Keefektifan Pembungkusan Buah Untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa Dan Lalat Buah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium Samarangense)

1

KEEFEKTIFAN PEMBUNGKUSAN BUAH UNTUK
PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA DAN LALAT
BUAH PADA JAMBU AIR (Syzygium samarangense)

WIDYA PANGESTIKA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

1

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*


Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektifan
Pembungkusan Buah untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa dan Lalat Buah
pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015
Widya Pangestika
NIM A34110050

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

1


5

ABSTRAK
WIDYA PANGESTIKA. Keefektifan Pembungkusan Buah untuk Pengendalian
Penyakit Antraknosa dan Lalat Buah pada Tanaman Jambu Air (Syzygium
samarangense). Dibimbing oleh TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI
HARAHAP.
Jambu air (Syzygium samarangense) merupakan buah yang memiliki
kandungan air yang melimpah dan dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar.
Masalah pada tanaman jambu air adalah adanya serangan hama dan penyakit.
Penyakit yang paling sering menyerang buah jambu air adalah penyakit
antraknosa dan hama yang menyebabkan busuk adalah lalat buah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembungkusan buah dan perawatan lahan
terhadap perkembangan penyakit antraknosa dan lalat buah pada tanaman jambu
air di Desa Betokan, Tempuran dan Bintoro, Kecamatan Bintoro, Kabupaten
Demak. Pengujian menggunakan metode rancangan acak lengkap dua faktorial
dengan enam perlakuan dan 10 ulangan. Analisis data menggunakan program
SAS untuk Windows versi 9.1 dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Hasil dari
penelitian ini yaitu pembungkusan dan perawatan lahan yang dilakukan pada
keenam lahan tidak berpengaruh terhadap kejadian dan keparahan penyakit.

Perawatan lahan yang dilakukan pada keenam lahan tidak berpengaruh terhadap
tingkat serangan lalat buah, namun pembungkusan buah cukup efektif untuk
mengendalikan serangan lalat buah.
Kata kunci: Bactrocera, cendawan, Demak, kejadian penyakit, keparahan
penyakit.

1

7

ABSTRACT
WIDYA PANGESTIKA. The Effectiveness of Fruit Wrapping to Control
Anthracnose and Fruit Flies on Water Apple (Syzygium samarangense).
Supervised by TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.
Water apple or rose apple (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M.
Perry) is a fruit who contains high level of water and can be consumed as a fresh
fruit. One of the problems on water apple are presence of pests and diseases. One
of the diseases which attack on the water apple is anthracnose or fruit rot and pest
which cause fruit rot are fruit flies. This research was aim to know the effect of
wrapping the fruits and land sanitation toward the development of fruit rot and

fruit fly in Bintaro, Tempuran and Betokan subdistrict, Demak. This research was
conducted by using two factorial complete randomized design method with six
treatments and ten replications. SAS program for Windows version 9.1 with
advanced test Duncan at 0.05 will be used for analyzing the data. The result of
this research were wrapping the fruits and land sanitation had no effect on
insidence and severity disease. Land sanitation had no effect for pests but
wrapping the fruits most effective toward fruit flies.
Keywords : Bactrocera, fungi, Demak, disease incidence, severity disease.

1

9

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

1

11

KEEFEKTIFAN PEMBUNGKUSAN BUAH UNTUK
PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA DAN LALAT
BUAH PADA TANAMAN JAMBU AIR (Syzygium samarangense)

WIDYA PANGESTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

1

1

1

PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian
ini yang berjudul “Keefektifan Pembungkusan Buah untuk Pengendalian Penyakit
Antraknosa dan Lalat Buah pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense)”.
Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua, bapak Kasmirin
dan ibu Sri Sutastini yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang serta
motivasi kepada penulis. Terima kasih kepada Elfrans Erlangga, Rendita Dhea
Pharameswari dan keluarga yang selalu memberikan semangat serta dukungan
dalam belajar. Terima kasih kepada Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU. selaku dosen
pembimbing akademik dan pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Idham Sakti Harahap,
M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan banyak bimbingan,
saran, pengetahuan dan dukungan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas
akhir ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada teman-teman, khususnya
Kridaningtyas Purwandari dan keluarga, Pak Sarmadi, Pak Supri, Bu Murni, Pak
Trimo, Pak Kardomo, teman-teman Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi
Tanaman IPB dan teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 48 atas semua
kebersamaan, semangat dan motivasinya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir
ini. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang bersifat
membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis yang lebih
baik. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.


Bogor, Oktober 2015
Widya Pangestika

2

3

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Alat dan Bahan
Metode Penelitian

Teknik Pengambilan Tanaman Contoh
Pembungkusan Jambu Air
Pengamatan Penyakit Antraknosa
Pengamatan Lalat Buah
Identifikasi Cendawan Patogen
Identifikasi Lalat Buah
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Penelitian dan Teknik Budidaya
Identifikasi Cendawan Antraknosa
Identifikasi Lalat Buah
Pengaruh Pembungkusan dan Perawatan Lahan terhadap Antraknosa
Pengaruh Pembungkusan dan Perawatan Lahan terhadap Lalat Buah
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian, Keparahan dan
Tingkat Serangan Hama Penyakit
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
4
5
5
6
6

7
7
10
11
12
14
15
17
17
17
18
21
25

4

5

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Skoring penyakit antraknosa
Skoring serangan lalat buah
Luas panen dan produksi buah jambu air menurut
Kabupaten/Kota Jawa Tengah 2013
Jumlah tanaman, produksi dan rata-rata produksi jambu air di
Kabupaten Demak tahun 2013
Kondisi umum lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak
Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap kejadian
dan keparahan penyakit
Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap luas
serangan lalat buah
Uji chi-square antara lokasi, pemeliharaan, pembungkusan,
penggunaan pupuk dan pestisida dengan kejadian, keparahan dan
tingkat serangan hama penyakit

5
5
7
7
8
13
15

15

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5

6
7

Pola pengambilan tanaman contoh pada pertanaman jambu air
Buah jambu air yang dibungkus dengan menggunakan plastik
bening
Buah jambu air, varietas citra (1) dan varietas delima (2)
Kondisi lahan pertanaman jambu air
Penyakit antraknosa pada buah jambu air, gejala (1), tanda
penyakit (2), koloni Gloeosporium sp. pada media PDA dalam
cawan petri (3), aservulus (4), apresoria (5), konidia (6)
Konidia cendawan Pestalotia sp.
Gejala serangan lalat buah (1), larva (2), pupa (3), lalat buah
Bactrocera albistrigata (4), Bactrocera papayae (5)

3
4
8
9

10
11
12

6

7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kejadian penyakit antraknosa pada lahan jambu air
Keparahan penyakit antraknosa pada lahan jambu air
Tingkat serangan lalat buah pada lahan jambu air
Hasil analisis ragam tingkat serangan lalat buah
Hasil analisis ragam kejadian penyakit
Hasil analisis ragam keparahan penyakit
Uji chi-square pembungkusan terhadap kejadian penyakit
Uji chi-square perawatan lahan terhadap kejadian penyakit
Uji chi-square penggunaan pupuk kandang terhadap kejadian penyakit
Uji chi-square penggunaan pestisida terhadap kejadian penyakit
Uji chi-square pembungkusan terhadap serangan lalat buah
Uji chi-square perawatan lahan terhadap serangan lalat buah
Uji chi-square penggunaan pupuk terhadap serangan lalat buah
Uji chi-square penggunaan pestisida terhadap serangan lalat buah

22
22
22
22
23
23
23
23
23
24
24
24
24
24

8

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jambu air (Syzygium samarangense) merupakan salah satu jenis buahbuahan yang sudah dikenal oleh masyarakat. Jambu air dapat dikonsumsi dalam
bentuk buah segar dan sangat cocok sebagai buah meja serta sebagai buah
penghilang dahaga saat perjalanan karena buah jambu air memiliki kandungan air
yang melimpah. Buah jambu air tidak hanya manis dan menyegarkan, namun
kaya akan vitamin C dan A.
Menurut Cahyono (2010), jambu air dapat menjadi obat beberapa macam
penyakit, seperti menyembuhkan luka-luka pada tepi mulut dan lidah,
meningkatkan pertahanan tubuh, mencegah proses penuaan, menghilangkan rasa
lelah dan lesu, memperkuat gigi, mencegah dan mengobati sariawan, menurunkan
tekanan darah, dan menurunkan suhu badan.
Produksi jambu air di Indonesia sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Produksi jambu air pada tahun 2011 dan 2012 berturut-turut sebanyak 103 156 ton
dan 104 392 ton. Namun produksi jambu air mengalami penurunan menjadi 91
291 ton pada tahun 2013 dan meningkat kembali pada tahun 2014 menjadi 91 983
ton (BPS 2015). Situasi ini menjadi tantangan bagi petani Indonesia untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi jambu air sesuai dengan permintaan
pasar.
Penyakit antraknosa dan lalat buah menjadi permasalahan utama pada
jambu air. Penyakit antraknosa biasanya disebabkan oleh Colletotrichum sp. dan
Gloeosporium sp. Cendawan penyebab antraknosa paling banyak menyerang
tanaman jambu air di tahap pembuahan. Menurut Agrios (1988), penyakit
antraknosa juga menyerang daun, pucuk dan ranting.
Menurut Agrios (1997), Gloeosporium tergolong ke dalam:
Kingdom
: Fungi
Divisi
: Amastigomycotina
Subdivisi
: Deuteromycotina
Kelas
: Coelomycetes
Ordo
: Melanconiales
Famili
: Melanconiaceae
Genus
: Gloeosporium
Penyakit yang disebabkan oleh Gloeosporium diinformasikan tidak terlalu
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen, sehingga petani tidak melakukan
pengendalian tertentu untuk mengendalikan penyakit ini. Gejala dari serangan
cendawan Gloeosporium sp. ini yaitu tunas-tunas muda mengering dan mati (mati
ujung), daun-daun tua terlihat bercak cokelat atau kehitaman dan daun yang
terserang parah akan berguguran. Buah yang terserang membusuk dan
berguguran. Cendawan mudah berkembang pada kondisi lingkungan yang
lembab, mudah tersebar oleh angin dan air hujan (Agrios 1988).
Lalat buah (Diptera:Tephritidae) merupakan hama penting yang menyerang
buah-buahan (Triplehorn et al. 2005). Lalat buah terdiri dari dua genus yang
terkenal yaitu Dacus dan Bactrocera. Imago lalat buah memiliki ciri-ciri penting
pada kepala, toraks, sayap dan abdomen. Lalat buah buah meletakkan telur pada
jaringan buah. Tempat peletakan telur ini ditandai dengan adanya titik kecil

2
berwarna hitam yang tidak terlalu jelas. Titik kecil ini merupakan bekas tusukan
ovipositor dan biasanya akan diikuti dengan munculnya nekrosis di sekitar
tusukan. Telur akan menetas dan larva memakan daging buah yang menyebabkan
noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat. Larva akan merusak daging
buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum kematangan yang
diinginkan. Buah yang gugur, jika tidak segera dikumpulkan dan dimusnahkan
akan menjadi sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya.
Pengendalian terhadap cendawan dan lalat buah tersebut perlu dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas tanaman jambu air. Penelitian mengenai
pengendalian penyakit antraknosa dan lalat buah pada jambu air masih perlu
dilakukan untuk membantu petani dalam mengendalian hama penyakit.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pembungkusan buah dan
perawatan lahan terhadap perkembangan penyakit antraknosa dan serangan lalat
buah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
perawatan lahan terhadap perkembangan antraknosa dan lalat buah serta
keefektifan pengendalian dengan metode pembungkusan buah.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada pertanaman jambu air di Desa Betokan,
Bintoro dan Tempuran, Kecamatan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Identifikasi cendawan dilakukan di Laboratorium Mikologi dan identifikasi lalat
buah dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan
dari bulan Februari sampai Juni 2015.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon jambu air,
plastik, tali rafia, air, tisu, NaOCl, chloramphenicol, alkohol, media PDA (Potato
dextrose agar), spiritus, kertas HVS, buku kunci identifikasi dan laminating
sebagai label. Peralatan yang digunakan adalah laminator air flow, termometer,
gelas ukur, labu erlenmeyer, cawan petri, autoklaf, spidol, cover glass, gelas
objek, mikroskop digital dan mikroskop compound.
Metode Penelitian
Teknik Pengambilan Tanaman Contoh
Pengambilan tanaman contoh dilakukan pada lahan jambu air terawat dan
tidak terawat. Karakteristik lahan terawat yaitu lahan bersih dari buah dan daun
rontok, jarak taman minimal 4 m x 4 m, saluran irigasi baik yaitu saluran irigasi
bersih dari buah ataupun gulma yang terapung di air, penyiangan dari gulma dan
pemangkasan. Pemangkasan berupa pemangkasan cabang atau ranting yang rusak,
membuang tunas-tunas yang tumbuh pada batang bawah dan pembuangan daundaun kering atau yang terserang hama. Pemilihan lahan terawat dan tidak terawat
bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian dan keparahan penyakit antraknosa
serta serangan lalat buah pada dua kondisi lahan. Lahan yang diamati sebanyak 6
lahan. Sampel tanaman terdiri atas 10 pohon per-lahan yang dipilih secara
sistematik.

Gambar 1 Pola pengambilan tanaman contoh pada pertanaman jambu air
Pembungkusan Buah Jambu Air
Pembungkusan buah dilakukan setelah bunga rontok. Pembungkusan
dilakukan dengan menggunakan plastik bening yang berukuran 28 cm x 35 cm.

4

Gambar 2 Buah jambu air yang dibungkus dengan menggunakan plastik bening
Pembungkusan buah dilakukan pada 3 sampai 5 buah jambu air dan dilakukan
sebanyak lima bungkus per-pohon. Perlakuan yang diberikan yaitu:
1. P1A = Pembungkusan buah pada lahan terawat
2. P2A = Pembungkusan buah pada lahan terawat
3. TPA = Buah tidak dibungkus pada lahan terawat
4. P1B = Pembungkusan pada lahan yang tidak terawat
5. P2B = Pembungkusan pada lahan yang tidak terawat
6. TPB = Buah tidak dibungkus pada lahan tidak terawat
Pengamatan Penyakit Antraknosa
Pengamatan gejala penyakit antraknosa dengan menghitung skoring dan
dilakukan saat menjelang panen. Pengukuran kejadian penyakit dihitung
menggunakan rumus menurut Zadoks and Schein (1979):
n
Kejadian penyakit =vv x 100%
N
dengan,
n : jumlah buah contoh yang terserang
N : jumlah buah contoh yang diamati
Keparahan penyakit =

∑(ni x vi)
x 100%
NxV

dengan,
ni : jumlah buah yang terserang
vi : skor pada setiap kategori serangan
N : jumlah buah yang diamati
V : skor tertinggi untuk kategori serangan
Metode skoring penyakit busuk buah berdasarkan Holliday and Mowat
(1963) yang dimodifikasi sebagai berikut:

5
Tabel 1 Skoring penyakit antraknosa
Luas bercak (%)
0
075

Nilai
0
1
2
3
4
5
6

Keterangan
Tidak ada serangan
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Cukup berat
Berat
Sangat berat

Pengamatan Lalat Buah
Pengamatan busuk buah akibat serangan lalat buah dilakukan dengan
mengamati langsung gejala kerusakan pada unit bungkus (3-5 buah) setiap
tanaman contoh. Pengukuran luas serangan dihitung menggunakan rumus
menurut Zadoks and Schein (1979):
Luas serangan =

n
x 100%
N

dengan,
n : jumlah buah contoh yang terserang
N : jumlah buah contoh yang diamati
Tingkat kerusakan =

∑(ni x vi)
x 100%
NxV

dengan,
n� : jumlah buah yang terserang
�� : skor pada setiap kategori serangan
N : jumlah buah yang diamati
� : skor tertinggi untuk kategori serangan
Metode skoring tingkat kerusakan lalat buah berdasarkan Hunter et al.
(1998) yang dimodifikasi sebagai berikut:
Tabel 2 Skoring serangan lalat buah
Luas busuk buah (%)
0
075

Nilai
0
1
2
3
4
5
6

Keterangan
Tidak ada serangan
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Cukup berat
Berat
Sangat berat

Identifikasi Cendawan Patogen
Identifikasi cendawan dilakukan dengan cara isolasi dengan mengambil
mengambil buah yang memiliki gejala antraknosa. Buah dicuci dengan air
mengalir. Buah dipotong sepanjang 0.5-1 cm di antara bagian sakit dan sehat.
Potongan buah jambu air didisinfeksi permukaan menggunakan larutan natrium
hipoklorit (NaOCl) 1% selama 2 menit, setelah itu direndam pada alkohol 70%
selama 1 menit dan dibilas menggunakan air steril dan dikeringanginkan.
Potongan buah diisolasi pada media Potato dextrose agar (PDA) yang telah diberi
chloramphenicol dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Isolat cendawan

6
yang sudah didapatkan, diremajakan dengan ditumbuhkan pada media PDA
sebanyak 10 cawan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 6-7 hari. Kemudian
diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis dengan mengamati warna
koloni, bentuk konidia dan aservulus berdasarkan Barnett dan Hunter (1998).
Identifikasi Lalat Buah
Identifikasi lalat buah dilakukan dengan mengambil buah yang memiliki
gejala. Larva lalat buah yang ada di dalam buah bergejala diambil dan dipelihara
hingga menjadi imago dewasa. Imago lalat buah diidentifikasi berdasarkan ciri
morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi International Centre for the
Management of Pest Fruit Flies (2008).
Analisis Data
Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap dua
faktorial dengan 6 perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri atas 10
ulangan. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SAS for
windows versi 9.1.3. Uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5% dan uji
chi-square menggunakan program SPSS versi 22 untuk data tertentu.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan Penelitian dan Teknik Budidaya
Kabupaten Demak dikenal sebagai sentra penghasil buah jambu air di
Provinsi Jawa Tengah. Jambu air yang paling banyak ditanam oleh petani yaitu
jambu air manis (Syzygium samarangense) dengan varietas jambu air Citra dan
Delima. Jambu air manis diicirikan dengan bentuk buah yang bulat memanjang
dan kompak serta besar. Buah memiliki rasa manis dan menyegarkan. Kabupaten
Demak memiliki urutan pertama dalam hal jumlah pohon dan produksi jambu air
dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Tengah.
Tabel 3 Luas panen dan produksi buah jambu air menurut Kabupaten/Kota Jawa
Tengah 2013
Tanaman hasil
(pohon)
8 083
4 790
28 206
17 438
11 043
12 315
95 214
4 427
8 731
13 704

Kabupaten
Kebumen
Wonogiri
Grobogan
Rembang
Kudus
Jepara
Demak
Pekalongan
Tegal
Brebes

Produksi
(kuintal)
3 977
1 208
10 287
19 924
3 296
10 221
81 707
4 234
5 053
7 305

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Penelitian dilakukan pada tiga desa, yaitu Desa Tempuran, Bintoro dan
Betokan dengan pengamatan dilakukan pada enam lahan yang memiliki kesamaan
kondisi lingkungan.
Tabel 4 Jumlah tanaman, produksi dan rata-rata produksi jambu air di Kabupaten
Demak tahun 2013
Desa
Betokan
Bintoro
Cabean
Bango
Kadilangu

Jumlah tanaman
(pohon)
4 605
991
1 113
562
467

Produksi
(ton)
126.43
21.11
19.17
12.83
9.42

Rata-rata produksi
(kg/pohon)
31
29
27
26
24

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Desa Betokan merupakan desa penghasil jambu air terbanyak dibandingkan
desa lainnya (Tabel 4). Hal ini karena hampir seluruh wilayah di Desa Betokan
dialih fungsikan dari persawahan menjadi perkebunan jambu air. Petani di Desa
Betokan lebih memilih menanam jambu air dibandingkan tanaman lain karena
hasil panen jambu air dianggap lebih menguntungkan daripada tanaman lain.
Menurut hasil penelitian Pertiwi et al. (2012), lahan sawah memberikan produksi

8
jambu air merah Delima setara dengan budidaya di lahan kering. Oleh karena itu,
penelitian lebih banyak dilakukan di Desa Betokan.
Tabel 5 Kondisi umum lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak
Informasi
lahan
Desa
Varietas
Umur
(tahun)
Jarak tanam
(m � m)
Jumlah
tanaman
Pemupukan

a

Lahana
TPA
P1B
Betokan
Betokan
Citra,
Citra,
Delima
Delima

P1A
Bintoro
Citra

P2A
Tempuran
Citra

P2B
Betokan
Citra,
Delima

TPB
Betokan
Citra

9

12

15

>10

15

8

8x8

6x7

4x4

5x6

5x5

7x7

56

80

35

97

25

42

Pupuk
kandang,
NPK,
KCl, TSP

Pupuk
kandang,
NPK, KCl,
TSP

Kompos,
NPK,
KCl

Pupuk
kandang,
urea

Kompos,
NPK

Pupuk
kandang,
NPK,
KCl, TSP

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat,
P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan
tidak terawat

Varietas yang ditanam oleh petani merupakan varietas Citra dan Delima,
namun saat penelitian hanya dilakukan pengamatan pada varietas Citra karena
hanya varietas Citra saja yang sedang panen. Jambu air Citra memiliki rasa yang
sangat manis, renyah, ukuran buah cukup besar (200-250 g per buah) dan warna
buah merah tua (Rebin 2013). Bentuk buah jambu air Citra lebih panjang
dibandingkan jambu air Delima dan terdapat lekukan di bagian tengah buah.

1

2

Gambar 3 Buah jambu air, varietas citra (1) dan varietas delima (2)
Petani biasanya melakukan pemangkasan setiap satu tahun sekali, namun
ada beberapa lahan (B1, B2, dan B3) yang tunas-tunas pada batang pokok tidak
dipangkas. Pemangkasan bertujuan untuk mengatur pertumbuhan cabang,
membuang cabang rusak dan membuang tunas air. Pemangkasan akan
membentuk tajuk yang lebih baik dan mengurangi kerimbunan tanaman sehingga
akan merangsang pertumbuhan ranting dan pembungaan secara maksimal.
Pertumbuhan ranting ke arah samping akan membantu petani dalam memanen
jambu air. Jarak tanam pada setiap lahan sudah sesuai dengan yang ditentukan
sehingga tanaman tidak terlalu rapat dan buah cukup dalam penerimaan cahaya
matahari.

9
Penyiangan gulma perlu dilakukan karena gulma akan mengganggu
pertumbuhan tanaman jambu air dan menurunkan produksi buah. Gulma akan
berkompetisi dalam pengambilan air dan zat hara. Frekuensi penyiangan gulma
dilakukan secara tidak menentu bergantung pada banyaknya gulma yang tumbuh
di lahan. Petani biasanya melakukan pengendalian gulma secara manual. Sanitasi
lahan hanya dilakukan pada beberapa lahan saja. Sanitasi bertujuan untuk
memutus daur hidup lalat buah dan penyakit. Lahan A1, A2, dan A3 melakukan
sanitasi buah dengan mengubur buah yang busuk dan buah yang memiliki gejala.
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi tanaman
jambu air. Jenis pupuk yang diberikan pada setiap lahan adalah pupuk organik
seperti pupuk kandang dan kompos serta pupuk NPK, KCl, dan TSP. Dosis
pemberian pupuk kandang pada setiap lahan sekitar 100-120 kg per pohon dan
hanya satu lahan saja yang memberikan dosis pupuk kompos 25 kg per pohon.
Pemberian pupuk NPK, KCl, dan TSP dilakukan dengan dosis 1 kg per pohon
yang diaplikasikan setiap empat bulan sekali pada lahan A1, A2, B2, dan B3 serta
dosis 0.5 kg per pohon pada lahan A3. Pemberian pupuk urea pada lahan B1
sebanyak 2 kg per pohon.

1

2

3

4

5

6

Gambar 4 Kondisi lahan pertanaman jambu, lahan P1A (1), lahan P2A (2),
lahan TPA(3), lahan P1B (4), lahan P2B (5), dan lahan TPB (6)

10
Identifikasi Cendawan
Cendawan penyebab penyakit antraknosa diisolasi dari sampel buah yang
menunjukkan gejala busuk sirkuler. Gejala pada buah berupa busuk dengan
bercak-bercak yang berlekuk-lekuk (sirkular), berwarna coklat dan terdapat titik
titik berwarna jingga. Bercak akan semakin luas dan jambu akan membusuk.
Pengamatan tanda penyakit antraknosa menggunakan mikroskop digital (2.0
megapixel). Pengamatan morfologi Gloeosporium sp. pada media PDA
membentuk miselium berwarna putih yang lama kelamaan akan berubah warna
menjadi abu-abu kehitaman. Identifikasi cendawan yang dilakukan berdasarkan
Barnett dan Hunter (1998) menunjukkan bahwa cendawan tersebut termasuk ke
dalam genus Gloeopsorium.

1

2

3

4

5

6

Gambar 5 Penyakit antraknosa pada buah jambu air, gejala (1), tanda penyakit
(2), Koloni Gloeosporium sp. pada media PDA dalam cawan petri (3),
aservulus (4), apresoria (5), konidia (6), perbesaran 40x10 (4,5,6)

11
Pengamatan cendawan Gloeosporium sp. secara mikroskopis mempunyai
aservulus dengan garis tengah 90-120 µm, berwarna jingga gelap dan berdinding
tebal. Apresorium berbentuk bulat dengan dinding tebal dan berwarna gelap.
Badan buah berbentuk aservulus (Ploetz et al 2003). Konidia hialin (tidak
berwarna), satu sel, jorong atau silindris dengan kedua sisi ujung tumpul.
Selain cendawan Gloeosporium sp., juga ditemukan cendawan lain pada
salah satu buah yaitu cendawan Pestalotia sp. Gejala penyakit cendawan ini sulit
teridentifikasi karena pada saat pengamatan gejala bersatu dengan gejala penyakit
antraknosa. Cendawan Pestalotia sp. juga ditemukan menginfeksi Syzygium
samarangense di Thailand. Gejala yang ditemukan pada buah yaitu berbentuk
bercak berwarna merah yang mencekung di bagian buah jambu air, terdapat
miselium berwarna putih, dan bintik-bintik hitam (Maharachchikumbura et al.
2013). Cendawan Pestalotia sp. memiliki konidia yang terdiri dari dua sel atau
lebih, berwarna gelap, dan memeliki dua atau lebih embelan di bagian ujung
konidia (Watanabe 2002).

Gambar 6 Konidia cendawan Pestalotia sp. dengan perbesaran 40x10
Identifikasi Lalat Buah
Identifikasi lalat buah menggunakan kunci identifikasi International
Centre for the Management of Pest Fruit Flies (2008). Gejala yang terlihat di
lapangan yaitu terdapat bekas tusukan kecil, yang di sekitarnya terdapat bercak
yang lama kelamaan akan menyebabkan buah busuk. Hasil identifikasi
menunjukkan bahwa lalat buah yang menyerang jambu air termasuk dalam
Bactrocera albistrigata dan Bactrocera papayae.
Bactrocera merupakan genus lalat buah yang paling banyak ditemukan
pada buah-buahan. Bactrocera albistrigata dan Bactrocera papayae merupakan
spesies lalat buah yang memiliki tanaman inang yang beragam dan hampir selalu
tersedia sepanjang tahun. Menurut Siwi et al. (2006), Tanaman inang B.
albistrigata adalah jambu biji, jambu air, jambu bol dan nangka. Tanaman inang
B. papayae adalah pisang, pepaya, cabai, jambu biji, jambu bol, nangka dan lain
sebagainya.

12

1

4

2

3

5
Gambar 7 Gejala serangan lalat buah (1), larva (2), pupa (3), lalat buah
Bactrocera albistrigata (4), Bactrocera papayae (5)

Hasil penelitian Helda et al. (2013) menyatakan bahwa spesies lalat buah
yang ditemukan pada tanaman jambu air adalah B. carambolae dan B.
albistrigata. Indriyanti et al. (2014) melaporkan lalat buah B. albistrigara
ditemukan menyerang buah jambu air jenis Delima. Ciri utama dari B.
albistrigara yaitu pada bagian sayap terdapat dua pola pita hitam dan terdapat
pola hitam yang lebar di sisi lateral abdomen. Ciri utama B. papayae yaitu pola
hitam tipis pada sayap bagian apeks dan pola hitam “T” yang jelas (International
Centre for the Management of Pest Fruit Flies 2008).
Pengaruh Pembungkusan Buah dan Perawatan Lahan terhadap Kejadian
dan Keparahan Penyakit Antraknosa
Gejala antraknosa yang terlihat di lapangan berupa adanya bercak-bercak
yang berlekuk-lekuk (sirkular), dan berwarna coklat. Semakin lama, bercak ini
akan semakin luas dan jambu akan membusuk (Gambar 5). Cendawan
menginfeksi melalui luka atau lentisel pada buah yang masih mentah, tetapi
cendawan tidak dapat berkembang, berada dalam keadaan laten dan baru
berkembang setelah buah matang. Cendawan dapat menginfeksi buah yang masih
mentah dan dapat dorman selama 3 bulan. Cendawan akan aktif dan menyebabkan
pembusukan pada waktu buah mulai matang.
Petani jambu air di wilayah Kabupaten Demak, melakukan pembungkusan
buah jambu air untuk menghindari serangan lalat buah dan penyebaran penyakit
antraknosa. Pembungkusan termasuk salah satu bentuk pengendalian secara fisik
yang dapat menghalangi ruang gerak hama sehingga tidak dapat mendekati bagian

13
tanaman yang dikehendaki. Pengamatan kejadian dan keparahan penyakit
dilakukan saat buah sudah matang.
Tabel 6 Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap kejadian dan
keparahan penyakit
Lahana
P1A
P2A
TPA
P1B
P2B
TPB
a

b

Rata-Rata Kejadianb
7.27a
10.83a
7.90a
6.83a
5.03a
14.50a

Rata-Rata Keparahanb
5.00a
8.37a
6.26a
4.87a
3.82a
10.93a

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat,
P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan
tidak terawat
Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji Duncan)

Pembungkusan dan perawatan lahan yang dilakukan pada enam lokasi tidak
berpengaruh nyata terhadap kejadian dan keparahan penyakit antraknosa. Namun
secara umum buah jambu yang dibungkus menunjukkan tingkat kejadian dan
keparahan penyakit yang lebih kecil dibandingkan buah jambu yang tidak
dibungkus (kontrol). Hal ini karena tujuan utama pembungkusan buah untuk
menghindari serangan hama seperti lalat buah. Pembungkusan dengan
menggunakan plastik bening akan menyebabkan uap udara yang terakumulasi
sulit untuk dikeluarkan kembali sehingga menyebabkan buah busuk karena
terkena air.
Buah yang terserang antraknosa dan tidak dibungkus akan menjadi sumber
inokulum. Menurut Lim dan Manicom (2003), cendawan Colletotrichum sp.
terutama dipencarkan oleh percikan air dan angin. Hal ini menyebabkan buah
yang tidak dibungkus, memiliki kejadian dan keparahan penyakit yang lebih
tinggi dibandingkan buah yang dibungkus. Meskipun tingkat keparahan penyakit
tergolong sedang, hal tersebut dapat menurunkan kualitas dan kuantitas jambu air
serta merugikan petani karena apabila satu buah hanya terserang sedikit saja di
sekitar ujung buah, hal tersebut sudah dikatakan rusak 100% karena buah
merupakan bagian utama yang dipanen dan jika tetap dikumpulkan dengan buah
lain yang masih bagus, akan menjadi inokulum baru dan menyerang buah lainnya.
Cendawan ini hidup saprofit pada bagian-bagian tanaman yang sudah mati
dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit. Cendawan ini adalah parasit lemah,
dapat menginfeksi dan berkembang pada jaringan yang lemah, khususnya karena
proses penuaan. Cendawan menginfeksi melalui luka atau lentisel pada buah yang
masih mentah dan baru berkembang setelah buah matang. Saat kondisi lembab
dan teduh, cendawan pada bagian yang sakit akan membentuk konidium dalam
jumlah yang besar, yang terikat dalam masa lendir berwarna merah jambu
(Syahnen dan Pinem 2010).
Suhu di lapangan selama penelitian berkisar antara 25-32 ºC dengan
kelembaban udara rata-rata 65-93%. Rendahnya kelembaban udara diduga
menjadi penyebab rendahnya tingkat kejadian dan keparahan penyakit antraknosa.
Temperatur yang baik untuk perkembangan spora berkisar 25-30 ºC (Ploetz et al

14
2003) dengan suhu optimal 28 ºC (Menge et al 2003) dan pada suhu di bawah 5
ºC dan di atas 40 ºC tidak dapat berkecambah. Menurut Semangun (2007),
sprorulasi cendawan Gloeosporium piperatum terjadi pada suhu 23 ºC.
Kelembaban udara yang membantu perkembangan penyakit berkisar 95-97%
(Ploetz 2003). Menurut (Tilaar 2004), kelembaban udara 95% akan sangat
membantu inisiasi infeksi dan perkembangan penyakit. Cendawan akan
menghasilkan kumpulan konidia yang berwarna putih pada daun ketika berada
pada kondisi yang lembab. Konidia yang jatuh pada permukaan daun atau buah
akan segera berkecambah dan mengadakan penetrasi (Syahnen dan Pinem 2010).
Pengaruh Pembungkusan dan Perawatan Lahan terhadap Tingkat Serangan
dan Kerusakan Lalat Buah
Faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban menyebabkan rendahnya
tingkat kejadian dan keparahan penyakit antraknosa pada buah. Namun, suhu dan
kelembaban di lapangan sangat sesuai terhadap perkembangan dan tingkat
serangan lalat buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Bateman (1972 dalam Ginting
2009) yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap perkembangan,
keperidian, lama hidup dan mortalitas Bactrocera sp. Lalat buah umumnya dapat
hidup dan berkembang pada suhu 10-30 ºC dan antara suhu 25-30 ºC telur lalat
buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 30-36 jam. Kelembaban yang
rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan mortalitas
imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban udara yang terlalu tinggi (95100%) dapat mengurangi laju peletakan telur.
Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik bening.
Berdasarkan penelitian Damayanti (2000), pengaruh jenis pembungkus terhadap
intensitas serangan lalat buah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
terhadap kontrol dan jenis pembungkus kertas mendapat serangan lalat buah yang
rendah dibandingkan dengan plastik bening, hitam, dan kantong kasa.
Perawatan lahan yang dilakukan pada keenam lahan tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat serangan lalat buah. Hal ini karena pada saat menjelang
panen, petani tidak melakukan sanitasi atau pengumpulan buah jambu air yang
terserang baik yang masih di dalam kantung plastik ataupun yang berjatuhan di
tanah. Selain itu, banyaknya pohon dan bunga yang tumbuh menyebabkan
keterlambatan dalam melakukan pembungkusan buah.
Pembungkusan berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan lalat buah
(Tabel 7). Pembungkusan termasuk bentuk pengendalian secara fisik yang dapat
menghalangi hama sehingga tidak mampu mendekati bagian tanaman dan tidak
menimbulkan kerusakan dan digunakan untuk menghindari peletakan telur oleh
lalat buah. Tingkat serangan yang disebabkan oleh lalat buat termasuk dalam
kategori sedang dengan rata-rata 15.27%. Tingkat serangan dan kerusakan akan
meningkat disaat panen raya karena ketersediaan buah mempengaruhi
perkembangan lalat buah.

15
Tabel 7 Pengaruh pembungkusan dan perawatan lahan terhadap
tingkat serangan dan kerusakan lalat buah
Lahana
P1A
P2A
TPA
P1B
P2B
TPB

Rata-Rata Seranganb
15.53abc
7.37bc
17.60ab
12.39abc
8.89bc
29.84a

a

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan
terawat, P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak
pembungkusan pada lahan tidak terawat
b
Angka dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji Duncan)

Semakin banyak jumlah tusukannya maka semakin banyak jumlah larva
yang menginfestasi buah tersebut. Tusukan ovipositor berukuran kecil, seperti
tertusuk jarum. Gejala yang terlihat di lapangan yaitu terdapat bekas tusukan kecil
dan bekas keluarnya larva yang di sekitarnya terdapat bercak yang lama kelamaan
akan menyebabkan buah busuk (Gambar 7).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian, keparahan dan tingkat
serangan hama penyakit
Tabel 8 Uji chi-square hubungan antara lokasi, pemeliharaan, pembungkusan,
penggunaan pupuk dan pestisida dengan kejadian, keparahan, dan
tingkat serangan hama penyakita
Kejadian Penyakit
Faktor
Pembungkusan
Pemeliharaan
Lokasi
Pupuk
Kandang
NPK
TSP
KCl
Kompos
Urea
Fungisida
Insektisida
Sipermetrin
Karbosulfan
Tiodikarb
a

Keparahan
Penyakit
�2
�2
a
tabel
hitung
2.17
7.81
0.29
7.81
19.80
25.00

Tingkat Serangan
Hama
�2
�2
a
tabel
hitung
12.08
7.81
5.10
7.81
25.59
25.00

�2
hitunga
3.06
0.36
26.04

�2
tabel
7.81
7.81
25.00

14.76
1.60
16.22
8.95
14.76
1.60
2.59

7.81
7.81
7.81
7.81
7.81
7.81
7.81

11.99
0.75
12.23
5.22
12.30
0.75
3.00

7.81
7.81
7.81
7.81
7.81
7.81
7.81

2.87
0.67
3.73
7.50
3.97
0.67
-

7.81
7.81
7.81
7.81
7.81
7.81
-

-

-

-

-

3.73
7.50
1.25

7.81
7.81
7.81

Analisis menggunakan �2 pada taraf nyata α=5 %.

16
Persentase kejadian penyakit memiliki nilai yang jauh berbeda pada enam
lokasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil analisis chi-square yaitu nilai �2 hitung
lebih besar dibandingkan oleh nilai �2 tabel (Tabel 7), artinya terdapat hubungan
antara lokasi dengan kejadian penyakit antraknosa. Ketersediaan inang diduga
mempengaruhi tingkat kejadian dan keparahan penyakit karena tidak semua
pohon mengalami fase pematangan buah 100%. Namun, tidak terdapat hubungan
antara lokasi dengan keparahan penyakit antraknosa (Tabel 7). Penggunaan pupuk
(kandang, kompos dan TSP) ada hubungan dengan kejadian dan keparahan
penyakit. Hal ini diduga adanya unsur yang terkandung di dalam pupuk kompos
atau kandang yang dapat mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap serangan
penyakit seperti unsur nitrogen. Menurut Senoaji dan Praptana (2013),
peningkatan kerentanan tanaman terhadap patogen terjadi pada saat kadar N
tinggi.
Pembungkusan buah menjadi salah satu pengendalian yang cukup efektif
terhadap serangan lalat buah. Hal ini terlihat dari nilai �2 hitung lebih besar
dibandingkan oleh nilai �2 tabel (Tabel 7), artinya terdapat hubungan antara
pembungkusan dengan tingkat serangan lalat buah. Selain itu, tingkat serangan
lalat buah lebih kecil pada buah yang dibungkus dibandingkan buah yang tidak
dibungkus. Menurut Damayanti (2000), pengaruh jenis pembungkus (kasa, kertas,
kantong plastik hitam dan putih) terhadap bobot buah jambu menunjukkan hasil
yang berbeda nyata terhadap kontrol. Pembungkus kantong kertas dan kantong
plastik putih dapat meningkatkan bobot buah jambu air secara berturut-turut
sebesar 24.4 % dan 19.6 %.
Penggunaan pestisida tidak ada hubungannya dengan kejadian, keparahan
dan tingkat serangan lalat buah. Hal ini terlihat dari hasil uji chi-square dengan
nilai �2 hitung lebih kecil dibandingkan oleh nilai �2 tabel (Tabel 7). Petani
biasanya menggabungkan berbagai jenis pestisida dengan bahan aktif yang
berbeda menjadi satu dalam sekali penyemprotan. Hal ini menyebabkan kerja
bahan aktif menjadi tidak sinergis. Bahan aktif dikatakan sinergis jika mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan daya racun. Selain itu, petani menggunakan
pestisida racun kontak dan lambung untuk mengendalikan hama. Racun kontak
akan efektif bekerja saat racun kontak langsung dengan hama dan racun lambung
akan efektif bekerja saat tanaman yang terkena racun dimakan oleh hama. Telur
dan larva lalat buah berada di dalam buah serta pupa berada di dalam tanah
sehingga penggunaan pestisida kurang efektif untuk mengendalikan lalat buah
pada buah yang dibungkus.

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Pembungkusan dan perawatan lahan yang diaplikasikan pada tanaman
jambu air tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan dan keparahan
penyakit antraknosa pada buah. Pembungkusan buah yang diaplikasikan pada
tanaman jambu air berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan lalat buah.
Namun, perawatan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan
akibat lalat buah. Penyakit yang menyerang buah jambu air adalah Gloeosporium
sp. dan lalat buah yang menyerang buah jambu air adalah Bactrocera albistrigata
dan B. papayae.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengendalian penyakit
dan hama lalat buah pada buah secara hayati. Hasil dari pengujian tersebut
diharapkan dapat menekan perkembangan penyakit dan hama sehingga dapat
meningkatkan produksi buah jambu air.

18

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1988. Plant Pathology. 3th Ed. San Diego (US): Elsevier Academic
Press.
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. 4th Ed. San Diego (US): Elsevier Academic
Press.
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Minnesota
(US): APS Pr.
Bateman MA. 1972. The ecology of fruit flies. Di dalam: Ginting, editor.
Keanekaragaman lalat buah (Diptera:Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan
Bogor sebagai bahan kajian penyususnan analisis resiko hama. [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Demak Dalam Angka 2013. [internet].
[diunduh 2015 Juli 11]. Tersedia pada: demak.bps.go.id
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Luas panen dan produksi buah dan sayuran
tahunan (BST) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah [internet].
[diunduh
2014
Juni
14].
Tersedia
pada:
http://jateng.bps.go.id/webbeta/frontend/linkTabelStatis/view/id/989
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi buah-buahan dan sayuran tahunan di
Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Sep 11]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55¬ab=16
Cahyono B. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Air. Yogyakarta (ID): Lily Publisher.
Damayanti M. 2000. Pengaruh jenis pembungkus dan saat pembungkusan
terhadap kualitas buah jambu air (Syzygium samarangense). [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Helda S, Mujiyanto 2013. Identifikasi hama lalat buah (Diptera: Tephtritidae)
pada berbagai macam buah-buahan. Jurnal Ziraa’ah. 36(1):32-39.
Holliday P, Mowat WP. 1963. Foot Rot of Piper nigrum L. (Phytophthora
palmivora). London (GB): Commonwealth Mycological Institute.
Indriyanti DR, Isnaini YN, Priyono B. 2014. Identifikasi dan kelimpahan lalat
buah Bactrocera pada berbagai buah terserang. Jurnal Biosaintifika.
6(1):39-45.
International Centre for the Management of Pest Fruit Flies. 2008. Fruit Flies of
Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management.
Australia: Griffith University.
Lim TK, Manicom BQ. 2003. Diseases of guava. Di dalam: Ploetz RC, editor.
Disease of Tropical Fruit Crops. Wallingford (UK): CABI Publishing.
Maharachchikumbura SSN, Guo LD, Chukeatirote E, Mckenzie EHC, Hyde KD.
2013. A destructive new disease of Syzygium samarangense in Thailand
caused by the new species Pestalotiopsis samarangensis. Tropical Plant
Pathology. 38(3):227-235.
Menge JA, Ploetz RC. 2003. Diseases of Avocado. Di dalam: Ploetz RC, editor.
Disease of Tropical Fruit Crops. Wallingford (UK): CABI Publishing.
Pertiwi MD, Prajitno D, Shiddieq D. 2012. Pengaruh Perbedaan jenis lahan dan
terapan budidaya terhadap produksi jambu air merah Delima. Jurnal Ilmu
Pertanian. 15(2): 61-68.

19
Ploetz RC. 2003. Disease of Tropical Fruit Crops: Diseases of mango.
Wallingford (UK): CABI Publishing.
Ploetz RC, Lim TK, Menge JA, Rohrbach KG, Michailides TJ. 2003. Common
pathogens of tropical fruit crops. Di dalam: Ploetz RC, editor. Disease of
Tropical Fruit Crops. Wallingford (UK): CABI Publishing.
Rebin. 2013. Teknik perbanyakan jambu air citra melalui stek cabang. Iptek
Hortikultura. [internet]. [diunduh 2014 Nov 21); 9: 6-10. Tersedia pada:
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id
Sauers AV, Mullers. 2005. Host plants of the carambola fruit fly, Bactrocera
carambolae Drew & Hancock (Diptera: Tephritidae), in Suriname, South
America. Neotropical Entomology. 34(2):203-214.
Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Edisi
ke-2. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Senoaji W, Praptana RH. 2013. Interaksi nitrogen dengan insidensi penyakit
tungro dan pengendaliannya secara terpadu pada tanaman padi. Iptek
Tanaman pangan 8(2):80-89.
Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting
di Indonesia (Diptera: Tephtritidae). Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Syahnen, Pinem SE. 2010. Ancaman penyakit antraknosa (Colletotrichum
gloeosporioides) pada tanaman kakao dan pengendaliannya. [internet].
Medan (ID): Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan.
[diunduh
2014
Nov
28].
Tersedia
pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/tinymcpuk/gambar/file/antrak
nosa.pdf
Tilaar SV. 2004. Uji ketahanan berbagai genotipa cabai (Capsicum sp.) terhadap
penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides Penz.). [skripsi].
Bogor
(ID):
Institut
Pertanian
Bogor.
Tersedia
pada:
www.repository.ipb.ac.id
Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study
of Insects. 7th ed. Amerika Serikat (US): Thomson Brooks/Cole.
Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of
Cultured Fungi and key too Species. 2th Ed. Boca ra ton (US): CRC Pr.
Zadoks CJ, Schein RD. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management.
New York (US): Oxford University Press.

20

21

LAMPIRAN

22
Lampiran 1 Kejadian penyakit antraknosa pada lahan jambu air
Lahanb
P1A
P2A
TPA
P1B
P2B
TPB
a

1
8
4
4
0
0
9

Kejadian Penyakit Antraknosa pada Setiap Pohon(%)
3
4
5
6
7
8
0
0
5
11.66
5
7.33
9
24
6.66
10.66
4
9
4
20
13
0
0
0
4
4
6.66
8
5
20
0
3.33
5
24
5
5
9
6.66
14.99
25
14
12.33

2
20
9
29
5
4
9

9
11.66
24
5
10.66
4
25

10
4
8
4
5
0
19.99

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat,
P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan
tidak terawat

Lampiran 2 Keparahan penyakit antraknosa pada lahan jambu air
Keparahan Penyakit Antraknosa pada Setiap Pohon(%)
Lahanb
P1A
P2A
TPA
P1B
P2B
TPB
a

1
5.33
3.33
2.67
0
0
7.33

2
20
4.90
24.50
2.50
23.33
5.83

3
0
6.17
0
2.67
0
2

4
0
22
20
3.33
3.33
5.33

5
3
5.56
13
5.33
2.50
10

6
8.89
8.22
0
6.67
22.67
22.50

7
2.50
2.67
0
0
4.17
7.67

8

9
8.89
22.67
4.17
8.67
2.67
23

6
7.50
0
20
3.33
8.11

10
2.67
5.33
3.33
2.50
0
20

P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat,
P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan
tidak terawat

Lampiran 3 Tingkat serangan lalat buah pada lahan jambu air
Tingkat Serangan Lalat Buah pada Setiap Pohon (%)
Lahanb
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
P1A
16.67 40
0
20
5
30.66 14.67 15
13.33
0
P2A
8
4
9
9
0
4
9
20
0
10.67
TPA
6.67
45.83
0
16.67 38.89 16.67
0
16.67
9.72 25
P1B
19.45
12.50
3.33 20
0
20
4.17 11.11
0
33.33
P2B
9
14.67 12
0
5
4
5
19.66
4
15.66
TPB
24.17
27.50 35.5
40.28 36.67 11.67 45
26.67 25.56 21.11
a
P1A, P2A= pembungkusan pada lahan terawat, TPA= tidak pembungkusan pada lahan terawat,
P1B, P2B= pembungkusan pada lahan tidak terawat, TPB= tidak pembungkusan pada lahan
tidak terawat

Lampiran 4 Hasil analisis ragam tingkat serangan lalat buah
Source
Model
Error
Corrected Total
Source
a

f1
f2b
f1*f2
a

DF
5
54
59
DF

2
1
2

Squares
3 171.949115
6 178.773650
9 350.722765
Type I SS

2 413.916770
172.890375
585.141970

f1= pembungkusan, bf2=perawatan lahan

Mean Square
634.389823
114.421734

Mean Square

1 206.958385
172.890375
292.570985

F Value
5.54

F Value

10.55
1.51
2.56

Pr > F
0.0003

Pr > F

0.0001
0.2243
0.0869

23
Lampiran 5 Hasil Analisis ragam kejadian penyakit
Source
Model
Error
Corrected Total

DF
5
54
59

Source
f1a
f2b
f1*f2
a

DF
2
1
2

Squares
576.630468
2 810.370190
3 387.000658

Mean Square
115.326094
52.043892

F Value
2.22

Pr > F
0.0659

Type I SS
163.5589733
1.7716017
411.2998933

Mean Square
81.7794867
1.7716017
205.6499467

F Value
1.57
0.03
3.95

Pr > F
0.2171
0.8543
0.0250

f1= pembungkusan, bf2=perawatan lahan

Lampiran 6 Hasil analisis ragam keparahan penyakit
Source
Model
Error
Corrected Total
Source
f1a
f2b
f1*f2
a

DF
2
1
2

DF
5
54
59

Squares
Mean Square F Value Pr > F
248.848493
49.769699
0.76
0.5792
3 514.332100
65.080224
3 763.180593

Type I SS
94.2680233
19.6539267
134.9265433

Mean Square
47.1340117
19.6539267
67.4632717

F Value
0.72
0.30
1.04

Pr > F
0.4893
0.5849
0.3616

f1= pembungkusan, bf2=perawatan lahan

Lampiran 7 Uji chi-square pembungkusan terhadap kejadian penyakit
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value
3.064
3.135
1.570
60

df
3
3
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.382
.371
.210

Lampiran 8 Uji chi-square perawatan lahan terhadap kejadian penyakit
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value
.359
.359
.000
60

df
3
3
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.949
.949
1.000

Lampiran 9 Uji chi-square penggunaan pupuk kandang terhadap kejadian
penyakit
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value
14.764
16.941
7.812
60

df
3
3
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.002
.001
.005

24
Lampiran 10 Uji chi-square penggunaan pestisida terhadap kejadian penyakit
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value
2.590
2.624
.297
60

df
3
3
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.459
.453
.586

Lampiran 11 Uji chi-square pembungkusan terhadap serangan lalat buah
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association

Value
12.077
14.555
8.405

N of Valid Cases

60

df
4
4
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.017
.006
.004

Lampiran 12 Uji chi-square pemeliharaan terhadap serangan lalat buah
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value
5.998
6.138
1.000
60

df
4
4
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.199
.189
.317

Lampiran 13 Uji chi-square penggunaan pupuk kandang terhadap serangan lalat
buah
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value
2.861
2.926
.050
59

df
4
4
1

Asymp. Sig. (2-sided)
.581
.570
.824

Lampiran 14 Uji chi-square penggunaan pestisida terhadap serangan lalat buah
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-L