Analisis Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga Kedelai Indonesia Dengan Kedelai Dunia.

ANALISIS INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA
KEDELAI INDONESIA DENGAN KEDELAI DUNIA

RATNA ANITA CAROLINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Integrasi Pasar
dan Transmisi Harga Kedelai Indonesia dengan Kedelai Dunia adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,
April 2016
Ratna Anita Carolina
NIM H151120371

RINGKASAN
RATNA ANITA CAROLINA. Analisis Integrasi Pasar dan Transmisi Harga
Kedelai Indonesia dengan Kedelai Dunia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan
LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan pokok utama di Indonesia
selain beras. Kandungan karbohidrat, protein, serta harganya yang relatif murah
dan terjangkau dibandingkan dengan sumber protein lainnya, menjadikan kedelai
sebagai salah satu komoditi pangan yang cukup banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Namun, peningkatan konsumsi kedelai di dalam negeri
tidak disertai dengan peningkatan produksi kedelai di dalam negeri, sehingga
selama bertahun-tahun Indonesia telah menjadi net importir kedelai. Hal ini
menyebabkan fluktuasi harga kedelai di dalam negeri cenderung dipengaruhi oleh
perubahan harga kedelai di pasar dunia. Maka, untuk menjaga stabilitas harga
serta menjaga agar harga pangan tetap berada pada titik yang terjangkau oleh
konsumen, diperlukan sebuah kebijakan yang tepat dari pemerintah. Berdasarkan

hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tren perkembangan
produksi kedelai dalam negeri dan impor kedelai, menganalisis volatilitas harga
kedelai domestik dan dunia, serta menganalisis integrasi pasar dan transmisi harga
antara pasar kedelai domestik dengan pasar kedelai dunia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber
seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, bursa Chicago Board
of Trade (CBOT), dan Bank Indonesia, untuk periode penelitian Januari 2000
hingga Desember 2014. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ARCH/GARCH untuk menganalisis volatilitas harga, serta model
Ravallion untuk menganalisis integrasi pasar dan transmisi harga, dengan variabel
yang digunakan adalah harga kedelai lokal dan impor di dalam negeri, harga
kedelai di pasar dunia, dan nilai tukar.
Hasil analisis volatilitas harga menunjukkan bahwa harga kedelai lokal lebih
volatil dibandingkan dengan harga kedelai impor, dan harga kedelai dunia lebih
volatil dibandingkan dengan harga kedelai lokal dan impor. Sementara itu, hasil
analisis integrasi pasar dan transmisi harga menunjukkan bahwa tidak terdapat
integrasi antara pasar kedelai dunia dengan pasar kedelai lokal dan impor baik
dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka waktu panjang. Selain itu,
transmisi harga yang terjadi dari pasar kedelai dunia ke pasar kedelai lokal dan
impor sangat lemah. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan harga di pasar

kedelai dalam negeri tidak dipengaruhi oleh pergerakan harga di pasar kedelai
dunia. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar kedelai lokal dan impor lebih
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam negeri seperti nilai tukar,
distribusi, serta kebijakan pengaturan harga di dalam negeri. Oleh karena itu,
sebagai upaya untuk meningkatkan stabilisasi harga kedelai, diperlukan kebijakan
dari pemerintah untuk mengatur tata niaga dan distribusi kedelai di dalam negeri,
serta peningkatan teknologi tanam, pemberian subsidi bibit unggul dan pupuk,
serta insentif harga kepada petani untuk meningkatkan produksi kedelai di masa
depan.
Kata kunci: Volatilitas, Integrasi Pasar, Transmisi Harga, Kedelai

SUMMARY
RATNA ANITA CAROLINA. Analysis of Market Integration and Price
Transmission between Indonesian and the World Soybean. Supervised by SRI
MULATSIH and LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Soybean is one of the main staple food commodities in Indonesia in addition
to rice. The nutrition, carbohydrate, protein, and the price that relatively cheap and
affordable compared to other protein sources, making soybean as one of the
ommodities that pretty much consumed by the people of Indonesia. However, the
increase in soybean consumption was not followed by the increase in soybean

production in the country, so for the years Indonesia has become a net importer of
soybeans. This has made the fluctuations in domestic soybean prices tend to be
influenced by changes in the price of soybeans in the world market. Therefore, to
maintain price stability and to keep food prices remain at an affordable point for
consumers, need an appropriate policy from the government. Related to this, the
study aims to analyze the trend of domestic soybean production and soybean
import, to analyze the domestic and the world soybean price volatility, and also to
analyzing the market integration and price transmission between domestic and the
world soybean market.
The data used in this study was obtained from various sources such as the
Ministry of Commerce, Ministry of Agriculture, the Chicago Board of Trade
(CBOT), and the Bank of Indonesia, for the research period January 2000 to
December 2014. The research method used in this study to analyze the price
volatility is ARCH/GARCH, meanwhile Ravallion models are used to analyze
market integration and price transmission, with the variables used are local and
imported soybean prices, the price of soybeans in the world market, and the
exchange rate.
The results of price volatility analysis showed that local soybean prices more
volatile than the price of imported soybean and world soybean prices more
volatile than the price of local and imported soybean. Meanwhile, the results of

the analysis of market integration and price transmission showed that there is no
integration between the world and Indonesian soybean market in the short and
long term. In addition, the price transmission from the world soybean market to
the Indonesian local and imported soybean market is very weak. This shows that
the price movements in the Indonesian soybean market is not affected by the price
movements in the world soybean market. Price fluctuations in Indonesian local
soybean and imported soybean are more influenced by other factors in the country
such as the exchange rate, distribution and price setting policy in the country.
Therefore, in an effort to improve the price stabilization of soybeans, it is required
a government policy to regulate the commerce and distribution of soybean in the
country, as well as to increase the technology of transplanting, subsidize the seeds
and fertilizer, and also price incentives to farmers to increase soybean production
in the future.
Keywords: Volatility, Market Integration, Price Transmission, Soybean

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA
KEDELAI INDONESIA DENGAN KEDELAI DUNIA

RATNA ANITA CAROLINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Tanti Novianti, S.P., M.Si.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
terkait stabilitas harga kedelai, dengan judul Analisis Integrasi Pasar dan
Transmisi Harga Kedelai Indonesia dengan Kedelai Dunia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. dan
Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si. selaku pembimbing yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk
penyempurnaan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Tanti
Novianti, S.P., M.Si. dan Dr. Tony Irawan, SE, M.App.Ec atas saran dan
masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
juga disampaikan kepada Dr. Ir. Lukytawati Anggraini, M.Si beserta pengelola
Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana
(SPs) IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada

Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada: (i) Ibu, yang selalu setia dan sabar
mendampingi dan memberi semangat; (ii) Bapak dan Ade; (iii) Teman-teman di
kantor (spesial untuk Mas Yudha, Mas Arie, Bagus, Mba Ranni dan Mas Sigit)
yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis; dan (iv)
Rekan-rekan kuliah kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB Batch 1 dan 2 yang
telah membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini.
Akhir kata, semoga tesis ini dpat bermanfaat bagi semua pihak terutama
akademisi dan pemerintah.

Bogor,

April 2016

Ratna Anita Carolina

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Fluktuasi Harga
Integrasi Pasar
Transmisi Harga
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
3. METODE PENELITIAN
Sumber dan Jenis Data
Metode Analisis Fluktuasi Harga
Model ARCH dan GARCH
Stasioneritas Data
Uji Kointegrasi Engle-Granger

Metode Analisis Integrasi Pasar dan Transmisi Harga
Model Ravallion
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kedelai
Pergerakan Harga Kedelai di Dalam Negeri
Kebijakan Stabilisasi Harga Kedelai
Pergerakan Harga Kedelai Dunia
Analisis Volatilitas Harga Kedelai Domestik dan Dunia dengan
Model ARCH/GARCH
Analisis Kointegrasi dengan Model Engle-Granger
Analisis Integrasi Pasar dan Transmisi Harga dengan Model Ravallion
5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

i
ii
iii

iv
v
1
1
3
5
6
6
7
7
8
9
10
11
13
13
13
16
17
18
23
23
28
30
31
33
37
38
43
43
43
45
44
49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan kedelai tahun 2010-2013
serta prediksi tahun 2014-2016
Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai
Total volume dan nilai impor kedelai tahun 2004-2014
Kebijakan harga dasar kedelai tahun 1979-1991
Penetapan harga pembelian kedelai petani oleh pemerintah
Hasil uji akar unit harga kedelai dengan metode ADF dan Philips –
Perron
Hasil pengujian efek ARCH pada residual model ARIMA
Hasil uji kointegrasi antara pasar kedelai dunia dan pasar kedelai
Jakarta dengan model Engle-Granger
Koefisien penduga harga kedelai di Jakarta

2
26
27
30
31
33
34
38
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Produksi kedelai dunia tahun 2014
Grafik perkembangan harga kedelai lokal dan impor di Indonesia
Tahun 2010-2014
Alur kerangka pikir
Bagan Alur Prosedur Pendugaan ARCH/GARCH
Perkembangan produksi dan luas panen kedelai tahun 2000-2014
Rata-rata produksi kedelai lokal tahun 2010-2015
Total volume dan nilai impor kedelai tahun 2004-2014
Perkembangan harga kedelai lokal dan impor di Indonesia tahun
2000-2014
Perkembangan harga kedelai impor dan lokal di Jakarta
Pergerakan harga kedelai dunia
Conditional Standard Deviation untuk harga kedelai lokal dan impor
Conditional Standard Deviation untuk harga kedelai dunia
Perkembangan harga kedelai lokal di Jakarta dan kedelai dunia
Perkembangan harga kedelai impor di Jakarta dan kedelai dunia

3
3
12
14
23
25
28
29
29
32
35
36
39
39

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Hasil uji stasioneritas pada data harga
Identifikasi model ARIMA untuk data harga kedelai lokal dan
impor di Jakarta, dan harga kedelai dunia dengan menggunakan
Correlogram
Hasil uji ARCH-LM pada model harga kedelai lokal dan impor di
jakarta, dan harga kedelai dunia
Tabel ringkasan hasil estimasi berbagai model ARCH/GARCH
untuk harga kedelai lokal Jakarta atau D(Pjak)
Hasil estimasi dengan model ARCH (1) untuk D(Pjak)
Tabel ringkasan hasil estimasi berbagai model ARCH/GARCH
untuk harga kedelai impor Jakarta atau D(Pimporjak)
Hasil estimasi dengan model ARCH (1) untuk harga kedelai impor
atau D(Pimporjak)
Tabel ringkasan hasil estimasi berbagai model ARCH/GARCH
untuk harga kedelai dunia atau D(Pdunia)
Hasil estimasi dengan model ARCH (2) untuk D(Pdunia)
Hasil estimasi dengan model Ravallion untuk model harga kedelai
lokal Jakarta atau Log(Pjak)
Hasil estimasi dengan model Ravallion untuk model harga kedelai
impor Jakarta atau Log(Pimporjak)
Hasil uji kointegrasi dengan Model Engle-Granger antara harga
kedelai dunia dengan harga kedelai lokal Jakarta
Hasil uji kointegrasi dengan Model Engle-Granger antara harga
kedelai dunia dengan harga kedelai impor Jakarta

49
50

52
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan masih menjadi salah satu isu penting bagi Indonesia.
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang semakin pesat serta menurunnya
luas lahan pertanian dapat memicu terjadinya krisis pangan di Indonesia.
Berdasarkan Undang – undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Ketahanan
pangan didefinisikan sebagai kondisi dari terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau. Oleh karena itu, pembangunan ketahanan
pangan di Indonesia ditujukan untuk menjamin ketersediaan dan kecukupan
konsumsi pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan seimbang pada tingkat rumah
tangga, daerah, dan nasional, di sepanjang waktu dan merata.
Konsep ketahanan pangan yang didefinisikan oleh World Food Summit
(1996) terkait dengan akses seluruh masyarakat untuk memperoleh pangan yang
memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan dan pilihan
makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Hal ini juga dapat diartikan bahwa
untuk menjaga ketahanan pangan, pemerintah wajib untuk memastikan bahwa
pangan pokok tersedia dalam jumlah yang mencukupi serta dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, jika terjadi kelangkaan
pasokan atau lonjakan harga pangan pokok, maka pemerintah wajib untuk
melakukan intervensi guna menjaga ketahanan pangan.
Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan pokok utama di Indonesia
selain beras. Kandungan karbohidrat, protein dan nutrisi lainnya di dalam kedelai,
menjadikan komoditi ini berperan sangat penting dalam menunjang ketahanan
pangan. Selain itu, harganya yang relatif murah dan terjangkau dibandingkan
dengan sumber protein lainnya, menjadikan kedelai sebagai salah satu komoditi
pangan yang cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tingginya
konsumsi kedelai juga turut didorong oleh perkembangan industri berbahan baku
kedelai seperti pembuatan tahu, tempe, kecap, touge, snack, susu kedelai, dan lain
sebagainya. Selain itu, bungkil kedelai juga dapat dimanfaatkan untuk pakan
ternak, sehingga berkembangnya industri pakan ternak di Indonesia juga turut
berkontribusi dalam peningkatan konsumsi kedelai di Indonesia.
Peningkatan konsumsi kedelai tidak disertai dengan produksi kedelai
dalam negeri. Kementerian Pertanian mencatat bahwa produksi kedelai lokal
tertinggi pernah mencapai 1,6 juta ton pada tahun 1995. Namun, sejak tahun 1995
hingga saat ini, produksi kedelai lokal terus mengalami penurunan. Berdasarkan
data Neraca Bahan Pangan, Kementerian Pertanian (2014), hingga tahun 2013,
total kebutuhan kedelai nasional mencapai 1,887 juta ton yang terdiri atas,
kebutuhan untuk bahan makanan termasuk didalamnya untuk bahan baku tahu dan
tempe sebesar 1,663 juta ton (88,13%), untuk industri olahan bukan bahan
makanan sebesar 100 ribu ton (5,3%), untuk bibit sebesar 23 ribu ton (1,22%),
pakan sebesar 6 ribu ton (0,32%), dan tercecer sebesar 94 ribu ton (4,98%).
Kementerian pertanian memprediksi kebutuhan kedelai untuk bahan makanan
akan terus mengalami peningkatan rata – rata sebesar 6,54% hingga mencapai
2,295 juta ton pada tahun 2016.

2

Sementara itu, produksi kedelai lokal masih belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Dalam kurun waktu tahun 2000
hingga 2014, rata – rata produksi kedelai lokal hanya berkisar 800 ribu ton per
tahun dan cenderung mengalami penurunan, meskipun pada tahun 2014 produksi
kedelai diperkirakan akan meningkat mencapai 835 ribu ton. penurunan produksi
ini disebabkan oleh menurunnya luas areal panen kedelai yang dipicu oleh
tingginya resiko yang dialami oleh usaha tani kedelai terhadap gangguan hama
dan penyakit, sehingga memerlukan perhatian khusus dan biaya yang relatif
tinggi. Di sisi lain, harga kedelai lokal pada kurun waktu 1995 – 2007 tidak cukup
memadai bagi petani, sehingga petani lebih memilih untuk menanam komoditi
lainnya seperti padi dan jagung, karena kedelai dianggap tidak cukup memberikan
insentif yang memuaskan bagi para petani.
Tabel 1 Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan kedelai tahun 2010-2013
serta prediksi tahun 2014-2016
No.
A.
1

2
3
4
B.
1
2
3

4
5
C.

Uraian
Penyediaan (000 ton)
Produksi
- Masukan
- Keluaran
Impor
Ekspor
Perubahan Stok
Penggunaan (000 ton)
Pakan
Bibit
Diolah untuk:
- Makanan
- Bukan makanan
Tercecer
Bahan Makanan (000 ton)
Ketersediaan
Ketersediaan Kapita/tahun (kg)

2010
2.652

2011
2.944

2012
2.764

Tahun
2013*)
1.887

907
1.745
0
2.652
9
39

851
2.098
1
2.944
10
36

843
1.923
2
2.764
9
34

780
1.103
1
1.887
6
23

835
1.407
1
2.241
7
28

836
1.429
1
2.264
7
28

845
1.451
1
2.295
7
28

113
133
2.358

111
147
2.640

141
138
2.442

100
94
1.663

144
112
1.950

146
113
1.969

149
115
1.996

9,89

10,91

9,95

6,7

2014**)
2.241

7,73

2015**)
2.264

7,71

2016**)
2.295

7,72

Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka produksi merupakan Angka Sementara (ASEM)
**) Angka Prediksi Pusdatin

Berdasarkan data diatas, secara umum, pada periode tahun 2010 hingga
2013 produksi kedelai lokal hanya mampu memenuhi sekitar 40% dari kebutuhan
kedelai nasional. Sisanya, sebesar 60% dari kebutuhan kedelai dipenuhi melalui
impor. Pemasok kedelai impor terbesar adalah berasal dari Amerika Serikat,
Brazil dan Argentina. Ketiga negara tersebut merupakan negara produsen utama
kedelai dunia. Berdasarkan data USDA, hingga April 2014, Amerika Serikat dan
Brazil memproduksi masing-masing sebesar 31% dari seluruh produksi kedelai
dunia (Gambar 1).

3

Paraguay Canada
3% India 2%

Other
6%

4%
China
4%
United States
31%
Argentina
19%

Brazil
31%

Sumber: USDA, 2014

Gambar 1 Produksi kedelai dunia tahun 2014

Perumusan Masalah
Pada kurun waktu tahun 1980-an, pengadaan kedelai impor masih
dilakukan oleh BULOG sehingga harga kedelai di dalam negeri relatif lebih stabil
dibandingkan dengan harga kedelai dunia. Namun, semenjak dikeluarkannya
Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1998 Tentang Liberalisasi Perdagangan
Kedelai, maka monopoli impor kedelai oleh BULOG serta tarif impor kedelai
dihapuskan. Sejak saat itu, impor kedelai dapat dilakukan oleh importir umum
sehingga fluktuasi harga kedelai di dalam negeri cenderung mengikuti pergerakan
harga kedelai di luar negeri.
13000

12000

11000
Kedelai Lokal

Rp/Kg

10000

9000

Kedelai Impor

8000

7000

6000

Sumber: Kementerian Perdagangan, 2014

Gambar 2 Grafik perkembangan harga kedelai lokal dan impor di Indonesia
tahun 2010 - 2014

4

Perkembangan harga kedelai dalam negeri sedikit banyak dipengaruhi oleh
perkembangan harga kedelai dunia. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tren
harga kedelai dalam negeri, baik kedelai lokal maupun kedelai impor, terus
mengalami kenaikan (Gambar 2). Kekeringan yang terjadi pada tahun 2012 di
beberapa negara produsen utama kedelai dunia seperti Amerika, Brazil dan
Argentina yang menyebabkan harga kedelai dunia meningkat hingga mencapai
lebih dari US$ 600/ton pada periode Juli-Agustus 2012 (CBOT), yang kemudian
mendorong harga kedelai domestik mengalami kenaikan. Harga kedelai domestik
terus mengalami peningkatan dan hingga kini harga rata-rata kedelai lokal di
tingkat eceran pada Desember 2014 mencapai Rp. 11.000/Kg (Kementerian
Perdagangan, 2014).
Perkembangan harga kedelai lokal cenderung mengikuti tren harga kedelai
impor, namun harga kedelai impor di pasar domestik pada umumnya dijual
dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga kedelai lokal. Hal ini
menyebabkan konsumen lokal cenderung lebih tertarik untuk membeli kedelai
impor. Selain itu, ukuran kedelai impor yang lebih besar dari kedelai lokal juga
turut mendorong konsumen lokal, terutama pengusaha tahu dan tempe, untuk
lebih memilih kedelai impor. Hal ini tentunya menjadi disinsentif bagi petani
kedelai di Indonesia, karena kedelai impor dianggap lebih menarik bagi konsumen
lokal.
Mengingat konsumsi kedelai yang cukup besar dari tahun ke tahun, maka
dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki ketergantungan yang cukup besar
terhadap kedelai impor. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga menyatakan
bahwa selama ini sekitar 70% dari kedelai impor diserap oleh produsen tahu dan
tempe, sisanya oleh industri susu kedelai1. Oleh karena itu, gejolak harga kedelai
yang terjadi di dunia diduga dapat mempengaruhi harga kedelai di dalam negeri.
Namun permasalahannya adalah, kenaikan serta fluktuasi harga kedelai di dalam
negeri tidak hanya meresahkan konsumen langsung, namun juga para pelaku
usaha tahu tempe yang mengandalkan kedelai sebagai bahan baku utama.
Fluktuasi harga dapat menyebabkan ketidakpastian dalam industri tahu tempe,
bahkan lonjakan harga yang terjadi di pasar kedelai dunia dapat menyebabkan
beberapa pengusaha tahu tempe gulung tikar.
Untuk mengatasi fluktuasi harga kedelai di dalam negeri serta menjaga
stabilisasi harga kedelai, pada tahun 2013 pemerintah telah menetapkan kebijakan
Stabilisasi Harga Kedelai melalui Permendag No. 23 Tahun 2013 tentang
Program Stabilisasi Harga Kedelai (SHK). Program SHK bertujuan untuk
menjaga stabilitas harga kedelai dalam negeri melalui program pengaturan
pembelian kedelai dari petani, impor kedelai, dan penjualan kedelai kepada
pengrajin tahu/tempe. Pelaksanaan program SHK hanya dapat dilakukan oleh
Perum BULOG, koperasi dan/atau swasta yang ikut dalam program SHK.
Meskipun peraturan ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, namun hingga
kini pemerintah tetap menjaga stabilisasi harga kedelai melalui kebijakan
penetapan harga pembelian kedelai (HBP).
Selain itu, pemerintah juga menugaskan Perum BULOG untuk
melaksanakan pengamanan harga dan penyaluran kedelai melalui Perpres Nomor
1

Kementrian Perindustrian, Industri Tempe-Tahu Pangkas Separuh Volume Produksi, diakses dari
http://www.kemenperin.go.id/artikel/7222/Industri-Tempe-Tahu-Pangkas-Separuh-VolumeProduksi pada Maret 2016

5

32 Tahun 2013. Peraturan ini bertujuan untuk menugaskan kepada BULOG untuk
melakukan pembelian kedelai dari petani serta menyalurkannya kembali kepada
pengrajin tahu/tempe. Namun dalam pelaksanaannya, peraturan terkait program
stabilisasi harga kedelai memiliki kelemahan sehingga BULOG tidak dapat
melakukan tugasnya dengan efektif dan efisien dikarenakan tidak ada aturan lebih
lanjut terkait anggaran yang digunakan untuk membeli kedelai di petani. Di dalam
Permendag Nomor 52 Tahun 2013 tentang Pengamanan Harga Kedelai di Tingkat
Petani dan Penyaluran Kedelai di Tingkat Pengrajin Tahu/tempe, tidak tersurat
secara jelas tugas-tugas Perum BULOG untuk melakukan pengamanan harga dan
penyaluran kedelai. Hal ini menyebabkan BULOG melaksanakan tugas perpres
dimaksud secara sukarela dan cenderung hanya untuk kepentingan bisnis semata.
Hal ini juga menyebabkan implementasi penetapan HBP menjadi tidak efektif,
karena tidak adanya alokasi anggaran dari pemerintah kepada BULOG untuk
melakukan penyerapan dan pembelian hasil panen kedelai petani. Sebagai contoh,
pada bulan Oktober lalu terjadi panen raya kedelai dengan harga berkisar antara
Rp. 6.000,-/kg (Aceh) hingga Rp. 7.200,-/kg (Gunung Kidul), namun BULOG
tidak melakukan penyerapan karena stok kedelai BULOG belum tersalurkan
(Kementerian Perdagangan, 2014).
Untuk menjaga stabilitas harga serta menjaga agar harga pangan tetap
berada pada titik yang terjangkau oleh konsumen, diperlukan sebuah kebijakan
yang tepat dari pemerintah. Firdaus (2012) menyatakan bahwa, kemampuan
pemerintah dalam membuat kebijakan penetapan harga yang tepat, ditentukan
oleh seberapa dalam para pembuat kebijakan tersebut memahami struktur,
perilaku dan efektivitas pasar. Salah satu cara untuk memahami hal-hal tersebut
adalah dengan memahami kekuatan pasar serta transmisi harga dari satu pasar ke
pasar lainnya melalui studi integrasi pasar antar wilayah.
Studi integrasi pasar dapat membantu untuk melihat kinerja suatu pasar.
Jika terdapat integrasi di antara dua pasar yang diamati, maka proses transmisi
harga akan berjalan dengan sempurna, dan kebijakan stabilisasi harga dapat
dilakukan dengan mengacu pada pergerakan yang terjadi pada harga kedelai
dunia. Namun, apabila tidak terdapat integrasi maka diduga pembentukan harga di
pasar kedelai dalam negeri bukan dipengaruhi oleh pergerakan harga kedelai
dunia namun oleh faktor-faktor lain yang berada di dalam negeri. Berdasarkan hal
tersebut, maka pertanyaan yang kemudian muncul adalah:
1) Bagaimana tren perkembangan produksi kedelai dalam negeri dan impor
kedelai.
2) Bagaimana fluktuasi harga kedelai domestik dan dunia.
3) Bagaimana integrasi yang terjadi pada pasar kedelai domestik dengan kedelai
dunia, serta bagaimana transmisi harga yang terjadi dari pasar kedelai dunia
ke pasar kedelai domestik.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah:
1) Menganalisis tren perkembangan produksi kedelai dalam negeri dan impor
kedelai.
2) Menganalisis volatilitas harga kedelai domestik dan dunia.

6

3) Menganalisis integrasi pasar kedelai domestik dengan pasar kedelai dunia,
serta menganalisis transmisi harga kedelai dunia terhadap harga kedelai
domestik.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
tingkat integrasi antara pasar kedelai di Indonesia dengan pasar kedelai dunia. Hal
ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan
kebijakan yang efektif dan efisien dalam menciptakan stabilitas harga kedelai di
Indonesia. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
di bidang perekonomian. Bagi para pembaca, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini mencakup harga kedelai, baik di dalam
negeri maupun di dunia. Untuk harga kedelai dalam negeri, penelitian ini
menggunakan harga kedelai lokal dan harga kedelai impor di tingkat eceran yang
berada di wilayah DKI Jakarta. Sementara itu, untuk harga kedelai dunia
menggunakan harga kedelai di pasar Amerika Serikat. Adapun periode analisis
dalam penelitian ini adalah tahun 2000 hingga tahun 2014.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Fluktuasi Harga
Harga memainkan peran penting dalam ekonomi pasar. Harga merupakan
salah satu faktor yang menentukan setiap keputusan produsen dan konsumen
dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas agar menuju pada kondisi
Pareto optimal atau kondisi keseimbangan (Brummer et al., 2009). Menurut
Nicholson (2004), harga pasar memiliki dua fungsi utama, yakni: (i) sebagai
informasi mengenai jumlah komoditas yang sebaiknya ditawarkan oleh produsen
untuk memperoleh keuntungan maksimum; dan (ii) sebagai faktor penentu tingkat
permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum.
Harga yang terbentuk di pasar menunjukkan bahwa permintaan dan
penawaran berada dalam kondisi keseimbangan. Dalam kondisi tersebut, jumlah
barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan sehingga
tercapai kondisi keseimbangan harga pasar. Sementara, jika jumlah barang yang
diminta tidak sesuai dengan jumlah barang yang ditawarkan, atau sebaliknya,
maka harga pasar akan berada dalam ketidakseimbangan atau disekuilibrium.
Pada kondisi tersebut, harga akan terus berubah sampai kondisi permintaan dan
penawaran berada pada titik ekuilibrium kembali. Perubahan harga dapat terjadi
karena faktor permintaan maupun penawaran. Kelebihan jumlah permintaan dapat
mendorong harga untuk naik, sementara kelebihan jumlah penawaran dapat
mendorong harga untuk turun. Perubahan harga atau fluktuasi harga tersebut
lazim terjadi pada pasar komoditas. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
faktor baik dari sisi permintaan, penawaran, atau faktor lain diluar permintaan dan
penawaran, seperti adanya kebijakan penentuan harga oleh pemerintah, perubahan
cuaca, dan lain sebagainya.
Volatilitas harga adalah pengukuran statistik untuk fluktuasi harga selama
periode tertentu (Firmansyah, 2006). Volatilitas menunjukkan kenaikan dan
penurunan harga selama periode tertentu, namun bukan mengukur tingkat harga
melainkan derajat variasinya selama periode tertentu. Variasi harga bisa menjadi
sinyal positif bagi produsen maupun konsumen dalam membuat keputusan untuk
membeli atau menjual barang. Namun, variasi harga juga bisa menjadi masalah
dalam perekonomian apabila variasi harga yang terjadi cukup besar dan tidak
dapat diantisipasi sehingga menciptakan ketidakpastian yang pada akhirnya
meningkatkan resiko bagi produsen, konsumen, pedagang dan pemerintah dalam
mengambil keputusan.
Pada pasar komoditas, terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan
terjadinya fluktuasi harga. Pada umumnya, faktor mendasar yang menjadi
penjelasan utama dari penyebab terjadinya perubahan harga komoditi antara lain
adalah kondisi pasar dan kondisi iklim. Namun, perkembangan kondisi
makroekonomi dan kekacauan yang terjadi di pasar uang telah mendorong
munculnya studi baru yang menunjukkan factor-faktor lain yang menjadi penentu
terjadinya volatilitas harga pangan/komoditi (Sujithan et al., 2014). Berdasarkan
rangkuman dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, terdapat beberapa faktor
yang menjadi penyebab utama dari volatilitas harga, yakni:

8

1) Indikator produksi pangan, terutama di negara yang sedang bertumbuh seperti
China dan India. Gilbert (2010), menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi
memiliki dampak yang signifikan terhadap volatilitas harga pangan.
Pertumbuhan positif di suatu negara mendorong masyarakatnya untuk
merubah pola makan ke arah konsumsi daging dan produk susu. Salah satu
dampak dari perubahan pola makan tersebut adalah meningkatnya permintaan
akan produk serealia (von Braun, 2011);
2) Indikator permintaan akan biofuel (Abbot et al., 2008);
3) Guncangan yang terjadi pada harga dari aset keuangan, dan juga nilai tukar,
dapat mempengaruhi penerimaan dari produsen komoditi pangan (Abbot et
al., 2008);
4) Harga minyak dunia dapat berdampak langsung maupun tidak langsung
terhadap harga pangan. Fluktuasi pada harga minyak dunia dapat secara
langsung menyebabkan variasi pada harga pangan (Alhalith, 2010). Selain
itu, harga minyak dunia juga dapat menyebabkan dinamika pada harga
pangan melalui biofuel (Busse et al., 2010);
5) Adanya spekulasi pada pasar berjangka komoditi (Robles et al., 2009);
6) Hambatan perdagangan (Headey, 2011).

Integrasi Pasar
Integrasi pasar, menurut Wu (1999), dapat dibedakan menjadi dua,
berdasarkan hubungan pasar, yaitu integrasi pasar spasial dan integrasi pasar
vertikal. Integrasi pasar spasial diartikan sebagai besarnya suatu perubahan yang
terjadi terhadap harga pada suatu pasar yang menyebabkan perubahan harga di
pasar lainnya, sehingga peningkatan harga internasional akan menghasilkan
peningkatan harga domestik secara proposional.
Menurut Ravallion (1986), sebuah pasar dapat dikatakan terintegrasi
secara spasial dengan pasar lainnya apabila jika terjadi perdagangan di antara
kedua pasar, dan harga di wilayah importir sama dengan harga di wilayah
eksportir ditambah dengan biaya transportasi yang dibutuhkan untuk
memindahkan barang dari wilayah importir ke wilayah eksportir.
Sementara itu, integrasi pasar vertikal merupakan tingkat keterkaitan
hubungan suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam
suatu rantai pemasaran. Suatu pasar dapat dikatakan terintegrasi dengan baik
apabila harga pada suatu lembaga pemasaran dapat ditransformasikan kepada
lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. Seluruh informasi yang
terkait dengan pasar mencakup keadaan pasar di tingkat konsumen sampai ke
tingkat produsen harus disebarkan ke semua pihak yang terkait dalam rantai
pemasaran, dari mulai produsen hingga konsumen. Keterkaitan harga secara
vertikal sering dikaitkan dengan struktur, perilaku dan kinerja sebuah pasar.
Seberapa besar perubahan harga dapat ditransmisikan di setiap rantai pemasaran
dapat dijadikan sebuah indikator penting untuk mengukur kekuatan sebuah pasar
(Dang, 2011).

9

Transmisi Harga
Harga merupakan salah satu indikator utama yang mencerminkan tingkat
efisiensi sebuah pasar. Sebuah pasar dapat dikatakan efisien apabila perubahan
harga yang terjadi pada salah satu pasar dapat ditransmisikan secara sempurna ke
pasar lainnya. Oleh karena itu, transmisi harga dan integrasi pasar dapat dijadikan
indikasi efisiensi yang terbentuk antar dua pasar yang saling berinteraksi, baik
secara vertikal maupun spasial (Meyer & Taubadel, 2004).
Transmisi harga merupakan sebuah studi untuk melihat bagaimana
perubahan harga yang terjadi di sebuah pasar dapat mempengaruhi atau
ditransmisikan ke pasar yang terkait lainnya. Secara umum, studi mengenai
transmisi harga dapat dibedakan kedalam dua jenis yakni transmisi harga
horizontal dan transmisi harga vertikal. Transmisi harga horizontal
menggambarkan pengaruh perubahan harga dari satu pasar ke pasar lainnya yang
berada di wilayah yang terpisah. Sementara itu, transmisi harga vertikal
menggambarkan pengaruh perubahan harga dari satu pasar ke pasar lainnya yang
masih berada di dalam satu rantai pemasaran yang sama.
Transmisi harga horizontal didasari oleh teori Law of One Price yang
menyatakan bahwa pasar yg berada di wilayah yang berbeda namun memiliki
hubungan dagang dan arbitrase, cenderung akan memiliki harga yang sama
(Fackler & Goodwin, 2001). Dalam bukunya, Marshall (1890) menyatakan bahwa
apabila struktur sebuah pasar semakin mendekati sempurna, maka akan semakin
besar kecenderungan pasar tersebut memiliki harga yang sama untuk barang yang
sama di suatu waktu yang sama pula. Sementara itu, transmisi harga vertikal
didasari oleh konsep marjin pemasaran, dimana pembentukan harga akhir di
konsumen akan dipengaruhi oleh harga yang terbentuk di setiap rantai pemasaran.
Transmisi harga, baik secara horizontal maupun vertikal, dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Dalam laporan FAO, Conforti (2004) telah merangkum beberapa
faktor tersebut, antara lain: i) biaya transportasi dan transaksi; ii) kekuatan pasar;
iii) increasing return to scale pada produksi; iv) homogenitas dan diferensiasi
produk; v) nilai tukar; vi) kebijakan domestik dan perbatasan. Diantara keenam
faktor tersebut, faktor kekuatan pasar, increasing return to scale, dan homogenitas
produk, dianggap sebagai faktor-faktor yang paling mempengaruhi transmisi
harga vertikal. Faktor lainnya seperti biaya transportasi dan transaksi, nilai tukar,
dan khususnya kebijakan domestik dan perbatasan, merupakan faktor utama yang
mempengaruhi transmisi harga horizontal.
Konsep transmisi harga tidak dapat dipisahkan dari konsep integrasi pasar.
Integrasi pasar dapat diartikan sebagai pengaruh dari harga suatu produk di
sebuah pasar terhadap pembentukan harga produk yang sama di pasar lainnya.
Hubungan yang saling mempengaruhi ini hanya dapat terjadi apabila terdapat
informasi pasar yang memadai dan ditransformasikan dengan cepat dari suatu
pasar ke pasar lainnya sehingga perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar
dapat tertangkap oleh pasar lainnya dengan ukuran perubahan yang sama
(Agustina, 2006).

10

Tinjauan Empiris
Mengingat besarnya kebutuhan Indonesia akan kedelai impor, maka
pergerakan harga kedelai domestik tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
pergerakan harga kedelai dunia. Sujithan et al. (2014) telah melakukan penelitian
mengenai faktor-faktor yang menentukan volatilitas harga pangan. Berdasarkan
penelitiannya, terdapat beberapa faktor yang secara umum mempengaruhi
volatilitas harga pangan dunia (diluar faktor kondisi pasar dan cuaca). Adapun
faktor-faktor tersebut antara lain adalah: i) indikator pendorong pertumbuhan
produksi; ii) Indikator permintaan untuk Biofuel; iii) tingkat nilai tukar; iv)
hanyak minyak mentah dunia; v) spekulasi pada pasar berjangka komoditi; dan vi)
hambatan perdagangan.
Khusus untuk komoditi kedelai, lonjakan harga pangan dunia yang terjadi
pada tahun 2008, termasuk harga kedelai dunia, turut menyebabkan meningkatnya
harga kedelai domestik. Setidaknya ada tiga hal yang telah dirangkum oleh Pusat
Studi Ekonomi, Kementerian Pertanian (2012), yang menyebabkan meningkatnya
harga kedelai dunia, antara lain: i) menurunnya produksi kedelai pada periode
tahun 2006 hingga 2008 yang disebabkan oleh menurunnya produktivitas dan area
tanam karena bersaing dengan area tanam jagung yang pada saat itu poduksinya
semakin meningkat karena penggunaan jagung sebagai bahan baku pembuatan
energi alternatif; ii) meningkatnya konsumsi kedelai dunia yang dipicu oleh
meningkatnya konsumsi kedelai di Cina dan India yang didorong oleh
pertumbuhan ekonomi yang pesat di kedua negara tersebut; dan iii) adanya
program pengembangan energi alternatif berbahan baku komoditi pangan, seperti
di Amerika yang mengembangkan etanol berbasis jagung, Brasil yang
mengembangkan etanol berbasis tebu dan Eropa yang mengembangkan biodiesel
sebagai energi alternatif. Khusus di Amerika, kebijakan pengembangan energi
alternatif berbahan baku jagung, turut mendorong peningkatan harga jagung
dunia. Selain itu, pemerintah Amerika memberikan subsidi kepada petani jagung
untuk mendorong pengembangan energi alternatif ini. Maka dari itu, banyak
petani di Amerika yang beralih dari menanam kedelai menjadi menanam jagung,
karena jagung dianggap lebih memberikan insentif yang menguntungkan bagi
petani.
Penelitian mengenai integrasi pasar kedelai pernah dilakukan oleh
Agustina (2006). Penelitian ini bertujuan untuk melihat integrasi pasar kedelai
domestik dengan pasar kedelai dunia, serta pengaruh adanya tarif impor terhadap
tingkat integrasi tersebut. Metode analisis data yang digunakan adalah Vector
Autoregression (VAR) dengan series data sejumlah 132 bulan, dari bulan Januari
1994 hingga Desember 2004). Data yang digunakan merupakan data harga
kedelai domestik dan harga kedelai di USA dan Rotterdam Port untuk mewakili
harga kedelai dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga kedelai domestik
dan kedelai dunia terintegrasi secara lemah dan bersifat satu arah. Harga kedelai
di pasar dunia berperan sebagai pemimpin harga (price leader), sementara itu
harga kedelai di pasar domestik berperan sebagai pengikut harga (price follower).
Selain itu, tarif impor tidak berpengaruh terhadap integrasi pasar. Pembentukan
harga kedelai domestik dan harga kedelai dunia cenderung dipengaruhi oleh nilai
tukar. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika secara nyata mempengaruhi
integrasi pasar.

11

Penelitian mengenai integrasi pasar lainnya juga pernah dilakukan oleh
Supriyatna (2007). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar
jagung dunia dengan pasar jagung dan daging ayam ras domestik, serta
menganalisis pengaruh kebijakan tarif impor jagung dan kenaikan harga minyak
mentah dunia terhadap integrasi pasar tersebut dengan metode analisis yang
digunakan adalah Vector Autoregression (VAR). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasar jagung dunia terintegrasi secara lemah dengan pasar jagung dan
daging ayam ras domestik dan bersifat satu arah, artinya harga jagung di pasar
dunia ditransmisikan ke pasar jagung dan daging ayam ras domestik, namun harga
jagung di pasar domestik tidak dapat mempengaruhi harga jagung dunia dan
daging ayam ras domestik. Selain itu, hasil lain menunjukkan bahwa harga
minyak mentah dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel harga jagung
dunia dan domestik, serta harga daging ayam ras domestik. Pemberlakuan tarif
impor memiliki pengaruh terhadap proses integrasi pasar jagung dunia dengan
pasar daging ayam ras domestik. Pengaruh tarif impor terhadap harga daging
ayam ras domestik lebih besar daripada pengaruh harga jagung dunia, sehingga
hal ini semakin melemahkan tingkat integrasi pasar yang terjadi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Firdaus (2012), bertujuan untuk
mengidentifikasi keberadaan integrasi pasar di antara pasar sayur mayur yang ada
di Indonesia, serta menggambarkan pergerakan harga komoditi sayur mayur di
tingkat produsen (tingkat propinsi) dan di tingkat pedagang besar di Pasar Induk
Kramat Jati di Jakarta. Komoditi yang termasuk didalam penelitian ini antara lain
adalah bawang merah, cabai merah besar, kentang, kol dan tomat. Model
Ravallion digunakan untuk mengobservasi transmisi harga dari pasar referensi ke
pasar regional. Sementara itu, analisis Engel-Granger digunakan untuk melihat
apakah terjadi kointegrasi antara harga di tingkat pedagang besar di pasar
referensi dan harga produsen di tingkat pasar regional. Hasil penelitian dengan
menggunakan model Ravallion menunjukkan bahwa, untuk semua komoditi, tidak
terjadi integrasi pasar. Namun bagaimanapun, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kinerja integrasi pasar di antara area produksi terendah dengan
area produksi tertinggi.

Kerangka Pemikiran
Ketahanan pangan tidak hanya berbicara tentang ketersediaan pangan,
namun juga keterjangkauan, dalam hal ini keterjangkauan secara geografis dan
secara ekonomis. Besarnya kebutuhan Indonesia akan kedelai impor
menyebabkan Indonesia cukup bergantung pada kedelai impor, karena hasil
produksi kedelai di dalam negeri masih belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan kedelai di dalam negeri. Hal ini menyebabkan harga kedelai di dalam
negeri mudah dipengaruhi oleh perubahan harga kedelai dunia. Besar kecilnya
perubahan harga tersebut ditentukan oleh seberapa terintegrasinya pasar kedelai
dunia dengan pasar kedelai lokal. Semakin sempurna integrasi pasar yang terjadi,
maka transmisi atau perubahan harga yang terjadi dari satu pasar ke pasar yang
lain juga akan berjalan sempurna. Selain itu, struktur pasar kedelai dalam negeri
juga turut menentukan fluktuasi harga yang terjadi.

12

Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengidentifikasi ketersediaan
kedelai baik di dalam negeri maupun di luar negeri dari sisi produksi, kemudian
menganalisis fluktuasi harga baik di dalam maupun di luar negeri serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga tersebut. Analisis
integrasi pasar dan transmisi harga antara kedelai lokal dan kedelai dunia
dilakukan untuk mengukur keterkaitan antara dua pasar di dua lokasi yang
berbeda. Dengan mengetahui hal tersebut, maka diharapkan fluktuasi harga
kedelai dalam negeri dapat diprediksi pergerakannya, sehingga dengan demikian
dari hasil penelitian ini diharapkan dapat merumuskan sebuah kebijakan
stabilisasi harga kedelai di dalam negeri.
Ketahanan Pangan
(Kedelai)

Ketersediaan
(Availability)

Keterjangkauan
(Accesibility)

Tingginya Impor Kedelai

Fluktuasi Harga Kedelai
Domestik

Identifikasi Tren
Perkembangan
Produksi Kedelai
Lokal dan Impor

Analisis Fluktuasi
Harga Kedelai Dalam
Negeri

Rekomendasi Kebijakan Stabilisasi
Harga Kedelai

Gambar 3 Alur kerangka pikir

Analisis Integrasi
Pasar Kedelai Lokal
dengan Dunia

3 METODE PENELITIAN
Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan time series
harga kedelai domestik, terdiri atas kedelai lokal dan kedelai impor, yang
bersumber dari Kementerian Perdagangan, serta harga kedelai dunia yang
bersumber dari bursa Chicago Board of Trade (CBOT). Harga referensi yang
digunakan untuk pengujian volatilitas dan integrasi pasar adalah DKI Jakarta,
karena Jakarta merupakan salah satu sentra konsumen yang cukup besar selain
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan kedelai
pertahun di DKI Jakarta yang mencapai 166 ribu ton1. Selain itu, DKI Jakarta
merupakan pintu masuk terbesar untuk kedelai impor. Hasil kajian Pusat
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2012),
menyebutkan bahwa sekitar 64% dari impor produk hortikultura masuk melalui
pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, peran kota Jakarta sebagai Ibukota negara
dan pusat pemerintahan, menjadikan kota Jakarta sebagai salah satu kota yang
mendapat perhatian utama terkait dengan stabilitas harga. Adapun periode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2000 hingga 2014. Metode analisis
yang digunakan untuk menganalisis volatilitas harga adalah Model
ARCH/GARCH. Sementara itu, metode yang digunakan untuk menganalisis
integrasi pasar serta transmisi harga menggunakan persamaan regresi berganda
dengan model Ravallion.

Metode Analisis Fluktuasi Harga
Model ARCH dan GARCH
Data ekonomi time series umumnya memiliki tingkat volatilitas yang
cukup tinggi. Perkembangan harga komoditas pertanian seperti kedelai sangat di
pengaruhi oleh perubahan cuaca. Pola perubahan cuaca dan perubahan iklim yang
sulit diprediksi dapat berdampak pada pergerakan harga komoditi yang fluktuatif
dan sulit diprediksi pula. Selain itu, faktor lainnya juga dapat mendorong fluktuasi
harga kedelai seperti perubahan pola konsumsi, kebijakan, serta perubahan harga
komoditi lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung turut
mempengaruhi perkembangan harga kedelai.
Salah satu model yang dapat digunakan untuk menganalisa volatilitas
perkembangan harga kedelai adalah model autoregressive conditional
heteroscedasticity model (ARCH) dan Generalized autoregressive conditional
heteroscedasticity model (GARCH). Model ARCH pertama kali dikembangkan
oleh Engle (1982). Model ini mengasumsikan bahwa varian residual dalam data
time
series
tidak
konstan
atau
mengandung
heteroskedastisitas

1

Poskotanews,
Pengrajin
Tempe
Ancam
Demo,
diakses
http://poskotanews.com/2012/01/12/pengarajin-tempe-ancam-demo/ pada Maret 2016.

dari

14

(heteroskedasticity). Bentuk dasar dari model ARCH dapat dijelaskan sebagai
berikut (Widarjono, 2013):
Yt = β0 + β1Xt + et .............................................................................................. (1)
Dimana:
Yt
: variabel dependen
Xt
: variabel independen
et
: variabel gangguan atau kesalahan
Pada umumnya, jenis data time series cenderung memiliki varian dari
kesalahan pengganggu (error term) yang konstan dari waktu ke waktu atau
homoskedastis. Namun, tingginya volatilitas dalam data time series dapat
menyebabkan varian residual dari data tersebut tidak konstan dan berubah-ubah
dari satu periode ke periode lainnya, atau mengandung unsur heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas terjadi karena data time series menunjukkan unsur volatilitas,
maka varian variabel gangguan dari model akan sangat tergantung pada volatilitas
variabel gangguan periode sebelumnya atau dengan kata lain, varian variabel
gangguan sangat dipengaruhi oleh variabel gangguan pada periode sebelumnya.
Maka persamaan dari varian variabel gangguan dalam model ARCH dapat ditulis
sebagai berikut:
......................................................... (2)
Sementara itu, model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity) merupakan penyempurnaan dari model ARCH yang
dikembangkan oleh Bollerslev (1986), yang menyatakan bahwa varian variabel
gangguan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel gangguan pada periode
sebelumnya, tetapi juga dipengaruhi oleh varian variabel gangguan periode lalu.
Maka, persamaan untuk varian variabel gangguan dengan model GARCH secara
umum dapat ditulis sebagai berikut:
....... (3)
Dimana p menunjukkan unsur ARCH dan q menunjukkan unsur GARCH.
Sama halnya dengan model ARCH, model GARCH tidak dapat di estimasi
dengan metode OLS (Ordinary Least Square), tetapi menggunakan metode ML
(Maximum Likelihood). Untuk mendeteksi keberadaan unsur heteroskedastisitas
atau dengan kata lain unsur ARCH di dalam model regresi, dapat menggunakan
dua metode yakni: (i) mengetahui pola variabel gangguan kuadrat dari
Correlogram; dan (ii) uji ARCH-LM. Secara informal, ada atau tidaknya unsur
ARCH dapat dilihat dari correlogram dari residual kuadrat. Jika nilai
Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF)
adalah nol pada semua tingkat kelambanan, atau tidak signifikan secara statistik,
maka tidak ada unsur ARCH. Metode lain untuk mendeteksi unsur ARCH adalah
dengan uji ARCH-LM. Jika nilai probabilita (p-value) lebih kecil dari α (5%),

15

maka kita dapat menolak hipotesis nol, atau dengan kata lain model yang
digunakan mengandung unsur ARCH.

Prosedur Pengukuran Volatilitas dengan Metode ARCH/GARCH
Berdasarkan Sumaryanto (2009), terdapat setidaknya lima tahapan dalam
prosedur pengukuran volatilitas dengan metode ARCH/GARCH, yakni:
(1) Persiapan data, mencakup:
i) Kelengkapan data agar tidak ada urutan observasi yang terputus;
ii) Rafinasi perilaku stokastik melalui eliminasi factor-faktor deterministik
seperti kecenderungan (trend), musiman (seasonality), dan siklus
(cyclus). Untuk data harga, eliminasi cenderung dilakukan dengan
melakukan deflasi. Selain rafinasi, lazim pula dilakukan transformasi ke
bentuk logaritma.
(2) Uji akar unit (unit root test).
Uji akar unit dilakukan untuk menguji stasioneritas