Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi dengan Z- Plasty
Laporan Kasus
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi
dengan Z- Plasty
Delfitri Munir
Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
hidung. Tindakan pembebasan stenosis dilakukan dengan menggunakan flap lokal dan teknik Z
plasty dengan hasil yang cukup baik.
Kata kunci: stenosis, vestibulum, Z plasty
Abstract: Vestibulum stenosis is the constriction of vestibulum cavity. The etiologies are
congenital, nasal trauma, iatrogenic and infection, while the symptom is total or subtotal nasal
obstruction. Variation of methods to repair vestibulum stenosis are using stent, local flap, skin
graft with stent and composite graft taken from auricular tissue. We report a case in a seven years
old child with nasal vestibular stenosis caused by nasal trauma. The stenosis was repaired
successfully using local flap with Z-plasty technique.
Keywords: stenosis, vestibulum, Z plasty
PENDAHULUAN
Stenosis
vestibulum
nasi
adalah
penyempitan
rongga
hidung
bagian
1,2
vestibulum. Penyebabnya meliputi kelainan
bawaan lahir, trauma hidung, infeksi dan
iatrogenik. Stenosis vestibulum yang didapati
sejak lahir, bisa total atau parsial. Luka trauma
dapat disebabkan oleh trauma jalan lahir,
terbakar,
fraktur,
dan
laserasi
yang
3
mencetuskan stenosis. Infeksi dan inflamasi
meliputi chicken pox, lepra, rinitis atrofi dan
lain-lain, yang pada proses penyembuhannya
sering menyebabkan jaringan parut. Iatrogenik
dapat disebabkan operasi sebelumnya, seperti
septoplasti, rinoplasti atau elektrokauter. Di
samping itu, trauma akibat pemakain tampon
hidung untuk mengontrol epistaksis, dapat
mencetuskan terjadinya stenosis hidung.
Meskipun jarang, stenosis vestibulum nasi
dapat dijumpai pada anak-anak akibat
tindakan koreksi bibir sumbing dan deformitas
4,5
hidung.
Gejala stenosis vestibulum yang paling
dirasakan adalah hidung tersumbat. Keluhan
ini terutama jika stenosis tersebut komplit dan
terjadi deformitas disisi yang sehat misalnya
karena septum deviasi. Keluhan juga akan
makin berat jika pasien menderita rinitis,
sehingga harus bernafas dari mulut, dan dapat
1,4
menimbulkan gejala ngorok.
Pemeriksaan fisik meliputi rinoskopi
anterior dan pemeriksaan endoskopi untuk
menentukan lokasi dan tingkat keparahan
stenosis itu. Area yang mengalami stenosis
meliputi lantai hidung, atap, dan dinding
4
lateral vestibulum. Pemeriksaan penunjang
dapat digunakan untuk mengetahui, sejauh
mana kerusakan yang terjadi, lokasi stenosis
dan juga komplikasi yang dapat timbul akibat
stenosis
vestibulum
ini.
Pemeriksaan
6
penunjang yang dianjurkan adalah CT-Scan.
Variasi metoda dalam perbaikan stenosis
vestibulum dilakukan dengan berbagai cara.
Metoda tersebut meliputi menghilangkan skar
dengan pemasangan stent, flap lokal dari
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
288
Delfitri Munir
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi...
daerah sekitarnya, split dan full thickness graft
kulit dengan pemasangan sten dalam waktu
yang lama serta graft komposit yang bisa
1,5
diambil dari daun telinga. Flap miokutaneus
dari
jaringan
sekitar
hidung,
selain
mengkoreksi stenosis vestibulum, juga untuk
memperbaiki malposisi alar base. Tehnik ini
kadang-kadang
dikombinasikan
dengan
7
pemakaian komposit graft. Pemakaian stent
biasanya dikombinasikan dengan tindakan
bedah setelah membebaskan stenosis yang
berguna untuk mencegah stenosis kembali.
Dalam hal ini stent berfungsi untuk membuat
vestibulum selalu terkembang atau menjadi
penyangga. Stent juga bisa dipakai untuk
sementara
menunggu
tindakan
bedah,
terutama pada stenosis yang tidak komplit dan
8
kelainan kongenital. Flap lokal yang paling
sering yaitu meliputi Z plasty dan W plasty.
Banyak literatur yang menulis penatalaksanaan
flap
lokal
dalam
dengan
metoda
membebaskan stenosis vestibulum. Secara
umum tehnik ini sering menimbulkan
komplikasi karena vestibulum ini suatu daerah
yang sangat sempit dan jaringan yang dipakai
untuk rotasi juga terbatas. Di samping itu
insisi didalam hidung dapat menimbulkan
jaringan parut. Akibat sempitnya daerah
operasi, sering operator harus mengambil
daerah sekitarnya untuk menambah bahan
yang digunakan untuk perbaikan seperti rotasi
flap. Biasanya flap diambil dari nasolabial,
bibir atau mulut, namun flap ini dapat
menimbulkan
jaringan
parut
diwajah.
Pemakaian jaringan mukosa dari mulut adalah
tehnik baru, meliputi diseksi yang dalam pada
jaringan mukosa mulut. Komplikasi teknik ini
dapat terjadi edema paska operasi dan
1,8
menambah risiko terjadinya fistel naso-oral.
Split dan full thickness skin graft dilakukan
dengan cara mentransformasikan jaringan dari
luar area hidung untuk memperbaiki
penyempitan tersebut setelah dilakukan
pembebasan. Teknik ini tidak cukup jika
dipakai untuk menutup jaringan yang luas,
tetapi full thickness dapat digunakan sebagai
graft yang tebal. Di samping itu, tehnik ini
memerlukan
stent
intranasal
untuk
menyangga
serta
mempermudah
penyembuhan dan biasanya dilepas setelah
waktu 3 minggu. Komplikasi pemakaian skin
graft sering timbul kontraktur setelah stent
diangkat dan timbul kegagalan pada saat
289
mengkoreksi stenosis yang sebenarnya. Graft
komposit
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan graft dari daun telinga.
Kartilago yang keras digunakan untuk
penyangga sehingga stent tidak diperlukan
lagi. Kekurangannya teknik ini adalah timbul
1,4
bekas didaerah donor.
Komplikasi yang paling sering terjadi
pada tindakan koreksi stenosis nasi adalah
gagal untuk membebaskan obstruksi. Biasanya
hal ini disebabkan oleh karena tehnik bedah
yang dipakai tidak disesuaikan dengan bentuk
anatomi hidung pada pasiennya. Kolumela
yang tebal dan lubang hidung yang sangat
kecil dapat menyebabkan kegagalan, sehingga
terjadi sinekia bahkan restenosis jika tidak
dibantu dengan pemakaian stent. Komplikasi
yang lain meliputi epistaksis, infeksi, skar,
kontraktur dan bentuk hidung menjadi tidak
simetris. Pada daerah donor juga kadang
menjadi masalah seperti penyembuhan luka
yang tidak sempurna, misalnya timbul
4,5
keloid.
LAPORAN KASUS (MR: 27 84 23)
Seorang anak perempuan A berumur 7
tahun, datang ke poliklinik THT RSUP, RS
Haji Adam Malik tanggal 10 Mei 2005,
dengan keluhan utama hidung tersumbat.
Hidung tersumbat dialami penderita sejak 8
bulan. Satu bulan sebelumnya penderita
terjatuh dan hidungnya terbentur batu. Dari
hidung sebelah kanan keluar darah yang
cukup banyak dan berhenti sendiri setelah 2
hari. Sejak timbul keluhan hidung tersumbat,
tidurnya sering mengorok.
Pada pemeriksaan
dijumpai nares
kanan tertutup dan terlihat lubang sebesar
jarum spuit ditengahnya. Nares dan kavum
nasi kiri dalam batas normal. Ditegakkan
diagnosis stenosis vestibulum dekstra et causa
trauma hidung. Hasil CT-Scan Paranasal Sinus
18 Mei 2005 adalah tidak tampak tanda-tanda
sinusitis dan tanda-tanda fraktur. Pemeriksaan
laboratorium dan foto torak dalam batas
normal.
Tanggal 10 Juni 2005 dilakukan operasi
dengan
terlebih
dahulu
menginfiltrasi
adrenalin 1: 200.000 pada daerah stenosis
sekitar lubang. Dibuat garis insisi berbentuk X
dengan
poros
pada
lubang
stenosis
membentuk flap dan ujungnya di fiksasi
dengan benang. Dibuat insisi berbentuk tanda
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
Laporan Kasus
tambah (+) pada mukosa dalam, juga
membentuk flap dan difiksasi. Ujung flap yang
berada dekat lubang kulit dalam dijahitkan
kebagian sudut yang menjauhi lubang pada
kulit luar dengan menggunakan vicryl 5/0.
Demikian juga masing-masing ujung kulit luar
dijahitkan kebagian sudut kulit dalam dengan
menggunakan vicryl 5/0.
Evaluasi hasil akhir, perdarahan ± 5 cc,
dipasang tampon sofratule (tidak padat).
Keadaan umum post operasi baik dan diberikan
terapi injeksi Ampicillin 500 mg/6 jam.
Gambar prosedur operasi
stenosis
Gambar sebelum dan sesudah operasi
Tanggal 12 Juni 2005 (hari ke 3),
sofratule dibuka. Tanggal 13 Juni 2005 (hari
ke 4), dilakukan rinoskopi anterior, tampak
krusta yang mengering dan di bersihkan. Luka
operasi kering, perdarahan tidak ada dan
permukaan mukosa vestibulum sudah rata.
Tanggal 14 Juni 2005 (hari ke-5), jahitan
dibuka selang seling, dan luka operasi masih
kering. Diberikan terapi oral Amoxicillin 3 x
250 mg. Tanggal 15 Juni 2005 (hari ke-6)
jahitan buka seluruhnya, luka operasi kering
dan perdarahan tidak dijumpai.
DISKUSI
Stenosis nasal vestibulum adalah kejadian
yang tidak umum, dan dapat memberikan
masalah dalam penatalaksanaannya. Dengan
perencanaan yang hati-hati sebelum operasi
dan
pengetahuan
yang
baik,
dapat
menghindarkan
masalah
yang
timbul.
Perbaikan stenosis akan memberikan hasil
yang baik bila dapat menyesuaikan tehnik
operasi dengan bentuk anatomi, area stenosis
dan jenis stenosisnya (total atau parsial).
Tantangannya adalah memperbaiki stenosis
tanpa membentuk stenosis yang baru atau
menyebabkan
skar
yang
baru
dan
mendapatkan kepuasan dari pasien segera
10
setelah operasi maupun jangka lama.
Pada kasus ini stenosis vestibulum terjadi
pada vestibulum sebelah kanan yang
disebabkan oleh trauma hidung. Beberapa
laporan
menunjukkan
trauma
hidung
insidennya sangat tinggi pada anak-anak usia 7
- 11 tahun, karena aktivitas mereka yang
sangat tinggi. Biasanya sering timbul epitaksis,
edema
jaringan
lunak
hidung
serta
11
hematoma.
Dari anamnesa dikatakan
perdarahan hidung berlangsung selama 2 hari
tanpa tindakan dan pengobatan yang
memadai. Trauma tersebut kemungkinan
menimbulkan
laserasi
dimana
pada
penyembuhan
luka
terbentuk
jaringan
fibrotik. Kemungkinan terjadinya fraktur
sudah disingkirkan dengan pemeriksaan CTScan sinus paranasal.
Metoda flap lokal dengan Z plasty dipilih
karena metoda ini dianggap cocok untuk
anatomi hidung penderita. Secara inspeksi
alanasi pasien ini tidak kolaps dan lubang
hidungnya cukup lebar, sehingga pasca operasi
tidak perlu menggunakan stent. Stenosisnya
hampir total sehingga diharapkan cukup
mendapatkan jaringan kulit sebagai flap. Pada
kasus ini stent tidak diperlukan, karena
seluruh mukosa dapat tertutup dengan rapat
menggunakan flap Z plasty, dan tidak terjadi
himpitan karena bentuk nostril yang cukup
lebar. Evaluasi paska operasi menunjukkan
hasil yang baik. Pasien dapat bernafas lega,
dan ketika tidur tidak lagi berbunyi, serta
bekas luka operasi kering tanpa terlihat tandatanda infeksi.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus stenosis
vestibulum nasi kanan pada seorang anak
perempuan usia 7 tahun yang disebabkan
karena trauma hidung, dan dilakukan tindakan
pembebasan stenosis dengan teknik Z plasty.
Setelah operasi, pasien dapat bernafas lega dan
pada luka bekas operasi tidak dijumpai tandatanda infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Blandini D, Tremolada C, Beretta M.
Iatrogenic Nostril Stenosis. Aesthetica
Correction Using a Vestibular Labial
Mucosa Flap. Case Report. Plastic and
Reconstructive Surgery 1995; 95 (3):
569-71
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
290
Delfitri Munir
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi...
2. Jablon J.H, Hoffman J.F. Birth trauma
causing nasal vestibular stenosis. Archives
of Otolaryngology Head Neck Surg 1997;
123 (9): 1004-6
3. Morimoto N, Kawashiro N, Tsuchihashi
N, Shishiyama F. Congenital choanal
atresia and nasal stenosis. Nippon
Jibiinkoka Gakkai Kaiho 2002; 105(5):
570-6.
4. Karen M, Chang E, Keen MS. Auricular
composite grafting to repair nasal
vestibular stenosis. Otolaryngology Head
and neck Surgery 2000; 122(4): 529-32
5. Tandon D.A. Opening the stenosis nostril:
How I do it. Case Report. Otolaryngology
and Head and Neck Surgery 2001; 53 (1)
6. Koga K, Kawashiro N, Araki A,
Tsuchihashi N, Sakai M. Radiographic
diagnosis of congenital bony nasal
stenosis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
2001; 59(1): 29-39.
291
7. Kotzur A, Gubisch W, Meyer R. Stenosis
of the nasal vestibule and its treatment.
Case Report. Aesthetic Plast Surg 1999;
23(2): 86-92.
8. Egan KK, Kim DW. A novel intranasal
stent for functional rhinoplasty and nostril
stenosis. Laryngoscope 2005; 115 (5):
903-9.
9. Adamson JE. Expanded Forehead-Nose
Flap. Plastic and Reconstructive surgery
1988; 81 (1): 17-20.
10. Menger DJ, Peter J. F.Lohuis M. Nasal
Vestibular
Stenosis:
Post
operatif
management. Arch Facial Plast Surg 2005;
7: 381-6
11. Chmielick M, Bielicka A, Brand M.
Analysis
of
circumstances
and
consequences surrounding nasal trauma in
children. Otorinolaryngology 2001; 4: 479
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi
dengan Z- Plasty
Delfitri Munir
Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
hidung. Tindakan pembebasan stenosis dilakukan dengan menggunakan flap lokal dan teknik Z
plasty dengan hasil yang cukup baik.
Kata kunci: stenosis, vestibulum, Z plasty
Abstract: Vestibulum stenosis is the constriction of vestibulum cavity. The etiologies are
congenital, nasal trauma, iatrogenic and infection, while the symptom is total or subtotal nasal
obstruction. Variation of methods to repair vestibulum stenosis are using stent, local flap, skin
graft with stent and composite graft taken from auricular tissue. We report a case in a seven years
old child with nasal vestibular stenosis caused by nasal trauma. The stenosis was repaired
successfully using local flap with Z-plasty technique.
Keywords: stenosis, vestibulum, Z plasty
PENDAHULUAN
Stenosis
vestibulum
nasi
adalah
penyempitan
rongga
hidung
bagian
1,2
vestibulum. Penyebabnya meliputi kelainan
bawaan lahir, trauma hidung, infeksi dan
iatrogenik. Stenosis vestibulum yang didapati
sejak lahir, bisa total atau parsial. Luka trauma
dapat disebabkan oleh trauma jalan lahir,
terbakar,
fraktur,
dan
laserasi
yang
3
mencetuskan stenosis. Infeksi dan inflamasi
meliputi chicken pox, lepra, rinitis atrofi dan
lain-lain, yang pada proses penyembuhannya
sering menyebabkan jaringan parut. Iatrogenik
dapat disebabkan operasi sebelumnya, seperti
septoplasti, rinoplasti atau elektrokauter. Di
samping itu, trauma akibat pemakain tampon
hidung untuk mengontrol epistaksis, dapat
mencetuskan terjadinya stenosis hidung.
Meskipun jarang, stenosis vestibulum nasi
dapat dijumpai pada anak-anak akibat
tindakan koreksi bibir sumbing dan deformitas
4,5
hidung.
Gejala stenosis vestibulum yang paling
dirasakan adalah hidung tersumbat. Keluhan
ini terutama jika stenosis tersebut komplit dan
terjadi deformitas disisi yang sehat misalnya
karena septum deviasi. Keluhan juga akan
makin berat jika pasien menderita rinitis,
sehingga harus bernafas dari mulut, dan dapat
1,4
menimbulkan gejala ngorok.
Pemeriksaan fisik meliputi rinoskopi
anterior dan pemeriksaan endoskopi untuk
menentukan lokasi dan tingkat keparahan
stenosis itu. Area yang mengalami stenosis
meliputi lantai hidung, atap, dan dinding
4
lateral vestibulum. Pemeriksaan penunjang
dapat digunakan untuk mengetahui, sejauh
mana kerusakan yang terjadi, lokasi stenosis
dan juga komplikasi yang dapat timbul akibat
stenosis
vestibulum
ini.
Pemeriksaan
6
penunjang yang dianjurkan adalah CT-Scan.
Variasi metoda dalam perbaikan stenosis
vestibulum dilakukan dengan berbagai cara.
Metoda tersebut meliputi menghilangkan skar
dengan pemasangan stent, flap lokal dari
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
288
Delfitri Munir
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi...
daerah sekitarnya, split dan full thickness graft
kulit dengan pemasangan sten dalam waktu
yang lama serta graft komposit yang bisa
1,5
diambil dari daun telinga. Flap miokutaneus
dari
jaringan
sekitar
hidung,
selain
mengkoreksi stenosis vestibulum, juga untuk
memperbaiki malposisi alar base. Tehnik ini
kadang-kadang
dikombinasikan
dengan
7
pemakaian komposit graft. Pemakaian stent
biasanya dikombinasikan dengan tindakan
bedah setelah membebaskan stenosis yang
berguna untuk mencegah stenosis kembali.
Dalam hal ini stent berfungsi untuk membuat
vestibulum selalu terkembang atau menjadi
penyangga. Stent juga bisa dipakai untuk
sementara
menunggu
tindakan
bedah,
terutama pada stenosis yang tidak komplit dan
8
kelainan kongenital. Flap lokal yang paling
sering yaitu meliputi Z plasty dan W plasty.
Banyak literatur yang menulis penatalaksanaan
flap
lokal
dalam
dengan
metoda
membebaskan stenosis vestibulum. Secara
umum tehnik ini sering menimbulkan
komplikasi karena vestibulum ini suatu daerah
yang sangat sempit dan jaringan yang dipakai
untuk rotasi juga terbatas. Di samping itu
insisi didalam hidung dapat menimbulkan
jaringan parut. Akibat sempitnya daerah
operasi, sering operator harus mengambil
daerah sekitarnya untuk menambah bahan
yang digunakan untuk perbaikan seperti rotasi
flap. Biasanya flap diambil dari nasolabial,
bibir atau mulut, namun flap ini dapat
menimbulkan
jaringan
parut
diwajah.
Pemakaian jaringan mukosa dari mulut adalah
tehnik baru, meliputi diseksi yang dalam pada
jaringan mukosa mulut. Komplikasi teknik ini
dapat terjadi edema paska operasi dan
1,8
menambah risiko terjadinya fistel naso-oral.
Split dan full thickness skin graft dilakukan
dengan cara mentransformasikan jaringan dari
luar area hidung untuk memperbaiki
penyempitan tersebut setelah dilakukan
pembebasan. Teknik ini tidak cukup jika
dipakai untuk menutup jaringan yang luas,
tetapi full thickness dapat digunakan sebagai
graft yang tebal. Di samping itu, tehnik ini
memerlukan
stent
intranasal
untuk
menyangga
serta
mempermudah
penyembuhan dan biasanya dilepas setelah
waktu 3 minggu. Komplikasi pemakaian skin
graft sering timbul kontraktur setelah stent
diangkat dan timbul kegagalan pada saat
289
mengkoreksi stenosis yang sebenarnya. Graft
komposit
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan graft dari daun telinga.
Kartilago yang keras digunakan untuk
penyangga sehingga stent tidak diperlukan
lagi. Kekurangannya teknik ini adalah timbul
1,4
bekas didaerah donor.
Komplikasi yang paling sering terjadi
pada tindakan koreksi stenosis nasi adalah
gagal untuk membebaskan obstruksi. Biasanya
hal ini disebabkan oleh karena tehnik bedah
yang dipakai tidak disesuaikan dengan bentuk
anatomi hidung pada pasiennya. Kolumela
yang tebal dan lubang hidung yang sangat
kecil dapat menyebabkan kegagalan, sehingga
terjadi sinekia bahkan restenosis jika tidak
dibantu dengan pemakaian stent. Komplikasi
yang lain meliputi epistaksis, infeksi, skar,
kontraktur dan bentuk hidung menjadi tidak
simetris. Pada daerah donor juga kadang
menjadi masalah seperti penyembuhan luka
yang tidak sempurna, misalnya timbul
4,5
keloid.
LAPORAN KASUS (MR: 27 84 23)
Seorang anak perempuan A berumur 7
tahun, datang ke poliklinik THT RSUP, RS
Haji Adam Malik tanggal 10 Mei 2005,
dengan keluhan utama hidung tersumbat.
Hidung tersumbat dialami penderita sejak 8
bulan. Satu bulan sebelumnya penderita
terjatuh dan hidungnya terbentur batu. Dari
hidung sebelah kanan keluar darah yang
cukup banyak dan berhenti sendiri setelah 2
hari. Sejak timbul keluhan hidung tersumbat,
tidurnya sering mengorok.
Pada pemeriksaan
dijumpai nares
kanan tertutup dan terlihat lubang sebesar
jarum spuit ditengahnya. Nares dan kavum
nasi kiri dalam batas normal. Ditegakkan
diagnosis stenosis vestibulum dekstra et causa
trauma hidung. Hasil CT-Scan Paranasal Sinus
18 Mei 2005 adalah tidak tampak tanda-tanda
sinusitis dan tanda-tanda fraktur. Pemeriksaan
laboratorium dan foto torak dalam batas
normal.
Tanggal 10 Juni 2005 dilakukan operasi
dengan
terlebih
dahulu
menginfiltrasi
adrenalin 1: 200.000 pada daerah stenosis
sekitar lubang. Dibuat garis insisi berbentuk X
dengan
poros
pada
lubang
stenosis
membentuk flap dan ujungnya di fiksasi
dengan benang. Dibuat insisi berbentuk tanda
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
Laporan Kasus
tambah (+) pada mukosa dalam, juga
membentuk flap dan difiksasi. Ujung flap yang
berada dekat lubang kulit dalam dijahitkan
kebagian sudut yang menjauhi lubang pada
kulit luar dengan menggunakan vicryl 5/0.
Demikian juga masing-masing ujung kulit luar
dijahitkan kebagian sudut kulit dalam dengan
menggunakan vicryl 5/0.
Evaluasi hasil akhir, perdarahan ± 5 cc,
dipasang tampon sofratule (tidak padat).
Keadaan umum post operasi baik dan diberikan
terapi injeksi Ampicillin 500 mg/6 jam.
Gambar prosedur operasi
stenosis
Gambar sebelum dan sesudah operasi
Tanggal 12 Juni 2005 (hari ke 3),
sofratule dibuka. Tanggal 13 Juni 2005 (hari
ke 4), dilakukan rinoskopi anterior, tampak
krusta yang mengering dan di bersihkan. Luka
operasi kering, perdarahan tidak ada dan
permukaan mukosa vestibulum sudah rata.
Tanggal 14 Juni 2005 (hari ke-5), jahitan
dibuka selang seling, dan luka operasi masih
kering. Diberikan terapi oral Amoxicillin 3 x
250 mg. Tanggal 15 Juni 2005 (hari ke-6)
jahitan buka seluruhnya, luka operasi kering
dan perdarahan tidak dijumpai.
DISKUSI
Stenosis nasal vestibulum adalah kejadian
yang tidak umum, dan dapat memberikan
masalah dalam penatalaksanaannya. Dengan
perencanaan yang hati-hati sebelum operasi
dan
pengetahuan
yang
baik,
dapat
menghindarkan
masalah
yang
timbul.
Perbaikan stenosis akan memberikan hasil
yang baik bila dapat menyesuaikan tehnik
operasi dengan bentuk anatomi, area stenosis
dan jenis stenosisnya (total atau parsial).
Tantangannya adalah memperbaiki stenosis
tanpa membentuk stenosis yang baru atau
menyebabkan
skar
yang
baru
dan
mendapatkan kepuasan dari pasien segera
10
setelah operasi maupun jangka lama.
Pada kasus ini stenosis vestibulum terjadi
pada vestibulum sebelah kanan yang
disebabkan oleh trauma hidung. Beberapa
laporan
menunjukkan
trauma
hidung
insidennya sangat tinggi pada anak-anak usia 7
- 11 tahun, karena aktivitas mereka yang
sangat tinggi. Biasanya sering timbul epitaksis,
edema
jaringan
lunak
hidung
serta
11
hematoma.
Dari anamnesa dikatakan
perdarahan hidung berlangsung selama 2 hari
tanpa tindakan dan pengobatan yang
memadai. Trauma tersebut kemungkinan
menimbulkan
laserasi
dimana
pada
penyembuhan
luka
terbentuk
jaringan
fibrotik. Kemungkinan terjadinya fraktur
sudah disingkirkan dengan pemeriksaan CTScan sinus paranasal.
Metoda flap lokal dengan Z plasty dipilih
karena metoda ini dianggap cocok untuk
anatomi hidung penderita. Secara inspeksi
alanasi pasien ini tidak kolaps dan lubang
hidungnya cukup lebar, sehingga pasca operasi
tidak perlu menggunakan stent. Stenosisnya
hampir total sehingga diharapkan cukup
mendapatkan jaringan kulit sebagai flap. Pada
kasus ini stent tidak diperlukan, karena
seluruh mukosa dapat tertutup dengan rapat
menggunakan flap Z plasty, dan tidak terjadi
himpitan karena bentuk nostril yang cukup
lebar. Evaluasi paska operasi menunjukkan
hasil yang baik. Pasien dapat bernafas lega,
dan ketika tidur tidak lagi berbunyi, serta
bekas luka operasi kering tanpa terlihat tandatanda infeksi.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus stenosis
vestibulum nasi kanan pada seorang anak
perempuan usia 7 tahun yang disebabkan
karena trauma hidung, dan dilakukan tindakan
pembebasan stenosis dengan teknik Z plasty.
Setelah operasi, pasien dapat bernafas lega dan
pada luka bekas operasi tidak dijumpai tandatanda infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Blandini D, Tremolada C, Beretta M.
Iatrogenic Nostril Stenosis. Aesthetica
Correction Using a Vestibular Labial
Mucosa Flap. Case Report. Plastic and
Reconstructive Surgery 1995; 95 (3):
569-71
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008
290
Delfitri Munir
Penatalaksanaan Stenosis Vestibulum Nasi...
2. Jablon J.H, Hoffman J.F. Birth trauma
causing nasal vestibular stenosis. Archives
of Otolaryngology Head Neck Surg 1997;
123 (9): 1004-6
3. Morimoto N, Kawashiro N, Tsuchihashi
N, Shishiyama F. Congenital choanal
atresia and nasal stenosis. Nippon
Jibiinkoka Gakkai Kaiho 2002; 105(5):
570-6.
4. Karen M, Chang E, Keen MS. Auricular
composite grafting to repair nasal
vestibular stenosis. Otolaryngology Head
and neck Surgery 2000; 122(4): 529-32
5. Tandon D.A. Opening the stenosis nostril:
How I do it. Case Report. Otolaryngology
and Head and Neck Surgery 2001; 53 (1)
6. Koga K, Kawashiro N, Araki A,
Tsuchihashi N, Sakai M. Radiographic
diagnosis of congenital bony nasal
stenosis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
2001; 59(1): 29-39.
291
7. Kotzur A, Gubisch W, Meyer R. Stenosis
of the nasal vestibule and its treatment.
Case Report. Aesthetic Plast Surg 1999;
23(2): 86-92.
8. Egan KK, Kim DW. A novel intranasal
stent for functional rhinoplasty and nostril
stenosis. Laryngoscope 2005; 115 (5):
903-9.
9. Adamson JE. Expanded Forehead-Nose
Flap. Plastic and Reconstructive surgery
1988; 81 (1): 17-20.
10. Menger DJ, Peter J. F.Lohuis M. Nasal
Vestibular
Stenosis:
Post
operatif
management. Arch Facial Plast Surg 2005;
7: 381-6
11. Chmielick M, Bielicka A, Brand M.
Analysis
of
circumstances
and
consequences surrounding nasal trauma in
children. Otorinolaryngology 2001; 4: 479
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 4 y Desember 2008