Coastal Area Management for Tourism and Fisheries in Pringkuku District, Pacitan Regency, East Java Province

(1)

PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR

UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI DAN PERIKANAN

DI KECAMATAN PRINGKUKU, KABUPATEN PACITAN,

PROVINSI JAWA TIMUR

ANI RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai dan Perikanan di Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2013

Ani Rahmawati C252100021


(3)

ANI RAHMAWATI. Coastal Area Management for Tourism and Fisheries in Pringkuku District, Pacitan Regency, East Java Province. Under direction of ACHMAD FAHRUDIN and FREDINAN YULIANDA

Pringkuku District Coastal area was been used for tourism and fisheries activities. But they were not yet been regulated and managed optimally. The objectives of this research was to analize space usage level in coastal area Pringkuku District, to analize suitable and carrying capacity for tourism, to analize area usage level from economic value for tourism, and to arrange sustainable management strategy. The result shown: (1) Area usage for tourism in Srau is about 65.67% and area usage for Watukarung is about 49,00%.(2) Srau and Watukarung area have not exceed the carrying capacity, where the suitability of the area is mostly very suitable. (3) Srau area usage level has reach about 32,26% while Watukarung just reach about 11,59%. (4) Tourism strategy management for Srau area: provide and improvement seat, toilet and trash bin; improvement the road and communication network; provide sign and marking; training for increase human resources and involve personnel for guide. Tourism strategy management for Watukarung area: provide and improvement trash bin, seat, toilet, musholla and food stall; improvement the road and communication network; provide the sign and marking; training for increase personnel human resources; provide guide and involve fisherman within tourism.

Keywords :Carrying capacity, Coastal, Economic value, Management, Pringkuku District, Suitable, Usage level,


(4)

RINGKASAN

ANI RAHMAWATI. Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai dan Perikanan di Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan FREDINAN YULIANDA.

Salah satu kawasan pesisir di Kabupaten Pacitan yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata maupun perikanan adalah Kecamatan Pringkuku dengan panjang garis pantai 15,779 km. Wilayah pesisirnya terdiri atas pantai pasir putih dengan batuan karst dan terdapat Tempat Pendaratan Ikan (TPI Watukarung) untuk mendaratkan hasil tangkapan nelayan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan ruang, menganalisis kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata, menganalisis tingkat pemanfaatan kawasan dari nilai ekonomi kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dan perikanan dan menyusun strategi pengelolaan kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku.

Penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan (Desa Watukarung, Desa Jlubang, Desa Dadapan, Desa Poko dan Desa Candi). Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan April-Juli 2012. Sebelumnya dilakukan survei pendahuluan pada bulan September 2011. Data yang diambil yaitu kualitas air, kesesuaian lahan, daya dukung, nilai ekonomi wisata dan perikanan, dan analisis kepuasan wistawan.

Kondisi kualitas perairan masih sesuai untuk kegiatan wisata karena belum ada pengaruh yang dominan dari kegiatan manusia. Kawasan wisata Srau memiliki daya dukung ekologis sebesar 142.350 orang/tahun. Kawasan wisata Watukarung memiliki daya dukung ekologis sebesar 306.235 orang/tahun. Nilai pemanfaatan wisata aktual sebesar Rp 307.992.650.000/ha/tahun, sedangkan nilai wisata berdasarkan daya dukung sebesar Rp 954.597.159.800/ha/tahun. Tingkat pemanfaatan kawasan Srau dilihat dari nilai ekonomi sekitar 32,26%. Nilai wisata aktual kawasan Watukarung sebesar Rp 157.230.307.100/ha/tahun. Nilai wisata sesuai daya dukung Rp 1.356.099.839.000/ha/tahun. Pemanfaatan di kawasan Watukarung masih lebih rendah dibanding kawasan Srau yaitu 11,59%. Nilai perikanan aktual sebesar Rp 26.510.238.840/ha/tahun (sekitar 17,93% dari nilai produksi perikanan Kabupaten Pacitan).

Tingkat kepuasan wisatawan paling tinggi terdapat pada kriteria karakteristik alam dan paling rendah pada kriteria informasi-komunikasi dan infrastruktur. Strategi pengelolaan perikanan yaitu perbaikan armada perikanan, peningkatan keterampilan pengolahan hasil perikanan dan pengembangan pemasaran hasil perikanan. Strategi pengelolaan di Kawasan Srau yaitu perbaikan fasilitas (tempat duduk, toilet, tempat sampah); perbaikan jalan; penyediaan penunjuk jalan, jaringan komunikasi dan tanda; serta pelatihan untuk peningkatan SDM petugas kawasan. Strategi pengelolaan kawasan Watukarung yaitu perbaikan dan penyediaan fasilitas (tempat duduk, toilet, tempat sampah, kios makanan, tempat ibadah); perbaikan jalan; penyediaan penunjuk jalan, jaringan komunikasi dan tanda; pelatihan untuk meningkatkan SDM petugas kawasan dan melibatkan nelayan dalam kegiatan wisata

Kata kunci: Daya dukung, Kecamatan Pringkuku, Kesesuaian, Nilai ekonomi perikanan, Nilai ekonomi wisata, Pengelolaan, Pesisir.


(5)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR

UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI DAN PERIKANAN

DI KECAMATAN PRINGKUKU, KABUPATEN PACITAN,

PROVINSI JAWA TIMUR

ANI RAHMAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(7)

(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Wisata Pantai dan Perikanan di Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur

Nama : Ani Rahmawati

NIM : C252100021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Ketua

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(9)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Adapun tesis yang disusun berjudul “Pengelolaan Kawasan Pesisir untuk Kegiatan Wisata Pantai dan Perikanan di Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur”. Tesis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat maupun pihak swasta dalam rangka pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir di Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan Jawa Timur.

Penyusunan tulisan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si dan Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan. 2. Bapak Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku penguji luar komisi dan Bapak

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer selaku ketua Prodi SPL atas segala masukannya demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak, ibu, adik dan suamiku Adi Susanto, S.Pi, M.Si serta seluruh keluarga besar di Pacitan dan di Kuala Tungkal atas segala doa dan kasih sayangnya. 4. Keluarga Bapak Giyatno, Keluarga Bapak Jumiran, Mas Abdul, Mas Ali, Pak

Hendra dan pihak-pihak lain yang telah membantu selama pengumpulan data. 5. Teman-teman SPL 2010 dan sahabatku Ardha atas dukungan dan

semangatnya selama ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, karena itu kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi peneliti maupun mahasiswa untuk melakukan penulisan lebih lanjut.

Bogor, Juli 2013


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 2 November 1986, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Anshori, BA dan Ibu Nursiyah,S.Pd. Pendidikan formal diawali di SDN I Dadapan Kabupaten Pacitan selama 1 tahun kemudian pindah ke SDN Arjosari I Pacitan Jawa Timur hingga lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMPN I Pacitan dan menyelesaikan studi tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMUN I Pacitan sampai dengan tahun 2004 dan pada tahun yang sama pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2009.

Penulis pernah bekerja di PT Sucofindo pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan strata dua (S-2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR GAMBAR ... xxv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pesisir ... 7

2.2. Pariwisata dan ekowisata ... 9

2.2.1 Pariwisata ... 9

2.2.2 Ekowisata ... 13

2.3 Perikanan ... 17

2.4 Penataan Ruang (Zonasi) ... 19

2.5 Daya Dukung Lingkungan ... 20

2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 22

2.7 Ekologi Ekonomi ... 22

2.8 Pengelolaan berkelanjutan ... 23

3 METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan waktu penelitian ... 25

3.2 Tahapan penelitian ... 25

3.3 Pengumpulan data ... 25

3.3.1 Data primer ... 27

3.3.1 Wawancara ... 27

3.3.2 Observasi lapang ... 28

3.3.2 Data sekunder ... 29

3.3.3 Data kesesuaian lahan ... 29

3.3.4 Data EoP (Effect on Production) ... 31

3.3.5 Data TCM ... 31

3.4 Analisis data ... 32

3.4.1 Analisis kualitas air ... 32

3.4.2 Analisis kesesuaian kawasan ... 33

3.4.2.1 Analisis deskriptif ... 33

3.4.2.2 Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai ... 33

3.4.3 Daya dukung ekologis ... 37

3.4.4 Effect on Production(EoP) ... 38


(12)

xx

3.4.4.1 Surplus konsumen ... 39

3.5 Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method/TCM) ... 40

3.6 Analisis SIG (Sistem Informasi Geografis) ... 42

3.7 Analisis Kesenjangan (GAP Analisis) ... 43

3.8 Analisis Kepuasan Wisatawan ... 45

4 KONDISI UMUM ... 49

4.1 Kondisi Geografis ... 49

4.2 Iklim dan Cuaca ... 50

4.2.1 Curah Hujan ... 50

4.2.2 Suhu udara ... 51

4.2.3 Angin ... 52

4.2.4 Pasang surut ... 53

4.2.5 Arus dan gelombang ... 54

4.2.6 Batimetri ... 54

4.3 Kecamatan Pringkuku ... 55

4.3.1 Desa Dadapan ... 55

4.3.2 Desa Poko ... 56

4.3.3 Desa Candi ... 56

4.3.4 Desa Jlubang ... 56

4.3.5 Desa Watukarung ... 57

4.4 Kondisi Wisata ... 57

4.5 Kondisi Perikanan ... 59

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

5.1 Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku ... 67

5.1.1 Pantai Tuguragung ... 67

5.1.2 Kawasan Srau ... 67

5.1.2.1 Pantai Pare ... 68

5.1.2.2 Pantai Srau ... 69

5.1.2.3 Pantai Wayang ... 70

5.1.2.4 Pantai Gampar ... 71

5.1.2.5 Pantai Wawaran ... 72

5.1.2.6 Pantai Mblue ... 73

5.1.3 Kawasan Watukarung ... 74

5.1.3.1 Pantai Kreweng ... 74

5.1.3.2 Pantai Seruni ... 75

5.1.3.3 Pantai Peden ombo ... 75

5.1.3.4 Pantai Kasap ... 76

5.1.3.5 Pantai Brecak ... 77

5.1.3.6 Pantai Watukarung ... 78

5.1.3.7 Pantai Sirah towo ... 79

5.1.3.8 Pantai Jantur ... 79

5.1.3.9 Pantai Ngalurombo ... 80

5.1.3.10 Pantai Waduk ... 81

5.1.3.11 Pantai Ngalihan ... 82

5.1.3.12 Pantai Bresah ... 83


(13)

5.2 Kualitas Air ... 85

5.3 Analisis Kesesuaian Kawasan ... 89

5.4 Daya Dukung Kawasan ... 91

5.5 Analisis Ekonomi ... 95

5.5.1 Nilai wisata Kawasan Srau ... 95

5.5.2 Nilai wisata Kawasan Watukarung ... 96

5.5.3 Nilai perikanan ... 96

5.6 Analisis Kesenjangan (GAP Analisis) ... 97

5.7 Analisis Kepuasan Wisatawan ... 102

5.7.1 Analisis Kepuasan Wisatawan Srau ... 102

5.7.2 Analisis Kepuasan Wisatawan Watukarung ... 105

5.8 Strategi Pengelolaan Kawasan ... 109

5.8.1 Strategi pengelolaan perikanan ... 109

5.8.2 Strategi pengelolaan wisata pantai ... 111

5.8.2.1 Strategi Pengelolaan Wisata di Kawasan Srau ... 111

5.8.2.2 Strategi Pengelolaan Wisata di Kawasan Watukarung ... 112

6 SIMPULAN DAN SARAN ... 117

5.1 Simpulan ... 117

5.2 Saran ... 117


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan ... 16

2. Pengembangan strategi untuk peningkatan pendapatan pada kegiatan perikanan berkelanjutan ... 19

3. Jenis, sumber, dan cara pengambilan data ... 30

4. Data untuk analisis kesesuaian lahan ... 30

5. Jenis dan sumber data untukEffect on Production(EoP) ... 31

6. Data yang dibutuhkan untuk pendekatan individu ... 32

7. Baku mutu air laut untuk wisata bahari (Keputusan No.51/MENLH/2004) ... 32

8. Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai ... 34

9. Potensi ekologis wisatawan (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 38

10. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata ... 38

11. Pembobotan peringkat untuk manajemen prioritas ... 45

12. Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama ... 46

13. Bobot dan indeks kepuasan dari sub kriteria ... 47

14. Perhitungan indeks kepuasan wisatawan ... 47

15. Curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Pringkuku Tahun 2011 ... 51

16. Suhu udara Kabupaten Pacitan Tahun 2011 ... 52

17. Kecepatan dan arah angin di Kabupaten Pacitan Tahun 2011 ... 52

18. Jumlah kunjungan wisatawan (orang) Di Srau dan Watukarung tahun 2000-2011 ... 58

19. Produksi perikanan laut (kg) Kabupaten Pacitan menurut jenis ikan (Tahun 2005-2010) ... 60

20. Jumlah produksi perikanan tangkap Kecamatan Pringkuku tahun 2005-2011 ... 62

21. Jumlah kapal perikanan di Kecamatan Pringkuku Tahun 2003-2010 .. 64

22. Jumlah nelayan di Kecamatan Pringkuku Tahun 2003-2010 ... 65

23. Jumlah alat tangkap Kecamatan Pringkuku Tahun 2010 ... 65

24. Hasil pengukuran parameter kualitas air ... 86

25. Analisis kesesuaian pantai untuk wisata ... 90

26. Daya dukung ekologis kawasan pantai di Kecamatan Pringkuku ... 92

27. Jenis aktivitas yang dapat dilakukan di setiap area pantai ... 94


(16)

xxiv

28. Prioritas pengelolaan yang merupakan perkalian skor (dengan prioritas

pengelolaan) ... 97

29. Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari kriteria utama ... 102

30. Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari sub kriteria ... 103

31. Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama ... 104

32. Bobot dan indeks kepuasan dari sub kriteria ... 104

33. Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari kriteria utama ... 105

34. Tingkat kepuasan wisatawan (%) dari sub kriteria ... 106

35. Bobot dan indeks kepuasan dari kriteria utama ... 107


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Zonasi wilayah pesisir dan laut secara horisontal dan vertikal (Nybakken 1992) ... 8

3. Kerangka pariwisata pesisir dan bahari (Hall 2001 dan Orams diacu dalam Adrianto 1999) ... 12

4. Peta lokasi penelitian ... 26

5. Tahapan penelitian ... 27

6. Gambaran overlay peta ... 43

7. Diagram aksi (Costumers Satisfaction Council 1995 diacu dalam Arabatzis dan Grogoroudis 2010) ... 48

8. Peta wilayah pesisir Kabupaten Pacitan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pacitan 2009) ... 50

9. Pasang surut yang terjadi di pesisir Kabupaten Pacitan ... 53

10. Batimetri Pantai Selatan Jawa ... 54

11. Fluktuasi kunjungan wisatawan di Kawasan Srau dan Watukarung tahun 2000-2011 ... 59

12. MSY Kabupaten Pacitan dari jenis ikan pelagis ... 61

13. MSY Kabupaten Pacitan dari jenis ikan demersal ... 61

14. Fluktuasi produksi perikanan di Kabupaten Pacitan dan Kecamatan Pringkuku (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan 2011, diolah) ... 62

15. TPI Watukarung dan beberapa hasil tangkapan ... 63

16. Perahu motor tempel: (a) perahu bercadik, (b) perahu tanpa cadik, (c) perahu jukung; perahu tanpa motor: (d) perahu dayung ... 64

17. Kondisi Pantai Tuguragung ... 67

18. Kondisi Pantai Pare ... 68

19. BuahBaringtonia asiatica;[2] Ubur-ubur; [3]Pandanussp. ... 69

20. Kondisi Pantai Srau ... 69

21. Beberapa sumberdaya yang dijumpai di Pantai Srau ... 70

22. Kondisi Pantai Wayang ... 70

23. Beberapa sumberdaya yang dijumpai di Pantai Wayang. ... 71

24. Kondisi Pantai Gampar ... 71

25. Beberapa sumberdaya yang ditemukan di Pantai Gampar. ... 72


(18)

xxvi

26. Kondisi Pantai Wawaran (Dokumentasi Pribadi 2012). ... 72

27. [1] Batuan karang yang biasa di ambil masyarakat; [2] Alat tangkap krendet (untuk menangkap lobster) ... 73

28. Kondisi Pantai Mblue ... 73

29. [1] Kepiting; [2]Ophiuroidea; [3]Callophyllum inophyllum (Nyamplung); [4]Diademasp. ... 74

30. Kondisi Pantai Kreweng ... 75

31. Kondisi Pantai Seruni ... 75

32. Kondisi Pantai Peden Ombo ... 76

33. Kondisi Pantai Kasap ... 76

34. [1]Pandanussp; [2]Trochus(kerang lola); [3]Polychaeta(cacing laut); [4]Diademasp (bulu babi) danOphiuroidea(bintang ular)... 77

35. Kondisi Pantai Brecak ... 77

36.Nerita(Kelompok Moluska, Kelas Gastropoda) ... 78

37. Kondisi Pantai Watukarung ... 78

38. [1]Clerodendrumsp.; [2]Acanthussp... 79

39. Kondisi Pantai Sirahtowo ... 79

40. Kondisi Pantai Jantur ... 80

41. Kondisi Pantai Ngalurombo ... 80

42. [1] Kepiting; [2]Ophiuroidea(bintang ular); [3]Boergesenia forbesii (alga hijau); [4] Alga hijau; [5]Polychaeta(cacing laut). ... 81

43. Kondisi Pantai Waduk ... 82

44. Kondisi Pantai Ngalihan ... 82

45. [1] Pecahan batu karang yang dikumpulkan untuk di jual; [2]Pandanus sp. ... 83

46. Kondisi Pantai Bresah ... 83

47. [1] Pulau Wayang; [2] Pulau Ledek ... 84

48. Kondisi Pantai Geben ... 84

49.Pandanussp. di Pantai Geben ... 85

50. Selisih nilai ekonomi di kawasan Srau dan Watukarung ... 98

51. Pemanfaatan area di Kawasan Srau (Data primer diolah 2012) ... 100

52. Pemanfaatan area di Kawasan Watukarung (Data primer diolah 2012) ... 101


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alat dan bahan pengukuran contoh kualitas perairan ... 127

2. Kuisisoner untuk wisatawan ... 128

3. Peta Desa Dadapan ... 132

4. Peta Desa Poko ... 133

5. Peta Desa Candi ... 134

6. Peta Desa Jlubang ... 135

7. Peta Desa Watukarung ... 136

8. Peta Pantai Tuguragung ... 137

9. Peta Kawasan Wisata Srau ... 138

10. Beberapa Pulau Teras Terangkat di Kawasan Srau ... 139

11. Peta Kawasan Watukarung ... 140

12. Beberapa Pulau Teras Terangkat di Kawasan Watukarung ... 141

13. Titik pengambilan sampel air ... 142

14. Peta Kesesuaian wisata pantai ... 143

15. Peta kesesuaian wisata Pantai Pare ... 144

16. Peta kesesuaian wisata Pantai Srau ... 145

17. Peta kesesuaian wisata Pantai Wayang ... 146

18. Peta kesesuaian wisata Pantai Gampar ... 147

19. Peta kesesuaian wisata Pantai Wawaran ... 148

20. Peta kesesuaian wisata Pantai Mblue ... 149

21. Peta kesesuaian wisata Pantai Kreweng ... 150

22. Peta kesesuaian wisata Pantai Seruni ... 151

23. Peta kesesuaian wisata Pantai Peden ombo ... 152

24. Peta kesesuaian wisata Pantai Kasap ... 153

25. Peta kesesuaian wisata Pantai Brecak ... 154

26. Peta kesesuaian wisata Pantai Watukarung ... 155

27. Peta kesesuaian wisata Pantai Sirah towo ... 156

28. Peta kesesuaian wisata Pantai Jantur ... 157

29. Peta kesesuaian wisata Pantai Ngalurombo ... 158

30. Peta kesesuaian wisata Pantai Waduk ... 159


(20)

xxviii

31. Peta kesesuaian wisata Pantai Ngalihan ... 160

32. Peta kesesuaian wisata Pantai Bresah ... 161

33. Peta kesesuaian wisata Pantai Geben ... 162

34. Perhitungan Nilai Ekonomi Kawasan Srau (kondisi aktual) ... 163

35. Perhitungan Nilai Ekonomi Kawasan Srau (kondisi daya dukung) ... 165

36. Perhitungan nilai ekonomi Kawasan Watukarung (kondisi aktual) ... 167

37. Perhitungan nilai ekonomi Kawasan Watukarung (sesuai daya dukung) ... 169

38. Perhitungan Nilai Ekonomi Perikanan ... 171


(21)

1.1 Latar Belakang

Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi. Sumberdaya alam yang terdapat di kawasan pesisir antara lain perikanan, pasir, air laut, mikro organisme, mangrove, terumbu karang dan lamun (Balitbang 2003). Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kawasan pesisir yang tersebar sepanjang wilayah bagian selatan. Kabupaten Pacitan terletak di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah ± 1.389,87 km². Panjang garis pantai 70,709 km terbentang pada tujuh wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sudimoro, Ngadirojo, Tulakan, Kebonagung, Pacitan, Pringkuku, dan Donorojo

Wilayah pesisir Kabupaten Pacitan berbatasan langsung dengan pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki karakteristik gelombang yang cukup besar. Rata-rata tinggi gelombang di tepi pantai melebihi 1,5 m dengan karakteristik pantainya yang berpasir dari yang landai sampai curam. Lingkup perencanaan ruang kawasan pesisir dan laut untuk wilayah daratan meliputi 951,03 km², ditambah wilayah lautan sejauh 4 mil dari batas pantai (± 523,82 km²). Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Pacitan, luas perairan laut untuk wilayah 12 mil dari batas pantai sebesar 1.571,44 km², sedangkan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 26.190,62 km² (Balitbang 2003).

Kawasan pesisir di Kabupaten Pacitan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas dengan melibatkan berbagai pihak. Pemanfaatan yang dilakukan berupa kegiatan wisata dan perikanan (sebagian besar penangkapan dan beberapa melakukan budidaya). Berbagai kegiatan pemanfaatan tersebut rentan terhadap benturan kepentingan antar lembaga atau sektor terkait. Salah satu kawasan pesisir yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata maupun perikanan adalah Kecamatan Pringkuku yang memiliki panjang garis pantai 15,779 km. Karakteristik wilayah pesisirnya yang terdiri atas pantai pasir putih dengan batuan karst yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Selain itu juga terdapat Tempat Pendaratan Ikan (TPI Watukarung) untuk mendaratkan hasil tangkapan nelayan.


(22)

2

Kegiatan perikanan di Kecamatan Pringkuku masih terbatas dalam skala kecil, dengan menggunakan alat tangkap yang masih tradisional (misalnya jaring dan pancing).

Pemanfaatan wilayah pesisir di Kecamatan Pringkuku untuk kegiatan wisata dan perikanan masih belum diatur dan dikelola secara optimal oleh pemerintah daerah setempat. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan wilayah di kawasan ini antara lain adanya konflik pemanfaatan wilayah, isu dan permasalahan biofisik (abrasi, kerusakan sumberdaya), keterbatasan aksesibilitas dan masalah perikanan (keterbatasan kemampuan nelayan lokal). Pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata dan perikanan masih bersifat alami dimana pemanfaatan ruang masih dititik beratkan di wilayah darat dan masih dalam konteks pemanfaatan jasa-jasa lingkungan sehingga potensi sumberdaya alam yang ada di wilayah ini belum dimanfaatkan secara optimal.

1.2 Perumusan Masalah

Kecamatan Pringkuku memiliki potensi pantai berpasir putih yang terhampar sepanjang 15,779 km. Pantai berpasir di Kecamatan Pringkuku memiliki lingkungan yang masih alami dan memiliki potensi perikanan yang cukup baik dengan jenis ikan yang beragam.Fishing ground dan kondisi perairan yang masih baik serta potensi sumberdaya pesisir yang ada dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dan perikanan. Pemanfaatan potensi tersebut belum dilakukan dengan optimal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sumberdaya yang belum termanfaatkan, kurangnya fasilitas pendukung (baik dari segi kondisi maupun jumlah) serta kondisi fasilitas yang kurang terawat. Selain itu, kegiatan pemanfaatan belum banyak memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan. Pada kegiatan perikanan, potensi yang ada juga belum dimanfaatkan dengan optimal. Hal ini dapat dilihat dari kondisi armada penangkapan dan keterampilan nelayan yang masih terbatas sehingga tingkat kesejahteraan nelayannya masih rendah.

Selama ini belum dilakukan penelitian yang mendetail untuk mengkaji kondisi, potensi dan pengelolaan yang ada di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Apabila pemanfaatan dapat dioptimalkan maka akan berkontribusi terhadap kesejahteraan nelayan, dan masyarakat sekitar kawasan. Pemanfaatan


(23)

yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat tradisional dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengesampingkan aspek kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Pola pemanfaatan seperti ini dalam jangka panjang akan memberikan ancaman terhadap keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan di Kecamatan Pringkuku.

Untuk dapat menyusun konsep pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan bertanggungjawab diperlukan data yang akurat terkait dengan pemanfaatan potensi eksisting, nilai ekonomi kawasan, kesesuaian ruang dan daya dukung lingkungan. Data yang akurat dan baru akan menentukan keakuratan konsep pengelolaan yang dihasilkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah:

1) Bagaimana tingkat pemanfaatan ruang di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku?

2) Bagaimana kondisi kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata?

3) Bagaimana tingkat pemanfaatan dari nilai ekonomi kawasan pesisir di Kecamatan Pringkuku yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dan perikanan?

4) Bagaimana konsep pengelolaan kawasan pesisir di Kecamatan Pringkuku yang memperhatikan kelestarian keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan? 1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis tingkat pemanfaatan ruang di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku,

2) Menganalisis kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata, 3) Menganalisis tingkat pemanfaatan kawasan dari nilai ekonomi kawasan

pesisir di Kecamatan Pringkuku yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dan perikanan

4) Menyusun strategi pengelolaan kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku yang berkelanjutan.


(24)

4

1.4 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku saat ini dapat diketahui dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi potensi (wisata dan perikanan) dan identifikasi sumberdaya alam yang terdapat di kawasan tersebut. Penilaian tingkat pemanfaatan eksisting terhadap potensi sumberdaya alam dilakukan secara ekologi dan ekonomi. Penilaian ekologi mencakup identifikasi dan analisis keseuaian ruang dengan kondisi pemanfaatan yang disertai dengan analisis dan perhitungan daya dukung ekologinya. Penilaian ekonomi dilakukan untuk menganalisis seberapa besar nilai ekonomi sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan dan potensi peningkatan yang masih dapat dilakukan melalui pengelolaan yang optimal.

Hasil analisis nilai pemanfaatan eksisting dan potensi pemanfaatan yang masih dapat dikembangkan selanjutnya dievaluasi menggunakan analisis kesejangan (GAP analisis) untuk mengetahui gap yang terjadi antara kondisi yang sesuai daya dukung dan kondisi yang tidak sesuai daya dukung. Berdasarkan hasil identifikasi potensi, daya dukung ekologi, kesesuaian ruang dan nilai ekonomi serta adanya kesenjangan antara potensi dan tingkat pemanfaatan maka selanjutnya disusun strategi pengelolaan kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi yang ada. Kerangka pemikiran pengelolaan kawasan pesisir di Kecamatan Pringkuku seperti pada Gambar 1. 1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat menyediakan data potensi dan kondisi sumberdaya yang ada, informasi kesesuaian pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata dan perikanan yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, menjadi masukan dan rekomendasi bagi pemerintah daerah setempat dalam penyusunan kebijakan dan program-program pengelolaan kawasan pesisir di Kabupaten Pacitan.


(25)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Kawasan Pesisir Kecamatan

Pringkuku

Nilai ekonomi Kesesuaian ruang

Estimasi nilai ekonomi

Strategi Pengelolaan

Potensi pemanfaatan

Pemanfaatan eksisting

Evaluasi pemanfaatan

Ekologi Wisata Perikanan

Daya dukung ekologi


(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesisir

Kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Arti wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 inDahuriet al. 2004). Bengen (2001) menyatakan kawasan pesisir dari sudut ekologis sebagai lokasi dari beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. Bila ditinjau dari garis pantai (coast line), wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuriet al.2004).

Kawasan pesisir memiliki satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain terumbu karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al. 2004). Menurut Nybakken (1992), wilayah pesisir dapat dilihat dari segi horizontal dan vertikal (Gambar 2). Secara horizontal kawasan pelagik terbagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang mencakup daerah paparan benua dan laut lepas (lautan atau zona oseanik). Ekosistem pesisir mempunyai kemampuan terbatas terhadap masukan limbah. Kemampuan tersebut sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut


(27)

melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.

Sumberdaya di kawasan pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih meliputi sumberdaya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea, mamalia laut), rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang. Sumberdaya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Pada kelompok sumberdaya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut, sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh potensi jasa-jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan wisata (Dahuri et al. 2004).

Gambar 2 Zonasi wilayah pesisir dan laut secara horizontal dan vertikal (Nybakken 1992).

Wilayah pesisir menarik untuk urbanisasi, industrialisasi, wisata, tujuan liburan, perikanan, akuakultur dan banyak aktivitas lainnya. Akhir-akhir ini mulai banyak timbul keinginan untuk melindungi lingkungan alam dan alam bawah laut.


(28)

9

Di kawasan pesisir sering terjadi konflik, konflik yang berlangsung antara aktifitas manusia dan wilayah yang menjadi tempat hidup fauna. Salah satu konflik yang penting yaitu berasal dari wisata komersial dan adanya keinginan untuk melindungi alam (Bellan dan Bellan-Santini 2001).

Pantai berpasir dicirikan dengan adanya pasir, gelombang dan pasang surut, dengan kisaran dari sempit dan terjal terhadap luas dan ada yang datar, pasir menjadi lebih luas saat surut dan lebih sempit saat pasang, (Short 1999, Finkl 2004 in Defeo et al. 2009). Pantai berhubungan dengan ombak dan terdapat transpor dan pergantian pasir (Komar 1998 in Defeo et al. 2009). Transpor pasir dikendalikan oleh gelombang pada sisi basah dan angin pada sisi yang kering (Defeoet al.2009)

2.2 Pariwisata dan Ekowisata 2.2.1 Pariwisata

Pariwisata dalam arti luas merupakan kegiatan rekreasi di luar domisili dengan tujuan untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain (Damanik dan Weber 2006). Pariwisata juga dapat diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan. Wisata merupakan bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda 2007).

Menurut Munasef (1995) in Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur utama. Tiga unsur tersebut diantaranya:

1) Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam),

2) Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan,

3) Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.


(29)

Berbagai istilah dalam pariwisata telah dikenal luas oleh masyarakat. Dalam UU No 9 tahun 1990 (Menteri Sekretaris Negara 1990), beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain:

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata,

2) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata,

3) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut,

4) Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata,

5) Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut,

6) Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata, 7) Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau

disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Dalam kegiatan pariwisata aspek lingkungan merupakan bagian yang harus diperhatikan (Dahuri 2003). Strategi pariwisata yang berhasil adalah terpenuhinya manfaat maksimal ketika pelestarian lingkungan terlaksana dengan dengan baik. Manfaat maksimal dari kegiatan pariwisata tersebut diindikasikan oleh adanya sejumlah kunjungan turis atau wisatawan baik dari luar maupun dalam negeri pada objek wisata yang dimaksud.

Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang-orang yang melakukan perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan-perusahaan yang melayani mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan. Seorang wisatawan didefinisikan sebagai seseorang yang berada jauh dari tempat tinggalnya dimana jarak jauhnya ini berbeda-beda (Lunberg et al. 1997). Definisi wisatawan menurut WTO in Marpaung (2002) sebagai berikut :


(30)

11

1) Pengunjung adalah setiap orang yang berkunjung ke suatu negara lain dimana ia mempunyai tempat tinggal, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan oleh negara yang dikunjunginya,

2) Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam dengan tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut:

(1) memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga,

(2) bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.

Dahuriet al.(2004) menyatakan, pariwisata pesisir adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, berperahu, menyelam, snorkling, beachombing/reef walking, berjalan-jalan atau berlari sepanjang pantai, dan menikmati keindahan suasana pesisir. Dahuri (2003) menyatakan bahwa pariwisata pesisir diasosiasikan dengan tiga “S” (sun, seadan sand) yaitu jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai berpasir bersih.

Hall (2001) in Adrianto (2006a) mengemukakan tentang konsep pariwisata pesisir yang mencakup rentang penuh pariwisata, hiburan, dan kegiatan yang berorientasi rekreasi yang terjadi di zona pantai dan perairan pantai. Pariwisata pesisir juga termasuk di dalamnya pengembangan pariwisata pesisir seperti akomodasi, restoran, industri makanan dan infrastruktur pendukung pembangunan pesisir. Pariwisata juga mencakup kegiatan wisata seperti rekreasi berperahu, rekreasi pantai dan laut berbasis ekowisata, kapal pesiar, berenang, memancing, snorklingdan menyelam.

Kelly (1996)in Sulaksmi (2007) menyatakan klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan wisata budaya (cultural tourism). Menurut Gunn (1994) in Sulaksmi (2007), bentuk-bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal-hal berikut:


(31)

1) Kepemilikan (ownship) atau pengelolaan areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu sektor pemerintahan, sektor organisasi nir laba, dan perusahaan konvensional,

2) Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) atau budaya (cultural), 3) Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/longstay),

4) Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor),

5) Wisatawan utama atau wisatawan penunjang (primary/secondary),

6) Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif.

Konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) merupakan hal-hal yang terkait dengan kegiatan wisata, hal-hal yang menyenangkan dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya (Hall 2001 in Adrianto 2006a). Sementara itu, Orams (1999) in Adrianto (2006a) mendefinisikan pariwisata bahari (marine tourism) sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan fokus pada lingkungan pesisir (Gambar 3).

Gambar 3 Kerangka pariwisata pesisir dan bahari (Hall 2001 dan Orams 1999in Adrianto 2006a).

Konsep pariwisata pesisir yang selama ini dilaksanakan telah mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan yang ada. Perkembangan konsep tersebut telah mendorong ditekankannya aspek keberlanjutan dalam penerapan pariwisata persisir. Pariwisata pesisir berkelanjutan (sustainable coastal tourism) adalah pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada saat kini,

Pariwisata pesisir dan bahari

Aktivitas di pantai

Aktivitas di air

- Menyelam - Berperahu - Snorkling - dll

- Melihat pemandangan - Wisata pantai


(32)

13

sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan datang. Pariwisata berkelanjutan mengarah pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, estetika dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas budaya, proses ekologi, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO 1980 in Marpaung 2002). Pariwisata pesisir yang berkelanjutan harus dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Pariwisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan pantai sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang dikemas dalam paket wisata. Pariwisata pantai meliputi semua kegiatan wisata yang berlangsung di daerah pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga pantai, sun bathing, piknik, berkemah dan berenang di pantai. Pada perkembangannya, jenis kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pantai sangat beragam tergantung pada potensi dan arah pengembangan wisata di suatu kawasan pantai tertentu.

Jumlah wisatawan yang meningkat dapat memberikan dampak terhadap penurunan jumlah kunjungan apabila melampaui daya dukung. Dampak wisata terhadap masyarakat terdapat beberapa jenis sehingga terdapat enam kategori (Diedrich dan Garcia-Buades 2009):

1. Dampak ekonomi (seperti: bertambahnya pendapatan (uang), bertambahnya lapangan pekerjaan pekerjaan)

2. Perkembangan masyarakat (seperti: bertambahnya fasilitas, bertambahnya infrastruktur)

3. Dampak negatif sosial (seperti: kejahatan, serakah) 4. Dampak positif sosial (seperti: sadar budaya) 5. Dampak positif lingkungan (sadar lingkungan) 6. Dampak negatif lingkungan (pencemaran) 2.2.2 Ekowisata

Ekowisata pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh organisasiThe Ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat (Blangy dan Wood 1993 in Linberg dan Hawkins 1993). Ekowisata


(33)

merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam dan industri kepariwisataan (META 2002). Kegiatan ekowisata dapat menciptakan dan memuaskan keinginan akan alam, tentang eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan serta mencegah dampak negatif terhadap ekosistem, kebudayaan, dan keindahan (Western 1993 in Lindberg dan Hawkins 1993). Pada awalnya ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, dimana budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Ekowisata berkembang karena banyak disukai oleh wisatawan yang ingin berkunjung ke daerah alami. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood 1999 in Fandeli dan Muchlison 2000).

Ekowisata dapat berkontribusi untuk melindungi keanekaragaman dan fungsi ekosistem dalam pengelolaan (Goosling 1999). Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang berbasis kepada potensi keindahan alam dan secara bersamaan membantu dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan utama ekowisata adalah sebagai sumber pendapatan ekonomi baik bagi masyarakat lokal maupun pemerintah tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan bersifat berkelanjutan. Beberapa prinsip penting dalam pengembangan ekowisata yaitu (1) berbasis lingkungan yang alami, (2) mendukung konservasi, (3) pemanfaatan yang merujuk pada etika, (4) meminimalkan dampak, (5) memberikan manfaat sosial-ekonomi kepada masyarakat, (6) kepuasan wisatawan dan (7) manajemen pengelolaan yang mendukung seluruh unsur-unsur tersebut (Fennell 2001 in Tsaur et al. 2006 ).

Sumberdaya yang dimanfaatkan dalam ekowisata terdiri atas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu (Fandeli 2000; META 2002):

1) Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya,


(34)

15

2) Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan, 3) Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism),

merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.

From (2004) in Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar tentang ekowisata. Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat kawasan wisata. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Ekowisata memiliki beberapa prinsip (TIES 2000 in Damanik dan Weber 2006), yaitu sebagai berikut:

1) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata,

2) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya,

3) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun penduduk lokal,

4) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi,

5) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal, 6) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di

daerah tujuan wisata,

7) Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam transaksi-transaksi wisata.

Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Menurut


(35)

Yulianda (2007), wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga dan menikmati pemandangan, sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut (Tabel 1). Wisata pantai lebih banyak melakukan aktivitas wisata di area pantai berpasir. Wisata bahari lebih banyak melakukan aktivitas di perairannya seperti snorkling, selam dan lainnya.

Tabel 1 Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan

Wisata Pantai Wisata Bahari

1. Rekreasi pantai 2. Panorama

3. Resort/peristirahatan 4. Berenang, berjemur

5. Olahraga pantai (volleypantai, jalan pantai, lempar cakram, dll)

6. Berperahu 7. Memancing 8. Wisata mangrove

1. Rekreasi pantai dan laut 2. Resort/peristirahatan

3. Wisata selam (diving) dan wisata snorkling 4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca,

kapal selam

5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pulau, wisata pendidikan, wisata pancing

6. Wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumba-lumba, burung, mamalia, buaya)

Sumber: Yulianda (2007)

Ekowisata tidak dapat dipisahkan dari wisata pesisir. Kegiatan ekowisata selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan obyek wisata alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya pengetahuan, kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap kelestarian lingkungan (Soeriaatmaja 1997).

Perkembangan ekowisata telah mampu memberikan keuntungan sosial, ekonomi dan ekologi/lingkungan pada berbagai wilayah pesisir. Kecenderungan wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah pesisir telah mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Berkembangnya kawasan pesisir menjadi daerah ekowisata akan meningkatkan jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata dan secara tidak langsung akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan fasilitas dan aksesibilitas (Ulhaq 2006).


(36)

17

2.3 Perikanan

Dalam UU No. 31 Tahun 2004 junto UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, definisi perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir dapat dibedakan dalam 2 kategori utama yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap di Indonesia, menurut lokasi kegiatannya dikelompokkan menjadi perikanan lepas pantai, perikanan pantai dan perikanan darat. Perikanan pantai adalah kegiatan menangkap ikan, udang, kerang-kerangan dan hewan air lainnya yang secara liar hidup di perairan sekitar pantai.

Komponen utama perikanan tangkap adalah unit penangkapan yang terdiri atas alat tangkap, kapal dan nelayan. Unit penangkapan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan sangat menentukan terhadap keberhasilan usaha perikanan tangkap. Menurut Kesteven (1973), komponen-komponen perikanan tangkap terdiri atas sarana produksi, usaha penangkapan, prasarana pelabuhan, unit pengolahan, unit pemasaran dan unit pembinaan.

1) Sarana produksi

Sarana produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi, air tawar, instalasi listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja.

2) Usaha penangkapan

Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan, aspek legal dan unit sumber daya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Aspek legal menyangkut sistem informasi dan perijinan. Unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta musim.

3) Prasarana pelabuhan

Pembangunan pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk


(37)

meningkatkan produksi. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.

4) Unit pengolahan

Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan yang bertujuan untuk mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna segar atau dalam wujud olahan, secara ekonomi nilai tambah produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun dengan cara modern (Moeljanto 1996).

5) Unit pemasaran

Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa pemasaran merupakan tindakan yang berkaitan dengan pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen.

6) Unit pembinaan

Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan produktivitas perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor perikanan. Pembinaan tersebut terdiri dari pembinaan usaha perikanan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Pembinaan usaha perikanan bertujuan untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang merupakan bagian dari dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha perikanan terdiri dari pembinaan kelembagaan usaha perikanan, perkreditan dan permodalan dan pembinaan perijinan usaha perikanan.

Permasalahan umum dalam perikanan tangkap saat ini antara lain penurunan hasil tangkapan yang disebabkan adanya penangkapan berlebih, degradasi kualitas fisik, kimia dan biologi lingkungan perairan (Dahuri et al. 2004). Berbagai strategi telah dilakukan nelayan dalam rangka mempertahankan keberlanjutan usahanya. Penurunan hasil tangkapan telah mendorong nelayan untuk mencari pendapatan tambahan di luar pekerjaan utamanya menangkap ikan. Dalam upaya penguatan mata pencaharian alternatif pada kegiatan perikanan berkelanjutan,


(38)

19

Smith et al. (2005) telah mengungkap beberapa strategi seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengembangan strategi untuk peningkatan pendapatan pada kegiatan perikanan berkelanjutan

No Strategi Mata Pencaharian Fungsi mata pencaharian perikanan

1 Bertahan Subsisten (produksi makanan dan pendapatan Nutrisi (protein, mikronutrien, vitamin) 2 Diversifikasi semi subsisten Konsumsi sendiri-nutrisi dan keamanan pangan

Tenaga kerja dalam pertanian Sumber keruangan

Diversifikasi untuk :

- Tenaga kerja dan konsumsi rokok - Pengurangan resiko

- Strategi perlawanan terhadap stok 3 Spesialisaskbbii sebagai nelayan Pasar (produksi dan pendapatan)

Akumulasi 4 Akumulasi diversifikasi Akumulasi

Pertahanan dari strategi akumulasi diversifikasi Rekreasi

Sumber: Smithet al.(2005) 2.4 Penataan Ruang (Zonasi)

Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2007). Penataan ruang (zonasi) merupakan pembentukan wilayah daratan dan perairan untuk dialokasikan ke penggunaan yang lebih spesifik, wilayah dibagi dalam beberapa zona dimana tiap zona direncanakan untuk penggunaan tertentu (Clark 1974). Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2007).

Zonasi didasarkan pada konsep pemisahan dan kontrol pemanfaatan yang secara spasial tidak sesuai, diterapkan dalam berbagai situasi dan dapat di sesuaikan dengan berbagai lingkungan ekologi, sosial ekonomi dan politik (Kay dan Alder 2005). Penataan ruang merupakan kegiatan yang kompleks karena bersifat multi sektor dan multi disiplin. Aspek yang dikaji dalam penataan ruang pesisir antara lain aspek ekologi, sosial ekonomi, budaya dan kebijakan. Pada prinsipnya, sistem zonasi merupakan pengaturan ruang untuk mengatur kegiatan


(39)

manusia dalam kawasan sehingga dapat saling mendukung dan dapat mengakomodir semua kegiatan masyarakat di sekitar kawasan.

2.5 Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung dapat didefinisikan sebagai intensitas penggunaan terhadap sumberdaya alam yang berlangsung terus menerus tanpa merusak alam (Pearce dan Kirk 1986). Daya dukung dapat memperkirakan dampak dari perubahan lingkungan yang sesuai dengan tujuan manajemen lingkungan. Konsep daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung pertumbuhan suatu organisme (Bengen 2002). Konsep ini berkembang untuk mencegah terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Daya dukung dapat dibedakan atas daya dukung ekologis, daya dukung fisik, daya dukung ekonomi dan daya dukung sosial (Bengen 2002). 1) Daya dukung ekologis

Merupakan tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan dari segi jumlah maupun kegiatan yang dilakukan di dalamnya sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis kawasan. Perhatian utama dalam daya dukung ekologis adalah jenis ekosistem yang tidak dapat pulih seperti lahan basah (rawa). Indikator kerusakan ekosistem dilakukan dengan pendekatan ekologis antara lain dapat digambarkan dengan adanya kerusakan vegetasi, habitat, degradasi tanah dan kerusakan obyek visual wisata alam.

2) Daya dukung fisik

Merupakan jumlah maksimum penggunaan yang dapat dilakukan dalam kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik kawasan yang telah melampaui daya dukung secara fisik dapat dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan, banyaknya sampah kota, suhu kota yang meningkat, konflik sosial dan sebagainya. Terlampauinya daya dukung fisik suatu kawasan akan memberikan dampak negatif tidak hanya pada aspek fisik namun juga aspek lainnya seperti sosial, ekonomi bahkan ekologis.


(40)

21

3) Daya dukung ekonomi

Merupakan tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter kelayakan usaha (secara ekonomi).

4) Daya dukung sosial

Merupakan gambaran persepsi seseorang dalam menggunakan ruang dalam waktu bersamaan. Konsep ini terkait dengan tingkat kenyamanan pemakai kawasan.

Daya dukung lingkungan dapat diketahui dengan memperhitungkan semua potensi yang ada dalam kawasan yang bersangkutan serta kendala yang mempengaruhi potensi tersebut dalam jangka panjang. Daya dukung lingkungan terlampaui ditandai dengan kerusakan lingkungan. Batasan daya dukung untuk manusia adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh luas sumberdaya dan lingkungan. Konsep daya dukung awalnya dikembangkan untuk mempelajari pertumbuhan populasi dalam suatu unit ekosistem. Penghitungan daya dukung misalnya adalah penghitungan kapasitas ekologi yaitu jumlah individu yang dapat ditampung oleh suatu habitat. Tujuan utama dari penghitungan daya dukung adalah untuk mempertahankan potensi sumberdaya alam di areal tersebut pada batas-batas penggunaan yang dimungkinkan serta untuk menentukan bentuk pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah.

Pengukuran daya dukung dibatasi untuk faktor yang bisa di ukur. Daya dukung fisik umumnya mengukur jumlah maksimum pengunjung pada waktu yang sama dimana ruang yang tersedia dapat mendukung. Faktor kuncinya yaitu jumlah pengunjung, ruang yang tersedia adalah pada satu tempat (kondisi alami) atau ditingkatkan melalui akomodasi infrastruktur atau bahkan lahan reklamasi dalam kasus ekstrim (Tejada et al. 2009). Pantai memiliki nilai yang tinggi sebagai sumberdaya wisata, oleh karena itu penentuan daya dukung perlu dilakukan sebagai faktor yang harus ada untuk dapat melakukan pemanfaatan dan pengelolaan yang memperhatikan lingkungan (Silva 2002).


(41)

2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Perpaduan antara sub model ekologi, ekonomi maupun sosial dapat menggunakan model SIG. Konsep dasar SIG merupakan sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secara simultan sehingga diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan (Prahasta 2004).

Sistem informasi geografis dapat menampilkan dalam bentuk spasial yang dapat digunakan untuk pengelolaan dan ilmu pengetahuan. Sistem informasi geografis dapat menggambarkan secara abstrak dalam bentuk peta permukaan bumi. Jenis data SIG terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial (keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas. Data atribut (deskriptif), yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat. Atribut menjelaskan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik, sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk tabel) lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas, misalnya kekuatan pohon. Dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah pohon.

2.7 Ekologi Ekonomi

Ekologi ekonomi mengidentifikasi pentingnya tiga konsep yang sesuai norma yaitu efisiensi ekonomi, keberlanjutan ekologi dan pemerataan sosial dalam mengelola keterkaitan antara sistem ekologi dan ekonomi (Constanza dan Folke 1997 in Wilson dan Howarth 2002). Pertanyaan penting berdasarkan perspektif pemerataan sosial adalah bagaimana seharusnya mengevaluasi jasa dan ekosistem dalam melibatkan perlakuan yang adil pada persaingan di kelompok sosial. Estimasi nilai ekonomi dapat membantu pembuat kebijakan menentukan isu dari pengelolaan konservasi, pengembangan berkelanjutan dan dukungan keuangan untuk pengelolaan (Lee dan Mjelde 2007).


(42)

23

2.8 Pengelolaan berkelanjutan

Suatu kegiatan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut secara ekologi, ekonomi dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti kegiatan harus dapat menumbuhkan ekonomi, pemeliharaan kapital dan menggunakan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis berarti kegiatan dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity) sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan (Cicin-Sain dan Knecht 1998).

Pengelolaan merupakan indikator dalam pengembangan pengelolaan yang berkelanjutan terdiri atas empat kelompok yaitu (1) menggambarkan adanya tekanan-situasi-respons, dimana indikator spesifik terletak pada tekanan yang diterima lingkungan dan pada dampak dan respons yang terjadi pada lingkungan. (2) Indikator berdasarkan skala spasial, secara global, nasional dan lokal. (3) Berkonsentrasi pada lingkungan sebagai indikator penengah seperti udara, air, lahan dan lainnya. (4) Klasifikasi berdasarkan dimensi utama keberlanjutan seperti lingkungan, lamanya pengembangan terhadap dampak lingkungan (Tsaur 2006).

Pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan memberikan makna bahwa wilayah peisir dengan seluruh isinya perlu dihargai dan secara berencana dapat dimanfaatkan, sehingga diperlukan upaya-upaya perlindungan makhluk hidup. Perlu dilakukan penjagaan dan pelestarian wilayah pesisir dan laut yang sangat rentan terhadap perubahan ekosistem, dimana diperlukan perhatian yang serius dalam pengembangan dan pengelolaannya agar senantiasa berjalan secara berkelanjutan dan lestari. Arah tujuan dari pengembangan dan pengelolaan potensi sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan pengelolaan secara terpadu dalam pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien, efektif yang mengarah pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan.

Pengelolaan secara berkelanjutan berkembang dari pemeliharaan sumberdaya alam untuk saat ini dan generasi yang akan datang. Pengelolaan tersebut menekankan nilai yang berhubungan dengan budaya dan keanekaragaman masyarakat, perhatian terhadap isu keadilan sosial yang


(43)

berorientasi terhadap stabilitas (Ahn et al. 2002). Hubungan antara pengelolaan berkelanjutan dengan wisata seringkali muncul.dua aspek: a) banyak yang tidak tahu mengenai hubungan wisata dengan lingkungan, b) masih jarang informasi empiris yang menunjukkan dengan jelas bahwa wisata bisa mempengaruhi keberlanjutan alam (Ahn et al. 2002). Wisata dan ekowisata yang berkelanjutan dikenal dengan luas sebagai peningkatan pengembangan dimana terdapat perlindungan lingkungan alam, tradisi dan warisan budaya (Carta di rimini 2001 in Sala 2010). Partisipasi pemerintah cukup bermanfaat untuk mengatasi isu pengelolaan keberlanjutan dan untuk perencanaan strategi lokal pada pengelolaan (Sala 2010).


(44)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri atas lima desa pesisir yaitu Desa Watukarung, Desa Jlubang, Desa Dadapan, Desa Poko dan Desa Candi (Gambar 4). Pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan April-Juli 2012. Sebelumnya dilakukan survei pendahuluan pada bulan September 2011.

3.2 Tahapan Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi inventarisasi data, pengumpulan data, analisis dan sintesis (Gambar 5). Secara rinci diuraikan sebagai berikut:

1) Tahap identifikasi kondisi eksisting yang meliputi pengumpulan informasi kondisi potensi sumberdaya dan jasa lingkungan, pemanfaatan ruang, batas area dan permasalahan yang ada,

2) Tahap analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung, analisis ekonomi yang menyangkut nilai ekonomi sumberdaya dan pemanfaatan, 3) Menganalisa pemanfaatan ruang yang menghasilkan atribut yang berpengaruh

dalam pengelolaan kawasan secara berkelanjutan, 4) Menghitung nilai ekonomi dari wisata dan perikanan

5) Penyusunan strategi pengelolaan yang menghasilkan rekomendasi pengelolaan secara berkelanjutan.

3.3 Pengumpulan Data

Secara umum data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Masing-masing data diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda. Data primer yang dikumpulkan meliputi kondisi ekologis, keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang. Sementara itu data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, kebijakan pengelolaan, isu-isu serta permasalahan yang terjadi. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait.


(45)

(46)

27

Gambar 5 Tahapan penelitian 3.3.1 Data primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, persepsi responden terhadap kawasan, kebijakan pengelolaan, isu-isu dan permasalahan yang terjadi serta kualitas perairan. Adapun jenis, sumber dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 3. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapang.

3.3.1.1 Wawancara

Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kawasan penelitian dengan melakukan wawancara langsung kepada penduduk sekitar, petugas dalam kawasan dan dinas yang terkait dengan pengelolaan di wilayah penelitian selaku stakeholder serta kepada wisatawan. Dinas yang selama ini mengelola adalah Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan (Disparpora) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan.

Penentuan responden untuk stakeholder dilakukan dengan metodepurposive sampling yang terdiri dari penduduk sekitar, pengelola kawasan, dan pegawai dalam kawasan. Penentuan responden tersebut dilakukan terhadap pihak-pihak yang mengetahui mengenai pengelolaan kawasan. Tidak semua penduduk, pengelola dan pegawai kawasan diwawancara. Hanya pihak-pihak yang

benar-Data spasial Data pemanfaatan

Sumberdaya

Analisis kesesuaian

ekologis

Analisis daya dukung

Strategi Pengelolaan


(47)

benar mengetahui mengenai pengelolaan kawasan yang diwawancara. Penentuan responden wisatawan dilakukan dengan metode accidental sampling. Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena metode pengambilan sampel dengan cara ini sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan yaitu dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan, pertimbangan lain adalah kemudahan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian.

Pemilihan responden wisatawan dengan metode accidental sampling untuk responden wisatawan berdasarkan kemudahan pengambilan data, yaitu dilakukan terhadap responden yang kebetulan berada di dalam kawasan dimana sampel tersebut sesuai dengan kriteria yang akan diteliti. Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung aktual, yakni pengunjung yang ditemui secara langsung di kawasan wisata. Jumlah wisatawan yang dijadikan responden berjumlah 50 orang dari tiap kawasan. Umur responden dalam penelitian ini dibatasi, dimana pengunjung yang dijadikan responden adalah berusia di atas 15 tahun. Hal ini dikarenakan pada batas usia tersebut, mereka dianggap telah mampu untuk menentukan pengambilan keputusan dalam memilih tempat berwisata. Responden wisatawan diambil sejumlah 50 responden dianggap sudah mencukupi karena peneliti sebelumnya telah melakukan survei pendahuluan dan telah mengetahui sebaran asal wisatawan. Oleh karena itu jumlah responden tersebut sudah memenuhi sebaran data yang dibutuhkan.

3.3.1.2 Observasi lapang

Observasi lapang merupakan pengumpulan data primer dengan mengamati dan melakukan pengukuran insitu pada parameter lingkungan yang diperlukan. Parameter yang dimaksud meliputi kualitas air, kondisi lingkungan maupun pemukiman penduduk.

Sampel air untuk analisis kualitas air diambil dari perairan pesisir Kecamatan Pringkuku. Posisi stasiun pengambilan contoh kualitas air ditentukan dengan bantuan GPS. Pemilihan stasiun pengambilan contoh berdasarkan pada area yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Posisi stasiun yang


(48)

29

menyebar sepanjang pantai diharapkan dapat mewakili karakteristik fisika, kimia perairan di sepanjang pantai di lokasi penelitian.

Parameter kualitas air yang dianalisis adalah suhu, kecerahan, pH, DO (oksigen terlarut), BOD (Biochemical Oxygen Demand), bau, sampah, salinitas, TSS (Total Suspended Solid). Alat, bahan, dan pengukuran contoh kualitas perairan disajikan dalam Lampiran 1. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi, kebijakan pengelolaan, isu-isu serta permasalahan yang terjadi (Tabel 3). Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan; Bappeda Kabupaten Pacitan; BPS Kabupaten Pacitan; Badan Geospasial Indonesia serta TPI Watukarung.

Sumber data sekunder yang dikumpulkan berupa buku penunjang, laporan, penelitian-penelitian sebelumnya, serta bentuk-bentuk artikel dan jurnal. Jenis data yang dikumpulkan dari sumber tersebut antara lain peta lokasi, jumlah penduduk, ketersediaan air tawar, produksi perikanan, jumlah wisatawan, pendapatan asli daerah dari sektor wisata dan sebagainya. Data sekunder ini digunakan sebagai informasi pendukung dalam melakukan penilaian kesesuaian kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.

3.3.3 Data kesesuaian lahan

Data yang dibutuhkan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata pantai ada sepuluh parameter. Sepuluh parameter tersebut diamati secara langsung dalam penelitian (data primer) (Tabel 4).


(49)

Tabel 3 Jenis, sumber dan cara pengambilan data

No Nama data Sumber data Primer Sekunder

1 Keadaan umum lokasi

a. Batas asministrasi, luas wilayah, nama wilayah, batas wilayah studi

Laporan - Studi pustaka

b. Sarana prasarana Responden, lapangan, laporan

Wawancara, observasi lapang

Studi pustaka Penginapan, rumah makan, kamar

mandi/WC, jalan beraspal dan tempat parkir, tempat sampah dan pembuangannya, TPI, area perkemahan

c. Demografi Laporan - Studi pustaka

d. Topografi wilayah

Penutupan dan penguasaan lahan

Laporan - Studi pustaka

e. Oseanografi kawasan Lapangan, laporan

Observasi lapang

Studi pustaka Gelombang, pasang surut, material

penyusun pantai

f. Klimatologi Laporan - Studi pustaka

g. Pendidikan dan tenaga kerja Responden, lapangan, laporan

Wawancara, observasi lapang

Studi pustaka h. Transportasi dan komunikasi Responden,

lapangan, laporan

Wawancara, observasi lapang

Studi pustaka i. Kondisi wisata Lapangan,

laporan

Observasi lapang

Studi pustaka Banyaknya wisatawan, antusias dan

perilaku wisatawan, karcis masuk

j. Pembuangan limbah dan dampaknya Lapangan Observasi lapang k. Kondisi perikanan Lapangan laporan Wawancara,

observasi lapang

Studi pustaka 2 Sumberdaya alam (perairan dan daratan) Lapangan laporan Wawancara,

observasi lapang

Studi pustaka 3 Persepsi terhadap kawasan wisata :

penduduk, wisatawan dan pemda yang mengelola

Responden, lapangan

Wawancara, observasi lapang 4 Kebijakan pengelolaan Responden,

lapangan

Wawancara, observasi lapang 5 Isu-isu dan permasalahan yang terjadi Responden,

lapangan, laporan

Wawancara, observasi lapang

Studi pustaka 6 Kualitas perairan : suhu, kecerahan. pH.

DO, BOD, bau, salinitas, padatan tersuspensi, sampah

Lapangan Observasi lapang

Tabel 4 Data untuk analisis kesesuaian lahan

No Kebutuhan Data Jenis Data Teknik Pengumpulan

1 Kedalaman perairan Primer Survei

2 Tipe pantai Primer Survei

3 Lebar pantai Primer Survei

4 Material dasar perairan Primer Survei 5 Kecepatan arus (m/dtk) Primer Survei 6 Kemiringan pantai (o) Primer Survei 7 Kecerahan perairan (m) Primer Survei 8 Penutupan lahan pantai Primer Survei

9 Biota berbahaya Primer Survei


(50)

31

3.3.4 Data EoP (Effect on Production)

Data yang dibutuhkan untuk penghitungan EoP terdiri atas data primer dan sekunder (Tabel 5). Pengukuran EoP dilakukan untuk kegiatan perikanan. Data primer diperoleh dari berbagai fenomena di lapangan, baik berasal dari kuisioner, pengamatan langsung dan sebagainya yang mencerminkan kondisi kawasan. sementara itu data sekunder dapat diperoleh dari beberapa pustaka penting yang dapat menunjang kelengkapan data penelitian (Yuliandaet al. 2010).

Pengumpulan data dilakukan dengan survei pustaka dari beberapa data statistik yang relevan. Beberapa site survey kemudian dilakukan untuk mengestimasi nilai langsung (rapid rural appraisal) yang difokuskan pada nelayan dan pelaku ekonomi lainnya. Selanjutnya dilakukan wawancara yang mendalam dengan panduan kuisioner.

Tabel 5 Jenis dan sumber data untukEffect on Production(EoP).

No Kebutuhan Data Jenis Data Teknik Pengumpulan

1 Hasil penangkapan ikan Primer, sekunder Survei, literatur

2 Harga produk Primer Survei

3 Pendapatan Primer Survei

4 Tipologi sosek responden Primer Survei 5 Frekuensi/upaya tangkap per

tahun

Primer, sekunder Survei, literatur 6 Produksi total kawasan per

tahun (ikan, udang, dll)

Sekunder Literatur 7 Jumlah pemanfaat kawasan

(nelayan)

Primer, sekunder Survei, literatur

3.3.5 Data TCM (Travel Cost Method)

Data yang dikumpulkan dalam TCM antara lain biaya perjalanan, jumlah kunjungan, data demografi, lokasi wisata alternatif, dan lainnya (Lampiran 2). Selain itu ada faktor sosial ekonomi antara lain pendapatan rumah tangga, umur dan pendidikan. Pendekatan yang dilakukan dalam penghitungan TCM pada penelitian ini adalah pendekatan individu (Tabel 6). Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan individu karena kebutuhan data sudah mencukupi dengan dilakukan pendekatan individu.


(51)

Tabel 6 Data yang dibutuhkan dalam pendekatan individu

Data yang dibutuhkan Jenis data

1. Jumlah pengunjung ke lokasi pertahun Data sekunder 2. Biaya perjalanan pengunjung Data primer 3. Pendapatan rumah tangga Data primer

4. Umur Data primer

5. Pendidikan Data primer

6. Lokasi wisata alternatif Data primer 7. Opportunity cost dari waktu Data primer 8. Lain-lain (faktor yang mempengaruhi permintaan) Data primer Sumber: Yuliandaet al.2010

3.4 Analisis data

3.4.1 Analisis kualitas air

Hasil pengukuran dan analisa data kualitas perairan yang diperoleh kemudian dilakukan perbandingan dengan baku mutu kualitas air untuk pariwisata bahari. Baku mutu kualitas air tersebut berdasarkan Menteri Lingkungan Hidup Keputusan No 51/MENLH/2004 tentang baku mutu air laut (Tabel 7).

Tabel 7 Baku mutu air laut untuk wisata bahari (Keputusan No 51/MENLH/2004)

No Parameter Satuan Baku mutu

A 1 2 3 4 5 FISIKA Suhuc Kecerahana Bau

Padatan Tersuspensi Totalb Sampah °C meter -mg/l

-Alami3 ( c ) >6 Tidak berbau

20 Nihil1 (4)

B 1 2 3 KIMIA pHd

Oksigen Terlarut (DO) Salinitase

-mg/l

7 – 8,5(d) >5 Alami3 (e) Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual).

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman eufotik

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami

d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman


(52)

33

3.4.2 Analisis kesesuaian kawasan 3.4.2.1 Analisis deskriptif

Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau uraian singkat terkait hasil penelitian yang diperoleh. Analisis deskriptif merupakan salah satu metode analisis data yang sederhana dan mampu memberikan informasi-informasi penting dari suatu penelitian. Penggunaan analisis jenis ini mampu menggambarkan tentang objek penelitian secara lebih rinci dan terarah.

3.4.2.2 Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai

Analisis kesesuaian wilayah sebagai kawasan wisata pantai adalah analisis untuk mengetahui kecocokan dan kemampuan kawasan menyangga segala macam aktivitas wisata. Analisis ini sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan ekowisata yaitu untuk melakukan pengendalian, memperkirakan dampak lingkungan dan pembatasan pengelolaan sehingga tujuan wisata menjadi selaras. Menentukan kesesuaian wilayah merupakan pola pikir yang mengarah pada pertimbangan bahwa berapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi wisata, secara ekologis tetap memiliki keterbatasan sehingga jumlah dan frekuensi kunjungan dalam satu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan kaidah yang berlaku.

Analisis kesesuaian wilayah dikaitkan dengan kegiatan di sekitar pantai seperti berjemur, bermain pasir, wisata olahraga, berenang dan aktivitas lainnya. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan 10 parameter yang memiliki empat klasifikasi penilaian. Parameter tersebut antara lain kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar (Tabel 8).


(53)

Tabel 8 Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai.

Parameter Bobot Katego ri SS Skor Katego ri S Skor Katego ri SB Skor Kategori TS Skor Kedalaman perairan (m)

5 0 – 3 3 > 3-6 2 >6-10 1 >10 0 Tipe pantai 5 Pasir

putih 3 Pasir putih, sedikit karang 2 Pasir hitam, berkara ng sedikit terjal 1 Lumpur berbatu, terjal 0 Lebar pantai (m)

5 >15 3 10-15 2 3-<10 1 <3 0 Material

dasar perairan

3 Pasir 3 Karang , berpasi r 2 Pasir berlum pur

1 Lumpur 0

Kecepatan arus (m/dtk)

3 0-0,17 3 >0,17 -0,34

2 >0,34-0,51

1 >0,51 0 Kemiringan

pantai (o)

3 <10 3 10-25 2 >25-45 1 >45 0 Kecerahan

perairan (m)

1 >10 3 >5-10 2 3-5 1 <2 0 Penutupan lahan pantai 1 Lahan terbuka, kelapa 3 Semak belukar rendah, savana 2 Belukar tinggi 1 Hutan bakau, pemukim an,pelabu han 0 Biota berbahaya 1 Tidak ada 3 Bulu babi 2 Bulu babi, ikan pari 1 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 0 Ketersediaan air tawar 1 <0,5 km

3 < 0,5-1 (km)

2 >1-2 1 >2 km 0

Sumber: Yulianda (2007)

Keterangan : SS = Kategori sangat sesuai/ideal untuk wisata pantai S = Kategori sesuai untuk wisata pantai

SB = Kategori sesuai bersyarat untuk wisata pantai TS = Kategori tidak sesuai untuk wisata pantai

Analisis kesesuaian ini diperlukan untuk melihat apakah kawasan wisata Pantai di Kecamatan Pringkuku masih memenuhi standar untuk wisata pantai. Rumus yang digunakan adalah rumus untuk kesesuaian wisata pantai (Modifikasi Yulianda 2007): % 100 x Nmaks Ni IKW

    

Keterangan : IKW = Indeks kesesuaian wisata Ni = Nilai parameter ke-i

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Jumlah = (Skor x Bobot) dimana nilai maksimum = 84 S1 = Sangat sesuai dengan nilai 75 – 100 %


(54)

35

S2 = Sesuai dengan nilai 50-<75 % TS = Tidak Sesuai dengan nilai <50 %

Kelas S1 yaitu sangat sesuai menunjukkan bahwa kawasan tersebut ideal untuk kegiatan wisata pantai. Kelas S2 yaitu sesuai menunjukkan kawasan tersebut sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Kelas TS yaitu tidak sesuai menunjukkan kawasan tersebut tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Kelas kesesuaian tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan 10 parameter.

Tiap parameter memiliki bobot yang berbeda. Kedalaman perairan, tipe pantai dan lebar pantai memiliki bobot paling besar yaitu 5. Material dasar perairan, kecepatan arus, dan kemiringan pantai memiliki bobot 3. Kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar memiliki bobot paling kecil yaitu 1.

Kegiatan wisata pantai merupakan semua aktivitas yang berlangsung di kawasan pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga, berenang, berkemah dan aktivitas lainnya. Parameter yang dijadikan kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai antara lain:

1) Kedalaman perairan

Perairan yang relatif dangkal merupakan kondisi yang sangat menunjang diadakannya wisata pantai dimana para wisatawan dapat bermain air maupun berenang dengan aman. Kedalaman 0–5 meter merupakan syarat yang paling sesuai untuk wisata pantai. Toleransi juga diberikan untuk kedalaman >5–10 meter, sedangkan kedalaman >10 meter dianggap kurang ideal untuk kegiatan ini.

2) Material dasar perairan

Material dasar perairan sangat menentukan kecerahan perairan. Daerah di sekitar pantai dengan substrat pasir merupakan lokasi yang sangat sesuai untuk wisata pantai. Toleransi diberikan pada substrat pasir berkarang atau karang berpasir dengan hancuran karang yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya maupun pasir berlumpur dengan perlakuan khusus. Substrat lumpur maupun karang merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan berenang dan bermain air.


(55)

Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Kecepatan arus yang relatif lemah berkisar antara 0-0,17 m/dtk merupakan syarat yang ideal untuk aktivitas berenang, bermain air dan aktivitas lainnya. Kecepatan arus 0,17–0,34 m/dtk masih masuk dalam kategori sesuai dan kecepatan arus di atas 0,51 m/dtk masuk dalam kategori tidak sesuai.

4) Kecerahan perairan

Wilayah dengan kondisi perairan yang cerah merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata pantai. Wisatawan dapat bermain air, berenang dan aktivitas lainnya. Kecerahan perairan >30 meter merupakan syarat yang sangat sesuai atau diinginkan untuk wisata pantai. Toleransi diberikan untuk kecerahan perairan >10 meter, sedangkan untuk kecerahan perairan <10 meter dianggap tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai.

5) Ketersediaan air tawar

Ketersediaan air tawar merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam wisata pantai. Selain untuk konsumsi juga digunakan untuk MCK dan mandi setelah bermain air laut dan pasir pantai. Ketersediaan air tawar dilihat dari seberapa jauh sumber air tawar terhadap pantai. Jarak lokasi dengan sumber air <0,5 km merupakan syarat yang paling sesuai, sedangkan jarak >2 km merupakan jarak yang tidak sesuai untuk wisata pantai.

6) Tipe pantai

Dalam kaitannya dengan wisata pantai, pantai berpasir merupakan lokasi yang paling ideal untuk wisata pantai. Wisatawan dapat berjemur, berolah raga, menikmati pemandangan, bermain dengan santai. Toleransi juga diberikan pada pantai berpasir dengan sedikit karang maupun pada daerah yang sedikit terjal, sedangkan pantai berlumpur, berkarang maupun terjal dianggap tidak sesuai untuk kegiatan ini.

7) Lebar pantai

Lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan pantai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas wisata pantai. Lebar pantai yang sangat sesuai untuk wisata pantai adalah lebih dari 15 meter, sedangkan untuk lebar pantai kurang dari 3 meter dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai.


(56)

37

8) Kemiringan pantai

Kemiringan pantai berkaitan dengan berbagai aktivitas yang dapat dilakukan di pantai. Wisatawan sebagian besar menyukai pantai yang landai karena lebih mudah untuk melakukan berbagai aktivitas. Kemiringan pantai yang kurang dari 10o dianggap paling sesuai untuk wisata pantai, sedangkan kemiringan pantai yang lebih dari 45o dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai karena dianggap curam.

9) Biota berbahaya

Lahan pantai yang nyaman untuk berbagai aktivitas adalah pantai yang aman. Pantai yang aman disini merupakan pantai yang bebas dari biota berbahaya seperti bulu babi, lepu dan hiu.

10) Penutupan lahan pantai

Penutupan lahan pantai merupakan faktor sekunder pada kegiatan wisata pantai. Adanya rencana pengembangan pada suatu daerah untuk wisata pantai, penutupan lahan yang ada dapat diubah sesuai dengan perencanaan. Kecuali untuk daerah hutan lahan basah yang dilindungi, dapat dimasukkan ke dalam lokasi yang tidak sesuai untuk pengembangan wisata pantai.

3.4.3 Daya dukung ekologis

Analisa daya dukung ekologis digunakan untuk merencanakan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Penentuan daya dukung ekologis ini perlu dilakukan karena sumberdaya wisata pesisir bersifat mudah rusak dan ruang untuk wisatawan sangat terbatas. Berdasarkan Yulianda (2007), penghitungan daya dukung ekologis wisata pantai dilakukan menggunakan rumus:

Wp Wt x Lt Lp x K

DDK

Keterangan : DDK = Daya dukung ekologis (orang/hari)

K = Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area (orang) Lp = Luas atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (m atau m2) Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m atau m2)

Wt = Waktu yang disediakan kawasan dalam 1 hari (jam)


(1)

> a:=exp(lna); > b:=b1;

> f(Q):=(Q/a)^(1/b1);

Lampiran 36 (Lanjutan) > plot(f(Q),Q=0..Vrata);

> U:=int(f(Q),Q=0..Vrata); > P:=(Vrata/a)^(1/b); > C:=P*Vrata; > CS:=U-C;

> Nilai_Ekonomi:=CS*N/L;

> Nilai Wisata = Rp 157.230.307.100 /ha/tahun


(2)

Lampiran 37 Perhitungan nilai ekonomi Kawasan Watukarung (sesuai daya

dukung)

Regression Statistics

Multiple R 0.847778342 R Square 0.718728117 Adjusted R

Square 0.67184947 Standard Error 0.53633815

Observations 50

ANOVA

df SS MS F

Significance F

Regression 7 30.872015 4.4102879 15.331674 9.1802E-10 Residual 42 12.081662 0.2876586

Total 49 42.953677

> restart;

> b0:= 5.517193833 ; > b1:= -1.022380417 ; > b2:= 0.181544069 ; > b3:= 0.89780067 ; > b4:= 0.12602102 ; > b5:= 0.329802741 ; > b6:= -0.046817436 ; > b7:= 0.826197428 ;

> rata_lnA:= 3.39495404 ; > rata_lnEd:= 2.699069922 ; > rata_lnF:= 0.694647027 ; > rata_lnI:= 14.5354042 ; > rata_lnP:= 0.613075103 ; > rata_lnT:= 0.443636766 ; > Vrata:= 4.8200 ;

> N:= 262435 ; > L:= 6.363 ;


(3)

> lna:=b0+b2*rata_lnA+b3*rata_lnEd+b4*rata_lnF+b5*rata_lnI+b6*rata_lnP+b7*rata_lnT; > a:=exp(lna);

> b:=b1;

> f(Q):=(Q/a)^(1/b1); Lampiran 37 (lanjutan)

> plot(f(Q),Q=0..Vrata);

> U:=int(f(Q),Q=0..Vrata); > P:=(Vrata/a)^(1/b); > C:=P*Vrata; > CS:=U-C;

> Nilai_Ekonomi:=CS*N/L;

> Nilai Wisata = Rp 1.356.099.839.000 /ha/tahun


(4)

Lampiran 38 Perhitungan Nilai Ekonomi Perikanan

Regression Statistics

Multiple R 0.996313957 R Square 0.992641501 Adjusted R Square 0.99106468 Standard Error 0.071383708

Observations 35

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 6 19.24683929 3.207807 629.5206207 1.61527E-28

Residual 28 0.142677746 0.005096

Total 34 19.38951703


(5)

>

Lna:=b0+b2*Rata_LnA+b3*Rata_LnEd+b4*Rata_LnF+b5*Rata_LnEx+b6*Rata

_LnI;

>

>

>

>

Lampiran 38 (Lanjutan)

>

>

>

>

>

>


(6)