Pemetaan Habitat Dasar Perairan Dangkal Menggunakan Citra Satelit WorldView-2 dengan Skema Klasifikasi Supervisi dan Koreksi Kolom Air di Perairan Pulau Tunda.

PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WorldView-2 DENGAN
KLASIFIKASI SUPERVISI DAN KOREKSI KOLOM AIR DI
PERAIRAN PULAU TUNDA

NICO WANTONA PRABOWO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Habitat
Dasar Perairan Dangkal Menggunakan Citra Satelit WorldView-2 dengan Skema
Klasifikasi Supervisi dan Koreksi Kolom Air di Perairan Pulau Tunda adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Nico Wantona Prabowo
NIM C5411001

ABSTRAK
NICO WANTONA PRABOWO. Pemetaan Habitat Dasar Perairan Dangkal
Menggunakan Citra Satelit WorldView-2 dengan Skema Klasifikasi Supervisi dan
Koreksi Kolom Air di Perairan Pulau Tunda. Dibimbing oleh VINCENTIUS
PAULUS SIREGAR dan RISTI ENDRIANI ARHATIN.
Satelit inderaja merupakan platform ideal untuk memperoleh informasi
geospasial kawasan perairan laut dangkal. Namun dalam hal ini akurasi citra
merupakan persoalan mendasar dalam pemetaan habitat dasar perairan dangkal.
Penelitian ini bertujuan memetakan habitat dasar perairan dangkal dari citra
WorldView-2 menggunakan skema klasifikasi habitat di Perairan Pulau Tunda.

Metode yang digunakan adalah klasifikasi citra secara terbimbing dari hasil
komposit kanal dan penajaman citra menggunakan algoritma depth invariant
index. Survei lapang dilakukan untuk mengamati secara langsung objek yang ada
pada citra. Substrat dasar habitat yang ditemukan sebanyak 10 kelas habitat
kemudian disederhanakan menjadi 6 kelas habitat. Klasifikasi citra menunjukkan
habitat dasar rubble dan campuran karang hidup dan rubble hampir mendominasi
seluruh wilayah pengamatan. Hasil uji akurasi dari klasifikasi supervised dengan
depth invariant index menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan akurasi
menggunakan metode lainnya dengan nilai akurasi keseluruhan mencapai 74,42%
pada skema 6 kelas habitat.
Kata kunci: pemetaan, WorldView-2, habitat dasar, akurasi, Pulau Tunda

ABSTRACT
NICO WANTONA PRABOWO. Shallow Water Habitat Mapping Using
WorldView-2 Imagery with Scheme Supervised Classification and Water
Column Correction in Tunda Island. Supervised by VINCENTIUS PAULUS
SIREGAR and RISTI ENDRIANI ARHATIN.
Remote sensing satellite is an ideal platform to get geospatial information of
shallow sea waters. The accuracy of the image is a fundamental problem in
benthic habitat mapping shallow waters. This research aims to mapping benthic

habitat from WorldView-2 imagery with scheme classification in Tunda Island.
The method used was image classification guided by the composite channel and
image enhancement with depth invariant index algorithms. Field survey was
conducted to observe directly the existing objects in the image. The bentihc
habitats were found as many as 10 habitat classes then reduced to 6 habitat
classes. Image classification shows the basic habitat of rubble and combination of
coral and rubble almost dominated the whole area of observation. The accuracy
test results of supervised classification with depth invariant index showed the
greater accuracy values than using other with the value reached 74.42% in 6
habitat classes scheme.
Keywords: mapping, WorldView-2, benthic habitat, accuracy, Tunda Island

PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WorldView-2 DENGAN
SKEMA KLASIFIKASI SUPERVISI DAN KOREKSI
KOLOM AIR DI PERAIRAN PULAU TUNDA

NICO WANTONA PRABOWO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan berkat
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pemetaan substrat dasar perairan dengan judul Pemetaan Habitat Dasar Perairan
Dangkal Menggunakan Citra Satelit WorldView-2 dengan Skema Klasifikasi
Supervisi dan Koreksi Kolom Air di Perairan Pulau Tunda.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan ibu Risti Endriani Arhatin S.Pi, M.Si

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dalam penyelesaian karya
ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
beserta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta doa kemudian
juga kepada mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi Kelautan 2013,
mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan khususnya angkatan 48 serta seluruh
civitas Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yang telah mendukung baik
moril maupun materil demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Nico Wantona Prabowo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Analisis Data

3

Pengolahan Citra

3

Transformasi Citra


5

Pengamatan Data Lapang

6

Akurasi Citra

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Pemetaan Substrat Dasar Perairan Dangkal

7

Akurasi Klasifikasi


15

SIMPULAN DAN SARAN

20

DAFTAR PUSTAKA

21

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5


6

7

8

Nilai indeks 10 kelas habitat menggunakan pendekatan depth
invariant index dengan slicing
Nilai indeks 6 kelas habitat menggunakan pendekatan depth invariant
index dengan slicing
Confusion matrix pada klasifikasi 6 kelas habitat dasar perairan
menggunakan klasifikasi supervised
Producer dan user accuracy pada klasifikasi 6 kelas habitat dasar
perairan menggunakan klasifikasi supervised
Confusion matrix pada klasifikasi 6 kelas habitat dasar perairan
menggunakan pendekatan depth invariant index dengan density
slicing
Producer dan user accuracy pada klasifikasi 6 kelas habitat dasar
perairan menggunakan algoritma depth invariant index dengan

density slicing
Confusion matrix pada klasifikasi 6 kelas habitat dasar perairan
menggunakan algoritma depth invariant index dengan klasifikasi
supervised
Producer dan user accuracy pada klasifikasi 10 kelas habitat dasar
perairan menggunakan algoritma depth invariant index dengan
klasifikasi supervised

11
11
17
17

18

18
18

19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

8
9

10

Peta survei lapang di Pulau Tunda
Diagram alir pengolahan data
Confusion matrix
Peta tematik 10 kelas habitat dasar perairan dangkal hasil klasifikasi
supervised (Timur Pulau Tunda)
Peta tematik 6 kelas habitat dasar perairan dangkal hasil klasifikasi
supervised (Timur Pulau Tunda)
Histogram (a) band 2 citra WorldView-2, (b) band 3 citra WorldView2, (c) hasil transformasi depth invariant index
Peta Tematik 10 kelas habitat dasar perairan dangkal hasil
transformasi depth invariant index dengan slicing (Timur Pulau
Tunda)
Peta Tematik 6 kelas habitat dasar perairan dangkal hasil transformasi
depth invariant index dengan slicing (Timur Pulau Tunda)
Peta Tematik 10 kelas habitat dasar perairan dangkal hasil
transformasi depth invariant index klasifikasi supervised (Timur
Pulau Tunda)
Peta Tematik 6 kelas habitat dasar perairan dangkal hasil transformasi
depth invariant index klasifikasi supervised (Timur Pulau Tunda)

3
4
7
8
9
10

13
13

14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5

Peta substrat dasar perairan dangkal 6 kelas habitat menggunakan
klasifikasi supervised dari komposit band
Peta substrat dasar perairan dangkal 6 kelas habitat menggunakan
klasifikasi supervised hasil koreksi kolom air
Confusion matrix dan perbandingan producer serta user accuracy pada
klasifikasi 10 kelas dan 6 kelas habitat dasar perairan menggunakan
klasifikasi supervised, slicing, dan supervised dari hasil transformasi
depth invariant index
Data GPS dan substrat dasar perairan dangkal
Dokumentasi survei lapang

24
25

26
29
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah perairan dangkal pada laut tropis umumnya memiliki beberapa macam
ekosistem antara lain terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Terdapat
interaksi atau konektivitas antar ekosistem-ekosistem tersebut yang memberikan
fungsi secara ekologi, biologi, dan ekonomi bagi wilayah perairan dangkal laut tropis.
Ekosistem lamun dan terumbu karang yang terletak di perairan dangkal merupakan
habitat bermacam-macam biota laut tropis yang sangat produktif seperti alga,
krustase, moluska, dan ikan karang.
Pulau Tunda termasuk ke dalam gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di
kawasan Teluk Banten. Pulau Tunda memiliki beberapa keanekaragaman ekosistem
laut dangkal di dalamnya. Namun banyaknya kegiatan manusia yang dilakukan
belakangan ini akan berdampak pada kerusakan ekosistem perairan dangkal yang ada
di sekitarnya, seperti kegiatan penambangan pasir di sekitar pesisir Pulau Tunda
untuk reklamasi pantai Teluk Jakarta yang telah dimulai sejak tahun 2013 lalu. Untuk
itu dibutuhkan informasi yang dapat menggambarkan keberadaan habitat dasar
perairan Pulau Tunda. Pemetaan substrat dasar perairan sangat diperlukan untuk
pengelolaan dan upaya konservasi ekosistem perairan dangkal (Reshitnyk et al.
2014).
Informasi geospasial menggunakan satelit inderaja merupakan platform (wahana)
ideal dan yang paling utama diaplikasikan di perairan nusantara untuk memetakan
secara sinoptik kawasan perairan laut dangkal yang memiliki integrasi sejumlah
habitat kritis seperti terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan goba (Agus
2012). Data penginderaan jauh mampu menghasilkan informasi objektif dan berguna
untuk memonitor wilayah pesisir laut yang luas. Prinsip kerja teknologi penginderaan
jauh adalah dengan memanfaatkan nilai reflektansi langsung yang khas dari tiap
objek di dasar perairan yang kemudian direkam oleh sensor (Silfiani 2011).
Penggunaan penginderaan jauh untuk studi pemetaan habitat dasar perairan
dangkal mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan dengan cara konvensional
menggunakan metode survei in situ misalnya dapat menghasilkan informasi dari area
yang luas dan relatif lebih murah serta dapat menjangkau daerah yang sulit didatangi
(Sakaruddin 2011). Diakui bahwa pemantauan secara in situ di beberapa wilayah
hanya mencakup sebagian kecil dan tidak merepresentatifkan habitat dasar perairan
dangkal seperti ekosistem terumbu karang sehingga data survei lapang hanya
memadai untuk penilaian secara kuantitatif (Supriyadi 2010).
Penelitian mengenai pemetaan dan pemantauan ekosistem perairan dangkal telah
banyak dilakukan dengan menggunakan beberapa sensor citra satelit (Supriyadi
2010), namun dibutuhkan citra satelit dengan resolusi tinggi untuk dapat memetakan
dasar perairan dangkal secara lebih rinci. Pemetaan habitat dasar menggunakan citra
satelit WorldView-2 dilakukan sebagai salah satu upaya pengelolaan sumberdaya
kelautan. Citra satelit WorldView-2 memiliki 8 kanal multispektral dengan resolusi
spasial yang tinggi, yaitu 1,84 m dan 0,46 m untuk kanal pankromatik sehingga

2

sangat memadai bagi keperluan spasial seperti pemetaan habitat dasar perairan
dangkal.
Metode yang digunakan dalam pemetaan habitat dasar adalah klasifikasi citra
secara terbimbing (supervised) dari hasil komposit kanal (band) dan penajaman
(transformasi) citra. Proses penajaman citra yang dilakukan dengan cara koreksi
kolom perairan menggunakan algoritma depth invariant index (DII) (Green et al.
2000) dan dikembangkan serta diterapkan di perairan Indonesia. Algoritma tersebut
menggunakan band 2 (kanal biru) dan band 3 (kanal hijau) dari citra WorldView-2.
Namun dalam hal ini akurasi citra merupakan persoalan mendasar dari aplikasi
penginderaan jauh dalam pemetaan habitat dasar perairan dangkal.
Akurasi atau ketepatan dalam memetakan dan mengidentifikasi tipe habitat
secara mendetail masih menjadi kendala yang terus dikaji secara ilmiah terkait
dengan resolusi sensor satelit inderaja (Siregar et al. 2008, Siregar et al. 2009)
sehingga peta yang dihasilkan masih belum cukup memadai untuk menggambarkan
suatu habitat dasar perairan dangkal. Pemetaan habitat dasar perairan menggunakan
citra satelit disertai uji akurasi citra telah banyak dilakukan sebelumnya (Siregar et al.
2010, Selamat et al. 2012, Siregar et al. 2013, Mustika 2013). Uji akurasi dan validasi
citra sangat dibutuhkan untuk melihat kesesuaian antara objek pada citra dengan
objek yang ada di lapangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memetakan habitat dasar perairan dangkal Pulau Tunda
menggunakan citra WorldView-2 dengan skema klasifikasi supervisi dan koreksi
kolom air.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian terdiri dari beberapa tahapan diantaranya pengamatan data lapang
dilakukan pada tanggal 16-23 Maret 2015 di Pulau Tunda Kabupaten Serang, Banten
(Gambar 1). Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan citra yang dilakukan pada
bulan April hingga bulan Mei 2015 di Laboratorium Komputer Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan FPIK IPB. Wilayah kajian untuk pengolahan citra yaitu wilayah
Pulau Tunda dengan koordinat 5°48’29” LS - 5°49’05” LS dan 106°15’04” BT 106°18’00” BT.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengolahan data citra adalah perangkat komputer
yang dilengkapi dengan perangkat lunak ER Mapper 7, ArcGIS 10.3, dan MS Excel
2013 untuk image processing. Bahan penelitian berupa citra satelit WorldvView-2
dengan akuisisi pada tanggal 25 Agustus 2013 serta data hasil survei lapang berupa
titik koordinat dan jenis habitat dasar yang diamati. Alat yang digunakan pada saat

3

survei lapang dilakukan antara lain global positioning system (GPS) handheld tipe
Garmin 76 csx yang digunakan untuk penentuan posisi objek, underwater digital
camera tipe Nikon Coolpix yang digunakan untuk alat dokumentasi pada saat
survei lapang, alat dasar selam untuk snorkling dalam melakukan pengamatan
habitat dasar perairan serta sabak dan alat tulis lainnya.

Gambar 1 Peta survei lapang di Pulau Tunda
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini diawali dengan pengolahan citra WorldView-2. Pengolahan citra
terdiri dari 4 tahap yaitu koreksi radiometrik, koreksi geometrik, masking wilayah,dan
klasifikasi citra. Pengambilan posisi titik survei dilakukan dengan menggunakan GPS
agar mampu memberikan keakuratan pengukuran. Titik survei yang diambil nantinya
akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatan training area pada proses klasifikasi
habitat dasar perairan dangkal serta digunakan sebagai titik uji akurasi citra.
Pengolahan Citra
Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengoreksi kesalahan sistematik yang
disebabkan oleh distorsi radiometrik pada saat perekaman data citra sehingga
memperbaiki posisi dan piksel pada citra. Menurut Agus 2012 koreksi geometrik
bertujuan untuk menempatkan setiap piksel pada posisi yang sebenarnya di
permukaan bumi. Penetapan posisi dilakukan dengan pengukuran sejumlah titik
referensi yang berada di muka bumi. Proses masking dilakukan untuk menghilangkan
efek wilayah yang tidak diperlukan, dalam hal ini seperti wilayah daratan dan
perairan dalam. Koreksi geometrik dilakukan dengan dua tahap, yaitu: transformasi
koordinat (transformation geometric) dan resampling citra menggunakan beberapa
titik kontrol bumi ground control point (GCP). Titik-titik tersebut diambil pada
tempat berbeda yang tersebar di bagian citra dan harus mempunyai sifat geometrik

4

yang tetap pada lokasi yang dapat diketahui dengan tepat. Rektifikasi citra
berdasarkan informasi posisi GCP yang ada bertujuan untuk menempatkan pixel
citra pada posisi sebenarnya di permukaan bumi. Kemudian proses masking
dilakukan untuk menghilangkan efek wilayah yang tidak diperlukan dalam proses
pengolahan citra, dalam hal ini wilayah daratan dan perairan dalam. Selanjutnya
dilakukan proses klasifikasi citra secara terbimbing (supervised classification) dari
komposit band red green blue (RGB 532) citra WorldView-2 dengan cara membuat
area sampel (training area) pada citra berdasarkan objek yang ditemukan di
lapangan. Setelah itu dilanjutkan proses klasifikasi citra menggunakan pendekatan
maximum likelihood standard sehingga diperoleh citra hasil klasifikasi supervised.
Asumsi dari algoritma ini adalah objek homogen selalu menampilkan histogram yang
terdistribusi secara normal (Danoedoro 2012). Selain itu juga dilakukan perlakuan
koreksi kolom air (DII) dan selanjutnya diklasifikasi secara supervisi. Prosedur
pemetaan habitat dasar perairan dangkal menggunakan citra WorldView-2 dan
pengamatan lapang ditampilkan dalam diagram alir pada Gambar 2.
Citra satelit
WorldView-2

Koreksi Radiometrik
Citra

Koreksi Geometrik
Citra

Komposit
(RGB 532)

Masking

Klasifikasi
Supervised

Survei lapang

Citra hasil
klasifikasi

Uji akurasi
citra

Depth invariant index
(DII)

Pemilahan
(slicing)

Klasifikasi
Supervised

Citra hasil
klasifikasi

Citra hasil
klasifikasi

Uji akurasi
citra

Uji akurasi
citra

Peta habitat dasar perairan dangkal

Gambar 2 Diagram alir pengolahan data

5

Transformasi Citra
Transformasi atau penajaman citra dilakukan sebelum proses klasifikasi citra
menggunakan algoritma DII. Penentuan kelas habitat berdasarkan transformasi ini
pada dasarnya ialah teknik penggabungan informasi dari beberapa saluran spektral
untuk menghasilkan indeks dengan menghilangkan pengaruh kedalaman perairan dari
material penutup dasar perairan. Parameter masukan dalam algoritma ini adalah
perbandingan antara koefisien pelemahan sinyal oleh kolom air (water attenuation
coefficient) pada beberapa saluran spektral (Mustika 2013). Melalui pendekatan
tranformasi ini saluran spektral yang digunakan untuk menghilangkan efek
kedalaman air adalah spektrum biru dan spektrum hijau. Menurut Mount (2006)
spektrum biru dan spektrum hijau adalah sinar dengan energi terbesar yang dapat
direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang menggunakan spektrum
cahaya tampak. Spektrum biru dan hijau dari citra WorldView-2 terdapat pada band 2
dan 3. Spektrum ini kemudian banyak digunakan untuk memetakan tipe substrat
dasar perairan. Koreksi kolom air dapat dihitung menggunakan persamaan berikut
(Green et al. 2000) :
� = ln



ln

.........................................................................(1)

Keterangan:
� = indeks dasar perairan
= band 2 citra WorldView-2
= band 3 citra WorldView-2
= nilai koefisien atenuasi
dimana :
= +√
dengan
� �
=
2∗

2

+ 1 ......................................................................................................(2)

� −� �

� �

� �



......................................................................................(3)

� � = nilai ragam dari nilai digital masing-masing band 2 dan 3
� � = nilai koefisien keragaman dari nilai digital band 2 dan 3

Nilai koefisien atenuasi diperoleh dengan membuat training area pada daerah
yang diasumsikan memiliki substrat homogen, misalnya habitat pasir untuk
mendapatkan nilai digital kanal yang akan digunakan sehingga mendapatkan nilai .
Transformasi penggabungan dua kanal ini akan menghasilkan puncak yang lebih
banyak dan beragam pada rentang histogram yang dihasilkan. Klasifikasi
merupakan suatu proses pengelompokan nilai reflektansi dari setiap objek ke dalam
kelas-kelas tertentu sehingga mudah dikenali. Setelah melakukan proses penajaman
citra menggunakan DII kemudian dilakukan proses density slicing (pemilahan nilai
kecerahan). Metode pemilahan nilai kecerahan pada dasarnya merupakan metode

6

yang paling sederhana dalam mengelompokkan atau mengklasifikasi objek secara
spektral (Danoedoro 2012). Selain menggunakan metode slicing pada hasil
transformasi DII, metode lain yang digunakan dalam proses klasifikasi citra adalah
klasifikasi supervised. Metode ini juga dilakukan dengan cara membuat training area
pada citra yang telah terkoreksi kolom air hingga diperoleh citra hasil klasifikasi
habitat dasar perairan dangkal.
Pengamatan Data Lapangan
Survei lapang dilakukan untuk mengamati secara langsung (in situ) objek yang
ada pada citra. Selain itu survei lapang juga dilakukan sebagai acuan dalam membuat
sebuah training area pada citra berdasarkan pengamatan langsung di lapangan. Hasil
training area nantinya akan dijadikan acuan untuk membuat klasifikasi supervised
pada citra dengan komposit. Survei lapang juga dilakukan untuk proses validasi
sebuah tampilan citra. Metode sampling yang dipilih adalah random sampling yakni
pengamatan data lapang diambil secara acak. Posisi titik sampling (lintang dan bujur)
ditentukan menggunakan GPS yang telah disesuaikan dengan datum WGS 1984.
Luas area pengamatan objek di lapangan sesuai dengan resolusi spasial citra
WorldView-2 yaitu 2x2 meter namun tetap memperhatikan area di sekitar transek
tersebut. Penentuan area sekitar pengamatan dilakukan berdasarkan nilai bias GPS
dalam menentukan posisi. Kemudian dilakukan rekam jejak titik-titik sampling
sebagai acuan dalam mengidentifikasi objek, melakukan koreksi geometrik dan
membuat training area untuk proses klasifikasi citra serta proses uji akurasi citra.
Pengamatan objek di lapangan dilakukan secara rapid mobile dengan mengacu pada
prinsip dominasi penutupan lahan untuk membuat skema klasifikasi substrat dasar
perairan. Dokumentasi merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam
pelaksanaan survei. Dokumentasi kegiatan survei juga dilakukan untuk validasi
kenampakan objek yang ada pada citra.
Akurasi Citra
Pada hasil klasifikasi citra, selanjutnya dilakukan pengujian nilai akurasi atau
ketepatan. Uji akurasi sangat penting dilakukan untuk mendapatkan peta yang dapat
dipercaya (Chris et al. 2006). Uji akurasi dilakukan menggunakan matriks kesalahan
(confusion matrix) (Gambar 3). Matrik tersebut membandingkan kelas-kelas habitat
dalam hasil klasifikasi citra terhadap kelas yang sebenarnya dari hasil survei lapang
(Agus 2012). Uji akurasi digunakan untuk mengetahui ketepatan dari citra hasil
klasifikasi dengan kondisi yang sebenarnya.
Data kolom merupakan hasil klasifikasi data inderaja yang mewakili perhitungan
producer’s accuracy sedangkan data baris merupakan hasil observasi lapangan oleh
pengamat dan digunakan dalam perhitungan user’s accucary. Semakin banyak hasil
klasifikasi yang selaras dengan hasil observasi, maka nilai akurasi keseluruhan
(overall accuracy) akan semakin tinggi (Agus 2012). Nilai ketelitian yang diharapkan
nantinya harus memenuhi syarat lebih besar dari 70% (Purwadhi 2001), sehingga dari

7

persentase yang telah diperoleh merupakan pembuktian terhadap nilai keakurasian
data citra. Perhitungan masing-masing akurasi dilakukan dengan persamaan berikut.

Klasifikasi
Citra (i)

Lapangan (j)

Total
Kolom n+j

n11

n12

n1k

Total
baris ni+
n1+

n21

n22

n2k

n2+

nk1

nk2

nkk

nk+

n+1

n+2

n+k

n

Gambar 3 Confusion matrix (Sumber: Cangalton dan Green 2009)
∑�
�=1

Overall accuracy =

Producer accuracy =
User accuracy =
Dimana :

+

……………………………………......................................(4)
………………………………………….............................. .(5)

…………………………………………………..............................(6)

+

= jumlah baris pada matriks
= jumlah pengamatan
= jumlah pengamatan pada kolom ke-i dan baris ke-i
= jumlah pengamatan pada kolom ke-j dan baris ke-j
+ = total marginal baris ke-i
+ = total kolom

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemetaan Habitat Dasar Perairan Dangkal
Pemetaan habitat dasar yang dilakukan dengan proses klasifikasi supervised
menggunakan skema klasifikasi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Skema
klasifikasi yang digunakan yaitu skema klasifikasi 10 kelas habitat dasar perairan
dangkal (Gambar 4). Pada setiap skema klasifikasi dilakukan ulangan pada training
area masing-masing kelas objek yang ditemukan di lapangan. Penentuan kelas-kelas
habitat dilakukan menurut subyektif pengamat dan berdasarkan dominasi penutupan
substrat dasar. Kesepuluh kelas tersebut adalah karang hidup, patahan karang
(rubble), karang hidup bercampur dengan rubble (rubble