Analisis tataniaga pupuk organik UD. AMA Kabupaten Solok, Sumatera Barat

ANALISIS TATANIAGA PUPUK ORGANIK UD. AMA
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT

GHAZIAN MUHAMMAD

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga
Pupuk Organik Perusahaan UD. AMA Kabupaten Solok, Sumatera Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ghazian Muhammad
NIM H34100142

ABSTRAK
GHAZIAN MUHAMMAD. Analisis Tataniaga Pupuk Organik Perusahaan UD.
AMA Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh JOKO PURWONO.
Pupuk organik merupakan salah satu jenis pupuk yang mendukung
perkembangan sektor pertanian di Indonesia dan digunakan dalam pengembalian
unsur alami hara tanah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem tataniaga
pupuk organik yang meliputi saluran tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi
tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Selain itu, penelitian ini menganalisis
efisiensi tataniaga beras di setiap saluran tataniaga melalui pendekatan marjin
tataniaga, firm’s share, dan rasio keuntungan per biaya. Hasil indikator analisis
efesiensi operasional dan indikator kualitatif menunjukkan bahwa saluran
tataniaga yang terbentuk telah efisien karena posisi tawar dari produsen tinggi.
Selain itu, dibutuhkan lebih banyaknya penyaluran melalui saluran untuk
meningkatkan penjualan perusahaan dan keuntungan bagi para konsumen akhir.
Kata-kunci: efisiensi, firm’s share, tataniaga, pupuk


ABSTRACT
GHAZIAN MUHAMMAD. UD AMA Firm’s Fertilizer Marketing Analysis,
Solok District, West Sumatera. Supervised by JOKO PURWONO.
Organic fertilizer is one kind of fertilizer that supports the agricultural sector
development in Indonesia and used to recover back the natural elements of soil
nutrients. The purpose of this study was to analyze the trading system that
includes an organic fertilizer marketing channels, institutions, function, structure
and behavior. In addition, this study analyzed the efficiency of fertilizer in each
channel trading system with the margin approach, the firm’s share and the profit
ratio per charge. The results of the analysis of operatinal efficiency indicators and
qualitative indicators show that the channel has formed and efficient trading
system due to high bergaining power of producer. In addition, it takes more
number of distribution channels to increas sales through the company and benefits
to the end consumer.
Keywords : efficiency, firm’s share, fertilizer, marketing

ANALISIS TATANIAGA PUPUK ORGANIK UD.AMA
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT


GHAZIAN MUHAMMAD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Pupuk Organik Perusahaan UD. AMA
Kabupaten Solok, Sumatera Barat
Nama
: Ghazian Muhammad
NIM
: H34100142


Disetujui oleh

Ir Joko Purwono, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
September 2013 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Tataniaga Pupuk
Organik UD. AMA Kabupaten Solok, Sumatera Barat Kabupaten Solok,
Sumatera Barat.

Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan
arahan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, kepada :
1. Ir. Joko Purwono, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran.
2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji, Dr. Ir. Wahyu Budi
Priatna, M.Si selaku komisi akademik yang telah meluangkan waktu
serta memberikan kritik dan saran.
3. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik
beserta seluruh Dosen dan Staf Departemen Agribisnis yang telah
membimbing penulis.
4. Ir. Adlim Gani dan Drs. Neviyenti sebagai Orang Tua penulis yang
selalu memberikan kasih sayang selama-lamanya. Merekalah yang
senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik.
Terima kasih banyak keluarga kecilku tercinta.
5. Saudara-saudara dan seluruh instansi pemerintahan dan nonpemerintahan serta perorangan di Sumatera Barat yang terkait dalam
penyusunan skripsi ini, penulis berterima kasih atas waktu, kesempatan,
informasi dan dukungan fasilitas maupun non-fasilitas yang telah
diberikan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen terkhusus
Departemen Agribisnis serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Ghazian Muhammad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian


4

Ruang Lingkup Penelitian

4

KERANGKA PEMIKIRAN

4

Kerangka Pemikiran Teoritis

4

Konsep Tataniaga

4

Saluran Tataniaga


5

Lembaga Tataniaga

6

Fungsi Tataniaga

7

Efisiensi Tataniaga

8

Firm’s Share

9

Marjin Tataniaga


10

Rasio Keuntungan dan Biaya

12

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Tataniaga

12

Struktur Pasar

12

Perilaku Pasar

13

Keragaan Pasar


14

Studi Relevan

14

Kerangka Berpikir

16

Kontribusi Lembaga Tataniaga dengan Efisiensi Tataniaga

16

Kontribusi Saluran Tataniaga dengan Efisiensi Tataniaga

16

Kontribusi Fungsi Tataniaga dengan Efisiensi Tataniaga

16

Kontribusi Struktur Pasar dengan Efisiensi Tataniaga

16

Kontribusi Perilaku Pasar dengan Efisiensi Tataniaga

16

Kontribusi Saluran, Lembaga, Fungsi Tataniaga serta Struktur dan Perilaku
Pasar dengan Efisiensi Tataniaga
17
Hipotesa

17

Kerangka Pemikiran Operasional

17

METODE PENELITIAN

18

Lokasi dan Waktu Penelitian

18

Jenis dan Sumber Data

18

Metode Pengumpulan Data

20

Teknik Pengumpulan Data

20

Analisis Data

22

Analisis Saluran, Lembaga dan Fungsi Tataniaga

22

Analisis Karakter Pelaku dan Struktur Pasar

22

Analisis Firm’s share

22

Analisis Marjin Tataniaga

23

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

23

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

24

Keadaan Umum Kabupaten Solok

24

Keadaan Umum UD AMA

25

Karakteristik Lembaga Tataniaga

26

Usia Pelaku Lembaga Tataniaga

27

Pendidikan Pelaku Lembaga Tataniaga

28

Lama Usaha Pelaku Lembaga Tataniaga

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Identifikasi Lembaga, Saluran dan Fungsi Tataniaga Pupuk Organik

29

Analisis Saluran Tataniaga Pupuk Organik

29

Analisis Lembaga Tataniaga Pupuk Organik

32

Distributor

32

Pengecer

33

Kelompok Tani

33

Analisis Fungsi Tataniaga Pupuk Organik

33

Fungsi Tataniaga di Tingkat Perusahaan Pupuk Organik

34

Fungsi Tataniaga di Tingkat Distributor

35

Fungsi Tataniaga di Tingkat Kelompok Tani

36

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pengecer

36

ANALISIS STRUKTUR DAN PERILAKU PASAR
Analisis Struktur Pasar Beras

36
37

Struktur Pasar di Tingkat Perusahaan

37

Struktur Pasar di Tingkat Distributor

37

Struktur Pasar di Tingkat Pengecer

38

Struktur Pasar di Tingkat Kelompok Tani

38

Analisis Perilaku Pasar Beras

38

Praktek Jual-Beli

38

Sistem Penentuan Harga dalam Transaksi

39

Sistem Pembayaran dalam Transaksi

39

Kerjasama antar Lembaga Tataniaga

40

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA

40

Analisis Volume Distribusi

40

Analisis Biaya Tataniaga

41

Analisis Marjin Tataniaga

42

Analisis Firm’s share

42

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga

43

SIMPULAN DAN SARAN

44

Simpulan

44

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Luas lahan kritis sumatera barat tahun 2012
Karakteristik struktur pasar
Teknik pengumpulan data
Responden pelaku lembaga tataniaga dan jenis lembaga tataniaga
Sebaran pelaku lembaga tataniaga berdasarkan usia
Sebaran pelaku lembaga tataniaga berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran pelaku lembaga tataniaga berdasarkan lama usaha
Jumlah pembeli pupuk organik UD AMA
Distribusi penjualan perusahaan pupuk organik UD AMA
Distribusi penjualan distributor pupuk organik UD AMA
Tabulasi fungsi tataniaga disetiap saluran tataniaga
Volume distribusi saluran tataniaga pupuk organik UD AMA
Biaya tataniaga pupuk organik (rupiah per kilogram) UD AMA
Marjin tataniaga pupuk organik (rupiah per kilogram) UD AMA
Firm’s share UD AMA
Rasio keuntungan per biaya UD AMA

1
13
21
27
28
28
28
30
31
31
34
40
45
42
43
47

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Definisi marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaga
Kerangka pemikiran operasional tataniaga pupuk organik
Saluran tataniaga pupuk organik UD AMA

11
20
33

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.

Panduan kuesioner penelitian
Marjin, keuntungan dan biaya pupuk organik UD AMA
Dokumentasi penelitian

47
51
52

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kontribusi Sumatera Barat untuk memenuhi pangan nasional cukup besar.
Terbukti dengan produksi beras provinsi ini melebihi kebutuhan masyarakatnya
yaitu sebesar 2 368 390 ton gabah kering giling (GKG), mengalami peningkatan
3.89 persen dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya sebesar 2 279 602 ton
GKG. Kebutuhan masyarakat Sumatera Barat sendiri tak lebih dari 615 221 ton
sehingga dapat disimpulkan bahwa mengalami surplus beras sekitar 1 753 169
ton. Kenaikan produksi padi didorong oleh bertambahnya luas panen sebesar 14
713 hektar dari 461 709 hektar pada 2011 menjadi 476 422 hektar. Peningkatan
juga didorong oleh adanya peningkatatn produktvitas panen sebesar 0.34 kuintal
per hektar (BPS, 2013).
Sumatera Barat sebagai salah satu penghasil beras nasional juga memiliki
sisi negatif yaitu berupa lahan kritis disebabkan dari penggunaan pupuk kimia
secara berlebihan atau ketidaktepatan penggunaan pupuk. Lahan kritis yang ada di
tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 333 439 hektar lahan kritis dan 38 947
hektar lahan sangat kritis di Sumatera Barat. Dilihat dari jumlah lahan kritis yang
sangat besar membuat Sumatera Barat akan tentunya memiliki potensi yang besar
dalam mengembangkan lahan kritis ini sehingga produksi pertanian dapat
dimaksimalkan.
Tabel 1. Luas lahan kritis sumatera barat tahun 2012a
Kabupaten/Kota
Kab. Kepulauan Mentawai
Kab. Agam
Kab. Lima Puluh Kota
Kab. Padang Pariaman
Kab. Pasaman
Kab. Sijunjung
Kab. Solok
Kab. Tanah Datar
Kab. Pesisir Selatan
Kab. Solok Selatan
Kab. Pasaman Barat
Kab. Dharmasraya
Kota Padang
Kota Bukittinggi
Kota Payakumbuh
Kota Pariaman
Kota Padang Panjang
Kota Sawahlunto
Kota Solok
Total
a

Sumber : Dinas Kehutanan, 2013

Kategori Lahan Kritis
Kritis (Ha)
Sangat Kritis (Ha)
6 182
1 064
105 591
6 508
2 539
59 078
10 567
73 923
1 230
28 719
8 898
27 210
5 943
8 169
3
174
162
1 589
2 292
104
586
854
326
31
14 966
3 320
1 829
529
333 439
38 947

2

Pupuk merupakan suatu bahan yang ditambahkan pada tanah atau media
tanam tertentu untuk memenuhi kebutuhan dari unsur hara yang diperlukan
tanaman sehingga tanaman berproduksi maksimal. Pupuk berisi berbagai
kandungan kimia yang dapat dilihat dari bahan bakunya berupa organik ataupun
non-organik (mineral). Pada dosis yang tepat, pupuk non-organik terbukti lebih
efektif bila digunakan pada lahan yang masih belum terpengaruh oleh berbagai
macam zat kimia lainnya. Efek samping penggunaan pupuk adalah adanya
kerusakan dan pencemaran laut dan air tanah. Oleh karena itu, penggunaan pupuk
yang berlebihan akan memicu pencemaran air.
Berbeda dengan pupuk non-organik, pupuk organik merupakan pupuk yang
mengembalikan unsur hara alami tanah dan dalam dosis yang tinggi sekalipun
tidak akan merusak tanah. Pupuk organik dipercaya dapat memberikan dampak
positif kepada media tanah, semakin lama tanah berinteraksi dengan pupuk
organik akan melengkapi dan menyusun kembali unsur alami tanah karena
kandungan daripada salah satu dan beberapa zat yang ada di tanah. Pupuk nonorganik dibuat dengan kadar kadar tertentu sehingga ketika salah satu zat yang
berlebihan berada di dalam tanah, maka akan terjadi penggumpalan yang akan
mengakibatkan tanah menjadi tidak subur. Sebaliknya ketika zat hara tanah telah
tersusun kembali maka akan terjadi penyuburan tanah hal ini terjadi ketika pupuk
organik yang berasal dari bahan-bahan alami akan mengembalikan sifat asli tanah.
Perkembangan industri pupuk khususnya pupuk organik, telah mencapai
tahap perkembangan. Petrokimia organik dari PT. Petrokimia Gresik merupakan
salah satu contoh pupuk yang melakukan pengembangan pupuk organik di
Indonesia. Perusahaan ini telah mencapai tahap penyaluran distribusi pupuk
organik ke seluruh Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan utama
sebagai pemasok kebutuhan pupuk organik nasional.
Kandungan bahan organik tanah yang ada di Indonesia kurang dari 2 persen,
akan tetapi konsumsi pupuk organik di Indonesia tidaklah besar. Kebutuhan
pupuk organik per hektar sangat besar yaitu 5-20 ton, transportasi akan menjadi
masalah utama dalam penerapan pupuk organik. Hal ini diakibatkan dari sifat
pupuk organik yang voluminous sehingga memerlukan biaya transportasi dan
aplikasi yang besar, terlebih apabila tempat produksi berada di daerah yang jauh.
Selain itu, efek yang ditimbulkan dari pemakaian pupuk organik juga sangat
lambat dan membuat pemakaian kurang diminati petani. Pemakaian pupuk
organik yang memberikan manfaat dalam pengembalian unsur hara tanah
diharapkan dapat meningkatkan kembali produktivitas lahan kritis dan akan
meningkatkan permintaan dari pupuk organik.
Pupuk menjadi perhatian utama bagi sektor pertanian karena produktivitas
petani tergantung pada pupuk yang dipakai. Sumatera Barat sebagai salah satu
wilayah di Indonesia yang memiliki luas lahan untuk yang daerahnya banyak
digunakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebuanan, peternakan maupun
perikanan budidaya menjadi salah satu opsi pemerintah dalam menjalankan tugas
pembangunan. Menurut data yang disajikan di atas menunjukkan jumlah lahan
kritis yang terdapat di wilayah Sumatera Barat. Jumlah tersebut diharapkan dapat
berkurang dengan pemakaian pupuk organik yang mengembalikan kesuburan
tanah.
UD. AMA adalah salah satu perusahaan yang melakukan produksi pupuk
organik di Sumatera Barat. Analisa mengenai tataniaga pupuk organik UD. AMA

3

akan menghasilkan data penyaluran pupuk organik yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dengan mengobservasi jumlah pupuk organik yang disalurkan oleh
sentra produsen ke sentra konsumen sehingga didapatkan beberapa saluran dan
marjin terdapat diantara keduanya.
Perumusan Masalah
Industri pertanian di Indonesia masih belum dapat lepas dari kebutuhan
penggunaan pupuk organik ataupun pupuk anorganik. Kedua jenis pupuk ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga sebetulnya kedua
jenis pupuk ini dapat melengkapi satu sama lain.
Kekurangan bahan baku berupa gas untuk urea, bahan kimia lainnya dalam
pembuatan pupuk juga masih menjadi persoalan mendasar dari persoalan yang
dihadapi industri pupuk. Berbeda jika dibandingkan dengan adanya perusahaan
pupuk organik yang bahan bakunya berasal dari bahan organik. Distribusi juga
merupakan salah satu persoalan yang masih membentur industri pupuk. Banyak
petani melakukan pengaduan mengenai masalah kelangkaan pupuk di pasar.
Padahal sebenarnya produksi pupuk sudah mencukupi karena Indonesia
merupakan produsen pupuk terbesar di dunia. (Tasrif, 2013)
Produksi pupuk suatu perusahaan dapat dijadikan tolak ukur dalam
menganalisis lembaga yang terdapat dalam saluran tataniaga. Selain itu, marjin
yang terdapat diantara produsen dan konsumen akhir juga dapat diketahui. Kedua
analisis ini akan memberikan pilihan kepada para pelaku bisnis untuk terlibat
dalam sistem tataniaga suatu komoditas dalam hal ini pupuk organik.
Pemerintah mengatur kebijakan tataniaga pupuk bersubsidi dalam Peraturan
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Permendag) Nomor 07/MDAG/PER/2/2009 tentang perubahan atas Peraturan Kementrian Perdagangan
Republik Indonesia (Permendag) Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang
pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. Pasal yang
mengatur tataniaga pupuk bersubsidi dalam Permendag diatas antara lain RDKK
(Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), wilayah tanggung jawab pengadaan
dan penyaluran pupuk bersubsidi, tanggung jawab setiap lini mulai dari distributor
resmi yang ditunjuk oleh produsen lebih lanjut diatur oleh Direktur Jendral
Perdagangan Dalam Negri, Departemen Perdagangan. Fakta disamping
menimbulkan pertanyaan, apakah distributor merupakan lembaga yang paling
banyak dalam menyalurkan pupuk organik? Selain itu, pemerintah juga mengatur
perundangan pertanian yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 122/Permentan/SR.130/11/2013 tentang penetapan
harga pupuk organik bersubsidi dengan harga Rp500 menimbulkan pertanyaan
lanjutan, yaitu apakah harga yang dilepas oleh lembaga yang terlibat dalam sistem
tataniaga pupuk organik sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah? Siapa
saja lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga pupuk organik?
Seluruh kegiatan ekonomi yang membantu proses aliran produk pupuk dari
produsen hingga konsumen akhir mempengaruhi tataniaga di lokasi penelitian
sehingga data marjin serta saluran yang dilalui oleh produk dapat diketahui.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah yang harus diselesaikan dalam penelitian ini.

4

1.
2.

Bagaimana sistem tataniaga pupuk organik di UD. AMA?
Bagaimana efisiensi tataniaga pupuk organik di UD. AMA?
Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk :
1.
Menganalisis sistem tataniaga pupuk organik yang meliputi saluran
tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku
pasar.
2.
Menganalisis efisiensi tataniaga pupuk organik di setiap jenis saluran
tataniaga.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang
memerlukan informasi dalam hal tataniaga pupuk organik seperti yang telah
dipaparkan pada tujuan penelitian, terutama bagi instansi terkait seperti
Pemerintah Daerah Kabupaten Solok beserta Dinas Pertanian dan tentunya UD.
AMA dalam rangka mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi produksi pupuk organik sebagai produk unggulan daerah
serta memperbaiki sistem tataniaga yang selama ini dilakukan. Bagi penulis
penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh
di bangku kuliah, serta sebagai tugas akhir syarat dalam menyelesaikan studi
kuliah. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
penelitian berikutnya yang berkaitan dengan tataniaga pupuk.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi oleh:
1.

Produk yang diteliti adalah pupuk organik padat UD. AMA

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Tataniaga
Tataniaga (marketing) dari perspektif makro merupakan aktivitas atau
kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari perusahaan (produsen primer)
sampai ke konsumen akhir. Dalam aktivitas mengalirnya produk sampai ke tangan
konsumen akhir (end user), banyak kegiatan produktif yang terjadi dalam upaya
menciptakan atau menambah nilai guna (bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan)

5

dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen akhir (Asmarantaka, 2012)1. Dahl
dan Hammond (1977), menyebutkan bahwa tataniaga merupakan serangkaian
fungsi yang diperlukan untuk menggerakkan produk mulai dari produsen utama
hingga konsumen akhir2. Tataniaga produk agribisnis menganalisis semua
aktivitas bisnis yang terjadi dalam komoditi pertanian atau produk agribisnis,
setelah produk tersebut lepas dari perusahaan produsen primer sampai ke tangan
konsumen akhir (Purcell, 1979)3. Menurut Kohl dan Uhl (2002), tataniaga
pertanian merupakan keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang
dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (perusahaan) sampai
konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian4.
Berdasarkan beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa tataniaga
adalah kegiatan penyaluran produk dari sentra produsen ke sentra konsumen
melalui berbagai saluran tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga dan memiliki fungsi tataniaganya masing-masing. Tataniaga merupakan
suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan nilai tambah kepada suatu
produk dalam bentuk barang/jasa yang ditujukan kepada konsumen akhir.
Kegiatan ini mampu memberikan manfaat kepada banyak orang di setiap
stakeholder sehingga memberikan nilai tambah berupa nilai tambah bentuk,
tempat, waktu, dan kepemilikan. Nilai tambah bentuk adalah suatu barang akan
mempunyai nilai yang lebih besar apabila terjadi perubahan bentuk. Nilai tambah
tempat adalah suatu barang akan mempunyai nilai yang lebih besar apabila terjadi
perubahan tempat. Nilai tambah waktu adalah suatu barang akan mempunyai nilai
yang lebih besar apabila terjadi perubahan waktu. Nilai tambah kepemilikan
adalah suatu barang akan mempunyai nilai yang lebih besar apabila terjadi
perubahan kepemilikan.
Pada akhirnya saluran tataniaga dari suatu komoditas haruslah diketahui
untuk mengetahui jalur tataniaga manakah yang paling dapat memberikan
keuntungan bagi pihak-pihak yang terkait dalam saluran tataniaga. Selain itu
saluran tataniaga juga mempermudah dalam mencari besarnya marjin yang
diterima tiap lembaga yang terlibat. Untuk membantu agar tataniaga berjalan
dengan baik maka diperlukan bagian-bagian dalam tataniaga seperti lembaga
tataniaga, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku
pasar.
Saluran Tataniaga
Komoditi pertanian pada umumnya mempunyai sifat-sifat mudah rusak
(perishable), mudah busuk, dan mempunyai bobot dan volume yang besar (bulky).
Oleh karena itu komoditi pertanian harus mempunyai sistem penyaluran yang
mempunyai sifat mampu memberikan perlindungan dan keamanan bagi barang
tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1985), saluran tataniaga dapat diartikan
sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau
1

Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Modul Kuliah. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
2
Dahl DC, Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. Mc
Graw-Hill Book Company. New York.
3
Purcell WD. 1979. Agriculture Marketing System, Coordina tion, Cash and Future Prices. A
Prentice-Hall Company. Virginia.
4
Kohls RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. MacMillian Publishing Company.
New York

6

membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau
jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen5. Penyaluran produk dari
produsen ke konsumen memerlukan alur yang dapat memberikan akses terbaik
agar produk yang dihasilkan sampai ke tangan konsumen sesuai kriteria keinginan
konsumen.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran
tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1985) yaitu:
1. Pertimbangan pasar: siapa konsumen, rumah tangga atau industri, besarnya
potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa
jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.
2. Pertimbangan barang: berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan
berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau
pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.
3. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi: pelayanan yang dapat
diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan
produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya.
Saluran tataniaga dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat
saluran. Panjangnya suatu saluran tataniaga akan ditentukan oleh banyaknya
tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Dengan mengetahui
saluran tataniaga suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih
efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat ditempuh, serta dapat
mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang
terlibat.
Lembaga Tataniaga
Dahl and Hammond (1977), mengatakan bahwa untuk menganalisis sistem
tataniaga dapat dilakukan melalui pendekatan kelembagaan (Institutional
Approach), terdiri dari pedagang, pedagang perantara, pedagang spekulan,
pengolah dan organisasi yang memberikan fasilitas tataniaga.
Badan perantara dibutuhkan keberadaannya untuk menggerakkan barang
dan jasa dari titik produksi ke titik konsumsi, karena jarak antara produsen dan
konsumen seringkali berjauhan. Penyampaian barang dari produsen ke konsumen
akhir dalam sistem tataniaga melibatkan beberapa lembaga tataniaga sehingga
membentuk berbagai saluran tataniaga yang digunakan produsen untuk
menyalurkan produknya ke konsumen akhir dari titik produsen. Kelembagaan
tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang
melaksanakan/mengembangkan aktivitas bisnis berupa kegiatan-kegiatan
produktif yang diwujudkan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga. Melalui
pendekatan ini dapat diketahui peranan lembaga-lembaga yang terlibat dalam
penangan suatu komoditi mulai dari tingkat produsen hingga konsemen (Limbong
dan Sitorus, 1985)5. Lembaga tataniaga berada diantara waktu proses produksi
primer hingga suatu produk siap dikonsumsi oleh konsumen akhir.
Limbong dan Sitorus (1985)6 menyatakan bahwa lembaga tataniaga dapat
digolongkan pada :
5

Limbong WH, Sitorus P. 1985. Handout Bahan Kuliah Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
6
Limbong WH, Sitorus P. 1985. Handout Bahan Kuliah Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

7

1. Lembaga tataniaga menurut fungsi yang dilakukan :
- Lembaga fisik tataniaga, seperti badan pengangkut.
- Lembaga perantara tataniaga, seperti pedagang pengecer dan grosir.
- Lembaga fasilitas tataniaga, seperti bank desa, kredit desa, dan KUD.
2. Lembaga tataniaga menurut penguasaan terhadap barang
- Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, seperti
agen, perantara dan broker.
- Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang
pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importer.
- Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,
seperti pengangkutan, pergudangan, asuransi dan lain-lain.
Analisa lembaga tataniaga dilakukan diantara titik produsen sampai dengan
titik konsumen sehingga terdapat beberapa badan perantara yang mengalirkan
produk dari titik produsen ke titik konsumen. Lembaga tataniaga dapat berupa
sebuah pedagang perantara, agen perantara, spekulator, industri pengolahan
maupun organisasi pendukung yang melaksanakan fungsinya masing-masing.
Fungsi Tataniaga
Berbagai bentuk kegiatan fungsional tataniaga akan memperlancar proses
penyaluran barang atau jasa secara efektif dan efisien dari produsen ke konsumen.
Kegiatan fungsional tersebut disebut sebagai fungsi-fungsi tataniaga yang
berfungsi dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Fungsi tataniaga
dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga
suatu komoditas yang membentuk rantai tataniaga atau sering disebut sebagai
sistem tataniaga.
Dahl and Hammond (1977), mengatakan bahwa untuk menganalisis sistem
tataniaga dapat dilakukan melalui pendekatan fungsi (functional approach), terdiri
dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan,
pengolahan dan pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading,
pengnggung risiko, pembiayan dan informasi pasar).
Dalam aliran produk pertanian dari produsen sampai ke konsumen akan
terjadi peningkatan nilai guna komoditi pertanian tersebut. Peningkatan nilai guna
ini terjadi karena adanya lembaga-lembaga tataniaga yang melaksanakan fungsifungsi tataniaga yang terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas serta fungsi pertukaran dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian.
Fungsi fisik merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kegunaan
bentuk, tempat dan waktu. Fungsi fisik meliputi pengolahan, penyimpanan dan
pengangkutan.
Fungsi fasilitas merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memperlancar
kegiatan pertukaran yang mencakup semua tindakan yang berhubungan dengan
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas
terdiri dari fungsi standarisasi dan fungsi grading, fungsi penggunaan risiko,
fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar.
Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum
dikonsumsi atau menunggu untuk diangkut ke daerah pemasaran. Selama proses
penyimpanan dilakukan tindakan untuk menjaga mutu, terutama hasil-hasil
pertanian yang mempunyai sifat mudah busuk. Pada proses penyimpanan semua
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan uang dilaksanakan adalah biaya

8

penyimpanan termasuk biaya pemeliharaan fisik gudang, risiko kerusakan selama
penyimpanan dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama barang tersebut masih
disimpan.
Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang di daerah
konsumen yang sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah
dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan jenis alat angkut
yang tidak sesuai dengan sifat barang yang akan diangkut dapat menimbulkan
kerusakan dan penurunan mutu barang yang bersangkutan.
Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk
dengan berbagai warna, ukuran, kadar air, bentuk, tingkat kematangan, rasa dan
kriteria lainnya. Grading adalah tindakan menggolongkan suatu produk menurut
standarisasi yang diinginkan oleh pembeli. Kedua fungsi ini memberikan manfaat
dalam proses tataniaga, yaitu mempermudah pelaksanaan jual-beli serta
mengurangi biaya tataniaga terutama biaya pengangkutan.
Setiap fungsi diatas mulai dari fungsi fisik, fungsi fasilitas, fungsi
penyimpanan, dan fungsi standarisasi diharapkan agar diketahui dan dapat
dimaksimalkan oleh produsen sehingga terkordinasi dengan baik. Adanya
koordinasi antara fungsi diatas tentunya melibatkan banyak stakeholder dan
memiliki macam-macam struktur pasar yang perlu diketahui pula oleh para pelaku
bisnis.
Setiap tataniaga suatu komoditas memiliki tujuan akhir yaitu efisiensi dari
keseluruhan sistem tataniaga tersebut. Saluran tataniaga dari suatu komoditas
perlu diketahui untuk menentukan jalur mana yang lebih efisien dari semua
kemungkinan jalur-jalur yang dapat ditempuh. Selain itu saluran pemasaran dapat
mempermudah dalam mencari besarnya margin yang diterima tiap lembaga yang
terlibat. Efisiensi sistem tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai
dalam suatu sistem tataniaga. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem
tersebut dapat memberikan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam
tataniaga seperti produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga tataniaga.
Efisiensi Tataniaga
Tataniaga yang efisien adalah sampainya produk ke konsumen akhir
menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan biaya yang
serendah-rendahnya serta adanya pembagian yang adil dari harga yang dibayar
konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi dan
tataniaga tersebut (Mubyarto, 1992)7. Konsep efisiensi sering mempergunakan
ukuran keragaan pasar. Meningkatnya efisiensi atau sistem pemasaran yang
efisien merupakan keinginan atau tujuan dari partisipan pemasaran yaitu petani,
perusahaan atau lembaga-lembaga pemasaran (pedagang, pengolah dan pabrik),
konsumen, dan masyarakat umum. Salah satu indikator efisiensi pemasaran adalah
efisiensi teknis (operasional) yaitu merupakan ukuran dari perbandingan (rasio)
dari nilai output dengan input pemasaran (Asmarantaka, 2012)8.

7

Mubyarto. 1992. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S.
Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Modul Kuliah. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
8

9

Konsep efisiensi sering digunakan sebagai ukuran keragaan pasar. Salah
satu indikator efisiensi tataniaga adalah efisiensi teknis (operasional) yaitu
merupakan ukuran dari perbandingan dari nilai output dan input tataniaga.
Tataniaga agribisnis yang efisien akan terwujud apabila terdapat indikatorindikator berikut, antara lain :
1. Menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yang tinggi
terhadap produk agribisnis.
2. Menghasilkan keuntungan bagi setiap lembaga tataniaga perusahaan yang
terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan).
3. Marketing margin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan
fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen
akhir.
4. Memberikan bagian yang diterima perusahaan produsen (firm’s share) yang
relatif akan merangsang produsen berproduksi.
Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun
lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang/jasa mulai dari
produsen sampai konsumen akhir. Banyak sekali ukuran untuk menentukan
efisiensi tataniaga karena hal tersebut cukup sulit dan sangat relatif. Oleh sebab
itu, banyak pakar yang mempergunakan indikator ukuran efisiensi operasional,
efisiensi harga, dan efisiensi relatif (Hammond dan Dahl, 1977; Raju dan Open,
1982; Kohls dan Uhl, 2002) dalam Asmarantaka (2012)12. Secara normatif,
struktur pasar yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect
competition). Akan tetapi dalam kenyataannya, struktur pasar ini tidak dapat
ditemukan secara jelas.
Secara fakta di suatu tempat, pasar yang efisien adalah pasar yang
kompetitif dengan indikator antara lain :
1. Harus terdapat alternatif bagi konsumen maupun produsen (ada pilihan yang
tersedia.
2. Terdapat insentif bagi pelaku-pelaku pasar untuk masuk pasar atau industri.
3. Pangsa pasar (market share) relatif menyebar, tidak terpusat pada satu atau
beberapa perusahaan.
Keunggulan komparatif menerangkan bahwa produk agribisnis mempunyai
keunggulan relatif lebih tinggi daripada produk lain atau wilayah lain.
Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan untuk memasok barang/jasa pada
waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik di pasar domestik
maupun internasional pada harga yang sama atau lebih rendah dari harga pesaing,
serta memperoleh laba sesuai dengan ongkos penggunaan sumberdaya
(opportunity cost). Apabila kedua pengertian diatas dibandingkan akan terlihat
bahwa keunggulan kompetitif memiliki pengertian lebih luas dari keunggulan
komparatif karena kenggulan kompetitif yang didukung oleh keunggulan
komparatif memiliki keunggulan dalam jangka panjang. Tataniaga produk
agribisnis yang efisien mempunyai implikasi bahwa produk agribisnis memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif. Sehingga produk-produk agribisnis
tersebut bisa bersaing di pasar internasional (global), baik dari aspek harga,
kualitas dan keamanan yang akan menyebabkan konsumen puas.
Firm’s share

10

Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menentukan efisiensi dari
suatu aktivitas tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima
perusahaan produsen (firm’s share) terhadap harga yang dibayar di tingkat
konsumen akhir. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan firm’s share merupakan
bagian yang diterima perusahaan produsen dari nilai uang yang dibayarkan oleh
konsumen, nilai firm’s share biasa dinyatakan dalam persentase9. Nilai firm’s
share berbanding terbalik dengan nilai marjin tataniaga. Semakin tinggi nilai
marjin tataniaga menunjukkan semakin kecil bagian yang diterima perusahaan
produsen dalam melaksanakan suatu aktivitas tataniaga.
Penerimaan perusahaan produsen (Firm’s share) merupakan perbedaan
antara harga di tingkat retail untuk produk pangan dan serat dengan marjin
tataniaga. Ini merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang
diterima oleh perusahaan produsen, dalam bentuk persentase (%). (Asmarantaka,
2012)10.
Alternatif perhitungan nilai firm’s share diperoleh dari rasio antara harga di
tingkat usahatani terhadap harga di tingkat pengecer dari suatu komoditi. Secara
matematis, firm’s share dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka, 2012)11 :

Keterangan :
Fs : Persentase yang diterima produsen dari harga konsumen akhir
Pf : Harga di tingkat perusahaan produsen
Pr : Harga di tingkat konsumen akhir
Marjin Tataniaga
Pengertian dari marjin tataniaga sering digunakan untuk menerangkan
tentang fenomena yang menjembatani gap (bridging the gap) antara pasar di
tingkat petani (farmer) dengan pasar di tingkat pengecer (retailer). Marjin
tataniaga hanya berhubungan dengan perbedaan harga dan tidak membuat
pernyataan tentang jumlah produk (Limbong dan Sitorus, 1985)12. Asmarantaka
(2012) memberikan alternatif definisi marjin tataniaga (perspektif
makro/pemasaran) yaitu menggambarkan kondisi pasar di tingkat petani dan pasar
di tingkat konsumen13. Hammond dan Dahl (1977) menjelasakan bahwa marjin
tataniaga dapat dirumuskan dengan Mr = Pr (harga ditingkat retailer atau
konsumen akhir) – Pf (harga di tingkat petani produsen atau petani)14.

9

Kohls RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. MacMillian Publishing Company.
New York
10
Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Modul Kuliah. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
11
Asmarantaka RW. 2009. Modul Kuliah Tataniaga Produk Agribisnis. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
12
Limbong WH, Sitorus P. 1985. Handout Bahan Kuliah Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
13
Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Modul Kuliah. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
14
Dahl DC, Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. Mc
Graw-Hill Book Company. New York.

11

Sr = Derived Supply

Harga (P)

Sf = Primary Supply
Pr

Margin

Pf
Df = Primary Demand
Dr = Derived Demand

Qr,f

Harga (P)

Gambar 1. Definisi marjin tataniaga dan nilai marjin tataniagaa
a

Sumber : Dahl dan Hammond (1977) serta Tomek dan Robinson (1990) dalam Asmarantaka
(2012), diadaptasi dari modul Pemasaran Agirbisnis (Agrimarketing)

Gambar 1 menjelaskan bahwa marjin adalah perubahan harga di tingkat
pengecer (retail) dengan harga di tingkat petani (farm). Perpotongan antara kurva
primary supply dengan kurva derived demand merupakan bentuk harga di tingkat
petani. Primary supply menggambarkan penawaran yang ada di tingkat petani dari
komoditi yang diusahakan dalam kegiatan usahatani. Bentuk primary supply
dalam sistem agribisnis dapat digambarkan sebagai penawaran yang dilakukan
petani terhadap komoditi yang dihasilkan dan biasanya digunakan sebagai bahan
baku oleh industri pengolahan. Misalkan penawaran petani tomat terhadap produk
tomat yang dihasilkan kepada pabrik pengolahan tomat botolan. Sementara itu,
derived demand menggambarkan permintaan di tingkat pedagang perantara atau
pabrik pengolah terhadap produk yang dihasilkan oleh petani. Derived demand
merupakan turunan dari primary demand. Derived demand dalam aktivitas
agribisnis dapat dicontohkan melalui permintaan tomat oleh pabrik pengolahan
tomat botolan kepada petani yang membudidayakan komoditi tomat. Oleh karena
itu, karena adanya penawaran dari pihak petani (Sf) dan terdapat juga permintaan
dari pihak pabrik pengolah ataupun pedagang eceran (Dr) maka akan terbentuk
harga keseimbangan di tingkat petani (Pf).
Pertemuan antara kurva primary demand dengan kurva derived supply
membentuk harga di tingkat pengecer. Primary demand merupakan permintaan di
tingkat konsumen dengan pedagang pengecer atau pabrik pengolahan. Misalnya
permintaan konsumen terhadap produk tomat botolan yang dihasilkan oleh pabrik
pengolah tomat botolan. Sedangkan derived supply merupakan turunan dari
primary supply yang menggambarkan penawaran yang dilakukan pada tingkat
pedagang perantara ataupun pabrik pengolah. Bentuk dari derived supply dapat
dicontohkan sebagai penawaran yang dilakukan oleh pabrik pengolahan tomat
botolan kepada konsumen yang biasa mengkonsumsi tomat. Oleh karena itu,
karena adanya penawaran dari pihak pabrik pengolah ataupun pedagang eceran
(Sr) dan terdapat juga permintaan dari pihak konsumen (Df) maka akan terbentuk
harga keseimbangan di tingkat pedagang eceran ataupun pabrik pengolah (Pr).
Harga di tingkat petani tomat dan harga tomat botolan di tingkat pabrik
pengolahan akan menghasilkan penetapan harga yang berbeda. Perbedaan tersebut
di tingkat petani cabai (farm) dengan harga tomat di tingkat pabrik pengolahan

12

(retail) akan menghasilkan marjin dalam tataniaga komoditi tomat, sehingga
terbukti bahwa marjin tataniaga terbentuk dari selisih harga di tingkat petani
(farm) dengan harga di tingkat pengecer/pabrik pengolah (retail) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Penelitian ini perlu mengetahui harga yang diterima
oleh petani, harga beli, biaya-biaya tataniaga dan harga jualnya.
Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya keuntungan
yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas tataniaga. Keuntungan
memiliki pengertian yang relatif luas yaitu balas jasa dari penggunaan
sumberdaya (capital fisik maupun manusia) dan biaya imbangan (opportunity
cost) dari kesempatan terbaik (Asmarantaka, 2012)15. Membandingkan laju
keuntungan (profit rates) antara perusahaan-perusahaan dan industri penuh
dengan risiko, karena adanya perbedaan cara perhitungan dengan teknik laporan.
Rasio keuntungan dan biaya merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efisiensi tataniaga dengan melihat penyebaran rasio keuntungan
terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga. Semakin besar penyebaran rasio
maka sistem tataniaga yang dipakai akan semakin efisien pula. Rasio keuntungan
dan biaya merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur seberapa besar
keuntungan yang diperoleh oleh lembaga tataniaga naik sebesar satu satuan mata
uang.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Tataniaga
Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri
dan perusahaan mengenai jumlah yang ada dalam satu pasar, distribusi perusahaan
tersebut dengan berbagai ukuran dan diferensiasi produk, serta syarat-syarat
keluar masuk pasar (Azzaino, 1983)16. Menurut Dahl dan Hammond (1977),
struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar,
distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran , deskripsi produk atau diferensiasi
produk, syarat-syarat masuk, dan sebagainya atau penguasaan pasar17.
Terdapat empat faktor yang menjadi penentu karakteristik struktur pasar,
antara lain: (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) kondisi produk, (3) kondisi
keluar masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan mengenai biaya, harga dan kondisi
pasar diantara partisipan-partisipan pasar (Dahl and Hammond, 1977)12. Mc Kie
dalam Asmarantaka (2012)18, mengemukakan bahwa beberapa ukuran untuk
melihat struktur pasar antara lain:

15

Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Modul Kuliah. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
16
Azzaino Z. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanaian Bogor. Bogor
17
Dahl DC, Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. Mc
Graw-Hill Book Company. New York.
18
Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Modul Kuliah. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.

13

1. Market concentration (konsentrasi pasar); market concentration diukur
berdasarkan persentase dari penjual/aset/pangsa pasar.
2. Exit-entry (kebebasan keluar masuk calon penjual); perusahaan yang besar
mempunyai kelebihan dalam melakukan tindakan price control, dalam rangka
mempertahankan konsentrasinya di dalam pasar.
Struktur pasar dapat dilihat dari dua sisi, baik dari sisi pembeli maupun sisi
penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni terdiferensiasi,
oligopsoni murni, persaingan monopolistik, dan persaingan murni. Sedangkan
dari sisi penjual terdiri dari pasar monopoli, oligopoli terdiferensiasi, oligopoli
murni, persaingan monopolistik, dan persaingan murni. Karakteristik-karakteristik
pasar dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Karakteristik struktur pasara
Karakteristik
Jumlah
Sifat Produk
Perusahaan
Banyak
Homogen
Banyak
Diferensiasi
Sedikit
Sedikit

Homogen
Diferensiasi

Satu

Unik

a

Sudut Penjual

Struktur Pasar
Sudut Pembeli

Persaingan murni
Persaingan
monopolistik
Oligopoli murni
Oligopoli
terdiferensiasi
Monopoli

Persaingan murni
Persaingan
monopolistik
Oligopsoni murni
Oligopsoni
terdiferensiasi
Monopsoni

Sumber : Dahl and Hammond, 1977

Apabila suatu pasar memiliki ciri dengan banyak pembeli dan penjual,
pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil barang atau jasa yang
dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar, penjual dan pembeli
sebagai price taker, produk yang dipasarkan bersifat homogen serta penjual dan
pembeli bebas keluar masuk pasar maka dapat dikatakan pasar tersebut adalah
termasuk pasar bersaing sempurna.
Struktur pasar persaingan tidak sempurna dapat dibedakan dari sisi pembeli
dan sisi penjual. Dari sisi pembeli pasar persaingan tidak sempurna yaitu pasar
monopsoni, pasar oligopsoni dan lainnya. Sementara dilihat dari sisi penjual pasar
persaingan tidak sempurna dibedakan atas pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar
duopoli, pasar persaingan monopolistik dan lain-lain.
Sedangkan beberapa hal yang berjalan beriringan dengan struktur pasar
adalah perilaku pasar. Kedua aspek ini akan membantu pelaku bisnis dalam
mengelola perusahaan yang dimilikinya karena kombinasi faktor-faktor ini akan
membentuk keragaman pasar dengan berbagai indikatornya.
Perilaku Pasar
Perilaku pasar menunjukkan strategi yang digunakan oleh seluruh pelaku
yang terlibat dalam pasar untuk menghadapi pesaing. Struktur pasar dan perilaku
pasar akan menentukan keragaman pasar yang dapat diukur melalui peubah harga,
biaya, marjin tataniaga dan jumlah komoditi yang akan dipasarkan, sehingga akan
memberikan penilaian baik/tidaknya suatu sistem tataniaga.
Dahl dan Hammond (1977) menjelaskan bahwa perilaku pasar
menunjukkan pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan

14

dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut beroperasi. Perilaku dapat dilihat
dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek
jujur dari lembaga tersebut. Berdasarkan pendapat pakar di atas maka perilaku
pasar dapat diketahui dengan cara mengobservasi kegiatan pembelian dan
penjualan lembaga-lembaga pemasaran, sistem penentuan dan pembayaran serta
kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran.
Keragaan Pasar
Keragaan pasar menurut Dahl dan Hammond (1977)19 adalah nilai akhir
yang diperoleh sebagai akibat dari penyesuaian pasar yang dilakukan oleh
lembaga pemasaran. Keragaan pasar timbul akibat adanya perilaku pasar dan
tindakan yang tercermin dalam aktivitas pemasaran melalui beberapa variabel
ekonomi, mulai dari biaya, harga, dan kapasitas output.
Studi Relevan
Kedudukan pupuk yang sangat penting dalam dunia pertanian mendorong
pemerintah untuk mengatur tataniaga pupuk. Hal ini karena pupuk merupakan
komponen utama dalam menunjang keberhasilan pertanian yang basis
pemasarannya adalah masyarakat petani sehingga pemerintah memberi wewenang
dengan menunjuk produsen pupuk dalam hal ini adalah PT. Pupuk Sriwidjaja
(PUSRI) untuk mengatur sistem distribisi dan pemasaran pupuk di Indonesia
sesuai dengan wilayah tanggung jawabnya. Kenaikan harga pupuk yang cukup
memberatkan petani juga dikarenakan pemerintah tidak mampu mengontrol
sistem distribusi pupuk. Ketidaklancaran sistem distribusi merupakan salah satu
faktor penyebab kelangkaan pupuk sehingga petani sulit memperolehnya. Maka
menurut Heriyanto (2006) perlu dikaji efisiensi tataniaga pupuk PT. PUSRI
setelah adanya kebijakan bersubsidi. Tujuan penelitian Heriyanto adalah
menganalisis sitem tataniaga pupuk Urea bersubsidi ditinjau dari saluran dan
fungsi tataniaga, menganalisis struktur, perulaku dan ketagaan pasar pupuk Urea
bersubsidi, menganalisis marjin dan penyebarannya di antara lembaga tataniaga,
serta menganilisis efisiensi tataniaga dan keterpaduan pasar pupuk Urea
bersubsidi di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Berdasarkan hasil analisis marjin tataniaga penelitian Heriyanto (2006)
menunjukkan bahwa penyaturan pupuk Urea bersubsidi di Kabupaten Ogan
Komering Ilir belum efisien. Hal ini karena biaya-biaya tataniaga yang
dikeluarkan masing-masing distributor sangat tinggi terutama biaya transportasi.
Tingginya biaya transportasi karen apada lini III (Kabupaten) tidak terdapat
gudang sehingga harga pupuk Urea yang diterima petani menjadi lebih tinggi.
Dilihat dari uji keterpaduan pasar, diketahui bahwa pasar pupuk Urea antara
tingkat produsen, distributor, dan pengecer tidak terpadu baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil uji
hipotesis pada koefisien b3 yang menunjukkan bahwa thitung < ttabel sehingga scara
statistic hipotesis nol terima, artinya kedua pasar tersegmentasi. Tidak terpadunya
kedua pasar karena harga di tingkat produsen tidak mempengaruhi harga di
19

Dahl DC, Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. Mc
Graw-Hill Book Company. New York.

15

tingkat distributor dan pengecer. Dengan demikian bahwa sistem tataniaga pupuk
Urea bersubsidi beloum