Tuna fisheries management strategies in an optimal and sustainable in Buru District, Maluku Province

STRATEG
GI PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA
T
SECARA
A OPTIMAL DAN BERKELANJUTA
TAN DI
KABUP
UPATEN BURU, PROVINSI MALUK
UKU

JUFRI PACHRI LAITUPA

SEKOLAH PASCASARJANA
I
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan

Perikanan Tuna secara Optimal dan Berkelanjutan di Kabupaten Buru, Provinsi
Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Jufri Pachri Laitupa
NIM C452090021

RINGKASAN
JUFRI PACHRI LAITUPA. Strategi Pengelolaan Perikanan Tuna secara Optimal
dan Berkelanjutan di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Dibimbing oleh
SUGENG HARI WISUDO dan MUSTARUDDIN.
Perikanan tuna merupakan salah satu sektor unggulan perikanan di
Kabupaten Buru. Perikanan ini telah berlangsung beberapa tahun yang lalu, dari
bentuk subsisten berkembang ke komersil dan bersifat artisanal. Sektor ini

berkontribusi penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan, penyerapan tenaga
kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pengembangan perekonomian
daerah. Keberlanjutan kontribusi tersebut bergantung pada pengelolaan
perikanannya. Pengelolaan perikanan yang baik adalah yang menjamin
keberlanjutan baik dari aspek sumberdayanya, lingkungan, sosio ekonomi maupun
kelembagaannya. Untuk melakukan pendekatan pengelolaan sebagaimana
dimaksud, diperlukan berbagai informasi menyangkut aspek tersebut, sebagai
bahan evaluasi, improvisasi dan pelaksanaan pengelolaan. Penelitian ini dilakukan
sebagai suatu upaya untuk memberikan informasi tersebut. Tujuan penelitian ini
adalah untuk : (1) Menganalisis kondisi sumberdaya tuna di Kabupaten Buru yang
meliputi estimasi potensi hasil tangkapan maksimum lestari dan beberapa
parameter populasinya, (2) menganalisis kelayakan usaha unit penangkapan tuna,
(3) optimasi alokasi unit penangkapan dalam pemanfaatan sumberdaya tuna, dan
(4) memformulasikan strategi pengeloaan perikanan tuna secara optimal dan
berkelanjutan di Kabupaten Buru.
Surplus production model (SPM) digunakan untuk mengestimasi potensi
hasil tangkapan maksimum lestari sumberdaya tuna. Beberapa parameter populasi
ikan tuna diketahui dengan analisis panjang dan berat, pola pertumbuhan, laju
mortalitas dan laju ekploitasi. Kelayakan usaha unit penangkapan tuna dianalisis
menggunakan analisis kelayakan finansial, yang terdiri dari analisis usaha dan

analisis kriteria investasi. Analisis usaha meliputi ; analisis pendapatan usaha,
revenue cost ratio (R/C), payback period (PP) dan break event point (BEP).
Analisis kriteria investasi meliputi ; net present value (NPV), internal rate of
return (IRR) dan net benefit cost ratio (Net B/C). Optimasi alokasi unit
penangkapan dilakukan dengan metode linier goal programming (LGP).
Formulasi dan penentuan prioritas strategi pengelolaan dilakukan dengan analisis
strength weakness opportunity threath (SWOT) dan analisis quantitatif strategic
planning matriks (QSPM).
Sumberdaya tuna di Kabupaten Buru diestimasi memiliki potensi hasil
tangkapan maksimum lestari sebesar 867 ton/tahun, dengan upaya optimumnya
sebesar 1101 unit penangkapan/tahun. Ukuran panjang cagak dan berat ikan tuna
yang tertangkap berkisar antara 85,5–170,8 cm (L = 180,6 cm) dan 12,0–91,8 kg,
dengan kisaran umur 1–6 tahun, mortalitas akibat penangkapan cukup tinggi
dengan tingkat eksploitasi antara tahun 2010–2011 telah melebihi tingkat
eksploitasi optimum dengan kisaran 65%–74%, dimana upaya penangkapan
aktual telah melebihi upaya penangkapan optimum.
Analisis kelayakan usaha terhadap tiga kateori unit pancing ulur yang
dilakukan dengan analisis usaha dan analisis kriteria investasi, menunjukkan
bahwa, unit pancing ulur yang memiliki kelayakan usaha yang baik adalah


pertama, unit pancing ulur 5,5 PK dengan keuntungan tahunan sebesar
Rp10.710.407, revenue cost ratio (R/C) > 1, payback period 1,30 tahun, nilai BEP
sebesar Rp15.485.903 atau 939,88 kg, NPV Rp42.714.374 > 0, IRR (84,6%) >
12% dan Net B/C (4,06) > 1. Kedua, unit pancing ulur 15 PK dengan keuntungan
tahunan sebesar Rp15.164.117, revenue cost ratio sebesar 1,14, payback period
2,37 tahun, BEP Rp 45.325.932 atau 1941,66 kg, NPV Rp45.673.149 > 0, IRR
(47,02%) > 12% dan Net B/C (2,27) > 1. Sedangkan unit pancing ulur 40 PK,
berdasarkan analisis usaha memiliki kelayakan usaha yang lebih rendah dengan
keuntungan tahunan sebesar Rp4.266.486/tahun, R/C 1,04, PP 11,09 tahun, BEP
Rp80.346.160 atau 3626,39 kg, dan berdasarkan analisis kriteria investasi unit ini
tidak layak untuk diusahakan dalam jangka waktu panjang karena memiliki
NPV < 1, IRR < 12% dan Net B/C < 1.
Optimasi alokasi unit penangkapan sumberdaya tuna di Kabupaten Buru
berdasarkan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan stok sumberdaya tuna,
keuntungan usaha penangkapan, penerimaan tenaga kerja, penggunaan es, dan
penerimaan pendapatan asli daerah, diperoleh alokasi optimum unit penangkapan
adalah sebesar 86 unit pancing ulur 15 PK dan 28 unit pancing ulur 40 PK.
Pengelolaan perikanan tuna di Kabupaten Buru yang optimal dan
berkelanjutan dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa strategi dengan
prioritas berikut : (1) perbaikan dan optimalisasi fungsi infrastruktur, (2)

penetapan dan pelaksanaan regulasi terkait kontrol terhadap kegiatan perikanan,
(3) pemberian bantuan modal investasi dalam sektor perikanan tuna dan sektor
usaha yang mendukungnya, (4) peningkatan mutu produk tuna, (5) peningkatan
pengetahuan dan keterampilan nelayan/pengusaha tentang penanganan hasil
tangkapan, (6) pengembangan usaha perikanan tuna sesuai potensi geografis dan
sumberdaya, (7) diversifikasi usaha perikanan dengan mengalihkan kelebihan unit
penangkapan ke jenis penangkapan komoditi laut yang lain, (8) pengaturan iklim
usaha perikanan, (9) pendataan nelayan, alat tangkap dan sumberdaya ikan secara
akurat dan komprehensif, (10) pengaturan terhadap kegitan penambangan ilegal
dan zonasi limbah penambangan, dan (11) kontrol distribusi dan perluasan akses
terhadap bahan bakar minyak dan introduksi mesin tangkap hemat energi.
Kata kunci: Kabupaten Buru, optimal dan berkelanjutan, perikanan tuna, strategi
pengelolaan

SUMMARY
JUFRI PACHRI LAITUPA. Tuna Fisheries Management Strategies in an Optimal
and Sustainable in Buru District, Maluku Province. Supervised by SUGENG
HARI WISUDO and MUSTARUDDIN.
Tuna fishery is one of the leading sectors of fisheries in Buru District. This
fishery has been going on a few years ago, and an artisanal fisheries that have

evolved from the subsistence fisheries to commercial fisheries. This sector is a
significant contribution to meeting the needs of food, employment, public welfare,
and the development of regional economy. Sustainability of these contributions,
depending on the management of the fishery. Good fisheries management is to
ensure the sustainability of the fish resources, environmental, socio-economic, and
institutional aspects. To carry out the management approach, it takes a variety of
information such as biology, ecology, socio-economic and institutional
information, as an evaluation, improvisation, and execution management. This
study was conducted as an attempt to provide such information . The purpose of
this study was to : (1) analyzing the condition of tuna resources in Buru District
which includes estimates of potential maximum sustainable yields and some
population parameters, (2) to analyze the feasibility of tuna fishing units, (3)
optimization of the allocation of fishing effort, and (4) formulate strategies for
optimal and sustainable management of tuna fisheries in Buru District .
Surplus production model (SPM) was used to assess the maximum
sustainable yield of tuna fish resources. Some parameters of tuna populations
known with length and weight analysis, the pattern of growth, mortality rate and
exploitation rate. Feasibility of tuna fishing units were analyzed using financial
feasibility analysis, which consists of business analysis and investment criteria
analysis. Business analysis include: analysis of revenue, revenue cost ratio (R/C),

payback period (PP) and the break-even point (BEP). Analysis of investment
criteria include the net present value (NPV), internal rate of return (IRR) and net
benefit cost ratio (Net B/C). Optimization of the allocation of fishing unit,
calculated using a linear goal programming (LGP). Formulation and prioritization
of management strategies performed with strength weakness opportunity threath
analysis (SWOT), and analysis of quantitative strategic planning matrix (QSPM).
Maximum sustainable yield of tuna fish resources in Buru District estimated
at about 867 tons/year, with optimum fishing effort is at 1101 units/year. Fork
length and weight of tuna fish caught that ranged from 85.5 to 170.8 cm (L =
180.6 cm) and 12.0 to 91.8 kg, with a range of ages 1–6 years, fishing mortality
enough high, with the rate of exploitation between the years 2010–2011 has
exceeded the optimum exploitation rate in the range 65% –74%, where the actual
fishing effort exceeds the optimum fishing effort.
Feasibility analysis of the three categories handline units conducted with
business analysis and analysis of investment criteria, showed that handline units
that has a good business feasibility is, the first, handline unit 5.5 HP with an
annual profit of Rp10 710 407, revenue cost ratio (R/C) > 1, the payback period is
1.30 years, the value of BEP is Rp15,485,903 or 939.88 kg, with NPV value is
Rp42,714,374 > 0 , IRR (84.6%) > 12% and Net B/C (4.06) > 1. Second, handline
unit 15 HP with an annual profit of Rp15,164,117, revenue cost ratio of 1.14, the


payback period is 2.37 years , the value of BEP is Rp 45,325,932 or 1941.66 kg,
NPV value is Rp45,673,149 > 0, IRR (47,02% ) > 12% and Net B/C (2.27 ) > 1.
While handline unit 40 PK based on analysis of the business, have a lower
feasibility with an annual profit of Rp4 266 486, R/C of 1.04 , PP 11.09 years, the
value of BEP is BEP Rp80,346,160 or 3626.39 kg , and based analysis of
investment criteria, this unit is not feasible to be developed in the long term
because it has NPV < 0 , IRR < 12% and Net B / C < 1 .
Optimization allocation tuna fishing unit in Buru District which is based on
the aim of optimizing the utilization of tuna fish stocks, fishing effort benefits,
fisheries employment, use of ice, and revenue receipts, obtained optimum
allocation of fishing unit is equal to 86 units of hand line unit 15 HP and 28 units
of handline unit 40 HP.
Optimal and sustainable management of tuna fisheries in Buru District can
be done by applying some strategies with the following priorities :
(1) improvement and optimization of infrastructure functions, (2) the
establishment and implementation of regulations related to the control of fishing
activities, (3) the provision of capital investment in tuna fishery sector and the
business sector to support it, (4) improving the quality of tuna products, (5)
increasing knowledge and skills of fishermen/entrepreneurs about the handling of

the catch, (6) the development of tuna fisheries in accordance with the
geographical and resource potential, (7) diversification fishing effort by diverting
excess fishing unit types to capture other fish species, (8) setting of the fisheries
business climate, (9) documenting accurately and comprehensively about
fishermen, fishing unit and fish resources (10) setting the illegal mining activity
and zoning mining waste, and (11) controls the distribution and expansion of
access to fuel oil and the introduction of energy-efficient fishing machine.
Key words: Buru District, management strategies, optimal and sustainable, , tuna
fisheries

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA
SECARA OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN DI
KABUPATEN BURU PROVINSI MALUKU

JUFRI PACHRI LAITUPA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc

Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Perikanan Tuna Secara Optimal dan

Berkelanjutan di Kabupaten Bum, Provinsi Maluku
:
Jufri Pachri Laitupa
Nama
: C452090021
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc

Tanggal Ujian: 24 Juni 2013

Tanggal Lulus: 0 1 AU '.

l013

Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Perikanan Tuna secara Optimal dan
Berkelanjutan di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
Nama
: Jufri Pachri Laitupa
NIM
: C452090021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi
Ketua

Dr Mustaruddin, STP
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Juni 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini adalah Strategi
Pengelolaan Perikanan Tuna secara Optimal dan Berkelanjutan di Kabupaten
Buru, Provinsi Maluku.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Sugeng Hari
Wisudo MSi dan Bapak Dr Mustaruddin STP selaku komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, saran dan arahan selama penelitian berlangsung
hingga rampungnya karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro MSc selaku penguji luar komisi pada ujian
tesis, atas kritik dan sarannya dalam penyempurnaan karya ilmiah ini, juga kepada
Bapak Ir Wawan Oktariza MSi selaku komisi pembimbing terdahulu.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pengumpulan data baik di Ambon maupun di Buru, terutama
para nelayan dan pengusaha tuna, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buru,
Stasiun Karantina Ikan Kabupaten Buru, BPS Kabupaten Buru, PPN Ambon dan
Pemerintah Provinsi Maluku, juga kepada Yayasan Toyota dan Astra serta semua
pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, baik perorangan maupun
institusi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pimpinan Kopertis
Wilayah XII, Universitas Iqra Buru dan SPs Institut Pertanian Bogor atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi, juga kepada
segenap staf pengajar Pascasarjana FPIK atas pengetahuan, ilmu, bantuan dan
dukungannya, serta rekan-rekan SPT-TPT 2009 atas kerjasama dan
kebersamaannya selama ini. Terima kasih untuk Ayahanda dan Ibunda tersayang,
isteri tercinta dan seluruh keluarga, atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, baik dalam dunia perikanan secara
umum maupun khususnya dalam pengelolaan perikanan tuna di Kabupaten Buru.

Bogor, Juli 2013

Jufri Pachri Laitupa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsepsi Strategi
Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan
Sumberdaya Ikan Tuna
Potensi Sumberdaya
Analisis Kelayakan Usaha
Optimasi Alokasi Unit Penangkapan Ikan
Analisis SWOT
Matriks QSPM
Hasil Penelitian Terkait
2 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Administrasi, Geografis, Iklim dan Penduduk
Profil Perikanan
Profil Perikanan Tuna
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sumberdaya Ikan Tuna
Kelayakan Usaha Perikanan Tuna
Alokasi Unit Penangkapan Ikan
Strategi Pengelolaan Perikanan Tuna
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
viii
1
1
4
4
4
5
6
6
7
9
10
11
13
14
15
16
19
19
19
21
33
33
34
36
48
48
58
66
70
84
84
85
86
91
127

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Volume produksi dan nilai produksi tuna di Kabupaten Buru
Matriks evaluasi faktor internal (IFAS)
Matriks evaluasi faktor eksternal (EFAS)
Bentuk dasar matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM)
Jumlah desa nelayan, kelompok nelayan, RTP, kapal/perahu,
alat penangkapan ikan, jumlah produksi dan nilai produksi
perikanan Kabupaten Buru tahun 2007–2011
Harga beli tuna loin di Kabupaten Buru
Kriteria mutu ikan tuna
Daftar harga ikan untuk suplier dari Pulau Buru
Data produksi ikan tuna di Kabupaten Buru tahun 2007–2011
dalam ton/tahun
Produksi bulanan ikan tuna dalam berat prosesing dan
berat utuh di Kabupaten Buru, tahun 2009–2012
Hasil tangkapan, upaya dan hasil tangkapan per upaya pancing
ulur di Kabupaten Buru selama tahun 2007–2011
Model produksi surplus yang digunakan dalam pendugaan stok tuna
Ukuran panjang dan berat ikan tuna yang didaratkan
di Kabupaten Buru periode Januari 2010–Juni 2011
Parameter pertumbuhan, mortalitas dan eksploitasi ikan tuna
(Thunnus albacares)
Komponen biaya, penerimaan dan bagi hasil unit pancing ulur
5,5 PK, 15 PK dan 40 PK di Kabupaten Buru
Analisis usaha unit pancing ulur 5,5 PK, 15 PK dan 40 PK
di Kabupaten Buru
Analisis kriteria investasi unit pancing ulur di Kabupaten Buru
Optimasi alokasi unit penangkapan ikan tuna di Kabupaten Buru
Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFAS) pengelolaan perikanan tuna
di Kabupaten Buru
Matriks evaluasi faktor eksternal (EFAS) pengelolaan perikanan
tuna di Kabupaten Buru
Matriks SWOT pengelolaan perikanan tuna di Kabupaten Buru
Prioritas strategi pengelolaan perikanan tuna di Kabupaten Buru

3
29
29
32

35
43
44
44
46
47
48
49
55
57
59
61
64
68
75
76
78
80

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran strategi pengelolaan perikanan tuna
Diagram analisis SWOT
Bagan alir penelitian
Matriks internal-eksternal
Peta Kabupaten Buru

5
15
21
30
33

6
7
8
9
10
11
12
13
14
16
17

Kapal tangkap yang digunakan dalam penangkapan tuna
di Kabupaten Buru
Rata-rata variasi hasil tangkapan tuna di Kabupaten Buru
tahun 2009–2010
Jenis-jenis umpan yang digunakan untuk menangkap ikan tuna
di Kabupaten Buru
Jalur distribusi pemasaran ikan tuna dari Kabupaten Buru
Trend jumlah produksi tuna di Kabupaten Buru
Plot upaya dan hasil tangkapan serta CPUE terhadap MSY ikan tuna
Distribusi berat prosesing (processed weight) ikan tuna di
Kabupaten Buru selama bulan Januari 2010 – Juni 2011
Distribusi berat utuh (whole weight) ikan tuna di Kabupaten Buru
selama bulan Januari 2010 – Juni 2011
Distribusi panjang cagak (Fork Length) ikan tuna yang didaratkan
di Kabupaten Buru selama bulan Januari 2010 – Juni 2011
Diagram posisi sistem berdasarkan Matriks IFE-EFE
Matriks internal-ekternal perikanan tuna di Kabupaten Buru

38
39
42
45
47
50
51
53
56
77
77

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan tuna
Unit penangkapan pancing ulur di Kabupaten Buru
Jenis-jenis umpan yang digunakan dalam penangkapan ikan tuna
di Kabupaten Buru
Hasil tangkapan unit pancing ulur
Penanganan dan distribusi hasil tangkapan
Produk tuna yang dihasilkan oleh perusahaan pengolahan ikan
Perhitungan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) ikan tuna
di Kabupaten Buru
Frekuensi berat prosesing, berat utuh dan panjang cagak ikan tuna
secara total selama Januari 2010–Juni 2011
Distribusi panjang cagak ikan tuna yang didaratkan di Kabupaten
Buru periode Januari 2010–Juni 2011
Analisis kelayakan unit penangkapan pancing ulur di Kabupaten Buru
Potensi keuntungan usaha dari hasil tangkapan maksimum lestari
ikan tuna di Kabupaten Buru
Perhitungan optimasi unit penangkapan pancing ulur di
Kabupaten Buru
Perhitungan QSPM untuk prioritas strategi pengelolaan perikanan
tuna di Kabupaten Buru
Fasilitas dan Infratsruktur yang berkaitan dengan perikanan tuna
di Kabupaten Buru

91
92
94
95
96
98
99
102
103
105
117
118
121
125

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komoditi tuna merupakan salah satu komoditi perikanan yang sangat
potensial, permintaan terhadap produk ini mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun (Miyake et al. 2010). Peluang inilah yang senantiasa dimanfaatkan untuk
mengembangkan perikanan tuna. Pengusahaannya telah dilakukan sejak lama
dengan mengembangkan berbagai jenis alat tangkap dari yang sederhana hingga
modern dengan daya tangkap yang intensif.
Penangkapan tuna mulai terkenal di Indonesia sekitar pertengahan tahun
1970-an, yang diawali dari pengenalan teknologi rawai tuna di Bali oleh Jepang.
Dewasa ini pemanfaatan sumberdaya tuna di Indonesia memiliki variasi dalam
teknologi penangkapan yang digunakan. Pada umumnya tuna tertangkap dengan
pancing (long line, pole and line, pancing ulur , pancing tonda dan lain-lain) dan
ada juga yang tertangkap dengan payang, gill net dan purse seine. Usaha
perikanan penangkap tuna di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua
kelompok yaitu yang bersifat industri (industrial fisheries) dan yang bersifat
perikanan rakyat (artisanal fisheries). Produksi perikanan tuna baik yang bersifat
industri maupun perikanan rakyat, umumnya dipasarkan sebagai komoditas
ekspor baik berupa tuna segar (fresh tuna), tuna beku (frozen tuna), ataupun tuna
kaleng (canning tuna), disamping itu juga diperlukan untuk pasar domestik baik
itu kebutuhan ikan segar maupun ikan olahan (Lindawati et al. 2008). Hasil
produksi perikanan tuna nasional pada tahun 2008 cukup besar, mencapai 194.173
ton dengan nilai sebesar US$347.189 juta, jika dilihat dari nilai ekspornya, tuna
menempati urutan kedua setelah udang (KKP 2009).
Potensi sumberdaya tuna dan cakalang di Indonesia kurang lebih sebanyak
473.343 ton yang terdiri dari potensi ikan tuna sebanyak 178.386 ton dan potensi
ikan cakalang sebanyak 294.975 ton. Persebaran potensi ini tersebar di wilayah
perairan pantai, teritorial dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) Indonesia. Menurut
Mertha et al. (2002 dalam Sastrawidjaja dan Tajerin 2008), daerah penyebaran
dan penangkapan tuna yang penting di Indonesia sebagian besar berada di
kawasan ZEE yang meliputi Laut Sulawesi, Laut Maluku dan sekitarnya, Laut
Banda dan Samudra Pasifik di sebelah utara Irian Jaya (Papua). Selat Malaka dan
Laut Jawa memiliki potensi masing-masing sekitar 27.000,67 ton/tahun dan
55.000 ton/tahun, namun pemanfaatannya telah over eksploitasi (Ditjen Perikanan
Tangkap 2006 dalam Tajerin et al. 2008).
Ketersediaan sumberdaya tuna yang menyebar pada berbagai wilayah
pengelolan perikanan dengan tingkat keragaan potensi sumberdaya yang berbedabeda ini, memerlukan pendekatan pengelolaan yang baik dengan prinsip kehatihatian. Meskipun potensi perikanan pelagis besar (termasuk tuna) cukup besar,
tetapi satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa ikan tuna selama
kurun waktu lebih dari satu dasawarsa terakhir berdasarkan data berat rata-rata
ikan tuna yang tertangkap, hook rate dan CPUE (catch per unit effort/hasil
tangkapan per unit upaya) cenderung mengalami penurunan, keadaan ini menurut
Gulland (1988) sebagai gejala over eksploitasi. Gejala ini jika tidak diatasi maka
akan dapat menyebabkan kebangkrutan dalam perikanan tuna.

2

Kemampuan sektor perikanan tangkap tuna dalam memberikan kontribusi
langsung terhadap kesejahteraan nelayan dan pertumbuhan ekonomi adalah sangat
tergantung pada tingkat pendapatan usaha dan surplus yang dihasilkan oleh sub
sektor perikanan tangkap tersebut. Tingkat pendapatan dari usaha penangkapan
menentukan kesejahteraan nelayan dan berperan penting dalam mengkondisikan
pertumbuhan ekonomi. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dimaksudkan
untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang optimum untuk kesejahteraan
masyarakat nelayan dengan kaidah pemanfaatan yang tetap memperhatikan
kelestarian sumberdaya ikan. Dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan, hal
penting yang menjadi perhatian adalah bagaimana mengendalikan tingkat
pemanfaatan sumberdaya tersebut sesuai dengan kapasitas pulih, sehingga
sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dengan tetap
memberikan keuntungan optimal bagi nelayan. Untuk itu upaya-upaya
pengelolaan sumberdaya ikan tuna di Indonesia menjadi suatu hal yang penting
untuk dilakukan, dalam upaya untuk menjaga keberlanjutan stok dan pemanfaatan
yang lestari, sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang yang positif
bagi kesejahteraan masyarakat.
Paradigma pembangunan yang telah bergeser dari sistem sentralisasi ke
sistem desentralisasi akibat adanya pemberlakuan Undang-Undang tentang
pemerintahan daerah (No. 22 tahun 1999 dan No. 32 tahun 2004) telah
memberikan sejumlah otoritas bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan sektor
kelautan dan perikanan (Satria dan Matsuda 2004), hal ini diperkuat dengan
Undang-Undang tentang perikanan (No. 31 tahun 2004 maupun perubahannya
No. 45 tahun 2009), yang turut memberikan nuansa baru bagi pembangunan
sektor perikanan dan kelautan di daerah.
Kabupaten Buru terbentuk setelah diberlakukannya UU No. 46 tahun 1999,
dan berdasarkan UU No. 32 tahun 2008 Kabupaten Buru memiliki kewenangan
wilayah perairan 4 mil dengan luas sekitar 26.771,17 km2 yang merupakan bagian
dari Laut Banda dan Laut Seram, dengan persebaran potensi perikanan laut
hampir terdapat pada semua wilayah laut pesisir dengan bermacam jenis ikan dan
biota laut yang bernilai ekonomis. Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten
Buru merupakan salah satu sektor potensial yang dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan
(www.burukab.go.id).
Produksi dan nilai produksi perikanan di Kabupaten Buru terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun (BPS Kabupaten Buru 2012 [lihat Tabel 6]).
Khusus untuk perikanan tuna, berdasarkan data hasil tangkapan ikan tuna oleh
nelayan
setempat
yang
tercatat
selama
periode
2000–2004
(www.bkpmdmaluku.com) dan 2006–2008 (www.burukab.go.id), realisasi
volume dan nilai produksi ikan tuna di Kabupaten Buru memperlihatkan
kecenderungan meningkat (Tabel 1), dan sampai tahun 2011 nilai produksinya
mencapai Rp 1.816.464.000 (BPS Kabupaten Buru 2012). Kenaikan volume dan
nilai produksi ikan tuna ini disebabkan oleh makin bertambahnya nelayan yang
melakukan penangkapan ikan tuna dan harga ikan yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan harga jenis ikan lainnya. Pengusahaan tuna oleh nelayan di
Kabupaten Buru bersifat artisanal untuk tujuan komersil, baru berlangsung
beberapa tahun yang lalu, pasca pemekaran wilayah ini. Dengan
diintroduksikannya unit alat tangkap pancing ulur yang telah dimotorisasi. Hal ini

3

menyebabkan adanya kecenderungan berkembangnya perikanan tuna di
Kabupaten Buru. Aktivitas penangkapan ikan tuna berkembang hampir di semua
wilayah Kabupaten Buru, dengan sentra-sentranya yang tersebar di wilayah
kecamatan Namlea, Waplau dan Air Buaya serta sebagian di Kecamatan Batabual.
Produk perikanan tuna yang dihasilkan, utamanya dipasarkan secara lokal, antar
pulau serta ditujukan sebagai komoditi ekspor.
Tabel 1 Volume produksi dan nilai produksi tuna di Kabupaten Buru

2000

Volume produksi
(ton)
124,2

Nilai produksi
(Rp .000)
1.242.000

2001

133,2

1.340.000

2002

235,7

2.537.000

2003

337,0

3.370.000

2004

353,4

3.530.000

2006

362,5

4.434.450

2007

375,6

3.196.600

2008

237,5

1.425.000

Tahun

Sumber : www.bkpmdmaluku.com; www.burukab.go.id

Gambaran kondisi perikanan tuna di Kabupaten Buru yang potensial
tersebut, dalam berkontribusi bagi pengembangan perekonomian daerah,
penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan pemenuhan
kebutuhan pangan, merupakan modal penting dalam pembangunan daerah
kedepannya, dengan demikian sudah selayaknyalah potensi perikanan ini dikelola
secara optimal secara berkelanjutan.
Berkaitan dengan pengelolaan stok sumberdaya tuna (high migratory
species), UNFSA (United Nations Fish Stocks Agreement) menyebutkan sejumlah
prinsip dasar yang dapat diikuti, diantaranya yaitu memastikan keberlanjutan
jangka panjang dan promosi untuk pemanfaatan optimum dari stok, pengelolaan
harus didasarkan pada informasi ilmiah terbaik dan dirancang untuk memelihara
dan memulihkan stok pada tingkat yang mampu menghasilkan produksi
maksimum lestari, penggunaan prinsip kehati-hatian, mengadopsi ukuran
konservasi dan melindungi keanekaragaman hayati, dan mengambil langkahlangkah untuk mencegah atau mengeliminir overfishing dan kelebihan kapasitas
penangkapan (Allen 2010).
Untuk melakukan pendekatan pengelolaan sebagaimana tersebut, diperlukan
berbagai informasi yang tepat berupa informasi biologi, ekologi, sosio ekonomi
maupun kelembagaan, sebagai bahan evaluasi, improvisasi dan pelaksanaan
pengelolaan perikanan tuna yang bertanggungjawab dan berkelanjutan. Sejauh ini
informasi-informasi serupa masih sangat terbatas atau boleh dikatakan belum
tersedia secara memadai. Berdasar hal tersebut, penulis mencoba untuk
melakukan penelitian ini, sebagai suatu upaya untuk memberikan informasi bagi
pengelolaan perikanan tuna, yang meliputi pengkajian potensi sumberdaya ikan

4

tuna, analisis kelayakan unit penangkapan yang digunakan, pemanfaatan optimum
sumberdaya tuna, identifikasi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
perikanan tuna, serta memformulasikan strategi pengelolaan perikanan tuna secara
optimal dan berkelanjutan di Kabupaten Buru.

Rumusan Masalah
Perikanan tuna di Kabupaten Buru telah berlangsung beberapa tahun yang
lalu, dari bentuk subsisten berkembang ke komersil dan bersifat artisanal.
Kegiatan perikanan akan memberikan dampak biologi terhadap sumberdaya ikan,
maupun dampak ekonomi dan sosial terhadap masyarakat yang
memanfaatkannya. Pengelolaan perikanan yang baik adalah yang menjamin
keberlanjutan perikanan itu, baik dari aspek sumberdayanya maupun lingkungan
sosio ekonomi maupun kelembagaannya. Dalam pengelolaannya, sejauh ini
informasi mengenai status perikanan tuna di Kabupaten Buru masih sangat
terbatas atau boleh dikatakan belum diketahui. Informasi ini diperlukan sebagai
bahan evaluasi maupun improvisasi pengelolaan. Hal yang perlu diketahui adalah
besarnya stok sumberdaya ikan tuna, kelayakan usaha penangkapannya, tingkat
upaya pemanfaatan optimumnya dan bagaimana strategi pengelolaan perikanan
tuna yang optimal dan berkelanjutan. Berdasarkan uraian ini, dapat dirumuskan
pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi perikanan tuna di Kabupaten Buru saat ini dan potensi
biologi/MSY sumberdaya tuna.
2. Bagaimana kelayakan usaha unit penangkapan tuna di Kabupaten Buru.
3. Seberapa besar alokasi upaya optimum dalam pemanfaatan sumberdaya
perikanan tuna di Kabupaten Buru.
4. Bagaimana strategi pengelolaaan perikanan tuna yang optimal dan
berkelanjutan di Kabupaten Buru.

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kondisi sumberdaya tuna di Kabupaten Buru yang meliputi
estimasi potensi hasil tangkapan maksimum lestari dan beberapa parameter
populasinya.
2. Menganalisis kelayakan usaha unit penangkapan dalam pemanfaatan perikanan
tuna di Kabupaten Buru.
3. Menentukan alokasi upaya optimum dalam pemanfaatan sumberdaya
perikanan tuna di Kabupaten Buru.
4. Memformulasikan strategi pengelolaan perikanan tuna yang optimal dan
berkelanjutan di Kabupaten Buru.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi tentang kondisi perikanan tuna di Kabupaten Buru.

5

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Buru dan
pemerintah Provinsi Maluku dalam pengelolaan perikanan tuna.
3. Sebagai bahan acuan dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya di
bidang perikanan atau bidang lainnya.

Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran strategi pengelolaan perikanan tuna bertujuan untuk
memanfaatkan sumberdaya perikanan tuna yang lebih optimal dan berkelanjutan
yang dapat menunjang kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkannya dengan
didasari pada dinamika stok dan tingkat upaya penangkapan dengan berbagai jenis
alat tangkap yang layak dikembangkan dalam perikanan tuna. Kerangka
pemikiran dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

1.
2.
3.
4.
5.

Survei kondisi perikanan tuna di Kabupaten Buru
Produksi perikanan tuna
Keragaaan alat tangkap dan armada tangkap tuna
Keadaan sosio-ekonomi nelayan perikanan tuna
Fasilitas/infrastruktur
Kebijakan perikanan tuna
Pengkajian sumberdaya,potensi dan
tingkat pemanfaatan perikanan tuna

Analisis kelayakan usaha
perikanan tuna
(Analisis finansial laba rugi dan
kriteria investasi)

Alokasi upaya optimum dalam
perikanan tuna
(Analisis LGP)

Analisis dan formulasi strategi pengelolaan
(Analisis SWOT & QSPM)
Implementasi strategi
pengelolaan perikanan tuna
Pengelolaan perikanan tuna
secara optimal dan berkelanjutan
Ket :

= hubungan langsung
------ = hubungan tidak langsung

Gambar 1 Kerangka pemikiran strategi pengelolaan perikanan tuna

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsepsi Strategi
Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai
sasaran khusus. Menurut David (2009) strategi adalah sarana bersama dengan
tujuan jangka panjang yang hendak dicapai. Rumusan yang komprehensif dan
merupakan rangkuman dari berbagai definisi tentang strategi diutarakan oleh Hax
dan Maljuf (1991 dalam Bugis 2006) sebagai berikut : (1) strategi ialah pola
keputusan yang konsisten, menyatu dan integral; (2) menentukan dan
menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program
bertindak, dan prioritas alokasi sumberdaya; (3) menyeleksi bidang yang akan
oleh organisasi; (4) mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan
lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari
lingkungan eksternal organisasi dan kekuatan serta kelemahannya; (5) melibatkan
semua tingkat hierarki dari organisasi.
Bertolak dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi
mengandung unsur tahapan waktu dalam merealisasikan tujuan yang hendak
dicapai. Tahapan-tahapan tersebut oleh Kooten (1991 dalam Bugis 2006)
diistilahkan dengan tingkat-tingkat strategi. Tingkatan-tingkatan strategi yang
dimaksud sebagai berikut : (1) coorporate strategy (strategi organisasi), strategi
ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif-inisiatif baru;
(2) program strategy (strategi program), strategi ini lebih memberi perhatian pada
implikasi-implikasi strategi dari suatu program tertentu; (3) resource support
strategy (strategi pendukung sumberdaya), strategi ini memusatkan perhatian pada
memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya esensial yang tersedia guna
meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumberdaya tersebut dapat berupa
tenaga, keuangan, maupun teknologi; (4) institutional strategy (strategi
kelembagaan), fokus dari strategi institusional adalah mengembangkan
kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif strategis.
Strategi mengandung unsur yang lebih luas dari sekedar paparan konsep,
dalam strategi terkandung unsur peluang terlaksananya konsep strategi. Menurut
Hatten dan Hatten (1988 dalam Bugis 2006), untuk membuat suatu strategi dapat
dilaksanakan dengan sukses ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : (1)
strategi haruslah konsisten dengan lingkungannya: (2) setiap organisasi tidak
hanya membuat satu strategi; (3) memfokuskan dan menyatukan sumberdaya; (4)
strategi haruslah layak untuk dilaksanakan; (5) strategi haruslah memperhitungkan
resiko yang tidak terlalu besar; (6) strategi hendaknya disusun diatas landasan
keberhasilan; dan (7) perlu dukungan dari semua pihak yang terlibat
Strategi mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional serta
perlu mempertimbangkan, baik faktor eksternal maupun internal yang dihadapi
oleh suatu perusahaan/organisasi/sistem. Strategi dapat mencakup ekspansi
geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar,
pengetatan, divestasi, likuidasi, dan usaha patungan (David 2009).

7

Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan
Pengelolaan perikanan merupakan upaya-upaya untuk mencapai tujuan
tertentu melalui pengendalian langsung maupun tidak langsung yang efektif
terhadap kegiatan penangkapan ikan (Saad 2003 dalam Priadi 2006). Pengelolaan
perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,
alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari
peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh
pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan
produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati
(Adrianto 1997). Tujuan pengelolaan perikanan sebagimana yang tercantum
dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan adalah untuk
meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil,
meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan
kesempatan kerja, meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan,
mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, meningkatkan produktifitas,
mutu, nilai tambah dan daya saing, meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk
industri pengolahan ikan, mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan
pembudidaya ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal dan
menjamin kelestarian sumberdaya ikan, bahan pembudidaya ikan, dan tata ruang.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pengelolaan
adalah dengan mengendalikan tingkat penangkapan ikan pada tingkat
produktivitas yang berkelanjutan (sustainable) yang bermanfaat bagi masyarakat
dengan cara menghindarkan terjadinya kelebihan eksploitasi (over fishing) pada
suatu kawasan penangkapan (fishing ground).
Keberlanjutan (sustainability) menurut konsep pembangunan berkelanjutan
diartikan sebagai keadilan antar generasi yang menjamin bahwa generasi-generasi
mendatang memiliki warisan barang modal buatan, sumberdaya alam, human
capital, dan social capital. Kondisinya paling tidak sama dengan yang dimiliki
oleh generasi sekarang. Hal ini sukar atau bahkan tidak mungkin dapat dicapai
jika proses perencanaan dan pengambilan keputusan hanya didasarkan pada
konsep ekonomi konvensional yaitu memaksimalisasi kesejahteraan (Dahuri
2003).
Fauzi dan Anna (2005) menyatakan bahwa kegiatan produksi untuk
memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan memilliki tiga
komponen, yaitu : (a) komponen biologis, (b) komponen pengelolaan, (c) sosialekonomi perikanan. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Komponen biologis menjelaskan dinamika stok ikan, komponen pengelolaan
sumberdaya menjelaskan dinamika kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan, peraturan armada penangkapan ikan (fishing effort), dan komponen
sosial-ekonomi perikanan menjelaskan dinamika biaya dan keuntungan juragan
pemilik asset dan pendapatan ABK (anak buah kapal) dalam operasi penangkapan
ikan. Kalau ketiga komponen tersebut dapat terkontrol dengan baik, maka
pengembangan perikanan tangkap dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Menurut APO (2002 dalam Badrudin 2006), pengelolaan sumberdaya
perikanan yang berkelanjutan harus terfokus pada penggunaan sumberdaya
perikanan jangka panjang dengan mempertimbangkan keberlanjutan pemanfaatan

8

sumberdaya. Langkah dasar dalam pengelolaaan yang demikian adalah
mengidentifikasi sumberdaya, ekosistem dan stakeholders karena melibatkan
banyak sektor dan banyak disiplin ilmu yang berdampak pada pemerataan antar
generasi. Kebijakan pengelolaan seperti melarang penangkapan pada musim
tertentu, pengurangan operasi penangkapan dan jumlah kapal yang beroperasi
berpeluang tidak dapat diterima oleh nelayan di berbagai tempat. Hal ini karena
kebijakan tersebut dikhawatirkan mengakibatkan terjadinya pengangguran dan
hilangnya pendapatan. Kondisi ini dapat diatasi dengan memberi mereka berbagai
pilihan untuk mengurangi pengangguran pada periode tersebut.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada dasarnya
memiliki tujuan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, khususnya
masyarakat nelayan. Oleh karena itu, kelestarian sumberdaya harus dipertahankan
sebagai landasan untuk mencapai kesejahteraan tersebut. Aspek kelestarian
sumberdaya juga berkaitan dengan kegiatan monitoring, controlling dan
evaluation terhadap ketersediaan sumberdaya ikan termasuk kondisi lingkungan
perairan.
Pengelolaan perikanan merupakan sebuah proses yang kompleks dan
membutuhkan integrasi antara ekologi dan biologi sumberdaya dengan sosial
ekonomi dan faktor institusi yang mempengaruhi perilaku nelayan dan pembuat
keputusan. Tujuan dari bidang yang multidisiplin ini adalah untuk membantu
pengambil keputusan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dari
aktivitas perikanan sehingga generasi yang akan datang juga memperoleh manfaat
dari sumberdaya (Seijo et al. 1998 dalam Imron 2008).
Berdasarkan pengalaman pengelolaan perikanan di negara maju dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan yang optimal, beberapa hal berikut ini perlu
menjadi perhatian sebagai acuan pengelolaan, sebagai berikut (Sukardi et al. 1995
dalam Pramono 2006) :
1) Pemahaman bahwa pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal adalah mutlak
perlu diupayakan oleh pemerintah.
2) Sejak perencanaan sampai evaluasi pengelolaan digunakan cara kerja yang
transparan, demokratis serta melibatkan pihak yang berperan serta baik
pengelola maupun industri dan nelayan.
3) Strategi isu yang berkembang selalu diikuti dengan seksama dan melakukan
pendekatan partisipatori dan keterpaduan.
4) Pemanfaatan dilakukan dalam konteks pengelolaan lokal, regional maupun
internasional.
5) Perencanaan pengelolaan berdasarkan pada data dan informasi yang
berkualitas tinggi yang dikumpulkan secara terus-menerus untuk keperluan
perencanaan, implementasi dan evaluasi pengelolaan.
6) Menggunakan kelompok masyarakat para pendukung (seperti ilmuan/pakar,
pengelola dan masyarakat nelayan/industri) untuk kemudahan masukan bagi
pengelolaan.
7) membangun kemampuan pengelolaan sumberdaya ikan tingkat lokal
(community based management)
8) Menggunakan sumber data dan informasi yang terkelola dengan baik untuk
membuat keputusan dan langkah-langkah pengelolaan.

9

Sumberdaya Ikan Tuna
Ikan tuna terdiri dari beberapa jenis dan dapat digolongkan menjadi 2
kelompok yaitu kelompok tuna kecil seperti tongkol (Euthynus affinis), longtail
dan cakalang (Katsuwonus pelamis) atau skipjack serta kelompok tuna besar
seperti madidihang (Tuna albacares) atau yellowfin tuna, mata besar (Thunnus
obesus) atau bigeye tuna, albacore (Thunnus alalunga) atau albacore, tuna sirip
biru (Thunnus thynnus maccoyii) atau southern bluefin dan tuna abu-abu (Thunnus
thynnus orientalis) atau bluefin (Soepanto 1990 dalam Nurani 1996).
Karena perbedaan distribusi yang disebabkan karena toleransi suhu yang
spesifik dan karena dieksploitasi dengan beragam alat tangkap, maka pembedaan
dibuat antara tropical tuna dan temprate tuna. Ikan tuna tropis ditemukan pada
perairan dengan suhu lebih dari 18 °C (walaupun mereka dapat menyelam dalam
perairan yang lebih dingin), sedangkan temprate tuna ditemukan pada perairan
dengan suhu 10 °C, tetapi dapat ditemukan pada perairan tropis (Brill, 1994).
Yellowfin tuna, big eye tuna dan cakalang merupakan tiga hasil tangkapan utama
di perairan Pasifik yang digolongkan dalam tropical tuna (Dagorn et al. 2007).
Ciri-ciri ikan tuna menurut Itano dan Fukofuka (2005) yaitu,
madidihang/yellowfin tuna memiliki bentuk badan memanjang, sempit, garis besar
badan lurus di belakang sirip dorsal kedua, kepala dan mata kecil dibandingkan
dengan bigeye tuna. Sirip dada tebal, relatif pendek, berbentuk pisau. Finlet
berwarna kuning terang tanpa warna hitam pada tepinya, ekor panjang, bagian
tengah dari tepi ekor membentuk lekukan “V” yang jelas. Ciri internal berupa,
gelembung renang hanya pada bagian depan rongga badan, tidak begitu jelas,
biasanya kempis atau sedikit mengembung. Madidihang segar memperlihatkan
suatu pita pada sisi tengah berwarna kuning terang, punggung berwarna hitam
gelap mungkin terpisah dari warna emas oleh suatu pita biru tipis, bagian sisi
perut putih keperakan. Terdapat garis-garis keperakan pada samping badan yang
biasanya melengkung ke belakang pada bagian samping bawah yang jarak satu
dengan lainnya dekat, garis-garis tersebut selang seling antara yang penuh dan
deretan titik-titik. Sedangkan, tuna mata besar/bigeye tuna memiliki badan lebar
dan membulat, kepala besar dan lebar, mata lebih besar. Sirip dada panjang,
ujungnya tipis meruncing kearah ventral, finlet berwarna kekuning-kuningan
dengan tepi berwarna hitam, bagian tengah dari tepi ekor membuntuk suatu area
yang datar atau berbentuk bulan sabit, tepi trailing dari ekor datar. Ciri internal
berupa gelembung renang menempati hampir seluruh rongga badan, besar, jelas,
sering mengembung. Pewarnaan punggung berwarna hitam gelap di pinggirpinggirnya ada garis biru metalik yang terang, bagian sisi dan perut berwarna
putih seperti mutiara. Garis-garis pada bagian samping badan berbentuk vertikal,
tidak teratur dan terpisah lebar, kebanyakan garis putih lurus, sedikit bintik-bintik
atau dashes.
Madidihang memiliki pertumbuhan yang cepat, termasuk tuna yang
berukuran besar, bisa mencapai ukuran lebih dari 2 meter atau dapat tumbuh lebih
dari 100 kg pada usia enam tahun atau lebih dan memiliki produktifitas pemijahan
yang tinggi, hidup di perairan yang bersuhu 17–31 °C. Sebagian dari hasil
tangkapan diambil dari daerah khatulistiwa di mana mereka dipanen dengan
berbagai jenis alat tangkap. Tuna mata besar atau bigeye tuna memiliki tingkat
pertumbuhan yang moderat dan dewasa pada sekitar usia 3-4 tahun, dapat tumbuh

10

sampai sekitar 200 cm dan 180 kg ketika delapan tahun atau lebih, memiliki
distribusi yang luas antara 40° LU dan 40° LS dan sebaran vertikal antara
permukaan dan kedalaman 500 m ( kadang-kadang sampai 1000 m). Menurut
Nontji (1993), sebaran ikan ini bersinambung dari Samudera Pasifik melalui
perairan di antara pulau-pulau Indonesia ke Samudera Hindia. Di Indonesia ikan
ini banyak tertangkap di perairan sebelah Selatan Jawa, sebelah Barat Daya
Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, juga di Laut Banda dan Laut Maluku.
Sedangkan Cakalang ditemukan sepanjang tahun terkonsentrasi di perairan tropis
Pasifik, distribusi musimannya meluas sampai ke perairan subtropis di utara dan
selatan. Spesies ini memiliki ukuran stok yang besar, pertumbuhan yang cepat,
cepat dewasa, pemijahan produktif dan sepanjang tahun di wilayah yang luas,
jangka hidup relatif pendek dan memiliki ukuran layak tangkap yang bervariasi.
Ikan tuna bisa dalam schooling saat mencari makan, jumlah schooling biasa
terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak (Nakamura 1969). Ikan
tuna hidup secara pelagis dan mengadakan ruaya di laut bebas, berenang di
lapisan air yang dalamnya 150 m di bawah permukaan laut.
Menurut Subani dan Barus (1988), daerah penangkapan tuna terpusat di
Indonesia bagian timur dan daerah lain yang berbatasan dengan Samudera Hindia.
Perenang cepat, hidup di perairan dalam, laut bebas, lepas pantai dan sering
melakukan migrasi bahkan migrasi jarak jauh. Tersebar tidak merata menurut
geografisnya, tetapi terdapat pemusatan pada daerah tertentu di samudera.
Bermigrasi sepanjang tahun dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
temperature, salinitas, sistem arus, kejernihan air, kedalaman perairan dan
produktivitas perairan.

Potensi Sumberdaya
Potensi sumberdaya ikan di lautan nusantara baik di perairan teritorial
ataupun di ZEE Indonesia diperkirakan ada sekitar 6.1 juta ton ikan yang dapat
ditangkap secara lestari sepanjang tahun. Pemanfaatan potensi ini sudah sekitar
60%. Presentase ini merupakan lampu kuning karena berdasarkan tanggungjawab
komitmen internasional mengenai perikanan yang dibuat FAO dan Code of
Conduct for Respoinsible Fisheries (CCRF), hanya tersisa 20% penambahan
produksi penangkapan ikan sepanjang tahun (Nikijuluw 2002).
Ketika menganalisis sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan
langkah penting dalam mepelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan.
Hasil analisis akan sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan
dan perumusan strategi pengelolaan. Untuk mengestimasi besarnya kelimpahan
(biomassa) dan estimasi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis sumberdaya
ikan dapat digunakan metode surplus produksi (surplus production model/SPM).
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa CPUE (c/f) merupakan fungsi dari
effort (f) baik bersifat linier (model scaefer) maupun eksponensial (model fox)
(Widodo et al 1998).
Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan
tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil
tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stock secara
jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari

11

(MSY/maksimum sustainable yield). Model surplus produksi banyak digunakan
dalam pengelolaan perikanan dalam lingkup yang besar karena model ini
didasarkan pada data tangkapan dan data upaya penangkapan yang relatif mudah
diperoleh. Model surplus produksi berdasarkan pada asumsi bahwa tingkat
pertumbuhan netto dari stok berhubungan dengan biomassanya (King 1995).
Penentuan potensi lestari (MSY) dan upaya optimum hanya dapat dilakukan jika
parameter b pada persamaan Z = a + bX bernilai negatif, yang artinya
penambahan effort akan menyebabkan p