Prediksi Kemunculan Titik Panas Di Provinsi Riau Menggunakan Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (Sarima).

PREDIKSI KEMUNCULAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU
MENGGUNAKAN SEASONAL AUTOREGRESSIVE
INTEGRATED MOVING AVERAGE (SARIMA)

NALAR ISTIQOMAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Kemunculan
Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Seasonal Autoregressive Integrated
Moving Average (SARIMA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Nalar Istiqomah
NIM G64110033

ABSTRAK
NALAR ISTIQOMAH. Prediksi Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau
Menggunakan Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA).
Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG.
Hutan Indonesia merupakan salah satu dari paru-paru dunia yang peranannya
sangat penting bagi makhluk hidup. Sayangnya luas hutan di Indonesia semakin
berkurang. Salah satu penyebabnya adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat
diprediksi melalui kemunculan titik panas yang dipengaruhi oleh cuaca sehingga
bersifat musiman. Oleh karena itu, perlu metode yang dapat menangani unsur
musiman dalam memprediksi titik panas. Penelitian ini bertujuan membuat model
prediksi kemunculan titik panas menggunakan seasonal autoregressive integrated
moving average (SARIMA). SARIMA merupakan metode prediksi yang dapat
digunakan untuk pemodelan data deret waktu musiman. Pemodelan dilakukan pada
data kemunculan titik panas perbulan pada periode 2001 sampai 2012 di wilayah

Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model prediksi terbaik adalah
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 dengan nilai mean absolute percentage error (MAPE)
terbaik sebesar 0.579 untuk meramal satu bulan ke depan.
Kata kunci: model prediksi, SARIMA, titik panas

ABSTRACT
NALAR ISTIQOMAH. Prediction for Hotspot Occurrences in Riau Province using
Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA). Supervised by
IMAS SUKAESIH SITANGGANG.
Indonesia’s forests have important roles in the world. Unfortunately, the
forest area in Indonesia is on the wane because of forest fires. Forest fires can be
predicted by the appearance of hotspots that are influenced by seasonal weather.
Therefore, a method that can handle seasonal elements is necessary in predicting
hotspots. This research aims to create predictive models for occurrences of hotspots
using seasonal autoregressive integrated moving average (SARIMA). The
SARIMA is a prediction method that can be used for modelling seasonal time-series
data. This research uses monthly data of hotspot occurrences from 2001 to 2012
data in Riau Province. The experimental results show that the
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 model is the best model to predict the number of monthly
hotspot occurrences with mean absolute percentage error (MAPE) of 0.579 for

predicting one month ahead.
Keywords: hotspots, prediction models, SARIMA

PREDIKSI KEMUNCULAN TITIK PANAS DI PROVINSI RIAU
MENGGUNAKAN SEASONAL AUTOREGRESSIVE
INTEGRATED MOVING AVERAGE (SARIMA)

NALAR ISTIQOMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji :
1 Aziz Kustiyo, SSi MKom
2 Hari Agung Adrianto, SKom MSi

Judul Skripsi : Prediksi Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan
Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA)
Nama
: Nalar Istiqomah
NIM
: G64110033

Disetujui oleh

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana wa ta'ala. Shalawat
serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita yang selau berusaha menggapai ridha Allah.
Alhamdulillah atas bimbingan dan petunjuk dari Allah Subhana wa ta'ala
serta bimbingan dari semua pihak, penyusunan tugas akhir yang berjudul “Prediksi
Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Seasonal Autoregressive
Integrated Moving Average (SARIMA)” dapat diselesaikan. Tugas akhir ini tidak
mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada:
 Ayah (almarhum), Ibu dan keluarga yang selalu mendoakan, memberi nasihat,
kasih sayang, semangat, dan dukungan sehingga penelitian ini bisa diselelsaikan.
 Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom selaku pembimbing yang telah
memberi saran, masukan dan ide-ide dalam penelitian ini.
 Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom dan Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi
sebagai penguji.

 Ibu Yenni Angraini, SSi MSi sebagai dosen Analisis Deret Waktu yang telah
memberikan penjelasan mengenai analisis data deret waktu dan SARIMA.
 Teman seperjuangan Nida, Rachma, Pristi, Gita, Uci, Gisha, Nadia, Yenni dan
Fay yang telah memberikan semangat dan masukan.
 Teman-teman Core-i 48 yang telah memberikan pengalaman paling berharga
selama 3 tahun ini.
 Ka Rangga, Bang Isnan dan teman-teman Pasca Sarjana Ilkom 51 yang telah
bersedia membantu, mendoakan dan senantiasa mendukung.
 Departemen Ilmu Komputer IPB, staf dan dosen yang telah banyak membantu
selama masa perkuliahan hingga penelitian.
Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Nalar Istiqomah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average)

2


Bahan

4

Prosedur Analisis Data

4

Plot Data Deret Waktu

4

Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan SARIMA

4

Evaluasi Model

7


Peralatan Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Plot Data Deret Waktu Titik Panas

8

Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan SARIMA

9

Evaluasi Model
SIMPULAN DAN SARAN

18

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

DAFTAR TABEL
1 Cara identifikasi ordo (Wei 2006)
2 Nilai lamda dan transformasinya (Zt adalah data awal)
3 Identifikasi ordo non-musiman (p dan q)
4 Identifikasi ordo musiman (P dan Q)
5 Identifikasi ordo model SARIMA
6 Pendugaan parameter model SARIMA
7 Nilai p-value uji Ljung-Box dan Shapiro Wilk
8 Perbandingan nilai AIC model overfitting ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
9 Hasil peramalan titik panas bulanan tahun 2013
10 Evaluasi model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
11 Perbandingan nilai MAPE pada berbagai periode untuk model
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12

5
10
12
13
13
14
15
15
16
18
18

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan penelitian
2 Tahapan pembuatan model prediksi dengan SARIMA
3 Plot data titik panas per bulan dari tahun 2001 sampai 2012
4 Plot Box-Cox
5 Plot data titik panas bulanan hasil transformasi Box-Cox
6 Plot ACF kemunculan bulanan titik panas di Riau bulanan
7 Plot PACF kemunculan bulanan titik panas di Riau bulanan
8 Plot ACF hasil differencing pada lag musiman
9 Plot PACF hasil differencing pada lag musiman
10 Hasil Peramalan Model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12

4
5
8
9
10
11
11
12
12
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia yang peranannya sangat
penting dalam menunjang kehidupan di bumi. Berdasarkan hasil penafsiran citra
satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2009/2010, luas hutan Indonesia adalah sebesar
98.56 juta hektar atau mencapai 52.4% dari luas wilayah Indonesia (Kemenhut
2011). Selain dari luasan, hutan Indonesia juga memiliki kekayaan hayati yang
sangat beragam, meliputi flora dan fauna. Sayangnya, luasan hutan Indonesia
semakin hari semakin berkurang karena mengalami deforestasi hutan. Berdasarkan
data digital hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2005/2006 dan
2009/2010, laju deforestasi hutan Indonesia mencapai 832126.9 ha. Salah satu
penyebab terjadinya deforestasi hutan yaitu kebakaran hutan.
Menurut Tacconi (2003), kebakaran hutan dapat mengakibatkan pencemaran
kabut asap, emisi karbon, degradasi dan deforestasi hutan yang mengakibatkan
hilangnya hasil hutan dan berbagai jasa lingkungan yang diberikan hutan serta
kerugian di sektor pedesaan. Dapat disimpulkan bahwa, kerugian akibat kebakaran
hutan sangatlah besar dan berdampak luas. Oleh karena itu, diperlukan suatu
metode untuk memprediksi adanya kebakaran hutan, agar dapat dilakukan
pencegahan kebakaran hutan.
Salah satu indikator kebakaran hutan yaitu titik panas. Data titik panas
merupakan data deret waktu yang bersifat musiman. Artinya, data tersebut dicatat
berdasarkan urutan waktu dan mempunyai pola yang berulang setiap periode waktu
tertentu. Dengan memprediksi kemunculan titik panas, terjadinya kebakaran hutan
juga dapat diprediksi. Dari hasil prediksi tersebut, didapat pengetahuan yang
diharapkan dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan.
Salah satu metode forecasting adalah autoregressive integrated moving
average (ARIMA) (Montgomery et al. 2008). Pada teknik ini, digunakan nilai mean
absolute percentage error (MAPE) untuk menunjukkan seberapa baik sebuah
model dijadikan sebagai model prediksi. Model prediksi yang baik memiliki nilai
MAPE yang kecil, atau bahkan mendekati nol. Artinya, model tersebut memiliki
tingkat akurasi prediksi yang tinggi.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Robby (2014) yang memprediksi
kemunculan titik panas di Provinsi Riau dengan menggunakan metode ARIMA.
Dari hasil penelitian tersebut, didapat model prediksi terbaik yaitu ARIMA(2,0,0)
dengan nilai MAPE sebesar 40.974. Nilai MAPE model prediksi tersebut masih
cukup besar, artinya model tersebut tidak cukup baik digunakan untuk memprediksi
kemunculan titik panas. Nilai MAPE yang besar tersebut disebabkan oleh data
aktual yang sangat tinggi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Sehingga
kemungkinan, data titik panas yang digunakan memiliki pola musiman tertentu, dan
ARIMA tidak cocok digunakan pada data musiman. Oleh karena itu, pada
penelitian ini dilakukan prediksi titik panas dengan menggunakan modifikasi dari
metode ARIMA yaitu seasonal ARIMA (SARIMA). SARIMA adalah teknik untuk
mencari pola dari sekelompok data deret waktu seasonal untuk melakukan
peramalan. Metode ini memiliki akurasi yang lebih baik untuk melakukan prediksi
pada data seasonal time series.

2
Dalam penelitian ini SARIMA akan digunakan untuk memodelkan data titik
panas di Provinsi Riau yang diperoleh Fire Information for Resource Management
System (FIRMS) dari satelit moderate resolution imaging spectrometer national
aeronautics and space administration (MODIS NASA) dari tahun 2001 sampai
2013. Model prediksi SARIMA digunakan untuk melakukan prediksi terhadap
kemungkinan munculnya titik panas di masa yang akan datang sehingga dapat
mencegah kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.
Perumusan Masalah
Data deret waktu titik panas dapat dimodelkan untuk melakukan prediksi
terhadap kemungkinan munculnya suatu titik panas pada suatu waktu. Karena data
bersifat musiman maka muncul pertanyaan bagaimana model SARIMA digunakan
dalam membuat prediksi kemunculan titik panas. Kemudian, bagaimana tingkat
akurasi model prediksi yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan SARIMA untuk memodelkan
data deret waktu titik panas dan prediksi terjadinya kebakaran hutan di masa yang
akan datang. Kemudian mengevaluasi model prediksi yang dihasilkan oleh metode
SARIMA.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model yang akurat untuk
memprediksi kemungkinan munculnya titik panas di masa mendatang yang dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan sehingga dapat
memperlambat laju deforestasi hutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1 Data yang digunakan merupakan data titik panas di Provinsi Riau dari tahun
2001 sampai 2013 yang diperoleh dari FIRMS MODIS NASA.
2 Data titik panas yang diamati adalah aspek frekuensi kemunculan titik panas
bulanan.
3 Tahap pra-proses data tidak dilakukan dalam penelitian ini, karena telah
dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Robby (2014).

METODE
Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA)
Data deret waktu adalah urutan hasil pengamatan dalam satuan waktu
tertentu, dapat berupa jam, hari, minggu, dan seterusnya (Wei 2006). Data deret
waktu dapat digunakan untuk memprediksi kejadian di masa yang akan datang.
Menurut Montgomery et al. (2008), terdapat dua metode prediksi data deret waktu
yaitu smoothing dan modeling. Teknik smoothing berdasarkan tipe datanya dibagi
menjadi tiga yaitu, single moving average dan single exponential smoothing (untuk

3
data yang konstan), double moving average dan double exponential smoothing
(untuk tipe data yang mengandung trend), serta winters atau 3 tahap exponential
smoothing (untuk tipe data musiman). Sedangkan metode modeling dapat dilakukan
dengan menggunakan metode ARCH/GARCH dan ARIMA.
ARIMA pertama kali dipopulerkan oleh George Box dan Gwilyn Jenkinson
pada tahun 1970 (Makridakis et al. 1998). ARIMA merupakan gabungan dari
model autoregressive (AR) dan moving average (MA) yang mengakomodasi
adanya differencing untuk membuat data yang tidak stasioner menjadi stasioner.
ARIMA cocok untuk data time series dengan berbagai pola perubahan data, selain
itu metode ini tidak mengharuskan pengguna untuk memilih parameter apriori
(Abdullah 2012). Namun, metode ARIMA tidak cocok digunakan pada data deret
waktu yang mengandung musiman. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi pada
metode ARIMA untuk data musiman, yang disebut SARIMA. Model SARIMA
merupakan gabungan antara model autoregressive dan model moving average baik
yang bersifat musiman maupun non-musiman. Secara umum, notasi model
SARIMA adalah sebagai berikut (Makridakis et al. 1998):
ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)s

(1)

dengan (p,d,q) merupakan bagian non-musiman dari model. p merupakan ordo nonseasonal autoregressive, d merupakan banyaknya proses differencing yang
dilakukan pada bagian non-musiman hingga data stasioner dalam rataan, dan q
merupakan ordo non-seasonal moving average. Kemudian, (P,D,Q)s adalah bagian
musiman dari model. P merupakan merupakan ordo seasonal autoregressive (SAR),
D merupakan banyaknya proses differencing yang dilakukan pada bagian musiman
hingga data stasioner dalam rataan, dan Q merupakan ordo seasonal moving
average (SMA). Model umum dari model SARIMA adalah sebagai berikut
(Montgomery et al. 2008)
Φ1 B λ1 (BS ) 1 - B

d

D

(1 - BS ) xt = µ + Γ1 (BS ) Θ(B) at

(2)

dengan Φ1 B adalah AR non-musiman, λ1 (BS ) adalah AR musiman, 1-B

d

S D

adalah differencing non-musiman, (1-B ) adalah differencing musiman, Γ1 (BS )
adalah MA musiman, Θ(B) adalah MA non-musiman, xt adalah data time series,
dan at adalah sisaan atau error hasil ramalan. Sebagai contoh, untuk model tentatif
ARIMA (1,0,1)(1,0,1)6, berdasarkan Persamaan 2 model SARIMA-nya adalah:
0

Φ1 B λ1 (B6 ) 1 - B 0 (1 - B6 ) xt = μ + Γ1 (B6 ) Θ B at
1 - Φ1 B (1 - λ1 B6 ) xt = μ + 1 - ΘB (1 - Γ1 B6 ) at
xt = μ + Φ1 xt-1 + λ1 xt-6 + Φ1 λ1 xt-7 + at - θ1 at-1 Γ1 at-6 - θ1 Γ1 at-7
(3)
Setelah parameter Φ , λ , Γ dan Θ diduga dari data yang digunakan, maka model
SARIMA dapat digunakan untuk melakukan prediksi. Pembuatan model dengan
menggunakan SARIMA dilakukan dengan tiga langkah utama yaitu identifikasi,
estimasi dan pengujian, serta aplikasi (Makridakis et al. 1998).

4
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data titik panas di Provinsi
Riau dari tahun 2001 sampai 2013 yang diperoleh dari FIRMS MODIS NASA.
Data tahun 2001 sampai 2012 digunakan untuk membangun model prediksi,
sedangkan data tahun 2013 untuk mengevaluasi model. Aspek yang diamati pada
data titik panas adalah aspek frekuensi kemunculan titik panas bulanan. Pra-proses
telah dilakukan oleh Robby (2014).
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan tahapan yang digambarkan
dalam Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan penelitian
Plot Data Deret Waktu
Plot data yang telah melewati tahap pra-proses dapat digunakan untuk
melihat hubungan antara kejadian dengan waktu. Selain itu, dari plot data juga dapat
dilihat kestasioneran data dan ada atau tidaknya unsur musiman pada data.
Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan SARIMA
Pembuatan model prediksi titik panas dilakukan dengan menggunakan
metode Box-Jenkins yang terdiri dari 3 langkah utama (Makridakis et al. 1998).
Tiga langkah utama tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2.
a Persiapan data
Tahap ini diawali dengan melihat kestasioneran data baik dalam ragam maupun
rataan. Data yang tidak stasioner dalam ragam diatasi dengan melakukan
transformasi data. Untuk data yang tidak stasioner dalam rataan dapat diatasi
dengan melakukan differencing (Makridakis et al. 1998).

5

Gambar 2 Tahapan pembuatan model prediksi dengan SARIMA
(Makridakis et al. 1998)
b Pemilihan model
Setelah data stasioner, beberapa model tentatif ditentukan. Model tentatif
didapat dengan menentukan nilai p, q, d, P, Q, dan D. Penentuan nilai-nilai
tersebut dilakukan dengan mengamati grafik fungsi autocorrelation function
(ACF) dan partial autocorrelation function (PACF) (Montgomery et al. 2008).
Nilai p dan P (ordo proses AR) dapat ditentukan dengan melihat nilai pada grafik
fungsi PACF. Nilai q dan Q (ordo proses MA) dapat ditentukan dengan melihat
nilai pada grafik fungsi ACF. Nilai d dan D merupakan banyaknya proses
differencing yang dilakukan hingga data stasioner dalam rataan. Cara untuk
identifikasi ordo tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 (Wei 2006).

Proses
AR(p)
MA(q)
ARMA(p,q)

Tabel 1 Cara identifikasi ordo (Wei 2006)
ACF
PACF
Tails off
Cuts off setelah lag p
Cuts off setelah lag q
Tails off
Tails off setelah lag (q-p) Tails off setelah lag (p-q)

Tails off artinya, penurunan lag pada plot ACF dan PACF terjadi secara perlahan,
sedangkan pada cuts off penurunan lag terjadi secara serta merta. Ilustrasi
perbandingan tails off dan cuts off dapat dilihat pada Gambar 3 yang diadopsi
dari Wei 2006.

6

Gambar 3 Contoh tails off dan cuts off
Persamaan untuk menghitung ACF pada lag ke-k adalah (Montgomery et al.
2008):
ρk =

Cov(yt , yt+k )
Var(yt )

k=0,1,2,…, k

(4)

dengan ρk merupakan nilai ACF pada lag ke-k, dan yt merupakan data pada
waktu ke-t. Sedangkan persamaan untuk menghitung PACF pada lag ke-k adalah
sebagai berikut (Montgomery et al. 2008):
ρ(j)= ∑ki=1 Øik ρ(j-i)

j=1,2,3,…,k

(5)

dengan ρ(j) merupakan nilai ACF pada lag ke-j, dan Øik merupakan nilai PACF
pada lag ke-k.
c Pendugaan parameter dilakukan pada setiap model tentatif. Tahap ini bertujuan
untuk menentukan kelayakan parameter yang digunakan pada model. Parameter
suatu model dikatakan layak jika nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2);df =
n-np), dengan taraf nyata (α) bernilai 0.05 (5%). t-hitung dapat diperoleh melalui
Persamaan 6 (Nisa’ 2010).
|β|

t-hitung = SE(β)

(6)

dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan SE(β) adalah standar error dari
setiap parameter dugaan.
Hipotesis uji yang digunakan adalah
H0: �� =
� �� = (parameter tidak signifikan)
H1: �� ≠
� �� ≠ (parameter signifikan)
Dengan α=5%, jika t-hitung > t-tabel (1.97705) maka H0 ditolak, artinya
parameter signifikan.

7
d Diagnosa model dilakukan untuk melihat model yang relevan dengan data yaitu
yang memenuhi asumsi kenormalan dan kebebasan sisaan. Untuk mengecek
kebebasan sisaan model, dilakukan dengan uji Ljung-Box. Sedangkan untuk
memeriksa kenormalan sisaan, dilakukan uji Shapiro-wilk. Jika p-value pada uji
Ljung-Box dan Shapiro-wilk yang dihasilkan lebih besar dari α, maka memenuhi
kebebasan dan kenormalan sisaan.
e Overfitting. Pada tahap ini, dibuat model baru yang dihasilkan dengan
menambahkan satu ordo pada setiap parameter yang terdapat pada model
tentatif . Model baru ini digunakan sebagai pembanding dengan model tentatif .
Salah satu kriteria pemilihan model berdasarkan sisaannya yaitu kriteria Akaike
information criterion (AIC) (Wei 2006). Persamaan untuk menghitung nilai
AIC (Wei 2006)
AIC = -2 ln maximum likelihood + 2M

(7)

dengan M merupakan jumlah parameter pada model yaitu M=p+q+P+Q, p dan
P adalah ordo AR serta q dan Q adalah ordo MA.
Nilai maximum likelihood dihitung oleh komputer. Namun karena tidak
semua program komputer menghasilkan nilai AIC atau maximum likelihood,
nilai AIC dari sebuah model tidak selalu dapat diketahui. Oleh karena itu, nilai
AIC bisa didapatkan melalui pendekatan pada persamaan 8 (Makridakis et al.
1998)
-2 ln (maximum likelihood) ≈ n(1 + ln 2π ) + n ln σ2
(8)
dengan � adalah ragam dari sisaan dan n adalah banyaknya data time series.
Sehingga AIC dapat didekati dengan persamaan 9 (Makridakis et al. 1998)
AIC ≈ n (1 + ln 2π ) + n ln σ2 + 2M

(9)

f Melakukan peramalan dengan menggunakan model-model yang layak untuk
beberapa waktu ke depan (forecasting). Forecasting dapat dilakukan dengan
software atau dengan menggunakan metode minimum mean square error
(MMSE) forecasting. MMSE adalah metode yang meminimumkan kuadrat error
(MSE) dari peramalan Zt pada l periode ke depan (Wei 2006).
Evaluasi Model
Tingkat akurasi dari model prediksi dapat diukur dengan menghitung nilai
MAPE. Semakin kecil nilai MAPE menunjukan bahwa data hasil peramalan
semakin mendekati nilai aktual. MAPE dapat dihitung dengan rumus pada
Persamaan 10 (Montgomery et al. 2008):
MAPE =

1
n

∑nt=1|ret |

(10)

dengan ret adalah relative forecast error yang dapat dihitung sebagai berikut

ret =

xt - ft
xt

e

× 100 = ( t )
yt

(11)

8
dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n adalah jumlah data yang akan
diprediksi dan ft adalah data hasil prediksi pada waktu ke-t.
Peralatan Penelitian
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
• Sistem operasi
: Windows 8.1
• Bahasa pemrograman
:R
• Antarmuka bahasa pemrograman : R Studio
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer
personal dengan spesifikasi:
• Prosesor : Intel Core i5-4200U
• Memory : 4 GB
• VGA
: NVDIA GeForce GT720M

HASIL DAN PEMBAHASAN
Plot Data Deret Waktu Titik Panas
Grafik hasil plot data titik panas per bulan di Provinsi Riau tahun 2001 sampai
2012 dapat dilihat pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada data
terdapat fluktuasi jumlah kemunculan titik panas. Hal ini disebabkan oleh musim
yang mempengaruhi kemunculan titik panas. Contohnya, pada musim kemarau,
suhu tinggi dan kelembaban udara rendah, sehingga peluang kemunculan titik panas
lebih tinggi. Pada grafik dapat dilihat bahwa rata-rata kemunculan titik panas di
awal tahun (musim kemarau) lebih tinggi daripada di akhir tahun. Selain itu,
terdapat juga pola 5-7 tahunan akibat pengaruh iklim seperti fenomena el-Nino.
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa tahun 2005 kemunculan titik panas lebih tinggi.

Gambar 4 Plot data titik panas per bulan dari tahun 2001
sampai 2012

9
Pembuatan Model Titik Panas Menggunakan SARIMA
a Persiapan data
Pada tahap ini, dilakukan pengecekan kestasioneran data. Untuk mengecek
stasioneritas data dalam rataan, dapat diperoleh dengan menggunakan uji
augmented Dickey-Fuller. Sedangkan untuk mengecek kestasioneran dalam
ragam, dilakukan dengan melakukan uji Bartlett-Levene. Berikut adalah
perintah dalam R untuk melakukan uji stasioneritas.

Hasil dari uji Augmented Dickey-Fuller adalah sebagai berikut

Nilai p-value hasil uji adalah sebesar 0.01. Nilai tersebut lebih kecil dari α
(0.05), sehingga data titik panas bulanan stasioner dalam rataan.
Hasil uji Bartlett-Levene adalah sebagai berikut

Nilai p-value hasil uji adalah lebih kecil dari 2.2 × 10-16. Nilai tersebut lebih
kecil dari α (0.05), sehingga data titik panas bulanan tidak stasioner dalam ragam.
Oleh karena itu, perlu dilakukan transformasi Box-Cox. Gambar 5 merupakan
gambar plot Box-Cox. Dapat dilihat bahwa selang kepercayaan 95% berada pada
selang -0.05 sampai 0.15.

Gambar 5 Plot Box-Cox

10
Dalam menentukan nilai lamda, digunakan pedoman umum seperti yang
dijelaskan oleh Wei (2006) pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai lamda dan transformasinya (Zt adalah
data awal)
Nilai λ (lamda)
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0

Transformasi yang dilakukan
1/Zt
1/√ �
ln Zt
√Zt
Zt (tidak ditransformasi)

Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa nilai lamda 0.0 berada pada selang
kepercayaan. Oleh karena itu, nilai lamda 0.0 akan digunakan pada transformasi
data dengan persamaan transformasi seperti pada Tabel 2.
Setelah dilakukan transformasi, data kemudian diplot kembali. Gambar 6
adalah plot data titik panas bulanan yang telah melalui proses transformasi Box
Cox.

Gambar 6 Plot data titik panas bulanan hasil
transformasi Box-Cox

b Pemilihan model
Setelah data stasioner, maka dapat dibuat plot ACF dan plot PACF yang
digunakan untuk menentukan nilai p, q, P, dan Q pada model. Plot ACF dapat
dilihat pada Gambar 7, sedangkan plot PACF dapat dilihat pada Gambar 8.
Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan plot ACF dan PACF:

11

Gambar 7 Plot ACF kemunculan bulanan
titik panas di Riau bulanan

Gambar 8 Plot PACF kemunculan bulanan
titik panas di Riau bulanan
Cara mengidentifikasi ordo p, q, P dan Q dapat dilihat pada Tabel 1.
Identifikasi ordo secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut.
 Pengecekan kestasioneran lag musiman
Dari Gambar 7, dapat dilihat bahwa plot ACF memiliki pola lag nyata
yang berulang pada lag kelipatan 12, maka nilai s=12. Kemudian lag
musimannya diuji kestasionerannya dalam rataan dengan melakukan uji
Augmented Dickey-Fuller. Berikut adalah hasil uji pada lag kelipatan 12.

Dari hasil uji, didapat nilai p-value sebesar 0.2113 yang lebih besar dari α.
Maka lag musiman tidak stasioner dalam rataan, dan perlu dilakukan
differencing. Gambar 9 merupakan plot ACF dan Gambar 10 adalah plot
PACF hasil differencing pada lag musiman.

12

Gambar 9 Plot ACF hasil differencing pada
lag musiman

Gambar 10 Plot PACF hasil differencing
pada lag musiman
Setelah data stasioner, dilakukan identifikasi ordo non-musiman dan ordo
musiman.
 Identifikasi ordo non-musiman
Dilakukan dengan melihat lag awal (lag ke-1,2,3 dan seterusnya). Data
non-musiman tidak mengalami differencing, maka nilai d adalah nol.
Identifikasi ordo non-musiman dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3 Identifikasi ordo non-musiman (p dan q)
Identifikasi plot
Ordo non-musiman
Dari plot ACF pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa MA(1)
terjadi cuts off setelah lag ke-1. Kemudian, plot
PACF dianggap tails off.
Dari plot PACF pada Gambar 10, dapat dilihat AR(1)
bahwa terjadi cuts off setelah lag ke-1. Kemudian,
plot ACF dianggap tails off.
Gabungan dari hasil identifikasi ACF dan PACF.
ARMA(1,1)

13
 Identifikasi ordo musiman
Lag musiman telah mengalami differencing satu kali, maka nilai D adalah
1. Identifikasi ordo musiman dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4 Identifikasi ordo musiman (P dan Q)
Identifikasi plot
Ordo musiman
Dari plot ACF pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa IMA(2)
terjadi cuts off setelah lag ke-24. Kemudian, plot
PACF dianggap tails off.
Dari plot PACF pada Gambar 10, dapat dilihat ARI(2)
bahwa terjadi cuts off setelah lag ke-24. Kemudian,
plot ACF dianggap tails off.
Gabungan dari hasil identifikasi ACF dan PACF.
ARIMA(2,2)
Model tentatif SARIMA adalah kombinasi dari kesemua ordo teridentifikasi
pada Tabel 3 dan 4 yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Identifikasi ordo model SARIMA
Ordo non-musiman
Ordo musiman
Model SARIMA
IMA(2)
ARIMA(0,0,1)(0,1,2)12
MA(1)
ARI(2)
ARIMA(0,0,1)(2,1,0)12
ARIMA(2,1,2)
ARIMA(0,0,1)(2,1,2)12
IMA(2)
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
AR(1)
ARI(2)
ARIMA(1,0,0)(2,1,0)12
ARIMA(2,1,2)
ARIMA(1,0,0)(2,1,2)12
IMA(2)
ARIMA(1,0,1)(0,1,2)12
ARMA(1,1)
ARI(2)
ARIMA(1,0,1)(2,1,0)12
ARIMA(2,1,2)
ARIMA(1,0,1)(2,1,2)12
c Pendugaan parameter
Hasil pendugaan parameter dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai t-hitung
dihitung dengan menggunakan Persamaan 6.
Dari hasil pendugaan parameter, diketahui model ARIMA(0,0,1)(0,1,2)12,
ARIMA(0,0,1)(2,1,0)12, ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12, ARIMA(1,0,0)(2,1,0)12, dan
ARIMA(1,0,1)(0,1,2)12 mempunyai |t-hitung| lebih besar daripada t-tabel
(1.97705) untuk semua parameternya, sehingga model tersebut dikatakan layak.
d Diagnosa model
Diagnosa model bertujuan memeriksa asumsi kebebasan dan kenormalan
sisaan pada data dengan menggunakan uji Ljung-Box dan Shapiro-Wilk. Model
yang memiliki sisaan saling bebas dan normal, memiliki p-value hasil uji lebih
besar dari α. Berikut adalah perintah dalam R yang digunakan untuk melakukan
uji Ljung-Box dan Shapiro-Walk.

14

Hasil uji Ljung-Box dan Shapiro Wilk model dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Pendugaan parameter model SARIMA
Model
ARIMA(0,0,1)(0,1,2)12
ARIMA(0,0,1)(2,1,0)12
ARIMA(0,0,1)(2,1,2)12

ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
ARIMA(1,0,0)(2,1,0)12
ARIMA(1,0,0)(2,1,2)12

ARIMA(1,0,1)(0,1,2)12

ARIMA(1,0,1)(2,1,0)12

ARIMA(1,0,1)(2,1,2)12

Tipe
MA(1)
SMA(1)
SMA(2)
MA(1)
SAR(1)
SAR(2)
MA(1)
SAR(1)
SAR(2)
SMA(1)
SMA(2)
AR(1)
SMA(1)
SMA(2)
AR(1)
SAR(1)
SAR(2)
AR(1)
SAR(1)
SAR(2)
SMA(1)
SMA(2)
AR(1)
MA(1)
SMA(1)
SMA(2)
AR(1)
MA(1)
SAR(1)
SAR(2)
AR(1)
MA(1)
SAR(1)
SAR(2)
SMA(1)
SMA(2)

Nilai parameter
0.3846
-0.5611
-0.2508
0.3688
-0.3862
-0.3147
0.3825
-0.2296
0.0710
-0.3331
-0.4541
0.3834
-0.5737
-0.2657
0.3573
-0.3856
-0.3459
0.3827
-0.1265
-0.0235
-0.4409
-0.3260
0.9790
-0.8347
-0.6290
-0.2535
0.1818
0.1970
-0.3857
-0.3256
0.2621
0.1369
-0.1508
0.0134
-0.4158
-0.3652

SE
0.0808
0.1268
0.1164
0.0834
0.0910
0.0932
0.0818
0.7357
0.3046
0.7280
0.6794
0.0826
0.1334
0.1186
0.0831
0.0890
0.0895
0.0835
0.6034
0.2552
0.6024
0.5633
0.0577
0.0975
0.1543
0.1322
0.3115
0.3196
0.0902
0.0959
0.2951
0.3092
0.6767
0.2904
0.6733
0.6330

|t-hitung|
4.7599
4.4251
2.1546
4.4221
4.2440
3.3766
4.6760
0.3121
0.2331
0.4576
0.6684
4.6416
4.3006
2.2403
4.2996
4.3326
3.8648
4.5832
0.2096
0.0921
0.7319
0.5787
16.9671
8.5610
4.0765
1.9175
0.5836
0.6164
4.2761
3.3952
0.8882
0.4428
0.2228
0.0461
0.6176
0.5769

15
Tabel 7 Nilai p-value uji Ljung-Box dan Shapiro Wilk
Model
ARIMA(0,0,1)(0,1,2)12
ARIMA(0,0,1)(2,1,0)12
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
ARIMA(1,0,0)(2,1,0)12
ARIMA(1,0,1)(0,1,2)12

LjungBox
0.9763
0.9764
0.6067
0.6561
0.0035

Shapiro
Wilk
0.5026
0.2258
0.4945
0.2282
0.3092

AIC
411.70
417.80
411.26
417.83
415.02

Dari hasil uji diketahui model ARIMA(1,0,1)(0,1,2)12, sisaannya belum
bebas, karena p-value uji Ljung-Box lebih kecil dari taraf nyata (α). Sedangkan
keempat model lainnya memenuhi asumsi kebebasan dan kenormalan sisaan.
Kemudian, dari keempat model tersebut model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 yang
mempunyai nilai AIC paling kecil. Maka model tersebut yang digunakan pada
tahap selanjutnya.
e Overfitting
Model overfitting beserta perbandingan nilai AIC dapat dilihat dari Tabel 8.
Perlu diperhatikan bahwa model ARIMA(1,0,1)(0,1,2)12 tidak memenuhi asumsi
sisaan, maka tidak perlu dihitung nilai AICnya.
Dari Tabel 8, didapat model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 yang mempunyai nilai
AIC paling kecil. Maka model ini yang akan digunakan pada tahap selanjutnya.
Tabel 8 Perbandingan nilai AIC model
overfitting ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
Model
AIC
12
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)
411.26
ARIMA(2,0,0)(0,1,2)12
413.08
12
ARIMA(1,0,0)(1,1,2)
413.08
ARIMA(1,0,0)(0,1,3)12
413.07
f Forecasting atau peramalan
Peramalan dilakukan untuk 8 bulan, yaitu bulan Januari sampai Agustus
2013. Karena data telah mengalami transformasi Box-Cox, maka hasil peramalan
harus ditransformasi balik terlebih dahulu.
Plot hasil model prediksi ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 yang masih dalam bentuk
data transformasi dapat dilihat pada Gambar 11. Sedangkan data hasil peramalan
dari model dapat dilihat pada Tabel 9.

16

Gambar 11 Hasil peramalan model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
Pada plot hasil prediksi terdapat tiga garis, garis biru menunjukkan batas
atas dan batas bawah dari hasil prediksi sedangkan garis merah menunjukkan
data hasil prediks. Model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 mempunyai batas atas tertinggi
dengan nilai 9.465 dan batas atas terendah dengan nilai 5.501, untuk hasil
prediksi tertinggi dengan nilai 7.155 dan hasil prediksi terendah 3.192,
sedangkan untuk batas bawah tertinggi dengan nilai 4.844 dan nilai batas bawah
terendah 0.882. Berikut adalah perintah dalam R untuk melakukan plot model
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12

Tabel 9 Hasil peramalan titik panas bulanan tahun 2013
ARIMA(1,0,0)
(0,1,2)12

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

187.91

440.56

253.88

139.67

338.82

919.61

Jul
712.53

Agus
1,279.92

Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
mempunyai nilai prediksi tertinggi pada bulan Agustus sebesar 1,279.92 dan
terendah pada bulan April sebesar 139.67.
Untuk prediksi menggunakan MMSE, perlu diketahui persamaan model
prediksinya terebih dahulu. Persamaan ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 adalah sebagai
berikut
xt = µ+ at + Φ1 (xt-1 - xt-13 ) + xt-12 - Γ1 at-12 - Γ2 at-13
Untuk t = n + l , dengan l adalah panjang periode yang akan diprediksi
maka
xn+l = µ + an+l + Φ1 (xn+l-1 - xn+l-13 ) + xn+l-12 - Γ1 an+l-12 - Γ2 an+l-13
Karena nilai E(an+1)=0, maka untuk l ≥ 1 didapat persamaan sebagai berikut
x̂n (l) = µ + Φ1 (x̂n (l -1) - x̂n (l -13)) + x̂n (l -12) - Γ1 â n (l -12) - Γ2 â n (l - 13)

17
Atau dapat ditulis bersama parameter ordonya seperti pada Persamaan 12.
x̂n l = 0.0518 + 0.3834 (x̂n l - 1 - x̂n l - 13 ) + x̂n l - 12 + 0.5737
â n l - 12 + 0.2657 â n (l - 13)
(12)
dengan l adalah panjang prediksi yang dilakukan x̂ n adalah jumlah kemunculan
titik panas bulanan dan â n adalah error prediksi.
Tabel 10 Contoh data hasil prediksi beserta error
t
xt
at
20
3.59868
1.21351
21
6.05486
1.33038
22
6.37395
0.74244
23
4.66549
-0.57114
24
4.94021
-0.03494
25
4.61890
0.43735
26
6.22530
0.62905
27
5.62510
1.52874
28
5.44366
-0.59163
29
5.08793
0.26393
30
2.69781
1.19401
31
3.26320
-0.26747
32
4.76250
-1.17898
33
6.29523
-1.49944

Untuk menggunakan Persamaan 12, dibutuhkan data hasil prediksi 13 bulan
sebelumnya. Misal, didapat data hasil prediksi beserta error-nya dari bulan ke
20 sampai bulan ke 33 seperti pada Tabel 10. Kemudian ingin diprediksi bulan
ke 34 (1 bulan ke depan, l=1).
Maka untuk memprediksi satu bulan ke depan adalah
x̂33 1 = 0.0518 + 0.3834 (x̂33 1 - 1 - x̂33 1 - 13 ) + x̂33 1 - 12 + 0.5737
â 33 1 - 12 + 0.2657 â 33 (1 - 13)
x̂33 1 = 0.0518 + 0.3834 (x̂33 0 - x̂33 -12 ) + x̂33 -11 + 0.5737
â 33 -11 + 0.2657 â 33 (-12)
x̂33 1 = 0.0518 + 0.3834 6.295 - 6.055 + 6.374 + 0.5737
0.742 + 0.2657 (1.330)
x̂33 1 = 0.0518 + 0.092 + 6.374 + 0.426 + 0.353
x̂33 1 = 7.297

Jadi, berdasarkan Persamaan 12, prediksi kemunculan titik panas pada bulan
ke 34 adalah 7.297. Tapi, karena pada tahap awal dilakukan transformasi data
dengan menggunakan ln(Zt), maka nilai tersebut harus ditransformasi balik
terlebih dahulu. Jadi, nilai kemunculan titik panas pada bulan ke-34 adalah
eksponen(7.297) = 1475.866. Kemudian, misal dari data titik panas bulan ke-20
sampai bulan ke-33 tersebut ingin dilakukan prediksi bulan ke-35 (2 bulan ke
depan, l=2). Maka persamaan MMSE yang digunakan sebagai berikut

18
x̂33 2 = 0.0518 + 0.3834 (x̂33 2 - 1 - x̂33 2 - 13 ) + x̂33 2 - 12 + 0.5737
â 33 2 - 12 + 0.2657 â 33 (2 - 13)
x̂33 2 = 0.0518 + 0.3834 (x̂33 1 - x̂33 -11 ) + x̂33 -10 + 0.5737
â 33 -10 + 0.2657 â 33 (-11)
x̂33 2 = 0.0518 + 0.3834 5.739 - 6.374 + 4.665 + 0.5737
-0.571 + 0.2657 (0.742)
x̂33 2 = 0.0518 - 0.243 + 4.665 - 0.328 + 0.197
x̂33 2 = 4.343

Jadi, berdasarkan Persamaan 12, prediksi kemunculan titik panas pada bulan
ke 35 adalah 4.343. Jadi, nilai kemunculan titik panas pada bulan ke-35 adalah
eksponen(4.343) = 76.938.

Evaluasi Model
Tahap evaluasi model akan membandingkan hasil peramalan dengan data
aktual. Kemudian, dihitung error dari hasil peramalan menggunakan MAPE yang
dihitung dengan menggunakan Persamaan 10. Tabel 11 menunjukkan hasil evaluasi
model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12.
Tabel 11 Evaluasi model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
Ramalan
Data
Aktual
� �

Jan
187.91

Feb
440.56

Mar
253.88

Apr
139.67

Mei
338.82

Jun
919.61

Jul
712.53

Agus
1279.92

189.00

232.00

392.00

401.00

328.00

8257.00

1740.00

2963.00

0.58

89.90

35.23

65.17

3.30

88.86

59.05

56.80

Semakin panjang periode yang diprediksi, maka nilai MAPE semakin besar.
Hal ini dikarenakan data yang dimodelkan tidak cukup untuk melakukan prediksi
jangka panjang. Tabel 12 adalah perbandingan nilai MAPE yang didapat pada
panjang periode yang berbeda untuk model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12.
Tabel 12 Perbandingan nilai MAPE pada berbagai
periode untuk model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12
Panjang periode prediksi
Nilai MAPE
8 bulan
49.862
7 bulan
48.870
6 bulan
47.174
5 bulan
38.836
4 bulan
47.720
3 bulan
41.904
2 bulan
45.239
1 bulan
0.579
Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa nilai MAPE yang paling kecil pada saat
periode yang diprediksi adalah 1 bulan. Jadi, model prediksi
ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 paling baik digunakan untuk memprediksi kemunculan
titik panas jangka pendek saja yaitu 1 bulan ke depan.

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 dapat digunakan untuk pemodelan data
bulanan titik panas karena telah memenuhi tahap pendugaan parameter, uji
kebebasan dan kenormalan sisaan, AIC dan mempunyai nilai MAPE yang paling
kecil dari model-model yang diperoleh. Model ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12 paling baik
digunakan untuk memprediksi kemunculan titik panas 1 bulan ke depan, dengan
nilai MAPE 0.579. Untuk melakukan prediksi kemunculan titik panas di masa yang
akan datang dengan menggunakan ARIMA(1,0,0)(0,1,2)12, diperlukan data
kemunculan titik panas minimal 13 bulan sebelumnya.
Saran
Penelitian ini masih memiliki kekurangan. Hasil dari penelitian ini hanya bisa
memprediksi jumlah kemunculan titik panas per bulan tanpa mengetahui lokasi
kemunculan titik panas. Oleh karena itu, perlu dilakukan spatial prediction agar
dapat diketahui jumlah kemunculan titik panas beserta lokasinya. Selain itu, perlu
diperhatikan aspek penyebab kebakaran hutan yang lain seperti curah hujan,
kelembaban udara dan sebagainya, agar tingkat akurasi prediksi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah L. 2012. ARIMA model for gold bullion coin selling prices forecasting.
International Journal of Advances in Appllied Sciences (IJAAS). 1(4):153-158.
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2013. Statistik Kehutanan Indonesia 2012.
Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan.
Makridakis S, Wheelwright SC, Hyndman RJ. 1998. Forecasting: Methods and
Applications. 3rd ed. New York (US): J Wiley.
Montgomery DC, Jennings CL, Kulahci M. 2008. Introduction to Time Series
Analysis and Forecasting. New York (US): J Wiley.
Nisa' HDK. 2010. Peramalan debit air Sungai Brantas dengan metode GSTAR dan
ARIMA [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Robby IS. 2014. Prediksi temporal untuk kemunculan titik panas di Provinsi Riau
menggunakan autoregressive integrated moving average (ARIMA) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tacconi L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi
Kebijakan. Bogor (ID): Center for International Forestry Research.
Wei WWS. 2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Method. 2nd
ed. New York (US): Pearson Education.

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1993 di Subang, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Enok
Ratnaningsih dan Iwan Hudaya Sabata (almarhum). Pada tahun 2011, penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Subang dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN Undangan di Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan
Mahasiswa FMIPA IPB periode 2012-2013 dan 2013-2014. Penulis juga aktif
dalam kegiatan yang diadakan di IPB sebagai anggota divisi Logstran dalam Open
House IPB 49, Sekretaris Umum II pada G-Force 49, Sekretaris divisi Medis pada
Gravity 49 serta panitia pada acara IT-Today, Pemira, Semirata dan kegiatan
lainnya. Selain aktif organisasi, penulis juga menjadi asisten praktikum Penerapan
Komputer pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Metode Kuantitatif pada
tahun ajaran 2013/2014 dan asisten praktikum Data Mining pada tahun ajaran
2014/2015. Pada bulan Juli-Agustus 2014, penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang di PLN Kantor Pusat dengan judul Analisis dan Desain Antar Muka web eProcurement PLN. Saat ini penulis sedang mengikuti program Fasttrack di
Departemen Ilmu Komputer IPB.

Dokumen yang terkait

Prediksi Temporal untuk Kemunculan Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

1 13 30

Pola Sekuensial Kemunculan Titik Panas Berdasarkan Data Cuaca di Provinsi Riau

0 6 32

Visualisasi Pohon Keputusan Spasial untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

0 3 51

Peramalan Jumlah Penumpang Bandara I Gusti Ngurah Rai Dengan Menggunakan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

0 3 7

Peramalan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Kabupaten Lombok Tengah pada Tahun 2010-2015 Menggunakan Metode Sarima (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average )

2 3 13

Peramalan Indeks Harga Saham Perusahaan Finansial LQ45 Menggunakan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Vector Autoregressive (VAR)

0 2 6

STUDI PERAMALAN (FORECASTING) KURVA BEBAN HARIAN LISTRIK JANGKA PENDEK MENGGUNAKAN METODE AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE(ARIMA)

0 1 9

PERAMALAN JUMLAH MAHASISWA BARU DENGAN MODEL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)

1 1 14

PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG DARI PELAYARAN DALAM NEGERI DI PELABUHAN KOTA MAKASSAR MENGGUNAKAN METODE SEASONAL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (SARIMA)

0 0 138

PEMBUATAN APLIKASI PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DENGAN METODE TIME SERIES AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA) DEVELOPING APPLICATION FOR FORECASTING INDONESIA COMPOSITE INDEX USING AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)

0 1 147