD per tahun per kelurahan di Kota Bogor
Tahun
Rataan
Simp. Baku
Min
Maks
Total
2009
22
18.61
0
79
1510
2010
26
21.08
0
103
1791
2011
9
9.27
0
51
612
2012
16
12.74
0
63
1085
2013
12
9.54
0
41
849
Deskriptif jumlah penderita DBD per tahun di Kota Bogor dari tahun 2009
sampai 2013 pada Tabel 3 yang memuat rataan, simpangan baku, nilai minimum,
nilai maksimum dan total jumlah penderita DBD untuk masing-masing tahun di
Kota Bogor. Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 sampai 2013
nilai rataan jumlah penderita DBD cenderung tidak stabil. Pada tahun 2009 nilai
rataan jumlah penderita DBD sebesar 22 jiwa per kelurahan dan tahun berikutnya
tahun 2010 mengalami peningkatan namun kemudian mengalami penurunan
maupun peningkatan hingga sampai tahun 2013. Adapun nilai keragaman jumlah
penderita DBD yang terkecil dari keseluruhan pada tahun 2011. Secara
keseluruhan total jumlah penderita DBD di Kota Bogor terbesar adalah pada tahun
2010, yaitu sebanyak 1791 jiwa.

X1
X2
X3
X4

Tabel 4 Korelasi peubah-peubah
Y
X1
X2
0.171*
(0.002)
0.078
0.065
(0.152)
(0.233)
0.114*
-0.033
0.055
(0.036)
(0.550)
(0.315)
0.221*
0.273*
0.096
(0.000)
(0.000)
(0.077)

X3

0.035
(0.520)

*: Signifikan pada taraf nyata 5%

Korelasi antara peubah jumlah penderita DBD di Kota Bogor (Y),
kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2), rata-rata usia penderita DBD
(X3) dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4) ditunjukkan pada Tabel 4.
Korelasi peubah bebas yang nyata terhadap jumlah penderita DBD di Kota Bogor
adalah kepadatan penduduk, rata-rata usia penderita DBD dan jumlah
puskesmas/puskesmas pembantu. Adapun peubah mobilitas penduduk memiliki
nilai-p lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.152 atau tidak nyata terhadap jumlah
penderita DBD di Kota Bogor. Korelasi antar peubah bebas yang paling kuat
adalah kepadatan penduduk dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu yaitu
sebesar 0.273 dengan nilai-p lebih kecil dari 0.05.

13
Tabel 5 Korelasi jumlah penderita DBD di Kota Bogor tahun 2009 sampai 2013
Peubah
Yi2009
Yi2010
Yi2011
Yi2012
Yi2013

Yi2009
1
0.842*
0.782*
0.726*
0.623*

Yi2010

Yi2011

Yi2012

Yi2013

1
0.753*
0.739*
0.724*

1
0.627*
0.666*

1
0.575*

1

*: Signifikan pada taraf nyata 5%

Korelasi jumlah penderita DBD 68 kelurahan di Kota Bogor dari tahun 2009
sampai 2013 ditunjukkan pada Tabel 5. Jumlah penderita DBD tahun 2013
dengan jumlah penderita DBD tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 memiliki
hubungan yang nyata yaitu sebesar 0.623, 0.724, 0.666 dan 0.575. Hubungan
antara jumlah penderita DBD di Kota Bogor tahun 2009 dan tahun-tahun
berikutnya cenderung mengalami penurunan. Hubungan ini menunjukkan bahwa
pola perilaku atau kebiasaan penduduk Kota Bogor yang sudah semakin baik dari
tahun ke tahun.

Analisis Data Panel
Spesifikasi Model
Spesifikasi model dilakukan untuk memilih model yang sesuai antara model
gabungan, model pengaruh tetap dan model pengaruh acak. Pada analisis data
panel terdapat dua tahap spesifikasi model. Spesifikasi tahap pertama
menggunakan Uji Chow untuk memilih antara model gabungan dan model
pengaruh tetap. Alternatif pertama adalah model gabungan, hasil analisis model
gabungan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada model gabungan peubah bebas
dengan nilai-p kurang dari 0.05 adalah kepadatan penduduk (X1), rata-rata usia
penderita DBD (X3) dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4). Sehingga
dapat dinyatakan bahwa pada model gabungan kepadatan penduduk (X1), rata-rata
usia penderita DBD (X3) dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4)
berpengaruh nyata terhadap jumlah penderita DBD di Kota Bogor pada taraf nyata
5%. Adapun nilai R2 untuk model gabungan adalah sebesar 7.69% yang berarti
keragaman jumlah penderita DBD di Kota Bogor tidak dapat dijelaskan dengan
baik pada model gabungan.
Alternatif kedua adalah model pengaruh tetap, hasil analisis data panel
dengan menggunakan model pengaruh tetap dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada
model pengaruh tetap peubah bebas dengan nilai-p kurang dari 0.05 adalah
mobilitas penduduk (X2), sedangkan peubah bebas kepadatan penduduk (X1), ratarata usia penderita DBD (X3) dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4)
memiliki nilai-p lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.4187, 0.7749 dan 0.7111.
Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa pada model pengaruh tetap hanya peubah
bebas mobilitas penduduk (X2) yang berpengaruh nyata terhadap jumlah penderita
DBD di Kota Bogor pada taraf nyata 5%. Nilai R2 yang dihasilkan pada model ini
cukup baik yaitu sebesar 61.59% yang berarti keragaman jumlah penderita DBD
di Kota Bogor cukup dapat dijelaskan dengan baik pada model pengaruh tetap.

14
Tabel 6 Hasil Uji Chow
Uji Pengaruh
Lokasi-F

Statistik uji
5.6143

Derajat bebas
(67, 268)

Nilai-p
0.000

Selanjutnya dilakukan pemilihan model terhadap model gabungan dan
model pengaruh tetap. Hasil Uji Chow seperti yang tercantum pada Tabel 6
memperlihatkan bahwa nilai-p untuk pengujian ini mendekati 0, artinya bahwa
model sementara yang sesuai adalah model pengaruh tetap. Hal ini menunjukkan
bahwa kelurahan-kelurahan di Kota Bogor memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap banyaknya jumlah penderita DBD.
Spesifikasi model data panel pada tahap dua yaitu menggunakan Uji
Hausman untuk memilih antara model pengaruh tetap dan model pengaruh acak.
Hasil analisis dengan menggunakan model pengaruh acak dapat dilihat pada
Lampiran 5. Peubah jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4) memiliki nilaip lebih kecil dari 0.05. Adapun nilai-p pada peubah bebas kepadatan penduduk
(X1), mobilitas penduduk (X2) dan rata-rata usia penderita DBD (X3) memiliki
nilai-p lebih dari 0.05 yaitu sebesar 0.3420, 0.0670, dan 0.6461. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada model ini jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4)
berpengaruh nyata terhadap jumlah penderita DBD di Kota Bogor. Nilai R2 pada
model ini lebih kecil dibandingkan dengan model gabungan dan model pengaruh
tetap yaitu sebesar 3.12% yang berarti keragaman jumlah penderita DBD di Kota
Bogor tidak dapat dijelaskan dengan baik pada model pengaruh acak. Nilai
pengaruh spesifik kelurahan (β0i) model pengaruh acak dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Tabel 7 Hasil Uji Hausman
Pengaruh model acak
Uji χ2

Statistik uji
27.2637

Derajat bebas
4

Nilai-p
0.0000

Selanjutnya dilakukan pemilihan model antara model pengaruh tetap dan
model pengaruh acak. Hasil Uji Hausman dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan
hasil Uji Hausman nilai-p yang dihasilkan mendekati 0, artinya bahwa model
yang terpilih adalah model pengaruh tetap.
Uji Chow dan Uji Hausman menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk
menjelaskan data kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2), rata-rata
usia penderita DBD (X3) dan jumlah puskesmas/puskesmas pembantu (X4)
terhadap jumlah penderita DBD di Kota Bogor adalah model pengaruh tetap.
Adapun model dugaan yang terbentuk adalah sebagai berikut:
̂

untuk koefisien peubah boneka (Di) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Nilai pengaruh spesifik kelurahan (β0i) model pengaruh tetap dapat dilihat pada
lampiran 7.
Pengujian Asumsi
Setelah menentukan model yang sesuai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan
asumsi. Pemeriksaan asumsi ini bertujuan agar model yang terbentuk nantinya
adalah model yang valid.

15
Tabel 8 Hasil uji multikolinearitas model pengaruh tetap
Peubah
X1
X2
X3
X4

VIF
1.0848
1.0138
1.0060
1.0899

Pengujian asumsi pertama yang dilakukan dalam pemodelan data panel
adalah uji multikolinearitas. Pada Tabel 8 menunjukkan model pengaruh tetap
tidak mengalami masalah multikolinearitas dengan nilai VIF seluruh peubah
bebas kurang dari 10. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi korelasi pada
sisaan. Nilai statistik Durbin-Watson yang dihasilkan yaitu sebesar 2.3545, nilai
dL dan dU sebesar 1.80432 dan 1.83990. Nilai Durbin-Watson tidak berada antara
dU dan (4- dU) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi pada sisaan.
Pengujian asumsi selanjutnya adalah uji kehomogenan ragam sisaan. Untuk
mendeteksi keragaman pada model terpilih digunakan uji BPG. Hasil uji BPG
diperoleh Θ = 11.7675. Nilai ini lebih besar dari
. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa ragam sisaan tidak homogen pada taraf nyata 5%. Pengujian
asumsi terakhir terhadap model adalah uji kenormalan sisaan. Dari hasil uji
Jarque-Bera pada Lampiran 8, diperoleh nilai-p mendekati 0. Nilai ini
menunjukkan bahwa sisaan tidak menyebar normal.
Penanganan Pelanggaran Asumsi
Berdasarkan pengujian asumsi didapatkan hasil bahwa asumsi yang tidak
terpenuhi adalah tidak adanya korelasi pada sisaan, kehomogenan ragam sisaan
dan kenormalan sisaan. Pada penelitian ini penanganan yang digunakan adalah
transformasi data terhadap peubah respon (Y*), transformasi data yang digunakan
adalah akar kubik, serta penambahan peubah baru terhadap model, yaitu jumlah
penderita DBD pada satu periode waktu sebelumnya (Yi,(t-1)). Hasil pendugaan
parameter pada model dengan penanganan asumsi dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tabel 9 Hasil uji multikolinearitas model pengaruh tetap menggunakan
transformasi data peubah respon Y* dan penambahan peubah Yi,(t-1)
Peubah
X1
X2
X3
X4
Yi,(t-1)

VIF
1.1184
1.0205
1.0195
1.1544
1.0819

Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada model.
Hal ini ditunjukkan dari nilai VIF seluruh peubah bebas yang kurang dari 10.
Nilai Durbin-Watson yang dihasilkan pada model ini sebesar 1.9347 yang berada
di antara wilayah dU dan (4-dU), sehingga menunjukkan bahwa tidak terdapat
korelasi pada sisaan.
Asumsi kehomogenan ragam sisaan terpenuhi setelah dilakukan penanganan
pada pelanggaran asumsi. Hal ini terbukti dengan diperoleh Θ = 9.1278 yang lebih
kecil dari
yang menunjukkan bahwa ragam sisaan homogen. Uji
Jarque-Bera pada Lampiran 10 menghasilkan nilai-p sebesar 0.1062. Nilai ini

16
lebih besar dari taraf nyata 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan
menyebar normal.
Analisis dari model pengaruh tetap dengan menggunakan transformasi
peubah respon (Y*) dan penambahan peubah (Yi,(t-1)) menghasilkan R2 sebesar
72.81%. Peubah bebas yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah penderita
DBD adalah peubah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2), rata-rata
usia penderita DBD (X3) dan jumlah penderita DBD pada satu periode waktu
sebelumnya (Yi,(t-1)). Model dugaan model pengaruh tetap dengan menggunakan
transformasi peubah respon (Y*) dan penambahan peubah (Yi,(t-1)) dituliskan
sebagai berikut:
̂

untuk koefisien peubah boneka (Di) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Nilai pengaruh spesifik kelurahan (β0i) model ini dapat dilihat pada lampiran 11.
Adapun hasil validasi model di atas menggunakan MSE menghasilkan nilai
sebesar 0.2771. Nilai MSE yang mendekati 0 tersebut menunjukkan bahwa model
yang disusun merupakan model yang sudah cukup baik.

Pemilihan Model Terbaik
Model pengaruh tetap dengan menggunakan transformasi peubah respon
(Y ) dan penambahan peubah (Yi,(t-1)) menggambarkan pengaruh kepadatan
penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata usia penderita DBD dan jumlah
puskesmas/puskesmas pembantu terhadap jumlah penderita DBD di Kota Bogor
pada tahun 2009 sampai 2013. Berdasarkan Uji-F yang dapat dilihat pada
Lampiran 9, nilai-p untuk statistik F pada model mendekati 0. Hal ini
menunjukkan bahwa model yang dibangun sudah layak dan minimal terdapat satu
peubah bebas yang mempengaruhi jumlah penderita DBD. Hasil uji-t
menunjukkan bahwa peubah bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap
jumlah penderita DBD adalah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2),
rata-rata usia penderita DBD (X3) dan jumlah penderita DBD pada satu periode
waktu sebelumnya (Yi,(t-1)). Masing-masing peubah ini memiliki nilai-p kurang
dari taraf nyata 5%.
Selanjutnya dilakukan pemodelan menggunakan model pengaruh tetap
dengan transformasi peubah respon (Y*) dan penambahan peubah (Yi,(t-1)) pada
model dengan peubah bebas yang signifikan. Model dugaan yang diperoleh
sebagai berikut:
*

̂

untuk koefisien peubah boneka (Di) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Berdasarkan model tersebut dap