Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi.

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan
Polip Nasi
Bestari j Budiman, Ade Asyari
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Abstrak
Rinosinusitis merupakan masalah yang penting dan mer upakan permasalahan kesehatan pada
masyar akat luas, kar ena sebagian besar penyakit ini penatalaksanaannya ser ing mengalami kegagalan. Sampai
saat ini penanganan penyakit ini adalah secar a medikamentosa dan oper atif, yaitu polipektomi dan Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional (BSEF). Dilaporkan satu kasus rinosinusitis dengan polip pada w anita 20 tahun yang di
tatalaksana dengan ekst ir pasi polip dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
Kata Kunci : Rinosinusitis, Polip, Polipektomi, BSEF
Abstr act
Rhinosinusit is and polyps ar e a significant and incr easing healt h pr oblem which results in a large
financial bur den on societ y, because it ’s significant par t administ ration was mainly fail. To day, this rhinosinusit is
and polyps medicine in pharmacotherapy and oper at ively, i.e, polypect omy and funct ional endoscopic sinus sur gery

(FESS). A case of 20 year s old women was r eport ed with rhinosinusitis w ith polyps underwent ext irpat ion of the
polyps and functional endoscopic sinus surger y
Key Words : Rhinosinusit is, Polyps, polypect omi, and FESS

RINOSINUSITIS
Pendahuluan
Rinosinusitis merupakan penyakit yang
ser ing ditemukan dalam praktek dokter sehar isehar i, bahkan dianggap sebagai salah satu
penyebab gangguan kesehatan tersering seluruh
dunia. Penyebab utamanya adalah selesma
(common cold) yang mer upakan infeksi vir us, aler gi
dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di
ikuti infeksi bakter i 1,2.
Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling ser ing ter kena ialah sinus
ethmoid dan maksila, sedangkan sinus fr ontal lebih
jar ang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi.1,3
Sinus maksila disebut juga antrum

highmore, letaknya dekat akar gigi r ahang atas,
maka infeksi gigi mudah menyebar kesinus,
disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya kar ena
menyebabkan
komplikasi
keorbita
dan
intrakr anial, serta menyebabkan peningkatan
ser angan asma yang sulit diobati.1,4

o

o

anter ior / poster ior ), nyer i / tekanan
w ajah, penurunan / hilangnya penghidu
Salah satu dar i temuan endoskopi:
1. Polip dan / atau
2. Sekret

mukopurulen
dari
meatus medius dan / atau
3. Edema / obstruksi mukosa
dimeatus media
Gambar an
tomogr afi
komputer
memperlihatkan
per ubahan
mukosa
dikompleks osteomeatal dimeatus media

Anatomi
Sinus par anasal mer upakan salah satu
or gan tubuh manusia yang sulit dideskripsikan
kar ena sangat ber var iasi pada tiap individu. Ada
empat pasang sinus par anasal, mulai dar i yang
ter besar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
ethmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus

par anasal mer upakan hasil pneumatisasi tulangtulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam
tulang. Semua sinus mempunyai muar a ke dalam
r ongga hidung5. (Gambar 1)

Definisi
Rinosinusitis
(ter masuk
polip
hidung)
didefinisikan sebagai 3 :
o Inflamasi hidung dan sinus par anasal
yang ditandai dengan adanya dua atau
lebih gejala, salah satunya har us
ter masuk sumbatan hidung / obstr uksi /
kongesti atau pilek (sekr et hidung
Gambar 1. Anatomi Si nus, dikuti p dar i kepust akaan 5

1

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi
antar a lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
ter utama r initis alergi, r initis hor monal pada
w anita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seper ti deviasi septum atau hiper tr ofi konka,
sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia
silia seperti pada sindrom kar tagener, dan diluar
negr i adalah penyakit fibr osis kistik 2

Beratnya penyakit
Penyakit ini dapat dibagi menjadi, r ingan,
sedang dan ber at ber dasar kan skor total visual
analoque scale (VAS) 3
o Ringan = 0-3
o Sedang = 3-7

o Ber at = 7-10
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas
hidup pasien
Lamanya penyakit
o Akut : kur ang dar i 12 minggu
o Kr onik : lebih dar i 12 minggu
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengar uhi oleh patensi
ostium-ostium sinus dan lancar nya klir ens
mukosiliar didalam KOM. Mukus juga mengandung
substansi antimikroba dan zat-zat yang ber fungsi
sebagai mekanisme pertahanan tubuh ter hadap
kuman yang masuk ber sama udar a pernafasan.
Or gan-organ yang membentuk KOM
letaknya berdekatan dan bila ter jadi edema,
mukosa yang ber dekatan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat berger ak dan ostium
ter sumbat. Akibatnya ter jadi tekanan negatif
didalam r ongga sinus yang menyebabkan
ter jadinya transudasi, mula-mula ser ous. Kondisi

ini bisa dianggap sebagai rinositis non-bakt er ial
dan biasanya sembuh dalam beber apa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekr et yang
ter kumpul dalam sinus mer upakan media yang
baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakter i.
Sekret menjadi pur ulen. Keadaan ini disebut
sebagai
r inosinusitis
akut
bakterial
dan
memer lukan terapi antibiotik.
Jika ter api tidak berhasil (misalnya
kar ena ada faktor pr edisposisi), inflamasi
ber lanjut, ter jadi hipoksia dan bakteri anaerob
ber kembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan r antai siklus yang ter us berputar
sampai akhir nya per ubahan mukosa menjadi
kr onik

yaitu
hipertrofi,
polipoid
atau
pembengkakan polip dan kista3,4.
POLIP NASI
Pendahuluan
Kata polip ber asal dari Yunani (Polypous) yang kemudian dilatinkan (polyposis) dan
ber ar ti berkaki banyak. Polip hidung adalah masa

yang tumbuh dalam r ongga hidung, ser ing kali
multiple dan bilateral 6. Massa ini lunak ber w ar na
putih keabu-abuan, agak tr anspar an, permukaan
licin mengkilat, ber tangkai dan mudah diger akkan.
Ber asal dar i epitel dimeatus medius, ethmoid atau
sinus maksila. Dapat menjadi besar dan dapat
memenuhi r ongga hidung dan sampai keluar dari
nar es anter ior 2,7. Ada polip yang tumbuh ke
posterior ke ar ah nasofaring dan disebut polip
koanal, ser ing t idak ter lihat pada pemer iksaan

r inoskopi anter ior . Polip koanal paling sering
ber asal dar i sinus maksila (antr um). Sehingga
disebut juga polip antrokoanal. Polip koanal yang
lain adalah sfenokoanal dan etmoidokoanal 8,9,10
(Gambar 2)

Gambar 2. Endoscopic image of nasal polyps, di kut ip dari
kepustakaan 11

Kekerapan
Insiden polip nasi sangat sulit ditentukan,
ada yang melapor kan, insidennya 1-4% dan
literatur e lain melaporkan insiden Polip nasi
adalah 1-20 per 1000 or ang dew asa. Polip nasi
ditemukan pada pr ia dan w anita dengan
per bandingan 2,5:1. Dapat mengenai selur uh r as
dan biasanya timbul pada orang dew asa yang
ber usia 20-40 tahun. Jarang ditemukan pada anakanak insidennya adalah 0,1%.
Klasifikasi dan stadium polip nasi
Stadium polip nasi menur ut mackay 12 :

Stadium 0
: tidak ada polip
Stadium 1
: polip ter batas dimeatus media
(MM) tidak keluar ke rongga hidung. Tidak tampak
dengan pemeriksaan rinoskopi anter ior hanya
ter lihat dengan pemer iksaan endoskopi.
Stadium 2
: polip sudah keluar dar i MM
dan tampak dirongga hidung tetapi tidak
memenuhi / menutupi r ongga hidung.
Stadium 3
: polip sudah memenuhi r ongga
hidung.

Etiologi dan patogenesis
Sampai sekar ang etiologi polip masih
belum diketahui dengan pasti tapi ada 3 faktor
yang penting dalam terjadinya polip, yaitu7 :
1. Adanya per adangan kronik yang ber ulang pada

mukosa hidung dan sinus.
2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor .

2

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

3. Adanya peningkatan tekanan cair an inter stisial
dan edema mukosa hidung.
Fenomena Bernoulli menyatakan bahw a
udar a yang mengalir melalui tempat yang sempit
akan menyebabkan tekanan negatif pada daer ah
sekitar nya. Jar ingan yang lemah akan terhisap oleh
tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema
mukosa dan menyebabkan polip. Fenomena ini
menjelaskan mengapa polip banyak ber asal dari
area yang sempit di infundibulum etmoid, hiatus
semilunar is dan ar ea lain di meatus medius.2,7
Pada aw al pembentukan polip ditemukan
edema mukosa yang kebanyakan ter jadi didaer ah
meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh
cairan inter seluler , sehingga mukosa yang sembab
akan menjadi polipoid. Bila proses terus ber lanjut,
mukosa yang sembab makin membesar dan
kemudian akan tur un kedalam rongga hidung
sambil membentuk tangkai, sehingga ter bentuk
polip.2,7,9

Histopatologi
Makroskopis
Polip mer upakan masa bulat atau lonjong
dengan per mukaan licin berw ar na pucat keabuan,
lobuler , dapat multiple dan ber sifat sangat tidak
sensitif. War na polip yang pucat tersebut
disebabkan oleh sedikitnya aliran dar ah yang
memasok polip ter sebut. Bila ter jadi trauma
ber ulang atau suatu proses inflamasi dapat
ber ubah jadi kemer ahan.
Mikroskopis
Epitel pada polip mer upakan epitel
ber tingkat semu bersilia yang ser upa dengan
mukosa sinus dan mukosa hidung nor mal.
Membr an basal tebal, stoma edematosa, sel-selnya
ter dir i dar i campur an limfosit, sel plasma, eosinofil
dan makr ofag, kadang-kadang di dapati banyak
neutrofil. Mukosa mengandung sel-sel goblet.
Pembuluh darah sangat sedikit, dan ter lihat
melebar , tidak mempunyai ser abut syar af. Polip
yang sudah lama dapat mengalami metaplasia
epitel kar ena sering terkena aliran alir an udar a
menjadi epitel tr ansisional, kubik atau gepeng
ber lapis tanpa ker tinisasi, yang tingginya
ber variasi. Selain
sel
goblet, polip
juga
mengandung kelenjer di submukosa yang berbeda
dengan kelenjer dimukosa hidung. Kelenjerkelenjer ini muncul setelah polip terbentuk.2,7,13.
Hellquist membagi polip nasi menjadi 4 sub-tipe
histologis, yaitu, tipe I polip aler gik dengan
eosinofil
yang
dominan,
tipe
II
polip
fibr oinflamatorik dengan netr ofil yang dominan,
tipe III polip dengan hiperplasia kelenjer
ser omusinosa dan tipe IV polip dengan sr oma
atipik 14.(Gambar 3)

Gambar 3. Gr anulat ed mast cell (ar r ow) and some
neut r ophil s in the edemat ous str oma of a nasal polyp w it h
scat tered fi br oblast s, dik uti p dar i kepustakaan15

Gejala Klinik dan Diagnosis
Gejala pr imer adalah hidung tersumbat,
ter asa
ada
masa
dalam
hidung, sukar
mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia.
Gejala sekunder ter masuk ingus tur un kear ah
tenggorok (post nasal dr ip), rinor e, nyer i w ajah,
sakit kepala, telinga r asa penuh, mengorok,
gangguan tidur , dan penur unan prestasi kerja.7,11
Biasanya polip sudah dapat terlihat pada
pemeriksaan r inoskopi anterior. Polip yang sangat
besar dapat mendesak dinding rongga hidung
sehingga menyebabkan deformitas w ajah (hidung
mekar). Polip kecil yang berada di celah meatus
medius ser ing tidak ter deteksi pada r inoskopi
anter ior dan bar u ter lihat pada nasoendoskopi.9
Pada pemer iksaan foto sinus par anasal
ser ing
menunjukkan
rinosinusitis.
Pada
pemeriksaan CT scan akan ter lihat bagaimana selsel ethmoid dan kompleks ostio-meatal tempat
biasanya polip tumbuh. CT scan per lu dilakukan
bila ada polip unilater al, bila tidak membaik
dengan pengobatan konservatif selama 4-6 minggu,
bila akan dilakukan operasi BESF dan bila ada
kecur igaan komplikasi sinusitis.10 (Gambar 4)

Gambar 4. Thi s si nus CT scan show s polyps. Ther e is
obst r uct i on of t he osti um (m axill ar y si nus ost ium) . P =
pol yp; O = osti um; M T = middle t ur bi nat e; I T = i nfer i or
t ur bi nat e; E = ethm oid si nuses. The et hmoi d si nuses are
obst r uct ed and t hi ckened on t he r ight , consi stent wit h
ethm oid si nusiti s; t he left et hmoid si nus i s clear , dik uti p
dar i kepust akaan 16

3

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Pemeriksaan lain yang mungkin per lu
dilakukan adalah tes aler gi pada pasien yang
diduga atopi, biopsi bila ada kecurigaan keganasan
dan kultur polip nasi .10

Penatalaksanaan
Skema Penatalaksanaan Rhinosinusitis Kr onis
dengan Polip Hidung Pada Dew asa untuk Dokter
Spesialis THT3 (lampiran)

Diagnosis Banding
Diagnosis banding polip nasi ter masuk
tumor-tumor jinak yang dapat tumbuh dihidung
seper ti kondroma, neurofibr oma, angiofibr oma dan
lain-lain. Papiloma inversi (Invert ed papiloma)
adalah tumor hidung yang secar a histologis jinak
tapi per angai klinisnya ganas dapat menyebabkan
pendesakan / destruksi dan ser ing kambuh
kembali, penampakannya sangat mer upai polip.
Tumor ganas hidung seper ti kar sinoma atau
sar koma biasanya unilateral, ada rasa nyeri dan
mudah berdar ah, ser ing menyebabkan destr uksi
tulang.
Diagnosis banding lain adalah meningokel
/ meningoensefalokel pada anak. Biasanya akan
menjadi lebih besar pada saat mengejan atau
menangis.2,9

1. Non Operatif
Satu-satunya pengobatan yang efektif
untuk polip nasal adalah kor tikosteroid. Baik
bentuk or al maupun topikal, memberikan r espon
anti inflamasi non-spesifik yang mengur angi
ukur an polip dan mengur angi gejala sumbatan
hidung. Obat -obatan lain tidak member ikan
dampak yang ber ar ti 12.
a. Kortikosteroid or al
Pengobatan yang telah ter uji untuk
sumbatan yang disebabkan polip nasal
adalah
kortikosteroid
oral
seper ti
pr ednison. Agen anti inflamasi nonspesifik ini secar a signifikan mengur angi
ukur an
peradangan
polip
dan
memperbaiki gejala lain secar a cepat.
Sayangnya, masa ker ja sebentar dan polip
ser ing tumbuh kembali dan munculnya
gejala yang sama dalam w aktu mingguan
hingga bulanan 17
b. Kortikosteroid Topikal Hidung
Respon antiinflamasi non-spesifiknya
secar a teor itis mengur angi ukur an polip
dan mencegah tumbuhnya polip kembali
jika digunakan berkelanjutan. Tersedia
semprot hidung ster oid yang efektif dan
r elatif aman untuk pemakaian jangka
panjang dan jangka pendek seper ti
fluticson, mometason, budesonid dan
lain-lain.17
Follow up 17,18

Pasien dengan gejala minimal dapat dimonitor
sekali setahun atau dua kali setahun.

Pasien dengan gejala obstruktif yang
mengganggu memerlukan follow up yang lebih
ser ing, ter utama jika mer eka sedang
menerima kor tikosteroid or al dosis tinggi atau
menggunakan semprot hidung ster oid topikal
dalam jangka lama.

Intervensi
bedah
pada
polip
nasal
diper timbangkan
setelah
terapi
medikamentosa gagal dan unt uk pasien
dengan infeksi / per adangan sinus berulang
yang memer lukan per aw atan dengan berbagai
antibiotik.

RINOSINUSITIS DAN POLIP NASI
Polip nasi dapat timbul pada hidung yang
tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan
yang mengakibatkan r inosinusitis, tetapi dapat
juga timbul setelah ada r inosinusitis kronis.
Pada patofisiologi sinusitis, permukaan
mukosa ditempat yang sempit di komplek
osteomeatal sangat ber dekatan dan jika mengalami
oedem, mukosa yang ber hadapan akan saling
ber temu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
lendir tidak dapat dialir kan. Maka ter jadi gangguan
dr ainase dan ventilasi dar i sinus maksila dan sinus
frontal, sehingga akibatnya aktifitas silia ter ganggu
dan terjadi genangan lendir sahingga lendir
menjadi lebih kental dan mer upakan media yang
baik untuk tumbuh bakter i patogen. Bila sumbatan
ber langsung terus maka akan ter jadi hipoksia dan
r etensi lendir sehingga bakter i anaer ob pun akan
ber kembang biak. Bakter i juga memproduksi
toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat
ter jadi per ubahan jar ingan menjadi hiper tofi,
polipoid atau ter bentuk polip dan kista.11
Prognosis
Polip nasi ser ing kambuh kembali, oleh
kar ena itu pengobatannya juga per lu ditujukan
kepada penyebabnya, misalnya alergi. Tetapi yang
paling ideal pada r initis aler gi adalah menghindari
kontak dengan aler gen penyebab.
Secar a medikamentosa dapat diber ikan
antihistamin, dengan atau tanpa dekongestan yang
ber bentuk tetes hidung yang bisa mengandung
kor tikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan
dengan gejala yang ber at dan sudah ber langsung
lama dapat dilakukan imunoterapi dengan car a
desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi
pilihan apabila pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan 10,11

2. Operatif
Menjelang oper asi, selama 4 atau 5 hari
pasien diber i antibiotik dan kor tikosteroid sistemik
dan lokal. Hal ini penting untuk mengeliminasi
bakteri dan mengur angi inflamasi, kar ena inflamasi
akan menyebabkan edema dan perdar ahan yang
banyak, yang akan mengganggu kelancar an
oper asi. Kortikoster oid juga ber manfaat untuk
mengecilkan polip sehingga oper asinya akan lebih

4

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

mudah. Dengan persiapan yang teliti, maka
keadaan pasien akan optimal untuk menjalani
bedah sinus endoskopi dan kemungkinan
timbulnya komplikasi juga ditekan seminimal
mungkin.19,20
Dapat
dilakukan
ekstr aksi
polip
(polipektomi) menggunakan senar polip atau
cunam dengan analget ik lokal, bisa juga dengan
menggunakan alat yang sangat menguntungkan
seper ti microdebr ider yang dapat memotong
langsung menghisap polip sehingga per darahan
sangat minimal, yang ter baik ialah Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional (BSEF) 17,20.

LAPORAN KASUS
Seor ang w anita usia 20 tahun MR
626150, belum menikah datang ke sub bagian
r inologi poliklinik THT RS Dr . M. Djamil Padang
pada tanggal 12 Februar i 2008 dengan keluhan
lubang hidung rasa tersumbat kir i dan kanan sejak
14 tahun yang lalu, makin lama makin tersumbat
dan 10 har i yang lalu pasien sudah tidak bisa
ber nafas lew at hidung. Penciuman ber kur ang sejak
10 tahun yang lalu, makin lama makin menghilang,
pasien juga mengeluhkan ingus r asa ter telan, sakit
kepala hilang timbul ser ta nyeri pada w ajah kanan
hilang timbul. Riw ayat bersin-bersin di pagi har i,
lebih dar i 5 kali sekali serangan dan disertai rasa
gatal pada hidung dan mata semenjak kecil.
Dari pemer iksaan fisik didapatkan
keadaan umum baik, telinga dan tenggor ok tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan r inoskopi
anter ior ter lihat massa pada kedua kavum nasi
ber w ar na putih pucat, mengkilat, licin, mudah
diger akkan, ber tangkai dan tidak menyebabkan
nyer i jika disentuh. Pada pemeriksaan r inoskopi
posterior tidak terlihat masa polip. Kemudian
dilakukan pemer iksaan nasoendoskopi, dan
ter lihat masa polip memenuhi kavum nasi dan
sukar untuk menilai dar i mana asal polip.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
didapatkan diagnosa polip nasi bilateral dan
r inosinusitis kronis dan
diber ikan
terapi
kor tikosteroid or al (Pr ednison) t appering off
selama 15 har i, steroid topikal ( momethason spr y),
anti
histamin
(loratadin)
serta antibiotik
klindamicin per or al. Dan setelah 2 minggu ter api,
pasien diminta untuk kontrol kembali dan setelah
dievaluasi ternyata tidak ter dapat per baikan.
Kemudian dilakukan pemer iksaan CT
Scan sinus paranasal didapatkan per selubungan
pada kedua sinus maxillaris, kedua sinus ethmoid
dan sinus fr ontalis dextra dan juga per selubungan
pada kedua kavum nasi, osteomeatal kompleks
ter tutup.

Pasien dianjur kan untuk pemeriksaan tes
aler gi ( Cur kit t est ), tapi pasien menolak.
Pasien diper siapkan untuk dilakukan
oper asi polipektomi dan BESF, kemudian
labor ator ium r utin diperiksa dengan hasil
Haemoglobin = 13,6g/ dl, Leukosit = 6000/ mm 3
Tr ombosit = 289000/ mm 3, Hematokr it = 40%, LED
= 22, Hitung jenis = 0/ 1/ 2/ 66/ 32/ 5, PTT =10,7,
APTT = 36,5.
Pada tanggal 5 Mar et 2009 dilakukan
polipektomi dan BESF dalam narkose dikamar
oper asi. Saat oper asi pada hidung kanan ter lihat
masa polip memenuhi kavum nasi dan konka
media polipoid. Dilakukan polipektomi dengan
for cep dan setelah polip ber sih dilanjutan dengan
unsinektomi, ter lihat keluar pus dari ostium sinus
maksila dan ostium sinus maksila diperlebar.
Dilanjutkan dengan ethmoidektomi dan pungsi
irigasi pada sinus maksila. Hal yang sama
dilakukan pada kavum nasi kir i. Pada akhir operasi
dipasang tampon anter ior pada kedua kavum nasi.
Polip yang diekstirpasi dikir im ke laborator ium
patologi anatomi.
Pasca
tindakan
diberikan
terapi
ceftr iaxon 2x1gr , dexametason 3x1amp, tramadol
dr ip 3x500mg. Tanggal 8 Maret 2009 pasien
dilakukan pembukaan tampon anterior dan pasien
diper bolehkan pulang dengan ter api klindamisin
3x300mg, methyl pr ednisolon 3x4mg asam
mefenamat 3x500mg, dan Nacl 0,9% cuci hidung..
Satu minggu kemudian pasien kontrol ke
poli klinik THT dengan tidak ada keluhan dan hasil
Pemeriksaan Patologi Anatomi adalah tampak
keping-keping jaringan diliputi epitel r espir ator ik,
dengan stoma longgar , hiper emik, mengandung
kelenjer -kelenjer yang sebagian kistik dan
ber sekr esi, disertai sebukan limfosit, histiosit
dengan kesimpulan nasal polip dan tak tampak
tanda ganas. Kemudian dilakukan evaluasi dengan
menggunakan nasoendoskopi dan didapatkan hasil
: kavum nasi lapang, konka infer ior eutrofi, konka
media eutrofi, meatus media ter buka, luka bekas
oper asi baik dan tidak ter lihat massa polip.
Kemudian pasien dianjurkan kontrol setiap minggu
pada bulan per tama post operasi dan 2 kali sebulan

5

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

pada 2 bulan ber ikutnya untuk evaluasi.
Dir encanakan untuk dilakukan tes alergi tapi
pasien tidak datang lagi untuk kontrol setelah
bulan kedua dengan alasan tidak ada keluhan dan
tempat tinggal yang jauh.

oleh alergi, sedangkan pasien belum dilakukan tes
aler gi.

DISKUSI
Telah dilapor kan satu kasus polip nasi
dengan multi sinusitis pada seor ang w anita usia 20
tahun dan telah menjalani oper asi polipektomi dan
BSEF.
Diagnosis
ditegakkan
ber dasar kan
anamnesis dan pemer iksaan fisik baik r inoskopi
anter ior ,
r inoskopi
poster ior
maupun
nasoendoskopi yang memberikan gambar an polip
dan dar i mana polip polip berasal 7,10.
Pemeriksaan penunjang seper ti CT Scan
sinus par anasal juga sangat dibutuh sebelum
dilakukan tindakan oper asi, kar ena dengan
pemeriksaan ini kita bisa mengetahui dari mana
asal tumbuhnya polip dan bisa mengetahui secar a
pasti apakah telah ada komplikasi sinusitis
sehingga operasi dapat dir encanakan dengan
baik 8,10.
Jenis polip berupa eosinofilik atau
netrofilik dapat diketahui dengan pemer iksaan
patologi anatomi tetapi pada kasus ini bagian
patologi anatomi hanya member ika hasil polip nasi
tanpa member ikan jenis polipnya.
Pada saat operasi, oper asi terhenti
sebelum sampai ke sinus frontalis, kar ena
perdarahan yang banyak, hal ini bisa disebabkan
kar ena keter batasan alat dan teknik anastesi.
Menurut kepustakaan dengan teknik anastesi
hipotensi dan alat micr odebr ider maka per darahan
pada polipektomi dapat di minimalisir 17,20
Ter api polip bisa ber upa medikamentosa
dan oper atif, berdasar kan kepustakaan tindakan
oper atif dilakukan jika gagal ter api medikamentosa
ber upa ter api kortikoster oid baik lokal atau
topikal 12. Pada pasien ini kemungkinan akan
ter jadi rekurensi kar ena diper kirakan disebabkan

6

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Lampiran

7