Analisis usahatani dan sistem tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

(1)

ANALISIS USAHATANI PADI ORGANIK DAN SISTEM

TATANIAGA BERAS ORGANIK DI KABUPATEN

TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

FAISAL NAFIS H34061603

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

FAISAL NAFIS. Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH).

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Adanya peningkatan kebutuhan pangan di dunia akibat pertambahan penduduk telah mendorong adanya Revolusi Hijau. Namun, saat ini disadari revolusi hijau banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan termasuk manusia. Hal ini mendorong adanya sistem pertanian yang selaras dengan alam yang dikenal dengan pertanian organik. Beras sebagai salah satu komoditas pangan utama dunia telah banyak di budidayakan dengan sistem pertanian organik. Kebutuhan beras organik di dunia termasuk di Indonesia, terus meningkat dengan pesat seiring dengan meningkatnya permintaan bahan pangan organik, namun ketersediaan beras organik saat ini belum dapat mencukupi seluruh permintaan yang ada. Petani padi di Kab. Tasikmalaya telah merintis penanaman padi organik sejak tahun 2003 dan mendapatkan sertifikasi dari IMO dan Sucofindo sejak tahun 2008. Melalui kerjasama antara Gapoktan Simpatik dengan PT Bloom Agro pada tahun 2009 beras organik dari Kab.Tasikmalaya berhasil di ekspor ke Amerika. Namun saat ini belum seluruh petani padi organik mendapatkan sertifikasi, sehingga terdapat dua kelompok petani padi organik yaitu petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi. Selain itu, akibat keterbatasan kemampuan Gapoktan Simpatik menampung seluruh gabah hasil panen petani padi organik maka Gapoktan Simpatik hanya membeli gabah hasil panen petani padi organik tersertifikasi. Sedangkan petani padi organik non-sertifikasi memperoleh harga jual yang lebih rendah karena dibeli oleh tengkulak. Disamping itu hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan jalur tataniaga beras organik yaitu sistem tataniaga beras organik tersertifikasi dan sistem tataniaga beras organik non-sertifikasi. Dikhawatirkan apabila kondisi ini dibiarkan akan menghambat pengembangan agribisnis beras organik.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani padi organik tersertifikasi dengan non-sertifikasi, (2) mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. (3) menganalisis efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat

dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya, (4) menganalisis keterkaitan antara subsistem off-farm dengan subsistem on-farm pada agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2010. Responden penelitian ini terdiri dari 32 orang responden petani dan 10 orang responden pedagang. Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio untuk melihat efisiensi usahatani Beras Organik dan analisis margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya untuk melihat efisiensi operasional tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya.


(3)

Usahatani padi organik tersertifikasi mengeluarkan biaya total usahatani padi organik yaitu sebesar Rp 43.992.389,00 per hektar per tahun nilai tersebut lebih besar dibanding dengan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani padi organik non-sertifikasi yaitu Rp 32.830.582,00 per hektar per tahun. Namun, pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima oleh petani padi organik tersertifikasi yaitu Rp 24.459.481,00 lebih besar dibanding pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima oleh petani padi organik non-sertifikasi yaitu sebesar Rp 10.342.868,00. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh kedua kelompok responden menguntungkan. Hal ini terlihat pada nilai rasio R/C atas biaya tunai petani padi organik tersertifikasi sebesar 3,03, sedangkan rasio R/C atas biaya tunai petani padi organik non-sertifikasi besarnya 2,30. Rasio R/C atas biaya total petani padi organik tersertifikasi sebesar 1,56 dan petani padi organik non-sertifikasi sebesar 1,32.

Sistem tataniaga beras organik tersertifikasi terdiri dari empat saluran tataniaga. Pada sistem tataniaga beras organik non-sertifikasi terdiri dari dua saluran. Struktur pasar yang dihadapi petani padi organik tersertifikasi adalah monopsoni oleh Gapoktan Simpatik, sedangkan petani padi organik non-sertifikasi menghadapi struktur pasar oligopsoni. Gapoktan Simpatik melakukan monopoli terhadap penjualan beras organik tersertifikasi. Eksportir menghadapi struktur pasar persaingan sempurna. Pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II menghadapi pasar oligopoli. Saluran tataniaga padi organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan paling efisien adalah saluran tataniaga IV karena memiliki total marjin tataniaga terkecil dan nilai farmer’share terbesar. Namun, saluran I merupakan saluran yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini karena pasar yang menjadi tujuan saluran adalah pasar ekspor yang telah tersedia dan terus meningkat. Selain itu saluran I merupakan saluran dengan volume penjualan beras organik terbesar yaitu 70 persen dari beras yang dihasilkan oleh Gapoktan Simpatik.

Saran yang dapat dilakukan antara lain, percepatan proses sertifikasi kepada petani padi organik non-sertifikasi yang telah memenuhi syarat sertifikasi, kerjasama kontrak pembelian antara Gapoktan Simpatik dan eksportir (PT Bloom Agro) harus mampu mengakomodir kemampuan Gapoktan Simpatik untuk dapat membeli seluruh hasil panen padi organik tersertifikasi, peningkatan peran pemerintah tidak hanya daerah namun juga pusat dalam peningkatan efisiensi kinerja Gapoktan Simpatik baik dalam manajemen produksi pertanian tetapi juga dalam kemampuan manajemen tataniaga beras organik.


(4)

ANALISIS USAHATANI PADI ORGANIK DAN SISTEM

TATANIAGA BERAS ORGANIK DI KABUPATEN

TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

FAISAL NAFIS H34061603

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Nama : Faisal Nafis

NIM : H34061603

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Dr (HC). Ir. Bungaran Saragih, M.Ec NIP. 19450417 197010 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 20 Maret 2011

Faisal Nafis H34061603


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 15 Desember 1987 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang berasal dari pasangan Suyahmin, SH dan Katri, SPd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Merbuh 3 Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tahun 2000, dilanjutkan ke SMPN 1 Boja Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Boja Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tahun 2003. Penulis diterima di Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selain itu penulis juga mengikuti program Minor Agronomi dan Hortikultura di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Komti B01 TPB IPB, BEM TPB IPB 2006-2007 sebagai staff departemen kewirausahaan, IAAS Local Committe IPB sebagai staff HRD 2006-2008, Ketua komisi C (Internal) DPM FEM 2007-2008, Anggota BP Hipma 2007-2008, Ketua DPM FEM 2008-2009. Selain itu, penulis juga tercatat sebagai peraih Beasiswa Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Strategis Nurul Fikri 2008-2010 dan Beasiswa Karya Salemba Empat 2008-2010, serta menjadi asisten dosen Ekonomi Umum Tingkat Persiapan Bersama tahun 2009-2010.

Prestasi yang pernah diraih adalah Juara I Nasional Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) bidang Kesejahteraan Masyarakat, mendapatkan dana hibah Wirausaha dari DIKTI 2010, Delegasi Mahasiswa Indonesia di Griefwald International Student Festival (GRISTUF) di Griefwald University Germany 2010, Peraih medali perak untuk poster dan sebagai presentator terfavorit di Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) XXIII Bali 2010. Selain aktif di organisasi dan kegiatan ilmiah penulis juga aktif pada kegiatan wirausaha. Penulis bersama mahasiswa IPB merintis dan mendirikan unit bisnis Bongo-Bongo Fastfood yang memproduksi makanan alternatif Nugget Jamur tahun 2009. Pada unit bisnis tersebut penulis dipercaya menjadi Direktur Bongo-Bongo Fastfood. Pada waktu menyelesaikan skripsi ini penulis telah bekerja di PT Nestle Indonesia sebagai Key Account Executive sejak tanggal 3 Januari 2011.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat pendapatan usahatani padi organik antara petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik yang non-sertifikasi, mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Selain itu juga penelitian ini akan menganalisis efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Hingga akhirnya tulisan ini akan menunjukan keterkaitan subsistem off-farm dengan subsistem on-farm dalam agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya

Bogor, 20 Maret 2011

Faisal Nafis H34061603


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Suyahmin SH dan Katri SPd, orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan mendidik penulis agar selalu menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.

2. Prof. Dr.Dr.(HC) Ir. Bungaran Saragih, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, koreksi, dan bantuan selama pra, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi.

4. Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen penguji departemen pada sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi. Selain itu atas bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu penulis selama ini.

6. Adik penulis Resti Asyifa, atas cinta, kasih sayang, semangat, dukungan,

motivasi dan do’a yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga saat ini.

7. Bapak Haji UU Saeful Bahri sebagai Ketua, Bapak Kribo, Bapak Epan sebagai Pegurus Gapoktan SIMPATIK Kabupaten Tasikmalaya yang menerima dan membantu penulis dalam pencarian informasi dan pelaksanaan skripsi di Kabupaten Tasikmalaya.

8. Keluarga Bapak Arifin yang telah dengan baik menerima penulis untuk tinggal di kediamannya pada saat penulis melakukan penelitian.

9. Anggota “Trio Sagitarius” Novi Nuryanti dan Atika Sisilia yang telah memberikan semangat dan kenangan bersama yang manis di IPB.


(10)

10.Seluruh Manajemen dan Pegawai Bongo-Bongo Fastfood Firza Maudi, Triana Gita Dewi, Diniarti Prayuni, Tri Sundari yang telah berjuang bersama dalam merintis bisnis dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk terus mencapai visi yang diinginkan.

11.Seluruh teman-teman Peserta dan Manajer Asrama Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS NF) Angkatan 4 Regional 5 Bogor.

12.Teman-teman Departemen Agribisnis IPB dan Kelas B01 Angkatan 43 Tingkat Persiapan Bersama yang telah memberikan banyak pengalaman dan kenangan berharga bagi penulis.

13.Semua pihak yang telah bersedia membantu penulis semasa penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Terima kasih banyak.

Bogor, 20 Maret 2011

Faisal Nafis H34061603


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 10

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1.Gambaran Umum Padi ... 12

2.2.Gambaran Umum Beras ... 13

2.3.Pengertian Pertanian Organik ... 13

2.4.Sistem Budidaya Organik SRI ... 14

2.5.Tujuan Pertanian Organik ... 17

2.6.Gambaran Umum Beras Organik ... 18

2.7.Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 19

2.7.1. Kajian Empiris Usahatani ... 19

2.7.2. Kajian Empiris Tataniaga ... 20

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 26

3.1.Kerangka Pemikiran Konseptual ... 26

3.1.1. Konsep Sistem Agribisnis ... 26

3.1.2. Konsep Usahatani ... 27

3.1.3. Konsep Produksi dan Produktivitas ... 29

3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatani ... 30

3.1.5. Konsep Sistem Tataniaga ... 32

3.1.6. Konsep Saluran Tataniaga ... 33

3.1.7. Konsep Lembaga dan Fungsi Tataniaga ... 34

3.1.8. Konsep Efisiensi Tataniaga ... 37

3.1.7.1. Konsep Marjin Tataniaga ... 37

3.1.7.2. Konsep Farmer’s Share ... 39

3.1.7.3. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya ... 40

3.1.9. Konsep Struktur Pasar ... 40

3.1.10.Konsep Perilaku Pasar ... 41

3.2.Kerangka Pemikiran Operasional ... 44

IV METODE PENELITIAN ... 45

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

4.2.Jenis dan Sumber Data ... 45

4.3.Teknik Pengumpulan Data ... 45

4.4.Metode Pengolahan Data ... 46

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 47


(12)

4.4.3. Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga ... 49

4.4.4. Analisis Struktur Pasar ... 49

4.4.5. Analisis Perilaku Pasar ... 50

4.4.6. Analisis Efisiensi Tataniaga ... 50

4.4.6.1. Analisis Marjin Tataniaga ... 50

4.4.6.2. Analisis Farmer’s Share ... 51

4.4.6.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 51

4.5.Definisi Operasional ... 52

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 53

5.1.Wilayah dan Topografi ... 53

5.2.Sejarah dan Profil Gapoktan Simpatik ... 54

5.3.Deskripsi Karakteristik Petani Responden ... 54

5.4.Karakteristik Pedagang Responden ... 59

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 61

6.1. Keragaan Usahatani Padi Organik ... 61

6.1.1. Subsistem Sarana Produksi ... 61

6.1.1.1. Benih ... 62

6.1.1.2. Pupuk Organik ... 63

6.1.1.3. Multi Organisme Lokal Semprot ... 64

6.1.1.4. Pestisida Organik ... 65

6.1.1.5. Tenaga Kerja ... 68

6.1.1.6. Alat-alat Pertanian ... 70

6.1.2. Subsistem Budidaya Padi Organik ... 72

6.1.2.1. Penyiangan Benih Padi ... 72

6.1.2.2. Pengolahan Lahan ... 73

6.1.2.3. Penanaman dan Penyulaman ... 73

6.1.2.4. Penyiangan Gulma ... 74

6.1.2.5. Pemupukan dan Pengendalian OPT ... 74

6.1.2.6. Pemantauan Tanaman ... 75

6.1.2.7. Pemanenan ... 75

6.1.3. Output Produksi ... 76

6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik ... 76

6.2.1. Harga Output Usahatani Padi Organik ... 77

6.2.2. Penerimaan Usahatani ... 78

6.2.3. Biaya Usahatani ... 79

6.2.4. Pendapatan Usahatani ... 84

6.3. Analisis R/C Rasio ... 86

VII ANALISIS BERAS ORGANIK ... 88

7.1. Saluran dan Lembaga Tataniaga Beras Organik ... 88

7.2. Fungsi Tataniaga Beras Organik ... 93

7.2.1. Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani ... 96

7.2.2. Fungsi Tataniaga di Tingkat Gapoktan Simpatik ... 97

7.2.3. Fungsi Tataniaga di Tingkat Eksportir (PT Bloom Agro) ... 98

7.2.4. Fungsi Tataniaga di Tingkat Makelar ... 100

7.2.5. Fungsi Tataniaga di Tingkat Tengkulak ... 101


(13)

7.2.7. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer atau

Retail ... 103

7.3. Struktur Pasar ... 104

7.3.1. Struktur Pasar di Tingkat Petani ... 105

7.3.2. Struktur Pasar di Tingkat Gapoktan Simpatik ... 106

7.3.3. Struktur Pasar di Tingkat Eksportir (PT Bloom Agro) 107

7.3.4. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Makelar ... 107

7.3.5. Struktur Pasar di Tingkat Tengkulak I ... 107

7.3.6. Struktur Pasar di Tingkat Pabrik Beras ... 108

7.3.7. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer atau Retail ... 108

7.4. Perilaku Pasar ... 109

7.4.1. Praktek Pembelian dan Penjualan ... 109

7.4.1.1. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petani ... 109

7.4.1.2. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Gapoktan Simpatik ... 109

7.4.1.3. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Eksportir ... 110

7.4.1.4. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pabrik Beras ... 111

7.4.1.5. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengecer atau Retail ... 112

7.4.2. Sistem Penentuan Harga dan Transaksi ... 112

7.4.3. Sistem Pembayaran yang Digunakan dalam Transaksi . 113

7.4.4. Kerjasama antar Lembaga Tataniaga ... 114

7.5. Efisiensi Tataniaga ... 114

7.5.1. Analisis Marjin Tataniaga ... 114

7.5.1.1. Analisis Marjin Tataniaga Saluran I ... 119

7.5.1.2. Analisis Marjin Tataniaga Saluran II ... 119

7.5.1.3. Analisis Marjin Tataniaga Saluran III ... 120

7.5.1.4. Analisis Marjin Tataniaga Saluran IV ... 121

7.5.1.5. Analisis Marjin Tataniaga Saluran II pada Sistem Tataniaga Beras Organik Non - Sertifikasi ... 121

7.5.1.6. Perbandingan Analisis Marjin Tataniaga pada Seluruh Saluran Tataniaga ... 122

7.5.2. Analisis Farmer;s Share ... 123

7.5.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 124

7.6. Keterkaitan Antara Subsistem Off-Farm dan On-Farm... 127

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 132

8.1. Kesimpulan ... 132

8.2. Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 134


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk

Indonesia (1971-2010) ... 1 2. Daftar Negara-Negara dan Luas Area Produksi Padi

Organik pada Tahun 2004 ... 5 3. Perkembangan Luas Tanam Panen, Produktivitas, dan

Produksi Padi Organik dengan SRI Tahun 2003-2008

di Kab. Tasikmalaya ... 6 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ... 23 5. Karakteristik dan Struktur Pasar ... 40 6. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio

per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan ... 48 7. Sebaran Usia Responden Petani Padi Organik ... 55 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 56 9. Sebaran Tingkat Pengalaman Usahatani Padi Konvensional

dan Usahatani Padi Organik ... 57 10. Sebaran Penguasaan Luas Lahan Petani Padi Organik ... 58 11. Sebaran Status Penguasaan Lahan Petani Padi Organik ... 59 12. Sebaran Responden Pedagang Berdasarkan Rata-Rata

Pengalaman Berdagang dan Bentuk Usaha ... 60 13. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Organik

Petani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi

per Hektar per Tahun ... 61 14. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Pupuk

Organik untuk Kebutuhan Pupuk per Hektar per Musim ... 64 15. Bahan - Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan

MOL (Mikro Organisme Lokal) untuk Kebutuhan Pupuk

per Hektar per Musim ... 66 16. Bahan-Bahan yang Digunakan Dalam Pembuatan Pestisida

Organik Untuk Membuat Empat Liter Pestisida Organik ... 67 17. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik

per Hektar per Musim ... 70 18. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Padi Organik

per Hektar Per Tahun ... 71 19. Perbandingan Produksi dan Produktivitas Panen Padi Organik

antara Petani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi Setara Gabah Kering Giling (GKG) pada Periode


(15)

20. Penerimaan Usahatani Padi Oganik per Hektar periode

Agustus 2009 – Agustus 2010 ... 79 21. Biaya Tunai Usahatani Padi Organik Tersertifikasi per Hektar

per Tahun (Periode Agustus 2009 - Agustus 2010) ... 80 22. Biaya yang Diperhitungkan Usahatani Padi Organik

Tersertifikasi per Hektar per Tahun

(periode Agustus 2009 – Agustus 2010) ... 81 23. Biaya Tunai Usahatani Padi Organik Non-Sertifikasi per

Hektar per Tahun (Periode Agustus 2009 – Agustus 2010) ... 82 24. Biaya yang Diperhitungkan Usahatani Padi Organik

Non-Sertifikasi per Hektar per Tahun

(periode Agustus 2009 – Agustus 2010) ... 83 25. Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik

Tersertifikasi dan Petani Padi Organik Non-Sertifikasi ... 85 26. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani

Padi Organik per Hektar per Tahun

(periode Agustus 2009 - Agustus 2010) ... 87 27. Fungsi-Fungsi Tataniaga pada Setiap Saluran Tataniaga Beras

Organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat ... 95 28. Biaya - Biaya Tataniaga pada Setiap Lembaga Tataniaga

Beras Organik-Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi ... 116 29. Analisis Marjin Tataniaga Beras Organik Tersertifikasi dan

Beras Organik Non-Sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya

Jawa Barat ... 118 30. Farmer’s share pada Setiap Saluran Tataniaga Beras

Organik di Kabupaten Tasikmalaya ... 123 31. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, dan

Rasio Keuntungan terhadap Biaya Tataniaga Beras Organik


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsep Agribisnis Sebagai Suatu Sistem... ... 26

2. Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat ... 33

3. Kurva Marjin Tataniaga ... 38

4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 44

5. Saluran Tataniaga Beras Organik Tersertifikasi di Kab. Tasikmalaya ... 89

6. Saluran Tataniaga Beras Organik Non-Sertifikasi di Kab. Tasikmalaya ... 91


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Statistik Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi

Provinsi-Provinsi di Indonesia 2009 ... 137

2. Statistik Luas Panen, Hasil per Hektar, dan Produksi Padi Kabupaten/Kota Jawa Barat 2009 ... 138

3. Bagan Stuktur Organisasi Gapoktam Simpatik Kabupaten Tasikmalaya ... 139

4. Daftar Mitra Dan Petani Anggota Gapoktan ... 140

5. Profil Responden Petani Padi Organik Tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya ... 141

6. Profil Responden Petani Padi Organik Non-Sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya ... 142

7. Profil Pedagang Beras Organik ... 143

8. Kuisioner Penelitian untuk Responden Petani Padi Organik ... 144


(18)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi setiap manusia guna mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga pangan merupakan hak dasar bagi setiap manusia di dunia. Aturan mengenai pemenuhan hak dasar tersebut tertuang pada kesepakatan antar Negara-Negara di dunia dalam Human Right Declaration pada tahun 1948 di Paris, Perancis dan World Conference on Human Right 1993 di Wina, Austria. Aturan tersebut pada intinya berisi bahwa setiap individu memiliki hak untuk memperoleh pangan yang cukup. Aturan tersebut memiliki arti bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyediakan kebutuhan pangan setiap warga negaranya sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, aturan tersebut dikuatkan kembali pada Sasaran Pembangunan Milenium Dunia yang digagas oleh PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang dikenal sebagai Target MDGs (Millennium Development Goals) yang salah satu prioritas pembangunannya adalah pemberantasan bahaya kelaparan di seluruh dunia dengan upaya pemenuhan pangan dengan jumlah dan kualitas yang cukup. Di Negara Indonesia sendiri aturan ini telah tertuang dalam Konstitusi Negara Indonesia salah satunya pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 34 yang menjadi landasan bagi Bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk Indonesia (1971- 2010)

Tahun Jumlah Penduduk Laju Petumbuhan Penduduk ( % )

1971 119.208.229 -

1980 147.490.298 23,72

1990 179.378.946 21,62

1995 194.754.808 8,57

2000 206.264.595 5,33

2005 218.868.791 6,70

2010 237.000.000 *) 8,2

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Keterangan : * Proyeksi


(19)

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia1. Data mengenai perkembangan jumlah penduduk Indonesia dimulai pada tahun 1971 dengan jumlah penduduk 119.208.229 jiwa, namun terjadi peningkatan tinggi menjadi 147.490.298 jiwa pada tahun 1980 dengan laju pertumbuhannya 23,72 persen. Peningkatan penduduk yang tinggi terjadi hingga tahun 1990 dengan laju 21,62 persen atau menjadi 179.378.946 jiwa. Sedangkan, pada tahun 1995 terjadi penurunan laju petumbuhan cukup signifikan mencapai 8,57 persen, atau meningkat menjadi 194.754.808 jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 1990. Saat ini, pada tahun 2010 penduduk Indonesia telah mencapai 237.000.000 jiwa (lihat Tabel 1).

Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, peningkatan jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi masalah terutama pada sektor ekonomi, sosial, dan kesehatan. Namun, dari semua permasalahan tersebut pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi setiap penduduknya menjadi permasalahan yang paling utama. Di Indonesia kebijakan mengenai pangan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang menjadi prioritas. Hal ini dapat terlihat pada besarnya alokasi APBN-P tahun 2010 pada program ketahanan pangan yaitu sebesar 3 triliun rupiah dan 4,4 triliun rupiah untuk subsidi pupuk2 dan program-program ketahanan pangan lainnya. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional difokuskan pada penyediaan komoditas beras dalam jumlah yang cukup bagi seluruh penduduk Indonesia. Hal ini disebabkan karena beras merupakan sumber karbohidrat dan energi paling utama bagi penduduk Indonesia. Menurut data CIA World Fact Book 2006, menyatakan bahwa 99 persen penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai sumber makanan pokok.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional terutama beras. Indonesia seperti halnya di mayoritas negara di dunia melakukan peningkatan produksi pertanian melalui revolusi hijau. Penerapan revolusi hijau di Indonesia ini dikenal sebagai Program Bimas (Pembimbingan Masyarakat) yang dimulai tahun 1960-an. Program ini membimbing petani untuk menerapkan metode-metode budidaya pertanian

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia [Diakses tanggal 12 November 2010]

2 http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/09-12-11,%20Lampiran_3_Perpres2010.pdf


(20)

revolusi hijau yaitu penggunaan benih berkualitas, mekanisasi pertanian, penggunaan pupuk kimia, dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama. Program Bimas ini telah berhasil meningkatkan produksi beras nasional hingga Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1986.

Namun seiring berjalannya waktu, revolusi hijau memunculkan berbagai dampak negatif yang serius bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Adapun dampak-dampak yang muncul akibat revolusi hijau antara lain :

 Penggunaan benih unggul yang seragam menyebabkan banyak jenis-jenis tanaman yang tersingkir dan dapat mendorong pada kepunahan varietas atau jenis benih tertentu. Selain itu, dengan adanya penggunaan varietas yang sama cenderung akan memunculkan meningkatnya populasi hama dalam jumlah yang besar.

 Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dalam pertanian akan mendorong terjadinya degradasi lahan pertanian yang akan menurunkan dari struktur dan komposisi unsur hara di tanah sehingga tanah menjadi ketergantungan terhadap pupuk kimia yang semakin lama akan meningkat.  Penggunaan pestisida dalam upaya melindungi tanaman terhadap HPT

(Hama Penyakit Tanaman) yang salah satunya menggunakan bahan senyawa kimia dicloro diphenil triclorothane (DDT) ternyata berakibat buruk pada lingkungan karena menimbulkan efek residu yang berbahaya bagi tubuh mahluk hidup.

Adanya keinginan untuk menghindari dan menghilangkan efek negatif yang ditimbulkan oleh penerapan Revolusi Hijau, telah mendorong pengembangan penerapan teknik budidaya pertanian yang aman dan ramah terhadap lingkungan serta mahluk hidup terutama manusia. Maka munculah konsep teknik budidaya baru yang disebut dengan pertanian organik. Menurut FAO (Food and Agricultural Organization) pada tahun 2007, pertanian organik diartikan sebagai sistem manajemen produksi pertanian yang menyeluruh tanpa penggunaan pupuk kimia; pestisida dan penggunaan organisme hasil rekayasa genetika; dan meminimalkan adanya polusi udara, air, dan tanah; dan peningkatan kesehatan, produktivitas tanaman serta ternak dalam satu kesatuan.


(21)

IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia Tahun 2009 menyebutkan bahwa permintaan global untuk produk-produk organik terus meningkat, dengan peningkatan penjualan lebih dari lima miliar dolar Amerika per tahun. Padahal pada tahun 2007, penjualan produk pertanian organik internasional telah mencapai 46,1 miliar dolar AS dan diproyeksikan mencapai US $ 100 miliar pada 2010. IFOAM juga menyebutkan bahwa permintaan konsumen untuk produk organik terkonsentrasi di Amerika Utara dan Eropa, dimana kawasan ini menyumbang 97 persen pendapatan global untuk produk organik. Sedangkan wilayah Asia, Amerika Latin dan Australia adalah produsen penting dan eksportir produk pertanian organik. Pertumbuhan permintaan produk organik saat ini tidak sebanding dengan peningkatan produksi atau supply produk organik tersebut.

Produk makanan organik cenderung memiliki harga yang relatif lebih mahal dibanding produk sejenis yang tidak organik (konvensional) dan tergolong sebagai produk premium sehingga konsumen utama dari produk ini adalah golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Potensi dalam negeri pasar produk organik di Indonesia dapat digambarkan berdasarkan hasil penelitian dari Lembaga Riset AC Nielsen (2008) menyatakan bahwa Indonesia memiliki kelas konsumen yang termasuk kelas menengah ke atas yaitu yang membelanjakan uang minimal Rp. 3.450.000 per bulan, dengan jumlah yang terus naik setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah golongan konsumen tersebut telah mencapai 45 juta orang. Selain itu potensi pasar ekspor beras organik masih sangat besar seiring dengan peningkatan kecenderungan konsumsi produk organik dunia.

Posisi beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia menjadikan komoditas ini menjadi komoditas pertanian organik yang paling berkembang di Indonesia. Survei yang dilakukan oleh FiBL (Forschungsinstitut für Biologischen Lanbau) dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia Tahun 2006 memperlihatkan data luas area produksi padi organik dibeberapa negara di dunia yang dapat dilihat pada Tabel 2.


(22)

Tabel 2. Daftar Negara-Negara dan Luas Area Produksi Padi Organik pada Tahun 2004

Negara Luas Area (Ha)

China 60.000

Indonesia 26.000

Filipina 14.130

Korea Selatan 10.725

Thailand 8.349

Italia 6.928

Pakistan 6.360

Uruguay 800

Taiwan 600

Mexico 150

Sumber : IFOAM 2006 (diolah)

Tabel 2 menunjukan bahwa pada tahun 2004 Indonesia menempati posisi sebagai negara dengan luas area produksi padi organik kedua terbesar di dunia dengan luas area 26.000 hektar. Sedangkan, posisi pertama diduduki oleh China dengan luas area padi organik sebesar 60.000 hektar. Selanjutnya Filipina sebagai negara yang terdapat kantor pusat IRRI (International Rice Research Institute) berada pada posisi ketiga dengan luas sebesar 14.130 hektar. Posisi keempat dan kelima ditempati oleh Korea Selatan dan Thailand dengan luas area produksi padi organik masing-masing sebesar 10.725 hektar dan 8.349 hektar.

Menurut Biocert (2007) yang merupakan salah satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia, menyebutkan bahwa peluang usaha budidaya beras organik masih terbuka lebar yaitu dengan adanya potensi ekpor beras organik saat ini mencapai 100.000 ton dengan tujuan ekspor negara-negara ASEAN dan Timur Tengah. Pada kenyataanya jumlah ini belum mencapai 10 persen dari kebutuhan pasar global. Disamping itu potensi pasar domestik pun sangat tinggi. Oleh karena itu, peluang yang didapat dalam pembudidayaan beras organik ini sangat besar dan menguntungkan. Namun sebagai negara pengekspor beras organik Indonesia tertinggal jauh dengan negara tetangga yaitu Thailand dan Vietnam. IFOAM menyebutkan Thailand dan Vietnam tidak hanya sebagai pengekspor beras utama dunia tetapi juga sebagai pengekspor beras organik terbesar didunia. Thailand dan Vietnam sejak tahun 2004 telah memulai ekspor beras organik ke negara-negara


(23)

tujuan ekspor produk organik seperti Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Ketertinggalan ini dikarenakan Thailand dan Vietnam telah terlebih dahulu melihat potensi pasar produk pertanian organik, sehingga strategi pengembangan produksi ataupun aturan-aturan terkait dengan produk organik telah lebih maju.

Walaupun tertinggal, saat ini telah ada aturan terkait produk organik di Indonesia yaitu Peraturan Menteri Perdagangan NO. 12/M-DAG/PER/4/2008 yang menjadikan beras organik termasuk kategori beras yang diijinkan untuk di ekspor karena tergolong beras khusus. Selain itu telah disusun aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Sistem Pangan Organik yaitu SNI 6729-2010 yang merupakan revisi dari SNI 01-6729-2002, sebagai sarana sertifikasi atau pengakuan tentang produk organik di Indonesia. Aturan-aturan inilah yang menjadi langkah awal sekaligus pintu peluang bagi petani beras Indonesia untuk beralih menjadi petani beras organik yang nantinya mampu memenuhi permintaan beras organik dalam negeri dan mampu memasuki pasar ekspor.

Salah satu wilayah di Indonesia tepatnya di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu daerah penghasil beras. Daerah ini memiliki luas lahan tanaman padi sebesar 120.254 Ha dan mampu menghasilkan 724.703 ton GKG dengan produktivitas rata-rata sebesar 60,26 Kw/Ha (Lampiran 1). Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya menjadi utama penghasil utama padi di Jawa Barat, tetapi juga menjadi daerah penghasil beras organik di Indonesia. Penerapan budidaya padi organik di Kabupaten Tasikmalaya dimulai pada tahun 2003 yang diawali sebelumnya dengan adanya Sekolah Lapang Pembelajaran Ekologi Tanah dan System of Rice Intensification (SL-PET/SRI) yang dijadikan program kerja daerah Pemerintah Kabupaten Tasikamalaya Jawa Barat.

Tabel 3. Perkembangan Luas Tanam Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Organik dengan SRI Tahun 2003-2008 di Kab. Tasikmalaya

No. Uraian Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Luas Tanam (Ha) 45 145 346 691 1.680 5.074

2 Luas Panen (Ha) 45 145 346 346 1.119 3.496

3 Produktivitas (Kw/Ha) 69,56 71,31 74,77 78,26 75,83 73,80

4 Produksi (Ton) 311 1.034 2.587 2.708 12.277 25.802


(24)

Tabel 3 menunjukan bahwa perkembangan budidaya padi organik dengan sistem SRI (System Rice of Intensification) di Kabupaten Tasikmalaya mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya luas lahan namun juga produktivitas serta diikuti dengan peningkatan total produksi padi organik. Pada tahun 2003 perintisan budidaya padi organik dimulai pada lahan dengan luas 45 ha dengan hasil 311 ton per tahun. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan produksi yang signifikan. Peningkatan produksi beras organik sangat signifikan terjadi pada medio tahun 2006-2007 yaitu dari 2.708 ton menjadi 12.277 ton pada tahun 2007 atau sebesar 350 persen. Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada produksi beras organik tahun 2008 yaitu sebesar 110 persen atau menjadi 25.802 ton dari 12.277 ton pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah yang signifikan ini terjadi karena adanya penambahan luas lahan pertanian yang menerapkan sistem pertanian organik dan SRI.

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simpatik merupakan satu-satunya Gapoktan yang menghimpun para petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya. Gapoktan ini memiliki 28 kelompok tani dan jumlah anggota kurang lebih 5.616 orang anggota. Gapoktan ini dibentuk atas inisiasi pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya yang tujuan utamanya untuk menaikan posisi tawar petani dalam menghadapai lembaga tataniaga lainnya. Gapoktan ini berperan mengkoordinir produksi dan pemasaran beras organik petani di Kabupaten Tasikmalaya.

Pada tahun 2008 Gapoktan Simpatik telah menjalin kerjasama pemasaran beras organik dengan PT Bloom Agro yang berpusat di Jakarta. Melalui dukungan dari Pemerintah Daerah Tasikmalaya serta PT Bloom Agro Gapoktan Simpatik padi hasil panen petani anggota Gapoktan Simpati berhasil mendapat sertifikasi padi organik dari IMO (Institute for Marketecology Organic) yang berbasis di Swiss dan sertifikat dari Sucofindo untuk standar sertifikasi organik Indonesia. Setelah adanya sertifikasi tersebut Gapoktan Simpatik melalui PT Bloom Agro pada bulan Agustus 2009 melakukan ekspor perdana beras organik ke pasar Amerika Serikat sebesar 18 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya).

Penerapan usahatani padi organik oleh petani padi di Kabupaten Tasikmalaya dapat dianalogikan sebagai sebuah jalan keluar para petani padi


(25)

terutama masalah terbesarnya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk yang harganya semakin meningkat. Keberhasilan Gapoktan Simpatik dan PT Bloom Agro yang berhasil membuka jalur tataniaga ekspor beras organik yang berasal dari hasil panen petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya ke Amerika Serikat, menjadi sebuah prestasi besar bagi pertanian Indonesia.

Prestasi tersebut merupakan sebuah prestasi besar bagi Indonesia, mengingat Indonesia pernah menjadi negara importir beras terbesar di dunia. Selain itu dari prestasi ini terbuka peluang besar, khususnya bagi petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya disamping dapat meningkatkan ekonomi tetapi juga berpotensi menjadikan Kabupaten Tasikmalaya sebagai sentra utama beras organik di Indonesia. Selanjutnya bagi bangsa Indonesia prestasi ini menjadi kesempatan untuk memposisikan Indonesia sebagai eksportir utama beras organik di dunia, sehingga menjadi sumber devisa yang potensial. Dengan demikian upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi usahatani dan penataan sistem tataniaga beras organik menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Keberhasilan kerjasama Gapokan Simpatik dan PT Bloom Agro dalam mengekspor beras organik yang berasal dari petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya perlu ditingkatkan baik segi volume ataupun kualitas beras organik tersebut. Namun, dalam upaya peningkatan tersebut terdapat masalah yang berpotensi menghambat upaya tersebut. Petani padi organik anggota Gapoktan Simpatik saat ini belum semuanya mendapatkan sertifikasi lahan dan budidaya organik dari IMO dan Sucofindo.

Saat ini terdapat 5.616 petani anggota Gapoktan Simpatik yang terdiri dari petani pemilik, petani penggarap, dan buruh tani dengan luas lahan padi organik 5074 hektar dari jumlah tersebut hanya 40% atau 2050,96 hektar dan 27% atau 1.499 orang petani yang telah memperoleh sertifikasi budidaya dan lahan organik (Lampiran 4). Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan kemampuan terutama finansial dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya dan PT Bloom Agro yang selama ini berperan besar mendukung pengembangan padi organik di Kabupaten Tasikmalaya.


(26)

Berdasarkan wawancara pada survei pendahuluan penelitian pada April 2010, didapatkan informasi dari Ketua Gapoktan Simpatik bahwa akibat perbedaan status tersebut terjadi pula perbedaan jalur tataniaga antara beras organik tersertifikasi dan beras organik non-sertifikasi. Perbedaan ini terjadi karena Gapoktan Simpatik sebagai organisasi petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya hanya menampung atau membeli gabah hasil panen petani padi organik tersertifikasi, sehingga terjadi perbedaan harga beli antara gabah organik tersertifikasi dengan gabah organik non-sertifikasi.

Perbedaan harga tersebut dikhawatirkan akan menghambat upaya peningkatan produksi padi organik karena petani padi organik non-sertifikasi diduga akan mengurangi input-input usahatani padi organik sebagai upaya menurunkan besarnya biaya usahatani yang disesuaikan dengan pendapatan usahatani yang didapat. Untuk itu perlu adanya kajian mengenai analisis usahatani padi organik tersetifikasi maupun usahatani padi organik non-sertifikasi serta analisis sistem tataniaga beras organik petani yang tersertifikasi dan yang non-sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya.

Diharapkan hasil kajian tersebut mampu memberikan gambaran kondisi usahatani yang ada di tingkat petani dan jalur tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya, sehingga menjadi bahan rekomendasi solusi atas permasalahan tersebut. Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani padi organik non-sertifikasi dengan usahatani padi organik tersertifikasi?

2) Bagaimana saluran, lembaga, fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat?

3) Bagaimana efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya?

4) Bagaimana keterkaitan antara subsistem off-farm dengan subsistem on-farm pada agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya?


(27)

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Menganalisis perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani padi organik non-sertifikasi dengan usahatani padi organik tersertifikasi.

2) Mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.

3) Menganalisis efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

4) Menganalisis keterkaitan antara subsistem off-farm dengan subsistem on-farm pada agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya.

1.4. Manfaat Penelitian 1) Lembaga-Lembaga Terkait

Penelitian ini dapat memberikan evaluasi dan masukan mengenai usahatani dan sistem tataniaga beras organik. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi pemilihan berbagai alternatif saluran tataniaga beras organik yang dapat dikembangkan serta sebagai referensi pelaksanaan usahatani padi organik.

2) Bagi Penulis

Meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis, dan merumuskan solusi atas pemasalahan yang terjadi sebagai perwujudan dari pengaplikasian ilmu yang diperoleh di bangku kuliah serta sebagai salah satu syarat kelulusan sebagai sarjana ekonomi.

3) Bagi Kalangan Akademisi

Sebagai salah satu sumber informasi dan referensi mengenai usahatani dan tataniaga beras organik yang dapat digunakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(28)

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup wilayah yaitu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan padi organik yang dijadikan komoditi yang diteliti. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Simpatik yaitu gabungan kelompok tani yang seluruh anggotanya khusus petani padi organik dan berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Pedagang yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah pedagang yang melakukan pembelian serta penjualan komoditas padi/gabah/beras organik dari Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Untuk aktifitas perdagangan ekspor beras organik analisis sistem tataniaga hanya dibatasi hingga barang FOB (Free on Board). Sedangkan periode waktu masa panen padi organik yang dijadikan patokan analisis usahatani penelitian dalam satu tahun yaitu antara bulan Agustus 2009-2010.

Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani padi organik antara petani padi organik tersertifikasi dengan petani padi organik yang non-sertifikasi dan mengkaji saluran tataniaga beras organik di daerah penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis keragaan usahatani, analisis pendapatan usahatani berdasarkan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, serta analisisi R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani padi organik. Selanjutnya analisis tataniaga menggunakan pendekatan margin tataniaga farmer’s share, dan rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat efisiensi operasional tataniaga beras organik.


(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Padi

Padi merupakan tanaman pangan utama dunia sebagai sumber kebutuhan bahan pokok pangan yaitu karbohidrat. Dari tanaman padi dapat dihasilkan bulir-bulir gabah yang nantinya melalui proses pengeringan dan penggilingan sehingga menjadi beras. Beras inilah yang diolah menjadi nasi, yang merupakan makanan pokok utama bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini masyarakat Indonesia sangat bergantung terhadap nasi sebagai sumber makanan sehari-harinya. Pembudidayaan tanaman padi menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah, karena beras merupakan komoditas terpenting untuk penyediaan pangan masyarakat Indonesia. Padi memiliki berbagai varietas yang akan menghasilkan beras yang berbeda, baik dari segi rasa, maupun aroma. Teknik pembudidayaan tanaman padi sangat beragam di berbagai Negara di Dunia, bahkan diberbagai daerah di Indonesia.

Menurut Siregar (1987), tanaman padi termasuk kedalam golongan tumbuhan Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Di dalam spesies tanaman padi Oriza Sativa L. terdapat ribuan varietas yang satu sama lain memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Antara berbagai varietas yang ada senantiasa terdapat perbedaan, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil. Beberapa perbedaan yang terlihat antara varietas yang satu dengan lainya disebabkan oleh adanya pembawaan sifat suatu varietas yang tidak sama. Namun demikian, diantara ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan persamaan ini tanaman padi digolongkan menjadi :

1) Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara–negara yang termasuk daerah tropis.

2) Golongan Yaponica/sub-Yaponica, pada umumnya terdapat di negara-negara di luar daerah tropis.


(30)

2.2. Gambaran Umum Beras

Menurut Suroso (2006), beras tidak hanya merupakan komoditas ekonomi, melainkan juga sebagai komoditas sosial dan politik. Penyebabnya karena beras dibutuhkan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, sehingga beras berperan sangat penting terhadap kondisi ekonomi makro, inflasi, risiko ketahanan pangan, pengangguran dan kemiskinan.

2.3. Pengertian Pertanian Organik

Pertanian organik adalah produksi yang menyeluruh dan terpadu yang mengoptimalkan produktivitas agro-ekosistem secara alami sehingga menghasilkan produksi yang berkualitas, aman di konsumsi dan berkelanjutan. Tata cara pertanian organik dengan pendekatan dari Codex Alimentarius Comission (CAC) dan International Federation of Organic Agriculture Movement. Produk pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari sistem produksi pertanian terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup serta berkualitas yang berarti aman, bergizi dan berkelanjutan3.

Menurut FAO tahun (2007), pertanian organik diartikan sebagai sistem manajemen produksi menyeluruh yang menghindari penggunaan pupuk kimia; pestisida dan penggunaan organisme yang mengalami rekayasa genetika; polusi udara, air, dan tanah yang minimal; dan peningkatan kesehatan dan produktivitas tanaman dan ternak dalam satu kesatuan.

Winarno (2004), menyatakan bahwa yang disebut pertanian organik adalah suatu sistem manajemen berproduksi secara ekologi yang mempromosikan dan meningkatkan biodiversitas, siklus biologis, dan keaktifan biologi tanah. Sistem tersebut dilaksanakan berdasarkan masukan bahan dari luar kandang pertanian seminimal mungkin dan dalam praktik manajemennya mampu mengembalikan atau mempertahankan dan meningkatkan terjadinya harmoni ekologi.

3


(31)

Prinsip pertanian organik menurut Pracaya (2004) yaitu ramah terhadap lingkungan, tidak mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh agar tujuan tersebut tercapai antara lain :

1) Memupuk dengan kompos, pupuk kandang dan guano. 2) Memupuk dengan pupuk hijau.

3) Memupuk dengan limbah yang berasal dari kandang ternak, rumah pemotongan hewan (RPH), septictank.

4) Mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan pola tanam polikultur.

Bahan kimia dalam pertanian konvensional, dipergunakan untuk menyuburkan tanah dan memberantas hama serta penyakit. Melalui pertanian organik, kedua kegiatan tersebut dapat diatasi. Selain menggunakan pupuk kandang, tanaman yang termasuk famili Leguminosae misalnya kacang-kacangan, mempunyai bintil akar yang dapat menambat nitrogen dari udara dan kemudian mengubahnya menjadi nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman. Sedangkan, pestisida yang digunakan dalam pertanian organik untuk memberantas hama dan penyakit adalah pestisida organik. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida organik adalah nimba, tembakau, mengkudu, mahoni, pepaya, dan lain-lain. Pestisida organik ini mudah membuatnya, tidak mencemari udara, tidak berbahaya, tidak meracuni konsumen karena dapat terurai, dan tanamannya mudah diperoleh, serta dapat ditanam di kebun (Pracaya, 2004).

2.4. Sistem Budidaya Organik SRI (System of Rice Intensification)

Menurut FAO (2008), mengartikan bahwa budidaya padi SRI diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem (tanah, tanaman, mikro organisme dan makro organisme, udara, sinar matahari dan tentunya air) sehingga memberikan produktivitas yang tinggi/optimal/sinergis, menghindari berbagai pengaruh negatif bagi kehidupan komponen tersebut atau menghindari berbagai kerusakannya dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami.

Ciifad (Cornell International Institute For Food Agriculture And Development) tahun 2010 menyatakan bahwa, SRI adalah sebuah metode yang digunakan untuk meningkatkan produksi padi dan memunculkan produktivitas


(32)

dari tanah, tenaga kerja dan modal melalui beberapa prinsip praktek pengelolaan. SRI bukanlah sebuah paket teknologi melainkan sebuah paket prinsip dan pemahaman bagaimana menanam padi secara lebih baik dan lebih bermanfaat. Petani diharapkan untuk melakukan percobaan terhadap metode ini dan mengadaptasikan metode ini sesuai dengan kondisi tanah, iklim, ketersediaan tenaga kerja sehingga mendapatkan sebuah rumusan praktek SRI terbaik untuk dirinya. Adapun prinsip praktek pengelolaan SRI menurut Ciifad 2010 antara lain sebagai berikut :

1) Persemaian dan Penanaman Bibit Padi di Lahan

a) Penanaman bibit padi di lahan dilakukan saat umur semaian masih muda. Pemindahan ke lahan dilakukan saat bibit padi berumur 8-12 hari yang di tandai dengan ciri fisik seperti hanya memiliki 2 helai daun kecil. Penyemaian biasanya dilakukan di wadah khusus bukan di sebagian petak lahan seperti yang umumnya dilakukan. Ini dilakukan guna mencegah rusaknya akar dan menjaga agar pertumbuhan padi dapat maksimal. Proses penanaman dilakukan dengan hati-hati dan cepat untuk meminimalkan kerusakan pada akar.

b) Untuk mencegah persaingan akar, padi ditanam secara tunggal.

c) Untuk mendorong perakaran yang kuat serta tumbuhnya kanopi, maka jarak tanam dibuat lebih lebar. Ada beberapa jarak tanam yang biasa dipakai yaitu 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan sampai 50 x 50 cm tergantung kualitas tanah.

2) Pengelolaan Tanah

Tanah diusahakan tetap lembab tetapi drainase dan aerasi tetap terjaga dengan baik. Hal ini dikarenakan padi sebenarnya adalah tanaman yang membutuhkan air tetapi bukanlah tanaman air. Drainase dan aerasi harus tetap terjaga karena akar membutuhkan oksigen untuk dapat berkembang dengan baik. Jika dalam kondisi tergenang dalam periode yang cukup lama, maka pasokan oksigen untuk akar akan berkurang dan menyebabkan kerusakan akar sehingga akar tidak bisa menjalankan tugasnya (sebagai pemasok bahan makanan) dengan baik. Dalam SRI, tanah tidak dipandang sebagai benda mati melainkan sebagai benda hidup, karena jika diamati


(33)

menggunakan mikroskop, tanah sebenarnya adalah rumah bagi banyak makhluk hidup yang berguna bagi tanaman. Drainase dan aerasi yang baik, maka mahkluk hidup di dalam tanah dapat hidup dan berkembang dengan baik yang berarti mereka dapat menjalankan fungsinya untuk mendukung pertumbuhan tanaman dengan maksimal. Mutu dan kesehatan tanah adalah kunci untuk bisa mendapatkan produksi yang baik.

3) Pengelolaan Air

Jumlah air yang digunakan selama budidaya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman padi itu sendiri. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, selama masa pertumbuhan vegetatif, tanaman padi hanya membutuhkan sedikit air. Air hanya digenangkan dengan ketebalan genangan air yang tipis selama tahap pembungaan dan pengisian bulir. Di beberapa negara yang telah mempraktekkan SRI, untuk menghemat waktu kerja beberapa petani mengairi dan mengeringkan sawahnya dengan siklus 3-5 hari. Praktek pengelolaan air di suatu lokasi tergantung tipe tanah, ketersediaan tenaga kerja serta faktor lainnya seperti iklim atau karakter dari varietas padi itu sendiri. Petani harus melakukan percobaan untuk menemukan bagaimana cara terbaik untuk mengelola air.

4) Unsur Hara

SRI sebaiknya unsur hara yang menjadi sumber bahan makanan padi diberikan dalam bentuk bahan organik atau dicampur dengan kompos yang terbuat dari sumber daya yang tersedia di sekitar lokasi produksi. Pemberian kotoran ternak selain kompos menunjukkan hasil panen yang lebih baik. Bahan organik sangat baik untuk mempertahankan struktur tanah, menjaga mutu tanah sehingga banyak mikroba tanah yang berguna bagi tanaman dapat hidup di tanah. Selain itu, bahan organik sangat baik sebagai pengikat air dalam tanah.

5) Pengendalian Gulma

Akibat lahan digenangi maka gulma akan menjadi sebuah masalah yang akan dihadapi oleh petani. Berdasarkan pengalaman, pengendalian gulma biasanya dilakukan mulai 10-12 hari setelah pemindahan semaian ke lahan. Dan proses pengendaliannya biasanya dilakukan 3-4 kali sampai


(34)

seluruh kanopi (daun-daun padi) menutupi tanah, yang secara alami menghambat pertumbuhan gulma.

Menurut Ciifat juga, bahwa metode SRI mampu memberikan manfaat lain antara lain sebagai berikut :

1) Meningkatkan produktivitas sumber daya air, tanah dan tenaga kerja.

2) Ramah terhadap lingkungan. Pengurangan pengunaan air memungkinkan penggunaan air untuk keperluan lain. Tanah tidak menjadi rusak dan menjaga keanekaragaman hayati tanah. Padi yang tidak digenangi tidak akan memproduksi metana sebuah gas yang termasuk golongan utama penyebab efek rumah kaca.

3) Dapat diterapkan baik oleh petani dengan kepemilikan lahan yang luas maupun yang sempit.

4) Menjadikan peran petani menjadi penting. Seperti yang sudah disebutkan, bahwa SRI bukanlah sebuah paket teknologi melainkan sebuah paket prinsip dan pemahaman bagaimana menanam padi secara lebih baik dan lebih bermanfaat, maka peran petani untuk keberhasilan metode ini sangat menetukan.

5) Kualitas bulir yang dihasilkan biasanya meningkat. Ketika padi SRI di giling biasanya persentasi yang dihasilkan meningkat karena berkurangnya jumlah bulir yang kosong atau pecah.

6) Pengurangan pemakaian bahan kimia pertanian maka beras yang dihasilkan adalah beras dengan residu bahan kimia dalam jumlah yang rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.

2.5. Tujuan Pertanian Organik

Menurut IFOAM (International Federation Of Organic Agriculture Movement, 1997), tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan sistem pertanian organik adalah :

1) Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah yang cukup.

2) Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.


(35)

3) Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan.

4) Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 5) Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang berasal dari

sistem usahatani.

6) Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik didalam maupun diluar usahatani.

7) Menciptakan keadaan yang memungkinkan terbaik, hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki.

8) Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.

9) Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.

10) Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.

11) Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani terhadap kondisi fisik dan sosial.

2.6. Gambaran Umum Beras Organik

Beras organik adalah beras yang telah dihasilkan dan diproses secara organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan mandiri. Organik dapat berarti tidak ada bahan pestisida atau pupuk kimia, merawat kesuburan tanah secara alami atau menggunakan pupuk kompos, menanam tanaman secara bergantian setelah panen, mengendalikan hama dengan predatornya dan menutup rumput liar dengan jerami (International Rice Research Institut, 2004)4.

Keunggulan beras organik adalah sehat, dengan kandungan gizi atau vitamin yang tinggi karena tidak menghilangkan lapisan kulit ari secara

4 http://www.knowledgebank.irri.org/factSheet/HowToGrowRice/fs_organicRice.pdf


(36)

menyeluruh sehingga beras ini tidak tampak mengkilap seperti beras pada umumnya. Beras lebih enak dan memiliki rasa alami/pulen, lebih tahan basi serta memiliki kandungan serat dan nutrisi lebih baik. Manfaat beras organik bagi lingkungan, diantaranya sistem produksi sangat ramah lingkungan sehingga tidak merusak lingkungan, tidak mencemari lingkungan dengan bahan kimia sintetik dan meningkatkan produktivitas terjaga dan berkelanjutan5.

2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.7.1. Kajian Empiris Mengenai Usahatani

Penelitian Rachmawati (2003) yang berjudul Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh pemilik penggarap dan penggarap menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani pemilik penggarap lebih menguntungkan dibanding dengan penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani pemilik penggarap 3,14 sedangkan rasio R/C penggarap besarnya 1,19. Rasio R/C atas biaya total petani pemilik penggarap sebesar 1,35 dan penggarap sebesar 1,18.

Penelitian Hasian (2008) yang berjudul Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat menggunakan analisis pendapatan, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), dan analisis marjin tataniaga. Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada petani, yaitu sebanyak 30 responden, diketahui bahwa terdapat dua pola saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Warungkondang yaitu pola I petani ke koperasi sebesar 60 persen dan pola II petani ke pedagang pengumpul sebesar 40 persen. Besarnya marjin tataniaga pada pola I adalah Rp 9.200,00 per kilogram dan pola II adalah Rp 4.500,00 per kilogram. Dari kedua saluran tataniaga tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Kacang kapri yang masuk ke pasar-pasar tradisional mempunyai kualitas yang lebih rendah namun jumlahnya banyak. Sedangkan

5


(37)

untuk kacang kapri yang kualitasnya lebih baik dipasarkan ke supermarket namun dengan jumlah yang lebih sedikit. Berdasarkan analisis marjin tataniaga, pola II memiliki marjin yang kecil tetapi memiliki farmer’s share yang lebih besar.

Penelitian Tirtayasa (2009) yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani di Kota Depok Jawa Barat menunjukkan produksi jambu biji pada daerah Primatani lebih banyak dibandingkan daerah non-Primatani. Hal ini ditunjukkan oleh produktivitas jambu biji per pohon milik petani di daerah Primatani lebih tinggi dibandingkan produktivitas jambu biji per pohon milik petani di daerah non-Primatani.

Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani Primatani dan petani Primatani menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani non-Primatani lebih menguntungkan dibandingkan petani non-Primatani. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani non-Primatani 2,56 sedangkan rasio R/C petani Primatani besarnya 2,27. Rasio R/C atas biaya total petani non-Primatani sebesar 2,07 dan petani Primatani sebesar 1,88.

2.7.2. Kajian Empiris Mengenai Tataniaga

Penelitian Gandhi (2008) yang berjudul Analisis Usahatani dan Tataniaga beras Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur) menunjukan bahwa berdasarkan analisis penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani pandan wangi, pendapatan yang diperoleh petani pemilik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat dari besarnya rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) dari petani penggarap (1,07 dan 1,08). Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa usahatani yang dilakukan, baik oleh petani pemilik maupun petani penggarap, masih menguntungkan karena rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya totalnya lebih besar dari satu.

Berdasarkan analisis saluran pemasaran yang dilakukan, diketahui bahwa di lokasi penelitian terbentuk dua saluran utama tataniaga beras pandan wangi murni dan saluran tataniaga beras pandan wangi campuran. Terdapat 10 saluran tataniaga beras pandan wangi campuran dan enam saluran tataniaga beras pandan wangi murni. Penelitian ini dilakukan hanya pada saluran tataniaga beras pandan wangi murni. Dari penelitian ini diketahui bahwa lembaga-lembaga yang terlibat


(38)

dalam penyaluran beras pandan wangi dari petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pasar swalayan, pedagang pengecer daerah, dan pedagang pengecer luar daerah. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pelancar (sortasi dan grading).

Penelitian Murdani (2008) mengenai analisis usahatani dan pemasaran beras varietas pandan wangi dan varietas unggul baru di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis rasio R/C, analisis marjin, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usahatani dan menganalisis pendapatan usahatani padi varietas pandan wangi dan varietas unggul baru, menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi tataniaga dan efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran beras varietas pandan wangi dan varietas unggul baru di Kecamatan Warungkondang. Berdasarkan hasil analisis usahatani per musim yang dilakukan, diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total per hektar usahatani pandan wangi pada setiap musim lebih besar daripada varietas unggul baru. Usahatani kedua varietas ini layak untuk diusahakan dilihat dari nilai rasio R/C. Rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total usahatani padi pandan wangi lebih besar daripada varietas unggul baru. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan petani padi pandan wangi akan memberikan penerimaan yang lebih besar daripada penerimaan petani padi varietas unggul baru.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap saluran pemasaran, diidentifikasikan bahwa untuk pandan wangi terdapat dua saluran yaitu (1) petani-pedagang di Pasar Tani Departemen Pertanian-konsumen dan (2) petani-Gapoktan Citra Sawargi-CV Quasindo-retail-konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani-pedagang pengumpul-konsumen; (2) pedagang pengumpul-pedagang besar (grosir)-kosumen; dan (3) petani-pedagang pengumpul-petani-pedagang pengecer-konsumen. Fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran tersebut adalah fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas.


(39)

Penelitian Aniro (2009) yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Penelitian bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga nama yang lebih efisien berdasarkan sebaran marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Berdasarkan penelusuran dengan teknik snowball sampling ditemukan 16 saluran tataniaga beras pandan wangi, 15 saluran tataniaga beras pandan wangi campuran dan 1 saluran tataniaga beras wangi murni. Pada penelitian tersebut juga mengungkap terdapat tujuh lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga beras pandan wangi, yaitu petani, tengkulak, Gapoktan Sawargi, penggilingan beras, pabrik beras, distributor, dan retail. Pada sistem tataniaga tersebut terdapat fungsi tataniaga yang dilakukan yaitu fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fisik.

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan saluran yang ditemukan dalam sistem tataniaga beras pandan wangi di Kecamatan Warungkondang disimpulkan bahwa saluran 11 merupakan saluran yang paling efisien yaitu dengan urutan rantai petani, penggilingan, distributor, dan konsumen. Sedangkan, saluran 9 merupakan saluran yang paling tidak efisien yaitu petani, tengkulak, penggilingan, pabrik beras, distributor, retail, dan konsumen.

Hidayat (2010) melakukan analisis pendapatan usahatani dan tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Analisis pendapatan usahatani dikelompokkan berdasarkan status penguasaan lahan yaitu petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan menguntungkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani pemilik lahan 2,69 sedangkan rasio R/C atas biaya tunai petani penyewa lahan besarnya 1,81. Rasio R/C atas biaya total petani pemilik lahan sebesar 1,67 dan petani penyewa lahan sebesar 1,66.

Saluran tataniaga jambu getas merah Kelurahan Sukaresmi yang dapat dikatakan paling efisien adalah saluran tataniaga III karena memiliki total margin tataniaga yang terkecil dan nilai farmer’s share terbesar. Walaupun rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga pada saluran III bukan merupakan rasio terbesar tetapi penyebaran rasio pada setiap lembaga tataniaga lebih merata


(40)

dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Disamping itu saluran tataniaga III paling banyak digunakan oleh petani sehingga volume penditribusian padi organik paling banyak dilakukan melalui saluran III.

Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis Judul Tahun Metode Analisis

Rachmawati Analisis Usahatani dan

Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang

2003 R/C rasio, margin

tataniaga, farmer’s share

David Erick

Hasian

Usahatani dan Tataniaga Kacang

Kapri di Kecamatan

Warungkondang, Cianjur,

Provinsi Jawa Barat

2008 R/C rasio, margin

tataniaga, farmer’s Share

Mochhammad Fajar Tirtayasa

Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani di Kota Depok Jawa Barat

2009 Analisis pendapatan

usahatani, rasio R/C,

marjin tataniaga,

farmer’s share

Prima Gandhi Analisis Usahatani dan

Tataniaga beras Varietas Unggul (Study Kasus Padi Pandan

Wangi di Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten

Cianjur)

2008 Analisis penerimaan,

biaya dan pendapatan usahatani, analisis

fungsi tataniaga,

efisiensi tataniaga, saluran dan marjin tataniaga

Dian Murdani Analisis Usahatani dan

Pemasaran Beras Varietas

Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat)

2008 Analisis pendapatan

usahatani, margin

pemasaran, rasio R/C, farmer’s share

Najmi Aniro Analisis Sistem Tataniaga Beras Pandan Wangi di Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten

Cianjur, Provinsi Jawa Barat

2009 Analisis lembaga dan fungsi, saluran, marjin tatataniaga, farmer’s share, struktur pasar Bayu Hidayat Analisis Pendapatan Usahatani

dan Tataniaga Jambu Getas Merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor

2010 Analisis pendapatan

usahatani, rasio R/C,

marjin tataniaga,

farmer’s share,


(41)

Terdapat beberapa persamaan dalam metode penelitian yang digunakan pada beberapa studi terdahulu seperti pada Rachmawati (2003) dan Hasian (2008) serta pada Tirtayasa (2009) dengan Murdani (2009). Pada Rachmawati (2003) dan Hasian (2008) menggunakan metode analisis R/C rasio, margin tataniaga, dan farmer’s share dalam menganalisis penelitianya mengenai topik penelitian usahatani dan tataniaga. Pada penelitian mereka tidak menggunakan analisis lembaga dan fungsi tataniaga, sehingga menurut pendapat penulis kurang memberikan kondisi tataniaga karena penelitian lebih kuantitatif. Begitu pula pada penelitian Tirtayasa (2009) dan Murdiani (2009) yang menggunakan metode analisis yang sama dalam menganalisis penelitianya yaitu analisis pendapatan usahatani, rasio R/C, marjin tataniaga,dan farmer’s share. Walaupun pada kedua penelitian tersebut analisis usahatani lebih dalam karena menambahkan analisis pendapatan usahatani, namun analisis tataniaga terutama kondisi kualitatif seperti fungsi tataniaga dan analisis lembaga tataniaga kurang dibahas secara komperhensif.

Penelitian Aniro tahun 2009 yang menggunakan alat analisis lembaga dan fungsi, saluran, marjin tatataniaga, farmer’s share, dan struktur pasar dalam menganalisis penelitianya dengan topik tataniaga, merupakan referensi penelitian mengenai tataniaga yang dalam. Aniro tidak hanya melakukan analisis secara kuantitatif dalam penelitiannya dengan menghitung marjin tataniaga dan farmer’s share dengan baik, namun juga baik dalam melakukan analisis kualitatif seperti dalam menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga. Aniro dalam analisis kualitatif tataniaga tersebut menggunakan bahasa deskriptif dengan baik sehingga mampu menggambarkan kondisi penelitian yang dihadapi. Sedangkan penelitian Gandhi (2008) dan Hidayat (2010), merupakan penelitian yang menggunakan metode analisis yang paling lengkap dalam menganalisis penelitian untuk topik usahatani dan tataniaga. Keduanya melakukan analisis kuantitatif yang baik dalam analisis usahatani dan tataniaga, juga melakukan analisis kualitatif tataniaga dengan baik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan alat analisis yang sama digunakan oleh Gandhi (2008) dan Hidayat (2010). Selanjutnya penelitian ini juga mencoba menggunakan teknik tulisan deskriptif yang digunakan pada penelitian Aniro (2009) untuk menggambarkan analisis


(42)

lembaga dan fungsi tataniaga dengan baik. Sedangkan, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah jenis komoditas yang dianalisis yaitu beras organik. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, penelitian mengenai sistem tataniaga beras organik belum banyak dilakukan. Penelitian ini berusaha menganalisis perbandingan tingkat pendapatan usahatani padi organik antara petani padi organik yang tersertifikasi dengan petani padi yang non-sertifikasi berdasarkan keragaan usahatani padi organik, pendapatan usahatani dengan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, dan R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Selain itu mengkaji efisiensi operasional tataniaga beras organik melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga beras organik melalui pendekatan analisis harga (Rp/Kg) padi atau beras organik. Melalui analisis efisiensi operasional tataniaga beras organik dapat diketahui saluran tataniaga beras organik yang memberikan lebih banyak keuntungan bagi petani dan konsumen.


(43)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

3.1.1. Konsep Sistem Agribisnis

Menurut Saragih (2001) sistem agribisnis didefinisikan sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yaitu: subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit atau benih, alat dan mesin pertanian); subsistem usahatani (on-farm agribusiness), yang di masa lalu disebut sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak (ready to cook) atau siap untuk disaji (ready for used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan pasar internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan sebagainya.

Gambar 1. Konsep Agribisnis Sebagai Suatu Sistem, Saragih (2001) Subsistem Agribisnis Hulu - Industri pembenihan dan pembibitan - Industri agrokimia - Industri agro

otomotif

Subsistem Jasa Penunjang - Perkreditan dan Asuransi - Penenlitian dan Pengembangan - Pendidikan dan Penyuluhan - Transportasi dan Pergudangan

Subsistem Usahatani - Usaha Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Perkebunan Subsistem Pengolahan - Industri produk setengah jadi - Industri produk jadi Subsistem Tataniaga - Distribusi - Promosi - Informasi pasar - Kebijakan perdagangan - Stuktur pasar


(1)

III. Aktivitas Perdagangan

A.

Pembelian rata-rata dalam satu tahun terakhir

1.

Rata-rata volume pembelian per bulan dalam satu tahun terakhir :

No.

Uraian

Transaksi rata-rata per bulan (Kg)

Bulan tinggi

Bulan sedang

Bulan rendah

1.

2.

3.

4.

5.

2.

Sebutkan jenis/varietas dan kulit beras atau gabah oragnik yang biasa dibeli

dalam satu tahun terakhir.

Varietas/

Jenis

Jumlah

Bulan ...

Harga

Bulan...

Harga

Bulan ...

Harga

Bulan...

Harga

Keterangan :

1) Perbandingan dihitung berdasarkan volume transaksi setara GKG 2) Harga pembelian beras menurut kualitas rata-rata sebulan terakhir

3.

Frekuensi pembelian gabah/beras organik dalam 1 (satu) bulan terakhir :

_____ kali

4.

Kemudahan membeli dan memperoleh gabah/beras organik dalam satu bulan

terakhir. 1) Mudah 2) Kadang-kadang sulit 3) Sulit didapat 4) Sangat sulit

5.

Jika jawaban No. 5 bukan mudah, sebutkan alasanya

………...

………...

………...


(2)

6.

Pemasok utama Gabah/Beras organik dalam satu tahun terakhir :

(jawaban boleh lebih dari satu)

1)

Petani

:_____%

2)

KUD/Koperasi

:_____%

3)

Penggilingan

:_____%

4)

Gapoktan

:_____%

5)

Importir

:_____%

6)

Lainnya : sebutkan

:_______________ :_______%

7.

Lokasi pembelian beras organik

(

jawaban boleh lebih dari satu

)

1)

Dalam satu desa

:_____% 4) Luar Kabupaten :____%

2)

Dalam satu kecamatan

:_____% 5) Luar Provinsi

:____%

3)

Dalam satu Kabupaten

:_____% 6) Sebutkan

:____%

B.

Penjualan Beras Organik

1.

Rata

Rata Penjualan per hari

:__________kg

2.

Rata

rata harga penjualan beras dalam satu bulan terakhir

Varietas

Kualitas dan Harga (Rp/Kg)

……….… ………….. ……… ………

% Harga % Harga % Var Rasio Harga % Harga

..../...

..../...

..../...

..../...

..../...

..../...


(3)

3.

Deskripsi Penjualan Beras Organik Ke Lembaga Pemasaran Selanjutnya.

No.

Pembeli

Bentuk

Jumlah (Ton)

Lokasi *)

1.

Penggilingan

Beras

GKG

GKP

2. Gapoktan

Beras

GKG

GKP

3. Eksportir

Beras

GKG

GKP

4.

Supermarket

Beras

GKG

GKP

5.

Grosir

Beras

GKG

GKP

6.

PT Bloom

Agro

Beras

GKG

GKP

7.

Lainnya...

...

Beras

GKG

GKP


(4)

4.

Biaya Pemasaran Beras / Gabah Organik

No.

Uraian

Pembelian (Rp/kg)

Penjualan (Rp/kg)

1.

Transportasi dan

bongkar muat

a. Transportasi

b. Bongkar muat

2.

Pengeringan

3.

Penggilingan*)

4.

Sortasi

5.

Pengemasan

6.

Jaminan Kualitas

7.

Biaya penyimpanan

(termasuk

penyusutan/rusak

gabah/beras)

8.

Penyusutan (hilang,

rusak)

9.

10.

11.

*) isikan jasa penggilingan yang berlaku umum

IV. Sarana Perdagangan

1.

Jenis Peralatan Penunjang yang Dimiliki oleh Pedagang untuk Pendukung Usaha

No. Nama Alat

Jumlah

yang

Dimiliki

Harga Beli

Umur

Ekonomis

Penyusutan

1.

Truck

2.

Pick-Up

3.

Motor

4.

Timbangan

5.

Mesin

Pengemas

6.

Kalkulator

7.

Gudang


(5)

(m

2

)

8.

Lantai

Jemur

9.

Terpal

10. Pedal

Threser

11. Power

Threser

12.

13.

14

15.

16.

17.

2.

Apakah pedagang ini pernah mengalami kesulitan dalam hal penyimpanan

beras/gabah dalam satu tahun terakhir ?

1) Ya

2) Tidak

Jika Ya, jelaskan kesulitan yang pernah dialami

………

………...

3.

Apakah pedagang ini pernah mengalami kesulitan dalam hal pengangkutan

beras organikdalam tiga bulan terakhir ? 1. Ya

2. Tidak

Jika Ya, jelaskan kesulitan yang pernah dialami :

………

……….

Kendala dan masalah dalam usahatani perdagangan beras organik

1) Terkait dengan pengadaan gabah/beras organik

...

...

2) Pengolahan dan Penanganan beras organik


(6)

3) Pemasaran dan harga gabah/beras organik

...

...

4) Instruktur dan regulasi (termasuk pungutan di jalan)

...

...

V. Pertanyaan Tambahan

1. Penyusutan / Loses (%)

Uraian

Penyusutan (%)

a.

Panen termasuk perontokan

b.Pengangkutan gabah (termasuk bongkar muat)

c. Pengeringan

d. Pengemasan termasuk sortasi

e. Penimbangan

f. Pengangkutan beras (termasuk bongkar muat)

g. Penyimpanan (%/bulan)