Pendugaan Evapotranspirasi Padi Sawah Menggunakan Metode Nisbah Bowen (Studi Kasus di Kabupaten Indramayu)

PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI PADI SAWAH
MENGGUNAKAN METODE NISBAH BOWEN
(STUDI KASUS DI KABUPATEN INDRAMAYU)

ROBERTO IGNASIUS CUNSESE OBA TAOLIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan
Evapotranspirasi Padi Sawah Menggunakan Metode Nisbah Bowen (Studi Kasus
di Kabupaten Indramayu) adalah karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Roberto Ignasius Cunsese Oba Taolin
NIM G251100051

RINGKASAN
ROBERTO IGNASIUS CUNSESE OBA TAOLIN. Pendugaan Evapotranspirasi
Padi Sawah Menggunakan Metode Nisbah Bowen (Studi Kasus di Kabupaten
Indramayu). Dibimbing oleh IMPRON dan RINI HIDAYATI.
Evapotranspirasi merupakan salah satu bagian dalam siklus air, dan
memiliki peran yang penting bagi pertanian, hidrologi, ekologi dan bidang
lainnya. Perhitungan evapotranspirasi antara lain diperlukan untuk memutuskan
besarnya penggunaan air konsumtif untuk tanaman, analisis ketersediaan air,
kapasitas pompa untuk irigasi, air yang dialirkan melalui saluran irigasi dan
kapasitas waduk.
Laju evapotranspirasi dapat diukur secara langsung atau dapat juga
diestimasi dengan beberapa pendekatan atau metode seperti pendekatan iklim
mikro maupun pendekatan empirik. Pendugaan nilai evapotranspirasi antara lain
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Nisbah Bowen dan metode FAO
Penman-Monteith. Beberapa peneliti di berbagai negara telah membuktikan

kehandalan metode Nisbah Bowen, terutama menyangkut proses-proses fisik
(pemindahan energi) di atas permukaan tajuk yang sulit dijelaskan melalui metode
lain dalam kaitannya dengan evapotranspirasi. Pengukuran dengan metode Nisbah
Bowen dapat dilakukan langsung di lapangan (in situ) tanpa gangguan fisik
terhadap lahan dan hasil pendugaan dapat menghitung laju evapotranspirasi dalam
periode pendek, misalnya tiap jam atau tiap setengah jam (Grant, 1975).
Nisbah Bowen merupakan perbandingan antara limpahan bahang terasa dan
limpahan bahang laten yang dilambangkan dengan β, yang juga merupakan fungsi
perbedaan pengukuran secara vertikal dari suhu udara dan tekanan uap air aktual
dengan menggunakan sepasang psikrometer dengan tingkat ketelitian yang tinggi.
Dalam penelitian ini, pengukuran selisih suhu dilakukan pada dua level ketinggian
yang berbeda menggunakan beberapa termokopel yang terhubung secara seri
dengan posisi sensor menjorok ke tiga arah yang berbeda. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji akurasi metode Nisbah Bowen dalam menduga nilai
evapotranspirasi aktual padi sawah, serta mempelajari karakteristik komponenkomponen yang berpengaruh pada evapotranspirasi.
Evapotranspirasi harian hasil perhitungan dengan metode Nisbah Bowen
kemudian dibandingkan dengan evapotranspirasi harian menggunakan metode
FAO Penman-Monteith. Rata-rata evapotranspirasi harian kedua metode tersebut
diuji menggunakan uji t berpasangan (Paired t-test).
Fluktuasi cuaca harian dan parameter Nisbah Bowen umumnya mengikuti

penerimaan radiasi neto sesuai karakter masing-masing unsur. Suhu, gradien suhu
bola kering, kecepatan angin, limpahan bahang tanah dan limpahan bahang laten
meningkat selama siang hari dan menurun kembali menjelang sore hari.
Sebaliknya, gradien suhu bola basah kelembaban dan tekanan udara, menurun
selama siang hari dan kembali meningkat menjelang sore hari. Variasi diurnal
radiasi neto berkisar antara -47 W m-2 sampai 487 W m-2 dengan rata-rata
241 W m-2, suhu udara rata-rata 28,3 oC dengan suhu tertinggi 31,5 oC dan suhu
terendah 20,5 oC. Kelembaban relatif berkisar antara 52% hingga 80% dengan
rata-rata 66%, sedangkan tekanan udara rata-rata 101 kPa. Limpahan bahang

tanah berkisar antara antara -10,3 W m-2 sampai 19,3 W m-2 dengan rata-rata
8,1 W m-2 sedangkan Nisbah Bowen berkisar antara -0,76 sampai 0,65 dengan
rata-rata 0,16. Limpahan bahang laten berkisar antara -85,3 W m-2 sampai
392,3 W m-2 dengan rata-rata 172,9 W m-2.
Radiasi neto yang diterima permukaan selama penelitian relatif konstan
antara 183 W m-2 sampai 268 W m-2 dengan rata-rata 231 W m-2, suhu udara ratarata 29,4 oC dengan suhu maksimum 35,5 oC dan suhu minimum 20 oC.
Kelembaban relatif berkisar antara 45% hingga 67% dengan rata-rata 59%,
sedangkan tekanan udara rata-rata 101 kPa. Angin bertiup lebih banyak ke arah
tenggara (138,4 o) dengan kecepatan rata-rata 0,9 m s-1. Limpahan bahang tanah
selama penelitian cukup tinggi terutama menjelang akhir penelitian antara antara

4,7 W m-2 sampai 14,6 W m-2 dengan rata-rata 7,9 W m-2 sedangkan Nisbah
Bowen berkisar antara 0,02 sampai 0,22 dengan rata-rata 0.10. Limpahan bahang
laten berbanding lurus terhadap penerimaan radiasi neto yang mengenai kawasan
persawahan dengan nilai berkisar antara 134,4 W m-2 sampai 226,5 W m-2 dengan
rata-rata 184 W m-2.
Evapotranspirasi harian di areal persawahan Kabupaten Indramayu pada
saat periode kering musim tanam II yang diduga menggunakan metode Nisbah
Bowen berkisar antara antara 2,4 mm sampai 4,3 mm dengan rata-rata 3,3 mm,
sedangkan evapotranspirasi harian yang diduga menggunakan metode FAO
Penman-Monteith bervariasi antara 2,4 mm sampai 4,6 mm dengan rata-rata
3,5 mm. Rata-rata hasil estimasi evapotranspirasi harian dari kedua metode secara
statistik tidak berbeda nyata.
Kata Kunci: Evapotranspirasi, Nisbah Bowen, Indramayu

SUMMARY
ROBERTO IGNASIUS CUNSESE OBA TAOLIN. Estimating The
Evapotranspiration of Rice Fields Using Bowen Ratio Method (Case study in
Indramayu Regency). Under supervition of IMPRON and RINI HIDAYATI.
Evapotranspiration as a component of hydrological cycle plays important
roles in the field of agriculture, hydrology, ecology and others. It is closely related

to the water requirement and irrigation of agricultural lands. Calculation of
evapotranspiration is required among others for deciding the amount of water
consumptive use, water availability analysis, water pump capacity calculation,
determining volume of water that flowed through the irrigation channel and dam
capacity.
Evapotranspiration rate can be measured either directly or estimated with
some approaches, such as microclimate or empirical approach. It can be estimated
with Bowen ratio or FAO Penman-Monteith method. The superiority of Bowen
ratio over other methods to explain the role of physical processes in
evapotranspiration, such as energy transfer above canopy surface, has been proved
by investigators in several countries. Bowen ratio method can also measure the
evapotranspiration in the field directly (in situ) without any physical disturbance
to the land, and it can estimate the rate of evapotranspiration in a short period,
such as 30 minutes or one hour (Grant, 1975).
Bowen ratio is a comparison between sensible heat flux and latent heat flux
as a function of the difference in vertical measurement of air temperature and
actual water vapor pressure by using a pair of psychrometers with a high degree of
accuracy. In this study, temperature difference measurements performed on two
different height levels using multiple thermocouples connected in series with the
sensor position protrudes into three different directions. The objectives of this

experiment were to test the accuracy of the Bowen ratio method of predicting
actual evapotranspiration value of paddy rice, and to study the characteristics of
the corresponding variables affecting the evapotranspiration value.
The daily evapotranspiration value estimated with Bowen ratio was
compared to the correspondent value obtained from FAO Penmn-Monteith
method using a paired t-test.
Results shown that daily weather fluctuations and Bowen ratio parameters
were in line with incoming net radiation of each element. Temperature, dry bulb
temperature gradient, wind speed, soil heat flux, and latent heat flux increased at
midday and decreased in the early afternoon, whereas wet bulb temperature
gradient, humidity and air pressure were decreased at midday and increased at
afternoon. Diurnal variation of net radiation ranged from -47 to 487 Wm-2 with
the mean was 241 Wm-2. Mean, maximum and minimum temperatures were
28.3 oC, 31.5oC and 20.5oC, respectively. Mean of relative humidity was 66%
with the range was 52% to 80%, and mean of air pressure was 101 kPa. Soil heat
flux ranged from 10.3 to 19.3 Wm-2 with the mean was 8.1 Wm-2. Mean and range
of Bowen ratio were 0.16 and -0.76 to 0.65, accordingly. Mean and range of latent
heat flux were 172.9 Wm-2 and -85.3 to 392.3 Wm-2.

Surface incoming net radiation during the measurement period was

constantly ranged from 183 to 268 Wm-2 with the mean was 231 Wm-2. Mean,
maximum and minimum temperatures were 29.4 oC, 35.5oC and 20oC,
respectively. Mean of relative humidity was 59% with the range was 45% to 67%,
and mean of air pressure was 101 kPa. Wind velocity was 0.9 m s-1 and its flow
direction was mostly from the Southeast (138.4o). Soil heat flux was high at the
end of measurement period; ranged from 4.7 to 14.6 Wm-2 with the mean was
7.9 Wm-2. Mean and range of Bowen ratio were 0.10 and 0.02 to 0.22,
accordingly. Latent heat flux value was directly proportional to incoming net
radiation, ranged from 134.4 to 226.5 Wm-2 and the mean was 184 Wm-2.
The rice field daily evapotranspiration in Indramayu measured at a dry
period during the second growing season estimated with Bowen ratio method was
3.3 mm, ranged from 2.4 to 4.3 mm. The corresponding values estimated with the
FAO Penman-Monteith was 3.5 mm, ranged from 2.4 to 4.6 mm. The daily
evapotranspiration values estimated with two approaches was comparable.
Keywords: Evapotranspiration, Bowen Ratio, Indramayu

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI PADI SAWAH
MENGGUNAKAN METODE NISBAH BOWEN
(STUDI KASUS DI KABUPATEN INDRAMAYU)

ROBERTO IGNASIUS CUNSESE OBA TAOLIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir I Wayan Astika, MS

Judul Tesis
Nama
NIM
Program Studi

: Pendugaan Evapotranspirasi Padi Sawah Menggunakan
Metode Nisbah Bowen (Studi Kasus di Kabupaten Indramayu)
: Roberto Ignasius Cunsese Oba Taolin
: G251100051
: Klimatologi Terapan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Impron, MAgrSc

Ketua

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Klimatologi Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Impron, MAgrSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 15 Juli 2014

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Penelitian dan penulisan tesis dengan judul Pendugaan Evapotranspirasi
Padi Sawah Menggunakan Metode Nisbah Bowen (Studi Kasus di Kabupaten
Indramayu) ini berlangsung di bawah bimbingan Dr Ir Impron, M AgrSc sebagai
Ketua Komisi Pembimbing, Dr Ir Rini Hidayati sebagai anggota. Penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian serta proses penulisan dan penyelesaian tesis ini. Terima
kasih penulis ucapkan juga kepada Ir Bregas Budiyanto, Ass Dipl yang banyak
membantu penulis dalam perakitan dan penyiapan alat-alat serta pemasangan alat
di lapangan hingga melakukan kontrol pengukuran selama penelitian berlangsung
dan memberikan arahan selama analisis data. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Dr Ir I Wayan Astika, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis
yang memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Mustakid sekeluarga sebagai
pemilik lahan tempat penelitian yang banyak membantu penulis selama
pelaksanaan penelitian. Penulis juga menghaturkan terima kasih yang tulus
kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Petrus Laga (Alm) dan Ibu Maria Th.
Taolin yang telah menanamkan dasar pendidikan yang baik dan berguna bagi
penulis, juga terima kasih kepada Istri tercinta Florince Jelo serta ananda
tersayang Benyamin Taolin dan Kristina Taolin atas dukungan doa dalam
mendukung penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak
yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah ikut membantu dalam
penelitian dan proses penyelesaian tesis ini.

Bogor, 2014
Roberto Ignasius Cunsese Oba Taolin

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Neraca Energi
Evapotranspirasi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Evapotranspirasi
Pendugaan Evapotranspirasi dengan Metode Nisbah Bowen
Pendugaan Evapotranspirasi dengan Metode FAO Penman-Monteith

2
2
2
3
4
6

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Perakitan Alat
Pemasangan Alat dan Pengukuran
Analisa Data
Metode Nisbah Bowen
Metode FAO Penman-Monteith
Hipotesis

6
6
7
7
7
9
9
9
10
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Komponen Cuaca dan Parameter Nisbah Bowen
Radiasi Neto
Suhu Udara
Kelembaban dan Tekanan Udara
Arah dan Kecepatan Angin
Gradien Suhu dan Nisbah Bowen
Limpahan Bahang Tanah
Limpahan Bahang Laten
Evapotranspirasi
Perbandingan Nilai Evapotraspirasi Menggunakan Metode Nisbah
Bowen dengan Metode FAO Penman-Monteith
Karakteristik Persawahan dan Tanaman Padi Selama Periode
Pengukuran
Interaksi Evapotranspirasi dengan Lingkungan dan Tanaman

12
12
13
13
13
16
17
17
20
20
25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
29

25
27
27

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6

7
8
9

10

11

12

13

14
15

Diagram alur tahapan penelitian
Rangkaian termokopel
Rancangan sistim Nisbah Bowen
Pola radiasi neto (Rn). Fluktuasi setiap 30 menit (A), sebaran data dan
standar deviasi (B), fluktuasi harian (C) selama periode pengamatan,
variasi diurnal tanggal 17 Agustus 2012 (D)
Pola suhu udara. Fluktuasi suhu bola kering (merah) dan bola basah
(hitam) setiap 30 menit (A), sebaran data dan standar deviasi (B),
fluktuasi, harian
suhu maksimum, ----- suhu rata-rata, ........ suhu
minimum (C) selama periode pengamatan dan variasi diurnal,
suhu
bola kering, ........ bola basah tanggal 17 Agustus 2012 (D)
Pola kelembaban udara ( ) dan tekanan udara (..........). Variasi diurnal
tanggal 17 Agustus 2012 (A) dan fluktuasi harian selama periode
pengamatan (B)
Wind Rose tanggal 17 Agustus 2012 (kiri), Wind Rose selama periode
pengamatan (kanan)
Variasi diurnal gradien suhu bola kering dan gradien suhu bola basah
tanggal 17 Agustus 2012
Pola Nisbah Bowen. Fluktuasi setiap 30 menit (A), sebaran data dan
standar deviasi (B), fluktuasi harian (C) selama periode pengamatan dan
variasi diurnal ----- gradien suhu bola kering, …… gradien suhu bola
basah dan
Nisbah Bowen tanggal 17 Agustus 2012 (D)
Pola limpahan bahang tanah. Fluktuasi setiap 30 menit (A), sebaran data
dan standar deviasi (B), fluktuasi harian (C) selama periode pengamatan
dan variasi diurnal tanggal 17 Agustus 2012 (D)
Pola limpahan bahang laten. Fluktuasi setiap 30 menit (A), sebaran data
dan standar deviasi (B), fluktuasi harian (C) selama periode pengamatan
dan variasi diurnal tanggal 17 Agustus 2012 (D)
Variasi diurnal radiasi neto (Rn), limpahan bahang laten (LE) dan
limpahan bahang tanah (G) tanggal 8 Agustus 2012 (atas), 21 Agustus
2012 (tengah) dan 7 September 2012 (bawah)
Pola evapotranspirasi. Fluktuasi setiap 30 menit (A), sebaran data dan
standar deviasi (B), fluktuasi harian (C) selama periode pengamatan dan
variasi diurnal tanggal 17 Agustus 2012 (D)
Perbandingan nilai evapotraspirasi harian menggunakan metode Nisbah
Bowen ( ) dengan Metode FAO Penman-Monteith (-----)
Diagram pencar evapotraspirasi menggunakan metode Nisbah Bowen
(sumbu Y) dan metode FAO Penman-Monteith (sumbu X)

7
8
8

14

15

16
17
18

19

21

22

23

24
26
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Peta Lokasi Penelitian
Spesifikasi Alat Ukur
Data cuaca pengukuran setiap 30 menit tanggal 17 Agustus 2012
Data rata-rata harian komponen cuaca periode pengukuran tanggal 8
Agustus 2012 – 14 September 2012
Data parameter Nisbah Bowen dan evapotranspirasi setiap 30 menit
pengukuran tanggal 17 Agustus 2012
Data rata-rata harian parameter Nisbah Bowen dan evapotranspirasi
periode pengukuran tanggal 8 Agustus 2012 – 14 September 2012
Data parameter dan evapotranspirasi harian dengan metode FAO
Penman - Monteith
Hasil analisis korelasi antara evapotranspirasi metode Nisbah Bowen
dengan metode FAO Penman - Monteith
Gambar Bowen System dan komponennya
Gambar Automatic Weather Station dan areal lokasi penelitian

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan sawah di pantai utara Jawa Barat berperan besar bagi suplai/pasokan
beras nasional. Permasalahan keterbatasan sumberdaya air sering menjadi faktor
pembatas produksi akibat kekeringan, terutama pada akhir musim tanam
kedua/gadu yang terjadi hampir setiap tahun.
Evapotranspirasi merupakan salah satu bagian dalam siklus air, dan
memiliki peran yang penting bagi pertanian, hidrologi, ekologi dan bidang
lainnya. Wang et al. (2012) mendefinisikan evapotranspirasi sebagai perubahan
wujud dari H2O cair menjadi uap atau gas serta bergerak dari bidang penguap
(permukaan tanah dan vegetasi) ke atmosfir. Perhitungan evapotranspirasi antara
lain diperlukan untuk menentukan besarnya penggunaan air konsumtif untuk
tanaman, analisis ketersediaan air, kapasitas pompa untuk irigasi, air yang
dialirkan melalui saluran irigasi dan kapasitas waduk.
Laju evapotranspirasi dapat diukur secara langsung atau dapat juga
diestimasi dengan beberapa pendekatan atau metode seperti pendekatan iklim
mikro maupun pendekatan empirik. Pendugaan nilai evapotranspirasi antara lain
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Nisbah Bowen dan metode FAO
Penman-Monteith. Beberapa peneliti di berbagai negara telah membuktikan
kehandalan metode Nisbah Bowen, terutama menyangkut proses-proses fisik
(pemindahan energi) di atas permukaan tajuk yang sulit dijelaskan melalui metode
lain dalam kaitannya dengan evapotranspirasi. Pengukuran dengan metode Nisbah
Bowen dapat dilakukan langsung di lapangan (in situ) tanpa gangguan fisik
terhadap lahan dan hasil pendugaan dapat menghitung laju evapotranspirasi dalam
periode pendek, misalnya per jam atau tiap setengah jam (Grant, 1975).
Nisbah Bowen merupakan perbandingan antara limpahan bahang terasa dan
limpahan bahang laten yang dilambangkan dengan β, yang juga merupakan fungsi
perbedaan pengukuran secara vertikal dari suhu udara dan tekanan uap air aktual
dengan menggunakan sepasang psikrometer. Nisbah Bowen dapat diperoleh
melalui pengukuran menggunakan sepasang psikrometer dengan tingkat ketelitian
yang tinggi. Dalam penelitian ini, pengukuran selisih suhu yang dilakukan pada
dua level ketinggian yang berbeda menggunakan beberapa termokopel yang
terhubung secara seri dengan posisi sensor menjorok ke tiga arah yang berbeda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji akurasi metode Nisbah Bowen dalam
menduga nilai evapotranspirasi aktual padi sawah, serta mempelajari karakteristik
komponen-komponen yang berpengaruh pada evapotranspirasi.

2

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan terutama sebagai pendukung perencanaan pengembangan sumber
daya air untuk irigasi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Neraca Energi
Menurut Sellers et al. (1997), konsep neraca energi dapat dianggap sebagai
jumlah energi yang berpindah antara benda-benda di permukaan, sedangkan
selisih antara masukan (input) dan keluaran (output) pada sistem tersebut
merupakan energi yang digunakan atau tersimpan. Sebagai penentu utama dari
cuaca/iklim, neraca energi merupakan kesetimbangan dinamik sebagai akibat dari
suatu rentetan proses di dekat atau pada permukaan berupa pertukaran energi
antara radiasi surya dan permukaan, dimana radiasi surya diubah menjadi
limpahan bahang laten, limpahan bahang terasa dan limpahan bahang tanah.
Energi yang sampai pada permukaan harus sama dengan energi yang
meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus
dipertimbangkan ketika persamaan keseimbangan energi ditentukan (Allen et al.
1998). Persamaan dari permukaan yang berevapotanspirasi dapat dituliskan
sebagai berikut:
Rn – H – LE – G = 0
dimana:
Rn
H
LE
G

(l)

: Radiasi neto (W m-2)
: Limpahan bahang terasa (W m-2)
: Limpahan bahang laten (W m-2)
: Limpahan bahang tanah (W m-2)

Persamaan neraca energi di atas hanya mempertimbangkan pergerakan atau
transfer energi secara vertikal yang disebut konveksi, dengan asumsi aliran energi
yang terjadi hanya satu dimensi, dimana aliran massa udara yang membawa
bahang dari luar stasiun dianggap sama dengan yang mengalir keluar stasiun
pengukuran. Persamaan tersebut dapat digunakan pada skala yang luas, terutama
pada permukaan vegetasi yang homogen.
Evapotranspirasi
Labedzki et al. (2011) membedakan evapotranspirasi menjadi
evapotranspirasi acuan (ET0), evapotranspirasi potensial (ETp) dan
evapotranspirasi aktual (ETa). Menurut (Buttafuoco et al. 2010) evapotranspirasi
acuan merupakan evapotranspirasi di bawah kondisi meteorologi dengan
permukaan standar khususnya permukaan rumput yang luas dengan karakteristik

3

spesifik. Permukaan standar dijelaskan oleh Allen et al. (1998) sebagai rumput
seragam (alfalfa) yang menutupi tanah, rumput tetap dalam keadaan pendek yang
seragam, pengairan yang baik, dan tumbuh di bawah kondisi optimal.
Evapotranspirasi acuan sangat penting bagi bidang agrometeorologi dan
hidrologi, contohnya untuk perencanaan dan manajemen irigasi. Evapotranspirasi
acuan menjelaskan kebutuhan evaporasi dari atmosfer tanpa dipengaruhi oleh
jenis tanaman, perkembangan dan manajemen tanaman (Jika air dalam kondisi
cukup maka kondisi tanah tidak akan mempengaruhi ET0). Evapotranspirasi acuan
merupakan nilai evapotranspirasi pada tanaman hipotetik yang memiliki tinggi
0,12 m, tahanan permukaan sebesar 70 s m-1 dan albedo 0,23. Kriteria tersebut
mendekati kondisi tanaman rumput. Evapotranspirasi acuan dipengaruhi oleh
kondisi iklim, oleh karena itu ET0 dapat dihitung dengan menggunakan data iklim
seperti data radiasi, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Evapotranspirasi
acuan diperkenalkan untuk mempelajari kebutuhan evaporasi yang berasal dari
atmosfer dan terpisah dari tipe tanaman, pertumbuhan tanaman, dan manajemen
tanaman.
Brutsaert (1982) menjelaskan bahwa ETp merupakan jumlah maksimum
dari evapotranspirasi permukaan luas yang ditumbuhi tanaman seragam dengan
jumlah air tanah yang tidak terbatas dan kondisi meteorologi aktual. Menurut
Allen et al. (1998) evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh faktor-faktor
meteorologi dan evapotranspirasi aktual lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi
tanaman dan unsur tanah. Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang
sebenarnya terjadi pada tanaman dengan kondisi di mana tanaman itu tumbuh.
Pada kondisi di bawah kapasitas lapang, nilai ETa tergantung pada sisa lengas
tanah yang tersedia dan nilai ETp. Apabila lengas tanah tersedia cukup bagi
tanaman maka nilai ETa akan sama dengan ETp.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Evapotranspirasi
Besarnya evapotranspirasi dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu keadaan iklim,
karakteristik tanaman serta pengelolaan dan kondisi lingkungan berupa kerapatan
tanaman, kondisi tanah, ketersediaan dan distribusi air. Aspek iklim yang
mempengaruhi nilai evapotranspirasi adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban
udara dan kecepatan angin (Allen et al. 1998).
Radiasi surya yang diserap oleh daun sebesar 1 sampai 5% digunakan untuk
fotosintesis dan 75 sampai 85% digunakan untuk memanaskan daun dan untuk
transpirasi (Gardner 1991). Pemanasan dan pendinginan daun akibat radiasi surya
akan mempengaruhi transpirasi. Saat daun menerima radiasi, suhu akan naik dan
stomata daun akan terbuka. Ketika stomata terbuka, kehilangan air dari daun
berlangsung terus menerus yang menurunkan potensial daun sehingga lebih
rendah daripada potensial tangkai daun, karena air bergerak dari potensial tinggi
ke potensial rendah, air akan mengalir dari tangkai daun ke daun. Hal ini akan
menurunkan potensial bahang dan selanjutnya air akan mengalir dari akar
tanaman sesuai dengan jumlah radiasi yang diterima (Lambers 1993).
Suhu mempengaruhi evapotranspirasi melalui beberapa cara (Rosenberg et
al. 1983). Jumlah uap air yang dapat dikandung udara meningkat secara
eksponensial dengan naiknya suhu udara. Peningkatan suhu menyebabkan

4

naiknya tekanan uap dari permukaan yang terevaporasi sehingga bertambahnya
defisit tekanan uap antara permukaan dengan udara sekitar. Udara yang panas dan
kering dapat mensuplai energi ke permukaan. Laju penguapan bergantung pada
jumlah energi bahang yang dipindahkan, karena itu semakin panas udara semakin
besar gradien suhu dan semakin tinggi laju penguapan. Kelembaban relatif
berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu menurun maka kelembaban relatif
tinggi. Jika suhu turun maka kapasitas udara untuk menyimpan uap air akan
rendah yang berarti kebutuhan atmosfer untuk evapotranspirasi semakin kecil.
Angin berpengaruh dalam evaporasi karena dapat memindahkan udara
basah yang kontak secara langsung dengan permukaan air dan memindahkannya
ke tempat yang udaranya kering. Semakin tinggi kecepatan angin maka jumlah
udara basah yang dipindahkan semakin banyak dan evaporasi yang terjadi
meningkat. Angin berfungsi menggerakan udara yang dapat menyebabkan uap air
jenuh. Udara yang telah jenuh akan digantikan oleh udara lain yang belum jenuh.
Pada ketebalan 1 mm di atas permukaan evaporasi, gerakan molekul air bersifat
difusi molekuler, akan tetapi di atas lapisan tersebut digantikan oleh gerakan
turbulen (difusi edi). Gerakan ini sangat bervariasi karena erat hubungannya
dengan gradien kecepatan angin terhadap ketinggian (Thom 1976).
Karakteristik permukaan juga mempengaruhi evapotranspirasi seperti
tahanan aerodinamik, tahanan permukaan dan albedo (Allen et al. 1998). Tahanan
aerodinamik (ra) merupakan perpindahan panas dan uap air dari permukaan tanah,
sedangkan tahanan permukaan (rs) merupakan tahanan dari aliran uap air melalui
transpirasi tanaman dan evaporasi permukaan tanah. Ketika vegetasi tidak
seluruhnya menutupi tanah, faktor tahanan sangat dibutuhkan karena sangat
berpengaruh terhadap evaporasi permukaan tanah. Jika transpirasi tidak optimal
maka tahanan permukaan akan dipengaruhi oleh ketersediaan air di permukaan.
Tahanan stomata dipengaruhi oleh kondisi iklim dan ketersediaan air. Namun,
jenis tanaman lebih mempengaruhi nilai tahanan stomata. Tahanan akan menjadi
semakin tinggi jika ketersediaan air untuk tanaman terbatas. Beberapa studi
menjelaskan bahwa tahanan stomata dipengaruhi juga oleh radiasi matahari, suhu
dan tekanan uap.
Pendugaan Evapotranspirasi dengan Metode Nisbah Bowen
Laju evapotranspirasi dari suatu pertanaman sangat tergantung pada
ketersediaan energi, defisit tekanan uap, kecepatan angin dan suhu udara,
sedangkan faktor vegetasi yang berpengaruh adalah hantaran stomata/tajuk dan
struktur karakteristik tajuk yang berpengaruh pada hantaran aerodinamik (Jarvis
dan Stewart 1979). Evaporasi dari suatu permukaan dapat ditentukan dengan baik
jika semua komponen yang mempengaruhi neraca energi di permukaan yang
bersangkutan diketahui, yaitu radiasi neto (Rn), fluks bahang terasa (H) dan fluks
bahang tanah (G). Rn dan G yang dapat diukur secara langsung dan mudah. H dan
LE dapat dihitung dengan menggunakan metode Nisbah Bowen (Rosenberg et al.
1983).
Menurut Bowen (1926) perbandingan antara H dan LE dapat dinyatakan
sebagai Nisbah Bowen (Bowen Ratio) yang dilambangkan dengan β, yang juga
merupakan fungsi perbedaan pengukuran secara vertikal dari suhu udara dan

5

tekanan uap air aktual pada dua ketinggian yang berbeda dengan persamaan
sebagai berikut:
�=

Pcp

H
δE

Kh

= δE

∂T⁄∂Z
∂e⁄∂Z

Kw

Pcp

; γ = δE , maka β = γ

Kh ∂T⁄∂Z
Kw ∂e⁄∂Z

(2)

Apabila pengukuran suhu dan tekanan uap dibuat pada dua ketinggian yang
sama dan dengan mengasumsikan Kh = Kw maka Persamaan 2 dapat menjadi:
β=γ

∂T

(3)

∂e

Perbedaan tekanan uap air dapat diperoleh apabila nilainya tidak terlalu
besar, yaitu ∆es = ∆Tw, dimana adalah kemiringan (slope) dari kurva tekanan
uap air – suhu pada Tw = (Tw1 + Tw2)/2, sehingga didapatkan:
∆e = γ [ γ +

∆Tw / (γ - ∆T)]

(4)

Selanjutnya dengan memasukan Persamaan 4 dalam Persamaan 3 maka
didapatkan persamaan berikut:
�=

γ ∆T
γ[ γ+

� =[

dimana :
β
Δe

γ
ΔTw
ΔT

γ

+1

∆Tw / (γ - ∆T)]
∆Tw
∆T

- 1]

-1

(5)

: Nisbah Bowen
: Gradien tekanan uap air
: Δe/ΔTw : slope dari kurva tekanan uap air–suhu (mb oC-1)
: Tetapan psikrometer (mb oC-1)
: Gradien suhu bola basah (oC m-1)
: Gradien suhu bola kering (oC m-1)

Penggunaan metode ini memerlukan beberapa syarat. Pertama adalah
koefisien pemindahan turbulen untuk bahang terasa (Kh) adalah sama dengan
koefisien pemindahan turbulen bahang laten (Kw), hal ini dapat terjadi pada saat
kondisi kestabilan udara tidak jauh dari keadaan netral dan di atas permukaan
yang cukup lembab. Selain itu peralatan pengukur yang diperlukan harus
berketelitian tinggi dan ditempatkan di lapisan pembatas internal (internal
boundary layer) dimana sifat udara sepenuhnya dipengaruhi oleh permukaan.
Oleh karena itu diperlukan fetch yang lebar, paling sedikit seratus kali ketinggian
alat pengukur, untuk menghindarkan gradien suhu dan kelembaban secara
horisontal (Angus dan Watts 1984).
Sensor suhu bola basah memerlukan media yang dapat memberi selaput
tipis air secara konstan. Bahan yang sering digunakan adalah kain katun, bahan
tersebut terpasang rapat pada sensor sehingga selaput tipis air dapat selalu terjaga.
Cara pemberian air menggunakan prinsip kapilaritas untuk mencegah
menumpuknya air di sekitar sensor (Tanner 1966).

6

Pendugaan Evapotranspirasi dengan Metode FAO Penman-Monteith
Metode Penman-Monteith merupakan metode penduga evapotranspirasi
terbaik yang direkomendasikan FAO sebagai metode standar sedangkan metode
pendugaan lain baik digunakan dalam iklim tertentu (Lascanao dan Bavel 2007).
Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi dengan metode Penman-Monteith pada
tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus FAO
Penman-Monteith. Metode ini merupakan metode yang diadopsi dari metode
Penman yang dikombinasikan dengan tahanan aerodinamik dan permukaan tajuk.
Metode Penman mengalami berbagai perkembangan sehingga dapat digunakan
untuk menduga evapotranspirasi pada permukaan yang ditanami dengan
menambahkan faktor tahanan permukaan (rs) dan tahanan aerodinamik (ra).
Persamaan ini terdapat parameter penentu pertukaran energi dan berhubungan
dengan fluks bidang tanaman (Allen et al. 1998). Metode ini dapat menghasilkan
pendugaan ET0 pada lokasi luas dan memiliki data yang lengkap. Metode ini
memberikan hasil terbaik dengan kesalahan minimum untuk tanaman acuan.
Selain menduga ET0, metode ini juga dapat menduga evapotranspirasi tanaman
dalam kondisi standar (ETC) dengan pendekatan koefisien tanaman. Kondisi
standar mengacu pada tanaman yang ditanam di lahan besar di bawah kondisi air,
agronomi dan tanah yang sangat baik. Dampak dari karakteristik yang
membedakan tanaman lapangan dari rumput diintegrasikan ke dalam koefisien
tanaman (Kc). Dalam pendekatan koefisien tanaman, evapotranspirasi tanaman
dihitung dengan mengalikan ET0 dan Kc.
Metode Penman-Monteith memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
tersebut yaitu dapat diaplikasikan secara global tanpa perlu adanya tambahan
parameter lain, selain itu metode ini sudah dikalibrasi dengan beberapa software
dan beberapa jenis lisimeter (Allen et al. 1998). Kelemahan utama dalam metode
ini adalah membutuhkan data meteorologi yang cukup banyak seperti suhu,
kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi matahari. Dimana hanya beberapa
stasiun cuaca yang menyediakan data tersebut dalam per jam dan harian (Irmak et
al. 2003).

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2012. Perakitan
alat Nisbah Bowen dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Meteorologi
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Percobaan lapang dilaksanakan di persawahan yang terletak di Desa
Langgengsari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

7

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa PVC ukuran 1 inci
(AW 1”), sambungan pipa, perekat pipa PVC, alumunium foil, benang, kawat
solder, kawat tembaga, kawat konstantan dan selang pelindung kawat/kabel.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Middleton CN1 Net
Pyrradiometer S/No.1108, termokopel type T (Copper/Constantan), pengganda
tegangan (Op-Amp), Automatic Weather Station (AWS), data logger type GL500,
digital multimeter type DT-830B, solder listrik, thermometer air raksa, keping
sensor fluks panas (Soil Heat Flux Plate), botol berukuran 10 ml, kipas penyedot
udara dan aki 6 volt model Panasonic LC-R064R5P.
Metode Penelitian
Penelitian meliputi empat tahap yaitu (1) persiapan alat dan bahan, (2)
pemasangan alat, (3) pengukuran dan (4) analisis data. Diagram alur penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Persiapan Alat dan Bahan
Pemasangan Alat
Pengukuran Parameter
Analisis Data
Informasi
Gambar 1 Diagram alur tahapan penelitian
Perakitan Alat
Perakitan alat Nisbah Bowen meliputi pembuatan termokopel tipe T,
pembuatan pengganda tegangan (amplifier) dan pembuatan tiang penyangga.
Termokopel (sensitifitas 43 µV oC-1) dibuat dengan cara menghubungkan tembaga
sebagai konduktor positif dan konstantan sebagai konduktor negatif. Jumlah
termokopel yang dibuat adalah 12 buah dan setiap tiga buah termokopel
dihubungkan secara seri sehingga terdapat 4 paket termokopel yang setiap kawat
konduktornya dilindungi dengan selang pelindung kawat/kabel. Pada titik-titik
sambungan pada dua paket termokopel diberikan lilitan benang untuk kepentingan
pengukuran gradien suhu bola basah. Rangkaian termokopel dapat dilihat pada
Gambar 2.

8

Gambar 2 Rangkaian termokopel
Pengganda tegangan (Op-Amp) merupakan rangkaian elektronik yang
berfungsi untuk mengolah arus listrik termokopel yang berupa tegangan yang
kecil menjadi tegangan yang lebih besar, sehingga output dari rangkaian ini dapat
dibaca oleh multimeter. Pengganda tegangan yang dibuat memberikan penguatan
250 kali sehingga output pengganda tegangan ini memiliki karakteristik yang
linear dengan sensitifitas 11 mv oC-1.
Tiang penyangga dibuat dengan bahan dasar pipa PVC berukuran 1 inci
dengan tinggi 200 cm. Bagian ujung atas disediakan tempat untuk pemasangan net
pyrradiometer. Pada ketinggian 140 cm, 160 cm dan 180 cm disiapkan tempat
pemasangan 4 paket psikrometer elektronik yang menjorok secara horizontal
sepanjang 40 cm pada tiga arah yang berbeda membentuk sudut 120o seperti pada
Gambar 3.

Gambar 3 Rancangan sistim Nisbah Bowen
Termokopel dipasang melalui bagian dalam pipa dan menempatkan sensor
di bagian ujung-ujung pipa yang menjorok (A1 – C3). Ujung benang yang terlilit
pada termokopel direndam dalam botol penampungan yang berisi air sehingga
menghasilkan aliran kapiler untuk pembasahan sensor. Pada ujung bawah
penyangga dipasang kipas penyedot udara yang dihubungkan dengan aki.

9

Pemasangan Alat dan Pengukuran
Alat yang dipasang di areal percobaan meliputi sistem Nisbah Bowen,
sepasang termometer air raksa (bola kering dan bola basah) dan Automatic
Weather Station (AWS). Sistem Nisbah Bowen ditempatkan di areal persawahan
dengan memperhatikan lebar fetch yakni paling sedikit 100 kali ketinggian sensor.
Keping sensor limpahan bahang tanah dipasang di bawah sistem Nisbah Bowen
dengan kedalaman 20 cm dari permukaan tanah. Sepasang termometer air raksa
ditempatkan pada tiang penyangga berbeda dengan ketinggian 2 m dari
permukaan tanah, sedangkan AWS dipasang di area pemukiman sekitar lokasi
penelitian.
Komponen cuaca yang diukur dengan sistem Nisbah Bowen adalah radiasi
neto, suhu bola basah dan bola kering, gradien suhu bola basah dan bola kering
pada ketinggian antara 140 cm dan 160 cm serta pada ketinggian antara 160 cm
dan 180 cm dan limpahan bahang tanah. Pengukuran setiap 30 menit mulai pukul
06.00 sampai pukul 18.00 dilakukan dengan cara menghubungkan multimeter
pada pengganda tegangan kemudian dilakukan pembacaan nilai offset dan
selanjutnya dihubungkan pada masing-masing sensor, sedangkan untuk net
pyrradiometer dan keping sensor limpahan bahang dilakukan dengan cara
langsung dihubungkan dengan multimeter. Komponen yang diukur dengan AWS
adalah radiasi (W m-2), suhu (oC), kelembaban (%), tekanan udara (mBar), curah
hujan (mm), arah angin (o) dan kecepatan angin (km jam-1). Pencatatan data
dilakukan setiap 30 menit menggunakan data logger type GL500.
Analisa Data
Data hasil pengukuran kemudian ditabulasi untuk kepentingan perhitungan
evapotranspirasi harian yang terjadi di lokasi penelitian. Hubungan
evapotranspirasi harian hasil perhitungan dengan metode Nisbah Bowen dan
evapotranspirasi tanaman harian menggunakan metode FAO Penman-Monteith
kemudian dianalisis dengan Korelasi (Pearson Correlation) menggunakan
program SPSS 17.0.
Metode Nisbah Bowen
Pendugaan nilai evapotranspirasi acuan dalam metode ini menggunakan
persamaan-persamaan yang diuraikan sebagai berikut:
a.
Nisbah Bowen
Perhitungan Nisbah Bowen (β) yang diperoleh menggunakan Persamaan 5.
Slope dari kurva tekanan uap air dan suhu ( ) dihitung berdasarkan nilai tekanan
uap air jenuh (es) pada suhu Tw dengan persamaan sebagai berikut:
=

17,27 T
T + 273,3
T + 273,3 2

4098[0,6108 exp

]

(6)

Tetapan psikrometer (γ) dihitung berdasarkan tekanan atmosfir (P) dan
bahang laten () yang diperoleh dengan persamaan berikut (Allen et al. 1998):

10

γ=

Cp P

dimana :
β
γ
P

Cp


λ

= 0,00163

P

(7)

λ

: Nisbah Bowen
: Δe/ΔTw : slope dari kurva tekanan uap air–suhu (mb oC-1)
: Tetapan psikrometer (mb oC-1)
: Tekanan atmosfir (kPa)
: Bahang laten, 2,501-(2,361 x 10-3) T (MJ kg-1)
: Panas spesifik pada tekanan konstan, 1,013 x 10-3 (MJ kg-1 oC-1)
: Rasio berat molekul dari uap air (0,622)

Tekanan atmosfir (P) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut (Allen et al. 1998):
g

P = P0
dimana :
P
P0
Z
Z0
g
R
Tko
1

TKo - α1 (Z - Z0 ) α1 R
TKo

(8)

: Tekanan atmosfir (kPa)
: Tekanan atmosfir pada 0 m dpl (101,3 kPa)
: Ketinggian tempat (m)
: Ketinggian standar (m)
: Gravitasi (9,807 m s-2)
: Konstanta gas spesifik (287 J kg-1 K-1)
: Suhu pada ketinggian Z0; 273,16 + T (K)
: Konstanta lapse rate udara jenuh (0,0065 K m-1)

b.

Limpahan Bahang Laten
Dari hasil pengukuran radiasi neto (Rn) serta perhitungan Nisbah Bowen
dan limpahan bahang tanah (G), kemudian limpahan bahang laten (LE) dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
δE =

(Rn - G)

(9)

(1 + β)

c.

Evapotranspirasi Harian
Evapotranspirasi kemudian dihitung dengan cara mengkonversi hasil
perhitungan limpahan bahang laten dari Persamaan 9 ke satuan sebanding dengan
evaporasi per satuan waktu, yaitu 1 mm air jam-1 = 680,8 W m-2 (Tanner 1960).
Metode FAO Penman-Monteith
Pendugaan nilai evapotranspirasi acuan dalam metode ini menggunakan
persamaan modifikasi FAO Penman-Monteith, yang diuraikan sebagai berikut:
0.408ΔRn  G   

ET0

=

900
u 2 es  ea 
T  273
   1  0.34u 2 

(10)

11

dimana :
ET0
Rn
G
T
u2
es
ea



Evapotranspirasi acuan (mm hari-1)
: Radiasi neto pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1)
: Limpahan bahang tanah (MJ m-2 hari-1)
: Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC)
: Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m s-1)
: Tekanan uap jenuh (kPa)
: Tekanan uap aktual (kPa)
: Kurva kemiringan tekanan uap (kPa oC-1)
: Konstanta psychrometric (kPa oC-1)
:

Data radiasi neto (Rn), kelembaban relatif (RH) dan kecepatan angin (u2),
data temperatur (T) merupakan hasil pengukuran, selanjutnya untuk penyelesaian
Persamaan 10 di atas, terlebih dahulu perlu didapatkan nilai-nilai dari beberapa
variabel dan konstanta yang berkaitan, berdasarkan rumus-rumus berikut ini:
a.

Tekanan uap jenuh (es)
Tekanan uap jenuh dapat dihitung menggunakan Persamaan 11 berikut ini:
es 

eo (Tmax )  eo (Tmin )
2

 17.27T 
e o T   0.6108exp 
 T  237.3 

dimana:
es
T
eo(T)
eo(Tmax)
eo(Tmin)

(11)
(12)

: Tekanan uap jenuh (kPa)
: Temperatur udara (oC)
: Tekanan uap jenuh pada temperatur udara T (kPa)
: Tekanan uap jenuh pada temperatur udara maksimum (kPa)
: Tekanan uap jenuh pada temperatur udara minimum (kPa)

b.

Tekanan uap aktual (ea)
Tekanan uap aktual dihitung dengan rumus berdasarkan data kelembaban
relatif (RH). Rumus berikut merupakan perhitungan tekanan uap aktual (ea)
berdasarkan kelembaban relatif.
RH mean  e o (Tmax )  e o (Tmin ) 
(13)
ea 


100 
2

dimana:
ea
: Tekanan uap aktual (kPa)
e°(Tmin) : Tekanan uap jenuh pada temperatur harian minimum (kPa)
e°(Tmax) : Tekanan uap jenuh pada temperatur harian maksimum (kPa)
RHmean : Kelembaban relatif rata-rata (%)

Hasil pendugaan nilai evapotranspirasi acuan kemudian dikalikan dengan
koefisien tanaman (Kc) padi untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi tanaman

12

(ETc). Kc setiap fase perkembangan tanaman dihitung menggunakan persamaan
berikut:
Kc =Kc (tab) +[0,04(u2 -2)-0,004(RHεin -45)]
ETc = ET0 x K c

dimana:
Kc (tab)
u2
RHMin
h

h 0,3
3

(14)
(15)

: koefisien tanaman padi dari tabel koefisien tanaman
: kecepatan angin rata-rata (m s-1)
: rata-rata kelembaban relatif minimum (%)
: tinggi tanaman (m)

Koefisien tanaman padi masing-masing fase dari tabel koefisien tanaman
sebesar 1,05 (Kc ini), 1,20 (Kc mid) dan 0,9-0,6 (Kc end).
Hipotesis
Hipotesis hubungan rata-rata evapotranspirasi harian dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H0 : ET Nisbah Bowen ≠ ET FAO Penman-Monteith.
H1 : ET Nisbah Bowen = ET FAO Penman-Monteith.
Kesimpulan diambil berdasarkan perbandingan antara nilai t hitung dan t
Tabel dimana jika t hit < t Tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak sebaliknya jika t
hitung > t Tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Indramayu adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
dengan Ibu kotanya Indramayu dengan luas wilayah 204.011 ha terdiri dari tanah
darat 87.336 ha dan tanah sawah irigasi 116.675 ha dan sawah non irigasi
92.795 ha. Berdasarkan topografinya ketinggian wilayah pada umumnya berkisar
antara 0 - 18 m di atas permukaan laut dan wilayah dataran rendahnya berkisar
antara
0 - 6 m di atas permukaan laut berupa rawa, tambak, sawah, pekarangan.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt Ferguson wilayah Indramayu termasuk tipe iklim
D. Suhu di Kabupaten Indramayu berkisar antara 22,9 oC hingga 30 oC dengan
kelembaban udara antara 70% dan 80%. Curah hujan rata-rata per tahun adalah
1.287 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 80 hari per tahun. Angin Barat dan
angin Timur bertiup secara bergantian setiap enam bulan, angin Barat bertiup dari
bulan November sampai dengan bulan April dan angin Timur dari bulan Mei
sampai dengan bulan Oktober (Pemkab Indramayu 2011).
Lokasi penelitian merupakan hamparan lahan sawah yang terletak pada
6° 27' LS dan 108° 13' BT pada ketinggian 5 m di atas permukaan laut dengan

13

jarak dari pantai +20 km (Bagian Utara). Secara umum wilayah pengairan di
Indramayu dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah pengairan Timur dan
wilayah pengairan Barat. Lokasi penelitian termasuk dalam wilayah pengairan
Timur yang suplay utama air untuk irigasi berasal dari bendungan Rentang dengan
sungai utamanya sungai Cimanuk. Wilayah pengairan Barat dipasok dari waduk
Jatiluhur dari saluran induk Tarum Timur (Yanto 2003).
Pada rujukan yang sama dijelaskan pula bahwa dari tahun ke tahun
kegagalan petani umumnya disebabkan oleh kekeringan. Hal ini biasa terjadi pada
saat musim tanam kedua/gadu. Anjuran penanaman untuk musim tanam II adalah
bulan Maret sampai awal April. Umumnya awal bulan Juli sawah mulai
mengalami kekurangan air.
Komponen Cuaca dan Parameter Nisbah Bowen
Fluktuasi cuaca harian dalam periode pengamatan dan parameter Nisbah
Bowen umumnya mengikuti penerimaan radiasi neto sesuai karakter masingmasing seperti suhu, gradien suhu bola kering, kecepatan angin, limpahan bahang
tanah dan limpahan bahang laten yang meningkat selama siang hari dan menurun
kembali menjelang sore hari. Sebaliknya, gradien suhu bola basah kelembaban
dan tekanan udara, menurun selama siang hari dan kembali meningkat menjelang
sore hari. Selanjutnya variasi diurnal komponen cuaca dan parameter Nisbah
Bowen yang ditampilkan dalam bab ini adalah nilai yang terukur pada tanggal 17
Agustus 2012 sedangkan fluktuasi harian merupakan nilai rataan selama periode
pengukuran.
Radiasi Neto
Radiasi neto (Rn) merupakan selisih antara gelombang pendek dan
gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang pendek dan
gelombang panjang yang hilang dari permukaan. Rn yang diterima permukaan
selama penelitian relatif konstan antara 182 W m-2 sampai 268 W m-2 dengan ratarata harian 231+18 W m-2.
Rn tertinggi terjadi pada tanggal 18 Agustus sedangkan Rn terendah yang
diterima permukaan terjadi pada tanggal 9 September. Rn meningkat sejak pagi
hari sejalan dengan terbitnya matahari hingga mencapai puncak radiasi pada pukul
12.00 sebesar 449 W m-2 kemudian menurun hingga mencapai radiasi minimum
sebesar -35 W m-2 pada pukul 18.00. Secara umum pola radiasi neto berupa
fluktuasi setiap 30 menit, sebaran data dan standar deviasi, fluktuasi harian selama
periode pengamatan dan variasi diurnal tanggal 17 Agustus 2012 seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.
Suhu Udara
Suhu udara berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam,
fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang
berlangsung di atmosfer. Sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas
atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di atmosfer pada siang hari.
Serapan energi radiasi matahari ini menyebabkan suhu udara meningkat.

14

Radiasi Neto (W m-2)

Radiasi Neto (W m-2)

Radiasi Neto (W m-2)

18/08/12

20/08/12

20/08/12

22/08/12
24/08/12

26/08/12
28/08/12
30/08/12
01/09/12

600

18/08/12

500

16/08/12

400

14/08/12

16/08/12

300

03/09/12

12/08/12

14/08/12

200

01/09/12

10/08/12

12/08/12

0

30/08/12

08/08/12

10/08/12

100

28/08/12

-100

26/08/12

08/08/12

Tanggal Pengukuran

24/08/12

Standar Deviasi

Tanggal Pengukuran

22/08/12

600

20/08/12

Tanggal Pengukuran

Radiasi Neto

18/08/12

500

16/08/12

400

14/08/12

300

12/08/12

200

10/08/12

0

08/08/12

100

-100

300

250

200

150

100

600

500

400

300

200

0

22/08/12
24/08/12

26/08/12
28/08/12
30/08/12
01/09/12

05/09/12

05/09/12

07/09/12

07/09/12

07/09/12

09/09/12

09/09/12

09/09/12

11/09/12

11/09/12

11/09/12

13/09/12

13/09/12

13/09/12

A

03/09/12

05/09/12

B

03/09/12

C

D

6:00
6:30
7:00
7:30
8:00
8:30
9:00
9:30
10:00
10:30
11:00
11:30
12:00
12:30
13:00
13:30
14:00
14:30
15:00
15:30
16:00
16:30
17:00
17:30
18:00

100

-100

Waktu Pengukuran (Pukul)

Gambar 4 Pola radiasi neto (Rn). Fluktuasi setiap 30 menit (A), sebaran data dan
standar deviasi (B), fluktuasi harian (C) selama periode pengamatan,
variasi diurnal tanggal 17 Agustus 2012 (D)

Radiasi Neto (W m-2)

6:00
6:30
7:00
7:30
8:00
8:30
9:00
9:30
10:00
10:30
11:00
11:30
12:00
12:30
13:00
13:30
14:00
14:30
15:00
15:30
16:00
16:30
17:00
17:30
18:00

Suhu (OC)
40

40

40
13/09/12

11/09/12

09/09/12

07/09/12

05/09/12

03/09/12

01/09/12

30/08/12

28/08/12

26/08/12

24/08/12

22/08/12

20/08/12

18/08/12

16/08/12

14/08/12

12/08/12

10/08/12

08/08/12

Suhu (OC)

13/09/12

11/09/12

09/09/12

07/09/12

05/09/12

03/09/12

01/09/12

30/08/12

28/08/12

26/08/12

24/08/12

22/08/12

20/08/12

18/08/12

16/08/12

14/08/12

12/08/12

10/08/12

08/08/12

Suhu (OC)

40

13/09/12

11/09/12

09/09/12

07/09/12

05/09/12

Standar Deviasi Suhu BK

03/09/12

01/09/12

30/08/12

28/08/12

26/08/12

24/08/12

22/08/12

Suhu BB

20/08/12

18/08/12

16/08/12

Suhu BK

14/08/12

12/08/12

10/08/12

08/08/12

Suhu (OC)

15

35

A

30

25

20

15

10

Tanggal Pengukuran

35

B

30

25

20

15

10

Tanggal Pengukuran

Standar Deviasi Suhu BB

35

C

30

25

20

15

10

Tanggal Pengukuran

35

D

30

25

20

15

10

Waktu Pengukuran (Pukul)

Gambar 5 Pola suhu udara. Fluktuasi suhu bola kering (merah) dan bola basah
(hitam) setiap 30 menit (A), sebaran data dan standar deviasi (B),
fluktuasi, harian
suhu maksimum, ----- suhu rata-rata, ........ suhu
minimum (C) selama periode pengamatan dan variasi diurnal,
suhu
bola kering, ........ bola basah tanggal 17 Agustus 2012 (D)

16
Suhu udara (bola kering) selama pengukuran pukul 06.00 – 18.00
menunjukkan selang yang cukup besar, yakni 20,5 oC sampai 31,5 oC, sedangkan
rata-rata suhu harian bervariasi antara 28,2 oC sampai 31,2 oC dengan rata-rata
29,4+0,81 oC. Suhu bola basah selama pengukuran (pukul 06.00 – 18.00)
memiliki selang yang lebih kecil, yakni 18,2 oC sampai 25,2 oC. Suhu maksimum
selama penelitian berkisar antara 31,5 oC sampai 35,5 oC, sedangkan suhu
minimum berkisar antara 20 oC sampai 25 oC.

50

100.4

45

Dokumen yang terkait

Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Studi Kasus Di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi

2 48 112

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi Kasus : Desa Bakaran Batu Dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang)

1 53 152

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi kasus : Desa Bakaran Batu dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang).

14 80 152

Analisis Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Jenis Saluran Irigasi (Studi Kasus: Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun)

8 82 59

Analisis Perkembangan Koperasi Di Kabupaten Dairi ,Studi Kasus Koperasi Unit Desa dan Koperasi Pertanian Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara

4 27 144

Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Sentra Produksi Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Purwabinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat)

8 73 198

Pendugaan Evapotranspirasi Skala Regional Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh

0 3 129

Perbandingan Pendugaan Evapotranspirasi Menggunakan Metode Aerodinamik, Penman-Monteith dan Panci Kelas A (Studi Kasus: Wilayah Pertanian Situgede, Darmaga, Bogor

5 40 39

Nematoda Parasit Padi Sawah Di Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu

0 2 34

Dinamika evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit: membandingkan metode aerodinamik, bowen-ratio dan penman-monteith

1 17 54