Pola Sekuensial Kemunculan Titik Panas Berdasarkan Data Cuaca di Provinsi Riau

POLA SEKUENSIAL KEMUNCULAN TITIK PANAS
BERDASARKAN DATA CUACA
DI PROVINSI RIAU

TRIA AGUSTINA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Sekuensial
Kemunculan Titik Panas Berdasarkan Data Cuaca di Provinsi Riau adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Tria Agustina
NIM G64124058

ABSTRAK
TRIA AGUSTINA. Pola Sekuensial Kemunculan Titik Panas Berdasarkan Data
Cuaca di Provinsi Riau. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG.
Faktor cuaca merupakan faktor pendukung terjadinya kebakaran hutan. Titik
panas merupakan salah satu indikator terjadinya kebakaran hutan. Kumpulan data
cuaca dan data titik panas yang diperoleh dapat menghasilkan pola sekuensial
kemunculan titik panas berdasarkan data cuaca. Pola sekuensial dapat digunakan
untuk membantu dalam pengambilan keputusan atau kebijakan yang tepat untuk
mencegah kebakaran hutan. Penelitian ini menerapkan algoritme Closed Sequential
Pattern Mining (Clospan) dan program Sequential Pattern Mining Framework
(SPMF) dalam menghasilkan pola sekuensial. Dataset yang digunakan merupakan
data titik panas berdasarkan curah hujan dan temperatur yang dikelompokkan
berdasarkan tahun kejadian dimulai dari tahun 2001 sampai 2010 dengan minimum
support dari 1% sampai 20%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola sekuensial

yang dihasilkan dari data titik panas dan curah hujan menunjukkan kemunculan
titik panas pertama pada lokasi dengan curah hujan 0.03 inci per 6 jam diikuti
dengan curah hujan 0.20 inci per 6 jam pada waktu yang berbeda. Pola sekuensial
dari data titik panas dan temperatur menunjukkan kemunculan titik panas pertama
pada lokasi dengan temperatur 28.33 °C diikuti temperatur 28.89 °C dan temperatur
29.44 °C pada waktu yang berbeda. Area yang sering ditemukan titik panas adalah
yang memiliki curah hujan 0.03 inci per 6 jam dan temperatur 29.44 °C.
Kata kunci: clospan, data cuaca, data titik panas, kebakaran hutan, SPMF

ABSTRACT
TRIA AGUSTINA. Sequential Patterns for Hotspots Occurence Based Weather
Data in Riau Province. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG.
Weather is one of some contributing factors causing forest fires. A hotspot is
an indicator of forest fires. Weather and hotspots data can generate sequential
pattern occurences of hotspots based on weather data. The sequential pattern can be
used to help in making right decisions or policies to prevent forest fires. This
research applied the Closed Sequential Pattern Mining (Clospan) algorithm that
avaliable in Sequential Pattern Mining Framework program (SPMF) to generate
sequential patterns. The data used are hotspots, precipitation and temperature that
are grouped by year of events starting from the year 2001 to 2010. The sequential

patterns were discovered with minimum supports from 1% to 20%. The results
show that the sequential patterns generated from hotspot and precipitation data
indicate the first hotspot occurence in a location with precipitation 0.03 inch per 6
hours followed by precipitation 0.20 inches per 6 hours at different times.
Sequential patterns of hotspot and temperature data indicate the first hotspot
occurence in a location with temperature 28.33 °C followed by temperature
28.89 °C and temperature 29.44 °C at different times. Areas where most commonly
found hotspot occurrences are those with precipitation 0.03 inch per 6 hours and
temperature 29.44 °C.
Keywords: clospan, forest fires, hotspots data, SPMF, weather data

POLA SEKUENSIAL KEMUNCULAN TITIK PANAS
BERDASARKAN DATA CUACA
DI PROVINSI RIAU

TRIA AGUSTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komputer

pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji 1: Hari Agung Adrianto, SKom MSi
Penguji 2: Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom

Judul Skripsi : Pola Sekuensial Kemunculan Titik Panas Berdasarkan Data Cuaca
di Provinsi Riau
Nama
: Tria Agustina
NIM
: G64124058

Disetujui oleh


Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi, MKom
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah hirabbil alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu Wa Ta'ala atas berkat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul Pola Sekuensial Kemunculan Titik Panas
Berdasarkan Data Cuaca di Provinsi Riau dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Imas Sukaesih
Sitanggang, SSi MKom selaku pembimbing yang telah membantu penulis dalam
menyusun tugas akhir. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi dan Bapak Muhammad Asyhar

Agmalaro, SSi MKom selaku penguji dalam tugas akhir. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Aji Purnomo, Ibunda Lina Marlina, serta
seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan kepada penulis.
Terima kasih kepada seluruh staf dan dosen Departemen Ilmu Komputer IPB atas
segala bimbingan dan kemudahan layanan, seluruh teman-teman Ilmu Komputer
AJ 7 khususnya teman-teman satu bimbingan atas kebersamaan dan semangatnya.
Serta semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, jazakumullah khairan.

Bogor, Desember 2014
Tria Agustina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Data Penelitian

2

Spesifikasi Kebutuhan Perangkat Sistem

3


Sequential Pattern Mining

4

Tahapan Penelitian

4

Praproses Data

4

Data Titik Panas dan Cuaca

5

Penentuan Pola Sekuensial Menggunakan Algoritme Clospan

5


Pola Sekuensial Titik Panas dan Cuaca

6

Analisis Pola Sekuensial

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Praproses Data

6

Seleksi Data

6


Pembersihan Data

7

Pembuatan Data Sekuensial

7

Penentuan Pola Sekuensial Menggunakan Algoritme Clospan

8

Analisis Pola Sekuensial

11

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Atribut data titik panas
2 Atribut data cuaca
3 Kategori laporan pengambilan data curah hujan
4 Contoh data curah hujan dalam bentuk sekuensial
5 Contoh data temperatur dalam bentuk sekuensial
6 Contoh data dengan format masukkan SPMF
7 Jumlah pola sekuensial data titik panas dan curah hujan
8 Jumlah pola sekuensial data titik panas dan temperatur
9 Pola sekuensial data titik panas dan curah hujan tahun 2005
10 Pola sekuensial data titik panas dan temperatur tahun 2005

3
3
7
7
8
8
9
9
9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Lokasi stasiun cuaca
Tahapan penelitian
Tahapan praproses data
Algoritme Clospan

3
4
5
5

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pola sekuensial data titik panas dan curah hujan tahun 2005
2 Pola sekuensial data titik panas dan temperatur tahun 2005

15
16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran hutan memiliki dampak buruk bagi Indonesia maupun negaranegara tetangga. Terjadinya kebakaran hutan secara umum dipengaruhi oleh faktor
manusia dan cuaca. Faktor manusia merupakan hal yang sulit untuk diidentifikasi
kejadiannya karena didasari pada kesadaran manusia untuk melindungi alam sekitar,
sedangkan faktor cuaca dapat diidentifikasi dengan mengetahui keadaan cuaca
tertentu di daerah terjadinya kebakaran hutan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dari sisi faktor cuaca adalah
melakukan pemantauan terhadap data cuaca pada saat ditemukan titik panas di
suatu lokasi. Titik panas (hotspot) adalah suatu indikator kebakaran hutan yang
mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu di sekitarnya (Kemenhut 2009). Pemantauan terhadap data cuaca
dilakukan untuk mengetahui keadaan cuaca tertentu pada suatu lokasi titik panas
muncul. Stasiun cuaca mencatat data cuaca setiap harinya, begitu pula dengan
satelit yang merekam data titik panas yang merupakan indikator kebakaran hutan.
Kumpulan data tersebut dapat dianalisis sehingga menghasilkan informasi yang
dapat membantu dalam pengambilan keputusan atau kebijakan yang tepat untuk
mencegah kebakaran hutan, seperti mengetahui pola kemunculan titik panas di
provinsi tersebut.
Teknik data mining dapat diterapkan untuk menganalisis pola sekuensial
kemunculan titik panas berdasarkan data cuaca di Riau. Data mining merupakan
proses menemukan pola menarik dan pengetahuan dalam jumlah data yang besar
(Han et al. 2011). Metode sequential pattern mining adalah metode data mining
yang digunakan dalam penelitian ini. Sequential pattern mining digunakan untuk
mencari kemunculan item yang diikuti oleh item lain yang terurut berdasarkan
waktu transaksi (Agrawal dan Srikant 1995). Terdapat 2 kelas utama pada metode
sequential pattern mining. Kelas pertama yaitu apriori-based yang terdiri dari
Generalized Sequential Pattern (GSP) dan Sequential Pattern Discovery using
Equivalent Class (SPADE). Kelas kedua yaitu projection-based yang terdiri dari
algoritme Prefixspan dan Closed Sequential Pattern Mining (Clospan) (Han et al.
2005).
Penelitian ini menerapkan algoritme Clospan untuk mencari pola sekuensial
dari data kemunculan titik panas dan data cuaca di Provinsi Riau dari tahun 2001
sampai 2010. Clospan lebih unggul dari Prefixspan karena mampu menambang
urutan dalam dataset yang besar dengan minimum support yang rendah tanpa
kehilangan informasi (Yan et al. 2003). Hasil penelitian Khairunnisa (2014) pada
data peminjaman buku perpustakaan juga menunjukkan bahwa algoritme Clospan
memiliki kinerja lebih baik daripada Prefixspan. Di samping itu, waktu eksekusi
algoritme Clospan lebih cepat dibandingkan dengan Prefixspan untuk dataset yang
berukuran besar. Algoritme Clospan juga menunjukkan hasil yang baik pada
minimum support tinggi.

2

Perumusan Masalah
Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana data cuaca
yaitu curah hujan dan temperatur dapat mempengaruhi kemunculan berurutan titik
panas di wilayah Provinsi Riau dengan menggunakan metode sequential pattern
mining yaitu algoritme Clospan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pola sekuensial kemunculan
titik panas berdasarkan data cuaca yaitu curah hujan dan temperatur di Provinsi
Riau menggunakan algoritme Clospan.
Manfaat Penelitian
Pola sekuensial kemunculan titik panas berdasarkan data cuaca dapat
digunakan sebagai informasi yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan
atau kebijakan yang tepat untuk mencegah kebakaran hutan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
1 Penelitian ini menggunakan data kemunculan titik panas dan data cuaca yaitu
curah hujan dan temperatur di Provinsi Riau dari tahun 2001 sampai 2010.
2 Penelitian ini menggunakan program Sequential Pattern Mining Framework
(SPMF) (Viger 2013) untuk memperoleh pola sekuensial.

METODE PENELITIAN
Data Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data titik panas dan data cuaca
meliputi curah hujan dan temperatur di Provinsi Riau pada tahun 2001 sampai 2010.
Data titik panas diperoleh dari FIRM National Aeronautics and Space
Administration (NASA) dengan format shapefile (.shp). Data cuaca diperoleh dari
National Climatic Data Center (NCDC) berdasarkan stasiun cuaca Simpang Tiga
yang berada di 0.467 ºN-101.45 ºE dengan ketinggian 31.0 m. Data cuaca diperoleh
dengan format Microsoft Excel (.xlsx). Lokasi stasiun cuaca yang digunakan dalam
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Gambar 1 Lokasi stasiun cuaca
Data titik panas terdiri dari 156 703 baris data. Atribut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah longitude, latitude, dan tanggal. Keterangan dari atribut data
titik panas dapat dilihat pada Tabel 1.
No
1
2
3

Tabel 1 Atribut data titik panas
Nama atribut
Deskripsi
Longitude
Koordinat longitude data
Latitude
Koordinat latitude data
Tanggal
Tanggal pengambilan data

Tipe data
Numeric
Numeric
Date

Data cuaca terdiri dari 3694 baris data. Atribut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tanggal, temperatur, dan curah hujan. Keterangan dari atribut
data cuaca dapat dilihat pada Tabel 2.
No
1
2

Nama atribut
Tanggal
Temperatur

3

Curah hujan

Tabel 2 Atribut data cuaca
Deskripsi
Tipe data
Tanggal pengambilan data
Date
Temperatur rataan untuk satu hari dalam Numeric
derajat Fahrenheit
Total curah hujan untuk satu hari dalam inci Numeric

Spesifikasi Kebutuhan Perangkat Sistem
Penelitian ini menggunakan spesifikasi perangkat keras dan lunak sebagai
berikut:
1 Perangkat keras
 Prosesor Intel(R) Core(TM) i5-3230M CPU @ 2.60GHz
 RAM 2 GB
2 Perangkat lunak
 Windows 8 Enterprise 64-bit sebagai sistem operasi
 PostgreSQL versi 9.3 sebagai sistem manajemen basis data
 Sequential Pattern Mining Framework (SPMF) (Viger 2013) versi 0.96d
untuk menghasilkan pola sekuensial.

4

Sequential Pattern Mining
Sequential pattern adalah pola yang menggambarkan urutan waktu terjadinya
suatu peristiwa. Pola tersebut dapat ditemukan apabila data yang disimpan relatif
besar dan peristiwa yang berurutan terjadi beberapa kali (Han et al. 2011).
Sequential pattern mining pertama kali diperkenalkan oleh Agrawal dan Srikant
pada tahun 1995 yang digunakan untuk mencari kemunculan item yang diikuti oleh
item lain yang terurut berdasarkan waktu transaksi (Agrawal dan Srikant 1995).
Sequential pattern digambarkan sebagai berikut: diberikan sejumlah urutan, setiap
urutan terdiri atas sederetan elemen, dan setiap elemen terdiri atas sejumlah item,
serta diberikan nilai minimum support. Pola sekuensial adalah semua subsequence
berulang, yaitu subsequence yang frekuensi kejadiannya lebih besar dari minimum
support (Agrawal dan Srikant 1995).
Sebuah itemset adalah himpunan item yang tidak kosong, dinotasikan dengan
i = {i1 i2 i3 …im}, dengan ij adalah item. Sebuah sequence adalah daftar urutan dari
itemset, dinotasikan dengan s = dengan sj adalah itemset. Sebuah
sequence a = dikatakan terdapat pada sequence yang lain b = dinotasikan sebagai α ⊆ β, jika terdapat integer i1 < i2 < … < in seperti a1
⊆ bi1, a2 ⊆ bi2, … , an ⊆ bin (Agrawal dan Srikant 1995). Dapat juga dikatakan juga
bahwa sequence b adalah super-sequence dari sequence a, dan b berisi a (Yan et al.
2003).
Sebuah sequence database, D = {s1 s2 s3 …sn} adalah himpunan sequence.
Setiap sequence dihubungkan dengan id, misalnya id dari si adalah i. |D|
menunjukkan banyaknya sequence dalam database D. Support sequence α adalah
banyaknya sequence dalam D yang memuat α, support(α) = |{s|s ϵ D dan α ⊆ s}|.
Minimum support adalah batas jumlah minimum dari suatu itemset yang frequent.
Frequent sequence pattern berisi semua sequence yang memiliki nilai support yang
tidak lebih rendah dari minimum support yang telah ditentukan (Yan et al. 2003).
Tahapan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tahapan dalam menghasilkan pola
sekuensial. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Mulai

Selesai
Se

Praproses
Data

Analisis Pola
Sekuensial

Data Titik Panas
dan Cuaca

Penentuan Pola
Sekuensial
Menggunakan
Algoritme Clospan

Pola Sekuensial
Titik Panas dan
Cuaca

Gambar 2 Tahapan penelitian
Praproses Data
Praproses data yang dilakukan meliputi seleksi data, pembersihan data, dan
pembuatan data sekuensial. Seleksi data merupakan proses pemilihan atribut data
yang digunakan dalam penelitan. Pembersihan data merupakan tahap membersihkan

5

data dari missing value dan noise. Pembuatan data sekuensial merupakan tahapan
mengurutkan data berdasarkan longitude, latitude, dan waktu kejadian. Tahapan
praproses dapat dilihat pada Gambar 3.

Basis data
titik panas
dan cuaca

Seleksi
data

Pembersihan
data

Pembuatan
data sekuensial

Data
sekuensial

Gambar 3 Tahapan praproses data
Data Titik Panas dan Cuaca
Data yang telah melewati tahap praproses menghasilkan data sekuensial yang
terurut berdasarkan longitude, latitude, dan waktu. Data dalam bentuk sekuensial
kemudian disesuaikan kembali untuk menjadi masukkan program SPMF.
Penyesuaian format data dilakukan dengan bahasa pemrograman PHP.
Penentuan Pola Sekuensial Menggunakan Algoritme Clospan
Pola sekuensial dalam penelitian ini dihasilkan dengan menggunakan
program SPMF (Viger 2013). Pola ini menunjukkan keterkaitan kejadian antar-item
yang terurut berdasarkan waktu. Penentuan pola sekuensial dilakukan dengan
mencari frequent sequence. Frequent sequence merupakan kumpulan transaksi
yang memiliki jumlah minimum support sama atau melebihi minimum support yang
telah ditentukan sebelumnya (Han et al. 2011). Tahap ini dilakukan dengan
menggunakan algoritme Clospan. Clospan merupakan suatu algoritme penghasil
pola sekuensial dengan metode efisiensi basis data (Yan et al. 2003). Metode
efisiensi basis data yang dilakukan yaitu dengan menerapkan konsep post-pruning.
Post-pruning merupakan proses efisiensi pola pada basis data dengan teknik
backward super-pattern dan backward sub-pattern. Algoritme Clospan dapat
dilihat pada Gambar 4 (Yan et al. 2003):
CloSpan (s, Ds, min_sup, L)
Masukan: sequence s, projected database Ds, dan minimum
support min_sup
Output: pola pencarian prefix L
1: Periksa apakah ditemukan s’, baik s ⊆ s’ atau s’ ⊆ s,
dan Γ(Ds)= Γ(Ds’)
2: Jika terdapat super-pattern atau sub-pattern kemudian
3:
Modifikasi link di L, kembali;
4: Selainnya masukan s ke dalam L;
5: Baca Ds sekali, temukan kumpulan item α yang sering
muncul sehingga
(a)
s dapat diperluas menjadi (s i α), atau
(b)
s dapat diperluas menjadi (s s α)
6: Jika tidak tersedia α yang valid maka
7:
Kembali;
8: Untuk setiap α yang valid lakukan
9:
Panggil fungsi CloSpan(s i α, Ds i α, min_sup, L);
10: Untuk setiap α yang valid lakukan
11:
Panggil fungsi CloSpan(s s α, Ds s α, min_sup, L);
12: Kembali

Gambar 4 Algoritme Clospan

6

Langkah awal yang dilakukan algoritme Clospan di Gambar 4 adalah
memeriksa apakah ditemukan sequence s’, baik sequence s terdapat pada sequence
s’ atau sequence s’ terdapat pada sequence s, dan memeriksa apakah total jumlah
item dalam Ds sama dengan Ds’. Jika kondisi terpenuhi, dilakukan backward superpattern atau backward sub-pattern. Selainnya, sequence s dimasukkan ke pola
prefix. Baca projected database satu kali, ketika ditemukan item yang sering
muncul, sequence s dapat diperluas menjadi item terakhir dari sequence baru, atau
sequence s dapat diperluas menjadi pola sekuensial. Pemanggilan Clospan secara
rekursif dengan cara pencarian depth-first pada pohon pencarian prefix dan
membangun pola sequence prefix yg sesuai dilakukan untuk setiap pola sekuensial
baru α (Yan et al. 2003).
Pola Sekuensial Titik Panas dan Cuaca
Tahap penentuan pola dengan program SPMF menggunakan algoritme
Clospan yang telah dilakukan sebelumnya menghasilkan pola sekuensial. Jumlah
pola sekuensial yang dihasilkan berpengaruh pada minimum support yang
ditentukan sebelumnya.
Analisis Pola Sekuensial
Pada tahap ini dilakukan analisis dari pola sekuensial yang telah dihasilkan
sebelumnya. Langkah analisis yang dilakukan meliputi pemantauan terhadap
keterkaitan item pada pola sekuensial untuk setiap minimum support dan dataset
yang ditentukan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Data
Praproses dilakukan melalui tahapan seleksi data, pembersihan data, dan
pembuatan data sekuensial. Berikut penjelasan langkah praproses, yaitu:
Seleksi Data
Langkah awal praproses adalah data dimasukkan ke dalam basis data
menggunakan DBMS PostgreSQL. Langkah selanjutnya adalah pemilihan atribut
yang akan digunakan dalam penelitian dengan query. Data titik panas yang
memiliki 14 atribut, kemudian dilakukan seleksi sehingga hanya 3 atribut yang
digunakan. Hal yang sama dilakukan pada data cuaca, dipilih 3 atribut dari 22
atribut.
Atribut temperatur dan curah hujan pada data cuaca kemudian dipisah
menjadi 2 data yang berbeda disertai dengan atribut tanggal kejadian di masingmasing data. Pemisahan menjadi 2 data pada data curah hujan dan temperatur
karena pada data curah hujan akan dilakukan proses pembersihan data sedangkan
pada data temperatur tidak dilakukan pembersihan data.

7

Pembersihan Data
Pada data curah hujan ditemukan beberapa missing value dengan nilai 99.99,
juga terdapat noise dengan nilai curah hujan 0.00 yang berarti tidak ada curah hujan
yang terukur. Data tersebut kemudian dihilangkan karena akan merusak pola
sekuensial yang dihasilkan.
Pembuatan Data Sekuensial
Setelah pembersihan data, dilakukan penyesuaian manual sebagai persiapan
untuk membuat data dalam bentuk sekuensial. Penyesuaian dilakukan dengan
mengurutkan data curah hujan berdasarkan ukuran dan kategori pengambilan data
karena perbedaan tipe laporan pengambilan data curah hujan. Terdapat 5 kategori
laporan pengambilan data curah hujan yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kategori laporan pengambilan data curah hujan
No. Kategori
Keterangan
1
A
Satu laporan jumlah curah hujan per 6 jam.
2
B
Penjumlahan dua laporan jumlah curah hujan per 6 jam
3
C
Penjumlahan tiga laporan jumlah curah hujan per 6 jam
4
D
Penjumlahan empat laporan jumlah curah hujan per 6 jam
5
E
Satu laporan jumlah curah hujan per 12 jam.
Proses pengurutan dilakukan secara manual yang menghasilkan 305 data unik.
Setiap data unik kemudian diberi penamaan berurut dengan kode 1 sampai 305. Hal
ini disebabkan program SPMF hanya dapat membaca masukkan bilangan bulat
positif, sedangkan data curah hujan asli merupakan bilangan desimal yang disertai
dengan kategori laporan seperti 0.03A. Sebagai contoh curah hujan dengan nilai
0.01A diberi kode 1. Penyesuaian juga dilakukan dengan mengubah data
temperatur yang semula bilangan desimal menjadi bilangan bulat.
Pada data longitude dan latitude dilakukan pembulatan menjadi bilangan
desimal dengan 2 angka di belakang koma yang semula 3 angka di belakang koma.
Hal tersebut dilakukan karena tidak ditemukan munculnya 2 atau lebih titik panas
pada lokasi yang sama karena lokasi pencarian terlalu spesifik. Dengan dilakukan
pembulatan 2 angka di belakang koma, terdapat beberapa data titik panas yang
ditemukan muncul di lokasi yang sama.
Pembangkitan pola sekuensial dilakukan dengan program SPMF. Program ini
membaca masukkan berupa data dalam bentuk sekuensial. Bahasa pemrograman
PHP digunakan untuk mengubah format data menjadi data dalam bentuk sekuensial,
data sekuensial menggunakan atribut longitude dan latitude sebagai id, atribut curah
hujan dan temperatur sebagai item yang diurut berdasarkan tanggal. Contoh data
curah hujan pada tahun 2002 dalam bentuk sekuensial dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Contoh data curah hujan dalam bentuk sekuensial
Longitude
Latitude Data Sekuensial
101.78
1.52

101.78
1.54

101.78
1.56

101.78
1.55

101.79
1.57


8

Data sekuensial pada Tabel 4 berisikan data curah hujan saat ditemukannya
titik panas di longitude dan latitude tertentu yang berurut berdasarkan waktu. Tanda
kurung menjelaskan terjadinya kejadian dalam satu waktu. Tanda kurung yang
berbeda menggambarkan data curah hujan yang terjadi di lokasi yang sama pada
waktu yang berbeda. Pada Tabel 4 terdapat data yang hanya memiliki satu data
curah hujan seperti pada longitude 101.78 dan latitude 1.55. Hal ini karena tidak
ditemukan munculnya titik panas pada data yang tepat berada pada lokasi dan waktu
yang sama. Begitu pula pembacaan data temperatur dalam bentuk sekuensial.
Contoh data temperatur pada tahun 2002 dalam bentuk sekuensial dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Contoh data temperatur dalam bentuk sekuensial
Longitude
Latitude
Data Sekuensial
101.78
1.52

101.78
1.54

101.78
1.56

101.78
1.55

101.79
1.57

Data sekuensial yang telah diperoleh kemudian diubah kembali menggunakan
bahasa pemrograman PHP menjadi format masukkan yang sesuai dengan program
SPMF. Contoh data curah hujan dan temperatur dengan format masukkan SPMF
dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai ‘-1’ menunjukkan akhir dari suatu itemset. Nilai ‘2’ menunjukkan akhir dari sequence (Viger 2003).
Tabel 6 Contoh data dengan format masukkan SPMF
Data Curah Hujan Data Temperatur
67 -1 1 -1 5 -1 -2 83 -1 80 -1 81 -1 82 -1 -2
3 -1 1 -1 5 -1 -2
81 -1 80 -1 82 -1 83 -1 -2
1 -1 5 -1 -2
82 -1 83 -1 -2
5 -1 -2
83 -1 82 -1 -2
5 -1 -2
82 -1 83 -1 -2
Tahap ini menghasilkan 2 data sekuensial, yaitu data curah hujan dan data
temperatur. Masing-masing data akan ditentukan pola sekuensialnya menggunakan
program SPMF.
Penentuan Pola Sekuensial Menggunakan Algoritme Clospan
Sebelum dilakukan pembangkitan pola dengan program SPMF, penentuan
dataset dan minimum support dilakukan terlebih dahulu. Penentuan dataset
dilakukan dengan mengelompokkan data berdasarkan tahun, yang dibagi menjadi
data tahun 2001 sampai 2010. Minimum support yang digunakan adalah 1%, 2%,
3%, 4%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Jumlah pola sekuensial titik panas berdasarkan
data curah hujan hasil eksekusi algoritme Clospan menggunakan SPMF dapat
dilihat pada Tabel 7.

9

Tabel 7 Jumlah pola sekuensial data titik panas dan curah hujan
Minimum support (%)
No Dataset (tahun)
1
2
3
4
5
10 15 20
1
38
14
12
9
9
2001
4
4
1
2
13
7
7
7
6
2002
4
2
2
3
17
12
7
6
5
2003
4
1
1
4
21
12
9
7
7
2004
3
1
1
5
30
19
14
12
7
2005
1
1
1
6
24
18
16
11
9
2006
3
0
0
7
24
12
9
9
7
2007
2
1
1
8
19
13
10
9
6
2008
2
1
1
9
22
12
10
7
7
2009
3
1
1
10 2010
23
17
15
9
8
2
2
0
11 2001-2010
43
21
10
9
5
0
0
0
Pencarian pola sekuensial juga dilakukan pada data temperatur menggunakan
SPMF. Jumlah pola sekuensial yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah pola sekuensial data titik panas dan temperatur
Minimum support (%)
No Dataset (tahun)
1
2
3
4
5
10 15 20
1
33
17
12
11
7
2001
5
4
3
2
35
18
14
10
8
2002
5
4
3
3
38
20
14
9
8
2003
5
4
4
4
36
24
10
9
6
2004
6
4
4
5
83
42
31
22 15
2005
6
6
4
6
28
19
13
9
5
2006
4
4
3
7
21
9
8
7
6
2007
5
3
2
8
19
10
9
9
9
2008
5
5
2
9
40
19
12
8
8
2009
5
4
3
10 2010
22
13
11
8
7
4
3
1
11 2001-2010
111
43
38
28 20
6
6
5
Tabel 9 merupakan pola sekuensial hasil eksekusi SPMF data curah hujan
tahun 2005 yang merupakan tahun dengan kemunculan titik panas terbanyak, yaitu
sebanyak 2287 kejadian. Pada tabel ini ditampilkan 5 pola dengan nilai support
tertinggi. Hasil eksekusi pola sekuensial data curah hujan tahun 2005 selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 9 Pola sekuensial data titik panas dan curah hujan tahun 2005
Minimun
support
1%

2%
3%
4%

1-sequence

2-sequence

175 -1 #SUP: 504; 46 -1 #SUP: 227; 237 -1 #SUP: 218;
288 -1 #SUP: 166; 179 -1 #SUP: 122

175 -1 237 -1 #SUP: 71
260 -1 175 -1 #SUP: 28
229 -1 175 -1 #SUP: 22
175 -1 237 -1 #SUP: 71

175 -1 #SUP: 504; 46 -1 #SUP: 227; 237 -1 #SUP: 218;
288 -1 #SUP: 166; 179 -1 #SUP: 122
175 -1 #SUP: 504; 46 -1 #SUP: 227; 237 -1 #SUP: 218;
288 -1 #SUP: 166; 179 -1 #SUP: 122
175 -1 #SUP: 504; 46 -1 #SUP: 227; 237 -1 #SUP: 218;
288 -1 #SUP: 166; 179 -1 #SUP: 122

175 -1 237 -1 #SUP: 71

10

Minimun
support
5%
10%
15%
20%

1-sequence

2-sequence

175 -1 #SUP: 504; 46 -1 #SUP: 227; 237 -1 #SUP: 218;
288 -1 #SUP: 166; 179 -1 #SUP: 122
175 -1 #SUP: 504
175 -1 #SUP: 504
175 -1 #SUP: 504

Tabel 10 merupakan pola sekuensial hasil eksekusi SPMF data temperatur
tahun 2005 yang merupakan tahun dengan kemunculan titik panas terbanyak, yaitu
sebanyak 9279 kejadian. Pada tabel ini ditampilkan 5 pola dengan nilai support
tertinggi. Hasil eksekusi pola sekuensial data curah hujan tahun 2005 selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 10 Pola sekuensial data titik panas dan temperatur tahun 2005
Minimun
support
1%

2%

3%

4%

5%

10%

15%

20%

1-sequence

2-sequence

3-sequence

85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019
82 -1 #SUP: 1853
85 -1 #SUP: 3595
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
86 -1 #SUP: 2019

83 -1 85 -1 #SUP: 672
85 -1 83 -1 #SUP: 655
84 -1 83 -1 #SUP: 532
83 -1 84 -1 #SUP: 517
84 -1 85 -1 #SUP: 512
83 -1 85 -1 #SUP: 672
85 -1 83 -1 #SUP: 655
84 -1 83 -1 #SUP: 532
83 -1 84 -1 #SUP: 517
84 -1 85 -1 #SUP: 512
83 -1 85 -1 #SUP: 672
85 -1 83 -1 #SUP: 655
84 -1 83 -1 #SUP: 532
83 -1 84 -1 #SUP: 517
84 -1 85 -1 #SUP: 512
83 -1 85 -1 #SUP: 672
85 -1 83 -1 #SUP: 655
84 -1 83 -1 #SUP: 532
83 -1 84 -1 #SUP: 517
84 -1 85 -1 #SUP: 512
83 -1 85 -1 #SUP: 672
85 -1 83 -1 #SUP: 655
84 -1 83 -1 #SUP: 532
83 -1 84 -1 #SUP: 517
84 -1 85 -1 #SUP: 512

83 -1 84 -1 85 -1 #SUP: 172
85 -1 84 -1 83 -1 #SUP: 159
83 -1 82 -1 85 -1 #SUP: 158
81 -1 82 -1 83 -1 #SUP: 153
83 -1 81 -1 85 -1 #SUP: 149

11

Analisis Pola Sekuensial
Pembangkitan pola pada tahap sebelumnya menghasilkan pola sekuensial
yang dapat dianalisis pada setiap dataset. Pola tersebut menggambarkan
karakteristik cuaca, yaitu curah hujan dan temperatur pada saat ditemukannya titik
panas.
1 Data curah hujan tahun 2005
Data sekuensial yang terbentuk dari data curah hujan pada tahun 2005
sebanyak 2287 kemunculan titik panas. Pola yang dianalisis merupakan pola pada
minimum support 1% yang berarti sedikitnya terdapat 22 kemunculan titik panas
dari 2287 kejadian. Pola yang dihasilkan sebagai berikut:
175 -1 237 -1 #SUP: 71
260 -1 175 -1 #SUP: 28
229 -1 175 -1 #SUP: 22

Pola di atas menunjukkan pola yang memiliki keterkaitan dari 2 item. Pola
, , dan menjelaskan bahwa 71 kemunculan titik
panas dari 2287 kejadian diantaranya muncul pada lokasi dengan curah hujan
dengan kode 175 (0.03C yaitu curah hujan bernilai 0.03 inci yang berasal dari
penjumlahan tiga laporan curah hujan per 6 jam) kemudian diikuti curah hujan
dengan kode 237 (0.20D yaitu curah hujan bernilai 0.20 inci yang berasal dari
penjumlahan empat laporan curah hujan per 6 jam) pada waktu yang berbeda. Pola
lain yang ditemukan adalah 28 kemunculan titik panas pada lokasi dengan curah
hujan dengan kode 260 (0.78D yaitu curah hujan bernilai 0.78 inci yang berasal dari
penjumlahan empat laporan curah hujan per 6 jam) kemudian pada waktu berbeda
curah hujan ditemukan dengan kode 175 (0.03C yaitu curah hujan bernilai 0.03 inci
yang berasal dari penjumlahan tiga laporan curah hujan per 6 jam). Tidak dapat
dilihat rentang waktu terjadinya kemunculan titik panas dari pola sekuensial yang
dihasilkan pada penelitian ini.
Kemudian dilakukan pula analisis pola sekuensial pada minimum support 2%
dan 3% yang menghasilkan pola yang sama. Minimum support 2% berarti
sedikitnya ditemukan 45 kemunculan titik panas. Minimum support 3% berarti
sedikitnya ditemukan 68 kemunculan titik panas. Pola yang dihasilkan sebagai
berikut:
175 -1 237 -1 #SUP: 71

Pola menjelaskan bahwa terdapat 71 kemunculan titik panas dari
2287 kejadian diantaranya muncul pada lokasi dengan curah hujan dengan kode
175 (0.03C yaitu curah hujan bernilai 0.03 inci yang berasal dari penjumlahan tiga
laporan curah hujan per 6 jam) kemudian diikuti curah hujan dengan kode 237
(0.20D yaitu curah hujan bernilai 0.20 inci yang berasal dari penjumlahan empat
laporan curah hujan per 6 jam) pada waktu yang berbeda. Tidak dapat dilihat
rentang waktu terjadinya kemunculan titik panas dari pola sekuensial yang
dihasilkan pada penelitian ini.
2 Data temperatur tahun 2005
Data sekuensial yang terbentuk dari data temperatur pada tahun 2005
sebanyak 9279 kemunculan titik panas. Pola yang dianalisis merupakan pola

12

1-sequence pada minimum support 20% yang berarti sedikitnya terdapat 1855
kemunculan titik panas dari 9279 kejadian. Pola 1-sequence merupakan pola yang
memiliki keterkaitan hanya dari 1 item, yaitu item itu sendiri. Pola yang dihasilkan
sebagai berikut:
85
83
84
86

-1
-1
-1
-1

#SUP:
#SUP:
#SUP:
#SUP:

3595
3521
2694
2019

Pola di atas menunjukkan 3595 kejadian dari 9279 lokasi ditemukannya titik
panas pada lokasi dengan temperatur 85 °F (29.44 °C). Ditemukan pula 3595
kemunculan titik panas pada lokasi dengan temperatur 83 °F (28.33 °C).
Analisis kemudian dilakukan untuk pola 2-sequence yang merupakan pola
yang memiliki keterkaitan 2 item. Pola dianalisis dengan menggunakan minimum
support 5% yang berarti sedikitnya terdapat 463 kemunculan titik panas dari 9279
kejadian. Pola yang dihasilkan sebagai berikut:
83
85
84
83
84

-1
-1
-1
-1
-1

85
83
83
84
85

-1
-1
-1
-1
-1

#SUP:
#SUP:
#SUP:
#SUP:
#SUP:

672
655
532
517
512

Pola di atas menunjukkan 672 kemunculan titik panas pada lokasi dengan
temperatur 83 °F (28.33 °C) dan diikuti dengan temperatur 85 °F (29.44 °C) pada
waktu yang berbeda. Ditemukan juga 655 kemunculan titik panas pada lokasi
dengan temperatur 85 °F (29.44 °C) dan pada waktu yang berbeda ditemukan titik
panas dengan temperatur 83 °F (28.33 °C) di lokasi yang sama. Tidak dapat dilihat
rentang waktu terjadinya kemunculan titik panas dari pola sekuensial yang
dihasilkan pada penelitian ini.
Analisis kembali dilakukan untuk pola 3-sequence yaitu pola yang memiliki
keterkaitan hingga 3 item. Analisis dilakukan dengan minimum support 1% yang
berarti sedikitnya terdapat 92 kemunculan titik panas dari 9279 kejadian. Pola yang
dihasilkan sebagai berikut:
83
85
83
81
83

-1
-1
-1
-1
-1

84
84
82
82
81

-1
-1
-1
-1
-1

85
83
85
83
85

-1
-1
-1
-1
-1

#SUP:
#SUP:
#SUP:
#SUP:
#SUP:

172
159
158
153
149

Pola di atas menunjukkan 172 kemunculan titik panas pada lokasi dengan
temperatur 83 °F (28.33 °C) yang diikuti dengan temperatur 84 °F (28.89 °C) pada
waktu yang berbeda, dan kemudian temperatur 85 °F (29.44 °C) muncul setelahnya
pada waktu yang berbeda pula. Ditemukan pula 159 kemunculan titik panas pada
lokasi dengan temperatur 85 °F (29.44 °C) yang diikuti dengan temperatur 84 °F
(28.89 °C) pada waktu yang berbeda, dan kemudian temperatur 83 °F (28.33 °C)
muncul setelahnya pada waktu yang berbeda pula. Tidak dapat dilihat rentang
waktu terjadinya kemunculan titik panas dari pola sekuensial yang dihasilkan pada
penelitian ini.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kemunculan titik panas ditemukan pada lokasi dengan curah hujan berkode
46 (1.85A yaitu curah hujan bernilai 1.85 inci yang berasal dari satu laporan curah
hujan per 6 jam), 175 (0.03C yaitu curah hujan bernilai 0.03 inci yang berasal dari
penjumlahan tiga laporan curah hujan per 6 jam), 237 (0.20D yaitu curah hujan
bernilai 0.20 inci yang berasal dari penjumlahan empat laporan curah hujan per 6
jam), dan 288 (2.13D yaitu curah hujan bernilai 2.13 inci yang berasal dari
penjumlahan empat laporan curah hujan per 6 jam). Kemunculan titik panas pada
lokasi dengan curah hujan berkode 175 ditemukan di semua pola sekuensial yang
diperoleh, dapat disimpulkan curah hujan dengan kode 175 tersebut merupakan area
yang paling sering ditemukannya titik panas. Kemunculan titik panas pada lokasi
dengan curah hujan berkode 175 secara umum diikuti dengan peningkatan curah
hujan dengan kode 237 dilokasi yang sama pada waktu yang berbeda.
Kemunculan titik panas ditemukan pada lokasi dengan temperatur 83 °F
(28.33 °C), 84 °F (28.89 °C), 85 °F (29.44 °C), dan 86 °F (30 °C). Kemunculan titik
panas pada lokasi dengan temperatur 85 °F (29.44 °C) dapat disimpulkan menjadi
area yang paling sering ditemukannya titik panas karena lebih dari sepertiga data
kemunculan titik panas pada lokasi dengan temperatur tersebut. Kemunculan titik
panas pada lokasi dengan temperatur 83 °F (28.33 °C) yang ditemukan diikuti
peningkatan temperatur menjadi 84 °F (28.89 °C) di waktu yang berbeda, dan
selanjutnya diikuti dengan peningkatan kembali temperatur menjadi 85 °F
(29.44 °C) pada waktu yang berbeda pula.
Saran
Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan seperti tidak dapat diketahui
lokasi ditemukannya titik panas dan rentang waktu antar kejadian. Penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan menyertakan keterangan lokasi (longitude dan
latitude) pada pola sekuensial, sehingga diketahui lokasi-lokasi mana saja yang
sering ditemukan kemunculan titik panas pada karakteristik cuaca tertentu. Dapat
pula dilakukan pembentukan pola sekuensial dengan menentukan batasan rentang
waktu antar kejadian, seperti penentuan rentang waktu kejadian per bulan agar
dapat diketahui dengan pasti rentang waktu antar kejadian pertama dengan kejadian
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Agrawal R, Srikant R. 1995. Mining sequential pattern. Di dalam: Philip S Yu,
Arbee L P Chen, editor. Proceedings of the Eleventh International
Conference on Data Engineering (ICDE '95); 1995 Maret 6-10; Taipei,
Taiwan. Washington DC (US): IEEE Computer Society. hlm 3-14.

14

Han J, Kamber M, Pei J. 2011. Data Mining: Concepts and Techniques, 3rd Ed.
America (US): Morgan Kaufmann.
Han J, Pei J, Yan X. 2005. Sequential pattern mining by pattern growth: principles
and extensions. Di dalam: Chu W, Lin TY, editor. Foundation and Advances
in Data Mining, Studies in Fuzziness and Soft Computing Volume 180. Berlin
(DE): Springer Berlin Heidelberg. hlm 183-220.
Yan X, Han J, Ashfar R. 2003. Clospan: Mining closed sequential pattern in large
dataset. Di dalam: Barbara D, Kamath C, editor. Proceedings of the Third
SIAM International Conference on Data Mining; 2003 Mei 1-3; San
Francisco, United States. Philadelphia (US): The Society for Industrial and
Applied Mathematic. hlm 166-177.
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan menteri kehutanan nomor:
p.12/ menhut-ii/2009 [internet]. Jakarta(ID): Kemenhut. [diunduh 2014 Mei
29]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/uploads/files/P12_09.pdf
Khairunnisa DM. 2014. Penerapan algoritme prefixspan dan clospan untuk mencari
pola sekuensial pada data peminjaman buku di perpustakaan IPB [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Viger PF. 2013. Sequential pattern mining framework (SPMF) versi 0.94 [internet].
[diunduh 2014 Mei 28]. Tersedia pada: http://www.philippe-fournier-viger.
com/spmf

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Pola sekuensial data titik panas dan curah hujan tahun 2005
Minimun
support
1%

2%

3%

1-sequence
3 -1 #SUP: 56
4 -1 #SUP: 29
5 -1 #SUP: 34
11 -1 #SUP: 52
25 -1 #SUP: 34
40 -1 #SUP: 68
46 -1 #SUP: 227
87 -1 #SUP: 56
174 -1 #SUP: 107
175 -1 #SUP: 504
179 -1 #SUP: 122
182 -1 #SUP: 122
188 -1 #SUP: 65
190 -1 #SUP: 24
226 -1 #SUP: 109
227 -1 #SUP: 115
229 -1 #SUP: 94
234 -1 #SUP: 98
237 -1 #SUP: 218
239 -1 #SUP: 39
240 -1 #SUP: 75
260 -1 #SUP: 113
276 -1 #SUP: 26
279 -1 #SUP: 26
288 -1 #SUP: 166
294 -1 #SUP: 43
300 -1 #SUP: 37
3 -1 #SUP: 56
11 -1 #SUP: 52
40 -1 #SUP: 68
46 -1 #SUP: 227
87 -1 #SUP: 56
174 -1 #SUP: 107
175 -1 #SUP: 504
179 -1 #SUP: 122
182 -1 #SUP: 122
188 -1 #SUP: 65
226 -1 #SUP: 109
227 -1 #SUP: 115
229 -1 #SUP: 94
234 -1 #SUP: 98
237 -1 #SUP: 218
240 -1 #SUP: 75
260 -1 #SUP: 113
288 -1 #SUP: 166
46 -1 #SUP: 227
174 -1 #SUP: 107
175 -1 #SUP: 504
179 -1 #SUP: 122
182 -1 #SUP: 122
226 -1 #SUP: 109

2-sequence
175 -1 237 -1 #SUP: 71
229 -1 175 -1 #SUP: 22
260 -1 175 -1 #SUP: 28

175 -1 237 -1 #SUP: 71

175 -1 237 -1 #SUP: 71

16

Lanjutan
Minimun
support

4%

5%

10%
15%
20%

1-sequence

2-sequence

227 -1 #SUP: 115
229 -1 #SUP: 94
234 -1 #SUP: 98
237 -1 #SUP: 218
240 -1 #SUP: 75
260 -1 #SUP: 113
288 -1 #SUP: 166
46 -1 #SUP: 227
174 -1 #SUP: 107
175 -1 #SUP: 504
179 -1 #SUP: 122
182 -1 #SUP: 122
226 -1 #SUP: 109
227 -1 #SUP: 115
229 -1 #SUP: 94
234 -1 #SUP: 98
237 -1 #SUP: 218
260 -1 #SUP: 113
288 -1 #SUP: 166
46 -1 #SUP: 227
175 -1 #SUP: 504
179 -1 #SUP: 122
182 -1 #SUP: 122
227 -1 #SUP: 115
237 -1 #SUP: 218
288 -1 #SUP: 166
175 -1 #SUP: 504
175 -1 #SUP: 504
175 -1 #SUP: 504

Lampiran 2 Pola sekuensial data titik panas dan temperatur tahun 2005
Minimun
support
1%

1-sequence
76 -1 #SUP: 125
80 -1 #SUP: 847
81 -1 #SUP: 1607
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019
87 -1 #SUP: 291

2-sequence
80 -1 84 -1 #SUP: 162
80 -1 82 -1 #SUP: 150
80 -1 86 -1 #SUP: 146
80 -1 81 -1 #SUP: 120
80 -1 83 -1 #SUP: 252
80 -1 85 -1 #SUP: 222
81 -1 84 -1 #SUP: 313
81 -1 82 -1 #SUP: 367
81 -1 86 -1 #SUP: 208
81 -1 80 -1 #SUP: 120
81 -1 83 -1 #SUP: 424
81 -1 85 -1 #SUP: 401
82 -1 84 -1 #SUP: 346
82 -1 86 -1 #SUP: 221
82 -1 81 -1 #SUP: 219
82 -1 80 -1 #SUP: 133
82 -1 83 -1 #SUP: 450
82 -1 85 -1 #SUP: 434
83 -1 84 -1 #SUP: 517
83 -1 82 -1 #SUP: 466
83 -1 86 -1 #SUP: 505

3-sequence
81 -1 84 -1 83 -1 #SUP: 139
81 -1 84 -1 85 -1 #SUP: 117
81 -1 82 -1 84 -1 #SUP: 102
81 -1 82 -1 83 -1 #SUP: 153
81 -1 82 -1 85 -1 #SUP: 135
81 -1 85 -1 83 -1 #SUP: 124
82 -1 84 -1 83 -1 #SUP: 145
82 -1 84 -1 85 -1 #SUP: 128
82 -1 85 -1 83 -1 #SUP: 132
83 -1 84 -1 82 -1 #SUP: 101
83 -1 84 -1 85 -1 #SUP: 172
83 -1 82 -1 84 -1 #SUP: 133
83 -1 82 -1 85 -1 #SUP: 158
83 -1 86 -1 84 -1 #SUP: 119
83 -1 86 -1 82 -1 #SUP: 93
83 -1 86 -1 85 -1 #SUP: 137
83 -1 81 -1 84 -1 #SUP: 119
83 -1 81 -1 82 -1 #SUP: 141
83 -1 81 -1 85 -1 #SUP: 149
83 -1 85 -1 84 -1 #SUP: 138
83 -1 85 -1 82 -1 #SUP: 133

17

Lanjutan
Minimun
support

2%

1-sequence

80 -1 #SUP: 847
81 -1 #SUP: 1607
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019
87 -1 #SUP: 291

2-sequence
83 -1 81 -1 #SUP: 424
83 -1 80 -1 #SUP: 245
83 -1 85 -1 #SUP: 672
84 -1 82 -1 #SUP: 256
84 -1 86 -1 #SUP: 301
84 -1 81 -1 #SUP: 208
84 -1 80 -1 #SUP: 124
84 -1 83 -1 #SUP: 532
84 -1 85 -1 #SUP: 512
85 -1 84 -1 #SUP: 494
85 -1 82 -1 #SUP: 423
85 -1 86 -1 #SUP: 351
85 -1 81 -1 #SUP: 363
85 -1 80 -1 #SUP: 200
85 -1 83 -1 #SUP: 655
86 -1 84 -1 #SUP: 317
86 -1 82 -1 #SUP: 250
86 -1 81 -1 #SUP: 194
86 -1 80 -1 #SUP: 127
86 -1 83 -1 #SUP: 312
86 -1 85 -1 #SUP: 379
80 -1 83 -1 #SUP: 252
80 -1 85 -1 #SUP: 222
81 -1 84 -1 #SUP: 313
81 -1 82 -1 #SUP: 367
81 -1 86 -1 #SUP: 208
81 -1 83 -1 #SUP: 424
81 -1 85 -1 #SUP: 401
82 -1 84 -1 #SUP: 346
82 -1 86 -1 #SUP: 221
82 -1 81 -1 #SUP: 219
82 -1 83 -1 #SUP: 450
82 -1 85 -1 #SUP: 434
83 -1 84 -1 #SUP: 517
83 -1 82 -1 #SUP: 466
83 -1 86 -1 #SUP: 505
83 -1 81 -1 #SUP: 424
83 -1 80 -1 #SUP: 245
83 -1 85 -1 #SUP: 672
84 -1 82 -1 #SUP: 256
84 -1 86 -1 #SUP: 301
84 -1 81 -1 #SUP: 208
84 -1 83 -1 #SUP: 532
84 -1 85 -1 #SUP: 512
85 -1 84 -1 #SUP: 494
85 -1 82 -1 #SUP: 423
85 -1 86 -1 #SUP: 351
85 -1 81 -1 #SUP: 363
85 -1 80 -1 #SUP: 200
85 -1 83 -1 #SUP: 655
86 -1 84 -1 #SUP: 317
86 -1 82 -1 #SUP: 250
86 -1 81 -1 #SUP: 194
86 -1 83 -1 #SUP: 312

3-sequence
83 -1 85 -1 81 -1 #SUP: 119
84 -1 85 -1 83 -1 #SUP: 145
85 -1 84 -1 86 -1 #SUP: 92
85 -1 84 -1 83 -1 #SUP: 159
85 -1 82 -1 84 -1 #SUP: 131
85 -1 82 -1 83 -1 #SUP: 148
85 -1 81 -1 84 -1 #SUP: 126
85 -1 81 -1 82 -1 #SUP: 131
85 -1 81 -1 83 -1 #SUP: 130
86 -1 84 -1 85 -1 #SUP: 108
86 -1 82 -1 85 -1 #SUP: 101

18

Lanjutan
Minimun
support

1-sequence

3%

80 -1 #SUP: 847
81 -1 #SUP: 1607
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019
87 -1 #SUP: 291

4%

80 -1 #SUP: 847
81 -1 #SUP: 1607
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019

5%

80 -1 #SUP: 847
81 -1 #SUP: 1607
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019

10%

81 -1 #SUP: 1607
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019
81 -1 #SUP: 1607

15%

2-sequence
86 -1 85 -1 #SUP: 379
81 -1 84 -1 #SUP: 313
81 -1 82 -1 #SUP: 367
81 -1 83 -1 #SUP: 424
81 -1 85 -1 #SUP: 401
82 -1 84 -1 #SUP: 346
82 -1 83 -1 #SUP: 450
82 -1 85 -1 #SUP: 434
83 -1 84 -1 #SUP: 517
83 -1 82 -1 #SUP: 466
83 -1 86 -1 #SUP: 505
83 -1 81 -1 #SUP: 424
83 -1 85 -1 #SUP: 672
84 -1 86 -1 #SUP: 301
84 -1 83 -1 #SUP: 532
84 -1 85 -1 #SUP: 512
85 -1 84 -1 #SUP: 494
85 -1 82 -1 #SUP: 423
85 -1 86 -1 #SUP: 351
85 -1 81 -1 #SUP: 363
85 -1 83 -1 #SUP: 655
86 -1 84 -1 #SUP: 317
86 -1 83 -1 #SUP: 312
86 -1 85 -1 #SUP: 379
81 -1 83 -1 #SUP: 424
81 -1 85 -1 #SUP: 401
82 -1 83 -1 #SUP: 450
82 -1 85 -1 #SUP: 434
83 -1 84 -1 #SUP: 517
83 -1 82 -1 #SUP: 466
83 -1 86 -1 #SUP: 505
83 -1 81 -1 #SUP: 424
83 -1 85 -1 #SUP: 672
84 -1 83 -1 #SUP: 532
84 -1 85 -1 #SUP: 512
85 -1 84 -1 #SUP: 494
85 -1 82 -1 #SUP: 423
85 -1 83 -1 #SUP: 655
86 -1 85 -1 #SUP: 379
83 -1 84 -1 #SUP: 517
83 -1 82 -1 #SUP: 466
83 -1 86 -1 #SUP: 505
83 -1 85 -1 #SUP: 672
84 -1 83 -1 #SUP: 532
84 -1 85 -1 #SUP: 512
85 -1 84 -1 #SUP: 494
85 -1 83 -1 #SUP: 655

3-sequence

19

Lanjutan
Minimun
support

20%

1-sequence
82 -1 #SUP: 1853
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019
83 -1 #SUP: 3521
84 -1 #SUP: 2694
85 -1 #SUP: 3595
86 -1 #SUP: 2019

2-sequence

3-sequence

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Agustus 1991 dari Bapak Aji
Purnomo dan Ibu Lina Marlina. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor kemudian pada tahun yang
sama penulis diterima sebagai mahasiswa Diploma IPB jurusan Manajemen
Informatika melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis menyelesaikan
studi di Diploma IPB pada tahun 2012 kemudian melanjutkan studi pada Program
Sarjana Ilmu Komputer, Alih Jenis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam IPB untuk meraih gelar Sarjana Komputer.