Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue Pada Anak Di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

Oleh :

JEFFRI SIMATUPANG 100100 064

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013


(2)

KARYA TULIS ILMIAH “Karya Tu li s Il miah in i d iajuk an seb agai s alah satu s yarat u n tuk

memperoleh kelulusan Sarjana Ked ok teran ”

Oleh :

JEFFRI SIMATUPANG 100100 064

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013


(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012

NAMA : JEFFRI SIMATUPANG NIM : 100100064

________________________________________________________________

Dosen Pembimbing

(dr. Hendri Wijaya, M.Ked(Ped), Sp.A) NIP. 19760317 200502 1 001

Medan, Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Dosen Penguji I

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001

(dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG) NIP. 19751023 200812 1 001

Dosen Penguji II

(dr. Alfansuri Kadri, Sp.S) NIP. 19781109 200312 1 001

Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi tropis yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sp. dan merupakan masalah yang serius di negara tropis terutama pada anak. Di Indonesia sendiri, kasus DBD masih tergolong tinggi meskipun angka kejadian semakin menurun setiap tahunnya. Penelitian ini merupakan jenis

penelitian deskriptif dengan metode total sampling yang bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012. Data diperoleh dengan melihat data dari rekam medis dan kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif. Jumlah sampel yang didapat adalah sebanyak 110 anak penderita DBD di RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran klinis DBD pada anak

berdasarkan gejala dan tanda klinis yang tersering masing – masing adalah demam (100%) dan petekie (73,6%). Distribusi proporsi anak penderita DBD yaitu : usia 10 – 14 tahun (37,3%), jenis kelamin perempuan (58,2%), DHF grade 2 (46,4%), lama perawatan paling sering 3 – 4 hari (36,4%), transfusi (8,18%), bulan rawatan tersering adalah Desember dimana 2011 (16,2%) dan 2012 (19%), Outcome yang di dapat 93,6% sembuh, dan terjadi penurunan angka kejadian dari tahun 2011 ke 2012 yaitu dari 68 menjadi 42 anak penderita DBD. Kesimpulan dari penelitian ini adalah demam dan petekie merupakan tanda dan gejala utama pasien DBD pada anak, dengan lama rawatan 3 – 4 hari. Disarankan peneliti di masa yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian dengan skala besar untuk mendapatkan gambaran klinis yang lebih luas tentang DBD.

Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, DBD, Anak, Gambaran Klinis

Universitas Sumatera Utara


(5)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious tropical disease transmitted by Aedes sp. mosquito and is a serious problem in tropical countries, especially in children. In Indonesia itself, DHF cases is still relatively high, although the incidence has declined every year. This research is a descriptive study by using total sampling method that aims to determine the clinical features of dengue hemorrhagic fever in children at RSUP H. Adam Malik Medan in Year 2011 – 2012. Data were collected from medical records and then analyzed with descriptive statistcs. The number of samples obtained at the hospital were 110 children with DHF. The results of this study indicate that the clinical features of DHF in children based on clinical signs and symptoms are the most common respectively were fever (100%) and petechiae (73.6%). Distribution of the proportion of children with DHF are: age 10 – 14 years old (37.3%), female gender (58.2%), DHF grade 2 (46.4%), duration of treatment most often 3 – 4 days (36.4%), transfusion (8.18%), the month of December which is the most common in 2011 (16.2%) and 2012 (19%), the outcome of patients who are cured is 93.6%, and there are declined in incidence from 2011 to 2012 which from 68 to 42 children with DHF. The conclusion of this study were fever and petechiae are the main signs and symptoms of DHF in children with duration of treatment 3 – 4 days. The researchers suggested future research should conduct large scale study to gain a broader clinical features of DHF.

Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, DHF, Children, Clinical Features

Universitas Sumatera Utara


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang tel ah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dil aksanak an. P ene li ti an yan g akan dil aksa nakan ini berjudul ” Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012”.

Dalam penyelesaian karya tulis hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

2.Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Hendri Wijaya, M.Ked(Ped), Sp.A, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberi petunjuk, arahan dan masukan yang banyak kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4.Bapak dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG, selaku Dosen Penguji I dan Bapak dr. Alfansuri Kadri, Sp.S, selaku Dosen Penguji II, yang telah

memberikan petunjuk serta nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

5.Ibu dr. Ricke Loesnihari, Sp.PK(K), selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, masukan serta motivasi selama perkuliahan dari semester awal hingga semester akhir.

Universitas Sumatera Utara


(7)

6.Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

7. Seluruh staf ruangan Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan,

khususnya kak Ester, yang telah membantu penulis mencari rekam medis yang bertumpuk banyaknya demi berlangsungnya penelitian.

8.Kedua orang tua penulis, Ayahanda Amir Simatupang dan Ibunda Santy Anggreini, yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada henti mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

9. Sahabat khusus penulis, Wennie Fransisca, yang selalu memberikan dukungan, doa, kasih sayang dalam hidup penulis dan juga dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah.

10.Adik penulis, Rico Andryan Simatupang, yang selalu memberikan semangat dan mendoakan penulis.

11.Rekan satu tim bimbingan penelitian Ikhsan Aidil, teman – teman peneliti terutama Sutrisno, Anderson Koman, Eric Gradiyanto Ongko yang telah

meluangkan waktu, saran dan kritik dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

12. Rekan – rekan mahasiswa FK USU stambuk 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis hasil penelitian ini masih

belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis hasil penelitian ini.

Medan, 07 Desember 2013

Penulis

Universitas Sumatera Utara


(8)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN ... ... i ABSTRAK

... ii ABSTRACT ... iii KATA

PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan Penelitian... 3 1.4. Manfaat Penelitian... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6 2.1. Demam Berdarah Dengue ... 6 2.1.1. Definisi ... 6 2.1.2. Epidemiologi ... 6 2.1.3. Etiologi ... 8 2.1.4. Patogenesis ... 9 2.1.5. Diagnosis ... 11 2.1.6. Karakteristik/Derajat ... 12 2.1.7. Manifestasi Klinis ... 14 2.1.8. Diagnosa Banding ... 18 2.1.9. Penatalaksanaan ... 19 2.1.10 Prognosis ... 25

Universitas Sumatera Utara


(9)

2.1.11. Komplikasi ... 26 2.1.12. Pencegahan... 26 2.2. Anak

... 27 2.3. Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan ... 27 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 28 3.1 . Kerangka Konsep Penelitian ... 28 3.2. Definisi

Operasional ... 28 BAB 4 METODE PENELITIAN ... 32 4.1. Jenis Penitian ... 32 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32 4.2.1. Waktu Penelitian ... 32 4.2.2. Tempat Penelitian ... 32 4.3. Populasi dan Sampel

... 32 4.3.1. Populasi Penelitian ... 32 4.3.2. Sampel Penelitian

... 33 4.4. Besar Sampel Penelitian ... 33 4.5. Teknik Pengumpulan Sampel... 33 4.6. Pengolahan dan Analisa Data ... 33 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34 5.1. Hasil penelitian ... 34 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34 5.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian ... 34 5.1.3. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak ... 35 5.1.4. Distribusi Proporsi Subjek Penelitian ... 36 5.2. Pembahasan

... 41 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN ... 44 6.1. Kesimpulan... 44

Universitas Sumatera Utara


(10)

6.2. Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue ... 12 Tabel 2.2. Fase Demam, Kritis dan Penyembuhan pada Dengue ... 17 Tabel 2.3. Diagnosa Banding Demam Dengue ... 18 Tabel 2.4. Kebutuhan cairan rumatan ... 21 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan gejala

... 35 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan tanda ... 35 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan tanda dan gejala lainnya ... 36 Tabel 5.4. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan kelompok umur

... 36 Tabel 5.5. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan jenis kelamin ... 37 Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan klasifikasi/derajat penyakit ... 37 Tabel 5.7. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan lama perawatan

... 38 Tabel 5.8. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan transfusi ... 38 Tabel 5.9. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan bulan rawatan ... 39 Tabel 5.10. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan outcome

... 40

Universitas Sumatera Utara


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1 . Transmisi Virus Dengue

... 8 Gambar 2.2. Hipotesis secondary heterologus infection ... 10 Gambar 2.3. Proses dan Derajat Infeksi Dengue ... 13 Gambar 2.4. Klasifikasi dengue dan derajat keparahan ... 14 Gambar 2.5. Proses Penyakit Dengue

... 15 Gambar 2.6. Manifestasi Klinis infeksi virus dengue ... 17 Gambar 2.7. Tatalaksana kasus tersangka DBD ... 20 Gambar 2.8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II ... 22 Gambar 2.9. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokons entrasi = 20% ... 23 Gambar 2.10. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV ... 24 Gambar 5.1. Jumlah Kasus DBD per Bulan tahun 2011 – 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan ... 40

Universitas Sumatera Utara


(13)

DAFTAR SINGKATAN

AST, ALT : Aspartate Aminotransferase, Alanine Aminotransferase C3a, C5a : Complement 3a dan 5a CNS : Central Nervous System CSS/CSF : Cairan Serebro Spinal / Cerebro Spinal Fluid CVP : Central Venous Pressure DBD/DHF : Demam Berdarah Dengue / Dengue Hemorrhagic Fever Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia DIC : Disseminated Intravascular Coagulation DSS/SSD : Dengue Shock Syndrome/Sindrom Syok Dengue ELISA :

Enzyme-Linked-Immunosorbent Serologic Assay GI : Gastrointestinal HCT : Hematocrit IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia IgG, IgM : Immunoglobulin G dan M ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas ITP : Immune Thrombocytopenic Purpura Menkes RI : Mentri Kesehatan Republik Indonesia PCR : Polymerized Chain Reaction USG : Ultrasonography WHO : World Health Organization WHO-SEARO : WHO South-East Asia Regional Office

Universitas Sumatera Utara


(14)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Formulir Pengambilan Data LAMPIRAN 2 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian LAMPIRAN 4 Surat Persetujuan Komisi Etik

LAMPIRAN 5 Hasil Analisis Data SPSS LAMPIRAN 6 Data Induk

Universitas Sumatera Utara


(15)

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi tropis yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sp. dan merupakan masalah yang serius di negara tropis terutama pada anak. Di Indonesia sendiri, kasus DBD masih tergolong tinggi meskipun angka kejadian semakin menurun setiap tahunnya. Penelitian ini merupakan jenis

penelitian deskriptif dengan metode total sampling yang bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012. Data diperoleh dengan melihat data dari rekam medis dan kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif. Jumlah sampel yang didapat adalah sebanyak 110 anak penderita DBD di RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran klinis DBD pada anak

berdasarkan gejala dan tanda klinis yang tersering masing – masing adalah demam (100%) dan petekie (73,6%). Distribusi proporsi anak penderita DBD yaitu : usia 10 – 14 tahun (37,3%), jenis kelamin perempuan (58,2%), DHF grade 2 (46,4%), lama perawatan paling sering 3 – 4 hari (36,4%), transfusi (8,18%), bulan rawatan tersering adalah Desember dimana 2011 (16,2%) dan 2012 (19%), Outcome yang di dapat 93,6% sembuh, dan terjadi penurunan angka kejadian dari tahun 2011 ke 2012 yaitu dari 68 menjadi 42 anak penderita DBD. Kesimpulan dari penelitian ini adalah demam dan petekie merupakan tanda dan gejala utama pasien DBD pada anak, dengan lama rawatan 3 – 4 hari. Disarankan peneliti di masa yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian dengan skala besar untuk mendapatkan gambaran klinis yang lebih luas tentang DBD.

Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, DBD, Anak, Gambaran Klinis

Universitas Sumatera Utara


(16)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious tropical disease transmitted by Aedes sp. mosquito and is a serious problem in tropical countries, especially in children. In Indonesia itself, DHF cases is still relatively high, although the incidence has declined every year. This research is a descriptive study by using total sampling method that aims to determine the clinical features of dengue hemorrhagic fever in children at RSUP H. Adam Malik Medan in Year 2011 – 2012. Data were collected from medical records and then analyzed with descriptive statistcs. The number of samples obtained at the hospital were 110 children with DHF. The results of this study indicate that the clinical features of DHF in children based on clinical signs and symptoms are the most common respectively were fever (100%) and petechiae (73.6%). Distribution of the proportion of children with DHF are: age 10 – 14 years old (37.3%), female gender (58.2%), DHF grade 2 (46.4%), duration of treatment most often 3 – 4 days (36.4%), transfusion (8.18%), the month of December which is the most common in 2011 (16.2%) and 2012 (19%), the outcome of patients who are cured is 93.6%, and there are declined in incidence from 2011 to 2012 which from 68 to 42 children with DHF. The conclusion of this study were fever and petechiae are the main signs and symptoms of DHF in children with duration of treatment 3 – 4 days. The researchers suggested future research should conduct large scale study to gain a broader clinical features of DHF.

Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, DHF, Children, Clinical Features

Universitas Sumatera Utara


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Demam dengue merupakan masalah kesehatan yang serius di negara tropis baik pada anak maupun orang dewasa. Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk (mosquito-borne) dari family Flaviviridae seperti Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan beberapa spesies Aedes lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dalam 50 tahun terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah meningkat 30 kali seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam dekade terakhir ini. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat 50 juta dari 2,5 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik terinfeksi virus dengue setiap tahunnya (WHO, 2009). Dengue merupakan penyebab demam kedua tertinggi setelah malaria (Shandera & Roig, 2013). WHO mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi ketiga setelah Vietnam dan Thailand di Asia Tenggara. Di Indonesia, 382 dari 508 kabupaten dan kota

merupakan daerah endemis DBD, sampai tahun 2009 tercatat 158.912 kasus. Pada tahun 2011 tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR : 0,80%) dimana penyebarannya semakin meluas serta menyerang tidak hanya pada anak – anak tetapi juga pada golongan umur yang lebih tua (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pada tahun 2008, angka kesakitan tertinggi terjadi pada Provinsi DKI Jakarta (303,5), Kalimantan Timur (174,6), dan Bali (170,1), sedangkan angka kematian tertinggi terjadi di Provinsi Maluku (3,66%), Kalimantan Barat (3,53%), dan Nusa Tenggara Timur (2,87%) dimana kasus

terbanyak menyerang anak – anak kelompok umur 5 – 14 tahun (Karyanti & Hadinegoro, 2009). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara kasus DBD pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011 dimana pada tahun 2011 jumlah

Universitas Sumatera Utara


(18)

kasus DBD di 33 kabupaten/kota di Sumut sebanyak 6.032 dengan 85 orang

meninggal. Sementara tahun 2012, jumlah kasusnya sebanyak 3.589 dengan 30 orang meninggal. Puncak DBD di Sumut terlihat pada tahun 2010 dimana kasus DBD mencapai 8889 penderita dan korban meninggal sebanyak 103 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013). Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat catatan kasus sebanyak 1.166 penderita dengan 4 orang meninggal di Kota Medan dimana telah mengalami penurunan dari tahun 2011 yang dilaporkan sebanyak 2.383 penderita dan 22 orang meninggal (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2013). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah kasus DBD yaitu perubahan iklim dan kelembaban udara, lingkungan fisik dan biologik, dan perilaku penduduk. Berdasarkan pengamatan terhadap pola penularan DBD di Indonesia, umumnya musim penularan DBD berlaku pada musim hujan (Iriani, 2012). Gejala klinis yang khas dari DBD adalah demam tinggi yang mendadak yang berlangsung selama 2 – 7 hari. Dalam pemeriksaan ditemukan petekie, pendarahan gusi, pembesaran hati, bahkan dapat menimbulkan gejala syok bila keadaan sudah memberat. Ciri khas dari DBD adalah hemokonsentrasi dimana terjadi penurunan cairan plasma di dalam darah yang menyebabkan darah menjadi kental. Hemokonsentrasi disebabkan oleh terjadinya kebocoran cairan ke daerah interstitial sehingga memungkinan terjadinya ascites, edema ataupun efusi pleura (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Depkes telah melakukan Program Pencegahan dan Pemberantasan DBD yang telah berlangsung lebih kurang 43 tahun (dimulai dari tahun 1968 sampai 2010) dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan (Menkes RI, 2012). Salah satu kegiatan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui Kegiatan 3M Plus (Menguras , Menutup , Mengubur ditambah dengan penggunaan Larvasida, memelihara ikan, dan mencegah gigitan

Universitas Sumatera Utara


(19)

nyamuk) (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit rujukan di Provinsi Sumatera Utara tercatat kasus DBD pada tahun 2012 adalah sebanyak 149 pasien dengan kategori umur <14 tahun sebanyak 37 pasien dan umur 15 – 24 tahun sebesar 51 pasien. Pada tahun 2011 kasus DBD dengan usia <14 tahun sebanyak 66 pasien dan umur 15 – 24 tahun sebanyak 74 pasien. Sedangkan kasus DBD anak tahun 2009 sebanyak 86 pasien, 2010 sebanyak 93 pasien. Berdasarkan fakta – fakta di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran klinis

penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP Haji Adam Malik yang terletak di Kota Medan. 1.2Rumusan Masalah Uraian ringkas dari latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi

peneli ti untuk merumu skan pert an yaan pen eli ti an ya it u “ Ba gaim ana gambaran klinis penderita Demam Berdarah Dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012? ”.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran klinis penderita Demam Berdarah Dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 - 2012 berdasarkan tanda dan gejala.

2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012 berdasarkan sosio demografi (umur dan jenis kelamin).

Universitas Sumatera Utara


(20)

3.Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 - 2012 berdasarkan klasifikasi/derajat.

4. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012 berdasarkan lama perawatan.

5.Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012

berdasarkan transfusi.

6.Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012

berdasarkan bulan rawatan.

7. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011 – 2012 berdasarkan outcome.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Masyarakat Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran tentang penyakit DBD dan cara pencegahan sehingga mengurangi insidensi terjangkitnya virus dengue. 1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan Dapat memberikan informasi mengenai angka morbiditas dan mortalitas yang dapat berguna dalam pengembangan program pencegahan maupun pelayanan kesehatan bagi penderita DBD. 1.4.3 Bagi Peneliti Diharapkan dapat menjadi pembelajaran sehingga menambah pemahaman dan wawasan dalam melakukan penelitian di bidang kesehatan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam praktik keseharian.

Universitas Sumatera Utara


(21)

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu referensi serta masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


(22)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Demam Berdarah Dengue 2.1.1 Definisi Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh arthropodborne viruses dengan karakteristik demam bifasik, nyeri otot dan sendi, ruam kulit, leukopenia, dan limfadenopati. Dengue hemorrhagic fever adalah demam dengue dengan kondisi hemoragik seperti

trombositopenia, hemokonsentrasi dan dalam beberapa kasus – kasus yang parah, protein-losing shock syndrome (dengue shock syndrome). Kondisi ini dipercaya memiliki hubungan basis imunopatologis (Halstead, 2011;Dorland, 2012). 2.1.2 Epidemiologi Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (IDAI, 2012). Dalam 50 tahun terakhir, tercatat insidens kasus demam berdarah dengue telah

meningkat 30 kali seiring dengan perkembangan dan pertambahan penduduk dari kota ke desa dalam dekade terakhir ini. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya terdapat 50 juta dari 2,5 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik terinfeksi virus dengue setiap tahunnya (WHO, 2009). Dengue merupakan penyebab demam kedua tertinggi setelah malaria (Shandera & Roig, 2013). Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika dan hiperendemis di Thailand (WHO, 1997;Bajaj et al., 2011). Demam berdarah dengue kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun (Witayathawornwong et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara


(23)

Anak golongan usia 10 – 15 merupakan golongan umur tersering menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50% penderita DBD merupakan golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko menderita DBD dibandingkan anak laki - laki (Dhooria et al., 2008;IDAI, 2012) namun dalam penelitian di Indonesia didapati laki – laki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan perempuan (Karyanti & Hadinegoro, 2009) dengan perbandingan 1,4:1 dikarenakan nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 – 12.00 dan 15.00 – 17.00, pada jam tersebut anak-anak biasanya bermain di luar rumah (Hartoyo, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host, serotipe virus atau genotype, sekuens infeksi virus, perbedaan antibodi crossreactive dengue, dan respons sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor risiko untuk mortalitas pada demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan penurunan imunitas sebagai faktor risiko untuk fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal dapat terjadi seiring dengan pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam dengue dengan perdarahan dan DBD mengalami peningkatan (Tantawichien, 2012).

Universitas Sumatera Utara


(24)

Gambar 2.1. Transmisi virus Dengue Sumber : WHO (1997) 2.1.3Etiologi Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DEN-2 dan DEN-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap serotipe lain (Kariyawasam, Senanayake, 2010). Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat (IDAI, 2012).

Universitas Sumatera Utara


(25)

Vektor dari virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti and Aedes albopictus (Ford-Jones & Artsob, 2003). Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari (WHO, 2009). 2.1.4Patogenesis Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis dan keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel dendritik, makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang terinfeksi memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang selanjutnya mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi endotelial. Disfungsi endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas pembuluh yang kemudian menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga peritonium, dan syok. Sel endotelial juga dirangsang untuk menimbulkan respons imun yang mengakibatkan permeabilitas vaskular meningkat (Malavige & Ogg, 2012). Menurut IDAI (2012), patogenesis DHF belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung seperti heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun (IDAI, 2012). Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD (Ginting, 2004)

Universitas Sumatera Utara


(26)

Gambar 2.2. Hipotesis secondary heterologus infection. Sumber : Ginting (2004).

Menurut hipotesis infeksi sekunder (gambar 2.2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan

peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa (WHO, 1997).

Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk penyakit lebih berat (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog

nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi o lek sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel, destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif (Kariyawasam & Senanayake, 2010).

Universitas Sumatera Utara


(27)

2.1.5Diagnosis Menurut WHO 1997 yang dikutip oleh Suhendro 2009 dan IDAI 2012, kriteria diagnosis DBD ditegakkan melalui 2 kriteria :

A.Kriteria Klinis 1)Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari 2)Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:

a)Petekie, ekimosis, atau purpura b)Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),

atau perdarahan dari tempat lain. c) Hematemesis dan atau melena

3)Pembesaran hati 4)Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai penurunan

tekanan nadi (=20 mm H g), tek anan d arah m enur un (tekanan sistolik =80 mm Hg) disertai ku li t yan g terab a dingin d an lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

B.Kriteria Laboratorium 1)Trombos it openia (=100.000/ ul ) 2)Terdapat peningkatan hematokrit = 20% dibandingkan dengan nilai

hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. 3)Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia. Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD (IDAI, 2012). Tes serologis, kultur viral dari plasma (50% sensitif pada ke 5) (Levin & Weinberg, 2009), pemeriksaan IgM dengan ELISA (Sondheimer, 2008), titer antibodi IgG yang meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan PCR terhadap virus dengue dapat membantu penegakan diagnosa pasien DBD. Pada penderita DBD dengan enchepalitis, harus di periksa CSS/CSF untuk membantu diagnosa (American Academy of Pediatrics, 2007).

Universitas Sumatera Utara


(28)

Pemeriksaan Kadar AST dan ALT juga diperlukan karena berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi kadar AST dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih tinggi

dibandingkan kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1 (Darajat et al., 2008). Pada beberapa kasus dapat ditemukan leukopenia (Sondheimer, 2008).

2.1.6 Karakteristik / Derajat WHO 1975 yang dikutip dari Suhendro 2009 dan IDAI 2012 membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat : Tabel 2. 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue (Suhendro et al, 2009;IDAI, 2012).

DF/DHF Derajat Tanda dan gejala Laboratorium** DF Demam dengan 2 tanda :

฀ Sakit kepala ฀ Nyeri Retro-orbital ฀ Mialgia ฀ Artralgia/nyeri tulang ฀ Ruam ฀ Manifestasi pendarahan ฀ Tidak ada bukti kebocoran plasma

DHF I Demam dan manifestasi pendarahan (uji torniquet positif) dan terdapat bukti kebocoran plasma

DHF II Gejala seperti di Grade I ditambah dengan perdarahan spontan

DHF* III Gejala seperti di Grade I atau II ditambah kegagalan sirkulasi (nasi melemah, tekanan n ad i sempi t (= 20 mmHg), hipotensi disertai kulit dingi, lembab dan ppasien menjadi gelisah)

DHF* IV Seperti di Grade III ditambah ditemukannya syok berat dengan tekanan darah dan nadi tidak teraba

฀ Leu k op en i a (Leu k osi t = 5 000 sel/mm 3

). ฀ Trombositopenia (jumlah trombosit

฀ 150.000 sel/mm3

). ฀ Peningkatan hematokrit (5% - 10%). ฀ Tidak ada bukti kehilangan plasma

Trombositopenia ฀ 100.000 sel/mm 3 ; HC T men i n gk at =20 %

3 Trombositopenia ฀ 100.000 sel/mm ; HC T men i n gk at =20 %

3 Trombositopenia ฀ 100.000 sel/mm ; HC T men i n gk at =20 %

Trombositopenia ฀ 100.000 sel/mm 3 ; HC T men i n gk at =20 %

*DHF derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue/Dengue Shock Syndrome (SSD/DSS) **Serologi Dengue Positive ditemukan pada semua derajat

Universitas Sumatera Utara


(29)

Gambar 2.3. Proses dan Derajat Infeksi Dengue. Sumber : WHO (1997).

Berdasarkan kelemahan dari kriteria sebelumnya maka WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue :

Universitas Sumatera Utara


(30)

Gambar 2.4. Klasifikasi dengue dan derajat keparahan Sumber : WHO (2009)

2.1.7Manifestasi Klinis WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis demam dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery. A.Fase I – Fase Demam

Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan muntah sering terjadi dan dapat sulit

dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal. Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kepastian dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis. hidung dan gusi) dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan

gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat

Universitas Sumatera Utara


(31)

membesar dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue (WHO, 2009). Tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan antara severe dan non severe dengue sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase perkembangan ke fase kritis (WHO, 2009).

Gambar 2. 5. Proses Penyakit Dengue. Sumber : WHO (2009).

B.Fase II – Fase Kritis Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3 – 7 namun temperatur sedikit menurun yaitu 37.5 – 38

o

C atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang

Universitas Sumatera Utara


(32)

meningkat. Periode kebocoran plasma berlangsung selama 24 – 48 jam (WHO, 2009). Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung trombosit

mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki keadaan tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma tersebut. Maka foto thorax dan USG abdomen dapt digunakan sebagai alat bantu diagnosa. Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat digunakan sebagai acuan melihat derajat keparahan kebocoran plasma (WHO, 2009). Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama, menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis, dan

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) (WHO, 2009).

C.Fase III – Fase Penyembuhan/Recovery Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana keadaan umum akan membaik, nafsu makan bertambah, gejala

gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini (WHO, 2009). Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun fase recovery yang dapat dikaitkan d engan edema paru atau gagal jantung kongestif (WHO, 2009).

Universitas Sumatera Utara


(33)

Tabel 2.2. Fase Demam, Kritis dan Penyembuhan pada Dengue (WHO, 2009).

Menurut WHO-SEARO manifestasi klinis berdasarkan gambar 4 dibawah ini.

Gambar 2. 6. Manifestasi Klinis infeksi virus dengue.

Sumber : WHO SEARO (2011). Pada balita, anak – anak dan dewasa yang pertama kali terinfeksi virus dengue (mis. infeksi dengue primer) akan menimbulkan gejala demam yang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam

makulopapular dapat timbul bersamaan dengan demam ataupun setelah demam turun. Ruam yang bersamaan dengan demam hanya berbentuk makula, bersifat menyeluruh dan berubah pucat jika ditekan sedangkan ruam setelah demam turun bersifat makulopapular pada seluruh tubuh dan tidak terdapat pada telapak tangan dan kaki (Gruskin, 2010). Gejala ISPA dan GI sangat umum terjadi pada penderita ini (Bajaj et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


(34)

Lelah, sakit pada retro– orbital, mialgia, dan atralgia juga dirasakan pada penderita DBD (Polin & Ditmar, 2011;Green et al., 2005). 2.1.8Diagnosa Banding Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari – hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) yang disertai demam (IDAI, 2012). Diagnosa banding DBD juga dapat dilihat terhadap kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis (Suhendro et al., 2009). Tabel 2.3. Diagnosa Banding Demam Dengue (WHO, 2009).

Kondisi mirip dengan fase demam Flu-like syndromes Influenza, measles, Chikungunya, infectious

mononucleosis , HIV seroconversion illness Illnesses with a rash Rubella, measles, scarlet fever, meningococcal

infection, Chikungunya, drug reactions Diarrhoeal diseases Rotavirus, other enteric infections Illnesses with neurological manifestations Meningo/encephalitis Febrile seizures Kondisi mirip fase kritis Infectious Acute gastroenteritis, malaria, leptospirosis,

typhoid, typhus, viral hepatitis, acute HIV

seroconversion illness, bacterial sepsis, septic shock

Malignancies Acute leukaemia and other malignancies Gambaran Klinis lainnya Akut abdomen

฀Apendisitis akut ฀ Kolesititis akut ฀ perforated viscus

Diabetik ketoasidosis Laktat asidosis

Leucopenia dan trombositopenia ฀ pendarahan Gangguan trombosit Gagal ginjal

Respiratory Distress (Ku ssmau l’s b reath in g) Sistemik Lupus Eritematosus

Universitas Sumatera Utara


(35)

Namun Diagnosa banding DBD WHO pada Asia Tenggara memiliki perbedaan karena dikhususkan untuk Asia Tenggara Menurut WHO SEARO (2011), diagnosa banding yang dikhususkan untuk Asia Tenggara adalah :

฀ Arboviruses : Chikungunya virus (paling sering disalah diagnosa sebagai dengue di Asia Tenggara).

฀ Penyakit virus lainnya : Measles; rubella dan viral exanthems lainnya; Epstein-Barr Virus (EBV); enteroviruses; influenza; hepatitis A; Hantavirus.

฀ Penyakit bakteri : Meningococcaemia, leptospirosis, typhoid, meliodosis, penyakit rickettsia, demam scarlet.

฀Penyakit parasit : Malaria.

2.1.9Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda – tanda syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012). Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue (IDAI, 2012). Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik, sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan

Universitas Sumatera Utara


(36)

tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut (IDAI, 2012) .

Gambar 2.7. Tatalaksana kasus tersangka DBD.

Sumber : IDAI (2012).

Universitas Sumatera Utara


(37)

Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi, anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80 – 100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan

antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena (IDAI, 2012). Tabel 2.4. Kebutuhan cairan rumatan (IDAI, 2012).

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml) 10 100xkgBB 10-20 1000+50xkgBB(diatas 10kg) >20 1500+20xkgBB(diatas 20kg) Indikasi diberikan cairan intravena apabila a.Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi b. Nilai

hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala. Pemberian cairan pengganti volume yang berlebihan setelah perembesan berhenti dapat mengakibatkan edema paru begitu juga pada masa konvalesens dimana terjadi reabsorbsi cairan

ekstravaskular akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan tetap diberikan (IDAI, 2012). Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah larutan ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin dsb. Darah, Fresh Frozen Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk

mengkoreksi koagulopati. Cairan yang mengandung glukosa tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan

memperburuk cedera serebral iskemik (Darwis, 2003). Pada pasien DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit dilakukan intervensi sesuai dengan gambar 2.8. Perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari

Universitas Sumatera Utara


(38)

untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Apabila sudah didapati

perbaikan klinis dan laboratoriu m, anak dapat pulang jika memenuhi kriteria (IDAI, 2012).

Gambar 2.8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II

Sumber : IDAI (2012) Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi,

Universitas Sumatera Utara


(39)

jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (IDAI, 2012). Pemberian cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi

membaik (IDAI, 2012). Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan perfusi jaringan membaik (IDAI, 2012).

Gambar 2.9. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokons entrasi = 20% . Sumber : IDAI (2012) Pada pasien syok,

pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan dengan menggunakan masker. Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan

Universitas Sumatera Utara


(40)

manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%) tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Tatalaksana DBD derajat III & IV selanjutnya dapat dilihat di gambar 2.9. (IDAI, 2012) .

Gambar 2.10. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV Sumber : IDAI (2012)

Universitas Sumatera Utara


(41)

Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat tekanan darah apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin apabila didapati >1ml/kgBB/jam maka diberikan tetesan rumatan, apabila <1ml/kgBB/jam dan anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan lebih dari 50-100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP <10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat

diteruskan. Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida, atropin, atau dobutamin (Darwis, 2003). 2.1.10Prognosis Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011). Keparahan terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat

mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah (Levin & Weinberg, 2009). Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit (Citraresmi et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


(42)

2.1.11Komplikasi Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya. Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam (Halstead, 2011) . Pada usia 1 – 4 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang demam (IDAI, 2012). Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok (Levin & Weinberg, 2009).

2.1.12 Pencegahan

Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi penyebaran penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda adanya demam tinggi disertai ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai saat ini belum tersedia

sehingga dilakukan tindakan pencegahan berupa pengendalian vektor nyamuk Aedes sp.. Ada beberapa cara yang dianjurkan WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga sanitasi air, pengurangan sampah di sekitar wilayah rumah ataupun di dalam rumah (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Depkes sendiri telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik – jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan

profesionalisme pelaksana program (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008). Kegiatan yang paling utama dalam menanggulangi peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M

Universitas Sumatera Utara


(43)

(Menguras – Menutup – Mengubur). Program ini kemudian berkembang menjadi PSN 3M Plus yaitu dengan digunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008).

2.2 Anak Menurut WHO, Asiosiasi perlindungan anak dan Undang – undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai individu dengan umur di bawah 18 tahun dihitung dari sejak di dalam masa kandungan. Adapun klasifikasi anak – anak adalah sebagai berikut :

a)Infant/Baby : umur 0 – 1 tahun b) Toddler : umur 1 – 3 tahun c)

Preschooler : umur 3 – 5 tahun d) Kindergartener : umur 5 – 7 tahun e) Children : umur 8 – 10 tahun f)Pre – teen : 10 – 12 tahun g)Teenager : 12 – 18 tahun

2.3Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan untuk Sumatera Utara, dan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.

Universitas Sumatera Utara


(44)

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian, latar belakang, dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 3.2 Definisi Operasional Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional sebagai berikut :

Gambaran Klinis Demam

Berdarah Dengue Pada Anak ฀

Tanda dan Gejala 1.Demam 2. Petekie 3. Hepatomegali 4. Syok

Distribusi Proporsi Berdasarkan 1.Sosio Demografi (Umur & Jenis Kelamin) 2. Klasifikasi/derajat 3. Lama Perawatan 4. Transfusi 5.Bulan rawatan 6.Outcome

Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan

1. Gambaran Klinis adalah keluhan yang dirasakan oleh penderita serta tanda yang tampak pada penderita demam berdarah dengue sesuai dengan yang tertulis di rekam medis

Universitas Sumatera Utara


(45)

2.Tanda dan Gejala ฀ Definisi operasinal : kelainan yang terlihat atau timbul akibat

penyakit DBD ฀ Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan gejala demam dan tanda berupa

petekie, hepatomegali, syok ฀

Skala pengukuran : nominal

3.Demam adalah peningkatan temperatur tubuh di atas batas normal (>38

o

C). 4.Petekie adalah manifestasi perdarahan pada kulit berupa bintik – bintik

merah akibat gangguan permeabilitas pembuluh darah. 5. Hepatomegali adalah pembesaran hati yang dapat di raba. 6.Syok adalah tanda dari adanya gangguan perfusi oksigen di dalam tubuh.

Syok yang dimaksud dalam penderita DBD adalah syok hipovolemik yang disebabkan oleh berkurangnya cairan plasma tubuh secara berlebihan. 7.Umur ฀Definisi operasinal : usia penderita saat menderita DBD yang tercatat

di rekam medis. Menurut undang – undang tentang perlindungan anak dikatakan anak yaitu berusia di bawah 18 tahun termasuk anak dalam kandungan.

฀Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan kelompok Umur (0-1 tahun, 2-5

tahun, 6-9 tahun, 10-14 tahun, 15-18 tahun) ฀

Skala pengukuran : rasio

Universitas Sumatera Utara


(46)

8.Jenis Kelamin ฀ Definisi operasinal : sifat jasmani dan rohani yang membedakan diri

seseorang. Pada penelitian ini jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki – laki dan perempuan

฀Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan jenis kelamin (laki – laki dan

perempuan) ฀ Skala pengukuran : nominal

9.Klasifikasi / Derajat Penyakit ฀ Definisi operasinal : pengelompokkan penyakit dari tingkat

keparahan penyakit DBD. ฀ Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀

Hasil ukur : distribusi berdasarkan derajat I – IV. ฀ Skala pengukuran : ordinal

10.Lama Perawatan ฀ Definisi operasinal : berapa lama pasien di rawat mulai dari

masuknya pasien ke rumah sakit hingga keluarnya pasien dari rumah sakit.

฀ Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan lamanya rawat inap (0 hari, 1-2

hari, 3-4 hari, 5-6 hari, = 7hari) ฀

Skala pengukuran : rasio

Universitas Sumatera Utara


(47)

11.Transfusi ฀ Definisi operasinal : tindakan yang dilakukan terhadap penyakit DBD

berupa pemberian packed red cell (PRC), fresh frozen plasma (FFP), dan atau trombosit.

฀ Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan apakah dilakukan atau tidak ฀Skala pengukuran : nominal

12.Bulan Rawatan ฀ Definisi operasinal : bulan penanggalan saat pasien dirawat ฀ Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀ Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan bulan Januari hingga Desember ฀ Skala pengukuran : nominal

13.Outcome ฀ Definisi operasinal : kondisi pasien saat hari terakhir dirawat ฀

Cara ukur : mencatat data rekam medis ฀Alat ukur : data rekam medis ฀ Hasil ukur : distribusi berdasarkan apakah pasien sembuh atau

meninggal ฀ Skala pengukuran : nominal

Universitas Sumatera Utara


(48)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan crosssectional retrospective (studi potong lintang retrospektif), dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan (point time approach) (Notoatmodjo, 2010). 4.2Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1Waktu Penelitian Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013. Pemilihan waktu penelitian dengan

mempertimbangkan waktu, dana dan sumberdaya. 4.2.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di poliklinik anak dan instalasi rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data di poliklinik anak dan hasil rekam medis yang didiagnosis dengan DBD di RSUP H. Adam Malik. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut karena RSUP H. Adam Malik

merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan dari wilayah provinsi Sumatera Utara dan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. 4.3 Populasi dan

Sampel 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang didiagnosis menderita DBD di poliklinik anak dan ruang rawat inap anak RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan rekam medis tahun 2011 – 2012.

Universitas Sumatera Utara


(49)

4.3.2Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah seluruh subjek populasi penelitian yang didiagnosa menderita DBD di poliklinik anak dan ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan rekam medis tahun 2011 – 2012. 4.4 Besar Sampel Penelitian Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling, yaitu seluruh pasien yang didiagnosa menderita DBD berdasarkan rekam medis tahun 2011 – 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan. Maka besar sampel ada sekitar 110 orang. 4.5Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder penderita DBD dari status bagian rekam medis maupun data di poliklinik anak. Data sekunder yang diambil dari RSUP H. Adam Malik Medan adalah rekam medis tahun 2011 – 2012. 4.6Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diolah dengan menggunakan komputer. Data yang diperoleh, berupa berapa anak yang menderita DBD, distribusi menurut umur, jenis kelamin, tanda dan gejala, derajat penyakit, lama perawatan, transfusi, bulan rawatan, dan outcome dianalisis dengan

menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi yang diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for Social Science) for windows.

Universitas Sumatera Utara


(50)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17,

Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit Tipe A sesuai dengan SK Menkes No.

355/Menkes/SK/VII/1990. RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 pada tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan meneliti data – data yang diambil dari rekam medis anak penderita demam berdarah di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2012. Pada Penelitian ini didapati sampel kasus sebanyak 110 anak yang didiagnosa menderita demam berdarah yang mendapat rawatan inap ataupun berobat jalan.

Universitas Sumatera Utara


(51)

5.1.3Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak Tabel 5.1. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan gejala

Gejala Klinis Ya Tidak n % n % Demam 110 100 0 0

Mual 5 4,5 105 95,5 Muntah 36 32,7 74 67,3 Mual Muntah 34 30,9 76 69,1 Sakit Kepala 15 13,6 95 86,4 Sakit Sendi 15 13,6 95 86,4 Sakit Kepala+Sendi 11 10 99 90 Sakit Kepala+Sendi+RetroOrbital 1 0,9 109 99,1

Berdasarkan gejala klinis pada tabel diatas, didapati semua subjek penelitian menderita demam (100%), diikuti dengan keluhan muntah(32,7%) serta mual muntah (30,9%). Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diatas.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan tanda

Tanda Klinis Ya Tidak n % n % Petekie 81 73,6 29 26,4

Kejang 3 2,7 107 97,3 Hepatomegali 27 24,5 83 75,5 Syok 5 4,5 105 95,5 Epistaksis 7 6,4 103 93,6 Perdarahan Gusi 1 0,9 109 99,1 Melena 17 15,5 93 84,5 Epistaksis+Melena 3 2,7 107 97,3 Epistaksis+Perdarahan Gusi 1 0,9 109 99,1 Epistaksis+Perdarahan Gusi+Melena 6 5,5 104 94,5

Universitas Sumatera Utara


(52)

Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 81 orang (73,6%) didapati tanda klinis berupa petekie yaitu bintik merah pada daerah kulit baik sebagai keluhan ataupun dalam uji torniquet positif. Sedangkan tanda pendarahan gusi didapati hanya terdapat pada 1– 2 orang (0,9– 1,8 %). Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diatas. Tabel 5.3. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan tanda dan gejala lainnya

Tanda dan Gejala Ya Tidak n % n % Batuk 10 9,1 100 90,9

Nyeri Perut Sekitar Ulu Hati 21 19,1 89 80,9 Oral Trush 1 0,9 109 99,1 Penurunan Kesadaran 1 0,9 109 99,1 Ruam Makulopapular 2 1,8 108 98,2 Ascites 3 2,7 107 97,3 Mengigil 2 1,8 108 98,2 Sakit Menelan 2 1,8 108 98,2

Dari tabel diatas, didapati keluhan nyeri perut sekitar ulu hati dialami oleh 21 orang (19,1%) diikuti dengan keluhan batuk 10 orang (9,1%). Penurunan kesadaran dan tanda lainnya sangat jarang dijumpai atau tidak dijumpai sama sekali. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diatas.

5.1.4 Distribusi Proporsi Subjek Penelitian Tabel 5. 4. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan kelompok umur

Umur (tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 0 – 1 10 9,1

2 – 5 24 21,8 6 – 9 28 25,5

10 – 14 41 37,3 15 – 18 7 6,4

Total 110 100

Universitas Sumatera Utara


(53)

Berdasarkan kelompok umur pada tabel diatas, penderita demam berdarah dengue pada anak tertinggi terdapat pada kelompok umur 10 – 14 tahun yaitu sebesar 37,3% diikuti dengan kelompok umur 2 – 5 tahun dan 6 – 9 tahun yaitu masing – masing sebesar 21,8% dan 25,5%. Sedangkan kelompok dengan penderita DBD terkecil terdapat pada usia 15 – 18 orang yaitu 6,4%. Tabel 5.5. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%) Laki – laki 46 41,8

Perempuan 64 58,2 Total 110 100

Berdasarkan jenis kelamin pada tabel diatas, sebagian besar subjek penelitian adalah perempuan, yaitu berjumlah 64 orang (58,2%) dan yang berjenis kelamin laki – laki berjumlah 46 orang (41,8%).

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan klasifikasi/derajat penyakit

Derajat Penyakit Jumlah (Orang) Persentase (%) DF 21 19,1

DHF Grade 1 19 17,3 DHF Grade 2 51 46,4 DHF Grade 3 15 13,6 DHF Grade 4 4 3,6

Total 110 100

Dilihat dari derajat penyakit penderita demam berdarah dengue pada anak yang tertera pada tabel diatas, DHF Grade 2 merupakan yang tertinggi sebanyak 51 orang (46,4%) dan diikuti dengan DF dan DHF Grade 1 sebanyak 21 orang (19,1%) dan 19 orang (17,3%).

Universitas Sumatera Utara


(54)

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan lama perawatan

Lama Rawatan(Hari) Jumlah (Orang) Persentase (%) 0 21 19,1

1 – 2 5 4,5 3 – 4 40 36,4 5 – 6 27 24,5

=7 15 13,6 Total 110 100

Berdasarkan lama perawatan pada tabel diatas, pasien anak dengan lama rawatan 3 – 4 hari merupakan yang tertinggi yaitu 40 orang (36,4%) sedangkan pasien yang dirawat 1 – 2 hari hanya 5 orang (4,5%). Tabel 5.8. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan transfusi

Jenis Transfusi Jumlah (Orang) Persentase (%) PRC 2 1,8

FFP 3 2,7 Trombosit 4 3,6

Ditinjau dari terapi berupa transfusi yang tertera pada tabel diatas, hanya 9 orang (8,18%) penderita DBD yang mendapatkan transfusi sel darah merah dan

komponen darah dengan rincian berupa PRC sebanyak 2 orang (1,8%), FFP sebanyak 3 orang (2,7%), dan Trombosit sebanyak 4 orang (3,6%).

Universitas Sumatera Utara


(55)

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan bulan rawatan

Bulan Rawatan 2011 2012

n % n % Januari 8 11,8 1 2,4

Februari 6 8,8 6 14,3 Maret 2 2,9 7 16,7 April 0 0 2 4,8

Mei 3 4,4 0 0 Juni 4 5,9 3 7,1 Juli 9 13,2 4 9,5

Agustus 3 4,4 4 9,5 September 7 10,3 2 4,8

Oktober 5 7,4 3 7,1 November 10 14,7 2 4,8 Desember 11 16,2 8 19

Total 68 100 42 100

Sesuai dengan tabel diatas, didapati penderita DBD pada anak di tahun 2011 sebanyak 68 orang dengan bulan Desember merupakan bulan dengan kasus

terbanyak yaitu 11 orang (16,2%) diikuti dengan bulan November dan Januari yang masing – masing sebanyak 10 orang (14,7%) dan 8 orang (11,8%) serta tidak ditemukan adanya pasien pada bulan April. Sedangkan pada tahun 2012 didapati penderita DBD sebanyak 42 orang dengan rincian bulan Desember dengan kasus terbanyak sebesar 8 orang (19%) diikuti bulan Maret dan Februari masing – masing 7 orang (16,7%) dan 6 orang (14,3%) serta tidak ditemukannya pasien pada bulan Mei. Data lebih jelas dapat dilihat juga pada grafik pada gambar 5.1. dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara


(56)

10 11 12

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2011 2012

Gambar 5.1. Jumlah Kasus DBD per Bulan tahun 2011 – 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan Berdasarkan grafik pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah dari tahun 2011 ke tahun 2012 yang ditampilkan

perbulan. Dari grafik jelas terlihat bahwa Desember merupakan angka kejadian tertinggi pada kedua tahun dan terlihat juga jumlah kasus meningkat menjelang musim hujan dan menurun menjelang musim kemarau. Tabel 5.10. Distribusi frekuensi penderita demam berdarah dengue berdasarkan outcome

Outcome Jumlah (Orang) Persentase (%) Sembuh 103 93,6

Meninggal 7 6,4 Total 110 100

Berdasarkan Outcome yang terdapat pada tabel diatas, pasien yang meninggal didapati sebesar 7 orang (6,4%), sedangkan sebesar 103 orang (93,6%) lainnya dinyatakan sembuh.

Unive rsitas Suma tera

Universi tas Sumater a Utara


(57)

5.2Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 – 2012. Sebagai hasilnya, dari 110 sampel yang diteliti, mayoritas kasus terjadi pada kelompok umur 10 – 14 tahun yaitu sebanyak 41 orang (37,3%) dan kelompok umur 6 – 9 tahun sebanyak 28 orang (25,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan kategori umur 5 – 14 tahun merupakan kelompok umur paling banyak menderita DBD (Karyanti & Hadinegoro, 2009). Hal ini juga

dikarenakan kelompok usia 10 – 14 tahun kerap sering bermain di luar pada siang hari pukul 15.00 – 17.00 dimana nyamuk Aedes sp. aktif mengigit (Hartoyo, 2008). Mayoritas kasus DBD terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 64 orang (58,2%). Hal ini diasumsikan karena perempuan lebih sering berada di rumah dan nyamuk Aedes aegypti bersifat endofilik (lebih suka hinggap/istirahat di dalam rumah) dan endofagik (lebih suka mengigit di dalam rumah) sedangkan nyamuk Aedes albopictus bersifat eksofilik dan eksofagik sehingga memungkinkan anak – anak yang bermain di luar dapat terkena nyamuk ini. Ada juga penelitian yang mengatakan perempuan lebih beresiko diakibatkan dinding kapiler lebih cenderung meningkatkan permeabilitas kapiler (Nopianto, 2012). Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh

Hartoyo(2008), insidensi pada laki – laki 1,2 – 1,5 kali lebih besar daripada perempuan. Dilihat dari manifestasi klinis yang didapat, lebih sering dijumpai keluhan demam (100%) dan petekie (73,6%). Hal ini di sebabkan pada penderita DBD, pasien diawali dengan keluhan demam dimana berkisar antara 3 – 7 hari yang kemudian diikuti dengan munculnya bintik – bintik kemerahan baik berupa

pemeriksaan luar ataupun dengan menggunakan tes uji torniquet (WHO, 2009). Pada penelitain di Mumbai juga didapati semua pasien pasti mengalami demam, beberapa muntah dan tanda yang paling umum adalah hepatomegali (Joshi & Baid, 2011). Tanda hepatomegali (24,5%) dan keluhan nyeri perut (19,1%) yang didapat

merupakan keluhan yang mengawali tanda terjadinya syok (IDAI, 2012). Derajat penyakit DBD didapati pasien paling banyak pada DHF grade 2 sebanyak 51 orang (46,4%). Hal ini mungkin dikarenakan pada stage DF dan

Universitas Sumatera Utara


(58)

DHF grade 1, orang tua pasien sering tidak siaga dalam tanda – tanda penyakit DBD. Hal ini mungkin dikarenakan karena demam pada DF dan DHF grade 1, orang tua hanya memberikan terapi dengan obat bebas. Sehingga hal inilah yang

memungkinkan ketika dibawa ke rumah sakit sudah masuk ke grade 2. Mayoritas penderita DBD dirawat inap atau diopname dimana didapati sekitar rentang 3 – 4 hari yaitu sebesar 40 orang (36,4%) dan 5 – 6 hari yaitu sebesar 27 orang (24,5%). Hal ini kemungkinan berhubungan dengan teori dimana fase kritis dimulai pada hari ke-3 hingga hari ke-6 sehingga memungkinkan pasien untuk di pantau terus keadaan umumnya supaya tidak jatuh kedalam keadaan syok (WHO, 2009). Sedangkan penderita yang tidak melakukan opname/rawat inap yang disebut sebagai rawat jalan atau hanya dirawat 1 – 2 mungkin didasari atas pertimbangan pribadi dokter yang memberi konsultasi bahwa pasien tersebut tidak memerlukan evaluasi lebih lanjut. Diliat dari insiden tahun 2011 – 2012, didapati penurunan insiden pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Dengan rincian perbulan dilihat pada gambar 5.1. Pada tahun 2011 ditemukan insiden mulai menurun pada bulan April dan semakin meningkat setiap bulannya hingga mengalami puncak pada bulan Desember yaitu sebesar 11 dari 68 orang(16,2%), begitu juga pada tahun 2012 insiden menurun pada bulan Mei dan semakin meningkat setiap bulan hingga mengalami puncak di bulan Desember juga sebesar 8 dari 42 orang(19%). Tidak hanya demikian, kasus pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan tajam pada bulan Juli yaitu sebesar 9 dari 68 orang(13,2%) sedangkan pada tahun 2012 kasus meningkat tajam pada bulan

Februari hingga Maret yaitu 6 dan 7 dari 42 orang (14,3% dan 16,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan tentang curah hujan berpengaruh transmisi penularan penyakit. Musim yang paling sering menyebabkan kejadian DBD adalah musim hujan yaitu pada bulan Oktober hingga Maret. Musim hujan sangat identik dengan air bersih yang tergenang yang merupakan tempat bagi nyamuk Aedes sp. untuk berkembang biak. Meskipun ada beberapa kasus dijumpai meningkat pada bulan bukan musim hujan seperti bulan Mei (Kamaruddin & Sungkar, 2013). Hal ini dapat disebabkan oleh faktor perilaku individu dimana meliputi kebersihan lingkungan sekitar rumah seperti

Universitas Sumatera Utara


(59)

tidak melakukan kegiatan 3M. Pada penelitian sendiri di tahun 2011 didapati kasus meningkat dari bulan Mei hingga Desember dan turun menjelang bulan Januari, sedangkan tahun 2012 didapati kasus puncak terjadi pada bulan Desember hingga Maret dan menurun setelah bulan Maret. Pada penelitian yang dilakukan di kota palembang, didapati kasus tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Agustus. Hal ini diakibatkan karena Maret memiliki curah hujan yang tinggi sekitar 733mm sedangkan Agustus hanya sekitar 146mm (Iriani, 2012). Pada pasien DBD anak tahun 2011 – 2012, hanya 9 orang(8,18%) yang diberi transfusi jenis sel darah merah dan komponen darah dengan rincian berupa PRC sebanyak 2 orang (1,8%), FFP sebanyak 3 orang (2,7%), dan Trombosit sebanyak 4 orang (3,6%). Hal ini berhubungan dengan kasus dengan tingkat keparahan yang dijumpai. Pemberian transfusi hanya diberikan bila sudah mencapai grade III/IV dan pada hasil penelitian hanya sebesar 19 orang yang mencapai grade III/IV. Mungkin dengan pertimbangan dokter bahwa beberapa pasien hanya perlu diberikan cairan resusitasi secara cepat sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Sedangkan 101 pasien (91,82%) lainnya hanya diberikan cairan resusitasi berupa RL. Outcome yang dihasilkan pasien juga baik yaitu 103 orang (93,6%) diantaranya sembuh dengan follow-up berobat jalan dan kembali jika keadaan memburuk sedangkan 7 orang dinyatakan meninggal akibat datang dengan kondisi DSS yang sangat parah (DHF Grade 4). Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam melakukan penelitian ini adalah berupa data rekam medis yang tercatat secara komputerisasi dimana tidak ditemukan keseragaman antara jumlah data yang diperoleh di rumah sakit dan data di rekam medis. Begitu juga dengan isi rekam medis yang masih kurang lengkap dari anamnese hingga pengobatan. Sehingga menyulitkan peneliti ketika mengambil data.

Universitas Sumatera Utara


(60)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.Berdasarkan gejala klinis yang dikeluhkan pada penderita DBD pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh gejala demam merupakan gejala yang selalu ada (100%).

2. Berdasarkan tanda klinis yang tampak pada penderita DBD pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh tanda petekie paling sering muncul (73,6%) baik sewaktu pemeriksaan ataupun uji torniquet.

3. Berdasarkan tanda dan gejala klinis lainnya, diperoleh nyeri perut di sekitar ulu hati (19,1%) sering di keluhkan pasien sebagai keluhan tambahan.

4.Berdasarkan kelompok umur, diperoleh umur 10 – 14 tahun merupakan insiden tertinggi (37,3%) penderita DBD pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan .

5.Berdasarkan jenis kelamin, diperoleh perempuan lebih sering terkena DBD (58,2%) dengan perbandingan 1,3:1 terhadap laki – laki di RSUP H.Adam Malik Medan.

6.Berdasarkan derajat penyakit, diperoleh DHF grade 2 merupakan proporsi tertinggi (46,4%) penderita DBD pada anak di RSUP H. Adam Malik

Medan.

7. Berdasarkan lama perawatan, diperoleh penderita DBD pada anak di RSUP H.adam Malik Medan dirawat paling sering sekitar 3 – 4 hari (36,4%).

8. Berdasarakan transfusi, diperoleh hanya 9 orang (8,18%) yang

mendapatkan transfusi sel darah merah dan komponen darah pada penderita DBD pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


(61)

9.Berdasarkan bulan rawatan, diperoleh bulan Desember merupakan bulan penderita DBD pada anak tertinggi di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu pada tahun 2011 (16,2%) dan tahun 2012 (19%).

10. Berdasarkan Outcome, diperoleh lebih banyak sembuh (93,6%) pada penderita DBD pada Anak di RSUP H. Adam Malik Medan.

11.Kejadian penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012 yaitu dari 68 pasien menjadi 42 pasien.

6.2Saran 1. Institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan sistem

pencatatan ataupun dokumentasi data rekam medis agar terdapat keselarasan antara jumlah pasien yang terdaftar di rumah sakit dengan data yang terdapat dalam rekam medis.

2. Isi rekam medis sebaiknya dapat dicantumkan secara lengkap mulai dari pemeriksaan awal berupa anamnese sampai pengobatan sehingga tidak terjadi kesalahan saat mengambil data berupa data tidak lengkap atau terkesan rancu.

3.Pelayanan berupa edukasi kepada masyarakat dalam hal ini adalah orang tua tentang gambaran klinis DBD, siklus hidup nyamuk Aedes sp., faktor resiko dapat membantu untuk menurunkan insidensi dari penyakit DBD.

4. Diharapkan penelitian lain dapat menilai hal serupa dengan melakukan uji dalam skala besar dan mencakup beberapa fasilitas kesehatan, baik swasta maupun umum.

Universitas Sumatera Utara


(62)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics, 2007. Red Book : Atlas of Pediatric Infectious Diseases. Illinois: American Academy of Pediatrics.

Anon., 2008. Viral and Rickettsial Infections. In Sondheimer, J.M. Current Essentials Pediatrics. United States of America: The McGraw-Hill. p.457.

Anon., n.d. India: First Periodic Report on the CRC. [Online] Available at: http://wcd.nic.in/crcpdf/crc-2.pdf [Accessed 29 May 2013].

Bajaj, L., Hambidge, S.J., Kerby, G. & Nyquist, A.-C., 2011. Berman's Pediatric Decision Making. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby.

Citraresmi, E., Hadinegoro, S.R. & Akib, A.A., 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri, 8(No.3), pp.8-14.

Darajat, A., Sekarwana, N. & Setiabudi, D., 2008. Hubungan Kadar Aspartat Aminotransferase [AST] dan Alanin Aminotransferase [ALT] Serum dengan Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue pada Anak. Sari Pediatri, 9(No.5), pp.359-62.

Darwis, D., 2003. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari Pediatri, 4(No.4), pp.156-62.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Demam Berdarah Dengue.

Dhooria, G.S., Bhat, D. & Bains, H.S., 2008. Clinical Profile and Outcome in Children of Dengue Hemorrhagic Fever in North India. Iran J Pediatr, 18(No 3), pp.222-28.

Dinas Kesehatan Kota Medan, 2013. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 2012.

Universitas Sumatera Utara


(63)

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2012.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008. Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku

(Communication For Behavior Impact). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011. INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE. Jakarta, Indonesia: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dorlan, 2012. Dorlan's Illustrated Medical Dictionary. 32nd ed. Elsevier Saunders.

Ford -Jones, E.L. & Artsob, H., 2003. Infectious Diseases : Arboviruses. In A.M. Rudolph et al., eds. Rudolph's Pediatrics. 21st ed. McGraw-Hill.

Ginting, Y., 2004. Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah/sindroma syok dengue. 37th ed. Suplemen MK Nusantara.

Green, T.P., Franklin, W.H. & Tanz, R.R., 2005. Pediatrics Just the Facts. McGraw-Hill.

Gruskin, K., 2010. Rash - Maculopapular. In G.R. Fleisher & S. Ludwig, eds. Textbook Of Pediatric Emergency Medicine. 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins.

Halstead, S.B., 2011. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic fever. In Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. pp.1147 - 1150.

Hartoyo, E., 2008. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari Pediatri, 10(No.3), pp.145-50.

Universitas Sumatera Utara


(1)

Statistics

Jenis Transfusi Derajat Penyakit Outcome Pasien N Valid 110 110 110

Valid

Missing 0 0 0

Jenis Transfusi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Ada 17 15.5 15.5 15.5 RL 76 69.1 69.1 84.5 D5%+NaCl 0.45% 6 5.5 5.5 90.0

RL+D5%+NaCl 0.45% 4 3.6 3.6 93.6 D5%+NaCl 0.225% 2 1.8 1.8 95.5 PRC+FFP+NaCl 0.9% 1 .9 .9 96.4 PRC+Trombosit+RL+D5%+

NaCl 0.45% 1 .9 .9 97.3

FFP+Trombosit+RL+D5%+ NaCl 0.45%

FFP+Trombosit+D5% NaCl 0.45%

1 .9 .9 98.2

1 .9 .9 99.1

Trombosit+NaCl 0.9%+RL 1 .9 .9 100.0 Total 110 100.0 100.0

Valid

Derajat Penyakit

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

DF 21 19.1 19.1 19.1 DHF Grade 1 19 17.3 17.3 36.4 DHF Grade 2 51 46.4 46.4 82.7 DHF Grade 3 15 13.6 13.6 96.4 DHF Grade 4 4 3.6 3.6 100.0 Total 110 100.0 100.0


(2)

Ou tco me Pa sie n

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sembuh 103 93.6 93.6 93.6 Meninggal 7 6.4 6.4 100.0 Total 110 100.0 100.0

Uni ver sita s Su


(3)

Lampiran 6 MASTER DATA

No Nama JK LP BR Umur Demam Kejang MM Sakit Petekie HPMG Syok PM SSL Transfusi Derajat Outcome 1 MDM 2 2 12 3 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 CNS 2 2 12 3 1 0 3 1 1 0 0 1 0 0 2 1 3 FS 2 2 12 3 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 2 1 4 AS 1 3 4 4 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5 AF 1 2 6 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 4 1 6 DR 2 2 3 1 1 0 0 1 1 0 0 3 2 0 2 1 7 SS1 2 4 9 2 1 0 2 1 0 0 0 3 3 0 4 1 8 AZ 2 3 9 2 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0 3 1 9 SN 2 2 9 3 1 0 1 0 1 0 0 3 2 0 2 1

10 SPT 1 2 2 1 1 0 2 0 0 0 0 4 0 0 2 1 11 NK 2 0 3 0 1 0 2 0 0 0 0 3 4 0 3 2 12 RAA 2 2 7 2 1 0 2 0 1 0 0 0 5 0 2 1 13 RR 1 3 1 0 1 0 3 0 0 1 1 3 1 0 3 1 14 FA 2 2 6 1 1 0 2 0 0 0 0 3 2 0 1 1 15 SEH 2 0 10 1 1 0 3 4 1 1 0 3 0 0 2 2 16 AP 1 2 3 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 2 1 17 SI 2 2 10 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 1 18 SE 2 2 11 1 1 0 2 0 1 0 0 0 6 0 2 1 19 FAT 2 3 11 1 1 0 0 2 0 0 0 0 6 0 2 1 20 AT 2 4 11 2 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 21 LKBS 2 3 10 3 1 0 0 2 0 1 0 0 1 0 2 1 22 AR 1 3 1 3 1 0 3 0 1 1 0 3 0 0 2 1 23 DTG 1 2 1 1 1 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 1 24 JBG 1 2 1 3 1 0 2 1 1 0 0 0 0 0 1 1 25 ANP 1 2 8 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1


(4)

26 IMB 2 2 9 3 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0 2 1 27 YN 2 3 7 3 1 0 1 0 1 1 0 5 2 0 3 1 28 PU 2 3 5 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 1 29 MN 1 0 7 2 1 0 2 0 0 1 0 4 2 3 3 2 30 CS 2 3 12 1 1 0 2 0 0 1 0 0 2 0 3 1 31 SBB 2 3 7 2 1 0 0 4 1 1 0 0 2 0 2 1 32 TI 2 3 10 3 1 0 1 2 1 0 0 0 0 0 2 1 33 FAS 1 3 8 3 1 0 2 0 0 0 0 1 1 0 2 1 34 DLR 2 2 6 3 1 0 3 2 1 1 0 0 0 4 3 2 35 BSS 1 3 1 3 1 0 3 4 1 0 0 0 2 0 2 1 36 EK 1 3 12 3 1 0 3 1 1 0 0 0 0 0 3 1 37 JU 2 2 11 3 1 0 0 0 1 0 0 6 2 0 2 1 38 TAD 2 4 10 4 1 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 1 39 AZZ 1 4 2 1 1 0 2 1 1 0 0 0 0 0 3 1 40 BO 1 4 12 2 1 0 2 0 1 0 0 6 0 5 3 1 41 HY1 2 2 7 3 1 0 3 1 0 0 0 0 0 0 2 1 42 JSS1 2 4 8 2 1 0 2 4 0 0 0 3 0 0 2 1 43 AEAF 2 3 9 2 1 0 3 2 1 1 0 3 2 0 2 1 44 JGS 1 2 7 3 1 0 2 0 1 0 0 0 2 0 2 1 45 DS 2 0 7 2 1 0 0 0 1 0 1 0 6 4 3 2 46 DMADA 2 0 6 1 1 0 3 1 1 1 0 1 0 0 3 1 47 FBK 2 3 9 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 48 ZAPBB 2 3 2 1 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 2 1 49 SAH 1 2 12 1 1 0 0 0 0 0 0 3 0 0 2 1 50 HBN 1 2 1 3 1 0 3 0 1 1 0 1 0 0 2 1 51 PADM 2 4 12 4 1 0 3 0 1 0 0 0 7 0 2 1 52 SS2 2 3 12 2 1 0 2 2 1 0 0 0 0 0 2 1 53 APA 1 2 11 1 1 0 3 2 0 0 0 3 0 0 2 1 54 ZAU 2 2 9 3 1 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 1


(5)

55 MHB 2 2 8 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 56 RA1 1 4 8 1 1 0 2 0 1 0 1 0 0 0 3 1 57 SMS 1 4 9 3 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 1 58 MAH 1 3 11 2 1 0 0 2 1 0 0 1 0 0 2 1 59 SS3 1 1 10 4 1 0 0 0 1 0 0 3 0 0 2 1 60 AYL 2 2 10 2 1 0 2 0 1 1 0 0 0 0 2 1 61 ASPG 1 2 11 2 1 0 0 0 1 1 0 3 2 0 2 1 62 GES 2 4 12 2 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0 2 1 63 AM 1 2 12 3 1 0 0 5 1 0 0 0 0 0 2 1 64 IADR 2 3 11 1 1 0 3 0 1 0 1 0 0 0 4 1 65 MA 1 1 12 0 1 0 2 0 1 0 0 3 0 0 4 2 66 DMS 2 2 12 0 1 0 0 0 1 0 0 0 8 0 1 1 67 FSS 1 2 7 1 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 2 1 68 NRS 1 2 7 3 1 0 2 4 1 0 0 0 0 0 2 1 69 LPS 1 4 2 3 1 0 2 0 0 0 0 6 0 0 2 1 70 MY 2 2 2 1 1 1 2 2 0 1 0 6 0 0 2 1 71 DAA 1 3 1 2 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 1 72 RI 1 2 9 3 1 0 3 0 1 0 0 2 2 0 2 1 73 JSS2 2 4 2 3 1 0 2 0 0 0 0 0 1 0 1 1 74 RA2 1 3 5 2 1 0 3 0 1 1 0 0 0 0 2 1 75 NA 2 2 1 1 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 1 1 76 LH 2 0 11 1 1 0 0 0 1 0 0 6 2 0 0 1 77 MDZ 1 3 2 0 1 0 0 0 0 1 0 4 0 0 2 1 78 RAW 1 0 10 1 1 0 3 2 1 0 0 0 0 0 0 1 79 SS4 2 0 11 3 1 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 1 80 DE 2 2 2 3 1 0 3 4 1 0 0 0 1 0 2 1 81 FAHA 2 2 2 3 1 0 3 2 1 1 0 0 2 0 2 1 82 EFS 2 2 3 2 1 0 2 1 1 0 0 0 0 0 1 1 83 YS 2 4 8 3 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1


(6)

84 ZH 1 1 7 2 1 1 3 4 1 1 0 6 2 6 3 2 85 NAD 2 2 6 1 1 0 2 0 1 0 0 3 0 0 0 1 86 MRSMS 1 3 6 4 1 0 0 4 1 0 0 0 0 0 0 1 87 HT 1 4 6 3 1 0 3 0 1 0 0 0 5 0 2 1 88 LRS 2 0 3 2 1 0 0 2 1 1 0 0 1 0 2 1 89 JHC 1 0 12 2 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 90 KHD 1 0 12 2 1 0 0 4 1 0 0 0 0 0 0 1 91 MAA 1 0 12 3 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 92 ASK 1 0 12 3 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 1 1 93 PRH 2 0 4 2 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0 0 1 94 LES 2 0 12 2 1 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 1 95 AFF 1 0 2 3 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 96 MS 1 0 3 2 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 97 IABB 2 0 3 3 1 0 2 1 1 0 0 0 0 0 0 1 98 HY2 2 2 7 4 1 0 3 1 1 0 0 0 0 0 2 1 99 AIS 2 4 7 0 1 0 3 0 1 1 0 0 0 0 2 1

100 NBD 2 2 5 3 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0 1 1 101 ATA 1 0 11 3 1 0 0 0 1 0 0 0 8 0 0 1 102 AFA 1 0 7 3 1 0 3 1 1 0 0 0 0 0 1 1 103 ABS 2 3 8 3 1 0 3 0 1 0 0 3 0 0 2 1 104 AML 2 0 11 3 1 0 2 0 1 0 0 0 1 0 0 1 105 ZCH 2 0 1 3 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0 1 1 106 MMBT 2 3 3 2 1 0 0 4 1 0 0 0 0 0 1 1 107 RABB 2 3 2 2 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 1 1 108 HN 2 1 2 2 1 0 2 0 1 1 0 0 7 0 3 1 109 DHTB 2 0 12 4 1 0 3 2 0 1 0 0 2 0 0 1 110 GL 1 1 3 3 1 0 3 2 1 0 0 0 0 0 0 1