Implementation analysis of green building on assembling Installation of PT. Mercedes-Benz Indonesia

ANALISIS PENERAPAN GREEN BUILDING PADA
INSTALASI PERAKITAN MOBIL PT. MERCEDES-BENZ
INDONESIA

FARID FACHRUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul Analisis Penerapan Green
Building pada Instalasi Perakitan Mobil PT. Mercedes-Benz Indonesia adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Farid Fachrudin
NIM F451110051

RINGKASAN
FARID FACHRUDIN. Analisis Penerapan Green Building pada Instalasi
Perakitan Mobil PT. Mercedes-Benz Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF SABDO
YUWONO dan ASEP SAPEI.
Green building merupakan cara efektif untuk mengurangi penggunaan
energi, emisi gas rumah kaca, sick building syndrome, dan keseluruhan dampak
lingkungan akibat pembangunan. Di Indonesia konsep green building mulai
berkembang sejak tahun 2009 ditandai dengan terbentuknya GBCI (Green
Building Council Indonesia) yang menghasilkan rating tools analysis yang
disebut sebagai GREENSHIP. GREENSHIP merupakan perangkat untuk
bangunan sejauh mana menerapkan konsep green building. Penerapan green
building didasarkan pada enam kriteria yaitu appropriate site development, energy
efficiency and conservation, water conservation, material resources and cycle,
indoor health and comfort, dan building environment management.
PT. Mercedes-Benz Indonesia (MB-Ina) merupakan salah satu produsen

mobil terbesar di Indonesia dimana dalam proses produksinya secara bertanggung
jawab senantiasa memperhatikan aspek lingkungan. Sehingga dibutuhkan analisis
yang utuh dalam melaksanakan proses produksi yang sesuai dengan aspek
lingkungan melalui konsep green building.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan green building pada
MB-Ina berdasarkan kriteria GREENSHIP serta memberikan rekomendasi
perbaikan kepada pihak MB-Ina. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah
satu unsur penting bagi pihak pengelola MB-Ina untuk meningkatan kualitas
operasional perusahaan dan kepedulian terhadap lingkungan.
Metode penelitian yang dilakukan meliputi metode analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan wawancara kepada pihak terkait.
Sedangkan analisis kuantitatif didasarkan pada survei secara langsung ke lapang.
Hasil analisis penerapan green building di MB-Ina menunjukkan bahwa
MB-Ina telah menerapkan 59% atau 69 dari 117 poin yang telah ditetapkan. MBIna mendapatkan peringkat emas dalam melakukan penerapan konsep green
building.
Kata kunci: green building, GREENSHIP, PT. Mercedes-Benz Indonesia,
rating tools analysis.

SUMMARY
FARID FACHRUDIN. Implementation Analysis of Green Building on

Assembling Installation of PT. Mercedes-Benz Indonesia. Supervised by ARIEF
SABDO YUWONO and ASEP SAPEI.
Green building is effective way to reduce energy use, greenhouse gas
emissions, sick building syndrome, and the overall environmental impacts of
development patterns. In Indonesia, this concept began to develop since 2009 by
the formation of GBCI (Green Building Council Indonesia) that produced tools
analysis ratings known as GREENSHIP. GREENSHIP is a device to assess the
extent a building has applied the green building concept. The application of green
building is based on six criteria i.e. appropriate site development, energy
efficiency and conservation, water conservation, material resources and cycle,
indoor health and comfort, and building environment management.
PT. Mercedes-Benz Indonesia (MB-Ina) is one of the largest car
manufacturers in Indonesia, where the production process in a responsible manner
always consider the environmental aspects.
The objective of the research was to evaluate the application of green
building at Mercedes-Benz Indonesia (MB-Ina) according to GREENSHIP
criteria and provide recommendations for improvements to the MB-Ina.. The
result was expected to be one of important elements for the managers to improve
the company operational quality and environmental awareness.
Research methodology includes qualitative and quantitative analysis

methods. Qualitative analysis of interviews conducted with the manager level.
While quantitative analysis is based on a survey directly to the field.
Analysis results in the application of green building show that the MB- Ina
has implemented 59% or 69 of the 117 points that have been set. MB-Ina achieved
gold level in the application of the concept of green building.
Keywords: green building, GREENSHIP, PT. Mercedes-Benz Indonesia,
rating tools analysis.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ANALISIS PENERAPAN GREEN BUILDING PADA
INSTALASI PERAKITAN MOBIL PT. MERCEDES-BENZ

INDONESIA

FARID FACHRUDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Dosen Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Mieske Widyarti, M.Eng

Judul Tesis : Analisis Penerapan Green Building pada Instalasi Perakitan Mobil
PT. Mercedes-Benz Indonesia
Nama

: Farid Fachrudin
NIIv1
: F45111 0051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Arie

Prof Dr Ir Asep Sapei, MS
Anggota

Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi


Tanggal Ujian: 29 Juli 2013

Tanggal Lulus:

16 0CT 2013

Judul Tesis : Analisis Penerapan Green Building pada Instalasi Perakitan Mobil
PT. Mercedes-Benz Indonesia
Nama
: Farid Fachrudin
NIM
: F451110051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Arief Sabdo Yuwono, MSc
Ketua


Prof Dr Ir Asep Sapei, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Green
Building, dengan judul Analisis Penerapan Green Building pada Instalasi
Perakitan Mobil PT. Mercedes-Benz Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono,
M.Sc. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku pembimbing. Selain itu
penulis ucapkan terimakasih kepada Kementrian Pendidikan Nasional melalui
beasiswa unggulan BPKLN (Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri) yaitu
beasiswa P3SWOT yang telah diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Rusiana Jahja, Bapak Ari Setiawan dan Bapak Arief D
Raharjo dari PT Mercedes-Benz Indonesia selaku pembimbing lapang yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Farid Fachrudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

2

3 METODE
Waktu dan Lokasi
Alat
Prosedur Analisis Data

6
6
7
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

10

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Green Building Council di berbagai negara
Tabel 2. Peringkat Green Building untuk Existing Building
Tabel 3. IKE gedung perkantoran di MB-Ina.
Tabel 4. Hasil pengukuran parameter fisika di MB-Ina.
Tabel 5. Curah hujan bulanan di Kecamatan Gunung Putri

4
6
14
22
25

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Penelitian Penerapan Konsep Green Building.
Gambar 2. Bis Jemputan dan Car Pooling.
Gambar 3. Sepeda dan Kamar Ganti Pakaian di MB-Ina.
Gambar 4. Stiker Hemat Energi di MB-Ina.
Gambar 5. Konsumsi Energi Listrik di MB-Ina.
Gambar 6. Konsumsi Air Bersih di MB-Ina.
Gambar 7. Penanganan Sampah di MB-Ina.
Gambar 8. Smoking Area.
Gambar 9. Penerapan Green Building di Mercedes Benz Indonesia.

10
11
12
14
15
18
20
21
24

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian.
Lampiran 2. Appropriate Site and Development/ASD
Lampiran 3. Program Eco-Industry.
Lampiran 4. Energy Efficiency and Conservation/EEC
Lampiran 5. Kualitas Air Tanah di MB-Ina.
Lampiran 6. Water Conservation/WAC
Lampiran 7. Material Resources and Cycle/MRC
Lampiran 8. Indoor Health and Comfort/IHC
Lampiran 9. Building Environment Management/BEM

30
31
34
35
39
40
42
46
50

DAFTAR SINGKATAN
AC
ASD
BEM
CD
CFC
CV
DOM
EEC
EMI
GBCI
IHC
IMS
MB-Ina
MRC
MVAC
PC
RTH
SNI
TD
USGBC
WAC
WGBC
WI

: Air Conditioner
: Approproiate Site and Development
: Building Environment Management
: Coorporate Development
: Chlorofluorocarbon
: Commercial Vehicle
: Disposal of Material
: Energy Efficiency and Conservation
: Engineering, Maintenance, and Infrastructure
: Green Building Council Indonesia
: Indoor Health and Comfort
: Integrated Management System
: PT. Mercedes-Benz Indonesia
: Material Resources and Cycle
: Mechanical Ventilation and Air Conditioning
: Passenger Car
: Ruang Terbuka Hijau
: Standar Nasional Indonesia
: Technical Department
: United States Green Building Council
: Water Conservation
: World Green Building Council
: Work Instruction

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) dan peningkatan jumlah penduduk
diiringi dengan pembangunan yang pesat menjadi salah satu isu penting di dunia
modern saat ini. Pembangunan yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia justru menjadi penyumbang terbesar kerusakan alam.
Seiring dengan kesadaran akan pentingnya konservasi alam, maka manusia mulai
merancang bangunan yang ramah lingkungan. Negara-negara maju seperti Jepang,
Perancis dan Amerika Serikat telah banyak melakukan kajian terhadap bangunan
ramah lingkungan.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran global mengenai lingkungan
hidup dan perubahan iklim dibentuklah konsep green building. Green building
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan meminimalisasi
kerusakan lingkungan sekitar tanpa mengurangi kualitas bangunan tersebut. Pada
tahun 2009 dibentuklah Green Building Council Indonesia (GBCI). GBCI
mengeluarkan sertifikasi tentang bangunan hijau (green building) berdasarkan
sistem poin yang sesuai dengan kondisi di Indonesia yang disebut GREENSHIP.
Evaluasi suatu bangunan khususnya industri menjadi penting karena industri
merupakan salah satu penyumbang emisi karbon dioksida terbesar yang
merupakan penyebab terbesar pemanasan global. Oleh karena itu dibutuhkan
evaluasi pada industri guna menuju eco-industry, yaitu konsep industri modern
yang tetap memperdulikan kelestarian lingkungan dalam menjalankan proses
produksinya.
PT. Mercedes-Benz Indonesia (MB-Ina) merupakan salah satu produsen
mobil terbesar di Indonesia dimana dalam proses produksinya secara bertanggung
jawab senantiasa memperhatikan aspek lingkungan. Sehingga dibutuhkan analisis
yang utuh dalam melaksanakan proses produksi yang sesuai dengan aspek
lingkungan melalui konsep green building.
Perumusan Masalah
1.
2.

Sejauhmana MB-Ina telah menerapkan konsep green building dalam
bisnisnya sesuai dengan GREENSHIP?
Upaya perbaikan dalam bidang apa sajakah yang dilakukan PT. MercedesBenz Indonesia (MB-Ina) dalam menerapkan konsep green building?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan antara lain:
1. Menganalisis penerapan green building pada instalasi perakitan mobil
PT. Mercedes-Benz Indonesia (MB-Ina) di Wanaherang, Kec. Gunung
Putri, Kab. Bogor.
2. Memberikan rekomendasi teknis dalam melakukan perbaikan sesuai
dengan konsep green building.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu unsur penting bagi pihak
pengelola PT. Mercedes-Benz Indonesia (MB-Ina) melakukan peningkatan
kualitas operasional perusahaan dan kepedulian terhadap lingkungan berdasarkan
konsep green building.
Ruang Lingkup Penelitian
a.

b.

c.

Ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut:
Objek penelitian adalah instalasi perakitan PT Mercedes Benz Indonesia
(MB-Ina), khususnya pada Ruang Terbuka Hijau (RTH), bangunan produksi
(building 6 dan 8) serta kantor (building 2, 3, dan 4).
Aplikasi penerapan green building yang diteliti disesuaikan terhadap
persyaratan umum yang tertuang dalam rating tools GREENSHIP yang
dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI).
Analisis penerapan green building di MB-Ina mengacu pada data tahun
2012.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Periode konstruksi yang cukup lama dan dapat dengan mudah memberikan
segala macam bentuk polusi yang dapat mempengaruhi baik lingkungan lokal
ataupun nasional, tergantung pada karakteristik proyek yang dilangsungkan (Wu
and Low 2010). Pada perkembangannya dibentuklah konsep green building.
Konsep green building atau bangunan hijau adalah bangunan dimana di dalam
perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta dalam konsep pemeliharaannya
memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi
penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun mutu dari
kualitas udara di dalam ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuniya
(GBCI 2010).
Green building merupakan cara efektif untuk mengurangi penggunaan
energi, emisi gas rumah kaca, sick building syndrome, dan keseluruhan dampak
lingkungan akibat pembangunan (Wagner and Omran 2011). Green building
merupakan teknologi konstruksi yang selaras dengan alam, berkelanjutan, ramah
lingkungan, dan efisien dalam penggunaan sumberdaya alam (Anbarci et al. 2012).
Green building juga mempunyai pengertian sebagai upaya untuk menghasilkan
bangunan dengan menggunakan proses-proses yang ramah lingkungan,
penggunaan sumberdaya secara efisien selama daur hidup bangunan sejak
perencanaan, pembangunan, operasional, pemeliharaan, renovasi bahkan hingga
pembongkaran (USGBC 2009).
Green building didesain untuk mereduksi dampak lingkungan terbangun
terhadap kesehatan manusia dan alam. Sebagai contoh, peningkatan kualitas udara
dalam lingkungan (indoor enviromental quality) dapat mengurangi ketidakhadiran
pekerja dan meningkatkan produktivitas pekerja, dengan kata lain bahwa green
building berpengaruh terhadap meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat
(Grady et al. 2010). Mekanisme green building mereduksi dampak lingkungan
terbangun melalui antara lain:

3
1. Efisiensi dalam penggunaan energi, air dan sumberdaya lain.
2. Perlindungan kesehatan penghuni dan meningkatkan produktifitas pekerja.
3. Mereduksi polusi atau pencermaran dari limbah/buangan padat, cair dan
gas.
Menurut GBCI (2010) manfaat yang diperoleh dari penerapan konsep green
building adalah:
1. Manfaat lingkungan
a. Meningkatkan dan melindungi keragaman ekosistem
b. Memperbaiki kualitas udara dan air
c. Mereduksi limbah
d. Konservasi sumberdaya alam
2. Manfaat ekonomi
a. Mereduksi biaya operasional
b. Menciptakan dan memperluas pasar bagi produk dan jasa “green”
c. Meningkatkan produktivitas penghuni
d. Mengoptimalkan kinerja daur hidup ekonomi
3. Manfaat sosial
a. Meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni
b. Meningkatkan kualitas estetika
c. Meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan
Akan tetapi kesadaran untuk mengimplementasikan green building
tergolong rendah khususnya pada industri, sehingga dibutuhkan strategi dan
pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk mewujudkan green building
tersebut (Taha et al. 2010). Zou and Couani (2012) menyebutkan pengembangan
untuk meningkatkan kinerja suatu bangunan menuju green building dapat
dilakukan melalui penelitian dan pengembangan, pendidikan, koordinasi rantai
pasokan (supply chain), serta pertukaran pengetahuan, informasi, pengalaman dan
aplikasi teknologi yang telah diterapkan.
Green building Council merupakan organisasi non-profit yang berkomitmen
penuh dalam menerapkan prinsip-prinsip sustainability untuk mewujudkan
bangunan yang ramah lingkungan dan berkomitmen penuh terhadap pendidikan
masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan
memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. Green
Building Council Indonesia (GBCI) merupakan anggota tetap dari World Green
Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada. WGBC saat ini
beranggotakan 89 negara dan hanya memiliki satu GBC di setiap negara.
GBCI didirikan pada tahun 2009 dan diselenggarakan oleh sinergi di antara
para pemangku kepentingannya yang meliputi:
a. Profesional bidang jasa konstruksi
b. Kalangan industri sektor bangunan dan properti
c. Pemerintah
d. Institusi pendidikan dan penelitian
e. Asosiasi profesi dan masyarakat peduli lingkungan
Salah satu program GBCI adalah menyelenggarakan kegiatan sertifikasi
bangunan hijau di Indonesia berdasarkan perangkat pepoinan khas Indonesia yang
disebut GREENSHIP. Setiap negara yang mendirikan Green Building Council
dapat mengeluarkan sistem peringkat (rating) masing-masing untuk
mempermudah pengkategorian green building sekaligus memberikan apresiasi

4
pada bangunan yang mencapai kriteria tertentu. Berikut adalah negara-negara
yang sudah mendirikan Green Building Council dan sistem peringkatnya (rating)
yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Green Building Council di berbagai negara
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Negara
Australia
Brazil
Canada
German
India
Indonesia
Jepang
Malaysia

Badan/ Organisasi
Green Building Council Australia
Green Building Council do Brazil
Canada Green Building Council
German Sustainable Building Council
Indian Green Building Council
Green Building Council Indonesia
Japan Sustainable Building Consortium
Standards and Industrial Research
Institute of Malaysia
Mexico
Mexico Green Building Council
New Zealand
New Zealand Green Building Council
Phillipine
Phillipine Green Building Council
Singapore
Building and Construction Authority
Taiwan
Taiwan Green Building Council
Thailand
Thailand Green Building Council
Arab
Emirates Green Building Council
United Kingdom United Kingdom Green Building Council
US
US Green Building Council
Vietnam
Vietnam Green Building Council
Sumber: www.worldgbc.org

Sistem Rating
Green Star
LEED Brazil
GB Tools
Sedang disusun
LEED India
GREENSHIP
CASBEE
Green Index
SICES
Green Star NZ
LEED Phillipine
BCA Green Mark
EEWH
Sedang disusun
Sedang disusun
BREEAM
LEED
Sedang disusun

Menurut GBCI (2010) suatu bangunan yang menerapkan konsep green
building apabila berhasil melalui suatu proses evaluasi untuk mendapatkan
sertifikasi green building. Di dalam evaluasi tersebut sistem yang dipakai adalah
sistem rating (rating system). Sistem rating green building digunakan untuk
memperkenalkan bangunan yang berkelanjutan dan memberikan pemahaman
yang lebih baik kepada para pelaku bisnis konstruksi sehingga dapat memberikan
solusi terhadap permasalahan konstruksi yang ada (Kevern 2011).
Sistem rating merupakan suatu alat yang berisi butir-butir dari aspek-aspek
yang memiliki poin. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating
tersebut, maka mendapatkan poin dari butir tersebut. Jika jumlah semua poin yang
berhasil dikumpulkan bangunan dalam melaksanakan sistem rating mencapai
suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi pada
tingkat tertentu (GBCI 2010).
Sistem rating dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang
ada di negara-negara yang tergabung dalam WGBC. Di Indonesia sistem rating
menggunakan sistem poin yang disebut GREENSHIP. Sistem rating ini disusun
bersama-sama dengan keterlibatan stakeholder dari professional, industri,
pemerintah, akademisi dan organisasi lain di Indonesia. Dalam penyusunannya
GBCI juga bekerjasama dengan Green Building Index (GBI) dalam bentuk
penyusunan sistem pelatihan professional di bidang Green Building
(GREENSHIP professional). Beberapa prinsip yang dipergunakan dalam
penyusunan GREENSHIP antara lain:

5
a.
b.
c.
d.

Sederhana (simplicity)
Dapat dan mudah untuk dimplementasikan (applicable)
Teknologi tersedia (available technology)
Menggunakan kriteria dengan sistem poin yang sesuai dengan standar
lokal
Keempat dasar tersebut bertujuan untuk mengajak para pelaku industri
bangunan untuk berkeinginan mengimplementasikan konsep bangunan hijau
berdasarkan pelaksanaan kriteria sistem rating tersebut. Dengan dimulainya
gerakan ini, diharapkan semakin banyak lagi pihak yang menerapkan konsep ini
sehingga diharapkan pelaksanaan konsep bangunan hijau menjadi suatu hal yang
akan menjadi sasaran umum dari setiap pengembang bangunan (GBCI 2010).
Kategori pada GREENSHIP dibagi menjadi dua bagian, yaitu kriteria sistem
rating untuk bangunan baru (new building) dan bangunan yang telah terbangun
(existing building) dimana terdapat enam kategori, antara lain:
a. Appropriate Site Development (ASD)
b. Energi Efficiency and Conservation (EEC)
c. Water Conservation (WAC)
d. Material Resources and Cycle (MRC)
e. Indoor Health and Comfort (IHC)
f. Building Environment Management (BEM).
Menurut GBCI (2010) bangunan baru mendasarkan pada desain yang ramah
lingkungan, sedangkan pada bangunan yang telah terbangun mendasarkan pada
prinsip pengoperasian (operation) dan perawatan (maintenance) bangunan
tersebut. Sesuai GREENSHIP untuk existing building, perhitungan rating green
building didasarkan pada unsur-unsur, antara lain:
a. Rating prasyarat
Rating prasyarat merupakan butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan
diimplementasi dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir
rating lainnya dalam kategori ini tidak akan mendapatkan poin sehingga proses
sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir rating prasyarat tidak memiliki poin.
b. Rating biasa
Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini
memiliki poin dan diberi poin jika semua butir prasyarat dalam kategori tersebut
telah dipenuhi atau telah dilaksanakan. Butir rating ini memiliki poin tertentu,
sesuai dengan ketentuan pencapaian tolok ukur yang sudah ditetapkan. Rating
biasa memiliki total poin sebanyak 117 poin.
c. Rating bonus
Rating bonus adalah butir rating yang dapat dipoin seperti butir rating biasa
tetapi keberadaannya tidak diperhitungkan dalam jumlah total butir rating yang
digunakan sebagai poin pembagi dalam perhitungan presentase pepoinan. Suatu
rating dipertimbangkan sebagai rating bonus apabila dipoin untuk mencapai
rating tersebut diperlukan usaha atau biaya yang besar, dan apabila dilakukan
menimbulkan dampak yang besar terhadap lingkungan, tetapi teknologi yang ada
belum cukup memadai untuk mendukung usaha tersebut sehingga terdapat
kendala seperti biaya yang relatif tinggi. Rating bonus memiliki butir poin
sebanyak 10 poin.
Untuk menciptakan sebuah green building dilakukan secara bertahap. Pada
bangungan telah terbangun (existing building), terlebih dahulu ditetapkan bahwa

6
bangunan dalam pengoperasian dan perawatannya akan memenuhi suatu green
building. Pemilik atau pihak manajemen sudah harus menetapkan peringkat mana
yang ingin dicapai. Penetapan tujuan ini diperlukan karena untuk mencapai
tingkatan tertentu tentu diperlukan pencapaian poin minimum. Semakin tinggi
peringkat yang diinginkan, semakin banyak poin yang harus dicapai. Pencapaian
poin minimum ini mencerminkan usaha dan produk akhir tertentu yang
diharapkan berlanjut hingga ke pengoperasian (GBCI 2010). Dari awal tentu
pemilik sudah dapat memproyeksikan apakah usaha yang dilakukan setara dengan
pengembalian investasi yang akan diperoleh atau tidak. Ada empat tingkat
peringkat GREENSHIP, yaitu:
Tabel 2. Peringkat Green Building untuk Existing Building
Poin Terkecil
Predikat
Poin
Persentase (%)
Platinum
86
73
Emas
67
57
Perak
54
46
Perunggu
41
35
Sumber: GBCI (2012)
Dalam pembuatan GREENSHIP membutuhkan acuan dan dukungan dari
pemerintah. Pembuatan GREENSHIP mengacu kepada standar lokal baku seperti
Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres),
Keputusan Menteri (Kepmen), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Beberapa
aturan yang menjadi acuan dalam pembuatan GREENSHIP antara lain:
a. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
b. UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
c. UU RI No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
d. Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksessibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
e. Peraturan Menteri PU No.5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau
(RTH).
f. Permen PU No.29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung.
g. Keputusan Menteri No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Kotor
Domestik.
h. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002.

3 METODE
Waktu dan Lokasi
Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan
Mei 2013. Lokasi penelitan merupakan instalasi perakitan mobil PT. MercedesBenz Indonesia (MB-Ina) di Desa Wanaherang, Kec. Gunung Putri, Kab. Bogor.
Denah lokasi penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1.

7

Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kantor pusat produksi MB-Ina terletak di Desa Wanaherang, Kecamatan
Gunung Putri, Bogor 16965. Instalasi perakitan MB-Ina mempunyai luas 42
hektar yang terdiri atas bangunan kantor, masjid, gedung perakitan kendaraan,
lapangan sepak bola, gudang penyimpanan material, workshop, WWTP dan RTH.
Kegiatan yang dilakukan dalam produksi antara lain perakitan mobil sedan seri C,
E, S, dan M, serta perakitan chasis bus.
Sejak diberlakukannya peraturan pemerintah tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), MB-Ina telah mengikuti ketentuan yang berlaku
dengan menyusun dokumen pengelolaan lingkungan pada waktu itu yaitu
Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) yang disahkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 599/SJ/IX/1992 tertanggal 21 September
1992.
Pada perkembangannya MB-Ina telah menerapkan kebijakan eco-industry
atau indutsri yang ramah lingkungan. Disamping itu, MB-Ina telah menerapkan
prinsip efisiensi dan penghematan sumberdaya serta menerapkan minimisasi
limbah. MB-Ina telah mendapatkan sertifikat eco-industry dari TUV Rheinland
dan ISO 14001:2004 serta penghargaan dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Bogor pada 19 Mei 2009.
Visi PT. Mercedes-Benz Indonesia adalah menjadi nomor satu dalam kualitas,
citra, dan kemanfaatan sektor otomotif di Indonesia. Sedangkan misinya adalah:
1. Memuaskan konsumen dalam pelayanan.
2. Terus menerus meningkatkan efektifitas sistem manajemen mutu dan
proses-proses usaha.
3. Terus menerus meningkatkan kualitas produk dan layanan jasa.
4. Membudayakan orientasi tim kerja dan berpikiran terbuka yang
melibatkan seluruh karyawan melalui kepemimpinan dan pendelegasian
tanggung jawab yang dapat diterima.
5. Kepedulian pada lingkungan.
6. Menjalin hubungan profesional dengan partner usaha.
Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain perangkat
analisis green building (GREENSHIP), perangkat pengukuran diantaranya
termometer digital (Tenmars TM-102), anemometer (Tenmars TM-403), lux
meter (Tenmars TM-202), serta sound level meter (Krisbow KW K06281) serta
perangkat komputer dan software (Microsoft office).
Prosedur Analisis Data
Pada penelitian digunakan data primer dan sekunder yang berasal dari MBIna. Data primer berupa data kondisi lingkungan perusahaan dan kondisi
infrastruktur perusahaan. Data primer didapatkan dari hasil wawancara,
pengukuran dan survei di MB-Ina. Sedangkan data sekunder didapatkan dari hasil
kajian atau data pendukung lainnya yang pernah diamati sebelumnya. Data primer

8
dan data sekunder didapatkan sesuai dengan 6 parameter utama yang telah
ditetapkan oleh GBCI, yaitu:
a. Appropriate Site and Development/ASD
Untuk mengetahui poin pada parameter ASD dilakukan wawancara
dengan pihak manajemen puncak. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
antara lain:
- Pemeliharaan eksterior bangunan, manajemen hama terpadu, dan gulma
serta manajemen habitat sekitar tapak dengan menggunakan bahanbahan tidak beracun.
- Penerapan SOP pengendalian hama penyakit dan gulma tanaman
dengan menggunakan bahan tidak beracun.
- Melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar gedung.
Selain wawancara dilakukan survei, antara lain:
- Pengurangan kendaraan pribadi (yang ditandai dengan adanya car
pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum, dan diskriminasi tarif
parkir).
- Fasilitas umum dan fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman dan bebas
dari perpotongan akses kendaraan bermotor; adanya halte atau stasiun
transportasi umum.
- Adanya parkir sepeda yang aman.
- Adanya vegetasi yang bebas dari bangunan taman yang terletak di atas
permukaan tanah seluas minimal 30% luas total lahan.
- Penggunaan bahan-bahan yang mempunyai poin albedo rata-rata
minimal 0.3.
- Pengurangan beban volume limpasan air hujan.
b. Indoor Health and Comfort/IHC
Untuk mengetahui poin pada parameter IHC dilakukan pengukuran, antara
lain kualitas udara ruangan (pertukaran udara, konsentrasi CO 2 dan CO, gas
pencemar dalam ruangan), tindakan pengurangan pemajanan polutan biologis
udara dalam ruang, tingkat pencahayaan ruangan, dan tingkat kebisingan
ruangan. Selain itu dilakukan survei, antara lain kawasan bebas rokok dan
kenyamanan pengguna gedung.
c. Material Resource and Cycle/MRC
Untuk mengetahui poin pada parameter MRC dilakukan survei, antara lain
terhadap penggunaan pendingin jenis CFC (Chloroflourocarbon),
penggunaan material ramah lingkungan, pengelolaan sampah yang ramah
lingkungan, pembelanjaan material ramah lingkungan, pengendalian limbah
B3 elektronik, penyaluran barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan
kembali.
d. Energi Efficiency and Conservation/EEC
Untuk mengetahui poin pada parameter EEC dilakukan wawancara dengan
manajemen puncak yang mencakup audit energi, target penghematan dan
rencana kerja berjangka waktu, serta penggunaan energi listrik.
Selain itu dilakukan pengukuran dan survei terhadap efisiensi kebutuhan
energi gedung dengan menunjukkan indeks kebutuhan energi listrik pada
gedung; performance index system dengan melakukan komisioning ulang
peralatan utama MVAC (Mechanical Ventilation and Air Conditioning),
penghematan penggunaan lampu, AC, dan barang elektronik lainnya;

9
prosedur pemantauan, pencatatan dan pengendalian konsumsi energi;
penggunaan sumber energi alternatif; serta pengurangan emisi CO2.
Penggunaan energi listrik dianalisis dengan melakukan audit energi. Audit
energi dimaksudkan untuk mencari potensi kerugian akibat penggunaan
listrik. Potensi kerugian akibat penggunaan listrik diantaranya adanya
penggunaan lampu yang melebihi batas (tidak dimatikan setelah jam kerja),
jalur instalasi yang kurang baik (potensi untuk konsleting). Sedangkan
potensi mengurangi konsumsi listrik efisiensi penggunaan alat-alat elektronik
dan penggunaan lampu. Selain itu peningkatan yang dapat dilakukan antara
lain dengan mengganti peralatan sesuai dengan kemajuan teknologi yang
hemat energi, misalkan dengan perubahan penggunaan lampu halogen
menuju lampu ballast dan berganti pada lampu LED.
Audit energi dilakukan dengan melakukan pendataan peralatan pada setiap
gedung dan melakukan pencocokan terhadap pengunaan energi listrik yang
dipakai. Oleh karena itu diharapkan setelah melakukan audit didapatkan
regulasi baru yang mampu menekan penggunaan energi listrik.
e. Water Conservation/WAC
Untuk mengetahui poin yang didapatkan pada parameter WAC dilakukan
wawancara kepada manajemen puncak yang mencakup adanya audit air,
target penghematan dan rencana kerja berjangka waktu tertentu.
Selain itu dilakukan pengukuran dan survei terhadap konsumsi air pada
sub-sistem gedung pada area publik, area komersil, dan utilitas bangunan;
pelaksanaan pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala;
perhitungan konsumsi air bersih; perhitungan kualitas air pada bangunan;
penggunaan air daur ulang; penggunaan sistem filtrasi sebagai penghasil air
minum; konsumsi air secara keseluruhan; penggunaan keran air pada area
publik menggunakan fitur auto stop. Analisis penghematan penggunaan air
dilakukan dengan mengamati sistem plambing yang ada.
f. Building and Environment Management/BEM
Untuk mengetahui poin yang didapatkan pada parameter BEM dilakukan
wawancara kepada manajemen puncak yang mencakup adanya rencana
pengoperasian dan perawatan yang baik dan berkesinambungan terhadap
sistem mekanikal dan elektrikal, sistem plambing dan kualitas air,
pemeliharaan eksterior dan interior, purchasing dan pengelolaan sampah;
perbaikan struktur organisasi dan operasional gedung guna meningkatkan
rating green building;
Selain itu dilakukan pengukuran dan survei terhadap usaha-usaha pada
peningkatan kualitas bangunan secara kuantitatif (penggunaan Ruang
Terbuka Hijau (RTH), penghematan energi listrik, penyediaan air daur ulang,
pencemaran udara);
Data sekunder yang digunakan berupa gambar/ denah bangunan dan
konsep gedung MB-Ina. Dari data tersebut akan dilakukan perhitungan poin
total untuk menentukan tingkat implementasi konsep green building yang
telah diterapkan.
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis
kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan cara
membandingkan antara teori terkait dengan kesesuaian penerapan green building

10
melalui wawancara dan survei dengan kuesioner berdasarkan parameter utama
yang dihitung pada penerapan green building.
Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk memberikan poin kepada
MB-Ina berdasarkan parameter-parameter yang diukur dalam menerapkan green
building. Metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap
parameter utama (ASD, EEC, WAC, MRC, IHC, dan BEM). Analisis masalah
untuk mengetahui tingkat penerapan green building pada MB-Ina berdasarkan
GREENSHIP untuk existing building version 1.0. Poin-poin yang sesuai dengan
rating dihitung dan jumlah total poin yang didapatkan menunjukkan ranking
predikat yang didapatkan. Untuk yang belum memenuhi persyaratan green
building dilakukan rekomendasi perbaikan guna mampu meningkatkan rating
pada pengukuran selanjutnya. Alur penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Mulai

Perumusan masalah

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengumpulan data primer dan sekunder:
ASD (Appropriate Site Development)
EEC (Energy Efficiency and Conservation)
WAC (Water Conservation)
MRC (Material Resource and Cycle)
IHC (Indoor Health and Comfort)
BEM (Building Environment Management)

Analisis hasil data dengan
greenship rating tools dan
rekomendasi perbaikan

Green Building

Selesai

Gambar 1. Alur Penelitian Penerapan Konsep Green Building.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Appropriate Site and Development/ASD
Pembangunan suatu kawasan dapat menunjang keberlanjutan kawasan dan
kualitas ruang secara makro tanpa mengurangi kualitas lingkungan dan dapat

11
meningkatkan kualitas hidup manusia seperti produktivitas, kesempatan kerja, dan
ekonomi masyarakat di sekitarnya. ASD membahas tentang kebijakan perusahaan
terhadap pengelolaan tata guna lahan. Tata guna lahan yang dimaksud adalah
semua lahan baik yang terbangun ataupun tak terbangun yang dapat dimanfaatkan
sesuai kebutuhan perusahaan. Hal ini meliputi pembangunan infrastruktur,
tersedianya ruang terbuka hijau (RTH), dan fasilitas pelengkap lainnya, seperti
jaringan dan moda transportasi, komunikasi, utilitas, serta berbagai fasilitas umum
lainnya. Keterhubungan dengan semua fasilitas dan infrastruktur ini memberikan
kemudahan sehingga efisiensi energi dan biaya tercapai. Aspek tata guna lahan
dilakukan untuk mengurangi pengaruh negatif keberadaan bangunan terhadap
lingkungan hidup dan lingkungan sekitarnya.
ASD terbagi menjadi 2 rating prasyarat dan 8 rating biasa dengan total poin
maksimal adalah 16 poin. Hasil assessment terhadap rating yang ada pada
GREENSHIP untuk kategori ASD, antara lain:
a) Terdapat kebijakan yang menyatakan tentang pemeliharaan eksterior
bangunan yang termuat dalam Coorporate Development (CD) No.09 tentang
Maintenance yang meliputi perawatan peralatan Mechanical Ventilation and
Air Conditioner (MVAC), infrastruktur bangunan, dan peralatan yang
menunjang produksi lainnya serta pengelolaan lingkungan pada instalasi
perakitan MB-Ina. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong MB-Ina dalam
melakukan pemeliharaan lingkungan secara terpadu sehingga dampak negatif
dapat diatasi atau diminimalisasikan.
b) Adanya kebijakan tentang pengelolaan untuk mengurangi jumlah kendaraan
pribadi melalui penggunaan bis jemputan untuk karyawan (20 bis dan16 mini
bis) serta terdapat car pooling yang ditunjukkan pada Gambar 2. Bis
jemputan tersebut digunakan pada hari kerja saat berangkat dan pulang.
Kebijakan ini tergolong efektif untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi.
Selain itu, pihak perusahaan terus berusaha untuk melakukan kampanye
dalam rangka mendorong pengurangan jumlah kendaraan pribadi melalui
regulasi atau peraturan yaitu Perjanjian Kerja Bersama (PKB), serta
pemasangan poster.

Gambar 2. Bis Jemputan dan Car Pooling.

12
c)

Tersedia akses untuk fasilitas umum yang jaraknya 1.5 km dari instalasi
perakitan MB-Ina, antara lain masjid/tempat ibadah, pasar, kantor kecamatan
Gunung Putri, kantor kepolisian sektor Gunung Putri, dan poliklinik. Selain
itu, MB-Ina menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki yang aman, nyaman dan
bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor dengan lebar 1.7 meter.
d) Terdapat kebijakan untuk menggunakan sepeda ketika sudah memasuki
instalasi perakitan MB-Ina. Sepeda dapat digunakan untuk seluruh karyawan,
khususnya oleh bagian EMI (Engineering, Maintenance and Infrastructure),
Satpam, dan OB (Office Boy). Jumlah sepeda yang terdapat di MB-Ina 25
buah. Sepeda digunakan untuk mobilisasi antar gedung oleh karyawan dan
pengawasan keamanan oleh satpam. Tempat parkir sepeda disediakan pada
setiap gedung di MB-Ina. Selain itu terdapat kamar ganti pakaian yang
digunakan untuk setiap pekerja yang ada di MB-Ina. Kamar ganti dilengkapi
dengan shower room, ruang ganti, dan kamar mandi. Sepeda dan kamar ganti
ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Sepeda dan Kamar Ganti Pakaian di MB-Ina.
e)

f)

Rating mengenai site lanscaping yaitu mengenai pengelolaan RTH (Ruang
Terbuka Hijau). PU (2008) menyebutkan bahwa RTH minimum pada suatu
wilayah adalah 30%. Sedangkan menurut anonim (2010) mengenai RKL-RPL
(Rencana Pengelolaan Lingkungan – Rencana Pemantauan Lingkungan) MBIna terdapat luasan 20 hektar RTH atau dengan proporsi 47.71% dan tidak
ada perubahan hingga tahun 2013. Luas RTH tersebut memiliki poin yang
penting di tengah kawasan industri yang terus berkembang dan mengkonversi
lahan-lahan bervegetasi. Keberadaan ruang terbuka hijau tersebut juga
memberikan peranan atau fungsi antara lain untuk meningkatkan estetika dan
suasana asri, menciptakan iklim mikro yang baik bagi lingkungan di
sekitarnya, meningkatkan kualitas udara melalui mekanisme penyerapan dan
penyerapan polutan di sekitarnya, menjadi daerah tangkapan dan resapan air,
menjadi habitat fauna darat, dan menjadi taman koleksi berbagai jenis flora
(arboretum).
Tanaman-tanaman yang digunakan dalam instalasi perakitan MB-Ina terdiri
atas 42 jenis tanaman, antara lain pohon mahoni, tanjung, cemara, beringin,
pelandingan, dll. Pohon ini menjadi sumber paru-paru dalam instalasi
perakitan MB-Ina tersebut. Selain itu RTH difungsikan pula sebagai tempat
yang biasa disinggahi satwa-satwa, antara lain jenis burung dan ular. Dampak
meningkatnya keanekaragaman hayati flora fauna merupakan konsekuensi
dari adanya RTH yang dialokasikan dan dipelihara oleh MB-Ina.
Albedo (solar reflectance) merupakan rasio antara radiasi matahari yang
dipantulkan terhadap radiasi matahari yang terserap pada suatu permukaan
(Turner et al. 2008). Albedo ditunjukkan dengan nilai 0–1. Angka 0

13
menunjukkan bahwa bahan/material dengan daya serap sempurna, sedangkan
angka 1 menunjukkan bahan dengan daya pantul sempurna. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin kecil nilai albedo maka radiasi matahari akan
banyak terserap pada permukaan bumi sehingga akan menimbulkan suatu
fenomena heat island effect, yaitu meningkatnya suhu permukaan area.
GBCI (2010) menyatakan bahwa poin minimal albedo yang diijinkan untuk
material atap dan non atap perkerasan adalah minimal 0.3. MB-Ina
menggunakan material atap seng aluminium (Zincalum) dengan poin albedo
antara 0.3-0.5 (Turner et al. 2008). Sehingga dikatakan sudah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh GBCI. Sedangkan terhadap material non
atap perkerasan, digunakan jenis aspal beton yang memiliki poin albedo
sebesar 0.05-0.3 (Han et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa material non
atap perkerasan belum memenuhi syarat terhadap nilai albedo yang
digunakan.
g) Dalam pendekatan terhadap lingkungan sekitar instalasi perakitan MB-Ina,
pihak MB-Ina bekerjasama dengan Paguyuban Perusahaan Gunung Putri
melakukan aksi untuk membantu peningkatan kualitas masyarakat melalui
pembangunan tempat ibadah dan perbaikan sanitasi WC, membuka akses
untuk pejalan kaki, dan melakukan perbaikan terhadap bangunan sekolah
(SDN Gunung Putri dan SDN Wanaherang).
Hasil assessment terhadap kategori ASD menunjukkan bahwa MB-Ina telah
memenuhi 75% dari rating yang ditetapkan GREENSHIP atau mendapatkan 12
dari 16 poin. Hasil analisis kategori ASD berdasarkan format pada GREENSHIP
ditunjukkan pada lampiran 2.
2. Energy Efficiency and Conservation/EEC
Energi menjadi salah satu aspek penting dalam proses produksi. Pada
praktiknya konsumsi energi paling besar dialokasikan pada operasional
pengondisian suhu ruang dalam gedung berupa pendingin ruangan (air
conditioner/AC) dan penerangan. Pengoperasian sistem yang menggunakan
teknologi dan cara yang tidak efisien akan berdampak terhadap perubahan iklim
serta pemanasan global karena efek rumah kaca. Untuk memerangi perubahan
iklim, perlu adanya praktik-praktik baru, sejak tahap desain hingga pengoperasian
gedung, sehingga efisiensi konsumsi energi dapat meningkat serta jejak karbon,
potensi pemanasan global, dan potensi penipisan lapisan ozon berkurang.
Kategori EEC terdiri atas 2 rating prasyarat, 5 rating biasa dan 2 rating
bonus dengan total poin maksimal adalah 36 poin dan 8 poin bonus. Hasil
assessment terhadap rating yang ada pada GREENSHIP untuk kategori EEC,
antara lain:
a)
Terdapat kebijakan perusahaan mengenai penghematan energi/energy
saving (listrik, air, bahan bakar, dan udara bertekanan) melalui Work
Instruction/ WI 158-EHSMS-013 yang berlaku untuk seluruh departemen di
MB-Ina. Adapun instruksi penghematan yang dilakukan MB-Ina antara lain
menyalakan lampu ditempat kerja, jika cahaya ruangan dibawah kurang dari
300 lux, menyalakan AC jika diperlukan, mematikan AC jika meninggalkan
ruangan lebih dari satu jam, mematikan lampu dan alat-alat listrik yang
tidak digunakan saat istirahat, serta melakukan kampanye sosialisasi dengan
menempelkan stiker hemat energi yang ditunjukkan pada Gambar 4.

14

Gambar 4. Stiker Hemat Energi di MB-Ina.
b)

Usaha efisiensi penggunaan energi dilihat dari nilai IKE (Intensitas
Konsumsi Energi) yang digunakan. IKE menunjukkan jumlah konsumsi
energi listrik dalam setiap luasan pada satu tahun. Menurut GBCI (2010)
standar acuan yang telah ditetapkan untuk IKE perkantoran adalah 250
kWh/m2.tahun, akan tetapi belum ada standar acuan IKE untuk bangunan
produksi. Oleh karena itu analisis awal dilakukan dengan mengevaluasi poin
rata-rata IKE perkantoran yang diambil dari penggunaan energi listrik pada
tahun 2012 untuk building 2, 3, dan 4 yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. IKE gedung perkantoran di MB-Ina.
Building
2
3
4

Konsumsi energi
tahunan (kWh)
284464.00
361351.30
122898.94

Luas
(m2)
1300
1500
1580
Rata-rata

IKE
(kWh/m2.tahun)
218.81
240.90
77.78
179.17

Kantor mengkonsumsi energi listrik yang digunakan pada alat-alat elektronik
(Personal Computer, printer, dispenser air minum, dan AC) serta penggunaan
lampu sebagai sumber pencahayaan. MB-Ina menggunakan empat MDP
(Main Distribution Panel). Dari keempat MDP tersebut akan didistribusikan
ke setiap gedung yang telah terpasang meteran. Pengukuran dan evaluasi
penggunaan listrik dilakukan setiap bulannya. Tabel 1 menunjukkan IKE
(Intensitas Konsumsi Energi) rata-rata pada gedung perkantoran yaitu 179.17
kWh/m2 tahun atau terdapat penghematan sebesar 28.33% dari standar acuan
yang ditetapkan.
Menurut EPA (2010) konsumsi energi listrik rata-rata yang digunakan untuk
perakitan mobil (passenger car/PC) sebesar 698 kWh/mobil. MB-Ina
mengkonsumsi energi listrik rata-rata untuk setiap mobilnya sebesar 292.06
kWh/mobil. Sehingga didapatkan penghematan sebesar 58.15% penghematan
konsumsi energi listrik. Konsumsi energi pada proses produksi berupa
perakitan PC berupa penggunaan alat-alat elektronik antara lain alat-alat
pengangkut (hoist, slewing jib, two post lift dan lifter device), alat pendingin
(lemari es, dispenser air minum, refrigerant filling machine), alat perekam
data produksi (komputer, ISTK, printer, barcode printer, dan tool cart), alat

15
produksi (water test, roller test, engine test bench, tire changer, dan wheel
balancer), dan alat elektronik lainnya (kipas angin, AC, LCD monitor, data
server dan lampu). Konsumsi rata-rata yang didapatkan pada bangunan kantor,
produksi passenger car, dan produksi commercial vehicle sebesar 38.58%
yang ditunjukkan pada Gambar 5.
800
700
600
kWh

500

400
2012

300

Standar

200
100
0
Konsumsi
listrik/passenger
car

IKE Kantor (per
pegawai.tahun)

Gambar 5. Konsumsi Energi Listrik di MB-Ina.

c)

Walaupun MB-Ina telah melakukan penghematan pada proses produksinya,
perlu dilakukan analisis lebih mendalam untuk masalah energi tersebut. Hal
ini mengingat potensi penghematan energi listrik di MB-Ina masih besar.
Untuk meningkatkan penghematan listrik, tahap awal yang dilakukan adalah
melakukan pengecekan terhadap penggunaan peralatan listrik. Pengecekan
dimaksudkan untuk mengevaluasi efisiensi konsumsi listrik dari peralatan
tersebut. Mekanisme pengecekan peralatan listrik diatur oleh CD:09 yang
ditangani oleh pihak EMI (Engineering, Maintenance and Infrastructure).
Oleh karena itu dibutuhkan analisis mengenai efisiensi penggunaan energi
listrik ini melalui audit energi rinci pada setiap gedung. Hal ini dibutuhkan
mengingat MB-Ina belum pernah melakukan audit tersebut. Menurut SNI
(2000) bahwa audit rinci difungsikan untuk mengetahui profil penggunaan
energi pada setiap gedung, sehingga dapat diketahui jenis peralatan pengguna
energi yang pemakaian energinya cukup besar serta diketahui peluang
penghematan energi yang dapat dilakukan.
Terdapat mekanisme untuk melakukan perawatan dan komisioning ulang
terhadap peralatan MVAC (Mechanical Ventilation and Air Conditioning)
yang tertuang pada Peraturan Perusahaan/PP 158-09.1 mengenai maintenance
equipment, jig and fixture, infrastructure. Komisioning ulang dilakukan
setiap tahun untuk mengetahui tingkat kinerja dari setiap alat produksi dan
AC (Air Conditioner). Sedangkan peralatan yang dilakukan perawatan rutin
antara lain AC (Air Conditioner) dan peralatan produksi (shower test bench,
roller test, forklift, hoist, wheel alignment, dll) setiap 3-6 bulan sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan oleh MB-Ina. Evaluasi hasil kegiatan perawatan
dilakukan setiap enam bulan sekali dan dilakukan pendataan atas dasar
kerusakan dan penggunaan energi pada tiap gedung.
Selain itu dilakukan pengecekan rutin oleh user/pengguna alat terhadap
peralatan yang digunakan dimulai dengan memilah peralatan berdasarkan

16
kriteria prioritas. Kriteria prioritas didasarkan pada efek kerusakan pada alat
terhadap kinerja produksi. Terdapat tiga kriteria prioritas antara lain high
priority, medium priority dan low priority. High priority menunjukkan bahwa
kerusakan peralatan akan menghambat produksi sehingga perlu dilakukan
total productive maintenance dengan daily maintenance oleh user dan
periodic maintenance oleh EMI. Sedangkan medium priority menunjukkan
bahwa kerusakan tidak akan terlalu menghambat produksi, karena masih
terdapat cadangan alat yang masih bisa digunakan. Sedangkan low priority
menunjukkan bahwa kerusakan tidak akan bermasalah terhadap produksi.
d) System energy performance dilakukan untuk mengetahui kinerja dari setiap
alat khususnya terhadap sistem pencahayaan (lighting) dan MVAC. Sesuai
dengan program perusahaan (eco-industry), MB-Ina melakukan konversi
pencahayaan dari tahun 2011 yaitu sejumlah 2495 unit dari 5687 unit yang
telah direncanakan hingga tahun 2013. Konversi lampu ini dimulai dilakukan
pada gedung-gedung utama di MB-Ina, yaitu pada gedung kantor dan
produksi. Sehingga kondisi saat ini pada gedung kantor dan produksi sudah
menggunakan lampu electronic ballast. Menurut BPPT (2012) konversi
lampu conventional ballast menjadi electronic ballast dapat menghemat
penggunaan energi listrik sebesar 47%.
Sedangkan untuk MVAC, MB-Ina melakukan konversi penggunaan AC dari
non inverter menjadi AC inverter baik untuk jenis split atau VRV system. Hal
ini mampu menghemat energi sebesar 40% (BPPT 2012). Dalam program
eco-industry, MB-Ina telah melakukan konversi sebanyak 84 unit dari 245
unit yang telah direncanakan sejak tahun 2011. Program eco industry
ditunjukkan pada Lampiran 3.
e) Energy monitoring dan control dilakukan untuk mendukung prosedur
pemantauan, pencatatan dan pengendalian konsumsi energi. Prosedur tersebut
dilakukan setiap bulannya dengan menyediakan kWh meter untuk setiap
gedung. MB-Ina mempunyai 4 MDP (Main Distribution Panel) yang akan