Faktor Lingkungan Perairan serta Aktivitas Antioksidan Thalassia hemprichii di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta

FAKTOR LINGKUNGAN PERAIRAN SERTA AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN Thalassia hemprichii DI PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

MARDIYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor Lingkungan
Perairan serta Aktivitas Antioksidan Thalassia hemprichii di Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Mardiyana
NRP C251120101

RINGKASAN
MARDIYANA. Faktor Lingkungan serta Aktivitas Antioksidan Thalassia
hemprichii di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dibimbing oleh
Hefni Effendi dan Nurjanah.
Lamun (Thalassia hemprichii) mampu menghasilkan metabolit sekunder
yang berperan untuk pertahanan diri dari lingkungan maupun dari serangan
organisme lain. Metabolit sekunder tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
antioksidan. Produksi senyawa metabolit sekunder ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan baik abiotik maupun biotik. Faktor abiotik meliputi parameter fisikakimia perairan tempat lamun itu hidup sedangkan faktor biotik meliputi adanya
aktivitas grazing oleh fauna pemangsa dan epifit yang menempel pada daun
lamun.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi lingkungan perairan
dan hubungannya dengan aktivitas antioksidan Thalassia hemprichii. Penelitian
ini dilakukan selama 7 bulan pada bulan Maret-September 2013 di Pulau Pramuka

Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Parameter yang diamati yaitu kedalaman, suhu,
kecepatan arus, salinitas, nitrat dan ortofosfat air kolom dan air pori, COD air
kolom, TOM sedimen, tekstur sedimen, biomassa epifit, fauna pemangsa, total
fenol, fitokimia serta aktivitas antioksidan ekstrak daun T. hemprichii.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi abiotik dan biotik perairan Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta masih tergolong baik untuk mendukung
kehidupan lamun Thalassia hemprichii. Kisaran kondisi abiotik perairan habitat T.
hemprichii di Pulau Pramuka yaitu kedalaman 9-51 cm, suhu 30-39 0C, salinitas
28-32 psu, kecepatan arus 0-0,09 m/s, nitrat air kolom 0,02-0,06 mg/L, nitrat air
pori 0,02-0,22 mg/L, ortofosfat air kolom 0,01-0,04 mg/L, ortofosfat air pori 0,020,06 mg/L, COD air kolom 17,55-69,22 mg/L, TOM sedimen 5,91-7,45%.
Kondisi biotik perairan yakni biomassa epifit berkisar 14,71-68,66 mg/cm2 dan
fauna yang ditemukan berupa ikan kecil, ikan sedang, bintang laut, siput laut,
kepiting, udang, kerang, bulu babi, sponge, ular laut, dan karang. Nilai IC 50%
ekstrak daun T. hemprichii yang menggambarkan aktivitas antioksidan berkisar
antara 563,88-2039,8 mg/L sedangkan komponen bioaktif yang ditemukan adalah
alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid, saponin dan tanin. Kandungan
total fenolnya berkisar antara 3,88-18,81%.
Hubungan positif ditunjukkan antara antioksidan dengan parameter arus,
kedalaman, salinitas, suhu, nitrat air kolom, ortofosfat air kolom, TOM dan COD
serta total fenol sedangkan hubungan negatif terjadi dengan parameter nitrat dan

ortofosfat air pori serta biomassa epifit. Keberadaan fauna pemangsa memiliki
pengaruh terhadap produksi senyawa metabolit sekunder.

Kata kunci : antioksidan, Thalassia hemprichii, lingkungan perairan

SUMMARY
MARDIYANA. The Marine Environment Factors and Antioxidant Activity of
Thalassia hemprichii In Pramuka Island, Seribu Archipelago DKI Jakarta.
Supervised by Hefni Effendi and Nurjanah.
Seagrass (Thalassia hemprichii) has a potency to produce secondary
metabolite that play a role in self defense from the environment or from other
organisms attack including epiphytes. Secondary metabolites can be used as an
antioxidant. The production of secondary metabolites is influenced by both abiotic
and biotic environment. Abiotic factors include physico-chemical parameters of
waters where seagrass was alive while biotic factors include the presence of
grazing activity by predatory animals and epiphytes attached to seagrass leaves.
This research aimed to analyze waters environmental condition and the
relationship of environmental factors with antioxidant activity of Thalassia
hemprichii. The research was conducted 7 months (Maret-September 2013) in
Pramuka Island Seribu Archipelago DKI Jakarta. Parameters observed were

depth, temperature, current velocity, salinity, nitrate and orthophosphate of
column water and porewater, COD of water column, TOM of sediment, sediment
texture, epiphytes biomass, grazer, fenol, phytochemical contens, and antioxidant
activity of T. hemprichii leaves.
The results showed that waters environmental condition of Pramuka
Island was still good and within the range of Thalassia hemprichii tolerance. The
range of abiotic water condition of T. hemprichii habitat in Pramuka Island was at
9-51 cm, temperature 30-39 0C, salinity 28-32 psu, velocity 0-0,09 m/s, nitrate of
water column 0,02-0,06 mg/L, nitrate of porewater 0,02-0,22 mg/L,
orthophosphate of water column 0,01-0,04 mg/L, orthophosphate of porewater
0,02-0,06 mg/L, COD of water column 17,55-69,22 mg/L, TOM of sediment
5,91-7,45%. The biotic water condition is epiphytes biomass 14,71-68,66 mg/cm2
and the grazer was found is small fish, medium fish, starfish, sea snails, crabs,
shrimp, clams, sea urchins, sponge, sea snakes, and coral. IC 50% of T.
hemprichii that showed the antioxidant activity ranged from 563,88-2039,8 mg/L
and the bioactive compound that was found are alkaloid, flavonoid, fenol
hidroquinon, steroid, saponin and tanin. The content of total phenols ranged from
3,88 to 18,81%.
The positive relationship showed between antioxidant with velocity, depth,
salinity, temperature, nitrate of water column, orthophosphate of water column

TOM, COD and total phenol while a negative relationship with nitrate and
orthophosphate of porewater also epiphytic biomass. The existence of the predator
fauna had an influence on the production of secondary metabolites.
Key words: antioxidant, Thalassia hemprichii, waters environtmental

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FAKTOR LINGKUNGAN PERAIRAN SERTA AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN Thalassia hemprichii DI PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

MARDIYANA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pembimbing Pada Ujian Tesis: Dr Majariana Krisanti, SPi MSi

Judul Tesis : Faktor Lingkungan Perairan serta Aktivitas Antioksidan Thalassia
hemprichii di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta
Nama
: Mardiyana
NIM
: C251120101


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr rer nat Hefni Effendi, MPhil
Ketua

Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 18 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah faktor lingkungan
perairan dan antioksidan lamun, dengan judul Faktor Lingkungan Perairan serta
Aktivitas Antioksidan Thalassia hemprichii di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
DKI Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Hefni Effendi dan Ibu
Nurjanah selaku pembimbing, serta Ibu Majariana Krisanti yang telah banyak
memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Yohanes beserta staf Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Bapak Untung
Suripto Kepala Seksi Wilayah 3 Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang
telah membantu selama pengumpulan data. Tidak lupa pula penulis ucapkan
terima kasih kepada pihak Dikti yang telah memberikan beasiswa berupa
beasiswa unggulan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan magister
dengan baik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Hasbudin
dan Ibu Suminah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Mardiyana

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan masalah
Tujuan
Hipotesis
Manfaat
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat

Tahapan Penelitian
Penentuan Stasiun
Analisis Komponen Abiotik dan Biotik Perairan
Preparasi Sampel Lamun Untuk Ekstraksi
Pembuatan Ekstrak Lamun (modofikasi El-Hady et al. 2007)
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Total Fenol (Yanthong et al. 2009)
Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Aranda et al. 2009)
Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka
Biomassa Epifit serta Fauna Pemangsa Lamun Thalassia hemprichii
Komponen Bioaktif Ekstrak Daun Lamun Thalassia hemprichii dan Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhinya
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Lamun Thalassia hemprichii dan Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhinya
Upaya Pengelolaan Thalassia hemprichii di Perairan Pulau Pramuka
4 SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


x
xi
xi
xi
1
1
2
3
3
3
4
4
4
4
4
5
5
7
7
7
9
9
10
10
10
14
16
19
21
22
22
27

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian
2 Ilustrasi alat penyedot air pori
3 Prosedur ekstraksi daun lamun (modifikasi El-Hady et al. 2007)
4 Fraksi sedimen (%) pada tiap stasiun pengamatan
5 Epifit pada daun lamun yang berada di Stasiun I, II, dan III
6 Kandungan total fenol ekstrak metanol daun lamun pada tiap stasiun
pengamatan
7 Aktivitas antioksidan (IC50) dari ekstrak metanol daun lamun Thalassia
hemprichii yang hidup di perairan Pulau Pramuka

5
6
8
13
15
18
19

DAFTAR TABEL
1 Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai Thalassia hemprichii
2 Metode/alat dalam pengamatan parameter fisika dan kimia perairan
3 Rata-rata kondisi abiotik dan biotik perairan di Pulau Pramuka
4 Hubungan biomassa epifit dengan fisika-kimia perairan
5 Fauna yang ditemukan pada tiap stasiun pengamatan
6 Komponen bioaktif ekstrak metanol daun lamun
7 Hubungan kandungan total fenol dengan fisika-kimia perairan
8 Hubungan aktivitas antioksidan dengan faktor abiotik dan biotik
perairan serta total fenol

2
6
11
15
16
16
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kisaran kondisi perairan lamun Thalassia hemprichii dan biomassa epifit
Pulau Pramuka, DKI Jakarta
2 Bobot sampel untuk analisis total fenol
3 Perhitungan total fenol ekstrak daun lamun Thalassia hemprichii
4 Aktivitas antioksidan (IC 50%) dari ekstrak daun lamun
Thalassia hemprichii
5 Foto stasiun penelitian
6 Foto biota
7 Foto Thalassia hemprichii

27
27
27
28
28
29
29

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Reaksi radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh merupakan penyebab
adanya penyakit degeneratif seperti jantung, stroke, dan kanker (Sen et al. 2010).
Tubuh memerlukan suatu komponen penting untuk menangkal pengaruh radikal
bebas ini. Komponen penting yang mampu menyelamatkan sel-sel tubuh manusia
dari bahaya radikal bebas adalah antioksidan (Rohmatussolihat 2009).
Antioksidan ini yang akan bereaksi dengan radikal bebas dan mengubah radikal
bebas yang bersifat tidak stabil menjadi lebih stabil. Contoh reaksi penetralan
radikal bebas oleh antioksidan yaitu senyawa Diphenylpicrylhydrazyl (bersifat
radikal bebas) beraksi dengan antioksidan yang menyumbangkan satu elektronnya
sehingga membentuk senyawa Diphenylpicrylhydrazine (non radical) yang lebih
stabil. Antioksidan dapat diperoleh dari sumber alami maupun sintetik. Sumber
antioksidan alami yang diperoleh dari laut diantaranya rumput laut, spong, dan
mikroalga (Hanani et al. 2005; Yoon et al. 2011; Manivannan et al. 2012). Salah
satu sumber daya laut lain yang masih belum banyak dimanfaatkan di Indonesia
adalah sumber daya lamun.
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh
dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Lamun yang ada di Indonesia terdapat
12 jenis yaitu Cymodocea serrulata, C. rotundata, Enhalus acoroides, Halodule
uninervis, H. pinifolia, Halophila minor, H. ovalis, H. decipiens, H. spinulosa,
Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendron ciliatun
(Dahuri 2003). Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di laut yang
dapat terdiri dari satu spesies (monospesifik; banyak terdapat di daerah temperate)
atau lebih dari satu spesies (multispesifik; banyak terdapat di daerah tropis) yang
selanjutnya disebut padang lamun (Tangke 2010). Padang lamun ini dimanfaatkan
oleh organisme laut sebagai tempat mencari makan, berlindung, maupun tempat
bereproduksi.
Lamun mampu menghasilkan metabolit sekunder (Choi et al. 2009;
Regalado et al. 2012) sehingga dapat dijadikan sebagai pangan fungsional.
Metabolit sekunder yang umumnya diproduksi oleh organisme berperan untuk
pertahanan diri dari lingkungan maupun dari serangan organisme lain termasuk
organisme penempel/epifit dan mencegah adanya infeksi dari patogen (Murniasih
2003; Marhaeni et al. 2010). Metabolit sekunder tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan merupakan senyawa pertahanan diri
bagi lamun Posidonia oceanica terhadap stres yang ditimbulkan adanya biota
epifit Lophocladia lallemandii. Sureda et al. (2008) menyebutkan bahwa senyawa
kimia tersebut juga merupakan respon terhadap kompetisi dengan lingkungannya.
Produksi senyawa antioksidan pada lamun dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya faktor lingkungan baik abiotik maupun biotik. Faktor abiotik meliputi
parameter fisika-kimia perairan tempat lamun itu hidup sedangkan faktor biotik
meliputi adanya aktivitas grazing dan epifit yang menempel pada daun lamun.
Kajian mengenai kandungan antioksidan dari lamun masih sedikit
dilakukan di Indonesia, tetapi di negara lain sudah banyak dilakukan diantaranya
oleh Regalado et al. (2012) pada jenis Thalassia testudinum, Haznedaroglu &

2

Zeybek (2007) dan Dumay et al. (2004) pada jenis Posidonia oceanica, Choi et
al. (2009) pada lamun jenis Zostera marina, Halodule wrightii teridentifikasi
mengandung Sulfated polysaccharides yang berperan dalam aktivitas biologi
seperti antioksidan (Silva et al. 2012). Penelitian sebelumnya yang mengkaji
mengenai lamun Thalassia hemprichii tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai Thalassia hemprichii
Nama Penulis Tahun
Kajian
Lokasi
Kuo et al.
1991
Buah dan bijinya
Queensland, Australia
Kiswara
1992
Vegetasi lamun
Pulau Pari, Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta
Shieh & Yang 1997
Denitrifikasi di perakaran
Pantai Nanwan, Taiwan
Eklof et al.
2008
Intensitas dan frekuensi
Pantai Cwaka, Tanzania
grazing dan dampak
terhadap fisiologi
Riniatsih &
2008
Bioaktivitas (antibakteri)
Bandengan, Jepara
Setyati
Alie
2010
Pertumbuhan dan Biomassa
Pulau Bone Batang,
Kepulauan Spermonde,
Sulawesi Selatan
Qi et al.
2012
Investigasi fitokimia dan
Cina Selatan
kemotaxonomi
Wulandari et al. 2013
Transplantasi dengan
Teluk Awur dan
metode jangkar
Bandengan, Jepara
Jiang et al.
2013
Efek nutrien dan salinitas
Pulau Hainand, Cina
terhadap pertumbuhan
Selatan
Tirtawijaya
2013
Pertumbuhan, nutrisi, dan Pulau Pramuka, Kepulauan
antibakteri
Seribu, DKI Jakarta
Thalassia hemprichii merupakan salah satu jenis lamun yang banyak
ditemukan di Pulau Pramuka. Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau di
Kepulauan Seribu yang dijadikan pusat administrasi pemerintah kabupaten
Kepulauan Seribu dan tempat wisata sehingga banyak penduduk yang
berdatangan ke pulau tersebut setiap harinya. Kondisi demikian secara langsung
maupun tidak langsung dapat memberikan dampak perubahan kondisi kualitas
(fisika-kimia) perairan maupun kerusakan ekosistem khususnya ekosistem lamun.
Informasi dan kajian mengenai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
produksi senyawa antioksidan dan komponen bioaktif T. hemprichii masih sangat
jarang dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai analisis
faktor abiotik dan biotik perairan terhadap aktivitas antioksidan T. hemprichii di
pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta.

Perumusan masalah
Radikal bebas yang ada di lingkungan hidup kita semakin banyak
jumlahnya menyebabkan perlunya pengembangan penangkal radikal bebas yang
dikenal dengan antioksidan. Antioksidan yang banyak digunakan saat ini terbuat

3

dari bahan sintetis (buatan) yang dapat menimbulkan efek negatif lain bagi
manusia, sehingga diperlukan sumber alami. Sumber antioksidan alami yang
berasal dari laut diantaranya rumput laut, spong, dan mikroalga. Sumber daya laut
yang masih belum dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan seperti lamun,
namun sejauh ini pemanfaatan lamun sebagai sumber antioksidan tidak melihat
faktor yang mempengaruhinya seperti faktor abiotik maupun biotik pada
habitatnya. Variasi faktor abiotik maupun biotik ini juga dipengaruhi oleh adanya
aktivitas manusia yang ada di sekitar habitat lamun. Berbagai aktivitas yang ada
di Pulau Pramuka, Kep. Seribu secara tidak langsung memberikan suatu kondisi
stres (tekanan) yang berpengaruh terhadap produksi senyawa antioksidan dan
komponen bioaktifnya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan penelitian diantaranya:
1. Bagaimana karakteristik faktor abiotik dan biotik di perairan Pulau Pramuka,
Kep. Seribu DKI Jakarta?
2. Bagaimana hubungan faktor abiotik dan biotik terhadap aktivitas antioksidan
lamun Thalassia hemprichii?

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik faktor abiotik dan
biotik di perairan Pulau Pramuka, Kep. Seribu DKI Jakarta serta hubungannya
terhadap aktivitas antioksidan lamun Thalassia hemprichii.

Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis penelitian ini yakni jika kondisi
lingkungan (abiotik dan biotik) perairan buruk maka akan memberikan tekanan
(stres) pada Thalassia hemprichii sehingga aktivitas antioksidannya akan semakin
tinggi.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam penyediaan
informasi mengenai kondisi perairan Pulau Pramuka serta adanya sumber
alternatif antioksidan alami yang ramah lingkungan. Informasi ini dapat dijadikan
sebagai dasar dalam upaya pengelolaan perairan Pulau Pramuka dan penentuan
lokasi penanaman lamun yang tepat di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI
Jakarta.

4

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI
Jakarta (Gambar 1). Pelaksanaan penelitian di lapangan dan analisis laboratorium
berlangsung selama 7 bulan, mulai Maret–September 2013. Analisis kualitas air
dilakukan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan
Lingkungan Perairan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB.
Ekstraksi sampel dan uji fitokimia serta total fenol dilakukan di Laboratorium
Kimia Analitik Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB, sedangkan uji aktivitas
antioksidan dilakukan di Laboratorium Uji Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka
LPPM IPB.

Bahan
Bahan penelitian terdiri atas sampel lamun Thalassia hemprichii dari
Pulau Pramuka, bahan kimia untuk ekstraksi adalah metanol pro-analysis. Bahan
lainnya adalah kertas saring Whatmann no. 1, heksan, H2SO4, aquades, air laut,
NaOH, H3BO3 2%, HCl, alkohol, amil alkohol, etanol 70%, pereaksi dragendorff,
pereaksi meyer, pereaksi wagner, klorofom, asetat anhidrat, magnesium, pereaksi
Follin-Ciocalteu, etanol 96%, larutan natrium karbonat, 1,1-diphenyl-2
picrylhydrazyl (DPPH), dan FeCl3 5%.

Alat
Peralatan yang digunakan adalah gunting, paralon, sendok semen, ice box,
blender, timbangan, inkubator goyang, alat sentrifugasi, lemari pendingin, cawan
porselin, mikropipet dan pipet tip, tali rafia, mistar, termometer, saringan
bertingkat, refraktometer, labu soxhlet, labu kjeldahl, labu erlenmeyer, corong
buchner, tabung reaksi, inkubator (Termolina), alat sentrifugasi (Sorvall T-21),
evaporator putar (IKA), oven (Yamato), spektrofotometer (ELISA reader) dan
peralatan gelas lainnya.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penentuan stasiun
penelitian, analisis komponen abiotik dan biotik perairan, preparasi sampel lamun,
pembuatan ekstrak lamun, uji fitokimia, analisis aktivitas antioksidan, serta
analisis komponen bioaktif (fitokimia dan total fenol).

5

Gambar 1 Lokasi Penelitian

Penentuan Stasiun
Stasiun penelitian ditetapkan pada perairan yang memiliki perbedaan
kondisi padang lamun. Stasiun penelitian di Pulau Pramuka terbagi menjadi tiga
stasiun pengamatan (Gambar 1). Stasiun I berarus dan bergelombang serta
tergolong daerah subtidal dengan mendapat masukan limbah domestik dari
aktivitas wisata dan pemukiman. Stasiun II merupakan daerah subtidal dan
berarus dengan lingkungan sekitar masih alami dan tidak ada aktivitas manusia.
Stasiun III merupakan perairan yang tenang dan tergolong intertidal dengan
daerah sekitarnya merupakan tempat pembuangan (TPA) dan pembakaran sampah
Pulau Pramuka.

Analisis Komponen Abiotik dan Biotik Perairan
Komponen abiotik
Komponen abiotik perairan yang diukur meliputi parameter fisika dan
kimia perairan tersaji pada Tabel 2. Parameter suhu, kedalaman, kecepatan arus,
kecerahan dan salinitas dilakukan secara insitu, sedangkan parameter lainnya
dilakukan di laboratorium.

6

Tabel 2 Metode/alat dalam pengamatan parameter fisika dan kimia perairan
Parameter
Suhu
Kedalaman
Kecerahan
Tekstur Sedimen
Kec. Arus
Salinitas
NO3 air permukaan
PO4 air permukaan
NO3 air pori
PO4 air pori
COD
TOM Sedimen

Metode/Alat
Termometer
Tongkat berskala
Secchi disk
Sieve & Pipet
Apung/floating dredge
Refraktometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Pembakaran/Tanur

Satuan
Referensi
0
C
APHA 2005
cm
m
Eleftheriou &McIntyre 2005
m/s
psu
APHA 2005
mg/L
APHA 2005
mg/L
APHA 2005
mg/L
APHA 2005
mg/L
APHA 2005
mg/L
APHA 2005
%
APHA 1992

Suntikan/penyedot
air
Batas antara air dan
sedimen

Gambar 2 Ilustrasi alat penyedot air pori
Pengambilan sampel air dan sedimen dilakukan pada saat perairan surut.
Sampel air diambil sebanyak tiga kali ulangan pada bulan Maret dengan frekuensi
seminggu sekali pada pukul 08.00-14.00 WIB. Pengambilan sampel air laut
dilakukan pada air kolom dan juga air antara di sedimen (air pori), hal ini
dikarenakan lamun menyerap unsur hara melalui akar dan daun. Pengambilan air
kolom dilakukan pada kedalaman daun lamun berada. Pengambilan dengan gelas
kaca yang kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel 500 mL, diawetkan
dengan H2SO4 pekat, dan dimasukkan ke dalam kotak es untuk dibawa dan
dianalisis di laboratorium. Air pori diambil menggunakan alat modifikasi yang
dibenamkan di dalam sedimen (Gambar 2), sedalam perakaran lamun di tiap
stasiun (15-25 cm).

Komponen biotik
Komponen biotik perairan yang diamati adalah fauna pemangsa lamun serta
biomassa epifit lamun. Fauna pemangsa lamun diamati secara visual, tidak
dilakukan penghitungan secara kuantitatif. Pengamatan biomassa epifit pada
lamun dilakukan dengan mengambil sampel daun lamun sebanyak 5 helai daun
tiap ulangannya pada tiap stasiun. Lamun yang telah dikumpulkan dikerik
epifitnya dan dikumpulkan dalam wadah, kemudian luas daun yang dikerik

7

diukur. Epifit yang terkumpul dalam wadah dipindahkan dalam cawan porselin
dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 2 jam. Berat cawan kosong dan yang
berisi epifit kering ditimbang, lalu diukur biomassa epifit dengan persamaan:
Biomassa epifit (mg/cm2) =

Preparasi Sampel Lamun Untuk Ekstraksi
Daun lamun untuk analisis dibersihkan dari pasir dan kotoran-kotoran
yang menempel menggunakan air laut, kemudian dicuci kembali menggunakan air
tawar untuk menghilangkan garam-garam yang masih menempel pada daun
lamun. Sampel daun lamun yang telah dibersihkan dikeringkan dengan sinar
matahari sampai kering.

Pembuatan Ekstrak Lamun (modofikasi El-Hady et al. 2007)
Sampel daun lamun yang sudah kering dihancurkan sampai menjadi bubuk
kasar. Sampel 10 g bubuk kasar direndam (maserasi) dalam 80 mL metanol (1:8)
selama 48 jam pada suhu ruang. Tahap selanjutnya adalah filtrasi. Sampel hasil
ekstraksi disaring dengan kertas saring Whatman No. 1. Filtrat dievaporasi dan
dikeringkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 60 oC (Gambar 3).

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Analisis keberadaan komponen metabolit sekunder dalam ekstrak daun
lamun dilakukan melalui serangkaian uji fitokimia. Uji fitokimia dilakukan secara
kualitatif yang meliputi uji alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, uji
steroid/triterpenoid, tanin, dan saponin.
Uji Alkaloid
Sampel 0,2 gram dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N
kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan
pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan
pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.
Uji Flavonoid
Sampel 0,2 gram ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil
alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama)
dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah,
kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Fenol Hidrokuinon
Sampel 1 gram diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa
fenol dalam bahan.

8

Daun lamun (100 g)

Preparasi (dibersihkan)

Pengeringan dengan sinar
matahari

Penghancuran

Bubuk Lamun (10 g)

Maserasi 48 jam dalam suhu ruang
dengan methanol pro-analis (1:8)

Filtrasi

Filtrat

Residu

Evaporasi (60 oC)

Ekstrak kasar
(9,5%)

Analisis Aktivitas
antioksidan, Fitokimia
Total fenol

Gambar 3 Prosedur ekstraksi daun lamun (modifikasi El-Hady et al. 2007)
Uji Steroid/Triterpenoid
Sampel 0,2 gram dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi
yang kering kemudian ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3
tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali
kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.
Uji Tanin
Sampel 0,2 gram ditambahkan FeCl3 kemudian campuran dihomogenkan.
Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada campuran.
Uji Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas dengan
mengocoknya hingga timbul busa. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak
hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

9

Uji Total Fenol (Yanthong et al. 2009)
Kurva standar fenol dibuat menggunakan standar asam galat (25-200
µg/mL) sebagai pengganti sampel dengan perlakuan yang sama. Standar asam
galat yang digunakan yaitu konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm. Serapan
standar tersebut diukur panjang gelombangnya dan dibuat kurva kalibrasi dari
hubungan antara konsentrasi asam galat dengan absorban sehingga diperoleh
persamaan:
Konsentrasi sampel (mg/L)

=

Keterangan : y = abs sampel
a = intersept
b = slope
Kandungan total fenol diukur dengan spektrofotometer menggunakan
pereaksi Follin-Ciocalteu. Ekstrak lamun masing-masing sebanyak 5 mg
dilarutkan dengan 2 mL etanol 96% dalam tabung reaksi. Campuran tersebut
ditambahkan 5 mL akuades dan 0,5 mL reagen Follin-Ciocalteau (50% v/v),
kemudian didiamkan selama 5 menit. Larutan natrium karbonat ditambahkan 1
mL (5% b/v), dihomogenasi dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam dalam
kondisi tanpa cahaya (gelap). Kandungan total fenol diukur dengan
spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis) pada panjang gelombang 725 nm.
Perhitungan kandungan total fenol diinterpretasikan dengan persamaan:

x 100 %

Total fenol (%) =

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Aranda et al. 2009)
Uji aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang
digunakan dalam mereduksi radikal bebas stabil DPPH diinterpretasikan dengan
persen inhibisi. Sebanyak 1 mg ekstrak kasar lalu ditambahkan metanol dengan
perbandingan 1:1000. Sebanyak 1,3 mg DPPH diencerkan dengan 25 mL etanol.
Etanol diisikan ke dalam microwell plate yang telah disiapkan sebanyak 1 μL.
Langkah selanjutnya pengisian ekstrak dengan beberapa konsentrasi (32,5; 62,5;
125; 500; 1000 mg/L) dan penambahan larutan DPPH. Campuran dihomogenkan
dan diinkubasi pada suhu 37 C dalam waktu 30 menit. Serapan yang dihasilkan
diukur dengan ELISA reader pada panjang gelombang 517 nm. Antioksidan
sintetik vitamin C digunakan sebagai kontrol positif. Persen inhibisi sampel dapat
dihitung dengan persamaan:
% Inhibisi =

x 100 %

Nilai konsentrasi penghambatan aktivitas radikal bebas sebanyak 50%
(IC50) dihitung dengan menggunakan persamaan regresi. Persamaan regresi
diperoleh dari hubungan antara konsentrasi sampel dan persentase penghambatan
aktivitas radikal bebas dengan persamaan :

10

y= a + b ln (x)
Keterangan :
y
= persen inhibisi (50 %)
x
= konsentrasi sampel (ppm)
a
= intercept
b
= slope
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis sebagai berikut:
a. Deskriptif
Seluruh data meliputi data fisik-kimia perairan, biomassa epifit, total fenol
dan aktivitas antioksidan sebelum dianalisis lebih lanjut akan dianalisis secara
deskriptif terlebih dahulu untuk memberikan gambaran umum tentang data
tersebut.
b. Uji Anova
Uji anova digunakan untuk menganalisis data parameter fisik-kimia
perairan, biomassa epifit, total fenol, dan aktivitas antioksidan antar stasiun jika
hasil analisis berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT
p